MANAJEMEN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Helmawati Pascasarjana PAI/FAI Universitas Islam Nusantara
[email protected] Abstrak Manajemen yang baik membawa pada tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Manajemen kurikulum hendaknya diterapkan juga pada materi Pendidikan Agama Islam. Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi membantu guru pada materi PAI mencapai tujuan pembelajaran dalam membentuk manusia seutuhnya. Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah deskriptif kualitatif dengan data yang diperoleh dari kajian literatur, diskusi, dan seminar-seminar tentang Manajemen Kurikulum PAI. Selanjutnya, bahasan dalam artikel ini difokuskan pada Standar Kurikulum PAI dan bagaimana implementasi Manajemen Kurikulum PAI di kelas. Kata Kunci: Manajemen, Kurrikulum, Pendidikan, Agama Islam Abstract Well organized management brings to the goal effectively and efficiently. Curriculum management supposes to be implemented in religious lesson. Function of planning, organizing, actuating, and evaluating help religious teacher reaches learning goal for better human being. The method of this article is qualitative descriptive ad the source of data is collected from literature, discussion, and seminar about curriculum management. The focus of this article are standard of religious curriculum and how to implement curriculum manajemen religious lesson in class. Key Word: Management, Curriculum, Education, Islamic Religion
Pendahuluan Agama Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah Swt melalui utusannya, Nabi Muhammad Saw untuk menyempurnakan akhlak. Pendidikan dan pembinaan yang diarahkan adalah untuk memenuhi tugas manusia sebagai hamba Allah yang baik dan sebagai khalifah di muka bumi. Agar tercapai tujuan tersebut materi Pelajaran Agama Islam perlu dikekola dengan baik. Manajemen kurikulum yang tepat pada materi pelajaran Pelajaran Agama Islam membantu pencapaian tujuan secara efektif. Kesadaran baik dari pemimpin maupun guru dalam melaksanakan tugas, khususnya mengelola pembelajaran dengan baik membantu pencapaian proses pendidikan lebih optimal. Berdasarkan hasil penelitian tentang Manajemen Guru PAI dalam membentuk akhlak mulia dan manusia seutuhnya telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa pascasarjana PAI di Universitas Islam Nusantara. Simpulan penelitian yang dilaksanakan dengan metode kualitatif deskriptif ini menunjukkan bahwa perencanaan manajemen guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah ditunjukkan dengan berjalannya fungsi perencanaan yang dituangkan dalam program kerja guru PAI. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran PAI berupa kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan penilaian pembelajaran
PAI dilakukan melalui yaitu penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran. Sementara rekomendasi dari hasil penelitian diantaranya, yaitu perlu pengembangan dan peningkatan mutu atau kompetensi guru PAI, terutama manajemen PAI sehingga memiliki tujuan yang jelas saat pelaksanaan proses pembelajaran. Urgensitas manajemen kurikulum bagi pembelajaran yang berhasil dan berkualitas diperkuat oleh pernyataan Rusman. Rusman (2009: v) menegaskan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan dan dipersiapkan dengan matang agar menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Guru, kepala sekolah, dan pengawas satuan pendidikan merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang terlibat langsung dalam mengembangkan, memantau, dan melaksanakan kurikulum sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar dan mencapai tujuan yang diharapkan. Pendidikan bukan hanya sekadar pengajaran atau proses transfer ilmu saja, hal yang terpenting dalam pendidikan yaitu transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dimiliki manusia itu sendiri. Hal ini tentunya selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis. Dan pada prinsipnya, Tujuan Pendidikan Nasional sejalan dengan Tujuan Pendidikan Islam yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia (Helmawati, 2013: 36, baca juga Ahmad Tafsir, 2008). Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai aspek, diantaranya kurikulum. Sedangkan aspek yang mempengaruhi keberhasilan kurikulum adalah pemberdayaan bidang manajemen atau pengelolaan kurikulum di lembaga pendidikan (Rusman, 2009: 1). Selanjutnya, bahasan dalam artikel ini difokuskan pada Standar Kurikulum PAI dan bagaimana implementasi Manajemen Kurikulum PAI di kelas. Metode penulisan artikel ini dengan menggunakan metode studi literatur, baik dengan membaca buku-buku referensi dan hasil seminar dari penelitian mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Nusantara. Manajemen Kurikulum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Rusman (2009: 3) mengutip Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) menyatakan bahwa kurikulum merupakan segala upaya sekolah untuk memengaruhi siswa agar dapat belajar baik dalam ruangan kelas maupun di luar sekolah. Sementara Harold B. Alberty (1965) menyatakan kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school). Munir (2010: 28) mengutip Ali M. (1984) mengkategorikan pengertian kurikulum ke dalam tiga pengertian. Yakni, 1) kurikulum sebagai rencana belajar peserta didik; 2) kurikulum sebagai rencana pembelajaran; 3) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik. Sementara Hilda Taba mendefinisikan kurikulum sebagai rencana
belajar dengan mengungkapkan a curriculum is a plan for learning. Kurikulum terdiri dari tujuan, materi/isi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Kurikulum sebagai rencana belajar adalah sebuah rencana pembelajaran di suatu sekolah. Kurikulum mencakup sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan suatu lembaga pendidikan yang harus ditempuh atau dipelajari untuk memperoleh ijasah tertentu. Ini bermakna kurikulum hanya mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik, sedangkan kegiatan belajar tidak termasuk ke dalam kurikulum. Dalam kurikulum tradisional, kegiatan belajar dibagi menjadi tiga, yaitu: kegiatan yang masuk dalam kurikulum yakni mata pelajaran; kegiatan penyerta kurikulum (cocurricular activities) seperti membaca diperpustakaan, praktikum di laboratorium, study tour; dan kegiatan di luar kurikulum (extracurricular activities) seperti pramuka, olahraga, kesenian, palang merah remaja (PMR), atau paskibra. Sedangkan kurikulum sebagai pengalaman belajar dianggap bukan hanya rencana pembelajaran saja, melainkan juga sebagai suatu pengalaman belajar yang nyata dan aktual terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dapat memberi pengalaman belajar dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi dan mata pelajaran (Munir, 2010: 28). Fungsi kurikulum merupakan alat untuk mencpai tujuan pendidikan, yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum sebagai alat dapat diwujudkan dalam bentuk program, yaitu program kegiatan dan pengalaman belajar yang harus dilaksanakan oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Program tersebut harus dirancang secara sistematis, logis, terencana, dan sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Zainal Arifin, 2012: 13). Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Rusman, 2009: 3). Lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Zainal Arifin (2012: 25) menegaskan bahwa dalam manajemen kurikulum, kegiatan pengembangan kurikulum harus dilakukan berdasarkan ilmu manajemen yang menuntut adanya perencanaan hingga evaluasi. Pada tingkat satuan pendidikan, kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan sehingga kurikulum tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan di mana sekolah itu berada (Rusman, 2009: 4). Ada lima prinsip dalam melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu: produktivitas, demokratisasi, kooperatif, efektivitas dan efisiensi, dan mengarahkan visi, misi, dan tujuan (Rusman, 2009: 4). Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum berjalan lebih efektif, efisien, dan optimal dalam memberdayakan berbagai sumber belajar, pengalaman belajar, maupun komponen kurikulum. Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum diantaranya: a) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, b) meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, c) meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, d) meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, e) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses
belajar mengajar, f) meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum (Rusman, 2009: 5). Di dalam ilmu manajemen dan kurikulum terdapat faktor kunci yang sama dan harus ada, yaitu orang (people). Artinya, seindah apa pun desain kurikulum, pada akhirnya terletak di tangan guru. Keberhasilan manajemen kurikulum sangat dipengaruhi oleh faktor manusianya mulai dari tingkat top leader (di tingkat pusat) sampai dengan tingkat pelaksana di lapangan (guru). Tentu dalam pelaksanaannya orang-orang tersebut harus didukung oleh sumber-sumber lain, seperti sarana dan prasarana, biaya, waktu, teknologi, termasuk kemampuan manajerialnya (Zainal Arifin, 2012: 25). Dilihat dari sisi pengembangan kurikulum bagi guru, Zainal Arifin (2012: 12) mengemukakan fungsi kurikulum yaitu sebagai: a) fungsi preventif, yaitu mencegah kesalahan para pengembang kurikulum terutma dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana kurikulum; b) fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan membetulkan kesalahankesalahan yang dilakukan oleh pengembang kurikulum dalam melaksanakan kurikulum; dan c) fungsi konstruktif, yaitu memberikan arahan yang jelas bagi para pelaksana dan pengembang kurikulum untuk membangun kurikulum yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Sementara Hilda Taba (1962) mengemukakan tiga fungsi kurikulum, yaitu: a) sebagai transmisi, yakni mewariskan nilai-nilai kebudayaan; b) sebagai transformasi, yakni melakukan perubahan atau rekonstruksi sosial; dan c) sebagai pengembangan individu. Dilihat dari sisi pengembangan kurikulum bagi peserta didik, Zainal Arifin (2012: 13) mengutip Alexander Inglis mengemukakan fungsi kurikulum yaitu sebagai: a) fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function), yakni membantu peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara menyeluruh; b) fungsi pengintegrasian (the integrating function), yakni membentuk pribadi-pribadi yang terintegrasi sehingga mampu bermasyarakat; c) fungsi perbedaan (the differentiating function), yakni membantu memberikan layanan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam masyarakat; d) fungsi persiapan (the propaedeutic function), yakni mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi; e) fungsi pemilihan (the selective function), yakni memberikan kesempatan kepada peserta untuk memilih program-prgram pembelajaran secara selektif sesuai dengan kemampuan, minat, dan kebutuhannya; dan f) fungsi diagnostic (the diagnostic function), yakni membantu peseta didik untuk memahami dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Pengembangan kurikulum mengacu pada lingkup manajemen kurikulum yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Untuk itu perlu mengetahui dan menggunakan prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum. Zainal Arifin (2012: 28) mengutip Olivia (1992) menuangkan ada empat sumber prinsip pengembanan kurikulum, yaitu data empiris (empirical data), data eksperimen (experiment data), cerita/legenda yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common sense). Prinsip umum pengembangan kurikulum berdasarkan Zainal Arifin (2012: 31) yakni prinsip: 1) berorientasi pada tujuan dan kompetensi, 2) relevansi, 3) efisiensi, 4) keefektifan, 5) fleksibilitas, 6) integritas, 7) kontinuitas, 8) sinkronisasi, 9) objektivitas, 10) demokrasi. Sedangkan prinsip khusus pengembangan kurikulum, yakni prinsip: 1) tujuan kurikulum, 2) isi kurikulum, 3) didaktik-metodik, 4) media dan sumber belajar, 5) evaluasi (Zainal Arifin, 2012: 38). Sedangkan landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbagnkan yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, serta landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) (Zainal Arifin, 2012: 47). Dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 36 tertuang tentang kurikulum. Dinyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. 1. Perencanaan Kurikulum Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa. Minimal ada lima hal yang mempengaruhi perencanaan dan pembuatan keputusan, yaitu filosofis, konten/materi, manajemen pembelajaran, pelatihan guru, dan sistem pembelajaran. Mengutip Oemar Hamalik (2007: 152), Rusman menambahkan definisi perencanaan kurikulum. Yakni suatu proses sosial yang kompleks yang menuntut berbagai jenis dan tingakt pembuatan keputusan. Berdasarkan Munir (210: 30) menyatakan perencanaan kurikulum adalah penyiapan dokumen kurikulum berupa kurikulum dokumen inti, pedoman, dan suplemen yang merupakan paket dokumen kurikulum. Dokumen yanag dikembangkan didasari atas beberapa analisis yaitu meliputi: 1) analisis kebutuhan masyarakat, 2) analisis kebutuhan pengembanan ilmu, pengetahuan, dan nilai-nilai; dan 3) analisis kebutuhan peserta didik. Perencanaan kurikulum ini berfungsi sebagai pedoman atau alat manajemen yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber individu yang diperlukan, media pembelajaran yang digunakan, tindakan-tindakan yang perlu dilakukan, sumber biaya, tenaga, dan sarana yang diperlukan, sistem monitoring dan evaluasi, peran unsur-unsur ketenagaan untuk mencapai tujuan manajemen lembaga pendidikan. Di samping itu, perencanaan kurikulum juga berfungsi sebagai pendorong untuk melaksanakan sistem pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal (Rusman, 2009: 21). Pendapat Rusman sesuai dengan apa yang dinyatakan Munir (210: 39), dalam membuat perencanaan, melakukan pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum, prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan. Demikian pula dengan penggunaan sarana berbasis teknologi yang diperlukan agar pelaksanaan berlangsung dengan efisien dan efektif. Perencanaan kurikulum melalui tahapan komponen perumusan tujuan kurikulum, perumusan isi kurikulum, dan pemilihan model perencanaan/desain kurikulum (Rusman, 2009: 22). Sementara berdasarkan Munir (210: 31) langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan kurikulum, meliputi perumusan: tujuan, materi, kegiatan pembelajaran, dan penentuan alat evaluasi yang diperlukan. Zainal Arifin (2012: 79) menguraikan komponenkomponen kurikulum sebagai bagian dari perencanaan kurikulum. Komponen kurikulum tersebut meliputi komponen tujuan, isi/materi, proses, dan evaluasi. 2. Pengorganisasian kurikulum Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Organisasi kurikulum sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum, sedangkan yang menjadi sumber bahan pelajaran dalam kurikulum adalah nilai
budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum yaitu ruang lingkup (scope) dan urutan bahan pelajaran (sequence), kontinuitas kurikulum, keseimbangan bahan pelajaran dan keterpaduan (integrated), dan alokasi waktu yang dibutuhkan dalam kurikulum (Rusman, 2009: 60; Zainal Arifin, 2012: 104). Suryosubroto (2005: 1) menyatakan organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Organisasi kurikulum sangat erat kaitannya dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena polapola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula. Ada pola-pola pengorganisasian kurikulum. Diantara pola pengorganisasian kurikulum, yaitu separated subject curriculum, correlated curriculum, dan integrated curriculum. Dan untuk menggorganisasikan kurikulum, hendaknya juga menelaah struktur program kurikulum. Zainal Arifin (2012: 94) mendefinisikan organisasi kurikulum sebagai susunan pengalaman dan pengetahuan baku yang harus disampaikan dan dilakukan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Pengalaman tersebut ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Pengalaman langsung diperoleh sebagai hasil interaksi secara langsung dengan dunia sekitarnya. Pengalaman tidak langsung diperoleh melalui perantara, seperti dari buku sumber dan dari menonton televisi. Pengalaman baku memungkinkan untuk berkembang sehingga memerlukan peninjauan, peningkatan, dan pemutakhiran sesuai dengan perkembangan zaman. Prinsip fleksibilitas dalam pengorganisasian kurikulum hendaknya dipergunakan untuk melayani perbedaan kemampuan, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik dan pengguna. Suatu kurikulum yang fleksibel adalah kurikulum yang memberikan alternatif yang luas sehingga siswa bisa memilih program, mata pelajaran, model pembelajaran, dan latihan sesuai dengan kemampuan, minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Fleksibilitas kurikulum dilakukan melalui penyediaan program-program pilihan, seperti di perguruan tinggi ada pilihan program studi, program minor, konsentrasi, serta bentuk-bentuk program pilihan lainnya. Di SMA dan SMK ada pilihan jurusan, pilihan bidang keahlian dan pilihan kegiatan ekstrakurikuler (Rusman, 2009: 61). 3. Pelaksanaan Kurikulum Pembelajaran di dalam kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akan mewujudkan bentuk kurikulum nyata (actual curriculum-curriculum in action). Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada kemampuan guru sebagai implementator kurikulum. Guru lah kunci pemegang pelaksana dan keberhasilan kurikulum. Dengan demikian yang bertindak sebagai perencana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum yang sebenarnya adalah guru (Rusman, 2009: 74). Senada dengan yang disampaikan Munir (210: 38), bahwa dalam proses transformasi pembelajaran, pengajar merupakan pelaksana (implementor). Peran pengajar dalam hal ini meliputi pembagian tugas antara pengajar dengan tenaga kependidikan, membuat silabus pembelajaran dan rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melaksanakan penilaian, dan memberikan umpan balik. Munir (210: 36) menyatakan, pelaksanaan kurikulum sering juga disebut dengan implementasi kurikulum, merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan pengajar dalam proses pembelajaran. Pada umumnya proses pembelajaran bias dipandang sebagai transformasi input menjadi output. Tugas pengajar adalah mengimplementasikan seluruh
perencanaan kurikulum sehingga input bertransformasi menjadi output yang diinginkan (adanya perubahan perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan yang diinginkan). Rusman (2009: 74) mengutip Hasan (1984: 12) menyatakan ada beberapa factor yang mempengaruhi implementasi kurikulum. Faktor tersebut adalah karakteristik kurikulum, strategi implementasi, karakteristik penilaian, pengetahuan guru tentang kurikulum, sikap terhadap kurikulum, dan keterampilan mengarahkan. Berdasarkan Mars, ada lima elemen yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu: dukungan dari kepala sekolah, dukungan dari rekan sejawat guru, dukungan dari siswa, dukungan dari orangtua, dan dukungan dari dalam diri guru sebagai unsur yang utama. Berkaitan dengan implementasi kurikulum yang berbasis pada kompetensi (KBK/KTSP) dikembangkan dengan berorientasi kepada pengembangan kepribadian (kurikulum humanistic) menuju kepada kurikulum yang berorientasi pada kehidupan dan alam pekerjaan (rekonstruksi sosial dan teknologi). Kurikulum humanistic dapat diberlakukan pada awal pendidikan dasar, di mana sejumlah kemampuan dasar untuk keperluan pengembangan pribadi, seperti kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis, serta keberanian mengeluarkan ide atau gagasan, dan bekerja sama perlu ditonjolkan. Selanjutnya kurikulum yang berorientasi pada alam kehidupan dan alam pekerjaan yaitu kurikulum rekonstruksi sosial dan teknologi dipadukan dengan kurikulum subjek akademik dapat digunakan pada pertengahan dan akhir pendidikan dasar. Pada jenjang menengah baru lah mereka belajar berdasarkan disiplin ilmu (subjek akademik) dengan tetap bersandar pada kehidupan dan lingkungan masyarakat sebagai sumber kurikulum (rekonstruksi sosial dan teknologi) (Rusman, 2009: 75). Implementasi kurikulum seharusnya menempatkan pengembangan kreativitas siswa lebih dari penguasaan materi. Dalam kaitan ini, siswa ditempatkan sebagai subyek dalam proses pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran yang multi arah seyogianya dikembangkan sehingga pembelajaran kognitif dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa tidak hanya pada penguasaan materi. Selain itu, pembelajaran berpikir sebaiknya dikembangkan dengan menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan merekonstruksi sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran bukan hanya mentransfer atau memberikan informasi, namun lebih bersifat menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat berpikir kritis dan membentuk pengetahuan (Rusman, 2009: 75). 4. Evaluasi Kurikulum Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan (UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003). Zainal Arifin (2012: 266) mendefinisikan evaluasi kurikulum sebagai suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Evaluasi kurikulum juga merupakan bentuk akuntabilitas pengembangan kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan. S. Hamid Hasan (2008: 32) dalam Rusman (2009: 93) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum dan evaluasi pendidikan memiliki karakteristik yang tak terpisahkan. Rumusan evaluasi adalah suatu proses yang sistmatis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi informasi/data untuk menentukan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.
Tyler (1949) menyatakan, evaluasi berfokus pada upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar. Hasil belajar tersebut biasanya diukur dengan tes . Tujuan evaluasi sendiri adalah untuk menentukan tingakat perubahan yang terjadi baik secara statistik maupun edukatif. Komponen-komponen evaluasi kurikulum meliputi komponen: analisis kebutuhan dan studi kelayakan, perencanaan dan pengembangan, proses pembelajaran, revisi kruikulum, dan research kurikulum. Dengan demikian, evaluasi lebih bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran. Keputusan evaluasi (value judgment) tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) maupun bukan pengukuran (nonmeasurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu program/kurikulum yang dievaluasi. Munir (210: 38) mengemukakan penilaian kurikulum sebagai suatu proses, yang meliputi: a) penilaian kurikulum yang dilakukan terhadap unsur tertentu pelaksanaan perangkat kurikulum, b) penilaian kurikulum yang dilakukan terhadap keseluruhan pelaksanaan perangkat kurikulum. Penilaian kurikulum berfungsi untuk: 1) mendiagnosa (to diagnose) kegagalan atau kelemahan pelaksanaan kurikulum, 2) merevisi (to revise) untuk mengantisipasi kekurangan atau kelemahan selama pelaksanaan kurikulum, 3) membandingkan (to compare) dengan kurikulum sebelumnya atau dengan kurikulum luar dalam upaya mencapai bentuk kesempurnaan, 4) mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan dengan bidang pendidikan (anticipate educational needs), dan 5) menentukan tujuan yang sudah tercapai (to determine if objective have been achieved). Sementara evaluasi kurikulum adalah langkah untuk menentukan keberhasilan suatu kurikulum, sekaligus menemukan kelemahan yang ada pada proses tersebut untuk diperbaiki. Evaluasi kurikulum dilakukan pada semua komponen kurikulum, yaitu tujuan, materi, metode, dan evaluasi itu sendiri (Munir, 210: 106). Untuk melaksanakan evaluasi kurikulum, dapat digunakan pendekatan sebagaiman yang dijabarkan Ralp W. Tyler, yaitu: 1) menentukan tujuan evaluasi; 2) memilih, mengubah, atau menyusun alat evaluasi dan menguji objektivitas, realibilitas, dan validitas alat tersebut; 3) menggunakan alat evaluasi untuk memperoleh data; 4) membandingkan data yang diperoleh dengan hasil evaluasi sebelumnya; 5) menganalisis data dan 6) menggunakan data untuk membuat perubahan yang dianggap perlu dalam kurikulum (Munir, 210: 107). Pendidikan Agama Islam (PAI) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan, mendefinisikan Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Ahmad Tafsir (2004: 1-2) secara terminologi menguraikan pendidikan Islam berarti pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian Pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang islami. Dan sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok muslim yang ideal. Pendidikan Islam juga berarti memberikan warna, yaitu warna Islam. Pendidikan yang Islami yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam (Ahmad Tafsir, 2013: 33). Pendidikan Agama Islam (PAI) berarti menjadi satu diantara materi pelajaran yanag wajib diberikan kepada peserta didik. Pendidikan Agama Islam sendiri dimaknai sebagai materi agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Artinya materi pelajaran/kuliah yang diberikan berdasarkan nilai-nilai yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Di sekolah umum materi Agama Islam dimuat dalam satu materi pelajaran PAI, sedangkan untuk di madrasah materi PAI diuraikan menjadi sub-sub materi, yaitu: Al-Qur’an dan Hadits, Aqidah, Akhlak, Muamalah, Fiqh, Bahasa Arab, dan/atau Sejarah Kebudayaan Islam. Standar Kurikulum PAI Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) mengamanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 2), berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3). Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk mencapai kompetensi lulusan tersebut perlu ditetapkan standar isi yang merupakan kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Selanjutnya, Pasal 37 menyatakan Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal. Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa. Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang dirumuskan pada Standar Kompetensi Lulusan, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan, dan kedalaman materi ditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi beserta proses pemerolehan kompetensi tersebut. Ketiga kompetensi tersebut memiliki proses pemerolehan
yang berbeda. Sikap dibentuk melalui aktivitas-aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitasaktivitas: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah tentang Tingkat Kompetensi dan ruang lingkup materi PAI diterapkan untuk setiap muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 77I ayat (1), Pasal 77C ayat (1), dan Pasal 77K ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai berikut. 1. Tingkat Pendidikan Dasar (Kelas I-VI) materi meliputi: Alquran, Aqidah, Fiqih, Akhlak dan Budi Pekerti, Sejarah Peradaban Islam. 2. Tingkat Pendidikan Dasar (Kelas VII-IX) materi meliputi: Alquran dan Hadis, Aqidah, Akhlak dan Budi Pekerti, Fiqih, Sejarah Peradaban Islam. 3. Tingkat Pendidikan Menengah (Kelas X-XII) materi meliputi: Alquran dan Hadis, Aqidah, Akhlak dan Budi Pekerti, Fiqih, Sejarah Peradaban Islam. Implementasi Manajemen Kurikulum PAI di Kelas Guru adalah kunci pemegang pelaksana dan keberhasilan kurikulum. Kurikulum bukan hanya rencana pembelajaran saja, melainkan juga sebagai suatu pengalaman belajar yang nyata dan aktual terjadi dalam proses pendidikan. Lingkup pengembangan manajemen kurikulum diarahkan kepada kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dapat memberi pengalaman belajar dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi dan mata pelajaran dengan memperhatikan tujuan pendidikan nasional, yaitu: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian implementasi manajemen PAI mengikuti prosedur mulai dari menyelenggarakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi kurikulum. Pertama, implementasi perencanaan kurikulum. Langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan kurikulum, meliputi perumusan: tujuan, materi, kegiatan pembelajaran, dan penentuan alat evaluasi yang diperlukan. a) Tujuan. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis. Tujuan pembelajaran diarahkan pada Standar Kompetensi Lulusan (sesuai tujuan pendidikan nasional) yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah). Untuk itu dirumuskan kompetensi inti (KI) (lihat lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah) yang pada prinsipnya dikembangkan dari teori Bloom (Rusman, 2009: 24; Munir, 2010: 54; Zainal Arifin, 2012: 85). b) Materi. Mengembangkan materi kurikulum pada hakekatnya adalah mengembangkan materi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kompetensi dan ruang lingkup materi PAI meliputi: Alquran dan Hadis, Aqidah, Fiqih, Akhlak dan Budi Pekerti, serta Sejarah Peradaban Islam diarahkan untuk mencapai tujuan penguasaan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. c) Kegiatan pembelajaran. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran adalah menyiapkan strategi pembelajaran, metode/model mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar yang semuanya harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (KI). Dan d) Penentuan alat evaluasi yang diperlukan. Untuk kegiatan implementasi kurikulum di kelas sebagai materi pembelajaran, alat evaluasi ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu penguasaan kompetensi peserta didik melalui aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua, implementasi pengorganisasian kurikulum. Organisasi kurikulum ditujukan untuk mempermudah siswa mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Organisasi kurikulum sangat terkait dengan pengaturan bahan pelajaran yang ada dalam kurikulum. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum yaitu ruang lingkup (scope) dan urutan bahan pelajaran (sequence), kontinuitas kurikulum, keseimbangan bahan pelajaran dan keterpaduan (integrated), dan alokasi waktu yang dibutuhkan dalam kurikulum. Untuk itu guru sebagai pelaksanan proses pembelajaran (pelaksana kurikulum) perlu menyusun silabus dan rencana pembelajaran PAI. Keberhasilan kurikulum dipengaruhi seluruh komponen pendidikan, selain tujuan, isi, standar kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan evaluasi. Pengorganisasian seluruh pihak terkait, pihak sekolah, orangtua (komite), dan masyarakat sebagai stakeholder mempengaruhi ketercapaian tujuan pendidikan. Kompetensi dan ruang lingkup materi PAI meliputi: Alquran dan Hadis, Aqidah, Fiqih, Akhlak dan Budi Pekerti, serta Sejarah Peradaban Islam. Pada sekolah umum materi pelajaran PAI dijadikan satu, sehingga nama mata pelajaran agama tetap diberi nama PAI. Sementara pada sekolah madrasah materi PAI diurai sesuai ruang lingkup materi PAI, hingga ruang lingkup PAI menjadi nama masing-masing untuk mata pelajaran. Ketiga, implementasi pelaksanaan kurikulum di dalam kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Kompetensi atau muatan Pendidikan Agama Islam pada SD/MI/SDLB/PAKET A, SMP/MTs/SMPLB/PAKET B, SMA/MA/SMALB/PAKET C, dan SMK/MAK dirinci sebagai berikut (Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah): a. Tingkat Pendidikan Dasar (Kelas I-VI) 1) Meyakini adanya Allah SWT dan mensyukuri karunia dan pemberian Allah SWT. 2) Memiliki sikap sesuai dengan akhlakul karimah (akhlak mulia) dan budi pekerti serta perilaku hidup sehat. 3) Mengetahui keesaan Allah SWT berdasarkan pengamatan terhadap dirinya dan makhluk ciptaan-Nya yang dijumpai di sekitar rumah dan sekolah. 4) Mengenal pesanpesan yang terkandung dalam surah pendek Alquran, rukun Islam yang pertama dan doa sehari-hari.
5) Mengenal dan mempraktikkan tata cara bersuci, shalat dan kegiatan agama yang dianutnya di sekitar rumahnya melalui pengamatan sesuai dengan ketentuan agama Islam. 6) Mengenal dan menceritakan kisah keteladanan nabi. 7) Mengenal hadis yang terkait dengan anjuran menuntut ilmu serta perilaku hidup bersih dan sehat. 8) Memahami dan mencontoh perilaku yang sesuai dengan akhlakul karimah (akhlak mulia) dan budi pekerti. 9) Mengetahui dan melafalkan huruf-huruf hijaiyyah dan hafalan surah dan ayat pilihan dalam Alquran, dan Asmaul Husna. 10) Melafalkan dan mempraktikkan dua kalimat syahadat serta doa sehari-hari dengan benar dan jelas. 11) Meyakini dan mengetahui adanya Allah SWT, malaikat-malaikat, dan Rasul-Rasul Allah SWT. 12) Menunaikan ibadah shalat secara tertib serta zikir dan doa setelah selesai shalat. 13) Menerapkan ketentuan syariat Islam dalam bersuci dan berperilaku. 14) Memiliki dan memahami sikap sesuai dengan akhlakul karimah yang tercermin dari perilaku kehidupan sehari-hari. 15) Mengerti makna iman kepada malaikat-malaikat Allah berdasarkan pengamatan terhadap dirinya dan alam sekitar. 16) Mengetahui hadis yang terkait dengan perilaku mandiri, percaya diri, dan tanggung jawab. 17) Mengetahui hikmah ibadah shalat, zikir dan doa setelah shalat melalui pengamatan dan pengalaman di rumah dan sekolah. 18) Mengetahui dan menceritakan kisah keteladanan nabi dan wali songo. 19) Membaca dan mengetahui makna Asmaul Husna dan hafalan surah dan ayat pilihan dengan benar. 20) Mencontohkan perilaku sesuai dengan akhlakul karimah. 21) Mempraktikkan tata cara shalat, zikir dan doa setelah shalat secara benar dan tata cara bersuci sesuai ketentuan syariat Islam dan menceritakan pengalaman pelaksanaan ibadah shalat di rumah, masjid dan sekolah. 22) Meyakini Alquran sebagai kitab suci terakhir dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. 23) Memahami dan mengetahui makna Rukun Iman. 24) Menunaikan ibadah wajib dan sunah di bulan Ramadhan, dan berzakat, infak, dan sedekah. 25) Memiliki dan mencontohkan sikap sesuai dengan akhlakul karimah yang mencerminkan rukun iman. 26) Mengenal nama-nama Rasul Allah dan Rasul Ulul Azmi. 27) Mengetahui makna Asmaul Husna, surah, dan ayat pilihan dengan benar serta menuliskannya dengan baik dan benar. 28) Memahami hikmah ibadah wajib dan sunnah di bulan Ramadhan, beriman kepada Hari Akhir, zakat, infak, dan sedekah, beriman kepada Qadha dan Qadar yang dapat membentuk perilaku akhlak mulia. 29) Mengetahui dan menceritakan kisah keteladanan nabi, Keluarga Luqman, sahabatsahabat Nabi Muhammad SAW, Ashabul Kahfi sebagaimana terdapat dalam Alquran. 30) Menunjukkan contoh Qadha dan Qadar dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari pemahaman rukun Iman.
b. Tingkat Pendidikan Dasar (Kelas VII-IX) 1) Menghayati dan memahami kandungan ayat-ayat Alquran pilihan dan hadis yang terkait. 2) Memahami dan mencontohkan sikap-sikap terpuji yang berkaitan dengan akhlakul karimah. 3) Meneladani dan memahami perjuangan Nabi Muhammad saw periode Mekah dan Madinah, sikap terpuji khulafaurrasyidin, semangat ilmuwan Muslim dalam menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. 4) Memahami makna rukun iman, Asmaul Husna dan surah dan ayat pilihan serta hadis terkait. 5) Memahami hikmah puasa wajib dan sunah, penetapan makanan dan minuman yang halal dan haram berdasarkan Alquran dan Hadis. 6) Membaca dan menunjukkan hafalan surah dan ayat pilihan serta hadis terkait dengan tartil dan lancar. 7) Mencontohkan perilaku sesuai dengan akhlakul karimah. 8) Memahami dan Mempraktikkan tata cara bersuci, shalat wajib dan shalat sunnah, shalat jamak dan qashar, shalat berjamaah dan munfarid, sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah. 9) Merekonstruksi sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan sampai masa Umayyah dan masa Abbasiyah untuk kehidupan seharihari. 10) Menghayati dan memahami surah dan ayat Alquran pilihan dan hadis terkait. 11) Meyakini dan memahami rukun iman berdasarkan pengamatan terhadap dirinya, alam sekitar dan makhluk ciptaan-Nya. 12) Memahami hikmah dan menerapkan ketentuan syariat Islam dalam pelaksanaan penyembelihan hewan, ibadah qurban dan aqiqah. 13) Menghargai perilaku sesuai dengan akhlakul karimah. 14) Membaca dan menunjukkan hafalan surah dan ayat Alquran pilihan sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf. 15) Mencontohkan perilaku yang mencerminkan akhlakul karimah. 16) Memahami ketentuan haji dan umrah, dan mempraktikkan manasik haji, ibadah qurban dan aqiqah. 17) Melakukan rekonstruksi sejarah perkembangan dan tradisi Islam di Nusantara. c. Tingkat Pendidikan Menengah (Kelas X-XII) 1) Menghayati nilai-nilai rukun iman. 2) Meyakini kebenaran dan berpegang teguh kepada Alquran, Hadis, dan Ijtihad sebagai pedoman hidup dan hukum Islam. 3) Berpakaian sesuai dengan ketentuan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. 4) Memahami dan menerapkan ketentuan syariat Islam dalam penyelenggaraan jenazah, khotbah, tabligh, dan dakwah di masyarakat. 5) Memahami manfaat dan menunjukkan perilaku sesuai dengan akhlakul karimah yang mencerminkan kesadaran beriman. 6) Menganalisis dan memahami makna Asmaul Husna, rukun iman, surah dan ayat pilihan serta hadis yang terkait. 7) Memahami dan menelaah substansi dan strategi dakwah Rasulullah saw di Mekah dan di Madinah dan perkembangan Islam pada masa kejayaan dan masa modern (1800sekarang). 8) Menelaah dan mempresentasikan prinsip-prinsip, praktik ekonomi dalam Islam. 9) Membaca dan mendemonstrasikan hapalan surah dan ayat pilihan sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf dengan lancar. 10) Meneladani dan menceritakan tokoh-tokoh teladan dalam semangat mencari ilmu.
11) Menyajikan dalil tentang ketentuan dan pengelolaan wakaf. 12) Mendeskripsikan bahaya perilaku tindak kekerasan dalam kehidupan. 13) Menghayati dan memahami makna nilai-nilai keimanan dari rukun iman. 14) Menerapkan ketentuan syariat Islam dalam kehidupan sehari- hari. 15) Menunjukkan perilaku akhlakul karimah yang mencerminkan kesadaran beriman kepada Hari Akhir dan kepada Qadha dan Qadar Allah SWT. 16) Menganalisis surah dan ayat pilihan dan hadis terkait. 17) Memahami dan menyajikan hikmah dan manfaat saling menasihati dan berbuat baik (ihsan) dalam kehidupan. 18) Memahami ketentuan dan memperagakan tata cara pernikahan dalam Islam, hak dan kedudukan wanita dalam keluarga, pembagian waris berdasarkan hukum Islam. 19) Membaca dan mendemonstrasikan surah dan ayat pilihan sesuai dengan kaidah tajwid, makhrajul huruf, dan dengan tartil dan lancar. 20) Menganalisis dan mendeskripsikan strategi dakwah dan perkembangan Islam di Indonesia, dan faktor-faktor kemajuan dan kemunduran peradaban Islam di dunia. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akan mewujudkan bentuk kurikulum nyata (actual curriculum-curriculum in action). Pelaksanaan kurikulum sering juga disebut dengan implementasi kurikulum, merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan pengajar dalam proses pembelajaran. Implementasi kurikulum seharusnya menempatkan pemgembangan kreativitas siswa lebih dari penguasaan materi. Pembelajaran kognitif dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa tidak hanya pada penguasaan materi namun juga menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan merekonstruksi sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran bukan hanya mentransfer atau memberikan informasi, namun lebih bersifat menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat berpikir kritis dan membentuk pengetahuan dan pengalaman belajar. Sebab itu, berbagai pendekatan pembelajaran digunakan, seperti scientific approach, problem solving, CTL (Contextual Teaching Learning), Keterampilan Proses, dan metode lainnya digunakan untuk menumbuhkan data pikir yang lebih tinggi (higher order thingking skill/HOTS). “Mengatakan dan Melakukan” menumbuhkan pengalaman belajar dengan capaian yang sangat tinggi daripada hanya membaca, mendengar, atau melihat saja. Pengalaman belajar bagi peserta didik sangat penting sebagai hasil dari interaksi dengan objek atau sumber belajar untuk mencapai penguasaan kemampuan dan materi pelajaran. Dilihat dari kompetensi yang ingin dicapai, pengalaman belajar meliputi menghafal, menggunakan/mengaplikasikan, dan menemukan; sedanagkan dilihat dari materi pelajaran yang perlu dihafal, diaplikasikan, serta ditemukan meliputi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sementara bentuk pengalaman belajar dapat berupa kegiatan tatap muka (mendengarkan, mencatat, berdiskusi) dan kegiatan tidak tatap muka (mendemonstrasikan, mempraktekkan, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah). Untuk meningkatkan pengalaman belajar peserta didik, guru perlu memberikan variasi dalam pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tertentu, sehingga pengalaman belajar tidak terlalu abstrak (Munir, 2010: 69).
Baca 10% Dengar 20% Lihat 30% Lihat dan Dengar 50% Katakan 70% Katakan dan Lakukan 90%
Ragam Pengalaman Belajar Peter Shea (Depdiknas 2004: 14) Keempat, implementasi evaluasi kurikulum. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru sebagai pengembang kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum mulai tujuan, materi, proses, dan evaluasi. Perumusan aspek-aspek output peserta didik yang dihasilkan dalam proses pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan taksonomi Bloom, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kurikulum model taksonomi ditujukan untuk mengevaluasi pembelajaran meliputi evaluasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi aspek kognitif dilakukan dengan mengukur tingkat kognisi/pengetahuan peserta didik setelah kegiatan pembelajaran. Teknis tes yang digunakan dapat berupa tes lisan (untuk menilai kemampuan menggunakan bahasa lisan atas perndapat, kemampuan berpikir dalam melihat hubungan sebab akibat, serta kemampuan memecahkan masalah) dan tes tulisan (untuk menilai kemampuan secara tertulis baik berupa jawaban singkat, menjodohkan, pilihan ganda, uraian objektif, maupun uraian bebas). Evaluasi aspek afektif termasuk aspek sikap dan minat, konsep diri dan nilai dapat dilakukan dengan teknik bukan tes (non tes seperti interview, angket, dan observasi). Instrument yang digunakan dapat berupa skala sikap atau rating scale. Dan Evaluasi aspek psikomotorik dapat dilakukan dengan pengamatan/observasi atau dengan tes performance/tes unjuk kerja/perbuatan. Untuk mengevaluasi praktek dapat menggunakan daftar cek atau skala penilaian. Hasil dari evaluasi ini ditujukan tercapainya kompetensi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang menumbuhkan sikap beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis. Simpulan Standar Kurikulum PAI terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) mengamanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Kurikulum pendidikan wajib memuat pendidikan agama. Kompetensi dan ruang lingkup materi PAI diterapkan meliputi: Alquran dan Hadis, Aqidah, Fiqih, Akhlak dan Budi Pekerti, Sejarah Peradaban Islam. Implementasi Manajemen Kurikulum PAI di Kelas dilaksanakan oleh guru mulai dari menyelenggarakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi kurikulum. Langkah-langkah yang ditempuh dalam merencanakan kurikulum, meliputi perumusan: tujuan, materi, kegiatan pembelajaran, dan penentuan alat evaluasi yang diperlukan melalui
silabus dan rencana pembelajaran PAI. Pengorganisasian seluruh pihak terkait, pihak sekolah, orangtua (komite), dan masyarakat sebagai stakeholder mempengaruhi ketercapaian tujuan pendidikan. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan agar peserta didik mencapai kompetensi pengetahuan, sikap, keterampilan, dan pengalaman belajar. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru sebagai pengembang kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi system kurikulum mulai tujuan, materi, proses, dan evaluasi. Daftar Pustaka Arifin, Zainal. (2012). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. Departemen Jenderal Pendidikan Islam, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI, 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Departemen Pendidikan Nasional. Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hamalik, Oemar. (2007). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs UPI. Helmawati, (2013), Pendidikan Nasional Dan Optimalisasi Majelis Ta’lim, Jakarta: Rineka Cipta. Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta. Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Suryosubroto. (2005). Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. Tafsir, Ahmad dkk. (2004). Cakrawala Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka. Tafsir, Ahmad, (2008), Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Remaja Rosdakarya. Tafsir, Ahmad. (2013). Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: Rosdakarya.