APA ARTI ARTI P ENGESAHAN/RATI ENGESAHAN/RATIFIKASI FIKASI PE RJANJIAN INTERNASIONAL? - Damos Dumoli Agusman -
AKIBAT AKIBA T HUKUM DI DALAM NEGERI PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL (TINJAUAN HUKUM TATA TATA NEGARA) - Prof Dr. Bagir Manan, SH., M.CL. -
PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM UUD 1945 - Dr. Harjono, SH., M.CL. -
STATUS STA TUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJ ANJIAN NTERNASIONAL DI DALAM HUKUM NASIONAL (PERMASALAHAN TEORITIK DAN PRAKTEK) - Prof. Dr. Ibrahim, SH., MH. -
PRAKTEK PENERAPAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM PUTUSAN HAKIM - Hj. Suparti Hadhyono -
STATUS STA TUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PE RJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (D ALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA TATA NEGARA) - Prof. Dr. Mohd. Burhan Tsani, SH., MH. –
DAMOS DUMOLI AGUSMAN
APA ARTI PENGESAHAN/RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL? “Dari sisi hukum perjanjian internasional maka ratifikasi pada esensinya adalah konfirmasi.”
Pengesahan/Ratifikasi: Persetujuan atau Konfirmasi? Globalisasi Hubungan Internasional dewasa ini telah semakin semakin meningkatkan meningkatkan persentuhan persentuhan dan interaksi antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional di Indonesia. Interaksi kedua bid bidan ang g huku hukum m ini ini sema semaki kin n memp memper erta taja jam m pertanyaan tentang arti lembaga “pengesahan” (ratifikasi, aksesi, acceptance , approval ) dalam kaitannya dengan status Perjanjian Internasional dalam Hukum Hukum Nasional Nasional Republik Republik Indonesia. Dari tataran teoritis dan praktis, pengertian lembaga pengesahan/ratifikasi ternya ternyata ta dipaha dipahami mi secara secara berbeda berbeda oleh kalangan ahli Huku Hukum m Tata Nega Negara ra dan dan oleh ahli Hukum Inte Intern rnas asio iona nal. l. Lemb Lembag agaa penge pengesah sahan/r an/ratif atifika ikasi si itu send sendir irii pada pada hake hakeka katn tnya ya berasal dari konsepsi Hukum Perjanjian Interna Internasio sional nal yang yang selalu selalu diartikan diartikan sebagai sebagai tindakan tindakan ‘kon ‘konfi firm rmas asi’ i’ dari dari suat suatu u Nega Negara ra terh terhad adap ap perbu perbuatan atan hukum hukum dari dari pejaba pejabatny tnyaa yang yang telah telah menandatangani suatu perjanjian sebagai tanda persetujua persetujuan n untuk terikat pada perjanjian perjanjian itu. Dari Dari sisi sisi Hukum Hukum Perjan Perjanjian jian maka maka ratifik ratifikasi asi pada esensinya adalah konfirmasi. Konfirmasi ini ini dibu dibutu tuhk hkan an kare karena na pada pada era era perm permul ulaa aan n ber berke kemb mban angn gny ya Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall masalah komunikasi serta jarak geografis antar Negara merupakan faktor yang mengharuskan adan adany ya ruan ruang g bagi agi setia etiap p Nega Negara ra untu untuk k mengko mengkonfi nfirmas rmasii setiap setiap perjan perjanjian jian yang yang telah telah dita ditand ndat atan anga gani ni oleh oleh peja pejaba batn tny ya. Namu Namun n
demiki demikian, an, lembaga lembaga ini pada pada perkem perkemban bangan gan selanjutnya juga mulai dikenal dan berk berkem emba bang ng dalam dalam huku hukum m ketat ketatan aneg egara araan an setia setiap p Nega Negara ra yang yang digu diguna naka kan n untu untuk k objek objek yang yang sama sama yaitu yaitu Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nal. l. Lembaga Lembaga pengesahan pengesahan/ratifik /ratifikasi asi dalam hukum keta ketata tane nega gara raan an sela selalu lu diar diarti tika kan n seba sebaga gaii tindakan persetujuan oleh suatu organ Negara terhadap perbuatan Pemerintah untuk membuat perj perjan anji jian an atau atau konf konfirm irmas asii orga organ n terse tersebu butt terhad terhadap ap penand penandatan atangan ganan an suatu suatu perjan perjanjian jian oleh Pemerintahnya. Bertolak dar i perbedaan perbedaan disiplin disiplin hukum hukum tentang pengesahan/ratifikasi terse rsebut diatas, as, maka secara tradisional, pengesahan/ratifikasi Perj Perjan anjia jian n Inter Interna nasi sion onal al selal lalu dilih lihat dari dua persp perspekt ektif if prosed prosedur ur yang yang terp terpis isah ah namu namun n terk terkai ait, t, yaitu aitu Pros Prosed edur ur Inte Intern rnal al (Nas (Nasio iona nal) l) dan dan Pros Prosed edur ur Eksternal (Internasional). D ar i perspektif Pros Prosed edur ur Inte Intern rnal al,, pengesahan/ratifikasi Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al adalah masalah Huku Hukum m Tata ata Negar egara, a, yaitu aitu Huku Hukum m Nas Nasio iona nall Indo Indone nesi siaa yang yang meng mengat atur ur tent tentan ang g kewen ewenan ang gan eks eksekut ekutif if dan dan legisla legislatif tif dalam dalam pembua pembuatan tan Perjan Perjanjian jian Inte Interna rnasi sion onal al sert sertaa meng mengat atur ur prod produk uk Hukum apa yang harus dikeluarkan untuk menjadi dasar bagi Indonesia melakukan Prosedur Eksternal. Sed Sedangk angkan an dari ari pers persp pekti ektiff Prose rosed dur Ekst Ekster erna nall maka maka peng penges esah ahan an/r /rat atif ifik ikas asii Perjanjian Perjanjian adalah perbuatan hukum untuk meng mengik ikatk atkan an diri diri pada pada suatu suatu Perj Perjan anji jian an •
•
“hukum tata Negara ri tanpa sengaja mengartikan lembaga pengesahan/ratifikasi sebagai “persetujuan dpr” bukan “konfirmasi” dan hal ini tercermin dalam pasal 11 uud 1945. namun dalam praktek ketatanegaraan ri, yang kemudian ditafsirkan oleh undang-undang no. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, pengertian persetujuan ini bergeser menjadi “konfirmasi dpr” ketimbang “persetujuan dpr”.”
Inte Intern rnas asio iona nall dala dalam m bent bentuk uk rati ratifi fika kasi si,, aksesi, penerimaan dan persetujuan . (The international act so named whereby a State establishes on the international plane its cons consen entt to be boun bound d by a trea treaty ty)) yang diatur oleh Hukum Perjanjian Internasional. Para perumus Konvensi Wina 1969 tentang Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall (Kom (Komis isii Huku Hukum m Internasional) menyadari adanya perbedaan ini dan bahkan bahkan mengakui mengakui bahwa kedua perspektif perspektif ini ini selal selalu u memb membin ingu gung ngka kan. n. Komi Komisi si seca secara ra tegas menyatakan bahwa “Since it is clear that there there is some tendency tendency for the interna internation tional al and internal internal procedur procedures es to be confused confused and since it is only international procedures which are relevant to international law of treaties, the Comm Commis issi sion on thou though ghtt it desi desira rabl blee in the the definition to lay heavy emphasis on the fact that it is purely the international act to which the terms terms ratifi ratificat cation ion relate elate in the prese present nt 1 Nam Namun un dem demikia ikian n, sek sekalip alipu un article.” membed membedaka akanny nnya, a, relasi relasi kedua kedua prosed prosedur ur ini cuku cukup p jelas jelas bagi bagi Komi Komisi si.. Pada Pada bagi bagian an lain, lain, Komisi menegaskan bahwa Prosedur Internal harus dipenuhi dipenuhi untuk untuk dapat dilaksanaka dilaksanakannya nnya Pros Prosed edur ur Ekst Ekster erna nal. l. Komi Komisi si lebi lebih h lanj lanjut ut mene menega gask skan an bahw bahwaa berla berlaku kuny nyaa perj perjan anji jian an terh terhad adap ap suatu uatu Nega Negara ra diten itentu tuka kan n oleh leh Prosedur Eksternal bukan Prosedur Internal. Jika dalam Prosedur Prosedur Eksternal Eksternal pengertian pengertian pengesahan/ratifikasi adalah “konfirmasi” dari Negara maka pada Prosedur Internal pengertian ini dapat berupa: a. “Kon “Konfi firma rmasi si”, ”, yaitu yaitu orga organ n Nega Negara ra sepert sepertii parlemen memberikan konfirmasi terhadap perbuatan Pemerintah yang telah menandatangani suatu perjanjian, atau b. b. “Pers “Persetu etuju juan an”, ”, yaitu yaitu orga organ n Nega Negara ra sepe sepert rtii parlemen parlemen memberikan memberikan persetujuan persetujuan terlebih dahu dahulu lu terh terhad adap ap perj perjan anji jian an yang yang akan akan ditandatangani oleh Pemerintah. Huku Hukum m Tata ata Nega Negara ra RI tanp tanpaa seng sengaj ajaa mengart mengartikan ikan lembag lembagaa penges pengesahan ahan/rat /ratifik ifikasi asi sebagai “persetujuan DPR” bukan 1
ILC Draft Articles on the Law of Treaties and Commentaries , AJIL Vol 61, Jan 1967, hal. 285-294
“konfirmasi” dan hal ini tercermin dalam Pasal 11 UUD 1945. 2 Nam Namun un dala dalam m prak prakte tek k ketatanegaraan RI, yang kemudian ditafsirkan oleh oleh Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 24 Tahun ahun 2000 2000 tentan tentang g Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onal, l, penger pengertian tian persetujua persetujuan n ini bergeser bergeser menjadi menjadi “konfirmas “konfirmasii DPR” DPR” ketimba ketimbang ng “perse “persetuj tujuan uan DPR”. DPR”. Itulah Itulah sebabnya nya pasal ini masih meny enyisa isakan pertan pertanyaa yaan n mendas mendasar ar tentan tentang g “apaka “apakah h DPR DPR haru haruss terli terliba batt membu membuat at perj perjan anjia jian n sebe sebelu lum m ditan ditanda datan tanga gani ni atau atau hany hanyaa terli terliba batt sete setelah lah perjanjian perjanjian ditandatang ditandatangani ani oleh Pemerintah?” Pemerintah?” Dalam hal ini perbedaan pengertian “per “perse setu tuju juan an”” deng dengan an “kon “konfi firm rmas asi” i” pada pada lembaga pengesahan/ratifikasi menjadi sangat relevan. Permasalahan ini tentunya akan sangat terkait dengan persoalan wewenang membuat per perja janj njia ian, n, apak apakah ah wewe wewena nang ng eksk eksklu lusi sif f eksekutif atau tidak. Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng No. No. 24 Tahun ahun 2000 2000 tentan tentang g Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall per definis definisii hanya hanya mengatur mengatur tentang tentang pengesahan pengesahan/ratifik /ratifikasi asi dalam perspektif Prosedur Eksternal sehingga berk berkara arakt kter er “kon “konfi firma rmasi si”, ”, yait yaitu u perb perbua uatan tan huku hukum m untu untuk k meng mengik ikatk atkan an diri diri pada pada suatu suatu Perjanjian Internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan penyetuj tujuan uan (approval). (acceptance) dan penye Namu Namun n demik demikia ian n Unda Undang ng-U -Und ndan ang g ini juga juga menga engatu turr tent tentan ang g pers persy yarat aratan an inte intern rnal al (pengesahan/ratifikasi dengan Undang-Undang atau atau Perp Perpres res)) seba sebaga gaii dasa dasarr kons konsti titu tusi sion onal al untuk untuk dapat melakukan melakukan pengesahan/ pengesahan/ratifik ratifikasi asi dalam dalam persp perspekt ektif if ekster eksternal. nal. Dalam Dalam Undang Undang-Undang dan praktek Indonesia, untuk Prosedur Eksternal Eksternal (yaitu penerbitan penerbitan notification atau instr strumen umentt of rati atificat icatiion/ on/ acc accessi ssion / oleh Depa Departe rteme men n Luar Luar acceptance/approval oleh Neg Neger eri) i) hany hanyaa dapa dapatt dilak ilaku ukan kan setel etelah ah Prosedur Prosedur Internal Internal terpenuhi. terpenuhi. Akibatnya, Akibatnya, secara 2
Pasal 11 UUD 1945: Pres Presid iden en deng dengan an pers perset etuj ujua uan n Dewa Dewan n Perw Perwak akil ilan an Raky Rakyat at menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain. 2) Presid Presiden en dalam membu membuat at perjanji perjanjian an interna internasio sional nal lainny lainnyaa yang menimbulk menimbulkan an akibat akibat yang luas dan mendasar mendasar bagi kehidupa kehidupan n rakyat rakyat yang terkait dengan dengan beban beban keuangan keuangan Negara, dan/atau dan/atau mengharu mengharuskan skan perubahan perubahan atau pembentuk pembentukkan kan undang-u undang-undan ndang g harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 3) Ketent Ketentuan uan lebih lebih lanjut lanjut tentang tentang perjan perjanjia jian n intern internasi asiona onall diatur diatur dengan undang-undang. undang-undang.
1)
hakiki iki maka Undang-Un -Undang ang ini tela elah memberikan interpretasi bahwa yang dimaksud dengan “persetujuan DPR” pada Pasal 11 UUD 1945 adalah “konfirmasi” yang berarti bahwa keterlibatan DPR adalah untuk menerima atau menolak pengesahan/ratifikasi perjanjian yang suda sudah h dibu dibuat at oleh oleh Peme Pemeri rint ntah ah buka bukan n untu untuk k menyetujui menyetujui perjanjian perjanjian yang akan dibuat dibuat oleh Pemerin Pemerintah tah.. Dari Dari kekisr kekisruha uhan n ini maka maka dapat dapat disimpulkan bahwa telah terjadi tarik menarik untuk mengartikan pengertian pen penge gesa saha han/ n/ra ratif tifik ikas asii antar antaraa Huku Hukum m Tata Negara dengan Hukum Perjanjian Inte Interna rnasi sion onal. al. Pasa Pasall 11 UUD UUD 1945 1945 seba sebaga gaii produk Hukum Tata Tata Negara bergesekan dengan Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No 24 Tahun ahun 2000 2000 yang yang sangat sangat dipeng dipengaru aruhi hi oleh oleh Hukum Hukum Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal.. Dalam Dalam kaitan kaitan ini, ini, pandan pandangan gan Prof. Bagir Manan bahwa “wewenang untuk melak melakuk ukan an hubu hubung ngan an luar luar nege negeri ri terma termasu suk k membuat dan memasuki Perjanjian Inte Interna rnasi sion onal al adala adalah h keku kekuas asaa aan n eksk eksklu lusi sif f 3 eksekutif” menjadi sangat relevan. Dalam hal ini maka maka pengertian pengertian “persetu “persetujuan juan DPR” pada pada Pasal Pasal 11 UUD 1945 1945 harus harus diartik diartikan an sebagai sebagai “kon “konfi firm rmas asii DPR” DPR” atas atas perb perbua uata tan n huku hukum m eksekutif.
Format Undang-Undang sebagai Output dari “Persetujuan DPR”: Formal atau Prosedural? Pers Persoa oala lan n mend mendas asar ar lain lainny nyaa adala adalah h apa apa output dari tindakan “persetujuan DPR” seperti yang yang dima dimaks ksud ud oleh oleh Pasa Pasall 11 UUD UUD 1945 1945?? Mohammad Yamin sebagai salah satu perumus UUD 1945 pernah menyatakan bahwa “ tidak diterapkan dalam Pasal 11 bentuk juridis lain daripada persetujuan DPR, sehingga persetu persetujuan juan DPR itu sendiri sendiri berupa berupa apapun apapun tela telah h me menc ncak akup upii syar syarat at form formil il me menu nuru rut t 4 Dari pand pandan anga gan n Kon Konst stit itus usii Pasa Pasall 11”. 1”. Dari Muhammad Yamin tersebut maka sebenarnya “perset “persetuju ujuan an DPR” DPR” dapat dapat mengam mengambil bil bentuk bentuk apa pun dan hanya hanya merupa merupakan kan syarat syarat formil formil untuk dibuatnya suatu Perjanjian Internasional. Namu amun dalam alam perkemb embangan prak raktek ketat ketatan aneg egar araan aan Indo Indone nesi siaa dari output “persetujuan DPR” ini telah mengambil bentuk Undang-Undang. Perkembangan ini tercermin dari dari prak prakte tek k yang ang timb timbul ul meny menyus usul ul Sura Suratt Presid Presiden en No. 2826/H 2826/HK/1 K/1960 960 kepada kepada Ketua Ketua DPR, DPR, yang yang selalu selalu menuan menuangka gkan n “pers “persetu etujua juan n 3
Manan, Bagir Prof, Akibat Hukum di Dalam Negeri Pengesahan Perjanji Perjanjian an Internasio Internasional nal (Tinjau (Tinjauan an Hukum Hukum Tata Negara), Negara), Focussed Group Discussion, Deplu-FH UNPAD, Bandung, 29 N ovember 2008. 4
Yamin, Muhammad, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Djilid Ketiga, 1960, hal. 784.
DPR” DPR” kedalam kedalam format format Undang Undang-Un -Undan dang g dan dalam dalam prakte praktek k istilah istilah ini selanj selanjutny utnyaa selalu selalu diartikan secara baku sebagai “pen “penge gesa saha han/ n/ra rati tifi fika kasi si”. ”. Pema Pemaha hama man n ini ini kemu kemudi dian an terk terkri rist stal alis isas asii dala dalam m Unda Undang ng-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Inte Intern rnas asio iona nall yang ang seca secara ra sen sengaja gaja tela telah h menafsirkan kata “persetujuan DPR” pasal 11 UUD UUD 1945 1945 seba sebaga gaii “pen “penge gesa saha han n deng dengan an ben bentu tuk k Unda Undang ng-U -Und ndan ang” g”.. Namu Namun n tanp tanpaa disengaja Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 ternyata mendefinisikan istilah “pen “penge gesa saha han/ n/rat ratif ifik ikas asi” i” seba sebagai gai perb perbua uatan tan huku hukum m untu untuk k meng mengik ikatk atkan an diri diri pada pada suatu suatu Perja erjan njian jian Inte Intern rnas asio iona nall dala dalam m bentu entuk k “Mohammad Yamin sebagai salah satu perumus UUD 1945 pernah menyatakan bahwa “tidak diterapkan dalam Pasal 11 bentuk juridis lain daripada persetujuan DPR, Sehingga persetujuan DPR itu sendiri berupa apapun telah mencakupi syarat formil menurut Konstitusi Pasal 11”.”
ratifikasi, aksesi, penerimaan dan persetujuan. persetujuan.5 Sekalipun memakai definisi eksternal, UndangUndang ini juga terny rnyata ata mengarti artik kan pen penge gesa saha han/ n/rat ratifi ifika kasi si sepe seperti rti yang yang dike dikena nall dalam Prosedur Internal (misalnya pemakaian istilah “ pen penge gessahan ahan deng dengan an Unda Undang ng-sehing ngga ga tanpa tanpa dise diseng ngaja aja Undang/Keppres ” sehi telah telah menggu menggunak nakan an istilah istilah yang yang sama sama untuk untuk pengertian yang sebenarnya berbeda. Selanjutnya Selanjutnya apa konsekeun konsekeunsi si dari UndangUndangUndang atau Perpres yang mengesahkan suatu Perjan Perjanjian jian terhada terhadap p Hukum Hukum Nasion Nasional al (aspek (aspek inter interna nal) l) terny ternyat ataa telah telah pula pula meni menimb mbul ulka kan n perdebatan baik di kalangan akademisi maupun praktisi. Masalah ini telah menjadi perdebatan dalam dalam kerang kerangka ka pergul pergulatan atan teori teori monism monismeedualisme tentang hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional. Konstruksi yang tepat perihal ini (apakah monisme atau dualisme) belum tercermin dalam Hukum Tata Negar Negaraa Indone Indonesia sia.. Undang Undang-Un -Undan dang g No. 24 Tahun 2000 tentang tentang Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al tern terny yata ata juga juga tida tidak k dima dimaks ksu udkan dkan untu untuk k menye menyentu ntuh h masalah masalah subst substans ansii aspek aspek intern internal al dari pengesahan/ratifikasi ini. Dituangkanny Dituangkannyaa “persetuju “persetujuan an DPR” dalam forma rmat Undang-Un -Undang/Perpres res tela telah h mela melahi hirk rkan an disk diskus usii baru baru tent tentan ang g apa apa arti arti Undang-Un Undang-Undang/ dang/Perpre Perpress yang mengesahka mengesahkan n 5
Pasal 1 (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
tersebut, apakah “pengaturan” atau “pen “penet etap apan an”. ”. Deng Dengan an form format atny nyaa seba sebaga gaii Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng/P /Per erpr pres es maka aka Huku Hukum m Nasional dewasa ini cenderung memperlakuk memperlakukan an Undang-Un Undang-Undang/ dang/Perpres Perpres ini sebagaimana sebagaimana layaknya produk produk legislasi legislasi yang dengan demi emikian tun tunduk pada kaidah perundang-u perundang-undang ndangan. an. Dalam kaitan ini Prof. Bagir Manan memberi pernyataan yang sangat menarik yaitu “Jadi ada semacam kontradiksi keilmuan. Di satu pihak, Perjanjian Inte Interna rnasi siona onall ditemp ditempatk atkan an sebag sebagai ai sumbe sumber r huku hukum m yang yang ber berdiri diri send sendir iri, i, di piha pihakk lain lain Per Perja janj njia ian n Inte Intern rnas asio iona nall dibe diberi ri bent bentuk uk perat peratura uran n perun perundan dang-u g-unda ndanga ngan n (Undan (UndanggUndang Undang atau Keputusa Keputusan n Presid Presiden/P en/Perat eraturan uran 6 tataran praktis praktis,, pember pemberian ian Presiden).” Dari tataran ben bentu tuk k perat eratur uran an peru erundan ndangg-u undan ndanga gan n terhadap terhadap pengesahan pengesahan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al telah menimbulkan berbagai pertanyaan, antara lain: Apak Apakah ah Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall yang yang diratifikasi diratifikasi oleh Undang-Un Undang-Undang dang/Perpre /Perpress dapat diba ibatal talkan oleh perundangundangan yang lebih tinggi? b. Apak Apakah ah suat suatu u Unda Undang ng-U -Und ndan ang g tida tidak k dapat mengakui eksistensi suatu Perja Perjanj njia ian n Inter Interna nasi sion onal al karen karenaa hany hanyaa diratifikasi dengan Perpres? Apakah ah Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall yang yang c. Apak disahkan disahkan dengan dengan Undang-Und Undang-Undang ang tidak bisa langsung diimplementasikan dengan Peraturan Pemerintah atau Perpres? d. Apakah Apakah Undang Undang-Un -Undan dang/P g/Perp erpres res yang yang menges mengesahk ahkan an Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall dapat di judicial-review? a.
Jika Jika diid diiden entif tifik ikas asii dan dan dipe dipetak takan an maka maka secara garis besar setidak-tidaknya terdapat dua pandangan yang secara dinamis hidup dalam duni duniaa akad akadem emis is dan dan prak prakti tisi si tent tentan ang g arti arti Undang-Undang/Perpres pengesahan/ratifikasi, yaitu: a.
Pertam rtama, a, pandang angan yang menilai ilai Undang-Undang/Perpres yang meng menges esah ahka kan n suatu suatu Perj Perjan anji jian an adala adalah h produk Hukum Nasional (substantif) yang mentransformasikan materi perjanjian ke dalam dalam Hukum Hukum Nasion Nasional al sehing sehingga ga status status per perja janj njia ian n beru beruba bah h menj menjad adii Huku Hukum m Nasio Nasional nal.. Undang Undang-Un -Undan dang/P g/Perp erpres res ini telah memiliki efek normatif. Norma yang
6 Manan, Bagir Akibat Hukum2000 di Dalam Negeri Pengesahan “Undang-Undang No.Prof, 24 Tahun Tahun Perjanji Perj anjian an Internasi Inte rnasional onal (Tinjau (Ti njauan an Hukum Huku m Tata Negara), Negara), Focussed Focussed tentang Perjanjian Internasional Group Discussion, Discussion , Deplu-FH UNPAD, Bandung, 29 November 2008. ternyata juga tidak dimaksudkan untuk menyentuh masalah substansi aspek internal dari pengesahan/ratifikasi ini.”
diap diapli lika kasi sika kan n dalam dalam Huku Hukum m Nasi Nasion onal al adalah dalam karakternya dan formatnya sebagai sebagai materi Undang-Un Undang-Undang/ dang/Perpre Perpress dan dan buka bukan n dalam dalam kara karakt ktern ernya ya seba sebaga gaii norma perjanjian. Kelompok ini menilai tidak perlu lagi ada legislasi baru untuk memb emberla erlak kukan norma rma perjan janjian kedalam kedalam Hukum Hukum Nasion Nasional al (duali (dualisme sme?). ?). Pendekatan ini tampaknya tercermin pada Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 39 Tahun ahun 1999 1999 tentan tentang g Hak Asasi Asasi Manus Manusia ia yang yang pada pada pasal 7 ayat (2) menyatakan “ketentuan Hukum Internasional yang telah diterima Negara ara Republik Indonesi esia yang ang menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi Hukum Nasional. b. Kedua, pandangan yang menilai Undang-
Undang/Perpres yang mengesahkan suatu Perjanjian adalah bersifat prosedural yaitu hanya merupakan persetujuan DPR/ DPR/Pr Pres esid iden en dala dalam m juba jubah h Unda Undang ng-Undang/Perpres. Undang-Undang/Perpres ini tidak memiliki efek normatif karena hanya bersifat penetapan bukan penga pengatur turan. an. Pandan Pandangan gan ini pada pada tahap tahap selanjutnya akan terbagi dua, yaitu: Pertama, pandangan yang menganggap Undang-Undang/Perpres yang yang menges mengesahk ahkan an suatu suatu Perjan Perjanjian jian adalah ”menginkor ”menginkorporas porasi” i” Perjanjian Perjanjian ters terseb ebut ut kedal edalam am sist sistem em Huku Hukum m Nas Nasio iona nal. l. Deng Dengan an inko inkorp rpor oras asii ini ini maka Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dalam karakte karakterny rnyaa sebaga sebagaii norma norma Hukum Hukum Inte Intern rnas asio iona nall tela telah h memi memili liki ki efek efek norm normat atif if dan men mengik gikat di dala dalam m Hukum Nasional. Keterikatan penegak penegak hukum hukum terhadap terhadap norma yang diha dihasi silk lkan an adal adalah ah bers bersum umbe berr dari dari perjanjian itu sendiri dan bukan dari Undang-Un -Undang ang/Per /Perp pres res yang ang mengesahkan (monisme?). Pandangan ini tercermin dalam praktek administrasi administrasi Negara misalnya misalnya dalam penerapan Konvensi Wina 1961/1963 tentang Hubungan Diplomatik/Konsuler yang diratifikasi dengan dengan Undang-Und Undang-Undang ang No. 1/1982. 1/1982. Konv Konven ensi si ini ini telah telah dija dijadi dika kan n dasa dasar r hukum bagi Pemerintah untuk memberikan pembebasan pajak serta fasilit fasilitas as diplom diplomatik atik lainny lainnyaa kepada kepada para para korps korps diplom diplomatik atik di Indone Indonesia sia.. Dalam lam hal ini tid tidak diperlu rlukan tra transforma rmasi kaidah Konvensi kedalam Hukum Nasional dan bahkan •
sampa sampaii saat saat ini ini tidak tidak ada ada legis legisla lasi si nasional yang memuat kaidah konvensi ini. Kedua, pandangan yang menganggap Undang-Undang/Perpres yang ang mengesahkan suatu Perjanjian hanya sekedar jubah persetujuan DPR/Presiden kepada Pemerintah RI untuk mengikatkan diri pada tataran Huku Hukum m Inte Intern rnas asio ion nal dan belum elum mengikat pada tataran Hukum Nasional. Untuk itu masih dibutuhkan legis legisla lasi si nasi nasion onal al terse tersend ndiri iri untu untuk k mengko mengkonve nversi rsikan kan materi materi perjan perjanjia jian n menj menjad adii mate materi ri Huku Hukum m Nasi Nasion onal al.. Tanpa anpa legi legisl slas asii nasi nasion onal al ini ini maka maka Indo Indone nesi siaa seba sebaga gaii subj subjek ek Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall hany hanyaa teri terika katt pada pada tata tatara ran n inte intern rnas asio iona nal, l, seda sedang ngka kan n warganegaranya tidak terikat (dualisme?). Pandangan ini misalnya tercerm tercermin in dalam dalam prakte praktek k Indone Indonesia sia meny enyikap ikapii UNCLO NCLOS S 1982 982 yang ang diratif diratifikas ikasii dengan dengan Undang Undang-Un -Undan dang g No. No. 17/1 17/198 985. 5. Unda Undang ng-U -Und ndan ang g ini ini hanya hanya bersif bersifat at prosed prosedural ural sehing sehingga ga masi masih h dibu dibutu tuhk hkan an suat suatu u Unda Undang ng-Undang lain yang mentransform mentransformasikan asikan UNCLOS UNCLOS 1982 ke dala dalam m Hukum kum Nas Nasion ional, al, yaitu aitu Undang-Und Undang-Undang ang No. 6/1996 6/1996 tentang tentang Perairan yang pada hakekatnya adalah pen penul ulis isan an kemb kembal alii (“copy copy past pastee”) pasal pasal-pa -pasal sal pada pada UNCLOS UNCLOS 1982. 1982. Undang Undang-Un -Undan dang g No. 6/1996 6/1996 inilah inilah (bukan Undang-Undang No. 17/1985) yang mencabut mencabut Undang-Und Undang-Undang ang No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia. Permasalahan praktis yang muncul dewasa ini yang bersumber dari tarik menarik antara perbedaan berbagai pandangan tersebut adalah adanya adanya gagasa gagasan n untuk untuk mening meningkat katkan kan status status Keppres No. 36 Tahun 1990 (yang meratifikasi Konven Konvensi si tentan tentang g Hak Anak 1989) 1989) menjad menjadii Undang-Undang dengan dalih bahwa kedudukanny annyaa sebagai Keppres tela elah memper mempersul sulit it untuk untuk dikelu dikeluark arkann annya ya Undan UndanggUnda Undang ng atau atau Pera Peratu tura ran n Peme Pemeri rint ntah ah guna guna mengimpleme mengimplementasik ntasikan an Konvensi Konvensi ini. Produk Produk seting setingkat kat Undang Undang-Un -Undan dang g (seper (seperti ti Undang Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlin Perlindun dungan gan Anak) tidak tidak bisa bisa meruju merujuk k atau mendasarkan pada Konvensi tentang Hak Anak dengan dengan alasan alasan bahwa bahwa Konven Konvensi si ini bersta berstatus tus Keppre Keppres. s. Pemiki Pemikiran ran ini mewaki mewakili li pandan pandangan gan yang melihat Keppres 36 Tahun 1990 sebagai produk substantif sebagaimana layaknya suatu
Keppres sehingga diberlakukan logika hirarki perundang-undangan.
•
“Apapun pandangan yang hendak dianut oleh Indonesia hendaknya dapat ditegaskan dalam sistem hukum Indonesia baik dalam suatu doktrin maupun aturan konstitusi/legislasi guna menciptakan kepastian hukum serta prinsip “ predictability ” baik kalangan akademisi khususnya praktisi seperti diplomat.”
Implik Implikasi asi juridi juridiss dari dari pening peningkat katan an status status ratifik ratifikasi asi ini akan akan muncul muncul terhad terhadap ap Hukum Hukum Internasion Internasional. al. Dari sisi Hukum Internasional Internasional ratifik ratifikasi asi adalah adalah perny pernyataa ataan n “cons consen entt to be bound by a treaty” yang bersifat “eenmalig ” (sat (satu u kali ali saja/ aja/fi fin nal) al) dan tid tidak meli meliha hatt bag bagaim aiman anaa Huku Hukum m Tata ata Nega Negara ra meng mengatu atur r mengen mengenai ai pernya pernyataan taan ini. ini. Dengan Dengan kata kata lain, lain, pada saat Ind Indonesi esia telah elah menya nyatak takan perse persetuj tujuan uan untuk untuk terikat terikat pada pada Konve Konvens nsii ini melal melalui ui ratif ratifik ikas asi, i, maka maka pada pada saat saat itu pula pula Konven Konvensi si ini berlak berlaku u (entry entry into force) force) bagi Indonesia. Indonesia. Peningkatan Peningkatan status status ratifikasi ratifikasi (dari Keppres ke Undang-Undang) tidak akan dapat mempengaruhi/mengubah status Konvensi vis Indonesia sia.. Dalam Dalam hal ini, ini, pening peningkat katan an a vis Indone status Keppres menjadi Undang-Undang tidak akan mungkin dilanjutkan dengan penya penyampa mpaian ian ratifik ratifikasi asi baru baru kepada kepada Sekjen Sekjen PBB karena karena “peni “peningk ngkatan atan tingka tingkatt ratifik ratifikasi asi”” tidak dikenal dalam Hukum Internasional. Di lain lain piha pihak, k, pand pandan anga gan n kedu keduaa akan akan menolak gagasan peningkatan status ratifikasi ini. ini. Menuru Menurutt mereka mereka Keppre Keppress No. 36 Tahun ahun 1990 1990 bers bersifa ifatt pros prosed edur ural al yang yang meng mengant antar ar Indo Indone nesi siaa menj menjad adii teri terika katt pada pada Konv Konven ensi si tentang tentang Hak Anak. Pandangan bahwa Keppres Keppres ini hanya bersifat prosedural didasarkan pada fakta hukum bahwa berlakunya Konvensi ini terh terhad adap ap Indo Indone nesi siaa tida tidak k seca secara ra langs langsun ung g diseb isebab abka kan n oleh oleh Kepp Keppre ress ini ini mela melain inka kan n diseba disebabka bkan n oleh oleh “instrume instrument nt of ratific ratificatio ation” n” yang yang disam disampa paik ikan an oleh oleh Indo Indone nesi siaa kepa kepada da PBB). Berla erlak kunya Dep Depo osit sitory ory S( ekjen Konv Konven ensi si terha terhada dap p Indo Indone nesi siaa buka bukan n pada pada tangga tanggall berlak berlakuny unyaa Keppre Keppress melain melainkan kan pada pada tanggal dise iserah rahkann annya “inst nstrume rument nt of ratification” kepada depository. Berdas Berdasark arkan an padang padangan an kedua kedua ini maka maka Undang-Un Undang-Undang dang No. 23 Tahun Tahun 2002 tentang Perli Perlind ndun unga gan n Anak Anak seha seharu rusny snyaa tida tidak k perlu perlu merujuk Keppres ini namun langsung merujuk
pada Konvensi-ny Konvensi-nya. a. Menurut Menurut pandangan pandangan ini, seyo eyogyany anya tidak ada perso rsoalan untuk meng mengel elua uark rkan an prod produk uk legi legisl slas asii (Und (Undan anggUnda Undang ng atau atau Perat Peratur uran an Peme Pemerin rintah tah)) untu untuk k mengimp mengimplem lement entasi asikan kan Konven Konvensi si ini karena karena yang yang diim diimpl pleme ement ntas asik ikan an adala adalah h Konv Konven ensi si tentan tentang g Hak Hak Anak Anak (seb (sebag agai ai norma norma Huku Hukum m Interna rnasional yang telah lah berlaku aku bagi agi Indonesia) bukan Keppres No. 36 Tahun 1990 sebagai suatu produk legislasi. Pand andanga angan n ini ini jug juga akan akan cend cender erun ung g mengusulkan kan bahwa seyo eyogya gyanya nya pada preamble Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Sekalipun Sekalipun Hukum Tata Tata Negara Indonesia belu belum m membe memberi ri keteg ketegas asan an tentan tentang g arti arti dan dan konsekuesi hukum dari suatu pen peng gesah esahan an/r /rat atif ifik ikas asi, i, setel etelah ah mela melalu luii pembahasan pembahasan dan kajian kajian yang intensif dengan berba rbagai kelo elompok akademis tentang ang pen penge gerti rtian an peng penges esah ahan an/ra /ratif tifik ikas asii ini ini maka maka kecenderungan kuat sebaiknya diarahkan pada konstruksi pemahaman tentang pengesahan/ratifikasi sbb: a.
Pengesahan Pengesahan pada hakekatnya hakekatnya adalah the intern internati ationa onall act act so named named where whereby by a State State estab establis lishes hes on the the intern internati ationa onal l
“…sudah waktunya untuk mewacanakan suatu politik hukum tentang hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional yang dapat menjawab tentang arti dan fungsi pengesahan/ratifikasi pengesahan/ratifikasi khususnya terhadap status hukum dari Perjanjian Internasional dalam Hukum Nasional.” menyebu menyebutka tkan n Konven Konvensisi-nya nya terlebi terlebih h dahulu dahulu sehingga berbunyi:
“... “...Me Meng ngin inga gatt Konv Konven ensi si tent tentan ang g Hak Hak An Anak 1989 989 yang dis disahka ahkan n me mela lallui Keppres 36 Tahun 1990...”
Perlukah Politik Hukum tentang Pengesahan/Ratifikasi? Pand Pandan anga gann-pa pand ndan anga gan n ters terseb ebut ut diat diatas as tampa tampakn knya ya tida tidak k sela selalu lu kaku kaku dan dan terd terdap apat at ruang untuk adanya variasi yang meng mengga gabu bung ngka kan n elem elemen en masi masing ng-m -mas asin ing g pende pendekata katan. n. Selain Selain itu, itu, tidak tidak tertutu tertutup p adanya adanya pandangan lain yang mungkin belum terdeteksi dan masih dikembang angkan dalam dunia akademisi. Apa pun pandan pandangan gan yang yang hendak hendak dianut dianut oleh oleh Indone Indonesia sia hendak hendaknya nya dapat dapat ditega ditegaska skan n dalam dalam sist sistem em huku hukum m Indo Indone nesi siaa baik baik dalam dalam suatu doktrin maupun aturan konstitusi/legislasi guna menciptakan kepastian huku hukum m serta erta prin prinssip “ predictability ” baik kalangan akademisi khususnya praktisi seperti diplomat. Sehubungan dengan itu maka sudah waktun waktunya ya untuk untuk mewacan mewacanaka akan n suatu suatu politik politik hukum tentang hubungan Hukum Internasional dan Hukum Hukum Nasion Nasional al yang yang dapat dapat menjaw menjawab ab tentan tentang g arti dan fungs fungsii penges pengesaha ahan/r n/ratif atifika ikasi si khus khusu usny snya terh terhad adap ap statu tatuss hukum ukum dari dari Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall dala dalam m Huku Hukum m Nasional.
plane its consent to be bound by a treaty yang yang diwu diwuju judk dkan an mela melalu luii pene penerb rbit itan an instrument of ratification/acces ratification/accession sion oleh Ment Menteri eri Luar Luar Nege Negeri. ri. Peng Penges esah ahan an ini ini haru arus dilihat sebagai agai proses yang ang mengi engin nkorp korpo oras rasi mater aterii Perj Perjan anji jian an Internasional ke Hukum Nasional. b. Bahw Bahwaa Peng Penges esah ahan an dilak dilakuk ukan an deng dengan an Undang Undang-Un -Undan dang/P g/Perp erpres res harus harus diliha dilihatt sebag ebagai ai mekan ekanis isme me inte intern rnal al huku hukum m ketat etatan aneg egar araa aan n untu ntuk memb member erik ikan an land landas asan an huku hukum m bagi bagi Peme Pemerin rintah tah c.q. c.q. Menteri Luar Negeri untuk mengikatkan Indonesia pada perjanjian. Dalam hal ini, Undang-Undang/Perpres dimaksud adalah instrumen instrumen yang memiliki efek prosedural prosedural bukan bukan efek normatif. c. Dengan terikatnya Indonesia pada suatu perjanjian (melalui pengesahan eksternal) maka maka materi materi perjan perjanjian jian dimaks dimaksud ud telah telah mengikat baik pada tataran internasional maupun maupun dalam dalam sistem sistem Hukum Hukum Nasion Nasional al dan tidak tidak dibutu dibutuhka hkan n legisl legislasi asi nasion nasional al untu untuk k memb membua uatn tny ya meng mengik ikat at dala dalam m Huku Hukum m Nasi Nasion onal. al. Dalam Dalam hal hal ini ini yang yang dibutuhkan hanya legislasi nasional yang meng mengim impl plem emen enta tasi sika kan n (buk (bukan an yang ang mentransformasikan) materi perjanjian. d. Konstr Konstruks uksii ini sejalan sejalan dengan dengan maksud maksud perumus perumus Undang-Und Undang-Undang ang No. 24 Tahun 2000 2000 tentan tentang g Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio ional nal pad padaa wakt waktu u itu bahw bahwaa jika jika Perja Perjanj njian ian suda sudah h disa disahk hkan an deng dengan an peru perund ndan anggunda undang ngan an maka maka diasumsikan sudah mengikat mengikat dalam sistem Hukum Hukum Nasional. Nasional. Hal ini tercermin dari penjelasan Pasal 13
Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 24 Tahun ahun 2000 2000:: “Pen “Penem empa pata tan n pera peratu tura ran n peru perund ndan anggundangan undangan pengesah pengesahan an suatu suatu Perjanji Perjanjian an Internasional Internasional di dalam Lembaran Negara
dimaks dimaksudk udkan an agar agar setia setiap p orang orang dapat dapat meng me nget etah ahui ui Perj Perjan anji jian an yang yang dibu dibuat at Pemerintah dan mengikat seluruh Warga Negara Indonesia” .
Damos dumoli agusman, Lahir di aceh barat, 4 agustus 1963. beliau adalah direktur perjanjian ekososbud, direktorat jenderal hukum dan perjanjian internasional, deplu ri. Lulus dari fh unpad, bandung pada tahun 1987 lalu mendapatkan master of arts dari hull university, inggris pada tahun 1991. beliau sering memberikan kuliah umum di berbagai universitas di indonesia dan juga beberapa kali menjadi narasumber pada kegiatan diklat yang diselenggarakan oleh lemhanas.
PROF. DR. BAGIR MANAN, SH., M.CL.
AKIBAT AKIBAT HUKUM HUKUM DI DALAM DALAM NEGERI NEGERI PENGESAHA PENGESAHAN N PERJANJIAN PERJANJIAN INTERNASIO INTERNASIONAL NAL (TINJAUAN HUKUM TATA NEGARA) Pengertian-pengertian Dalam tulisan ini yang diartikan dengan : “Perjanjian Internasional” adalah perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 11 UUD. 7 “Pen “Penge gesa saha han” n” adala adalah h peng penges esah ahan an oleh oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Bentuk Hukum “Pengesahan Perjanjian Internasional ”
Pasa Pasall 11 UUD UUD tida tidak k meny menyeb ebut ut bent bentuk uk huku hukum m (Und (Undan ang-U g-Und ndan ang g atau atau bent bentuk uk lain) lain).. Yang ang dise disebu butt adal adalah ah “per “perse setu tuju juan an Dewa Dewan n Focus Group bukan Discussion tentang Status Perjanjian Perwakilan Rakyat”, produk hukumnya. Internasionall dalam Sistem Hukum Indonesia Internasiona Berb Berbed edaa deng de(kerjasama ngan an UUDS UUDS ’50 ’50 meny me nyeb ebut utka kan: n:dengan Departemen Luar Negeri Unpad, Bandung, 29 November 2008). “Kecuali jika ditentukan lain dengan UndangUndang, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan sesudah disetujui dengan Undang-Undang”. Ketentuan UUDS ’50, Pasal 120 ayat ayat (1), (1), serupa serupa dengan dengan Konstit Konstitusi usi RIS, RIS, 8 Pasal 175 ayat (1) kalimat kedua. 8
7
UUD 1945, 1945, Pasal Pasal 11: 11: “Presi “Presiden den dengan dengan perset persetuju ujuan an Dewan Dewan Perwakilan Rakyat…membuat…perjanjian Rakyat…membuat…perjanjian dengan Negara lain.
Konstitus Konstitusii RIS Pasal 175 ayat (1) kalimat kedua: “kecuali jika ditentukan lain dengan undang-undang federal, perjanjian atau persetujuan lain tidak disahkan, melainkan jika sudah disetujui dalam bentuk UndangUndang”.
Walaupun Pasal 11 UUD hanya menyebut “deng dengan an pers perset etu ujuan juan Dewa Dewan n Perw erwakil akilan an Rakyat”, dalam praktek ketatanegaraan sebelum Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 (Perjanjian Interna rnasional) al), setiap tiap perjan janjia jian yang ang memerlu memerlukan kan persetu persetujua juan n DPR diberi diberi bentuk bentuk Undang-Undang. Mengapa? Pertama : berkaitan dengan makna “persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Baik berdasarkan berdasarkan praktek kelaziman, kelaziman, maupun maupun ketentuan-ketentuan yang berlaku, dalam sistem perwa perwakila kilan n demokr demokrasi asi,, ada tiga tiga fungsi fungsi yang yang melekat melekat (dilek (dilekatk atkan) an) pada pada DPR yaitu yaitu fungsi fungsi legislatif (legi fungsi legisl slat ativ ivee func functi tion on), penge pengesah sahan an anggar anggaran an (budget dan budget function function), dan fun fungsi gsi penga engawa wassan atau atau kenda endali li (control Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall adal adalah ah function). Perj kesepakatan antara dua Negara atau lebih untuk melahirkan hukum atau persetujuan meng mengik ikat atka kan n diri diri pada pada suat suatu u huku hukum m yang ang ber berla laku ku lint lintas as Neg Negara ara (Pas (Pasal al 1 angk angkaa 1, Undang-Undang No. 24 Tahun 2000) .9 Kalau penge pengertia rtian n Perjan Perjanjia jian n Interna Internasio sional nal tersebu tersebutt dikaitkan dengan fungsi DPR, akan termasuk fung fungsi si memb membua uatt Unda Undang ng-U -Und ndan ang, g, kare karena na menc mencip iptak takan an huku hukum m atau atau meny menyetu etuju juii suatu suatu huku hukum m yang ang berl berlak aku u lint lintas as Nega Negara ra.. Telah elah menjad menjadii kesepa kesepaham haman an umum, umum, bentuk bentuk hukum hukum yang yang dibuat dibuat DPR dalam dalam menjala menjalanka nkan n fungsi fungsi legislatif adalah Undang-Undang. Karena tidak ada bentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat atau berlaku umum yang dapat dibuat DPR, DPR, kecu kecual alii Unda Undang ng-U -Und ndan ang. g. Unda Undang ng-Undang Undang adalah produk fungsi legislatif DPR, karena itu, setiap Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al yang meme memerlu rlukan kan pers persetu etuju juan an DPR DPR akan akan dibe diberi ri bentuk Undang-Undang. Kedua: berdasarkan praktek ketatanegaraan.
memerlu memerlukan kan perset persetuju ujuan an DPR, DPR, maupun maupun yang yang tidak memerlukan persetujuan DPR ( executive ) . Sura Suratt Ketu Ketuaa DPR, DPR, karen karenaa UUD UUD agreement ). 1945 1945 tidak tidak memuat memuat ketent ketentuan uan seperti seperti diatur diatur UUDS UUDS ’50, ’50, Pasa Pasall 120 120 ayat ayat (1). (1). Dalam Dalam Ilmu Ilmu Huku Hukum m Tata ata Nega Negara ra,, sura suratt sema semaca cam m ini ini – demiki ikian pula memoran randum tertu rtulis – dikategorik dikategorikan an sebagai sebagai menciptakan menciptakan Konvensi Konvensi Ketatan Ketatanega egaraan raan – walaupu walaupun n tertuli tertuliss – bukan bukan huku hukum. m. Hal Hal ini ini sesu sesuai ai deng dengan an peng penger erti tian an konvensi konvensi sebagai ketentuan ketentuan (rule) yang tidak dapat dapat ditega ditegakka kkan n melalui melalui pengad pengadilan ilan,, karena karena ber bersi sifa fatt etik etik bela belaka ka (constitu constitution tional al ethic ethic ).10 Dalam Ilmu Hukum Administrasi Negara, surat semacam semacam ini digolo digolongk ngkan an sebaga sebagaii peratur peraturan an kebi kebija jaka kan n ( policy ), yang ang policy rules, rules, beleidsr beleidsregel egel didasarkan pada asas manfaat ( doelmatigheid ), bukan berdasarkan hukum ( rechtmatigheid ). ). Ketiga : setelah UUD 1945 berlaku kembali (5 Juli 1959), melalui Pasal II (sekarang Pasal I) Aturan Peralihan, dapat diterapkan diterapkan ketentuan ketentuan UUDS ’50, Pasal 120 ayat (1) kalimat kedua.
Ketent Ketentuan uan Pasal Pasal 120 ayat (1) kalimat kalimat kedua kedua tetap dapat diterapkan, karena tidak ber berte tent ntan anga gan n deng dengan an UUD UUD 1945 1945,, bahk bahkan an tersirat dalam Pasal 11 yang menyebut “dengan per perse setu tuju juan an Dewa Dewan n Perw Perwak akil ilan an Raky Rakyat at”, ”, sekaligus mengandung makna “bentuk UndangUndang”. Sejak tahun 2000, argumen-argumen di atas telah telah diku dikuku kuhk hkan an Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 24 Tahun 2000 sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2), dan Pasal 10. 11
Kedudukan dan kekuatan mengikat Undang-Undang Perjanjian Internasional Ilmu Ilmu Huku Hukum m Indo Indone nesi siaa atau atau Ilmu Ilmu Tata ata Huku Hukum m Indo Indone nesi sia, a, meng mengaj ajuk ukan an berb berbag agai ai sumber sumber hukum formal – antara lain – peraturan peraturan perundang-undangan dan Perjanjian Internasion Internasional al (traktat, (traktat, treaty). Dua sumber tersebut terpisah masing-masing berdiri sendiri.
Tela elah menjadi praktek ketat tatanegaraan aan (konvensi) (konvensi) setiap Perjanjian Internasion Internasional al yang memerlu memerlukan kan persetu persetujua juan n DPR diberi diberi bentuk bentuk Undang Undang-Un -Undan dang. g. Di masa masa sebelu sebelum m Undang Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, berlaku pedoman 10 atas atas dasa dasarr Surat Surat Pres Presid iden en No. No. 2826 2826/H /HK/ K/60 60.. Constitutions …. Lihat, KC. Wheare, Modern Constitutions…. 11 Surat ini dikeluarkan sebagai jawaban atas surat Undang-Undang Undang-Undang No. 24 Tahun Tahun 2000, Pasal 9 ayat (2): “Pengesahan Perjanjian Internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Ketu Ketuaa DPR DPR memi memint ntaa keteg ketegas asan an Pemer Pemerin inta tah h dengan Undang-Undang atau Keputusan Presiden. Undang-Undang No. 24 mengenai bentuk Tahun 2000, 2000, Pasal Pasal 10 “Pengesah “Pengesahan an Perjanjian Perjanjian Internasio Internasional nal dilakukan dilakukan “Jadi ada semacam kontradiksi dengan Undang-Undang apabila berkenaan dengan: hukum Perjanjian keilmuan. Disatu pihak, a. masalah masalahPerjanjian politik, politik, perdamaia perdamaian, n, pertaha pertahanan, nan, dan keamanan keamanan Negara. Negara. Internasional, baik yang Internasional ditempatkan b. Peruba Perubahan han wilaya wil ayah h atau peneta pen etapan pan batas ba tas wilaya wil ayah h Negara Nega ra Republi Republik k sebagai
Indonesia. sumber hukumc. yang berdiri Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, Pasal 1 angka 1: “Perjanjian Keda Kedaul ulat atan an ata atau u hak hak berd berdau aula latt Negara Negara.. Internasio Internasional nal adalah adalah perjanjia perjanjian, n, dalam bentuk dan nama tertentu, tertentu , yang d. Hak asasi asa si manu m anusia sia dan lingk lin gkung ungan an hidu hidup. p. sendiri, dipihak lain Perjanjian diatur diatur dalam dalam Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall yang yang dibuat dibuat secara secara tertul tertulis is serta serta e. Pemb Pemben entu tuka kan n kai kaida dah h huk hukum um baru baru.. diberi bentuk menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukumInternasional publik”. f. Pinj Pinjam aman an dan dan/a /ata tau u hiba hibah h luar luar neg neger eri. i. 9
peraturan perundang-undangan.” (Undang-Undang atau Keputusan Presiden/Peraturan Presiden)”.
Teta etapi dipihak lain ain, seti etiap Perj erjanj anjian ian Berd Berdas asar arka kan n sist sistem em pemb pembag agia ian n keku kekuas asaan aan Internasional yang dibuat atau dimasuki diberi Neg Negar ara, a, apal apalag agii pem pemisah isahan an keku kekuas asaa aan, n, bentuk Hukum Nasional yaitu Undang-Undang hubungan luar negeri termasuk membuat atau atau Keputusan Presiden (sekarang, lebih tepat memasu memasuki ki Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal masuk masuk ke 12 Peratu Peraturan ran Presid Presiden) en).. Undang Undang-Un -Undan dang g dan dalam lingkungan kekuasaan eksekutif bahkan Keputu Keputusan san Presid Presiden en yang yang bersif bersifat at mengat mengatur ur sebagai kekuasaan eksklusif ( exclusive power ) (Per (Perat atu uran ran Pres residen iden), ), adal adalah ah perat eratur uran an eksekutif (dhi. Presiden atau Pemerintah yang per perun unda dang ng-u -und ndan anga gan. n. Deng Dengan an demi demiki kian an bertindak atas kuasa atau atas nama Presiden). diti ditin njau jau dari dari sumb umber hukum ukum,, Perja erjanj njia ian n Jadi Jadi,, kala kalau u pern pernah ah ada ada peng penges esah ahan an suat suatu u Internasion Internasional al (traktat, (traktat, treaty), buka bukan n sumb sumber er Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al atas atas inis inisia iati tiff DPR DPR hukum yang berdiri sendiri, melainkan masuk meru merupa paka kan n suatu suatu peny penyim impa pang ngan an atas atas Asas Asas sebagai salah satu sumber peraturan perundangPemb Pembag agian ian Keku Kekuas asaa aan n seba sebaga gaii keku kekuas asaan aan unda undang ngan an.. Jadi Jadi ada ada sema semaca cam m kont kontra radi diks ksii eksklusif Presiden (Pemerintah). Hal ini serupa keilmuan. Disatu pihak, Perjanjian dengan hak budget. Meskipun DPR mempunyai Inte Interna rnasi sion onal al ditem ditempat patka kan n seba sebaga gaii sumb sumber er hak hak budg budget et,, teta tetapi pi tida tidak k memp mempun uny yai hak hak huku hukum m yang ang berd berdir irii send sendir iri, i, dipi dipiha hak k lain lain inisia inisiatif tif mengaju mengajukan kan RUU APBN. APBN. Membua Membuatt Perjanjian Internasional diberi bentuk peraturan dan melaks melaksanak anakan an APBN APBN adalah adalah kekuas kekuasaan aan perun perundan dang-u g-unda ndanga ngan n (Undan (Undang-U g-Unda ndang ng atau eks eksekut ekutif if,, bah bahkan kan lebi lebih h khu khusus seb sebagai agai Keputusan Presiden/Peraturan Presiden). kekuasaan administrasi Negara. Hal semacam ini ini dapa dapatt dipe diperl rlua uass pada pada yang ang dala dalam m ilmu ilmu Sistema Sistematik tik keilmu keilmuan an ini berbed berbedaa dengan dengan huku hukum m dise disebu butt “Und “Undan angg-Un Unda dang ng form formil il”” 13 misalny misalnyaa pada pada NegaraNegara-Neg Negara ara Uni Eropa Eropa (27 ( formeel ) lain, lain, seperti seperti Undan Undang-U g-Unda ndang ng formeel wet Neg Negar ara) a).. Semu Semuaa angg anggot otaa Uni Uni Erop Eropaa tida tidak k pembe pembentu ntukan kan daerah daerah otonom otonom,, pemben pembentuk tukan an memberi bentuk peraturan perundang-undangan penga pengadil dilan an tinggi tinggi,, semest semestiny inyaa inisia inisiatif tif hanya hanya nasional nasional (seperti (seperti Undang-Und Undang-Undang). ang). Perjanjian Perjanjian pad padaa Presi reside den. n. Dalam alam prak prakte tek k diju ijumpai mpai anta antarr angg anggot otaa Uni Uni Erop Eropaa dan pera peratu tura ran n pembentuk pembentukan an Kabupaten, Kabupaten, Kota, Propinsi Propinsi atas peratu aturan yang ang dite itetapk apkan Uni Eropa, inisiatif DPR. berkedudukan lebih tinggi dari semua peraturan perundang-u perundang-undang ndangan an nasional. nasional. Bahkan Bahkan UUD DPR tidak mempunyai Hak Kedua, harus menyesuaikan dengan traktat Uni Eropa. Aman Amande deme men n dalam dalam peng penges esah ahan an Perj Perjan anjia jian n Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional, al, khususny khususnyaa perjanjian perjanjian Internasional. DPR hanya berwenang anta antarr angg anggot ota, a, bera berada da pada pada urut urutan an tera terata tass menyet menyetuju ujuii atau tidak tidak menyet menyetuju ujui, i, menerim menerimaa sumber sumber hukum. hukum. Dengan demikian, Perjanjian atau menola menolak k menges mengesahk ahkan an suatu suatu Perjan Perjanjian jian Inte Interna rnasi sion onal al (trak (trakta tat, t, memang Inter Interna nasi sion onal. al. Ranc Rancan anga gan n Unda Undang ng-U -Und ndan ang g treaty), mempunyai mempunyai bentuk bentuk hukum hukum tersendiri tersendiri terpisah terpisah suatu suatu Perja Perjanj njian ian Inter Interna nasi sion onal al adala adalah h hasi hasill dari peraturan peraturan perundangperundang-undan undangan gan nasional, nasional, kesepakatan yang sudah diparaf oleh masingseperti Undang-Undang. masi masing ng Peme Pemeri rint ntah ah.. Dala Dalam m hal hal mema memasu suki ki Perjanjian Internasional, DPR hanya setuju atau Kembali Kembali kepada kepada memberi memberi bentuk bentuk UndangUndangtidak setuju mengikatkan diri pada Perjanjian Unda Undang ng Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nal. l. Seba Sebaga gaii Internasional yang sudah ada. Jadi, kalau DPR, konsek konsekuen uensi si diberi diberi bentuk bentuk Undang Undang-Un -Undan dang, g, baik di dalam atau di luar sidang berpendapat maka maka sega segala la tata tata cara cara memb membent entuk uk Unda Undang ng-agar agar ada ada peru erubah bahan isi isi suatu uatu Per Perjan janjian jian Undang Undang berlak berlaku u pada pada peratu peraturan ran perund perundang ang-Inter Interna nasi sion onal, al, seba sebaga gaii syara syaratt peng penges esah ahan an,, unda undang ngan an Perj Perjan anji jian an meru merupa paka kan n sesu esuatu atu “DPR tidak mempunyai hak Internasional, kecuali: ucap ucapan an atau atau tinda tindaka kan n amandemen dalam pengesahan tanpa wewenang. Perjanjian Internasional. DPR hak inis inisia iatif tif hanya berwenang menyetujui atau Pertama , hak membuat atau tidak menyetujui, menerima atau Setia tiap Undang angmemasuki suatu Undang akan sert erta menolak mengesahkan suatu Perjanjian Internasional merta mengikat setelah Perjanjian Internasion Internasional.” al.” sematasemata-mat mataa ada pada pada segala tata c a ra Pres Presid iden en.. DPR DPR tida tidak k 13 Undang-un Undang-undang dang formil formil (formeel (formeel wet) berbeda berbeda dengan dengan UndangUndangmempunyai hak Undang dalam arti formil (wet in formeel zijn). Undang-undang formil inis inisia iati tiff memb embuat atau atau memas emasuk ukii suatu atu adalah adalah Undang-Un Undang-Undang dang yang dinamakan dinamakan Undang-Un Undang-Undang dang karena karena cara pembentukannya sehingga diberi nama Undang-Undang. Undang-undang Perjanjian Internasional. Mengapa? 12
Undang-Un Undang-Undang dang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentu Pembentukan kan Peraturan Peraturan Perundang-undangan.
formil tidak memenuhi kriteria mengikat (secara ) umum, bahkan isinya lebih merupakan sebuah “beschikking “beschikking ”. ”. Berbeda dengan Undang-Undang dalam arti formil. formil. Selain Selain berbentuk berbentuk Undang-Undan Undang-Undang, g, juga mengikat (secara) umum.
melahirkan Undang - Undang dipenuhi, kecuali : (1) (1) Unda Undang ng-U -Und ndan ang g itu send sendiri iri meny menyata ataka kan n saat (waktu) mulai berlaku. (2) (2) Unda Undang ng-U -Und ndan ang g itu send sendiri iri meny menyata ataka kan n akan berlak laku sete etelah ada peratu raturran pelaksana (implementing regulation ). Suat Suatu u cont contoh oh,, Unda Undang ng-U -Und ndan ang g tent tentan ang g Peradilan Tata Usaha Negara (Undang-Undang No No. 5 Tahu ahun 1986 986). Undan ndangg-u undan ndang g ini ini menega menegaska skan n akan akan berlak berlaku u setelah setelah lima lima tahun tahun dan dan ada ada perat eratu uran ran pelak elakssana ana (Per (Perat atur uran an Pemerintah).
serta merta mengikat, kecuali Undang-Undang tersebut menentukan lain. Sala Salah h satu satu tata tata cara cara yang ang perl perlu u dica dicata tatt adala adalah h “mem “memua uatt dalam dalam Lemb Lembar aran an Nega Negara” ra”.. UUD 1945 (termasuk setelah perubahan), tidak memuat fungsi hukum “memuat dalam lam Lembaran Negara”. Berbeda dengan UUDS ’50 yang yang mene menega gask skan an:: “Pen “Pengu gund ndan anga gan, n, terjad terjadii dalam bentuk menurut Undang-Undang, adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat”. Hal serupa serupa dalam dalam Konsti Konstitus tusii RIS. RIS. Demikia Demikian n pula pula 14 dalam AB dan IS. IS . Bagaima Bagaimana na prakte praktek k ketatan ketatanega egaraan raan yang yang ber berla laku ku.. Kete Ketent ntua uan n waji wajib b memu memuat at dala dalam m Lem Lembara baran n Nega Negara ra dim dimuat uat dala dalam m Unda Undan ngUndang yang bersangkutan dengan meny menyeb ebu utkan tkan:: “Agar seti setiap ap oran rang dapa dapatt mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini melalui Lembaran Negara Republik Indonesia”.
Kasus yang ang sama berlaku aku jug juga pada ada Unda Undang ng-U -Und ndan ang g Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal. al. Undang-Und Undang-Undang ang Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al akan sert sertaa merta merta berla berlaku ku seba sebaga gaim iman anaa Unda Undang ng-Undang Undang pada pada umumny umumnya, a, sepanj sepanjang ang tidak tidak ada ketentuan pengecualian di atas. Khusus untuk Undang-Undang Perjanjian Internasional dapat ditambahkan klausula lain sehingga tidak serta merta berlaku. Secar ecaraa kebah ebahas asaa aan, n, kete ketent ntu uan di atas atas (1) (1) Syar Syarat at juml jumlah ah Nega Negara ra pena penand ndat atan anga gan. n. seolah-olah hanya bersifat pengumuman (agar Misalnya setelah ditandatangani lebih dari seti setiap ap oran orang g meng mengeta etahu hui) i).. Apak Apakah ah seke sekeda dar r separoh anggota PBB. pengumuman? (2) Mencantumkan syarat peraturan pelaksanaan (implementing regulation ) baik Ketentuan “agar setiap orang mengetahui...” untu untuk k selu seluru ruh h atau atau pasa pasal-p l-pas asal al terte tertent ntu. u. meru merupa paka kan n peng pengeja ejawa want ntah ahan an fiksi fiksi huku hukum: m: Misa isalnya, nya, terha rhadap keten tentuan yang ang “setiap “setiap orang orang diangg dianggap ap mengeta mengetahui hui Undang Undang-menimbulkan kewajiban pada warga negara Undang ang”. Setiap tiap Undang-Undang ang atau atau (kewajiban individual). peraturan yang telah dimuat dalam Lembaran (3) Memerlu Memerlukan kan penyes penyesuai uaian an hukum hukum nasion nasional, al, Negara, Negara, tidak ada lagi alasan mengatakan mengatakan tidak sepe seperti rti peny penyes esua uaian ian UUD UUD yang yang memua memuatt mengeta mengetahui hui,, karena karena itu tidak tidak terikat terikat.. Dengan Dengan kete ketent ntua uan n berb berbed edaa deng dengan an Perj Perjan anji jian an per perka kata taan an lain lain,, memu memuat at dala dalam m Lemb Lembar aran an Internasional yang bersangkutan. Negar Negaraa yang yang secara secara kebaha kebahasaa saan n seolah seolah-ola -olah h (4) (4) Prak Praktek tek ketat ketatane anega gara raan an yang yang sena senant ntia iasa sa sekedar sekedar untuk untuk diketahui diketahui (mengetahui) (mengetahui),, secara memerl memerluka ukan n peratu peraturan ran pelaks pelaksana ana sebaga sebagaii subs substa tant ntif if meng mengan andu dung ng arti arti deng dengan an dimu dimuat at syar syarat at Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall berl berlak aku u dalam dalam Lembar Lembaran an Negara Negara berart berartii setiap setiap orang orang efek efekti tif. f. Prak Prakte tek k ini ini sey seyogy ogyany anya tida tidak k terik terikat at.. Karen Karenaa itu itu Unda Undang ng-U -Und ndan ang g tent tentan ang g berlaku bagi Negara yang memberi bentuk suatu suatu Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall dimuat dimuat dalam dalam Undang-Undang Lemb embaran Negara, “Harus diakui ada kemungkinan suatu pada Perjanj anjianUndang-Undang Perjanjian Internasional, maka dengan seperti juga Undang-Undang lain, Internasional. sendirinya mempunyai mengatur sesuatu sangat umum, lebihkeku kekuat atan an meng mengik ikat at,, lebih kalau akan berlaku pada individu, Di atas telah sehingga memerlukan peraturan dikemukakan, pelaksanaan. Peraturan pelaksanaan sepanjang Undang14 dibuat karena kebutuhan penerapan, UUDS’ 50, Pasal 100 ayat (2), menggunakan kata “pengundangan”, “pengundangan”, Undang Perjanj anjian Konstitus Kons titusii RIS, Pasal 143 ayat menggunakan an kata “pengumu “pengumuman” man” ” (2) menggunak bukan sebagai syarat berlaku efektif. dengan deng an maksud maks ud yang sama yaitu yait u “pengund “pen gundangan angan”. ”. Dalam terjemahan terjemah an Interna rnasional telah bahasa Belanda, baik UUDS’ 50 Pasal 100 ayat (2) maupun Konstitusi RIS dibuat dengan tata cara Pasal 143 ayat (2), sama-sama diterjemahkan “afkondiging “afkondiging ” yang secara baku diartikan ”pengundangan”. ”pengundanga n”. yang yang diatu diaturr Unda Undang ng-AB, Pasal 1: “ De bepalingen door de Koning, of, in zijnen noam, door den Undang (UndangGouverneur General vosgesteld, verkrijgen in Indonesie kracht van wet afkondiging, in de vorm bebuald bij het reglement reglement op het beleid Undang No. 10 Tahun 2004 dan Peraturan Tata door hare afkondiging, der regering ”. ”. Tertib ertib DPR), DPR), Undang Undang-Un -Undan dang g tersebu tersebutt akan akan IS, Pasal 95 ayat (2): “ Die afkondiging wordt gerekend geschied te zijn door plaatsing in het Staatsblad van wed-indie. Zij is, in geldigen vorm geschied, de eenige voorwaarde voorwaarde der verbindbaarheid verbindbaarheid ”. ”.
kecuali kalau lau ada diuraikan di atas.
klausula
yang ang
sudah
Persoalannya, mungkin ditinjau dari bentuk huku hukum m dan dan prin prinsi sipp-pr prin insi sip p pemb pemben entu tuka kan n Undang Undang-Un -Undan dang, g, sudah sudah semest semestiny inyaa Undang Undang-Unda Undang ng Perj Perjan anjia jian n Inte Intern rnas asio iona nall meng mengik ikat, at, tetap tetapii Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 24 Tahun ahun 2000 2000 sebagai sebagai Undang Undang-Un -Undan dang g yang yang mengat mengatur ur tata cara cara memb membua uatt atau atau mema memasu suki ki Perj Perjan anji jian an Internasion Internasional, al, tidak mencantumk mencantumkan an ketentuan ketentuan men mengik gikat ters terseb ebut ut.. Leb Lebih-l ih-leb ebih ih lagi lagi jika jika dihubu dihubungk ngkan an dengan dengan prakte praktek k ketatan ketatanegar egaraan aan yang selalu menyediakan peraturan pelaksanaan agar agar Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall berlak berlaku u efektif. efektif. Bukankah dalam keadaan semacam itu, praktek ketatan ketatanega egaraan raan yang yang telah telah menjad menjadii konven konvensi si memp mempun unya yaii kedu kedudu duka kan n kuat kuat,, bahk bahkan an lebih lebih kuat?
Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall yang ang berb berben entu tuk k Unda Undang ng-U -Und ndan ang, g, maka maka berl berlak aku u asas asas dan dan ketentuan ketentuan berlakunya berlakunya suatu Undang-Un Undang-Undang dang.. Karena sudah ada Undang-Und Undang-Undang ang (Undang(UndangUndang Undang No. 24 Tahun ahun 2000) 2000) yang yang mengat mengatur ur Perjanjian Internasional dalam bentuk UndangUndang, maka segala sesuatu harus diselesaikan dengan bentuk Undang-Undang termasuk tata cara berlaku suatu Undang-Undang. Haru arus diak diakui ui ada ada kemu kemun ngkin gkinan an suat suatu u Unda Undang ng-U -Und ndan ang g Perj Perjan anji jian an Inte Interna rnasi sion onal, al, seperti seperti juga juga Undang Undang-Un -Undan dang g lain, lain, mengat mengatur ur sesuat sesuatu u sangat sangat umum, umum, lebihlebih-leb lebih ih kalau kalau akan akan berlaku berlaku pada individu, individu, sehingga sehingga memerlukan memerlukan peraturan peraturan pelaksanaan. pelaksanaan. Peraturan Peraturan pelaksanaan pelaksanaan dibu dibuat at karen karenaa kebu kebutu tuha han n pene penera rapa pan, n, buka bukan n sebagai syarat berlaku efektif.
Penutup Acap kali ada kekelir eliru uan (misleading ) meng mengart artik ikan an hubu hubung ngan an antar antaraa huku hukum m atau atau peratu peraturan ran perund perundang ang-un -undan dangan gan yang yang umum umum dengan yang khusus. Seolah-olah yang khusus harus atau pasti mengesampingkan yang umum. Semestinya tidak demikian. Prinsip yang benar adala adalah, h, kete ketent ntua uann-ke keten tentu tuan an yang yang bers bersifa ifatt umum umum tetap tetap berl berlak aku u pada pada perat peratur uran an khus khusus us yang bersangkutan. Mari simak bunyi Pasal 1 KUH KUH Daga Dagang ng:: “Ket “Keten entu tuan an-k -ket eten entu tuan an KUH KUH Perdata, Perdata, sepanjang sepanjang tidak diatur khusus dalam Kitab Kitab Undang Undang-Un -Undan dang g ini (maksu (maksudny dnyaa KUH Dagang) Dagang) tetap berlaku (diterapkan). (diterapkan). Hal serupa serupa dengan dengan Undan Undang-U g-Unda ndang ng No. No. 24 Tahun ahun 2000 2000 yang yang tidak tidak mengat mengatur ur berbag berbagai ai akibat akibat hukum hukum PROF. DR. BAGIR MANAN, SH., M.CL. PROF. Bagir Manan adalah Guru Besar Fakultas Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, kelahiran Lampung, 6 Oktober 1941. Pada tahun 2001, beliau diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kariernya di bidang hukum tergolong panjang. Ia pernah menjabat sebagai Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman. Kehakim an. Sebelumnya, ia menjabat Direktur Perundang-undangan Ditjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakim Kehakiman an (1990-1995), (1990-19 95), serta dosen luar biasa di UI, UGM dan sejumlah perguruan tinggi lain. Ia alumnus FH Unpad (1967), Master of Comparative Law Southern Methodist di University Law School Dallas Texas AS (1981), dan doktor ilmu hukum tata negara lulusan Unpad tahun 1990.
Ditinjau dari teori dan tata cara pembentukkan Undang-Undang, suatu UndangUndang Undang yang yang materi materi muatan muatanny nyaa berasa berasall dari dari Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall akan akan sert sertaa mert mertaa mengikat seperti Undang-Undang lainnya. Agar Agar suatu suatu Unda Undang ng-U -Und ndan ang g yang yang mater materii muata atannya bersumber dari Perj erjanj anjian ian Internasion Internasional al tidak perlu memerlukan memerlukan UndangUndangUndang atau peraturan pelaksanaan (implementing kecuali ali Unda Undang ng-implementing regulation regulation), kecu Undang tersebut menentukan sendiri peraturan pelaksanaan.
DR. HARJONO, SH., M.CL.
PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM SISTEM UUD 1945
Pendahuluan Kons Konsti titu tusi si meru merupa paka kan n
huku hukum m
terti terting nggi gi
Lokakarya Evaluasi Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, 18 – 19 Oktober 2008, Surabaya.
dalam penyelengg penyelenggaraan araan ketatanegaraan ketatanegaraan suatu Negara Negara oleh karenanya pembuatan pembuatan Perjanjian Perjanjian Internasional yang merupakan salah satu dari akti aktivi vita tass peny penyel elen engg ggar araa aan n Nega Negara ra suda sudah h seharusnya didasarkan ketentuan yang terdapat dalam konstitusi. Konstitusi juga mempunyai fung fungsi si seba sebaga gaii pond pondas asii dalam dalam peny penyus usun unan an sistem sistem Hukum Hukum Tata Negara, Negara, oleh oleh karena karena itu pem pembu buat atan an Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall juga juga menj menjad adii bagi bagian an dala dalam m sist sistem em kons konsti titu tusi si.. Seme Sement ntar araa ini ini masi masih h terd terdap apat at perb perbed edaa aan n pendapat baik diantara pakar hukum maupun praktisi praktisi penyelengg penyelenggara ara Pemerintahan Pemerintahan Negara mengenai dasar konstitusional yang mengatur pembuatan Perjanjian Internasional. Perbedaan yang menyebabkan pandangan yang beragam tersebut mempunyai implikasi baik praktis dan teor teorit itis is dala dalam m memb member erii dasa dasarr peng pengat atur uran an tentang Perjanjian Internasional. Uraia raian n di bawa bawah h ini ini menc menco oba untu untuk k menemukan dasar-dasar pengaturan konstitusion ional pemb embuatan Perjanjian Internasion Internasional al menurut menurut UUD 1945 dalam suatu kesisteman. Charles Sampford melihat bahwa ada pandangan yang umum mengenai sistem dan dan ciri ciri atau atau karak arakte teri risstik tik siste istem m yaitu aitu dise disebu butka tkan n bahw bahwaa dalam dalam sist sistem em terda terdapa pat: t:
“there there are are wholes wholes;; they they have have elemen elements ts and thos thosee elem elemen ents ts have have relat elatio ions ns whic which h form form Lebih lanjut lanjut dinyat dinyataka akan: n: “Source structure ”. Lebih base based d syst system em has has lega legall rule ruless or norm normss for for eleme element nts. s. These These are are relate elated d by relati elation onss of author authority ity or validi validity ty to highe higherr rules. rules. These These relat lations ons are cla clasic sicall ally form ormed into nto a pyramid pyramidal al and hierar hierarchal chal structu structure re with one ultimate rule, ‘basic norm’ or ‘legal science fia fiat’ t’ at the the top. top. The The whol wholen enes esss fact factor or is pr provid ovided ed by the the stru struct ctur uree itse itself lf and and by its its functio function n of provid providing ing the authorit authoritativ ativee basis basis Dengan berdasar berdasar for all law in community”. Dengan pada pada penger pengertian tian sistem sistem sebaga sebagaiman imanaa di atas atas uraian aian di bawa awah ini ini akan ditinjau dari Perjanjian Internasional dalam UUD 1945.
Dasar Hukum Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dalam kete ketent ntua uan n UUD UUD 1945 1945 sete setela lah h meng mengal alam amii perubahan ialah Pasal 11 yang menyatakan: (1) (1) Pres Presid iden en denga engan n pers perset etuj uju uan Dew Dewan Perwak Perwakilan ilan Rakyat Rakyat menya menyataka takan n perang, perang, memb embuat uat perd perdam amai aian an dan perj perjan anji jian an dengan Negara lain. (2) (2) Pres Presid iden en dalam alam mem membuat buat Perj Perjan anji jian an Interna Internasio sional nal lainny lainnyaa yang yang menimb menimbulk ulkan an akib akibat at yang ang luas luas dan mend mendas asar ar bagi bagi kehi kehidu dupa pan n raky rakyat at yang ang terk terkai aitt deng dengan an beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pemb pemben entu tukk kkan an Unda Undang ng-U -Und ndan ang g haru haruss deng dengan an pers perset etuj ujua uan n Dewa Dewan n Perw Perwak akila ilan n Rakyat. (3) Ketentu Ketentuan an lebih lebih lanjut lanjut tentan tentang g Perjan Perjanjian jian Inte Intern rnas asio iona nall diat diatur ur deng dengan an Unda Undang ng-Undang. Pasal 11 UUD tersebut satu-satunya Pasal dalam UUD 1945 yang menyebutkan didalamnya adanya kata “Perjanjian Inter Interna nasi sion onal al”, ”, oleh oleh karen karenaa itu perl perlu u dika dikaji ji lebih lebih dahulu dahulu dalam dalam kontek kontekss apa UUD 1945 tersebut mengatur hal Perjanjian Internasional.
“Pihak Negara lain secara prima secara prima facie dan secara hukum dapat memastikan bahwa apa yang dinyatakan oleh Presiden Indonesia tidak lain adalah pernyataan keinginan Negara Indonesia yang artinya Negara lain tersebut tidak harus perlu berhubungan dengan lembaga Negara yang lain untuk mengetahui maksud atau kehendak Negara Indonesia dalam membuat kesepakatan dengan pihaknya.”
Pasa Pasall 11 term termas asuk uk dala dalam m Bab Bab III III yang yang berjudul Kekuasaan Pemerintahan Negara yang di dalam dalam subst substans ansii pasal-p pasal-pasa asalny lnyaa mengat mengatur ur tentang Presiden dalam sistem UUD 1945. Bab III UUD ini mengalami perubahan yang sangat banyak apabila dibandingkan dengan Bab III UUD sebelum perub rubahan. an. Disamp amping perubahan isi pasal-pasal perubahan UUD juga menambahkan pasal-pasal baru dalam Bab III ini yaitu : Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C. Pasal Pasal 11 sebelum sebelum perubah perubahan an merupa merupakan kan pas pasal al tung tungga gall tak tak bera beray yat yang ang berb berbun uny yi: “Presi esiden dengan persetujuan Dewan Perw Perwak akil ilan an Raky Rakyat at meny enyatak atakan an peran erang g, membua membuatt perdam perdamaia aian n dan perjan perjanjian jian dengan dengan Neg Negar araa lain lain”, ”, dan dan sete setelah lah peru peruba baha han n UUD UUD kete ketent ntua uan n yang ang terd terdap apat at dala dalam m Pasa Pasall ini ini menj menjad adii ayat ayat (1) (1) Pasa Pasall 11 tanp tanpaa dilak dilakuk ukan an perubahan bunyi aslinya. Kedudukan Presiden dalam UUD setelah perubahan berbeda dengan kedudukan kedudukan Presiden Presiden sebelum sebelum perubahan, perubahan, hal tersebut dikarenakan adanya perubahan dalam Pasa Pasall 5 ayat ayat (1) (1) UUD. UUD. Sebe Sebelu lum m peru peruba bahan han Pas Pasal 5 ayat ayat (1) (1) meny menyat atak akan an:: “Pres residen iden memega memegang ng kekuas kekuasaan aan memben membentuk tuk Undang Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”, Rakyat”, sedangkan sedangkan setelah setelah perubahan perubahan Pasal tersebut tersebut menjadi menjadi berbunyi: berbunyi: “Presiden berhak meng mengaj ajuk ukan an Ranc Rancan anga gan n Unda Undang ng-U -Und ndan ang g kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Pasal 20 ayat ayat (1) (1) UUD UUD sete setelah lah peru peruba baha han n berb berbun unyi yi:: “Dewa Dewan n Perw Perwak akil ilan an Raky Rakyat at mem memegan egang g kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Dari perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) (1) terse tersebu butt terja terjadi di peng pengali aliha han n pembu pembuata atan n Undang-Undang dari tangan Presiden ke DPR. Peruba Perubahan han demiki demikian an juga juga menyebab menyebabkan kan perub perubahan ahan pada pada apa yang yang dimaks dimaksud ud sebagai sebagai Kekuasaan Pemerintahan Negara oleh Bab III UUD. UUD. Sebelum Sebelum peruba perubahan han UUD, UUD, Kekuas Kekuasaan aan
Pemeri Pemerinta ntahan han Negara Negara yang yang berada berada di tangan tangan Presiden meliputi: (1) kekuas kekuasaan aan eksekuti eksekutiff (vide (vide Pasal 4 ayat ayat (1) UUD); (2) (2) keku kekuas asaan aan membe membent ntuk uk Unda Undang ng-U -Und ndan ang g (vid (videe Pas Pasal 5 ayat ayat (1) (1) UUD sebe sebelu lum m perubahan); (3) kekuasaan kekuasaan sebagai sebagai kepala kepala Negara. Negara. Sete Setela lah h peru peruba baha han n UUD, UUD, Keku Kekuas asaa aaan an Pemerintahan Negara yang diatur dalam Bab III III menj menjad adii hany hanyaa melip meliput utii keku kekuas asaa aan n saja saja yaitu: (1) kekuasaan kekuasaan eksekutif; eksekutif; (2) kekuasaan kekuasaan sebagai sebagai kepala kepala Negara. Negara. Bab III UUD mengandung substansi yang berhubungan dengan lembaga Presiden dalam sistem UUD 1945 dima imana dida idalam lamnya termas rmasu uk kewenangan Pres residen untuk tuk menyatakan menyatakan perang, membuat membuat perdamaian perdamaian dan perjan perjanjia jian n dengan dengan Negara Negara lain. lain. Kedudu Kedudukan kan Presiden dalam sistem presidensiil menja enjala lan nkan kan dua dua fung fungssi seka sekali ligu guss yang ang melekat melekat yaitu yaitu sebaga sebagaii kepala kepala ekseku eksekutif tif dan sebagai kepala Negara. Dengan adanya Pasal 11 terse tersebu butt UUD UUD 1945 1945 mene menetap tapka kan n bahw bahwaa Pres Presid iden enlah lah yang yang mewa mewaki kili li Nega Negara ra dalam dalam melakukan hubungan dengan Negara lain dan bukan lembaga Negara lainnya.
Bentuk Hukum Seb Sebuah uah Perja erjan njian jian Inte Intern rnas asio iona nall pada ada hake hakeka katny tnyaa adala adalah h meru merupa paka kan n penu penuan anga gan n kese kesepa paka katan tan yang yang diam diambi bill oleh oleh para para piha pihak, k, dalam hal ini antar Negara yang membuatnya. Deng Dengan an demik demikia ian n dala dalam m sebu sebuah ah Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al terce tercerm rmin inka kan n kehe kehend ndak ak dua dua pihak. Setiap Negara mempunyai aturan yang ber berbe beda da tent tentan ang g siap siapaa yang yang berh berhak ak untu untuk k mewakili Negara tersebut dan dari wakil itu pul pulaa lah lah piha pihak k Nega Negara ra lain lain mend mendap apat atka kan n kepa kepast stia ian n bahw bahwaa mema memang ng piha pihakn kny ya tela telah h bertemu bertemu dan mengadakan mengadakan kesepakatan dengan wakil yang sah. Dengan berdasar pada bunyi Pasal 11 UUD 1945 telah jelas bahwa Presiden lah yang akan menyatakan, membuat perdamaian dan perjanjian. Pihak Negara lain secara prima secara hukum hukum dapat dapat prima facie facie dan secara memastikan bahwa apa yang dinyatakan oleh Presiden Indonesia tidak lain adalah pernyataan kein keingi gina nan n Nega Negara ra Indo Indone nesi siaa yang yang artin artinya ya Nega egara lain ain ters ersebu ebut tidak haru arus perl erlu berhubungan dengan lembaga Negara yang lain untu untuk k meng mengeta etahu huii maks maksud ud atau atau kehe kehend ndak ak Negara Indonesia dalam membuat kesepakatan
“Kalau suatu perjanjian bilateral disahkan oleh Undang-Undang, apakah ini tidak berarti bahwa kehendak Negara lain tersebut disubordinasikan kepada mekanisme internal Negara lain karena digantungkan kepada pengesahan Undang-Undang. Bagi pihak lain yang diperlukan adalah pernyataan persetujuan untuk terikat dan bukan pengesahan Undang-Undang.”
dengan dengan pihakn pihaknya. ya. Dengan Dengan demiki demikian an bentuk bentuk hukum dari pernyataan pernyataan Negara yang ditujukan ke luar tersebut seharusnya adalah pernyataan dari dari Presid Presiden en dan dalam dalam sistem sistem perund perundang ang-undangan undangan pernyataan pernyataan Presiden Presiden tersebut tersebut lebih tepat tepat diwa diwada dahi hi dalam dalam Kepu Keputu tusa san n Pres Presid iden en bukannya bentuk lain umpama saja Peraturan Presiden. Pasal Pasal 11 mensya mensyaratk ratkan an bahwa bahwa pada pada saat saat Pres Presid iden en meny menyat atak akan an pera perang ng,, memb membua uatt perdamaian perdamaian dan perjanjian perjanjian dengan Negara lain harus dengan persetujuan DPR. Persoalannya adalah apakah dengan adanya syarat tersebut menj menjad adika ikan n bent bentuk uk huku hukum m dari dari pern pernya yataa taan n Presiden Presiden yang ditujukan ditujukan ke pihak luar tersebut harus berbentuk Undang-Undang Undang-Undang.. Pasal 11 ini tidak tidak mens mensya yarat ratkan kan bahw bahwaa bent bentuk uk huku hukum m tersebut tersebut haruslah haruslah Undang-Und Undang-Undang, ang, meskipun meskipun ada kemiripan antara prosedur yang disyaratkan dalam pembuatan Undang-Undang dengan prosedur yang harus dipenuhi apabila Pres Presid iden en meny menyat atak akan an pera perang ng,, memb membua uatt perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, namun demikian tidaklah berarti bahwa bentuk hukum pernyataan perang, membuat perdamaian perdamaian dan perjanjian perjanjian dengan Negara lain harus dalam bentuk hukum Undang-Undang. Apab Apabil ilaa pern perny yataa ataan n pera perang ng,, memb membua uatt perdamaian perdamaian dan perjanjian perjanjian dengan Negara lain diwadahi bentuk hukum Undang-Undang maka artinya artinya proses proses pembuatanny pembuatannyaa pun harus sesuai sesuai dengan tata cara pembuatan Undang-Undang dan dan hal hal yang yang demi demiki kian an akan akan menim menimbu bulk lkan an persoalan hukum. Pernyataan perang, membuat perdamaian perdamaian dan perjanjian perjanjian dengan Negara lain memp mempun uny yai kara karakt kter eris isti tik k yang ang berb berbed eda. a. Sebagai sebuah ilustrasi, apabila terjadi suatu konflik dengan Negara lain yang tidak dapat dise diseles lesai aika kan n deng dengan an dama damaii dan dan kemu kemudi dian an terpaks terpaksaa ditemp ditempuh uh jalan jalan dengan dengan peperan peperangan gan,, apak apakah ah Pres Presid iden en haru haruss meng mengaj ajuk ukan an lebi lebih h dahu dahulu lu kepa kepada da DPR DPR untu untuk k mend mendap apat atka kan n persetujuan untuk menyatakan perang, padahal situ situas asiny inyaa sang sangat at krit kritis is,, atau atau apab apabila ila DPR DPR
sedan edang g rese resess. Kala Kalau u pro proses pemb embuatan atan Undang Undang-Un -Undan dang g harus harus dilaku dilakukan kan tentu tentu saja saja akan menunggu waktu yang cukup lama dan keinginan perang tersebut telah diketahui oleh pihak pihak musuh musuh hal demiki demikian an tentuny tentunyaa sangat sangat meru merugi gika kan n stra strate tegi gi berp berper eran ang g dan dan dapa dapatt menye menyebab babkan kan kekalah kekalahan. an. Pernya Pernyataan taan perang perang adalah pernyataan sepihak dan harus dilakukan secar cara cepat serta tida idak dapat diba ibahas seba sebaga gaim iman anaa memb membaha ahass suatu suatu Ranc Rancan angan gan Unda Undang ng-U -Und ndan ang, g, hal hal demi demiki kian an tent tentu u saja saja sangat sangat berbeda berbeda dengan dengan membuat membuat perdamaian perdamaian dan membua membuatt perjan perjanjian jian dengan dengan Negara Negara lain yang memerlukan kesepakatan kesepakatan bersama bersama antara ke dua belah pihak. Dari Dari sudu sudutt hubu ubungan ngan anta antarr pem pembuat buat kese kesepa paka kata tan, n, dala dalam m hal hal ini ini anta antara ra Nega Negara ra Indonesia dengan negara lain khususnya dalam perjanjian perjanjian bilateral, bilateral, sangatlah sangatlah janggal janggal praktik praktik yang yang selama selama ini dilaku dilakukan kan yaitu yaitu penges pengesahan ahan Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall diwa diwada dahi hi dala dalam m bentuk Undang-Undang. Kedua pihak setelah menyepakati menyepakati hal-hal tertentu perlu kemudian kemudian menu menuan angk gkan an kese kesepa paka kata tan n ters terseb ebut ut dala dalam m bentuk bentuk perjanjian, perjanjian, sehingga sehingga yang diperlukan diperlukan diantara keduanya adalah pernyataan masingmasing masing pihak melalui wakilnya bahwa mereka tela telah h meny menyet etuj ujui ui halhal-ha hall yang ang dise disepa paka kati ti bers bersama ama terse tersebu butt dalam dalam suatu suatu nask naskah ah yang yang berakibat berakibat mengikat kepada kedua belah pihak. pihak. Praktik Praktik pengesahan pengesahan dengan dengan Undang-Und Undang-Undang ang menim menimbu bulk lkan an pers persoa oala lan. n. Unda Undang ng-U -Und ndan ang g adalah bagian dari Hukum Nasional sedangkan perj perjan anji jian an deng dengan an Nega Negara ra lain lain meru merupa paka kan n kesepakatan antar Negara yang berada di luar rana ranah h urus urusan an inter interna nall Nega Negara ra.. Kalau Kalau suat suatu u perjan perjanjia jian n bilatera bilaterall disahk disahkan an oleh oleh Undang Undang-Undan ndang g, apak apakah ah ini ini tida tidak k bera berart rtii bah bahwa kehendak Negara l ai n tersebut disubordi disubordinasik nasikan an kepada kepada mekanisme mekanisme internal internal Neg Negar araa lain lain kare karena na diga digant ntun ungk gkan an kepa kepada da pengesahan pengesahan Undang-Undang Undang-Undang.. Bagi pihak lain yang diperlukan adalah pernyataan persetujuan untuk terikat dan bukan pengesahan UndangUndang. Praktik pengesahan Perjanjian Internasional menimbulkan menimbulkan pertanyaan pertanyaan apakah sebenarnya sebenarnya disahkan perjanjian tersebut tidak sah, apakah mungkin mungkin kehendak kehendak suatu negara kesahanny kesahannyaa diga digant ntun ungk gkan an kepa kepada da meka mekani nism smee inte intern rnal al negara lain. Pranata pengesahan mengindikasikan bahwa pihak yang perb perbua uatan tanny nyaa perlu perlu disa disahk hkan an bera berada da pada pada tingkat lebih rendah dari yang mengesahkan, tent tentu u hal hal ters terseb ebut ut tida tidakl klah ah tep tepat karen arenaa
”Karena Perjanjian Internasional diberi bentuk hukum Undang-Undang tentunya segala tata cara konstitusi yang berkaitan dengan Undang-Undang juga harus diberlakukan terhadap proses pembuatan Perjanjian Internasional.”
perjanjian dengan Negara lain dilakukan antar pihak yang setara kedudukannya. Hal berikutnya menyangkut naskah otentik dari dari Perjan Perjanjia jian n Interna Internasio sional nal.. Dalam Dalam sebuah sebuah Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall termasu termasuk k hal yang yang penting untuk diperjanjikan adalah penentuan nask naskah ah otent otentik ik perj perjan anjia jian, n, yang untu untuk k itu itu dipe diperl rluk ukan an kese kesepa paka kata tan n oleh oleh para para piha pihak. k. Klau Klausu sula la ini ini pent pentin ing g karen karenaa kala kalau u sampa sampaii timb imbul sengketa antar pihak mengenai enai pen penaf afsi sira ran n Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall yang yang disepa disepakati kati,, maka maka diperlu diperlukan kan naskah naskah otentik otentik yang ang menjadi adi dasar adanya nya perbedaan aan penaf penafsir siran. an. Apabil Apabilaa Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal yang telah disepakati, maka diperlukan naskah otentik yang menjadi dasar adanya perbedaan penaf penafsir siran. an. Apabil Apabilaa Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal ditu dituan angk gkan an dalam dalam bent bentuk uk huku hukum m Unda Undang ng-Unda Undang ng dan dan kemu kemudi dian an kare karena na suatu suatu seba sebab b terjadi perbedaan dengan yang disahkan dalam Unda Undang ng-U -Und ndan ang g apak apakah ah kemu kemudi dian an piha pihak k Indone Indonesia sia dapat dapat berdal berdalil il bahwa bahwa naskah naskah yang yang terda terdapa patt dalam dalam lamp lampira iran n Unda Undang ng-U -Und ndan ang g tersebut sebagai naskah otentik. Hal demikian tentu akan menimbulkan persoalan yaitu apa das dasarny arnyaa pem pemerin erinta tah h Nega Negara ra lain lain haru arus mengakui bahwa lampiran yang terdapat dalam Unda Undang ng-U -Und ndan ang g Indo Indone nesi siaa seba sebaga gaii nask naskah ah otenti otentik. k. Di lain lain pihak pihak kemudi kemudian an apa artinya artinya kalau kemudian naskah Perjanjian Internasional yang dilampirkan dalam UndangUndang ternyata tidak diakui sebagai naskah otentik pada adahal Undang ang-Un -Undang tela elah diundangkan sebagaimana mestinya. Karen Karenaa Perj Perjan anji jian an Inte Interna rnasi sion onal al dibe diberi ri ben bentu tuk k huku hukum m Unda Undang ng-U -Und ndan ang g tent tentun uny ya sega segala la tata tata cara cara kons konsti titu tusi si yang yang berk berkai aitan tan dengan Undang-Undang juga harus dibe diberl rlak akuk ukan an terh terhad adap ap pros proses es pemb pembua uata tan n Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nal. l. Dalam Dalam keten ketentu tuan an UUD Pasal 20 ayat (5) dinyatakan: “Dalam hal ranca ancan ngan Undang-Undang yang telah elah disetujui bersama (antara Presiden dan DPR) tersebu tersebutt tidak tidak disahk disahkah ah oleh oleh Presid Presiden en dalam dalam waktu waktu tiga tiga puluh puluh hari hari semenj semenjak ak Rancan Rancangan gan Undang-Undang tersebut disetujui Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-
Unda Undang ng dan dan waji wajib b diun diunda dang ngka kan” n”.. Seba Sebaga gaii sebuah ilustrasi dapat diajukan dalam kasus ini. Presiden telah mengajukan naskah Perjanjian Internasional kepada DPR, dan kemudian DPR telah telah menyetu menyetujui jui rancang rancangan an terseb tersebut. ut. Karena Karena mekani mekanisme sme yang yang berlak berlaku u adalah adalah mekanis mekanisme me pembuatan pembuatan Undang-Und Undang-Undang, ang, maka ketentuan ketentuan Pasal 20 ayat (5) menjadi mengikat. Sementara Pres Presid iden en belu belum m meng menges esah ahka kan n perj perjan anji jian an terseb tersebut ut menjad menjadii Undang Undang-Un -Undan dang g terjad terjadilah ilah suatu suatu peruba perubahan han materiil materiil yang yang menya menyangk ngkut ut mater aterii dari dari perj perjan anji jian an ters terseb ebut ut dan hal demiki demikian an menyebab menyebabkan kan Presid Presiden en melaku melakukan kan evalu aluasi untuk tuk tidak memperta rtahankan kesepakat akatan an yang ang tela elah diam iambil dalam alam Perja rjanjia jian Intern ternaasional karen rena dapa apat menimb menimbulk ulkan an kerugi kerugian an yang yang lebih lebih besar besar dan kemu kemung ngki kina nan n juga juga piha pihak k Nega Negara ra lain lain juga juga berkesimpu berkesimpulan lan yang sama. Adanya Adanya ketentuan ketentuan Pasa Pasall 20 ayat ayat (5) (5) UUD UUD akan akan meni menimb mbul ulka kan n masalah dalam kasus yang demikian. Bentuk Bentuk perjanjian perjanjian dalam Undang-Und Undang-Undang ang juga juga menjad menjadika ikan n tidak tidak fleksib fleksibel el dalam dalam kasus kasus perl perlun unya ya dilak dilakuk ukan an pemut pemutus usan an perj perjan anjia jian n deng dengan an Nega Negara ra lain lain yang yang haru haruss dilak dilakuk ukan an deng dengan an cepa cepatt kare karena na adan adany ya dasa dasarr-da dasa sar r obyektif obyektif untuk mengakhiri mengakhiri atau memutuskan memutuskan perjanjian tersebut. Bentuk Keputusan Presiden akan akan lebih lebih fleksib fleksibel. el. Adanya Adanya syarat syarat dengan dengan persetujuan DPR dalam pembuatan Perjanjian Inter ternasional dapat dilakukan di luar meka mekani nism smee pemb pembua uata tan n Unda Undang ng-U -Und ndan ang. g. Dalam banyak Undang-Undang telah dikemb dikembang angkan kan mekani mekanisme sme perset persetuju ujuan an DPR DPR terh terhad adap ap usul usulan an Pres Presid iden en namu namun n bent bentuk uk hukum ukumny nyaa tid tidak dalam alam bent bentu uk Undang dang-Undang, sebagai misal pengangkatan jabatan jab jabat atan an terte tertent ntu; u; Pang Panglim limaa TNI, TNI, Gube Gubern rnur ur Bank Bank Indo Indone nesi sia, a, dan dan peng pengan angk gkat atan an Kepa Kepala la Kepolisian Kepolisian Republik Republik Indonesia. Indonesia. Praktik Praktik yang terja terjadi di di Nega Negara ra lain lain tida tidak k sela selalu lu memb memberi eri ben bentu tuk k Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall seba sebaga gaii Undang Undang-Un -Undan dang g atau statute/law , Amer Amerik ikaa Serikat Serikat menentukan menentukan dalam Konstitusi Konstitusi bahwa Perjanjian Perjanjian Internasiona Internasionall dibuat dibuat oleh Presiden Presiden dengan persetujuan Senat dan dengan demikian tidak tidak dalam dalam bentuk bentuk Undang Undang-Un -Undan dang, g, karena karena Undang-Undang dibuat oleh Congress namun demi demiki kian an Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall teta tetap p mengikat Negara tersebut.
Persetujuan DPR dalam pembuatan Perjanjian Internasional Pas Pasal 11 UUD 1945 1945 tida tidak k men mengatu gatur r hubu hubung ngan an anta antara ra Huku Hukum m Inter Interna nasi sion onal al dan dan
“… dari aspek internasional sesuai dengan prinsip hukum yang universal bahwa apa yang dilakukan oleh wakil yang sah dari sebuah Negara akan mengikat seluruh elemen yang diwakilinya, baik lembaga Negara maupun warganya, ketentuan ini tidak diatur dalam UUD tetapi menjadi suatu prinsip yang universal.”
Hukum Nasional, namun mengatur kewena kewenanga ngan n konsti konstitus tusion ional al Presid Presiden en untuk untuk membuat Perjanjian internasional dalam sistem UUD 1945. Presiden menurut UUD 1945 yang ber berda dasa sarr sist sistem em Pres Presid iden ensi siil il adal adalah ah kepa kepala la pemerintahan dan berwenang untuk mewakili Pemerin Pemerintah tah Indone Indonesia sia dalam dalam hubung hubungan an luar luar nege negeri ri dala dalam m hal hal ini ini memb membua uatt Perj Perjan anji jian an Internasional, dengan demikian Pasal 11 adalah materi materi intern internal al konsti konstitus tusii Indone Indonesia sia.. Dalam Dalam kaitannya dengan aspek Hukum Internasional ketentuan Pasal 11 dapat menimbulkan akibat ke luar yaitu dalam konteks hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan Negara lain yang mengadakan perjanjian dengan Indonesia. Apab Apabila ila seca secara ra inter interna nall Pres Preside iden n telah telah melakuk melakukan an sesuat sesuatu u perbua perbuatan tan sesuai sesuai dengan dengan ketent ketentuan uan Pasal Pasal 11 maka maka perbua perbuatan tan terseb tersebut ut adalah perbuatan yang sah se c a r a konstitusional dan oleh karenanya mempunyai akibat akibat hukum. hukum. Karena Karena merupa merupakan kan perbua perbuatan tan yang sah berarti mengikat secara sah pula baik terhadap lembaga Negara lain termasuk subyek huku hukum m yang yang terk terkai aitt deng dengan an isi isi perj perjan anji jian an tersebut. tersebut. Sedangkan Sedangkan dari aspek internasional internasional sesuai sesuai dengan dengan prinsip prinsip hukum hukum yang universal universal bahwa apa yang dilakukan oleh wakil yang sah dari dari sebu sebuah ah Nega Negara ra akan akan meng mengik ikat at selu seluru ruh h elemen yang diwakilinya baik lembaga Negara maupun warganya, ketentuan ini tidak diatur dalam UUD tetapi menjadi suatu prinsip yang universal. Pasa Pasall 11 mene menetap tapka kan n syara syaratt yang yang haru haruss dipe dipenu nuhi hi apab apabil ilaa Pres Presid iden en meng menggu guna naka kan n haknya haknya untuk untuk melaku melakukan kan hubung hubungan an dengan dengan Neg Negar araa lain lain dala dalam m hal hal ini ini memb membua uatt suat suatu u per perjan janji jian an yaitu yaitu adany adanyaa pers perset etuj ujua uan n DPR. DPR. Pembuat Pembuat UUD mempunyai dasar rasionalitas rasionalitas tersendiri dan merupakan hak pembuat UUD untuk menentukan syarat tersebut. Disamping membuat perdamaian dan membuat perjanjian dengan dengan Negara Negara lain sebaga sebagaiman imanaa dinyat dinyatakan akan dala dalam m ayat ayat (1) (1) juga juga disy disyar arat atka kan n perl perlun uny ya perse persetuj tujuan uan DPR apabil apabilaa Presid Presiden en membua membuatt ”Perjan ”Perjanjian jian Interna Internasio sional nal lainnya lainnya”” yang: yang: (1)
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bag bagii kehi kehidu dupa pan n rakya rakyatt yang yang terka terkait it deng dengan an beban beban keuang keuangan an Negara, Negara, (2) mengha mengharus ruskan kan perubahan atau pembentukan Undang-Undang. Secar ecaraa inte intern rnal al sya syarat rat pers ersetu etujuan juan DPR DPR tida tidakl klah ah terk terkait ait deng dengan an pemb pembed edaan aan anta antara ra Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall publik publik dan kontra kontrak k bisni bisniss intern internasi asiona onall yang yang dilaku dilakukan kan Negara Negara sebagai subye byek Hukum Perd erdata ata. UUD memper mempertim timban bangka gkan n bahwa bahwa apabil apabilaa Presid Presiden en memb embuat Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio ion nal lain lain (demikian UUD menyebutnya) yang menimb menimbulk ulkan an akibat akibat luas luas dan mendas mendasar ar bagi bagi kehidupan kehidupan rakyat terkait dengan beban Negara harus dengan persetujuan DPR. Pasal 11 ayat (2) menggunakan istilah Perjanjian Internasion Internasional al lainnya, lainnya, yang maksudnya maksudnya di luar yang ang dise disebu butt oleh oleh Pasa Pasall 11 ayat ayat (1) (1) yait yaitu u perjanjian perjanjian perdamaian perdamaian dan perjanjian perjanjian dengan dengan Negara lain. Dengan demikian ada keperluan untuk menetapkan apa yang dimaksud dengan Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal lainny lainnya. a. Penger Pengertian tian “yang “yang lain” lain” tentun tentunya ya yang yang bukan bukan perjan perjanjia jian n perd perdam amaia aian, n, dan dan buka bukan n perj perjan anji jian an deng dengan an Negara lain. Dengan demikian termasuk dalam penge pengertia rtian n Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall lainny lainnyaa yaitu yaitu perjanj perjanjian ian yang yang dibuat dibuat dengan dengan Subye Subyek k Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall lain lain sela selain in Nega Negara ra.. Namun demikian disyaratkan bahwa perjanjian dengan Subyek Hukum Internasional lain yang meme emerlukan persetujuan DPD adalah lah perjan perjanjia jian n yang yang “menimb “menimbulk ulkan an akibat akibat yang yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan keuangan Negara”. Negara”. Perlu digaris digarisbaw bawahi ahi bahwa bahwa alasan alasan mengap mengapaa perlu perlu perse persetuj tujuan uan DPR adalah adalah alasan alasan intern internal al dan buk bukan an dida didasa sark rkan an alasa alasan n ekst ekstern ernal al apala apalagi gi diukur diukur dengan dengan praktik praktik Hukum Hukum Internasion Internasional. al. Sebagai Sebagai salah salah satu satu unsur unsur perwak perwakilan ilan rakyat, rakyat, DPR dip diperlu erluk kan pers ersetu etujuan juanny nyaa untu untuk k membu membuat at perjan perjanjian jian yang yang disebu disebutka tkan n dalam dalam Pasal 11 ayat (2) UUD, adalah murni pertimbangan pembuat konstitusi yang didasari pemikiran perlunya legitimasi yang lebih luas terh terhad adap ap perja perjanj njian ian yang yang demi demiki kian an karen karenaa menyangkut kepentingan bangsa. Sem Sementa entara ra itu itu ada ada pand andanga angan n bahwa ahwa perjan perjanjia jian n dengan dengan Organ Organisa isasi si Intern Internasi asiona onall yang yang meny menyan angk gkut ut pinj pinjama aman n tida tidakl klah ah perl perlu u per perssetuj etujua uan n DPR denga engan n alas alasan an karen arenaa pihak pihaknya nya bukan bukan Negara Negara dan karena karena bersifat bersifat perdata. Alasan demikian tidaklah tepat, karena dasar dasar pertim pertimban bangan gan konsti konstitus tusiny inyaa bukanl bukanlah ah siapa pihak atau mengenai hal apa materi suatu Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al tersebut, tersebut, tetapi karena perjanjian perjanjian yang demikian menyangku menyangkutt beban
yang yang mung mungki kin n ditim ditimbu bulk lkan an dari dari perj perjan anji jian an tersebut yaitu menjadi beban bangsa. Demikian jug jugaa tida tidak k menj menjad adii rele releva van n pert pertim imba bang ngan an institusi apa yang akan mempunyai wewenang untu untuk k memut memutus us pers perseli elisi siha han n anda andaii saja saja di kemu kemudi dian an hari hari timb timbul ul pers persel elis isih ihan an anta antara ra Negar Negaraa Indone Indonesia sia dengan dengan pihak pihak lain, lain, apakah apakah akan menjadi kewenangan International International Court of Justice ataukah akan menjadi kewenangan lembaga lembaga internasioal internasioal lain karena perselisihan perselisihan yang yang terjadi terjadi bukan bukan persel perselisi isihan han antar antar negara negara sehingga bukan menjadi bagian Hukum Publik Internasional. Pertimbangan konstitusionalitasnya karena isi putusan lembaga tersebut akan mempunyai dampak langsung kepada Negara dan bangsa, baik berdampak dalam hukum publik maupun berdampak perdata. Kewaj ewajiiban untuk membayar hutang atau denda sebagai hukuman yang dibebankan kepada Negara selaku badan hukum perdata tetap mempunyai dampak pada kehidu kehidupan pan Negara Negara atau Bangsa Bangsa karena karena jelas jelas akan mengurangi kemampuan finansial Negara dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya.
Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional Perjanjian Internasional merupakan kesepakatan dari dua entitas hukum yang bebas untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri, diri, artinya artinya tidak tidak ada pemaks pemaksaan aan kehend kehendak. ak. Karena Karena merupak merupakan an kesepa kesepakat katan an maka maka dasar dasar hukum hukum dari dari kewaji kewajiban ban untuk untuk terika terikatt adalah adalah kehend kehendak ak masing masing-mas -masing ing pihak. pihak. Disisi Disisi lain masing-mas masing-masing ing Negara mempunyai mempunyai ketentuan ketentuan di dalam hukum nasionalnya yang menetapkan lembaga atau organ Negara mana yang diberi kewenangan kewenangan untuk mewakili mewakili Negara tersebut dala dalam m berh berhub ubun unga gan n deng dengan an Nega Negara ra lain lain.. Perjanjian Internasional yang lahir atas dasar kese kesepa paka kata tan n ini ini mene menemp mpat atka kan n para para piha pihak k dala dalam m posis osisii setar etaraa dan oleh leh kare karen nany anya “Pemberlakukan Perjanjian Internasional ke dalam sistem hukum Indonesia tidak selalu di dasarkan atas adanya aturan pelaksanaan. Dasar pemberlakuanya adalah pada sistem ketatanegaraan yang memberikan wewenang kepada Presiden sebagai satu-satunya lembaga yang mewakili Negara dalam hubungan luar negeri.”
per perjan janji jian an inte intern rnas asio iona nall mempu mempuny nyai ai dasa dasar r “ good antarr para para piha pihak. k. Baik Baik piha pihak k good faith faith” anta
pertama maupun pihak kedua secara voluntair menyu menyusun sun pokok pokok-po -pokok kok yang yang diperja diperjanji njikan kan tanp tanpaa ada ada tekan tekanan an.. Kala Kalau u sala salah h satu satu piha pihak k ber berke keba bara rata tan n maka maka dapa dapatt meno menola lak, k, atau atau memb embuat suatu uatu kesep esepak akat atan an baru aru yang ang kemudian kemudian disepakati disepakati bersama. bersama. Apabila Apabila suatu Perjanjian Internasional membebani kewajiban maka pihak yang terbebani memerima beban itu atas pesetu pesetujua juanny nnyaa sedang sedangkan kan pihak pihak lain per perca cay ya bahw bahwaa kewa kewaji jiba ban n ters terseb ebut ut akan akan dipenuhi. Perjanjian Internasional sebagaimana per perja janj njia ian n pada pada umum umumny nyaa berl berlan anda dass atas atas prins prinsip ip “ good antar r good faith faith and mutua mutuall trust trust ” anta pih pihak akny nya, a, deng dengan an demi demiki kian an “ pac pacta ta sunt sunt servanda ” menjadi dasar mengapa para pihak terikat terikat dengan dengan yang yang diperja diperjanji njikan kan.. Dari Dari segi segi inter interna nall Nega Negara ra yang yang menj menjad adii piha pihak k dalam dalam Perjanjian Internasional, ada kewajiban untuk menghargai dan memberi akibat hukum pada perb perbua uatan tan-p -perb erbua uatan tan yang yang dila dilaku kuka kan n oleh oleh lembaga atau organ Negara yang secara hukum diber iberii wew wewenan enang g oleh oleh konst onstit itu usi untu untuk k mewakili Negara dalam berhubungan dengan pihak luar atau Negara lain. Kewajiban tersebut dibebankan kepada lembaga Negara yang lain termasuk termasuk juga lembaga lembaga peradilan peradilan yaitu dengan cara memberi memberi akibat akibat hukum hukum pada pada Perjan Perjanjian jian Internasional yang dibuat oleh lembaga yang berw berwen enan ang g serta serta deng dengan an pros prosed edur ur menu menuru rutt hukum hukum yang yang disyar disyaratk atkan. an. Pember Pemberian ian akibat akibat hukum hukum atas dasar dasar pacta pacta sunt servand servanda a saja seri sering ngka kali li dapa dapatt meni menimb mbul ulka kan n pers persoa oala lan n karena kemungkinan adanya pihak lain yang tidak secar cara itik tikad baik melaks aksana anakan per perja janj njia ian n yang ang pern pernah ah disep isepak akat atii oleh oleh wakilnya, namun hanya karena adanya itikad tidak baik saja tidak menyebabkan putus atau berakhirny berakhirnyaa Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al tersebut tersebut secara secara otomati otomatis. s. Untuk Untuk menent menentuka ukan n apakah apakah akan teta etap memb emberikan aki akibat hukum Perjanjian Internasional di dalam negeri, asas pacta sunt servanda perlu dilengkapi dengan asas reciprocity yaitu yaitu bahw bahwaa pela pelaks ksan anaan aan Perjanjian Perjanjian Internasiona Internasionall tersebut tersebut di Indonesia Indonesia akan digantungkan pada ada pela elaksanaan Perjanjian Internasional yang bersangkutan di Negar Negaraa lain sebaga sebagaii pihak pihak dalam dalam perjan perjanjian jian.. Kepast Kepastian ian penerap penerapan an secara secara reciprocity ini dapat dipastikan dengan meminta meminta konfirmasi konfirmasi kepada Negara yang bersangkutan melalui jalur dipl diplom omati atik. k. Hal Hal demik demikia ian n perl perlu u dilak dilakuk ukan an untuk melindungi kepentingan nasional dalam arti arti luas luas yait yaitu u jang jangan an samp sampai ai Perj Perjan anji jian an Intern Internasi asiona onall hanya hanya membeb membebani ani kewajib kewajiban an secara sepihak saja.
Pemberlakukan Perjanjian Internasional ke dalam sistem hukum Indonesia tidak selalu di dasa dasark rkan an atas atas adany adanyaa aturan aturan pela pelaks ksan anaan aan.. Dasa Dasarr pemb pemberl erlak akua uany nyaa adala adalah h pada pada sist sistem em ketatanegaraan ketatanegaraan yang memberikan memberikan wewenang wewenang kepada Presiden sebagai satu-satunya lembaga yang yang mewaki mewakili li Negara Negara dalam dalam hubung hubungan an luar luar negeri. Apabila Apabila Presiden Presiden telah menggunak menggunakan an wewenang sesuai dengan ketentuan konstitusi maka maka sebaga sebagaii konsek konsekuen uensin sinya ya hasilny hasilnyaa pun harus diterima sebagai sebagai konstitus konstitusional ional karena dengan demikian akan berarti juga melaksanakan melaksanakan perintah perintah konstitus konstitusi. i. Pemberian Pemberian tempat Perjanjian Internasional Internasional dalam sistem hukum nasi asional merup rupakan salah alah satu pen pencer cermi mina nan n pene penega gaka kan n kons konsti titu tusi si.. Tanpa anpa harus harus mencari mencarikan kan dasarny dasarnyaa dalam dalam Konven Konvensi si Wina mengen mengenai ai the dasar r the Law Law of Treaty eaty, dasa meng mengik ikat at Perja Perjanj njian ian Inter Interna nasi sion onal al terd terdap apat at dalam dalam kons konstit titus usii yang yang tida tidak k mensy mensyara aratk tkan an Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall diwa diwada dahi hi dala dalam m bentuk Undang-Undang. Kalau toh Indonesia belum belum pernah pernah melaku melakukan kan aksept akseptasi asi terhada terhadap p tidak k bera berart rtii bahw bahwaa the Law of Treaty tida Indonesia tidak mempunyai dasar hukum untuk memberlakukan Perjanjian Internasional dalam hukum hukum nasion nasionalny alnya. a. Bagi Bagi Negara Negara yang yang tidak tidak pernah melakukan akseptasi terhadap the Law tetapi pi nyat nyatan any ya terl terlib ibat at dala dalam m of Treaty eaty teta pembu pembuatan atan Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall dengan dengan Negara lain dan menerima ketentuan the Law Treaty sebagai acuannya, maka the Law Treaty dapat dapat diangg dianggap ap secara secara subst substans ansii yang yang telah telah menjadi kebiasaan internasional sehingga dapat menjadi salah satu sumber Hukum Internasional.
Perjanjian Internasional Sebagai Sumber Hukum Bagi Putusan Pengadilan Haki Hakim m mend mendas asar arka kan n putu putusa sann nny ya pada pada sumb sumber er-s -sum umbe berr huku hukum m yang yang dapa dapatt beru berupa pa sumber hukum dalam pengertian materiil dan sumber hukum dalam pengertian formil. Ada kalany kalanyaa hakim hakim dihadap dihadapkan kan pada pada kenyat kenyataan aan bahwa untuk memutuskan kasus yang dihadapi tidak tersedia substansi hukum yang memadai pada pada sumber sumber hukum hukum formil formil,, yaitu yaitu peratu peraturan ran perundang-undangan yang ada. Sementara itu Haki Hakim m dilar dilaran ang g meno menolak lak memb memberi eri putu putusa san n dengan dengan alasan alasan bahwa bahwa tidak tidak terdapat terdapat hukum hukum yang mengatur, oleh karena itu Hakim harus menemu menemukan kan hukum. hukum. Penemu Penemuan an hukum hukum oleh oleh Hakim dapat dilakukan dengan menggali rasa kead keadila ilan n yang yang terda terdapa patt di masy masyara araka katt yang yang
“Kekuatan mengikat Perjanjian Internasional sebagai sumber hukum bagi Hakim untuk memutus perkara, tidak terkait dengan bentuk hukum formil Perjanjian Internasional yaitu Undang-Undang. Kekuatan mengikat tersebut disebabkan Perjanjian Internasional secara substantif telah disetujui oleh lembaga yang secara konstitusional diberi kewenangan untuk membuat Perjanjian Internasional yaitu Presiden dengan memenuhi prosedur yang ditentukan.”
salah salah satu satu diantar diantarany anyaa dengan dengan meruju merujuk k pada pada kebiasa asaanan-kebiasa asaan yang tumbuh di masyar masyaraka akatt yang yang oleh oleh masyar masyarakat akat diang dianggap gap sebagai sesuatu hal yang memang selayaknya karena dianggap sebagai adil. Kebiasaan tidak saja tumbuh di masyarakat lokal dan nasional teta tetapi pi juga juga di masy masyar arak akat at Inte Intern rnas asio iona nal. l. Perja rjanjia jian Int Intern ernasional yang bers ersifa ifat multilateral dan kemudian banyak diratifikasi oleh oleh Nega Negara ra-N -Neg egara ara di duni dunia, a, maka maka seca secara ra substantif dapat dianggap sebagai mempunyai nila nilaii kead keadil ilan an yang ang dite diteri rima ma oleh oleh bany banyak ak Negara, oleh karenanya Hakim nasional dapat meng mengam ambi bill subs substa tans nsii yang yang terd terdap apat at dalam dalam Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall ters terseb ebut ut seba sebaga gaii sumb sumber er huku hukum m bagi bagi putu putusa sann nnya ya dan dan buka bukan n karen karenaa bent bentuk uk huku hukumn mnya ya yaitu yaitu Perja Perjanj njian ian Internasion Internasional al tetapi atas pertimbanga pertimbangan n bahwa secara secara substa substanti ntiff telah telah terbent terbentuk uk kebias kebiasaan aan yang diterima oleh masyarakat bangsa-bangsa deng dengan an pemb pembuk ukti tian an bahw bahwaa tela telah h bany banyak ak Negara menerimanya dengan cara melakukan ratifikasi. Dengan demikian banyaknya Negara yang melakukan ratifikasi menjadi bukti bahwa subs substan tansi si yang yang dirat diratif ifik ikas asii telah telah diter diterim imaa sebagai sesuatu yang layak dan adil, dengan demi demiki kian an kebi kebias asaan aan inte intern rnas asio iona nall ters terseb ebut ut dapat dapat diru diruju juk k oleh oleh Huku Hukum m Nasi Nasion onal al dalam dalam rangka memb emberi ras rasa keadil adilaan melalu alui put putu usan sannya. nya. Dis Disamp amping ing sumbe umberr hukum ukum materii materiil, l, Hakim Hakim dalam dalam menjatu menjatuhka hkan n putusa putusan n juga mempunyai sumber hukum formil, yang utaman utamanya ya adalah adalah Undang Undang-Un -Undan dang. g. Sebaga Sebagaii pel pelak aksa sana na keku kekuas asaa aan n keha kehaki kima man, n, Haki Hakim m bahkan wajib untuk mendasarkan putusannya pada pada Undang Undang-Un -Undan dang. g. Kekuat Kekuatan an mengik mengikat at Perjanjian Internasional sebagai sumber hukum bag bagii Haki Hakim m untu untuk k memu memutu tuss perk perkara ara,, tidak tidak terkait dengan bentuk hukum formil Perjanjian Internasional yaitu Undang-Undang. Kekuatan meng mengik ikat at ters terseb ebut ut dise diseba babk bkan an Perj Perjan anji jian an Internasion Internasional al secara substantif substantif telah disetujui disetujui oleh lembaga yang secara konstitusional diberi
kewe kewen nanga angan n untuk ntuk memb embuat Perj Perjan anji jian an Internasional yaitu Presiden dengan memenuhi prosedur yang ditentukan. Dalam ilmu hukum, Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall atau Traktat raktat disebu disebutt sebagai sumber hukum lain yang terpisah dari Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng.. Prakt raktik ik di Indo Indone nesi siaa semen ementa tara ra ini ini yang ang mewa mewad dahi ahi rati ratifi fika kasi si Perjanjian Internasional dalam bentuk UndangUndang Undang menges mengesank ankan an seolah seolah-ola -olah h kekuat kekuatan an meng mengik ikat at Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al seba sebagai gai sumber hukum didasarkan atas bentuk formil Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng pad pada hal buka bukan. n. Stat Statu us Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal yang yang dibuat dibuat sesuai sesuai dengan ketent entuan konstit titusila ilah yang ang menjadikan menjadikan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al tersebut tersebut menjad menjadii sumber sumber hukum. hukum. Prakti Praktik k di Amerik Amerikaa menunjukkan secara jelas perbedaan tersebut. Law atau Statute yang dibuat oleh Congress meru merupa paka kan n sumb sumber er huku hukum m bagi bagi Hakim akim,, seda sedang ngka kan n Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall tida tidak k dituan dituangka gkan n dalam dalam bentuk bentuk Law atau Statute yang yang dibuat dibuat oleh Congress, tetapi tetapi Perjan Perjanjian jian Inte Interna rnasi sion onal al dibu dibuat at oleh oleh Pres Presid iden en deng dengan an persetujuan Senat, namun demikian Konstitusi Amer Amerik ikaa meny enyatak atakan an bahwa ahwa Perja erjanj njia ian n Internasion Internasional al sebagai sebagai the law law of the the land . Mesk Meskip ipun un Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al karen karenaa sifatnya dan bukan karena bentuk hukumnya dapa dapatt menj menjad adii sumb sumber er huku hukum m bagi bagi hakim hakim,, namu namun n untu ntuk dite ditera rap pkan kan dalam alam putu putussan harusl haruslah ah diliha dilihatt sifat sifat masing masing-ma -masin sing g norma norma yang terdapat dalam Perjanjian Internationa International. l. San Sangatl gatlah ah mung mungki kin n bahw bahwaa norm normaa yang ang ditimb ditimbulk ulkan an oleh oleh pasal-p pasal-pasa asall dari dari Perjan Perjanjian jian Internasional mempunyai daya ikat atau daya berlaku yang berbeda. Sebagai sebuah contoh dapat dipetik disini pasal atau Article 111 dari Convention on Recognition and Enforcement of For Foreign eign Arbr Arbrit itra rall Awar ward 1958 1958 yang berbunyi: “Eac “Each h cont contra ract ctin ing g stat statee shal shall l recog ecogni nize ze arbi arbitr tral al awar award d as bind bindin ing g and and enforce them in accordance with the rule of procedure territory where the award is relied upon upon under under the condit condition ion laid down down in the Apabil ilaa Konve onven nsi ini ini followi following ng article” article”. Apab diratifikasi oleh Indonesia dan oleh karenanya mempunyai kekuatan mengikat maka seharu seharusny snyaa Hakim Hakim menerap menerapkan kan langsu langsung ng isi Pasal Pasal ini “Pengetahuan Hakim tentang Perjanjian Internasional diperlukan manakala jik jikaa ada ada Hakim dihadapkan dengan kasus hukum yang ada kaitannya dengan Perjanjian Internasional.”
permintaan pelaksanaan putusan arbitrase asing asalkan dilaksanakan “under the condition laid down down in the the follo followin wing g artic article” le” sebagaimana
disyaratkan Article 111 tersebut. Hal demikian tentunya akan berbeda dengan pelaksanaan dari yang terdapat terdapat dalam dalam United Article yang United Nations Nations Conventi Convention on Against Against Corrupti Corruption, on, 2003 yang telah telah disahk disahkan an dalam dalam Undang Undang-Un -Undan dang g No. 7 Tahun 2006. 2006. Article Konvensi si ini yang yang Article 20 Konven berjudul Illi Illicit cit Enrich Enrichmen ment t menyatakan “Subject to its constitution and the funda fundamen mental tal princ princip iples les of its its legal legal syste system, m, each State Party shall consider adopting such legi legisl slat ativ ivee and and othe otherr me meas asur ures es as may may be necessar necessaryy to establis establish h as a criminal criminal offence offence when committed intentionally, illicit enrichment, that is, a significant increase in the the asse assets ts of publ public ic offi offici cial al that that he or she she cannot reasonably explain in relation to his or Pasall ini ini tida tidak k dapa dapatt her her lawfu lawfull income income.” .” Pasa diter diterap apka kan n oleh oleh Hakim Hakim karen karenaa jelas jelas bahw bahwaa ketent ketentuan uan ini mewajib mewajibkan kan Pemerin Pemerintah tah untuk untuk mengambil langkah legislatif lebih dahulu guna menetap menetapkan kan perbua perbuatan tan illici illicitt enric enrichme hment nt sebagai perbu rbuatan atan pida idana yaitu itu suatu atu penin peningka gkatan tan kekay kekayaan aan pejabat pejabat publik publik yang yang sangat mencolok yang tidak dapat diterangkan secara masuk akal kalau dihubungkan dengan gaji
Dr. Harjono, sh., m.cl. • S1, Sarjana Hukum (S.H.) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 1977; • S2, Master of Comparative Law (M.C.L.) School of Law, Southern Methodist University, Dallas-USA, 1981; S3, Doktor Ilmu Hukum (Dr.) Program • Pascasarjana Pascas arjana Universitas Airlangga, 1994.
resm resmin iny ya. Peng Penget etah ahua uan n Haki Hakim m ten tentan tang Perjanjian Perjanjian Internasiona Internasionall diperlukan diperlukan manakala manakala Hakim dihadapkan dengan kasus hukum yang ada kaitannya dengan Perjanjian Internasional.
Kesimpulan Berda rdasarkan kaji ajian konstitus tusi tentang ang kedudu kedudukan kan Hukum Hukum Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall dapat disimpulkan hal-ha1 sebagai berikut: Sebagai Sebagai sebuah sebuah pernya pernyataan taan kehend kehendak ak yang yang ditu dituju juka kan n ke luar luar,, Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al seha seharu rusn snya ya berw berwad adah ah huku hukum m Kepu Keputu tusa san n Presiden karena Presiden adalah wakil Negara dalam berhubungan dengan Negara lain. a. Adan Adany ya klau klausu sula la pers perset etuj ujua uan n DPR DPR dala dalam m Pasal 11 UUD 1945 tidak berarti bahwa ben bentu tuk k hukum kum rati ratifi fik kasi asi Per Perjan janjian jian Internasional adalah Undang-Undang, oleh karena itu diperlukan pengaturan tersendiri yang berbeda dengan persetujuan bersama dalam pembuatan Undang-Undang.
b. Pasal Pasal 11 11 ayat ayat (2) UUD UUD 1945 1945 mensy mensyara aratka tkan n adanya persetujuan DPR untuk Perjanjian Internasional lain, karena UUD meng mengan angg ggap ap pent pentin ing g keter keterli liba batan tan DPR DPR untuk memutuskan hal-ha1 yang berakibat pada beban negara atau yang mengakibatkan perlunya pembentukan dan perub rubahan Undang-Undang, bukan didasark arkan atas tas pembedaan antara Perjanjian Internasional publik dan privat. c. Perja rjanjia jian Intern ternas asiional memp empunyai keku kekuata atan n huku hukum m meng mengik ikat at dan dan menj menjadi adi sumb sumber er huku hukum m dalam dalam Huku Hukum m Nasi Nasion onal al karena telah dibuat sesuai dengan ketentuan konst konstitu itusi si bukan bukan karena karena diwada diwadahi hi dalam dalam
bent entuk Undang-Undang ang, sehing ingga Perjanjian Internasional merupakan sumber huku hukum m di luar luar sumb sumber er huku hukum m Unda Undang ng-Undang. d. Karena telah dibuat sesuai dengan ketentuan ketentuan konstitusi konstitusi maka substansi substansi yang terda terdapa patt Perj Perjan anjia jian n Inter Internas nasio iona nall yang yang menim enimbu bulk lkan an hak dan bers ersifat ifat self executing juga merupakan sumber hukum bagi putusan pengadilan. e. Penges Pengesahan ahan Perj Perjanj anjian ian Inter Internas nasion ional al dalam dalam ben bentu tuk k atau atau wada wadah h Undan ndangg-U Undan ndang g meni menimb mbul ulka kan n bany banyak ak kele kelema maha han n oleh oleh karenanya perlu segera dibuat aturan yang baru.
PROF. DR. IBRAHIM R. SH., MH.
STATUS HUKUM INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DI DALAM HUKUM NASIONAL (Permasalahan teoritik dan praktek)
Latar Belakang dan Permasalahan
Jika dilihat dari Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh Focus Group Discussion kajian an yang yang haru haruss dilak dilakuk ukan an pada pada (FGD), kaji tataran teori dan praktek, maka level makalah ini, ini, sepe sepert rtii deraj derajat at sebu sebuah ah dise disert rtas asi, i, suatu suatu beban dan tanggungjawab yang tidak ringan, tapi menarik, dan mudah-mudah bisa dicapai, sehi sehing ngga ga hasi hasill dari dari FGD FGD dapa dapatt dija dijadi dika kan n pijakan pijakan operasional operasional dalam memperjuan memperjuangkan gkan harkat dan martabat Bangsa di era globalisasi saat ini. Namun, sejarah menunjukkan bahwa segala hal yang dilakukan dilakukan Bangsa Bangsa Indonesia Indonesia sangat sangat tergantung tergantung pada selera para penguasa penguasa (orde lama, orde baru, orde reformasi), karena UUD UUD 1945 1945 atau atau UUD UUD NRI NRI 1945 1945 tida tidak k di desain berdasarkan berdasarkan kerangka kerangka ketatanegaraan ketatanegaraan yang yang terstr terstrukt uktur ur.. Prakte Praktek k penerap penerapan an hukum, hukum, diawali dengan identifikasi aturan hukum dan
saat yang sama akan kemungkinan, yaitu:
dijumpai
empat
1. Kese Kesenj njan anga gan n anta antara ra das sollen dan das sein (benturan antara teori dan praktenya); 2. Leemten in het recht (kekosongan hukum); 3. Vege normen (norma kabur); dan 4. Antinomi (konflik norma). Pers Persoa oala lan n dasa dasarr yang yang diha dihada dapi pi Nega Negara ra lndone lndonesia sia dari dari dulu dulu sampai sampai sekaran sekarang g adalah adalah pada fundamen ( gra ). grand nd unif unifie ied d theo theory ry). Persoa Persoalan lan dan pertany pertanyaan aan yang yang dimunc dimunculk ulkan an oleh oleh TOR TOR untu untuk k dapa dapatt dibe diberi rika kan n jawab jawaban an,, teoritik maupun praktek, sebagai berikut: Siste istem m Huku Hukum m Nasio asion nal belu belum m tega tegass meng mengat atur ur meng mengen enai ai hubu hubung ngan an Huku Hukum m Nasional dengan Hukum Internasional? Baga Bagaim iman anak akah ah meng mengim impl plem emen enta tasi sika kan n − Huku Hukum m Inter Interna nasi sion onal al ke dalam dalam Huku Hukum m Nasional? Lokakarya Evaluasi Undang-Undang No. 24 Belu − Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, m 18 – 19 Oktober 2008, Surabaya. −
−
−
−
−
−
berkembangnya doktrin dan praktek tentang Perja Perjanj njia ian n Inter Interna nasi sion onal al dalam dalam Huku Hukum m Nasional? Bagaimana Bagaimana suatu Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dapat diterapkan pada suatu persoalan yang dihadapi? Apak pakah hukum ukum nasio asion nal lebi lebih h tin tinggi ggi derajatnya dari pada Hukum Internasional atau sebaliknya lndonesia menganut aliran moni monism smee atau atau duali dualism smee atau atau campu campura ran n dalam hubungan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional? Posisi Hukum Internasional dalam Hukum Tata Negara Indonesia? Pengaturan Hukum Tata Negara Indonesia tentang status Hukum Internasional? Pengaturan UUD NRI 1945 tentang status Hukum Internasional?
Landasan Teoritik Teori dan praktek merupakan dua hal yang berpasangan, kalaupun tidak jarang keduanya bertentangan, tetapi teori tanpa praktek tidaklah lengk lengkap ap dan dan prak praktek tek tanp tanpaa teori teori tidak tidak akan akan perna pernah h mapan. mapan. Untuk Untuk mengka mengkaji ji pengat pengaturan uran,, posis posisi, i, dan kedudu kedudukan kan Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall dalam dalam Huku Hukum m Nasi Nasion onal al dapa dapatt diti ditinj njau au dari dari berbagai segi sebagai implementasi dari:
a. kon konsep sep Nega Negara ra huku hukum m yang yang dipe dipeng ngar aruh uh aliran hukum yang melekat padanya; b. sistem tem peme emerin rintah tahan dan pembagian kekuasa asaan Negara ara yang ang dianu anut dan mene menent ntuk ukan an kedu kedudu duka kan n dan dan hubu hubung ngan an kerja antara lembaga Negara; c. Negar egaraa yang ang berd berdau aula latt sebag ebagai ai Suby ubyek Huku Hukum m Inter Interna nasi sion onal al yang yang melah melahir irka kan n hubungan Hukum Nasional dengan Hukum Inter Interna nasi sion onal al (Neg (Negara ara seba sebaga gaii Suby Subyek ek Hukum kum Inte Intern rnas asio ion nal diwak iwakil ilii oleh oleh eksekutif); d. apakah “Negara hukum menurut Soepomo hirarki (salah satu the founding fathers Indonesia) memberi arti rechtstaat Indonesia) sebagai Negara berdasarkan atas hukum, sebenarnya yang diinginkan oleh Soepomo adalah mensintesakan unsur rechtstaat dengan rule of law, law, tetapi belum sempat diselesaikan dan bagaimana bentuk refleksinya belum jelas.”
peru perund ndan angg-un unda dang ngan an nasi nasion onal al seira seirama ma dengan hirarki Hukum Internasional. e. dalam dalam prakt praktek ek hubun hubunga gan n huku hukum m nasion nasional al dengan dengan hukum hukum intern internasi asiona onall dikenal dikenal dua aliran, yaitu monisme dan dualisme.
Teori kewenangan Negara Berdasarkan atas Hukum Negara hukum menurut Soepomo (salah satu the founding fathers Indonesia ) memberi arti sebagaii Negara Negara berdas berdasarka arkan n atas atas rechtstaat sebaga huku hukum, m, sebe sebena narny rnyaa yang yang diin diingi gink nkan an oleh oleh Soep Soepo omo adal adalah ah men mensint sintes esak akan an unsur tetapii belum belum rechtstaat dengan rule rule of law law , tetap sempat sempat diseles diselesaik aikan an dan bagaim bagaimana ana bentuk bentuk refl efleks eksiny inya belum jelas elas.. Empat unsur rechtstaat dari Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl, yaitu jaminan perlindungan HAM, pem pemis isah ahan an keku kekuas asaa aan n berd berdas asar arka kan n tria triass politika, tindakan Pemerintah berdasarkan atas Undang-Und Undang-Undang, ang, dan Peradilan Peradilan Administras Administrasii Neg Negar ara. a. Ke-e Ke-emp mpat at unsu unsurr ters terseb ebut ut belu belum m lengkap untuk dikonstruksikan dalam konsep Neg Negar araa huku hukum m Indo Indone nesia sia,, oleh oleh seba sebab b itu, itu, masih diperlukan dua unsur dari rule of law A.V. A.V. Dicey. Dicey. Unsur Unsur yang belum tercermin tercermin dari r echtstaat echtstaat yaitu supremacy of law dan equality before the law .
Untuk Untuk mensin mensintes tesakan akan keduany keduanyaa dengan dengan jiwa jiwa bangs bangsaa yang yang disebu disebutt dengan dengan Pancas Pancasila, ila, namun harus rus disada adari bahw ahwa karak rakter rechtstaat ber-umbrella dan refleksi dari civil law system dan rule of law ber-umbrella dan refleksi refleksi dari common law system . Kemudian
the founding fathers , memilih sistem pemer pemerinta intahan han Presid Presidens ensial ial yang yang merupak merupakan an refleksi dari rule of law , pembagian kekuasaan memilih percampuran yang merupakan model dari dari pemb embagia agian n keku ekuasaa asaan n pada ada siste istem m pem pemer erin intah tahan an Parl Parleme ement nter er dalam dalam bayan bayangg bay bayan ang g logi logika ka tria triass poli politi tika ka. Namun, per percam campu pura ran n keku kekuas asaan aan yang yang dipi dipilih lih tida tidak k menggu menggunak nakan an bayang bayang-bay -bayang ang logika logika trias tetapi melahir melahirkan kan Lembag Lembaga-le a-lemba mbaga ga politika, tetapi Negara, yaitu Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara dan boleh dikatakan tanpa bentuk. Kini, setelah amandemen UUD 1945 1945 makin makin tidak tidak menentu menentu,, yaitu yaitu melahir melahirkan kan (lembagaa negara negara utama) utama),, main state’ state’ss organ organ (lembag auxiliary state organ (lembaga negara bantu), dan komisi Negara. Lembaga legislasi nasional berdasarkan UUD NRI 1945 adalah DPR dan Presiden, karena Presiden sebagai bagian dari lembaga legislasi, maka setiap melakukan dan melak melaksa sana naka kan n Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall haru haruss dengan dengan perset persetuju ujuan an DPR, DPR, perhat perhatika ikan n macam macam dan jenis Hukum Internasional.
Sistem Pemerintahan dan Pembagian Kekuasaan Pemegang Pemegang Hak Paten sistem pemerintahan pemerintahan yang yang menjad menjadii piliha pilihan n saat saat ini adalah adalah Inggri Inggriss deng dengan an sist sistem em peme pemeri rint ntah ahan an Parl Parlem emen ente ter r sebagai mother of parliament , Amerika Serikat Serikat deng dengan an sist sistem em peme pemeri rint ntah ahan an Pres Presid iden ensi sial al sebagai mother of presidentialism , dan Perancis dengan sistem pemerintahan Semi-Presidensial sebagai moth mother er of semi semi-p -prresid esiden enti tial alis ism m. Negara-negar Negara-negaraa lain sebagai sebagai pemegang pemegang lisensi lisensi den dengan gan varia ariann-va vari rian an yang ang dis disesu esuaik aikan per perke kemb mban anga gan n seja sejara rah h keta ketata tane nega gara raan any ya, pilihan terbanyak adalah sistem pemerintahan parlementer. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem Sistem pemerin pemerintah tahan an Inggri Inggriss di mana mana kepala kepala Neg Negar araa adal adalah ah Raja/ Raja/Ra Ratu tu,, Ekse Ekseku kutif tif adala adalah h Perd Perdan anaa Ment Menter erii yang yang bera berasa sall dari dari angg anggot otaa Badan Perwakilan yang menang dalam Pemilu (Ketua Partai), maka yang disebut disebut Parlemen di Inggris adalah Raja/Ratu, Perdana Menteri, dan Badan Perwakilan Perwakilan ( House House of Lords dan House of Commons). Parlemen terdiri dari: raja, wakil bangsawan, dan wakil rakyat. Kerajaan lnggris melaksanakan konsep kekuasaan yang sifatnya moni monisstik, tik, arti artiny nyaa raja raja,, wak wakil golon olonga gan n bangsawan, dan wakil rakyat berada dalam satu wada wadah h yang ang dise disebu butt Parl Parlem emen en.. Parl Parlem emen en meru merupa paka kan n hak hak untu untuk k memb membua uatt atau atau tidak tidak membua membuatt suatu suatu aturan aturan hukum hukum apapun apapun,, tidak tidak
seorangpun atau suatu badan yang diakui oleh huku hukum m memp mempun uny yai hak hak men menguba gubah h atau atau meniadakan hukum yang dibuat oleh Parlemen (dikenal dengan Supremasi Parlemen). Inggris menjala menjalanka nkan n pemerin pemerintaha tahan n yang yang demokr demokratis atis dan sangat sangat mengho menghorma rmati ti kebias kebiasaan aan.. Sistem Sistem Parlemen ditandai oleh hubungan kerja sama yang erat antara Raja, wakil, bangsawan, dan wakil rakyat dalam Parlemen. Sifat monistik diperlihatka diperlihatkan n dengan dengan meletakkan meletakkan kedudukan kedudukan Raja dalam Parlemen sebagai ciri khas sistem pemerintahan parlementer Inggris, dibandingkan dengan pemerintahan parlementer Negara lain. Secara individual dan kolektif kolektif menteri menteri bertanggun bertanggungjawab gjawab terhadap terhadap Parlemen, sistem pertanggungjawaban kabinet yang merupakan konsekuensi dari pelaksanaan demokrasi di Inggris. Pemerintah terdiri dari tiga unsur: 1. Perd Perdan anaa Ment Menteri eri,, buka bukan n seba sebaga gaii angg anggot otaa kabinet, tetapi sebagai pemimpin cabinet; 2. Kabin abinet et,, yang ang bera berang nggo gota taka kan n mante anteri ri-menteri yang di-angkat oleh monarch atas usul; 3. Perd Perdan anaa Ment Menter eri; i; 4. Ada menteri yang berfungsi sebagai pejabat administrasi dan tidak duduk dalam kabinet; Kabi Kabine nett seca secara ra forma formall dite ditetap tapka kan n oleh oleh keangg ggot otaan aanny nyaa dite ditent ntuk ukan an oleh oleh monarch, kean hasil pemilihan umum sebagai sifat parlemennya. Hous tidak banyak banyak Housee of Lords Lords tidak pengaruhn pengaruhnya ya terhadap terhadap pembentuka pembentukan n kabinet. kabinet. Pertanggungjawaban eksekutif arahnya kepada Parlemen, tetapi evaluasi hanya dilakukan oleh Sistem em pemeri pemerint ntah ahan an H Hou ouse se of Comm Common onss. Sist parlem parlement enter er Inggri Inggris, s, berjala berjalan n melalui melalui proses proses pen pengu gura rang ngan an keku kekuas asaa aan n abso absolu lutt raja raja dan dan dibe diberi rika kan n kepa kepada da perw perwak akil ilan an bang bangsa sawa wan, n, pro prose sess ini, ini, akhi akhirn rny ya mele melemb mbag agaa menj menjad adii Majelis Majelis.. Pertum Pertumbuh buhan an sejarah sejarah pemben pembentuk tukan an Majelis Majelis dan sifat sifat monist monistik ik yang yang melahir melahirkan kan ajaran ajaran suprem supremasi asi parlemen parlemen dan berpen berpengar garuh uh terha terhada dap p sist sistem em peme pemeri rint ntah ahan an demok demokras rasii moderen. Unsur pokok dalam sistem pemer pemerint intaha ahan n Inggri Inggriss adalah adalah keseim keseimban bangan gan,, kabi kabine nett dan dan parle parleme men n mempu mempuny nyai ai hakhak-ha hak k yang yang setin setingk gkat at dan dan mampu mampu sali saling ng kont kontrol rol,, terlihat terlihat pada mekanisme perimbangan perimbangan antara tanggung jawab politik para Menteri pada satu pihak dan hak pembubaran dewan di lain pihak yang yang meru merupa paka kan n pers persama amaan an dera derajat jat anta antara ra eksekutif dengan legislatif. Untuk persamaan dalam ha1 waktu ada arbitrasi, seperti kalau kabi kabine nett mino minori rita tass atau atau tera teranc ncam am menj menjad adii minorit minoritas, as, ia tidak tidak dibuba dibubarka rkan n sekony sekonyon ongg-
konyo konyong ng secar secaraa ex abru elaink nkan an abrupt pto o, melai dinyatakan dinyatakan pembubaran pembubaran dewan, dewan, sehingga sehingga apa yang yang menjad menjadii persoa persoalan lan dalam dalam dewan dewan dapat dapat diajukan kepada pemilih. Kalau dalam pemilihan memberikan suara terbanyak kepada dewa dewan, n, maka maka para para Ment Menter erii meng mengik ikut utii dan dan tunduk kepada penetapan rakyat dan mengun mengundur durkan kan diri. diri. Kalau Kalau sebalik sebalikny nya, a, hasil hasil pem pemil ilih ihan an memb memben enar arka kan n tind tindak akan an kabi kabine net, t, adala adalah h gilir giliran an dewa dewan n untu untuk k tund tunduk uk kepa kepada da kedaulatan rakyat. Parlemen Inggris terdiri dari: Majelis Tinggi ( House of Lords) adalah wakil ban bangs gsaw awan an dan dan Maje Majeli liss Rend Rendah ah ( House House of adalah ah wakil akil raky rakyat at,, dan dan Raja aja Commons) adal (Ratu) (Ratu).. Artiny Artinya: a: RajalRa RajalRatu, tu, House House of Lord Lordss, House of Commons, berada dalam satu wadah dise disebu butt Parl Parlem emen en.. Dala Dalam m sist sistem em Ingg Inggri riss memb memberi erikan kan keku kekuas asaan aan yang yang sang sangat at besa besar r kepada House of Commons untuk membentuk Undang-Undang ( Act of Parliament ). ). Raja/Ratu yang merupakan bagian dari Parlemen hanya memiliki fungsi formal, artinya setiap UndangUndang wajib diajukan kepada Raja/Ratu untuk ditan ditanda datan tanga gani ni.. Kedu Kedudu duka kan n parl parleme emen n yang yang sang sangat at kuat, kuat, karen karenaa diis diisii oleh oleh oran orang-o g-oran rang g partai partai pemenan pemenang g pemilih pemilihan an umum. umum. Perdan Perdanaa Ment Menteri eri beras berasal al dari dari kalan kalanga gan n mere mereka ka dan dan meme memeri rint ntah ah selam elamaa keper eperca cay yaan aan masi masih h diberikan kepadanya. Namun, oposisi dibiarkan tumb tumbuh uh deng dengan an subu suburr, sehi sehing ngga ga demo demokr kras asii dapat dapat berkem berkemban bang. g. Kedaul Kedaulatan atan ada ditang ditangan an rakyat dan sistem ketatanegaaran Inggris sering disebut Parliamentary Sovereignty dan secara historis historis kekuasaan kekuasaan tersebut tersebut berkembang berkembang sejak Glorius Glorius Revoluti Revolution on 1688. Kewenangan utama parlemen adalah memiliki hak monopoli dalam membuat dan menyusun peraturan perundangunda undan ngan gan dan pend pendel eleg egas asia ian n wewen ewenan ang g legislatif hanya boleh dilakukan oleh parlemen. Peraturan perundang-undangan dibedakan atas tiga tiga bent bentuk uk:: (1). (1). Act Act of Parl Parlia iame ment nt.. (2). . (3). Autonomic Deleg Delegate ated d Legisl Legislati ation on Legislation . Peranan utama anggota Parlemen, berikut: a. Menilai Menilai secar secaraa kontiny kontinyu u rekan rekan sepa separtai rtai yang yang mend mendud uduk ukii jabata jabatan-j n-jab abat atan an mente menteri ri dan dan rekan-re -rekan mereka eka yang ang mungkin. Seor Seoran ang g Ment Menter erii mung mungkin kin memp mempero erole leh h mosi mosi kepe keperc rcay ayaa aan n seca secara ra resm resmi, i, teta tetapi pi sebenarnya kehilangan posisi diantara para rekannya di parlemen, apabila pendapatnya dilumpuhkan dalam perdebatan dan hanya memp mempun uny yai peng penget etah ahua uan n yang ang sang sangat at sedikit tentang hal yang ditangani. b. b. Unda Undang ng-U -Und ndan ang g yang yang dila dilahi hirk rkan an dise disebu butt , teta tetapi pi Ranc Rancan anga gan n Act Actss of Parl Parlia iame ment nt
Unda Undang ng-U -Und ndan ang g disi disiap apka kan n oleh oleh ahli ahli huku hukum m di Whitehall yang yang berker berkerja ja atas intruksi para pegawai Pemerintah berdasarkan kebijakan Menteri. c. Mengaw Mengawasi asi pelak pelaksan sanaan aan Unda Undangng-Und Undang ang,, seorang anggota parlemen dapat meng mengaj ajuk ukan an seca secara ra lang langsu sung ng kepa kepada da Menteri terhadap suatu keputusan. Apabila hasil jawaban tidak puas, dapat diajukan dalam sidang House of Commons . d. Parl Parlem emen en dapa dapatt meny menyam ampa paik ikan an gaga gagasa san n politik, karena partai mempunyai komitekomi komite te ahli ahli dan dan meng mengaw awas asii kegi kegiat atan an Departemen Pemerintahan. e. Ekse Ekseku kuti tiff dapa dapatt meng menggu guna naka kan n publ publis isit itas as Parlemen Parlemen untuk untuk mendapatkan mendapatkan persetujuan persetujuan tentang tentang kebijakan-ke kebijakan-kebijaka bijakan n pemerintah, pemerintah, tetapi oposisi justru sebaliknya. Sistem Pemerintahan Presidensial Amer Amerik ikaa Seri Serika katt memb membag agii peme pemeri rint ntah ahan an menjad menjadii tiga cabang, cabang, yaitu yaitu legisl legislati atiff (Senate dan House ) , ekse ekseku kuti tif f House of Repr Represent esentati atives ves), (Presi (Presiden den sebaga sebagaii kepala kepala Negara Negara dan kepala kepala Peme Pemeri rinta ntaha han) n),, dan dan Yudis udisial ial (Mah (Mahka kama mah h Agung), pembagaian kekuasaan ini berdasarkan atas prinsip pemisahan kekuasaan dari Trias Montes esqu quie ieu, u, yang yang rias Poli Politi tika ka Mont kemudi kemudian an dileng dilengkap kapii dengan dengan checks and aitu keti ketig ga kek kekuasa uasaan an balanc balances es syste system m , yaitu tersebu tersebutt dapat dapat saling saling kontro kontroll secara secara terbata terbatass oleh kekuasaan yang sama secara terbatas. The United States of America diprok roklamasikan tah tahun 1776 dan naskah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat yang disu disusu sun n Thom Thomas as Jeff Jeffer erso son n (174 (17433-18 1826 26)) dan dan dis disahk ahkan oleh leh Kong Kongre ress Konti ontin nenta entall di Philad Philadelph elphia ia pada pada tangga tanggall 4 Juli Juli 1776, 1776, yang yang dita ditand ndata atang ngan anii oleh oleh 56 angg anggot otaa Kong Kongres res.. Amerika Serikat mempunyai konstitusi setelah tiga tiga belas belas tahun tahun merdek merdeka, a, yaitu yaitu tahun tahun 1789. 1789. Setelah konstitusi disahkan dilanjutkan dengan pem pemil ilih ihan an Pres residen iden,, Geor eorge Wash ashing ington ton (1789-1797) terpilih sebagai Presiden pertama seca secara ra akla aklama masi si,, sepe sepert rtii juga juga pemi pemili liha han n Presid Presiden en Indone Indonesia sia pertama pertama Soekar Soekarno no (1901(19011970), yang dipilih tanggal 18 Agustus 1945 sete setela lah h UUD UUD 1945 1945 di sahk sahkan an oleh oleh PPKI PPKI.. Presiden Amerika Serikat yang pertama, telah mewariskan suatu tradisi dua kali masa jabatan Presid Presiden en dengan dengan cara menola menolak k dipilih dipilih untuk untuk ketiga kalinya. Jika ia mau tidak ada yang akan menghalangin menghalanginya ya dan dapat dipastikan bahwa akan ter terpilih lih secara ara aklamasi, karen rena merupakan mantan panglima perang kemerdekaan dan salah seorang the founding fathers yang sangat disegani dan berpengaruh.
“Indonesia menurut Mochtar Amerika Amerika Serikat Serikat,, pada pada saat saat diprok diproklam lamasi asikan kan Kusumaatmadja menganut aliran terd terdir irii dari dari tiga tiga bela belass Nega Negara ra Bagi Bagian an dan dan monisme dengan primat Hukum sekaran sekarang g lima lima puluh puluh Negara Negara Bagian Bagian.. Perang Perang Internasional. Untuk saat ini, Indonesia kemerd kemerdeka ekaan an yang yang terjadi terjadi pada pada musim musim semi semi dan Negara-Negara sedang berkembang tahun 1775 di Concord , Lexington , dan Bunder seharusnya menganut dualisme, dan kalaupun memilih monisme harus primat Hill menimbulkan pro dan kontra dikalangan Hukum Nasional.” tok tokoh dan dan masy masyar arak akat at,, apak apakah ah rev revolu olusi merupakan satu-satunya jalan untuk merdeka, yaitu: yaitu: yang yang menduk mendukung ung jalan jalan perang perang adalah adalah Agung Agung tidak tidak diangk diangkat at seumur seumur hidup, hidup, tetapi tetapi Samuel Adams dan John Hancock, tetapi yang diangkat sepanjang Hakim tersebut memi memilih lih cara cara dama damaii deng dengan an Ingg Inggris ris adala adalah h mela melaks ksan anak akan an tuga tugass deng dengan an baik baik dala dalam m George George Washington ashington (1732-1799 (1732-1799)) dan Thomas Thomas rent entang angan waktu seum eumur hidup, dapat apat Jefferson (1743-1826). diberhentikan apabila melakukan pelanggaran, Arsitek Arsitek konstit konstitusi usi Amerik Amerikaa Serikat Serikat boleh boleh keja kejaha hata tan, n, dan dan pemb pember erhe hent ntia iann nny ya haru haruss dikata atakan dilak lakukan oleh ahl ahli hukum, didukung dua pertiga anggota Senat. pemerintahan, dan politik, yaitu 33 ahli hukum dari dari 55 peserta peserta konven konvensi, si, kalau kalau diperha diperhatik tikan an Teori Hubungan Hukum Nasional dan secar ecaraa sek seksama sama bahwa ahwa Amer Amerik ikaa Seri Serika katt Hukum lnternasional meng mengan anut ut bent bentuk uk Nega Negara ra fede federa ral, l, bent bentuk uk pemerintahan republik, dan sistem Meng Mengen enai ai hubu hubung ngan an anta antara ra pera perang ngka katt pemerintahan presidensial. Prinsip dasar dalam Hukum Nasion ional (HN) dengan Hukum konstitusi Amerika ika Serik rikat, at, membagi agi Internasional (HI), yaitu: pem pemer erin intah tahan an menj menjad adii tiga tiga caban cabang, g, yaitu yaitu:: leg legisla islati tif, f, eks ekseku ekutif, tif, dan yudis udisia ial: l: Juga uga a. Monisme menempatkan HN dan HI menetap menetapkan kan bagaim bagaimana ana jabatan jabatan kenega kenegaraan raan sebaga sebagaii bagian bagian dari dari satu satu kesatu kesatuan an sistem sistem harus dipilih, batas kekuasaan Federal dengan hukum hukum pada pada umumny umumnya, a, keduan keduanya ya saling saling Negara Bagian, memberikan hukum substantif berhubungan. Tokoh aliran ini adalah Hans dasa dasarr terb terbat atas as yang ang berh berhub ubun unga gan n deng dengan an Kelsen dan Georges Scelle, yang masa masala lahh-ma masa sala lah h kont kontro rove vers rsia ial, l, sepe sepert rti: i: memunculkan dua paham: perbudakan, perbudakan, kebebasan sipil, sipil, hutang hutang Negara, Negara, HN lebih tinggi dari HI (primat HN); − perpajakan, perd erdagang angan, Perjanjian HI lebih tinggi dari HN (primat HI). − Interna Internasio sional nal,, dan gelar gelar bangsa bangsawan wan.. Sistem Sistem Nega Negara ra peng pengan anut ut moni monism sme: e: Peran Perancis cis,, pemerintahan Amerika Serikat merupakan yang Jerman, dan Belanda. paling rumit di dunia dengan prinsip Government by the People , artinya kedaulatan b. Dualisme menempatkan HN dan HI ada di tangan tangan rakyat rakyat dan dinyat dinyataka akan n melalu melaluii seba sebaga gaii sist sistem em huku hukum m yang ang terp terpis isah ah,, pemilihan umum, Presiden dan Wakil Presiden masing masing-ma -masin sing g berdir berdirii sendir sendirii dan tidak tidak dipilih dipilih untuk masa masa jabatan jabatan empat tahun tahun dan ada hubung hubungan an satu satu dengan dengan yang yang lainny lainnya, a, sesuai dengan tradisi hanya untuk dua periode tokoh ali aliran ini adala alah Triep iepel dan masa masa jabatan jabatan.. Ketika Ketika tradisi tradisi yang yang dicipt diciptakan akan Anzil Anzilot otti. ti. Nega Negara ra peng pengan anut ut duali dualism sme: e: Presiden Presiden pertama pertama George George Washington ashington (1789(1789Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. 1797) dilanggar oleh Presiden F. D. Roosevelt (193 (19333-19 1945 45)) yang yang terpi terpilih lih untu untuk k keem keempa patt Indonesia Indonesia menurut menurut Mochtar Mochtar Kusumaatmad Kusumaatmadja ja kalinya, maka lahirlah amandemen pembatasan meng mengan anut ut alir aliran an moni monism smee deng dengan an prim primat at masa jabatan presiden dua periode tahun 1951. Hukum Internasional. Untuk saat ini, Indonesia Tidak seorang pun harus dipilih untuk jabatan dan dan Nega Negara ra-N -Neg egar araa seda sedang ng berk berkem emba bang ng Presiden lebih dari dua kali, tidak seorang pun seharusnya menganut dualisme, dan kalaupun yang yang telah telah memegan memegang g jabatan jabatan Presid Presiden en atau mem memilih ilih mon monism isme haru arus prim primat at Hukum ukum ditugaskan sebagai Presiden, untuk lebih dari Nasional. dua tahun dari suatu masa jabatan untuk mana seseorang lain dipilih menjadi Presiden harus Hirarki Hukum lnternasional dipilih untuk jabatan Presiden lebih dari sekali. Keadilan ditegakan melalui Supreme Court J.G. Star Starke ke memb membag agii sumb sumber er mate materi riil il yang ang merd merdek ekaa dan dan beba bebass dari dari penga engaru ruh h Hukum Internasional, dalam lima bentuk: legislatif legislatif dan eksekutif, eksekutif, para hakim dan Hakim Agung dian iangkat oleh Presi esiden setela elah (1) (1) Kebi Kebias asaa aan; n; menada menadapat patkan kan perset persetuju ujuan an Senate, Hakim
(2) (2) (3) (4) (5)
Trakta raktat; t; Keputusan Keputusan pengadilan pengadilan atau badan badan arbitrase; arbitrase; Karya para ahli ahli hukum hukum;; Keputusan organisasi lembaga internasional;
Sumber Sumber Hukum Hukum Internasion Internasional al berdasarkan berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statu Statuta ta Mahk Mahkama amah h Internasional, sebagai berikut: a. International Conventions; b. International Custom; c. General Principles of Law; d. Judicial Decisions; dan e. Teachings of the Most Highfy Qualified Publicists. Sumber Hukum Internasional itu dijadikan dasar untuk membuat Perjanjian Internasional, dan bagaimana menempatkan sumber Hukum Inte Intern rnas asio ion nal dala dalam m kate kateg gori ori Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall dala dalam m kera kerang ngka ka dan dan hira hirark rkii Hukum Nasional. Kekuata Kekuatan n mengik mengikat at Hukum Hukum Interna Internasio sional nal menurut Corbett adal adalah ah seba sebaga gaii kehe kehend ndak ak Negar Negara-Ne a-Negar garaa agar agar hubung hubungan an timbal timbal balik balik yang mereka adakan karena tidak dapat dilepas dari dari sifa sifatt sosi sosial al mere mereka ka diat diatur ur sera seraga ga dan dan serasional mungkin, melalui tahapan: Pertama, Pertama, tahap atau arti pertama dari perkataan “sumbe “sumber” r” ini merupa merupakan kan yang yang paling paling abstrak abstrak dan yang paling kontroversial, diartikan sebagai ketentuan ketentuan yang prosedural prosedural (tidak pada cita-cita atau ide). Kedua, tahap kedua kita mengartikan “sumber” sebagai sebagai unsur unsur konstit konstituti utiff bagi bagi aturan aturan Hukum Hukum Interna Internasio sional nal atau kriteri kriteriaa untuk untuk menyatak menyatakan an bahwa bahwa Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall atau bukan, bukan, ini sebagai landasan Hukum Internasional sebagai suat suatu u sist sistem em dari dari perat peratur uran an-p -pera eratu turan ran yang yang memben membentuk tuknya nya,, yaitu yaitu kesepa kesepakata katan n NegaraNegara Negara menurut Corbett. Ketiga, sumber dalam arti manisfestasi manisfestasi relevan atas dasar mana ada tidaknya unsur konstitutif dap dapat dibu ibuktik ktikan an dan dala dalam m kons onsepny epnyaa Brow Brownl nlie ie seba sebaga gaii sumb sumber er mate materi rial al.. Dala Dalam m Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nal, l, suby subyek ek-s -sub uby yek itu itu send endiri merupakan pembentuk hukum (legi (legisl slat ator or)) tidak tidak selal selalu u terda terdapa patt pros prosed edur ur serupa serupa.. Akibat Akibatny nya, a, persoa persoalan lan tentan tentang g apakah apakah suatu peraturan peraturan sungguhsungguh-sung sungguh guh merupakan merupakan peraturan internasional harus dijawab atas dasar fen fenomen omenaa yang ang tida tidak k begit egitu u form formal al dan terstru terstruktu kturr, yang yang dalam dalam ha1 ini diberi diberi istila istilah h “manifestas “manifestasii unsur unsur konstitutif” konstitutif”.. Jadi, Hukum Internasional harus memenuhi dua persyaratan, yaitu derajat kepastian dan kejelasan setinggi-
tingg tingginy inya, a, perh perhati atian an yang yang cuku cukup p terha terhada dap p hubungan ant antar hukum dan hubungan kemasy kemasyarak arakatan atan.. Kesemu Kesemuaa itu harus harus diliha dilihatt dalam tiga karakteristik masyarakat inte intern rnas asio iona nall yang yang memp mempen enga garu ruhi hi Huku Hukum m Internasional, yaitu: (1) Ada sejumlah Negara yang hidup berdam berdampin pingan gan co-exist ) , yaitu aitu Nega Negara ra c( o-exist ), merdeka dan berdaulat yang tidak tunduk pada kekuasan yang lebih tinggi. (2) (2) Terja erjadi di inte intera raks ksii anta antara ra Nega Negara ra-N -Neg egar araa yang termasuk ke dalam sistem interna internasio sional nal,, terjadi terjadi melalui melalui intens intensitas itas tertentu secara historis. (3) (3) Peng Pengak akua uan n atau atau pers persep epsi si pada pada Nega Negara ra- Neg Negar araa tent tentan ang g perl perlun uny ya peng pengat atur uran an hubungan timbal balik antara mereka. Berb erbicar icaraa Huk Hukum Inte Intern rnas asio ion nal harus arus memaham memahamii 18 istilah istilah yang yang sering sering diguna digunakan kan dalam dalam Hukum Hukum Intern Internasi asiona onal, l, yaitu: yaitu: Treaty; Conv Conven enti tion on;; Agr Agreeme eement nt;; Arra Arrang ngem emen ent; t; Decla Declarat ration ion;; Charte Charter; r; Covena Covenant; nt; Statut Statute; e; Pr Protoc otocol ol;; Pact Pact;; Proc Proces esss verb verbal al;; Modu Moduss Vivendi; Act; Final Act; General Act; Accord; Compromis; Concordat . Dalam Dalam prakte praktek, k, treaty dan convention menduduki tempat paling tinggi dalam urutan Perjanjian Internasional. 1. Traktat, istilah lah ini yang ang sudah umu umum digu diguna naka kan n dala dalam m perj perjan anjia jian-p n-per erjan janjia jian n internasional, seperti: 2.1. Treaty Banning Nuclear Weapon Tests in the Atmosphere, in Outer Space and Underwater Underwater of August 5, 1963 . 2.2. Treaty eaty on Extr Extrad adit itio ion n betw betwee een n the the United States of America and Japan of March 3, 1978. 2. Konv Konven ensi si,, digu diguna naka kan n untu untuk k perj perjan anji jian an- perjanjian perjanjian internasiona internasionall yang multilateral multilateral yang mengatur masalah besar dan penting dan berlak laku seba ebagai kaid aidah hukum internasional berlaku secara khas, seperti: 2.1. Conv Conven enti tion on on the the Prev Preven enti tion on and and Punishment of the Crime of Genocide of December 9, 1948. 2.2. Convention on the Law of the Sea of December 10, 1982. 3. Dekl Deklara arasi si,, perny pernyata ataan an atau atau peng pengum umum uman an dan isinya kesepakatan yang bersifat umum dan pokok-po pokok-pokokny koknyaa saja, saja, menurut menurut J.G. Starke dibedakan 4 macam: 3.1. 3.1.De Dekl klar aras asii seba sebaga gaii suat suatu u perja perjanj njian ian dalam arti yang sejati, seperti:
4.
5.
6.
7.
Deklara larassi Paris 1856; Dekl eklara arasi Bangko Bangkok k 8 Agustu Agustuss 1967; 1967; Universal Dec Decla lara rati tion on of Huma Human n Righ Rights ts, 10 Desember 1948. 3.2.Deklarasi sebagai suatu instrumen yang tidak tidak form formal al yang yang dilam dilampi pirk rkan an pada pada suatu perjanjian (konvensi atau traktat). 3.3.Deklarasi sebagai persetujuan informal yang yang berh berhub ubun unga gan n deng dengan an masa masalah lah tidak begitu penting. 3.4.Deklarasi sebagai sebuah resolusi yang dike dikelu luar arka kan n dalam dalam suatu suatu konp konpere erens nsii dipl iplomatik tik yang beri erisi beberapa perny pernyataa ataan n tentang tentang bebera beberapa pa prinsi prinsip p yang ang haru arus dih dihorm ormati ati oleh oleh semua emua Negara, seperti: − Declaration on the Prohibition of Military, Military, Political, Political, or Economics Coer Coerci cion on in the the Conc Conclu luti tion on of Treaty (Konvensi Wina 1969 ); Declaration of Principles − Gove Govern rnin ing g the the Seab Seabed ed and and the the Ocea Oc ean n Floo Floorr, and and the the Subs Subsoi oil l there ereof, of, Beyo eyond the Limi Limitt of National Jurisdiction. Statuta, biasa asa diperg ergunakan untuk perjan perjanjia jian-p n-perja erjanji njian an intern internasi asiona onall yang yang dijadi adikan seba ebagai konstitu itusi suatu atu Organisasi Internasional, seperti Statute of Permane Permanent nt Court Court of lnfernaf lnfernafiona ionall Justice Justice; Statute of International Court of Justice . Piagam, diperg diperguna unakan kan untuk untuk Perjan Perjanjia jian n Inte Intern rnas asio iona nall yang ang dija dijadi dika kan n seba sebaga gaii konstitusi konstitusi suatu Organisas Organisasii Internasion Internasional, al, seperti Char Charte terr of the the Unif Unifed ed Nati Nation onss ; Charte Charterr of the Organ Organiza izatio tion n of Africa African n Unity; Char Charte terr of the the Orga Organi niza zati tion on of American States 1948. Kovenan, arti artiny nyaa hamp hampir ir sama sama deng dengan an Piagam, digunakan sebagai konstitusi suatu Organisasi Internasional, seperti: Covenan of the League League of Nation Nations; s; Inter Internat nation ional al Covenan on Civil and Political Rights of December 16, 1966; International International Covenan on Economic, Social, and Cultural Rights, December 16, 1966 . Perse rsetuj tujuan, diguna digunakan kan untuk untuk Perjan Perjanjian jian Internasional yang ditinjau dari segi isinya lebih tehnis administratif, seperti: − Agreement between the Government of the the Repu Republ blic ic of Indo Indone nesi sia a and and the the Governme Government nt of the Commonwe Commonwealth alth of Australia Establishing Certain Seabed Boundaries, Boundaries, May 18, 1971. − Agreement between the Government of the the Repu Republ blic ic of Indo Indone nesi sia a and and the the
Rep Repub ubli licc of Indi India a Rela Relati ting ng to the the Delimination of the Continental Shelf Boundary between the Two Countries, August 8, 1974. 8. Perjanj anjian, arti generik untuk menyangkut sega segala la bent bentuk uk,, jeni jenis, s, macam macam perja perjanj njian ian internaional, arti spesifik digunakan untuk perja perjanji njian-p an-perj erjanj anjian ian intern internasi asiona onall yang yang pen penti ting ng,, besa besarr baik baik yang yang meny menyan angk gkut ut Bilateral dan Multilateral. Dalam praktek di Indonesia: Indonesia: Perjanjian Perjanjian disahkan disahkan dengan dengan UU, seda sedan ngkan gkan Pers Perset etuj ujua uan n denga engan n keputusan Presiden. 9. Pakta, biasany anya digunaka akan dalam lam perja perjanji njian an yang yang berkai berkaitan tan dengan dengan bidang bidang mlite mliterr dan dan pert pertah ahan anan an,, sepe sepert rti: i: NAT NATO; Pakta Warsawa. 10. Protok Protokol ol, menurt J.G. Starke merupakan jenis Perjanjian Internasional yang kurang formal, jika dibandingkan dengan traktat, sebaga sebagaii instru instrumen men pemban pembantu tu pada pada suatu suatu konv konven ensi si,, tetap tetapii berk berked edud uduk ukan an secar secaraa berdiri sendiri dan tunduk pada ratifikasi atas konvensi itu sendiri. Teori eori Kewe Kewena nang ngan an jabata jabatan n kene kenega garaa raan n pad padaa seti setiap ap sist sistem em peme pemeri rint ntah ahan an,, waji wajib b diperta dipertautk utkan an dengan dengan pembag pembagian ian kekuas kekuasaan aan Negara, untuk menentukan batas dan tangg tanggun ungj gjaw awab ab masi masing ng-ma -masi sing ng lemba lembaga ga,, sesuai dengan prinsip dan hakikat pembagian kekuasaan, berikut: (1) Setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan; (2) Setia tiap pemberian ian keku ekuasaan aan haru arus dipiki dipikirka rkan n beban beban tanggu tanggung ng jawab jawab untuk untuk setiap penerima kekuasaan; (3) Kesediaan Kesediaan untuk melaksanak melaksanakan an tanggung tanggung jaw jawab ab haru haruss seca secara ra inkl inklu usif sif sudah dah diterima pada saat menerima kekuasaan; (4) (4) Tiap keku kekuas asaan aan ditte dittent ntuk ukan an batas batasny nyaa dengan teori kewenangan. Dalam alam teo teori beba beban n tan tanggun ggung g jawa jawab b, ditentukan oleh cara kekuasaan itu diperoleh yaitu yaitu:: perta pertama ma-t -tama ama keku kekuas asaa aan n dipe dipero role leh h melalui attributie , setelah elah itu itu dilaku akukan pelimpahan (afgeleid ) yang dilakukan dengan dua cara: cara: delegatie dan mandaat. Delegatie dila dilaku kuka kan n oleh oleh yang yang puny punyaa wewe wewena nang ng dan dan hila hilang ngny nyaa wewe wewena nang ng dalam dalam jang jangka ka wakt waktu u tertent tertentu, u, penerim penerimaa bertin bertindak dak atas nama nama diri diri sendiri dan bertanggungjawab secara eksternal. Sedangkan, mandaat tidak tidak menim menimbu bulk lkan an per perge gese sera ran n wewe wewena nang ng dari dari pemi pemili likn kny ya, sehing sehingga ga tanggu tanggung ng jawab jawab pelaks pelaksana anaan an tetap tetap berada ada pada pemb emberi eri kuasa. Penerima ima
kewe kewena nang ngan an atrib atribus usi, i, terga tergant ntun ung g pada pada pola pola sistem pembagian kekuasaan kekuasaan yang membawa nila nilaii keda kedaul ulat atan an raky rakyat at dan dan meng menghi hind ndar arii absolutisme.
Ketentuan Hukum lnternasional Dalam Hukum Nasional Meletak Meletakkan kan Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall dalam dalam sist sistem em huku hukum m Indo Indone nesi siaa dala dalam m teor teorii dan dan praktek tidak mudah, karena sistem ketatanegaraan ketatanegaraan Indonesia Indonesia masih mengandun mengandung g pro probl blem emaa pada ada gra grand nd unif nified ied theor eory ketatanegaraan, sehingga praktek ketatan ketatanega egaraan raan selama selama ini (sejak (sejak prokla proklamas masii samp ampai sekarang) tidak pernah dapat melen lengkapi api dan memp emperku rkuat struk ruktur ketatan ketatanega egaran ran Indone Indonesia sia,, tetapi tetapi justru justru makin makin memburamk amkan sistem ketata atanegaraan aan Indonesia. Dalam mengkaji pengaturan, posisi, dan status Hukum Internasional dalam sistem hukum hukum Indone Indonesia sia,, harus harus diliha dilihatt dalam dalam UUD NRI 1945 dan ketentuan perundang-undangan. Peng Pengat atur uran an dala dalam m UUD UUD baru baru diat diatur ur pada pada aman amande deme men n UUD UUD 1945 1945 (200 (2001 1 dan dan 2002 2002), ), sebelumnya tidak diatur, hanya diatur dengan Sura Suratt Pres Presid iden en No. 2826 2826/H /HK/ K/19 1960 60 dan kemudian lahir Undang-Undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
menguj mengujii ketent ketentuan uan-ke -keten tentua tuan n intern internasi asiona onall yang yang akan akan menjad menjadii bagian bagian Hukum Hukum Nasion Nasional al dan dalam praktek juga tidak jelas Indonesia meng mengan anut ut moni monism smee atau atau dual dualis isme me dala dalam m hubung hubungan an Hukum Hukum Nasion Nasional al dengan dengan Hukum Hukum Intern Internasi asiona onal. l. Praktek Praktek dari dari tahun tahun 1945-1 1945-1960 960 tidak ada ketentuan, baru tahun 1960 keluar Sura Suratt Pres Presid iden en No. 2826 2826/H /HK/ K/1 1960 960 dan dan kemudian lahir Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Tetapi, nasib Surat Presiden Presiden No. 2826/HK/1960 2826/HK/1960 tidak jelas, apa sudah dicabut atau belum.
Ketentuan Peraturan PerundangUndangan. Undang-Undang No. 24 Tahun 2000, tidak sing singkr krun un deng dengan an Jiwa Jiwa dan dan Sema Semang ngat at UUD UUD NRI 1945 seba ebagai mana diama amanatkan Pemb Pembuk ukaa aan n UUD UUD NRI NRI 1945 1945,, kura kurang ng pas pas dengan struktur pembagian kekuasaan Negara, hirark hirarkii peratur peraturan an perund perundang ang-un -undan dangan gan,, jika jika dilet diletak akka kan n pada pada posi posisi si dan dan hira hirarki rki Huku Hukum m Internasional. Ketentuan Undang-Undang No. 24 Tahun ahun 2000 2000 yang ang akan akan meni menimb mbul ulka kan n berbagai implikasi dan persoalan teoritik dan praktek, yang dapat dipertanyakan dan digugat dalam dalam prakte praktekny knya, a, beriku berikut: t: Pasal Pasal 1 ayat ayat (2) Penges Pengesaha ahan n adalah adalah perbua perbuatan tan hukum hukum untuk untuk men mengik gikatka atkan n diri diri pada ada suatu atu Per Perjan janjian jian Interna rnasional dala alam bentuk tuk rat ratifika ikasi (ratification ), aksesi (accession ), penerimaan penerimaan Ketentuan UUD NRI 1945 Pasal 11, UUD (acceptance ) dan “Meletakkan Hukum Internasional dalam NR NRI 194 1945 Ayat (1) (1) sistem hukum Indonesia dalam teori dan persetujuan Presiden dengan (approval ). ). praktek tidak mudah, karena sistem per perse setu tuju juan an Dewa Dewan n Kesemuanya itu ketatanegaraan Indonesia masih mengandung problema pada grand Perw Perwak akil ilan an Raky Rakyat at dalam dalam bentuk bentuk hukum hukum unified theory theory ketatanegaraan, ketatanegaraan, sehingga meny menyata ataka kan n pera perang ng,, apa apa bisa isa dilak ilakuk ukan an praktek ketatanegaraan selama ini (sejak membua membuatt perdam perdamaian aian dala dalam m warn warnaa hirar hirarki ki proklamasi sampai sekarang) tidak dan perjanjian dengan perundang-undangan pernah dapat melengkapi dan Negar Negaraa lain. lain. Ayat yat (2) lnd lndonesi nesiaa dan jug juga memperkuat struktur ketatanegaran Indonesia, tetapi justru makin Presiden dalam dala dalam m hira hirark rkii warn warnaa memburamkan sistem ketatanegaraan memb membua uatt Perj Perjan anji jian an Hukum Hukum Internasion Internasional. al. Indonesia.” Interna Internasio sional nal lainny lainnyaa Bagi dunia yang ang meni menimb mbu ulkan lkan internasion ional soal akib akibat at yang yang luas luas dan dan sumber Hukum mendasar bagi Inte Intern rnas asio iona nall dalam dalam kehidu kehidupan pan rakyat rakyat yang yang terkait terkait dengan dengan beban beban pelak pelaksan sanaan aannya nya masih masih menjad menjadii perdeb perdebatan atan keua keuang ngan an Nega Negara, ra, dan/ dan/ata atau u meng mengha haru rusk skan an baik secara teoritik maupun praktek, bahkan perubahan atau pembentukan Undang-Undang ada yang menuduh bahwa Hukum harus harus dengan dengan perset persetuju ujuan an Dewan Dewan Perwak Perwakilan ilan Internasional itu bukan hukum. Pasal 1 ayat (3) Raky Rakyat at (Ay (Ayat (3)) (3)).. Kete Ketent ntua uan n lebi lebih h lanj lanjut ut Surat Kuasa ( full powers) adalah surat yang tentang Perjanjian Internasional diatur dengan dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang Unda Undang ng-U -Und ndan ang. g. Kete Ketent ntua uan n Pasa Pasall 11 UUD UUD memberikan kuasa kepada satu atau beberapa NRI 1945 belum cukup mengatur posisi dan oran orang g yang yang mewa mewakil kilii Pemeri Pemerint ntah ah RI untu untuk k kedudukan Hukum Internasional dalam sistem men menanda andata tan ngani gani atau atau men menerim erimaa nask askah Hukum Tata Negara Indonesia dan Pasal 11 ini perjanjian. perjanjian. Perjanjian Perjanjian menyatakan menyatakan persetujuan persetujuan bel belum um bisa bisa dija dijadi dika kan n payu payung ng huku hukum m jika jika Negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian
adalah menyelesaikan hal-ha1 yang diperlukan dalam dalam perb perbua uatan tan Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal. al. Ses Sesuatu uatu yang ang sulit ulit bisa isa diter iterim imaa bahw bahwaa Presiden Presiden atau Menteri dapat memberikan memberikan Surat Kuas Kuasaa kepa kepada da seor seoran ang g atau atau bebe beberap rapaa oran orang g
Dari hasil kajian terhadap terhadap reference paper dapat diambil suatu komentar dan masukan, bagaimana bagaimana meletakkan meletakkan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dalam kerangka Hukum Nasional. 1. Penemp Penempatan atan Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall dalam dalam kerangka Hukum Nasional selama ini trgantung “Dapatkah DPR dan Presiden mengesahkan Perjanjian Internasional dari dari selera selera pengua penguasa, sa, karena karena UUD 1945 1945 atau yang bertentangan dengan hukum UUD NRI 1945 1945 tidak tidak tegas tegas member memberika ikan n asas asas nasional, secara teoritik tidak boleh, sebagai sebagai landasan landasan untuk untuk praktek praktek yang nantinya tetapi dalam ha1 apa pertentangan itu seba ebagai bagian ian penyem nyemp purna rnaan sistem tem terjadi dan apakah bertetangan dalam keta ketatan taneg egara araan an dan dan prak praktek tek haru haruss meng mengara arah h arti filosofis, jika ya maka tidak bisa diratifikasi.” kearah itu. 2. Kerancuan pilihan dalam praktek selama ini untuk menentukan hubungan hubungan Hukum Nasional untu untuk k mewa mewaki kili li Nega Negara ra Indo Indone nesi siaa untu untuk k dengan dengan Hukum Hukum Internasion Internasional, al, untuk Indonesia menyetu menyetujui jui dan menand menandatan atangan ganii Perjan Perjanjian jian yang ang pali palin ng tep tepat meng engguna gunak kan prin rinsip sip Inte Intern rnas asio iona nal. l. Ment Menter erii seba sebaga gaii pemb pemban antu tu dualisme, karena dari segi struktur Presiden dalam tugas keeksekutifan, ketatanegaraan Indonesia belum memiliki grand member memberikan ikan Surat Surat Kuasa Kuasa kepada kepada seseor seseorang ang unified desain. atau atau bebe beberap rapaa oran orang g untu untuk k meny menyetu etuju juii dan dan 3. Karakter sistem hukum Indonesia dipengaruhi menandatangani Perjanjian Internasional, sama oleh sistem hukum civil law system dan common juga juga persoa persoalan lan yang yang akan akan ditimbu ditimbulka lkan n oleh oleh law system system, pengaruh kedua sistem ini belum Pasa Pasall 1 ayat ayat Pasa Pasall 2 Ment Menter erii memb member erik ikan an mamp mampu u disi disint ntes esak akan an yang yang melah melahirk irkan an asas asas pertimbangan politis dan mengambil langkahhukum yang menjadi pilihan sesuai dengan jiwa langkah yang diperlukan dalam perbuatan dan dan karakter bangsa Indonesia. penge pengesah sahan an Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onal, l, dengan dengan 4. Keanehan yang terjadi dalam praktek, seperti ber berko kons nsul ultas tasii deng dengan an DPR DPR dalam dalam hal hal yang yang suatu ketika menggunakan logika monisme, saat menyang menyangkut kut kepenti kepentinga ngan n publik publik.. Tidak idak bisa bisa yang ang lain lain meng menggu guna naka kan n dual dualis isme me,, bahk bahkan an memb membed edak akan an mana mana Peme Pemeri rint ntah ah (ekse (ekseku kutif tif)) campuran antara keduanya ini disebabkan tidak dengan dengan Menteri Menteri sebaga sebagaii pemban pembantu tu Presid Presiden en ada ketegasan prinsip yang diatur dalam UUD dalam dalam melak melaksa sana naka kan n tuga tugass keek keekse seku kutif tifan an,, dan dan Pasa Pasall 11 UUD UUD NRI NRI 1945 1945 belu belum m cuku cukup p sepe seperti rtiny nyaa Ment Menteri eri seba sebaga gaii lemba lembaga ga ting tinggi gi mengatur. Neg Negar ara, a, teta tetapi pi Ment Menter erii disin isinii mewa mewaki kili li 5. Baga Bagaim iman anaa rati ratifi fika kasi si sebu sebuah ah Perj Perjan anji jian an Pemerintah Pemerintah (eksekutif) (eksekutif).. Pasal 3 Pemerintah Pemerintah RI Intern Internasi asiona onal, l, apakah apakah dalam dalam bentuk bentuk Undang Undang-mengikatkan mengikatkan diri pada Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al Undang atau Perpres harus dilihat dari hirarki melalui cara-cara, sebagai berikut: Hukum Nasional dengan muatan materi untuk (1) penand penandata atanga nganan nan;; meletakkan hirarki Hukum Internasional dengan (2) penges pengesaha ahan; n; materi muatannya. muatannya. Jikapun Jikapun Indonesia Indonesia memilih (3) (3) pertu ertuka kara ran n doku dokum men perja erjan njian jian/n /not otaa pri prins nsip ip moni monism smee haru haruss ke prim primat at Huku Hukum m diplomatik; Nasional, kesadaran politik yang belum mapan (4) cara-car cara-caraa lain sebagaim sebagaimana ana disepa disepakati kati para yang membuat Indonesia sering dirugikan akibat pihak dalam Perjanjian Internasional. Perjanjian Internasional. 6. Ratif Ratifik ikas asii Perja Perjanj njia ian n Inter Interna nasi sion onal al haru haruss Pasal 10, pengesahan Perjanjian merupakan bagian dari Hukum Nasional, asalkan Inte Intern rnas asio iona nall dila dilaku kuka kan n deng dengan an Unda Undang ng-tida tidak k berte bertent ntan anga gan n deng dengan an UUD UUD NRI NRI 1945 1945 Undang, apabila berkenaan dengan: meru merupa paka kan n sebu sebuah ah prin prinsi sip, p, tetap tetapii UUD UUD NRI NRI a. masa masala lah h poli politi tik, k, perd perdam amai aian an,, pert pertah ahan anan an 1945 1945 masih masih belum belum memenu memenuhi hi syarat syarat sebaga sebagaii dan keamanan Negara; fundamental norm Negara. b. b. peru peruba baha han n wila wilay yah atau atau pene peneta tapa pan n bata batass 7. Secara Secara teori teori bisa bisa saja saja menggu menggunak nakan an format format wilayah Negara RI; Perppu Perppu untuk untuk meratif meratifika ikasi si sebuah sebuah Perjan Perjanjian jian c. kedaul kedaulatan atan atau hak berdau berdaulat lat Negara; Negara; Internasional, tetapi akan menjadi dilematis bagi d. hak asas asasii manusia manusia dan dan lingku lingkunga ngan n hidup; hidup; pemerintah, jika Perpu itu ditolak di DPR. e. pemben pembentuk tukan an kaidah kaidah hukum hukum baru; baru; 8. Tentang entang ratifik ratifikasi asi UNCLOS UNCLOS 1982 1982 melalui melalui f. pinjama pinjaman n dan/ata dan/atau u hibah hibah luar luar negeri. negeri. Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No.1 No.17 7 Tahun ahun 1985 1985,, maka maka terjadi terjadi peruba perubahan han rejim rejim peraira perairan n dari dari internal Komentar Undanggwaters menjadi archipelagic archipelagic waters. Undan Unda Undang ng No. No. 17 Tahun ahun 1985 1985 dapa dapatt dijad dijadik ikan an
untuk pemberlakuan rejim archipelagic waters . Oleh Oleh seba sebab b itu, itu, rati ratifi fika kasi si suat suatu u Perj Perjan anji jian an Internasional harus sudah dipikirkan, apa-apa dan keten ketentu tuan an apa apa saja saja yang yang dipe dipeng ngaru aruhi hiny nyaa dan dan menguntungkan Indonesia atau merugikan. 9. Dapatka Dapatkah h DPR dan Presid Presiden en menges mengesahk ahkan an Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall yang yang berte bertent ntan anga gan n dengan dengan hukum hukum nasion nasional, al, secara secara teoriti teoritik k tidak tidak bol boleh eh,, tetap tetapii dalam dalam ha1 ha1 apa apa pert perten entan tanga gan n itu itu terj terjad adii dan dan apak apakah ah bert bertet etan anga gan n dala dalam m arti arti filosofis, jika ya maka tidak bisa diratifikasi. 10. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, merupakan Undang-Undang yang yang dila dilahi hirk rkan an deng dengan an mena menabr brak ak Unda Undang ng-Unda Undang ng No. No. 5 Tahun ahun 1960 1960,, kare karena na Unda Undang ng-Unda Undang ng No. No. 25 Tahun ahun 2007 2007 syar syarat at deng dengan an kepe kepenti nting ngan an inve invest stas asii dan dan bany banyak ak Unda Undang ng-Unda Undang ng yang yang dilah dilahir irka kan n untu untuk k kepe kepent ntin inga gan n kelomp kelompok ok baik baik kepent kepenting ingan an kelomp kelompok ok dalam dalam nege negeri ri maup maupun un kepe kepent ntin inga gan n kelo kelomp mpok ok luar luar neger egeri, i, bukan ukan untu untuk k kepen epenti tin ngan gan Ban Bangsa gsa Indonesia. 11. Dari sekian banyak bentuk dan istilah yang diperg diperguna unakan kan dalam dalam Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onal, l, maka ratifikasi menjadi sangat penting dilakukan dalam bentuk Undang-Undang. 12. Subyek Hukum Internasional adalah Negara, dalam alam ha1 ini diwakili oleh Pemer emeriintah (eksekutif), maka lembaga yang lain tidak bisa mela melaku kuka kan n Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall seca secara ra lang langsu sung ng,, haru haruss mela melalu luii pint pintu u Peme Pemeri rint ntah ah (eksekutif) yang mewakili Negara sebagai subyek Hukum Internasional. 13. 13. Seti Setiap ap lemb lembag agaa atau atau inst instan ansi si yang ang akan akan melakukan Perjanjian Internasional, harus dilihat dari dari segi segi suby subyek ek huku hukum, m, apak apakah ah orga organi nisa sasi si ASEAN merupakan Subyek Hukum Internasion Internasional, al, jika ya berarti boleh, tetapi karena ASEAN sebagai organisasi bukan sebagai Negara yang yang berd berdau aula lat, t, maka maka perj perjan anjia jian n yang yang haru haruss dibu dibuat at hany hanyaa kapa kapasi sitas tas untu untuk k mela melaks ksan anak akan an Piagam ASEAN.
PROF. DR. IBRAHiM R. SH. MH. PROF. Lahir di Sekotong Lombok, 28 Nopember 1955. S1 Fakultas Hukum Unud; S2 Pascasarjana Unpad; S3 Pascasarjana Unpad; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana; Dosen Pascasarjana Pascasarjana Unud, mengajar di Pascasarjana Pasca sarjana Unram, mengajar di Program Pascasarjana Pascasarjana (Magister dan Doktor) Unibraw. •
• • • •
•
HJ. SUPARTI HADHYONO
PRAKTEK PENERAPAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM PUTUSAN HAKIM “Hakim tidak boleh menolak perkara yang diserahkan kepadanya dengan dalih tidak ada aturan hukumnya atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).”
Pengantar Tugas Hakim adalah menerima, memeriksa dan dan meng mengad adili ili atau atau memu memutu tuss perk perkara ara yang yang diserah diserahkan kan kepada kepadany nya. a. Sehubu Sehubunga ngan n dengan dengan tuga tugasn sny ya ini, ini, Haki Hakim m tida tidak k bole boleh h meno menola lak k perka perkara ra yang yang diserah diserahkan kan kepada kepadany nyaa dengan dengan dalih tidak ada aturan hukumnya atau kurang jelas, jelas, melain melainkan kan wajib wajib untuk untuk memerik memeriksa sa dan meng mengad adil ilin iny ya (pas (pasal al 16 ayat ayat (1) (1) Unda Undang ng-Undang Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehaki Kehakiman man). ). Terfokus erfokus pada pada tugas tugas Hakim Hakim ini maka maka Hakim Hakim harus harus tetap tetap mengad mengadili/ ili/mem memutu utuss suatu perkara, meskipun hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Bahwa sumber hukum positif yang berlaku di Indonesia termasuk Perjanjian Internasional yang yang telah telah diratif diratifika ikasi si oleh oleh Pemerin Pemerintah tah atau Neg Negar araa RI menj menjad adii sang sangat at pent pentin ing g artiny artinyaa mengingat tugas dari Hakim tersebut di atas. Perja rjanjia jian Intern ternas asiional yang telah elah ditran ditransfo sforma rmasi si kedalam kedalam Hukum Hukum Nasion Nasional al RI tentu akan mengikat para Hakim tersebut dalam memeriks iksa dan memu emutus perkara yang ang berhubung berhubungan an dengan dengan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dima dimaks ksud ud.. Namu Namun n demi demiki kian an Haki Hakim m tida tidak k terikat secara mutlak oleh Perjanjian tersebut bila bila tidak tidak sesuai sesuai dengan dengan kondis kondisii Indone Indonesia sia,, tidak tidak sesuai sesuai dengan dengan tertib tertib hukum hukum Indone Indonesia sia maup maupun un tidak tidak sesu sesuai ai deng dengan an rasa rasa kead keadil ilan an masyarakat Indonesia. I.
Perjanjian ln lnternasional ba bagi Ne Negara RI RI dapat ditarik benang merah sbb:
Dalam Dalam prak praktek tek,, Indo Indone nesi siaa mema memand ndan ang g kedudukan kedudukan Hukum Hukum Internasion Internasional al dalam sistem Hukum Nasional berpandangan: a) Mesk Meskii Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall suda sudah h diratif diratifikas ikasii dengan dengan Undan Undang-U g-Unda ndang, ng, Namun Namun untuk dapat diimplementasikan secara nasional masi masih h dibu dibutu tuhk hkan an Unda Undang ng-U -Und ndan ang g lagi lagi.. Misalnya:
The Unite United d Natio Nations ns Conven Conventio tion n on the the (UNCLOS) (Konvensi (Konvensi Law Law of the Sea (UNCLOS) Hukum Laut Tahun 1982) yang diratifikasi melal melalui ui Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 17 Tahun ahun 1985, 1985, tetap memerlukan memerlukan Undang-Und Undang-Undang ang No. 6 Tahun Tahun 1996 tentang Perairan. − Conventi Convention on on Psychotr Psychotropic opic Substanc Substances es 1971 (Konvensi Psikotropika Tahun 1971) yang ang disah isahk kan (dir (dirat atif ifik ikas asi) i) mela melalu luii Undang-Undang No. 8 Tahun 1996, masih memerlukan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. The United United Nations Nations Conventi Convention on Against Against − (Konve vens nsii PBB PBB Anti Anti Corrupt Corruption ion 2003 (Kon Koru Korups psii Tahun ahun 2003 2003)) tela telah h disa disahk hkan an melal melalui ui Unda Undang ng-Un -Unda dang ng No. No. 7 Tahun ahun 2006, meskipun Indonesia telah memiliki Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 31 Tahun ahun 1999 1999 tent tentan ang g pemb pember eran anta tasa san n tind tindak ak pida pidana na koru korups psi, i, dan dan masi masih h bany banyak ak konv konven ensi si-konven konvensi si yang yang setelah setelah diratif diratifika ikasi si masih masih memerlu memerlukan kan Undang Undang-Un -Undan dang g lagi yang yang bersifat Nasional. bersifat Nasional. b) b) Terda erdapa patt Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al yang yang setelah diratitikasi dapat langsung diim diimpl plem emen entas tasik ikan an,, yaitu yaitu Konv Konven ensi si Wina ina Tahun 1961 dan Tahun 1963 tentang Hubungan Diplom lomatik dan Hubungan Konsuler Konsuler,, yang diratifikasi diratifikasi melalui UndangUndangUndang No. 1 Tahun 1982. −
Terkait dengan tindakan suatu Negara yang sifatnya publik yakni tindakan Negara dalam kapa kapasi sitas tas seba sebaga gaii Nega Negara ra yang yang berd berdau aula lat, t, Indonesia dalam meratifikasi Perjanjian Intern Internasi asiona onall banyak banyak diadak diadakan an Reservation (persyaratan). (persyaratan). Misalnya Misalnya dalam mengesahkan mengesahkan Konvensi Psikotropika Tahun 1971, Indonesia tidak terikat pada ketentuan tersebut. Indonesia berpendapat bahwa: apabila terjadi perselisih perselisihan an akibat perbedaan penafsiran dan penerapan isi konvensi yang tidak terselesaikan terselesaikan melalui jalur sebagaimana sebagaimana diatur diatur dalam ayat (1) Pasal tersebut, tersebut, dapat menunjuk menunjuk Mahkam Mahkamah ah Intern Internasi asiona onall hanya hanya berdasa berdasarka rkan n
“Masalahnya adalah, apakah Perjanjian Internasional yang sudah disahkan (diratifikasi) oleh Pemerintah, termasuk atau menjadi Hukum Positif yang berlaku di Indonesia.”
kese kesepa pakat katan an para para piha pihak k yang yang bers bersen engk gket eta. a. Demik Demikia ian n pula pula terha terhada dap p ratif ratifik ikas asii United Nations Convention Against Corruption Tahun 2003, 2003, dengan dengan Reservation terhada terhadap p Pasal Pasal 66 ayat (2) tentang Penyelesaian Sengketa, yang subs substa tans nsiny inyaa pada pada poko pokokn knya ya sama sama deng dengan an per persy syaarata ratan n dalam alam rati ratifi fik kasi asi Konv Konven enssi Psikotropik Psikotropikaa Tahun 1971 tsb. Hal ini penting artinya bagi Penegak Hukum (Hakim) dalam mengambil putusan terhadap Hukum Internasional yang telah diratifikasi itu, apakah harus terikat secara mutlak dengan Perjanjian Interna Internasio sional nal untuk untuk keselu keseluruh ruhan an atau tidak. tidak. Hakim Hakim disini disini harus harus sinkro sinkron n dengan dengan Political Law dari Pemerintah atau Negara RI. II .
Di dalam mengambil suatu putusan seorang Hakim harus memp memper erti timb mban angk gkan an 3 aspe aspek, k, yakni akni Legal Justice, Social Justice, dan Moral (filosofis) Justice.
Pertama-tama Pertama-tama yang akan dipertimbang dipertimbangkan kan adalah adalah dalam dalam segi segi juridi juridisny snyaa ( Legal Legal Justice Justice). Prinsip yang harus ditegakkan, Hakim dalam menjatuhkan putusan adalah upaya mencari dan mene menemu muka kan n huku hukum m obyek obyektif tif yang yang hend hendak ak diter diterap apka kan, n, haru haruss dari dari sumb sumber er huku hukum m yang yang dibenarkan oleh ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang dalam hal ini adalah ketentuan Hukum Positif . Di dalam sistem Civil Law atau Statute Law System (Sistem Hukum Perundang-undangan). Sumb Sumber er huku hukum m utam utaman any ya adal adalah ah Huku Hukum m Positif Positif dalam bentuk bentuk kodifikasi. kodifikasi. Berdasarkan asas konkordansi, sistem ini dianut di Indonesia sampai sekarang. Salah satu ciri pokok Hukum Positif adalah dici dicip ptak takan secar ecaraa form formil il yakni akni seng engaja aja dici dicipt ptak akan an secar ecaraa tert tertul ulis is,, penc pencip ipta taan anny nyaa melalui proses dan prosedur prosedur yang ditentukan ditentukan Huku Hukum m Tata ata Nega Negara ra dan dan yang yang berw berwen enan ang g menciptany anya hanya nya Badan yang ang secara cara konstitusional ditetapkan dalam UUD. Di Indonesi Indonesiaa penciptaan penciptaan Undang Undang-Unda -Undang ng telah ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasa Pasall 20 ayat ayat (1) (1) UUD UUD 1945 1945,, (pemb (pembah ahas asan an pertama UUD 1945, tanggal 19 Oktober 1999).
Undan Undang-U g-Unda ndang ng yang yang sah secara secara formal formal haru haruss mend mendap apat at pers perset etuj ujua uan n DPR, DPR, deng dengan an mekani anisme; bila inisiat iatif data atang dari Pemerintah atau kekuasaan eksekutif/Presiden, berdasarkan Pasal 5 ayat (1), atau dapat juga berdasarkan inisiatif DPR sendiri berdasarkan Pasal Pasal 21 ayat ayat (1), (1), selanj selanjutn utnya ya diunda diundang ngkan kan oleh Pemerintah in casu Presiden, berdasarkan Pasa Pasall 20 ayat ayat (4) (4) UUD (vide UUD 1945, 1945, perubahan pertama). Masa Masalah lahny nyaa adala adalah, h, apak apakah ah Perj Perjan anji jian an Internasional yang sudah disahkan (diratifikasi (diratifikasi)) oleh Pemerintah, termasuk atau menj menjad adii Huku Hukum m Posi Positi tiff yang ang berl berlak aku u di Indonesia. Untuk menjawab masalah ini, kita melihat kepada Undang-Undang pengesahan/ratifikasi Perjanjian Internasional. Misalnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tent tentan ang g Peng Penges esah ahan an Uni United Nati Nation onss 2003, Conv Conven enti tion on Agai Agains nstt Corr Corrup upti tion on, ditetapkan: Dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden Republik Indonesia Memutuskan; Menetapkan.........dst, Bila Bila dihu dihubu bung ngka kan n deng dengan an penc pencip ipta taan an undang-undang yang telah diatur UUD yang sah secara formal harus mendapat persetujuan DPR, DPR, bila bila inis inisiat iatif if datan datang g dari dari Peme Pemerin rintah tah (eksek (eksekuti utif) f) dan telah telah mendap mendapat at perset persetuju ujuan an DPR adalah merupakan produk Hukum Positif yang berlaku di Indonesia. Karenanya sebagai sumber hukum utama, yakni akni huku hukum m posi positi tiff yang ang berl berlak aku, u, maka maka Hakim harus menerapkan Perjanjian Internasion Internasional al yang telah disahkan disahkan tsb. dalam pertimbangan jurisdiksinya. Hakim terikat dengan Perjanjian Internasion Internasional al tersebut tersebut yang tentunya tentunya dengan dengan segala reservation sebagaimana political political law dari Pemerintah RI. Maka aka jela jelasl slah ah dala dalam m memu emutus tus suatu uatu per perka kara ra yang ang ada ada hubu hubung ngan anny nyaa den dengan gan Perjanjian Internasional, Hakim terikat dengan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al yang telah disahkan disahkan oleh oleh Pemer Pemerin inta tah h RI, RI, yang yang bias biasany anyaa masi masih h meme memerl rluk ukan an Unda Undang ng-U -Und ndan ang g lagi lagi seca secara ra nasional dalam implementasinya.
2) Apab pabila ila Hakim akim tida tidak k mene menemu muka kan n Mengen Mengenai ai aspek aspek social Hakim social justice justice, Hak peraturan perundang-undangan atau harus mempertim rtimb bangkan pula dalam alam peratu aturannya tida idak jelas, as, untuk tuk dasa asar mengadili suatu kasu asus, tent entang ang asp aspek pertimbangan putusan, Hakim dapat sosiologiny inya yakn akni tenta entan ng pend endapat menemukan dari sumber hukum tidak tertulis, masyarakat masyarakat mengenai mengenai kasus kasus yang dimaksud. dalam dalam hal ini ini huku hukum m adat adat yang yang masi masih h tetap tetap Namun Namun Hakim Hakim tidak tidak diperk diperkenan enankan kan semata semata-diak diakui ui seba sebaga gaii tata tata huku hukum m di Indo Indone nesi sia. a. mata mata mengik mengikuti uti Public ini, yang yang Public Opinion Opinion ini, Kebijakan politik hukum tersebut masih tetap akhirnya akan bertentangan dengan kebebasan dipertahankan dalam pasal 25 ayat (1) UndangHakim sebagaimana sebagaimana diamanatkan oleh pasal 1 Unda Undang ng No. No. 4 Th 2004 2004 tenta tentang ng Keku Kekuas asaan aan Undan ndangg-U Undan dang No 4 Th 2004 2004 tent tentan ang g Kehakiman. Keku Kekuas asaa aan n Keha Kehakim kiman an bahw bahwa; a; Keku Kekuas asaan aan Keha Kehaki kima man n adala adalah h keku kekuas asaa aan n nega negara ra yang yang 3) Sumber lain tempat Hakim mencari dan merdeka merdeka untuk menyelengg menyelenggarakan arakan peradilan peradilan menemu menemukan kan hukum hukum yang yang hendak hendak diterap diterapkan kan guna guna men menegak egakka kan n hukum ukum dan dan kead eadilan ilan dalam penyelesaian penyelesaian perkara yang ditanganiny ditanganinyaa berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya adalah adalah Yurispr urisprude udensi nsi.. Bila Bila suatu suatu kasus kasus yang yang Neg Negar araa Huku Hukum m RI. RI. Keku Kekuas asaa aan n Keha Kehakim kiman an dise diseng ngke keta taka kan n tida tidak k dike dikete temu muka kan n atur aturan an yang merdeka mengandung pengertian bahwa hukumnya dalam hukum positif dan juga tidak keku kekuas asaa aan n keha kehaki kima man n beba bebass dari dari sega segala la ada ada diju dijump mpai ai dala dalam m huku hukum m tida tidak k tert tertul ulis is,, camp campur ur tan tangan gan pihak ihak keku kekuas asaa aan n ekst ekstra ra Hakim dibenarkan mencari dan menemukannya yudisial. Jadi dalam memeriksa dan dari Yurisprudensi. mengambil suatu putusan, Hakim diharuskan pula memperhatikan aspek sosiologisnya, agar Mengapa Hakim berkewajiban mencari dan put putus usan an ters terseb ebut ut beri berimb mban ang g anta antara ra segi segi mene menemu muka kan n huku hukum m obye obyekt ktif if atau atau huku hukum m Juridisnya dan segi pendapat materiil materiil yang yang akan akan diterap diterapkan kan dalam dalam perkar perkaraa umum/masyarakat terhadap suatu kasus. yang sedang diperiksa yang selanjutnya akan diputus; hal ini disebabkan karena adanya asas; Seda Sedang ng meng mengen enai ai aspe aspek k filo filoso sofi finy nyaa ( bahwa pengadilan / Hakim tidak boleh menolak moral justice ) yang melandasi Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara dan adanya meme memerik riksa sa dan dan mengam mengambi bill suatu suatu putu putusa san n asas / prinsip JUS CURIA NOVIT . adalah tidak kalah pentingnya. Sebagai bangsa yang yang relig religiu ius, s, Haki Hakim m akan akan meny menyan anda dark rkan an Asas bahwa pengadilan / Hakim tidak boleh putusannya pada sang Khalik, yang menolak menolak memeri memeriksa ksa dan mengad mengadili ili perkar perkaraa dimanifestasikan dengan irah-irah dalam suatu dengan dalih hukum yang mengatur tidak ada putusan “DEMI KEADILAN atau kurang jelas tertera dalam pasal 16 ayat (1) BERD BERDAS ASAR ARKA KAN N KETU KETUHA HANA NAN N YANG ANG Unda Undang ng-U -Und ndan ang g No. No. 4 tent tentan ang g Keku Kekuas asaan aan MAHA ESA”. Dasar filosofinya adalah bahwa Kehakiman. putus putusan an yang yang telah telah diambil diambil oleh oleh Hakim Hakim itu diserah diserahkan kan dan diharap diharapkan kan mendek mendekati ati rasa rasa Dalam hal apabila memang tidak ada atau kead keadil ilan an haki hakiki ki yang yang adan adany ya hany hanyaa pada pada kurang kurang jelas jelas hukumn hukumnya ya,, Hakim Hakim wajib wajib untuk untuk kekuas kekuasaan aan Allah semata. semata. Hal ini diupay diupayaka akan n meme memerik riksa sa dan dan meng mengad adil iliny inya, a, deng dengan an cara cara oleh Hakim dalam memeriksa memeriksa dan mengambil berpedoman pada ketentuan pasal 28 ayat (1) putus putusan an perkar perkaraa yang yang diajuk diajukan an kepadan kepadanya, ya, Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng No. No. 4 Th 2004 004 ten tentang tang deng dengan an land landas asan an nura nurani ni yang yang jern jernih ih dan dan Kekuasaan Kekuasaan Kehakiman, Kehakiman, yakni Hakim sebagai bening, diserahkan kepada KEADILAN yang penegak hukum dan keadilan wajib menggali, Agung milik Tuhan Yang Maha Esa. mengik mengikuti uti,, dan memaha memahami mi nilai-n nilai-nilai ilai hukum hukum yang hidup dalam masyarakat. III. II. Berdasark arkan urai uraiaan bagai agaim mana ana Hakim dalam memeriksa dan mengambil suatu Berdasarkan Berdasarkan adagium adagium Jus put putus usan an sepe seperti rti terse tersebu butt diata diatas, s, lalu lalu Jus Curi Curia a Novi Novit, t, Hakim Hakim diangg dianggap ap mengeta mengetahui hui dan memaham memahamii bagaimana bagaimana Hakim mengakomod mengakomodasikan asikan segala hukum, dengan demikian Hakim yang hukum hukum materii materiill yakni yakni hukum hukum positi positif f ber berwe wena nang ng mene menent ntuk ukan an huku hukum m obyek obyektif tif / yang yang berl berlak aku u di Indo Indone nesi siaa terma termasu suk k materiil materiil mana mana yang yang harus harus diterap diterapkan kan sesuai sesuai Hukum ukum Inte Intern rnas asio ion nal yang ang sudah udah dengan materi pokok perkara yang menyangkut ditr ditran ansf sfor orma masi sika kan n ke dalam dalam Huku Hukum m hubungan hukum pihak-pihak yang bersengketa Nas Nasio iona nall dala dalam m putu putusa sann nny ya dapa dapatt dijelaskan sbb; in konkreto.
Telah diuraik diuraikan an di depan depan bahwa bahwa sebaga sebagaii huku hukum m posi positi tiff yang ang berl berlak aku, u, perj perjan anji jian an- perjan perjanjian jian intern internasi asiona onall yang yang telah telah disahk disahkan an Pemerintah RI, bagi para Hakim tentu terikat pad padan any ya, karen arenaa dala dalam m mem memerik eriksa sa dan memutus perkara-perkara yang ada relevansiny relevansinyaa dengan dengan Perjanjian Perjanjian Internasiona Internasionall yang yang telah telah disahk disahkan an tersebu tersebut, t, niscay niscayaa Hakim Hakim akan mencari dan menemukan hukum positif dari dari Perjan Perjanjia jian n Intern Internasi asiona onall dimaks dimaksud ud yang yang akan akan diterap diterapkan kan ke dalam dalam pertimb pertimbang angan an dan putusannya, sesuai dengan aspek Juridisnya. Di dala dalam m meng mengak akom omod odas asik ikan an huku hukummhukum / peraturan-peraturan pada putusannya termasuk termasuk hukum internasional, internasional, seorang seorang Hakim tidak terpaku dalam pandangan yang legalistik. Sebab Sebab disampi disamping ng Hakim Hakim harus harus menerap menerapkan kan sega segala la perat peratur uran an peru perund ndan angg-un unda dang ngan an dan dan huku hukum m posi positif tif yang yang berl berlak aku, u, Ia haru haruss pula pula dituntut untuk menerapkan rasa keadilan yang pad padaa gali galibn bnya ya seri sering ng berb berben entu tura ran n deng dengan an huku hukum m posi positi tiff yang yang berl berlak aku, u, yang ang beru berupa pa Undang-Undang. Memang benar menerapkan hukum positif secara secara mutlak mutlak itu bertuj bertujuan uan untuk untuk mencap mencapai ai kepastian hukum. Namun bila kepastian hukum tercap tercapai ai tetap tetapii deng dengan an meng mengor orba bank nkan an rasa rasa keadilan, adalah merupakan suatu ketidakseimbangan. Dipaparkan disini dengan contoh, mengenai Unda Undan ng-Un g-Unda dang ng No. No. 5 Th 1997 997 ten tentang tang Psikotropika yang dibuat oleh Pemerintah RI berda berdasar sarkan kan Penges Pengesaha ahan n Conv Conven enti tion on On Psy Psych chot otrropic opic Subs Substa tanc nces es 1971 1971 (dengan Undang-Undang No. 8 Th 1996). Bila misalnya ada ada seor seoran ang g pelaj pelajar ar / maha mahasi sisw swaa tanp tanpaa hak hak memilik memiliki, i, menyi menyimpa mpan n dan atau membaw membawaa 1 (satu) butir atau ½ (setengah) butir pil ekstasi golongan I, kemudian tertangkap tangan apakah harus dipidana penjara minimum 4 Tahun dan den denda palin aling g sed sedikit ikit Rp. 150.0 50.00 00.00 0.000, 0,-seba sebaga gaim iman anaa keten ketentu tuan an pasa pasall 59 Unda Undang ng-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psik Psiko otro tropik pika. Dalam alam hal seper eperti ti ini ini ras rasa keadilan keadilan terasa terusik bila dihadapkan dihadapkan dengan hukum hukum posit positif if yang yang berlak berlaku u berupa berupa Undang Undang-Undang Undang meskipun meskipun maksud maksud pembuat pembuat UndangUndangUndang Undang dalam dalam penjatu penjatuhan han pidanan pidananya ya bukan bukan kepada kuantitas obyek (barangnya). Bila terjadi hal seperti ini dapat dikatakan terdapat benturan antara rasa keadilan dengan hukum hukum posit positif if yang yang berlaku berlaku,, lalu bagaim bagaimana ana Hakim dalam mengambil Putusannya?
Menuru Menurutt E. BARNET BARNETT T, bila bila terjadi terjadi rasa rasa keadil keadilan an berben berbentur turan an dengan dengan hukum hukum positif positif atau atau perat peratur uran an peru perund ndan angg-un unda dang ngan an yang yang berlak berlaku, u, maka maka agar agar kepast kepastian ian hukum hukum selaras selaras deng dengan an rasa rasa kead keadila ilan, n, huku hukum m posi positi tiff atau atau perundang-undangan yang ada perlu “diluweskan”. Jadi Jadi dala dalam m meng mengak akom omod odas asii pera peratu turan ran perun perundan dang-u g-unda ndanga ngan n sebaga sebagaii hukum hukum positi positif f termasu termasuk k Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall tidak tidak secara secara mutlak, mutlak, harus disesuaikan disesuaikan dengan dengan kondisi kondisi dan rasa rasa keadil keadilan an baik baik rasa rasa keadilan keadilan masyar masyarakat akat dan rasa keadilan Hakim sendiri. IV.
Dari analisa sederhana disimpulkan bahwa;
ini
dapat
a) Di dala dalam m mem membuat buat putu utusan san, Hak Hakim teri terika katt deng dengan an huku hukum m posi positi tiff yang ang berlaku berlaku termasuk termasuk Perjanjian-Pe Perjanjian-Perjanjian rjanjian Internasional yang telah disahkan oleh Pemerintah RI, namun keterikatannya itu tidak tidak mutlak mutlak,, disesu disesuaik aikan an dengan dengan kondisi dan keadilan masyarakat atau bangsa bangsa Indonesia Indonesia sebagai sebagai Negara yang bermartabat. b) Sesuai Sesuai dengan dengan keteri keterikat katan an Hakim Hakim terhada terhadap p Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall diat diatas as,, maka maka Haki Hakim m dala dalam m meng mengak akom omod odas asii Huku Hukum m Intern Internasi asiona onall dalam dalam putus putusan-p an-putu utusan sanny nyaa adal adalah ah tida tidak k seca secara ra mutl mutlak ak pula pula.. Bila Bila Hukum Internasional tersebut tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Indonesia dan kondisi kepentingan bangsa serta tertib huku hukum m Indo Indone nesi sia, a, maka maka Haki Hakim m dapa dapatt “meluweskan” Hukum Internasional yang akan diterapkan di dalam putusan Hakim tersebut. Demi Demiki kian an tent tentan ang g sedi sediki kitt urai uraian an topi topik k diatas diatas,, dengan dengan catatan catatan bahwa bahwa pendap pendapat at dan pemikiran ini adalah pemikiran pribadi penulis sebagai Hakim yang di dukung oleh sebagian besar rekan-rekan Hakim Tinggi Jawa Timur namun tidak mewakili pendapat dan pemikiran semua Hakim di Indonesia.
Hj. Suparti Hadhyono Hakim tinggi pengadilan tinggi jawa timur
PROF. PROF. DR. MOHD. BURHAN TSANI, SH., MH.
STA STATUS HUKUM HU KUM INTERNASIONAL I NTERNASIONAL DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (DALAM PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA) Pengantar Dalam Hukum Tata Negara Indonesia tidak mudah untuk menemukan kaidah hukum yang mengatur mengatur tentang tentang status Hukum Internasion Internasional al dan dan Perj Perjan anjia jian n Inte Intern rnas asio iona nall dala dalam m Huku Hukum m Nasional RI. UUD 1945 tidak mencantumkan satu pasal pun yang mengatur status tersebut. Pasal 11 dan 13 UUD 1945, yang ada kaitannya
deng dengan an Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nal, l, meng mengat atur ur mengenai proses atau prosedur ratifikasi dan penga pengangk ngkatan atan serta serta penerim penerimaan aan duta duta dalam dalam ranah Hukum Nasional. Undang-undang yang berkaitan dengan Hukum Internasional, seperti Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Hubungan Luar Negeri dan Undang-Und Undang-Undang ang No. No. 24 Tahun ahun 200 2000 tent tentan ang g Perja erjan njian jian
Internasion Internasional al juga tidak mencantumkan mencantumkan pasal tersendiri yang mengatur status tersebut.
Intern Internasi asiona onall dan Hukum Hukum Nasion Nasional. al. Dikena Dikenall ada dua paham yaitu dualisme dan monisme.
Indonesia Indonesia sejak proklamasi proklamasi Kemerdekaan Kemerdekaan 1945 1945,, suda sudah h meng mengad adak akan an inte interak raksi si deng dengan an Negara maupun Organisasi Internasional, yang tunduk tunduk pada Hukum Hukum Internasiona Internasional. l. Indonesia Indonesia suda sudah h terl terlib ibat at dala dalam m pemb pembua uata tan n berb berbag agai ai Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal.. Permasa Permasalah lahan an yang yang dihadap dihadapii adalah adalah bagaim bagaimana ana sikap sikap Indone Indonesia sia terhadap keberadaan Hukum Internasional, dan bag bagaim aiman anaa Indo Indone nesi siaa mene menerap rapka kan n Huku Hukum m Internasional, termasuk didalamnya Perjanjian Internasional.
Menurut paham dualisme Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem sistem hukum hukum yang yang secara secara keselu keseluruh ruhan an ber berbe beda da.. Hake Hakeka katt Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall ber berbe beda da deng dengan an Huku Hukum m Nasi Nasion onal. al. Huku Hukum m Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Namun secara logika paham dualis lisme akan meng engutama amakan Hukum Nasional dan mengabaikan Hukum Internasional.
Pada tahun 1969, 1978 dan 1986. Indonesia menetapkan bahwa yang mempunyai kapasitas untuk membuat Perjanjian Internasional adalah Pres Presid iden en.. Seka Sekaran rang g Indo Indone nesi siaa memp mempun unya yaii Undang-Undang mengenai Perjanjian Interna Internasio sional nal yakni yakni Undang Undang-Un -Undan dang g No. 24
Berd Berdas asar arka kan n paha paham m moni monism smee Huku Hukum m Internasional dan Hukum Nasional merupakan bagian yang saling berkaitan dari satu sistem hukum pada umumnya. Pengutamaan mungkin pada Hukum Nasional atau Hukum
“Cukup sulit menetapkan teori apa yang digunakan Indonesia. Indonesia tidak secara tegas-tegas menerima teori inkorporasi. Tetapi Indonesia nampak cenderung secara diam-diam menggunakan teori inkorporasi. Dalam menerapkan Hukum Kebiasaan Internasional dan Hukum Internasional universal , Indonesia tidak pernah melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai adopsi khusus.”
Tahun 2000. Pasal 13 UUD 1945 menunjukkan kese kesedi diaa aan n Indo Indone nesi siaa meng mengak akui ui kebe keberad radaan aan Hukum Hukum Diplom Diplomatik atik,, yang yang juga juga masih masih berupa berupa Huku Hukum m Kebi Kebias asaa aan n Inte Intern rnas asio iona nal. l. Huku Hukum m tentan tentang g hubu hubung ngan an dipl diplom omat atik ik dan dan kons konsul uler er dituangkan dalam Perjanjian Internasional baru tahun 1961, 1963, 1969, 1973, 1975 dan 1979. Ind Indones onesia ia menet enetap apka kan n bahw ahwa Pres Presid iden en mempunyai mempunyai kapasitas kapasitas untuk mengangkat mengangkat dan menerima duta dan konsul. Sekarang Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Permasalahan yang mungkin masih relevan untuk dibahas adalah bagaimana sikap Negara ketika terjadi pesinggun pesinggungan gan atau perbenturan perbenturan dan dan bahka ahkan n pert perten enta tan ngan gan anta antara ra Hukum ukum Inte Interna rnasi sion onal al dan dan Huku Hukum m Nasi Nasion onal. al. Hal Hal ini ini mungk mungkin in terjadi terjadi dalam dalam penerap penerapan an Perjan Perjanjia jian n Internasional di ranah Hukum Nasional.
Negara akan mengutamakan Hukum Internasional atau Hukum Nasional? Perma rmasalahan pengutamaan dapat dise diseles lesai aika kan n deng dengan an meng menggu guna nakan kan paha paham m (teo teori) ri) dalam alam hubungan antara Hukum
Internasional. Menurut faham monisme dengan pengutamaan pada Hukum Nasional, Hukum Intern Internasi asiona onall merupa merupakan kan kelanj kelanjuta utan n Hukum Hukum Nasio Nasional nal.. Hukum Hukum Interna Internasio sional nal merupa merupakan kan Hukum Hukum Nasion Nasional al untuk untuk urusan urusan luar luar negeri, negeri, paham paham ini cenderu cenderung ng mengab mengabaik aikan an Hukum Hukum Internasional. Berd Berdas asar arka kan n paha paham m moni monism smee deng dengan an pen pengu gutam tamaa aan n pada pada Huku Hukum m Inter Interna nasi sion onal al,, Hukum Nasional secara hirarkis lebih rendah diband dibanding ingkan kan dengan dengan Hukum Hukum Interna Internasio sional nal.. Hukum Nasi asional tunduk pada ada Hukum Internasional dalam arti Hukum Nasional harus sesuai dengan Hukum Internasional. Dimungkinkan ada monisme yang menganggap menganggap bahwa Hukum Hukum Nasional Nasional sejajar sejajar dengan Hukum Internasional. Hubungan antara keduanya saling melengkapi. Hal ini tercermin dalam dalam Statuta Statuta Roma Roma atau Konven Konvensi si tentan tentang g Terorisme Bonn. Hukum Hukum Intern Internasi asiona onall tidak tidak mewaji mewajibka bkan n bahwa bahwa suatu suatu Negara Negara harus harus mengan menganut ut paham paham dualisme atau monisme. Dalam praktek pilihan pen pengu guta tama maan an pada pada Huku Hukum m Nasi Nasion onal al atau atau Hukum ukum Inte Intern rnas asio ion nal, al, diten itentu tuk kan oleh oleh prefer preferens ensii etnis etnis atau prefere preferensi nsi politis politis.. Bagi Bagi pan panda dang ngan an yang yang memp mempun unya yaii sika sikap p poli politi tiss
nas nasion ionalis alis,, akan akan meng engutam utamak akan an Hukum ukum Nasio Nasional nal.. Sebalik Sebalikny nyaa bagi bagi pandan pandangan gan yang yang simpa impati tik k pada ada Inte Intern rnas asio ion nalis alisme me,, akan akan mengutamakan Hukum Internasional.
1. kapa kapan n kete ketent ntua uan n Perj Perjan anji jian an Inte Intern rnas asio iona nall berlaku dalam Hukum Nasional; 2. cara bagaim aimana keten tentuan Perjanj anjian Internasional dijadikan Hukum Nasional.
Dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang yang yang ada ada seka sekara rang ng,, belu belum m ada ada kete ketent ntua uan n (pas (pasal al), ), yang yang secar secaraa terse tersend ndiri iri mene menent ntuk ukan an sikap sikap Indone Indonesia. sia. Bertump Bertumpu u pada pada pengak pengakuan uan Ind Indones onesia ia terh terhad adap ap keber eberad adaa aan n Hukum ukum Inte Interna rnasi sion onal, al, Indo Indone nesi siaa meng mengan anut ut paha paham m moni monism sme. e. Berd Berdas asar arka kan n prak praktek tek,, Indo Indone nesi siaa cenderung pada monisme dengan pengutamaan Hukum Internasional.
Pros Prosed edur ur dan dan meto metode de yang ang digu diguna naka kan n Negar Negaraa merupa merupakan kan suatu suatu kelanj kelanjuta utan n proses proses,, yang dimulai dengan penutupan (persetujuan) suatu suatu Perja Perjanj njian ian Inte Intern rnas asio iona nal. l. Tidak idak ada ada transformasi. Tidak ada penciptaan (pem (pembu buat atan an)) atur aturan an huku hukum m atau atau Huku Hukum m Nas Nasio ion nal yang ang benar enar-b -ben enar ar baru aru. Yang ang dila dilaku kuka kan n hany anya meru merupa paka kan n kela kelanj njut utan an (perpanjangan) dari satu perbuatan penciptaan yang yang tungga tunggal. l. SyaratSyarat-sya syarat rat konsti konstitus tusion ional al hukum hukum nasional nasional hanya hanya merupakan merupakan bagian dari satu kesatu atuan mekani anisme penciptaan aan (pembuatan) hukum.
Masalah berikutnya yang perlu diperhatikan adal adalah ah baga bagaim iman anak akah ah pene penera rapa pan n Huku Hukum m Interna Internasio sional nal dalam dalam ranah ranah Hukum Hukum Nasion Nasional al Indonesia. Indonesia. Mengenai hal ini ada beberapa teori yang dikenal dalam Hukum Internasional, yaitu teori transformasi, delegasi, dan inkorporasi. Menurut teori inkorporasi Hukum Internasion Internasional al dapat diterapkan dalam Hukum Hukum Nasional secara otomatis tanpa adopsi khusus. Hukum Hukum Internasion Internasional al dianggap dianggap sudah sudah menyatu menyatu ke dalam Hukum Nasional. Teori ini berlaku untuk penerapan Hukum Kebiasaan Inte Intern rnas asio ion nal dan dan Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall universal . Dalam Dalam penerap penerapan an Hukum Hukum Intern Internasi asiona onal, l, yang bersumber bersumber dari Perjanjian Perjanjian Internasiona Internasionall ada dua teori, yaitu teori transformasi dan teori dele delega gasi si.. Berd Berdas asar arka kan n teor teorii tran transf sfor orma masi si,, Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall yang bers bersum umbe berr dari dari Perjan Perjanjian jian Interna Internasio sional nal dapat dapat diterap diterapkan kan di dalam Hukum Nasional apabi abila sudah dijelmakan (ditransformasi) ke dalam Hukum Nasional, Nasional, secara formal dan substantif. substantif. Teori Teori transformasi transformasi mendasarkan mendasarkan diri pada pendapat pendapat pan panda dang ngan an posi positiv tivis is,, bahw bahwaa atur aturan an-at -atur uran an Huku Hukum m Inte Intern rnas asio ion nal tida tidak k dapa dapatt secar ecaraa langsung dan “ ex propri diterapkan proprio o vigore vigore” diterapkan dala dalam m Hukum ukum Nasi Nasio onal. nal. Demik emikia ian n juga juga sebaliknya. sebaliknya. Hukum Internasion Internasional al dan Hukum Hukum Nasional merupakan sistem hukum yang benar benar terpisah, dan secara struktur merupakan sist sistem em huku hukum m yang yang berb berbed eda. a. Untu Untuk k dapa dapatt diterap diterapkan kan ke dalam dalam Hukum Hukum Nasion Nasional al perlu perlu proses adopsi khusus atau inkorporasi khusus. Menu Menuru rutt teor teorii dele delega gasi si,, atur aturan an-a -atu tura ran n konstitusional Hukum Internasional men mendele delega gassikan ikan kep kepada ada masin asing g-mas -masin ing g konstitusi Negara, hak untuk menentukan:
Cuku Cukup p sulit sulit meneta menetapk pkan an teori teori apa apa yang yang diguna digunakan kan Indone Indonesia sia.. Indone Indonesia sia tidak tidak secara secara tegas-tegas menerima teori inkorporasi. Tetapi Indone Indonesia sia nampak nampak cender cenderung ung secara secara diamdiamdiam menggunaka menggunakan n teori inkorporas inkorporasi. i. Dalam menerapkan menerapkan Hukum Hukum Kebiasaan Kebiasaan Internasion Internasional al dan Hukum Internasional universal , Indonesia tidak pernah melakukan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai adopsi khusus. Indo Indone nesi siaa namp nampak ak tida tidak k sepe sepenu nuhn hny ya meng menggu guna naka kan n teor teorii tran transf sfor orma masi si.. Dala Dalam m penerapan penerapan Perjanjian-P Perjanjian-Perjanji erjanjian an Internasion Internasional al yang berlakunya tidak memerlukan ratifikasi, Indonesia belum pernah membuat perundangundangan yang mengatur substansi perjanjian yang telah ditandatangani. Berken Berkenaan aan dengan dengan Perjan Perjanjia jian-pe n-perjan rjanjian jian Intern Internasi asiona onall yang yang berlaku berlakuny nyaa memerlu memerlukan kan ratifi ratifika kasi si,, Indo Indone nesi siaa dapa dapatt dian diangg ggap ap ingi ingin n menggunaka menggunakan n teori transformas transformasi. i. Pengesahan Pengesahan per perjan janjia jian-p n-per erja janj njia ian n terse tersebu butt ditua dituang ngka kan n dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Presiden. Dalam hal ini dapat dianggap terjadi penjelmaan dari Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional. Akan tetapi perjanjian yang disa disahk hkan an dila dilamp mpir irka kan n begi begitu tu saja saja sepe sepert rtii asli asliny nya, a, buka bukan n dala dalam m bent bentuk uk peru perund ndan anggundangan formal meng engenai substan tansi perjanjian yang bersangkutan. Indonesia secara diam-diam diam-diam menerima menerima bahwa perjanjian yang bersa bersangk ngkuta utan n sudah sudah menyat menyatu u dalam dalam Hukum Hukum Nasio Nasional nal.. Untuk Untuk sepenu sepenuhny hnyaa menggu menggunak nakan an teor eori tran ransformas rmasii perl erlu dilamp ampirkan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi yang termuat dalam perjanjian yang bersangkutan.
PROF. DR. MOHD. BURHAN TSANI, SH., MH. PROF. Guru Besar pada Fakultas Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Nampaknya Indonesia cenderung menggunakan teori delegasi. Pengesahan yang dilakukan menurut Hukum Nasional Indonesia, merupa merupakan kan bagian bagian prosed prosedur ur ratifik ratifikasi asi dalam dalam ranah ranah Huku Hukum m Nasi Nasion onal al untu untuk k memp mempero erole leh h instrumen ratifikasi, yang diperlukan prosedur ratifik ratifikasi asi dalam dalam ranah ranah Hukum Hukum Intern Internasi asiona onal. l. Ratif tifikasi merupakan bagian prosedur pem pembe bent ntuk ukan an Huku Hukum m Inte Intern rnas asio iona nall yang yang dituangkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Pasal asal 2 ins instrum trumen en pen pengesa gesah han tela telah h menetapkan kapan berlakunya perjanjian yang bersangkutan tan dala alam Hukum Nasional Indonesia. Indonesia. Ketentuan Ketentuan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al dijadi dijadikan kan Hukum Hukum Nasion Nasional al dengan dengan Undang Undang-Undang Undang atau Peratu Peraturan ran Presid Presiden. en. Ketent Ketentuan uan Perj Perjan anji jian an Inter Interna nasi sion onal al dija dijadi dika kan n Huku Hukum m Nas Nasio iona nall deng engan Undan ndang g-Und -Undan ang g atau atau Peratu Peraturan ran Presid Presiden. en. Perjan Perjanjian jian Intern Internasi asiona onall yang yang bersan bersangku gkutan tan dibiark dibiarkan an dalam dalam naskah naskah aslinya. Prosedur yang dilaksanakan meru merupa paka kan n bagi bagian an dari dari kese keselu luru ruha han n pros proses es
pem pembu buata atan n Perj Perjan anji jian an bersangkutan.
Inte Intern rnas asio iona nall
yang yang
Kete Keterik rikata atan n Indo Indone nesi siaa pada pada Perja Perjanj njia ian n Internasion Internasional al yang bersangkutan bersangkutan,, dilandaskan dilandaskan pada penyampaian instrumen ratifikasi dalam ranah Hukum Internasional. Apabila Indonesia sudah menjadi Negara pihak, Indonesia wajib mela melaks ksana anaka kann nnya ya deng dengan an itik itikad ad baik baik dan dan melakukan penyesuaian perundangundanganny undangannyaa dengan dengan Perjanjian Perjanjian Internasion Internasional al yang sudah berlaku secara definitif.
Penutup Prak raktek tek-pra -prak ktek tek yang ang tida tidak k ajeg ajeg dan dan simpang siur yang mengakibatkan permasalah alahaan perlu rlu diluruskan. an. Hasi asil pel pelur uru usan san diru irumusk muskan an deng dengan an baik baik dan disosialisasikan serta dikomunikasikan kepada semua pengelola Negara dan Warga Negara. Hasi Hasill akhi akhirn rny ya ditu dituan angk gkan an dala dalam m bent bentuk uk per perun unda dang ng-u -und ndan anga gan n di bawa bawah h Unda Undang ng-Undang Dasar.