Status Gizi Ibu Hamil Menurut Sunita Almatsier (2001:3), status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (I Dewa Nyoman S, dkk, 2003:29). Disamping itu akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus dan sebagainya. Menurut Sitorus dkk (1999:141), kelebihan atau kekurangan zat gizi harus sebisa mungkin dihindari, karena hal ini akan bisa mengakibatkan kelainan-kelainan yang tidak diharapkan. Maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah perlu dilakukan. Dengan pengukur an antropometri dapat diketah ui keadaan status gizi ibu hamil. Pengukura n antropometri antropometri ini selain sangat mudah karena alat ukurnya sederhana, murah dan serta praktis bisa dibawa kemana saja. Antropometri ibu hamil yang sering diukur adalah kenaikan berat badan ibu selama hamil dan lingkar lengan atas (LLA) ibu hamil. Menurut Samsudin dan Arjarmo Tjokronegoro (1986:27), kenaikan berat badan dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil. Kenaikan normal yang dianjurkan oleh Depkes RI yaitu 7-12 Kg, sebaiknya sebelum mulai hamil seorang wanita beratnya tidak kurang dari 40 kg. Dan untuk mengetahui sejak dini apakah ibu hamil berisiko KEK (Kekurangan Energi Kalori) atau gizi kurang dapat dilakukan pemeriksaan Lingkar Lengan Atas (LLA). Bila LLA < 23,5 cm maka ibu hamil tersebut berisiko KEK (Depkes RI, 2000:15).
1.
Kenaikan Berat Badan (BB) Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa dilihat dari kenaikan berat badannya (Sitorus, 1999:41). Pertambahan berat badan ibu merupakan pencerminan dari status gizi ibu hamil. Bertambahnya berat badan ibu sangat berarti sekali bagi kesehatan ibu dan janin. Pada ibu yang menderita kekurangan energi dan protein (status gizi kurang) maka akan menyebabkan ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu ke janin berkurang, sehingga terjadi reterdasi perkemba ngan janin intra utera dan bayi denga n Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Sam sudin dan Arjatmo Tjokronegoro, 1986:24). Penambahan berat badan ibu semasa kehamilan menggambarkan laju pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada usia kehamilan trimester trimester I laju pertambahan berat badan ibu belum tampak nyata karena pertumbuhan janin belum pesat, tetapi memasuki usia kehamilan trimester II laju pertumbuhan janin mulai pesat dan pertambahan berat badan ibu juga mulai pesat (Sjahmien Moehji, 2003:19). Menurut Solihin Pudjiadi (2003:9), seorang ibu yang sedang mengandung mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10 12 kg. Pada trimester pertama kenaikan itu hanya kurang dari 1 kg, pada trimester kedua kurang lebih 3 kg, sedang pada trimester ketiga kira-kira 6 kg. Pada trimester kedua kira-kiratrimester ketiga kira-kira 90 % daripada kenaikan itu merupakan kenaikan komponen janin, seperti pertumbuhan janin, placenta, dan bertambahnya cairan omnion. Elizabeth Elizabeth Tara (2001:56) menyatakan bahwa, kenaikan berat badan selama selama kehamilan berkisar 11 kg 12,5 kg atau 2 0 % dari berat badan sebelum hamil, penambahan berat badan sekitar 0,5 kg pada trimester pertama dan 0,5 kg setiap minggu pada trimester berikutnya. Depkes RI (2000:7), menganjurkan kenaikan normal bagi ibu hamil sebesar 7-12 K g. Yang perlu diketahui bahwa bertambahnya berat karena hasil konsepsi yaitu janin, plasenta, dan cairan omnii. Selain itu alat-alat 50 %, dan pada reproduksi ibu seperti rahim dan payudara membesar, volume darah bertambah selain lemak tubuh yang meningkat. Semua ini diperlukan untuk persiapan pada saat melahirkan dan setelah melahirkan seperti memproduksi air susu ibu (ASI ).
2.
Lingkar Lengan Atas (LLA) Antropometri yang paling sering digunakan untuk menilai status gizi yaitu LLA (Lingkar Lengan Atas) mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Tujuan pengukuran LLA mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah :
1.
Mengetahui resiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menepis wanita yang mempunyai resiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
2.
Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
3.
Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan peningkatan kesejahteraan ibu dan anak
4.
Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK
5.
Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
Ambang batas LLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian pita LLA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah(BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak (I Dewa Nyoman Supariasa, dkk, 2002:48-49).
3.
Kadar Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia (I Dewa Nyoman S, 2002:169). Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya (Hb) di bawah 11 gr/dl (Sitorus, 1999:63). Pada ibu hamil terjadi penurunan kadar Hb karena penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel darah merah. Penurunan ini terjadi mulai sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu (Sitorus, 1999: 64). Selain itu anemia kehamilan juga dapat disebabkan karena berkurangnya cadangan besi untuk kebutuhan janin. Anemia yang sering di temukan di Indonesia adalah anemia kekurangan zat besi. Anemia gizi besi merupakan masalah gizi yang utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada kelompok ibu hamil yaitu sebesar 70% dan pekerja berpenghasilan rendah 40% (I Dewa Nyoman S, 2002:169) Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempe ngaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2002:31). Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami anemia atau tidak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Salah satu cara cara yang dapat digunakan adalah pemeriksaan hemoglobin metode Sahli, metode ini masih banyak digunakan di laboratorium dan paling sederhana.