RASIONALITAS PENGGUNAAN PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK PADA P ADA PASIEN SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT INAP JIWA RUMAH SAKIT DAERAH MADANI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERIODE JANUARI-APRIL 2014
SKRIPSI
FAHRUL G 70 701 10 003
PROGRAM PROGRAM STUDI FARMASI FARMASI JURUSAN JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM ALAM UNIVERSITAS TADULAKO
MEI MEI 2014 2014
RASION RASIONAL ALITA ITAS S PENGG PENGGUN UNAAN AAN ANTIPSIK ANTIPSIKOTIK OTIK PADA PADA PASIEN PASIEN SKIZO SKIZOFREN FRENIA IA DI INSTALAS INSTALASII RAWAT RAWAT INAP INAP JIWA JIWA RUMAH RUMAH SAKIT DAERAH DAERAH MADANI MADANI PROVINS PROVINSII SULAWESI SULAWESI TENGA TENGAH H PERIODE JANUARI-APRIL 2014
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesai menyelesaikan kan Program Sarjana Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Farmasi Farmasi pada Jurusan Jurusan Kimia Kimia FMIPA Universitas Tadulako
FAHRUL G 70 701 10 003
PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO
MEI 2014
RASION RASIONAL ALITA ITAS S PENGG PENGGUN UNAAN AAN ANTIPSIK ANTIPSIKOTIK OTIK PADA PADA PASIEN PASIEN SKIZO SKIZOFREN FRENIA IA DI INSTALAS INSTALASII RAWAT RAWAT INAP INAP JIWA JIWA RUMAH RUMAH SAKIT DAERAH DAERAH MADANI MADANI PROVINS PROVINSII SULAWESI SULAWESI TENGA TENGAH H PERIODE JANUARI-APRIL 2014
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesai menyelesaikan kan Program Sarjana Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Farmasi Farmasi pada Jurusan Jurusan Kimia Kimia FMIPA Universitas Tadulako
FAHRUL G 70 701 10 003
PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO
MEI 2014
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul
: Rasionalitas
Penggunaan
Antipsikotik
Pada
Pasien
Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014 Nama
: Fahrul
Stambuk
701 10 003 : G 701
Telah diperiksa diperiksa dan disetujui disetujui untuk diujikan.
Palu,
Mei 2014
Pembimbing I
Pembimb Pembimbing ing II
Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., Apt NIP. NIP. 198004 19800418 18 200501 200501 2 002
Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt
Mengetahui, Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Universitas Tadulako
Dr. Abd. Abd. Rahma Rahman n Razak, Razak, S.Si S.Si., ., M.Si. M.Si.,, Apt NIP. 19711020 19711020 199903 199903 1 002
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Judul
: Rasionalitas
Penggunaan
Antipsikotik
Pada
Pasien
Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014
Nama
: Fahrul
Stambuk
: G 701 10 003
Disetujui Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Ketua
: Alwiyah Mukaddas, S. Farm., M.Si., Apt.
Sekretaris
: Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt.
Penguji 1
: Yuliet, S.Si., M.Si., Apt.
Penguji 2
: Indriani, S.Far., M.Sc., Apt.
Penguji 3
: Arsa Wahyu Nugrahani, S. Farm., M.Sc., Apt.
Penguji 4
: Muhamad Rinaldhi Tandah, S.Farm., M.Sc., Apt. ………………
Penguji 5
: Ririen Hardani, S.Farm., M.Si., Apt. Mengetahui
Dekan FMIPA Universitas Tadulako
Drs. H. Abdullah, MT NIP. 196202171991031002
………………
………………
………………
………………
………………
………………
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Palu,
Mei 2014
Penulis,
Fahrul G 701 10 003
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotik meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014. Metode yang digunakan adalah deskriptif yang dikerjakan secara prospektif dengan mengumpulkan data primer dengan melakukan observasi, wawancara dan data sekunder dari rekam medik pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014. Analisa data dilakukan secara deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan atau memberikan gambaran karakteristik setiap variabel penelitian meliputi : Karakteristik pasien, karakteristik klinis dan rasionalitas penggunaan obat. Hasil rasionalitas pengobatan yang didapatkan adalah sebagai berikut : tepat indikasi 100%, tepat obat 90,4%, tepat pasien 87,8%; tepat dosis 81,6% dan tepat frekuensi pemberian antipsikotik 90,4%. Penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode JanuariApril 2014 belum dapat dikatakan rasional.
Kata kunci : Rasionalitas, antipsikotik, skizofrenia
v
ABSTRACT
This research is aimed to find out rationality of antipsychotic usage includes right indication, drug, patient, dosage, and frequency in Schizophrenia at Patient Department in Madani Mental Hospital of Central Sulawesi from January-April 2014. This research is a descriptive study, prospectively done by collecting primary data which is observing, interviewing and secondary data from the schizophrenia patient medical record. Data analysis is done by descriptive quantitative to provide an overview of the characteristic each study variables include : patient characteristic, clinical characteristic, and rational use of drug. The results obtained rationality treatment was as follows : 100% precise indications, 90,4% right drug, 87,8 right patient, 81,6% right dosage and 90,4% appropriate frequency of antipsychotic usage. Antipsychotic usage in schizophrenia at Patient Department in Madani Mental Hospital of Central Sulawesi January-April 2014 cannot be stated as rational yet.
Key words : Rationality, antipsychotic, schizophrenia
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya terutama nikmat waktu dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini yang berjudul “ Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014”. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya serta umat islam yang selalu istiqomah hingga akhir zaman. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dorongan yang tulus ikhlas dari berbagai pihak, untuk itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan setinggi-tingginya, teristimewa kepada Ibundaku Fatmawati, S.Pd dan Ayahandaku Tamin, A.Ma, Adik-adikku tersayang (Ahmad Rifaldi dan Salsa Nur Fadilah) serta keluarga besarku untuk semua cinta, kasih sayang, pengorbanan serta doanya kepada penulis. Kepada Ibu Alwiyah Mukaddas, S.Farm., M.Si., Apt selaku pembimbing I sekaligus dosen wali dan Ibu Ingrid Faustine, S.Si., M.Sc., Apt selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini, serta arahan selama penulis menempuh bangku perkuliahan di Program Studi Farmasi.
vii
Terima kasih dan penghargaan yang sama penulis sampaikan kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Basir, S.E., M.S., Rektor Universitas Tadulako.
2.
Bapak Drs. H. Abdullah, MT., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako.
3.
Bapak/Ibu Wakil Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako.
4.
Bapak Syariful Anam, S.Si., M.Si., Apt dan Ibu Yuliet, S.Si., M.Si., Apt., Koordinator dan Sekretaris Program Studi Farmasi FMIPA UNTAD.
5.
Ibu Yuliet, S.Si., M.Si., Apt,
Bapak Ihwan, S.Si., M.Kes., Apt, Ibu Arsa Wahyu
Nugrahani, S.Farm., M.Sc., Apt, Bapak Muhamad Rinaldhi Tandah, S.Farm., M.Sc., Apt, Ibu Ririen Hardani, S.Farm., M.Si., Apt dan Ibu Indriani, S.Far., M.Sc, Apt
selaku dosen pembahas yang telah memberikan saran dan pemikiran yang berharga dalam penyusunan skripsi ini. 6.
Bapak dan Ibu dosen program studi Farmasi FMIPA UNTAD yang telah banyak membantu dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
7.
Seluruh staf akademik di Fakultas MIPA UNTAD yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama kuliah.
8.
Ibu dr. Isharwati., M.Kes selaku direktur RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian.
viii
9.
Ibu dr. Eka, Ibu dr. Desi selaku dokter jiwa, Ibu Ni Ketut Suharyani, Amd., Kep., Bapak Losaende, L., Amd., Kep., Bapak Umar Mansyur., Amd., Kep., Bapak Nursid Hadi, Amd., Kep selaku kepala ruangan inap jiwa tempat penulis meneliti, bapak Malvin dan Ibu Rina selaku staf diklat RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan kesempatan bimbingan dan bantuan kepada penulis selama penelitian.
10. Kesayanganku Arum Maulidiyah serta Oryza Sativa, Andika dan Panji yang selama ini dalam suka duka telah banyak memberikan bantuan semangat dan dukungan kepada penulis. 11. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi angkatan 2010 (POT’10) yang tidak dapat saya tuliskan satu-persatu. Kalian adalah teman-teman terbaikku. Terima kasih atas semua kebaikan dan bantuan kalian Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga segala bantuan dan bimbingan dari semua pihak senantiasa mendapat ridho Allah SWT. Amin.
Palu, Mei 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI .......................................... iii HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv ABSTRAK ........................................................................................................ v ABSTRACT ................................................................ ...................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................ ...................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR TABEL ......................................................................... ................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ ..................... xvi DAFTAR SIMBOL/ISTILAH .......................................................................... xvii BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5 Batasan Masalah ...................................................................
1 1 4 5 5 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Skizofrenia ............................................................................ 2.2 Antipsikotik .......................................................................... 2.3 Rasionalitas Penggunaan Obat .............................................
7 7 24 35
BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................... 3.1 Desain Penelitian .................................................................. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............ 3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................... 3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 3.6 Analisa Data .........................................................................
38 38 38 38 40 43 43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 45 4.1 Hasil Penelitian ................................................................ ..... 45 4.2 Pembahasan .......................................................................... 50
x
BAB V
KESIM KESIMPUL PULAN AN DAN SARAN SARAN ...... ......... ...... ....... ....... ...... ...... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ..... .. 79 5.1 Kesimpulan ................................................................ ........... 79 5.2 Saran ................................................................ ..................... 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ ....................... 81 LAMPIRAN ................................................................ ...................................... 86 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 114
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1
Efek Efek samping samping Farmak Farmakolog ologik ik Antips Antipsiko ikotik tik ...... .......... ....... ...... ...... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ...... ...... ....... ....... ... 33
4.1
Distri Distribus busii jeni jeniss kela kelamin min pasien pasien skizof skizofren renia ia yang yang dirawa dirawatt inap inap jiwa jiwa di RSD RSD Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah periode periode Januari-A Januari-April pril 2014 ....... ....... 45
4.2 4.2
Dist Distri ribu busi si usia usia pasi pasien en skiz skizof ofre reni niaa yang ang dir diraw awat at inap inap jiwa jiwa di RSD RSD Madani Provinsi Provinsi Sulawe Sulawesi si Tengah Tengah periode periode Januari-Ap Januari-April ril 2014 2014....... ............. ............. ....... 45
4.3 4.3
Dist Distri ribus busii suku suku/e /etn tnis is pasi pasien en skizo skizofr fren enia ia yang yang dira dirawa watt ina inap p jiwa jiwa di RSD Madani Madani Provi Provinsi nsi Sulaw Sulawesi esi Tengah Tengah period periodee JanuariJanuari-Apr April il 2014....... 2014....... 46
4.4 4.4
Dist Distri ribus busii stat status us perk perkaw awin inan an pasi pasien en skizo skizofr fren enia ia yang yang dira dirawa watt ina inap p jiwa jiwa di RSD Madani Madani Provin Provinsi si Sulawe Sulawesi si Tengah Tengah period periodee Januari-A Januari-Apri prill 2014 ....... .......... ..... 46
4.5 4.5
Dist Distri ribu busi si jenj jenjan ang g pend pendid idik ikan an pasi pasien en skiz skizof ofre reni niaa yang yang dira dirawa watt inap inap jiwa jiwa di RSD Madani Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah Tengah periode periode Januari-Apr Januari-April il 2014...... 2014 ........ 46
4.6 4.6
Dist Distri ribu busi si peke pekerj rjaa aan n pasi pasien en skiz skizof ofre reni niaa yang ang dira dirawa watt ina inap p jiwa jiwa di di RSD Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah periode periode Januari-A Januari-April pril 2014 ........... ........... 47
4.7 4.7
Dist Distri ribu busi si geja gejala la pasi pasien en skiz skizof ofre reni niaa yang ang dira dirawa watt inap inap jiwa jiwa di RSD Madani Madani Provin Provinsi si Sulawe Sulawesi si Tengah Tengah period periodee Januari-A Januari-Apri prill 2014 ....... .......... ..... 47
4.8 4.8
Dist Distri ribus busii tipe tipe-t -tip ipee skizo skizofr fren enia ia yang yang dira dirawa watt inap inap jiw jiwaa di RSD RSD Madani Provinsi Provinsi Sulawe Sulawesi si Tengah Tengah periode periode Januari-Ap Januari-April ril 2014 2014....... ............. ............. ....... 47
4.9 4.9
Dist Distri ribus busii jenis jenis anti antips psik ikot otik ik yang yang digu diguna nakan kan pas pasien ien skiz skizof ofre reni niaa yang yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-Apr Januari-April il 2014.................. 2014......................... ............. .............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .......... .... 48
4.10 Distribus Distribusii lama lama rawat rawat inap inap pasien pasien infeksi infeksi saluran saluran kemih yang dirawat dirawat inap jiwa jiwa di RSD Madani Provin Provinsi si Sulawesi Sulawesi Tengah Tengah periode periode Januari-Apr Januari-April il 2014.................. 2014......................... ............. .............. .............. ............. ............. .............. .............. ............. ............. .......... .... 48 4.11 4.11 Dist Distri ribus busii tep tepat at ind indik ikas asii pasi pasien en skizo skizofr fren enia ia yang yang dir diraw awat at inap inap jiwa jiwa di RSD RSD Madani Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah periode periode Januari-A Januari-April pril 2014 ....... ....... 49
xii
4.12 Distri Distribus busii tepat tepat obat obat pasien pasien skizof skizofren renia ia yang yang dirawa dirawatt inap inap jiwa jiwa di RSD Madani Madani Provi Provinsi nsi Sulawe Sulawesi si Tengah Tengah period periodee JanuariJanuari-Apr April il 2014....... 2014....... 49 4.13 4.13 Dist Distri ribus busii tepat tepat pasi pasien en skiz skizof ofre reni niaa yang yang diraw dirawat at inap inap jiwa jiwa di RSD RSD Madani Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah periode periode Januari-A Januari-April pril 2014 ....... ....... 49 4.14 Distri Distribus busii tepat tepat dosis dosis pasien pasien skizof skizofren renia ia yang diraw dirawat at inap inap jiwa di RSD Madani Madani Provinsi Provinsi Sulawesi Sulawesi Tengah Tengah periode periode Januari-Apri Januari-Aprill 2014 ....... ....... 49 4.15 Distri Distribus busii tepat tepat frekuen frekuensi si pember pemberian ian antips antipsiko ikotik tik pasien pasien skizof skizofren renia ia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode periode Januari-Apr Januari-April il 2014................... 2014......................... ............ .............. ............... ............. ............. .............. .............. .......... ... 50 4.16 Kontra Kontraind indika ikasi si Obat Obat Antips Antipsiko ikotik tik ...... ......... ...... ....... ....... ...... ...... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ...... ....... ....... ...... ....... .... 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Patofisiologis skizofrenia ..............................................................................
2.2
Skema diagnosis skizofrenia ........................................................................ 17
2.3
Algoritma antipsikotik ................................................................................. 34
4.1
Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 50
4.2
Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 52
4.3
Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 53
4.4
Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 54
4.5
Distribusi jenjang penididikan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014....... 55
4.6
Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 57
4.7
Distribusi gejala pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 58
4.8
Tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ............................................... 60
4.9
Distribusi jenis antipsikotik pasien skizofrenia rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 61
4.10
Distribusi lama rawat inap pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014........... 64
xiv
8
4.11
Distribusi tepat indikasi pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014........... 66
4.12
Distribusi tepat obat pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ................... 67
4.13
Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014................................. 71
4.14
Distribusi tepat dosis antipsikotik pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014............................................................................................................... 72
4.15
Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ........................................................................... 76
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data pasien skizofrenia rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari – April 2014 .................................... 86 Lampiran 2 Standar pelayanan medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah ...... 93 Lampiran 3 Dosis dan frekuensi penggunaan antipsikotik peroral .......................... 95 Lampiran 4 Algoritma tatalaksana terpai skizofrenia tanpa riwayat ....................... 96 Lampiran 5 Algoritma tatalaksana terpai skizofrenia dengan riwayat ..................... 97 Lampiran 6 Hasil analisa data .................................................................................. 98 Lampiran 7 Surat izin penelitian penelitian ............................................................. 111 Lampiran 8 Surat keterangan telah melaksanakan penelitian .................................. 112 Lampiran 9 Dokumentasi ......................................................................................... 113
xvi
DAFTAR SIMBOL/ISTILAH
AGK
: antipsikotik generasi kedua
AGP
: antipsikotik generasi pertama
AP
: antipsikoik
APG-I
: antipsikotik generasi I
APG-II
: antipsikotik generasi II
CSS
: cairan serebrospinal
CT-scan
: computed tomography scanning
d
: kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
DDA
: dopamine depleting agent
DNA
: deoxyribonucleic acid
DRA
: dopamine reseptor antagonist
DSM
: diagnostic and statistic manual of mental disorders
ECT
: elctro convulsive therapy
EEG
: electroencephalography
GABA
: gamma aminobutyric acid
GEP
: gejala ekstapiramidal
Hb
: hemoglobin
HT
: hidroksitriptamin
LED
: laju endap darah
n
: besar sampel minimum xvii
N
: populasi yang diketahui
PDD
: pervasive developmental disorder
PDSKJI
: perhimpinan dokter spesialis kedokteran jiwa
PET
: positron emission tompgraphi
PIF
: prolactine inhibiting factor
RSD
: rumah sakit daerah
RSK
: rumah sakit khusus
SDA
: serotonin dopamine antagonist
VIP
: very important person
WHO
: world health organization
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran. Gangguan tersebut dapat berupa disorganisasi (kekacauan) isi pikiran, yang ditandai antara lain oleh adanya gejala gangguan pemahaman (delusi/waham), dan gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai gangguan terhadap daya nilai realitas berupa perilaku aneh (bizzare). Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia (Agus, 2005).
Pada saat ini penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami peningkatan terkait dengan berbagai macam permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia, mulai dari kondisi perekonomian yang memburuk, kondisi keluarga atau latar belakang, pola asuh anak yang tidak baik sampai bencana alam yang melanda negara kita. Selain itu, dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi perubahan dan kemajuan teknologi baru (Maramis, 2004)
1
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Penyakit ini menyerang 4 sampai 7 dari 1000 orang (Saha et al, 2005). Skizofrenia biasanya menyerang pasien dewasa yang berusia 15-35 tahun. Diperkirakan terdapat 50 juta penderita di dunia, 50% dari penderita tidak menerima pengobatan yang sesuai, dan 90% dari penderita yang tidak mendapat pengobatan tepat tersebut terjadi di negara berkembang (WHO, 2011). Di Indonesia, prevalensi gangguan jiwa berat (skizofrenia) sebesar 4,6‰. Sulawesi Tengah menempati peringkat pertama dari provinsi lain yang berada di Sulawesi dengan penderita skizofrenia sebesar 5,3‰ yang kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Sulawesi Selatan 3,2‰, Sulawesi Tenggara 2,5‰, Sulawesi Utara 2,4‰, Gorontalo 2,4‰, dan Sulawesi Barat 1‰ (RISKESDAS, 2008).
Salah satu penanganan skizofrenia dengan menggunakan pengobatan antipsikotik. Antipsikotik merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif mengobati skizofrenia (Irwan dkk, 2008). Hasil penelitian pola penggunaan antipsikotik pada penderita skizofrenia menunjukkan bahwa jenis antipsikotik yang digunakan adalah klorpromazin, haloperidol, trifluoperazin, risperidon dan klozapin. Pada terapi tunggal antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah risperidon (21,1%) dan terapi kombinasi antipsikotik yang banyak digunakan adalah kombinasi haloperidol dan klorpromazin (23,2%). Pada kategori pengobatan terdiri dari pengobatan antipsikotik tipikal, pengobatan antipsikotik atipikal
dan
kombinasi
antipsikotik
tipikal-atipikal.
Pengobatan
dengan
2
menggunakan antipsikotik tipikal merupakan pengobatan terbanyak yang digunakan dengan persentase sebesar 41,5% (Jarut dkk., 2013). Hasil penelitian evaluasi
penggunaan
obat
pada
pasien
skizofrenia adalah tepat indikasi
sebanyak 100%, tepat pasien 100%, tepat obat 93,39%, dan tepat dosis 99,06% (Setyaningsih, 2011).
Mekanisme kerja obat antipsikotik tipikal seperti haloperidol dan klorpromazin adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor
antagonists).
penggunaan
Dengan adanya mekanisme kerja tersebut maka
antipsikotik
tipikal
mempunyai
potensi
yang
besar
untuk
menimbulkan efek samping diantaranya berupa gejala ekstrapiramidal (GEP) (Maslim, 2003). Gejala ekstrapiramidal ini dapat berupa parkinsonisme (hipokinesia, kekakuan anggota tubuh, tremor tangan dan keluar air liur berlebihan, gejala ’rabbit syndrome’ ), akathisia, dystonia akut, dyskinesia tardive, (BPOM RI, 2008).
Rumah Sakit Daerah Madani merupakan satu-satunya Rumah Sakit milik pemerintah di Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rujukan untuk pasien gangguan kejiwaan. Laporan dari unit rekam medik RSD Madani kasus pasien skizofrenia rawat inap termasuk pasien terbanyak di rumah sakit tersebut dengan kejadian pada tahun 2010 jumlah kasus sebanyak 326 dari 506 pasien gangguan jiwa, 2011 jumlah kasus sebanyak 347 pasien dari 560 pasien gangguan jiwa, 2012 3
jumlah kasus sebanyak 365 pasien dari 427 pasien gangguan jiwa dan 2013 jumlah kasus sebanyak 375 pasien dari 662 pasien gangguan jiwa. Data di atas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah pasien skizofrenia di Provinsi Sulawesi Tengah setiap tahun. Hal tersebut seharusnya mendapat perhatian yang lebih, baik dari keluarga, masyarakat, perawat, dokter, farmasis maupun tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit karena dampaknya yang luas dan berjangka waktu lama, baik terhadap kualitas hidup atau beban bagi pasien, keluarga, masyarakat maupun negara. Penggunaan obat yang rasional merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Dalam upaya meningkatkan pemakaian obat secara rasional, diperlukan peningkatan secara bersama-sama dalam seluruh proses terapi yang mencakup penegakkan diagnosis, pemilihan kelas terapi dan jenis obat, pemberian obat ke pasien, penentuan dosis, cara dan pemberian, harga obat, pemberian informasi yang sesuai dan kewaspadaan efek samping. Berdasarkan berbagai hal tersebut penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ditinjau dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : bagaimana rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien
4
skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 ditinjau dari aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber berbagai konsep teori yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan pemahaman, penalaran, dan pengalaman peneliti terkait dengan masalah rasionalitas pengobatan.
1.4.2 Aspek pengembangan penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan langkah awal untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia.
5
1.4.3 Aspek Pelayanan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumber data mengenai penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia, khususnya di wilayah kerja RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
1.5 Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada rasionalitas penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa (ruang manggis, ruang salak, ruang srikaya, ruang langsat) RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia 2.1.1 Definisi
Istilah schizophrenia diperkenalkan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss). Kata schizophrenia berasal dari bahasa Yunani, yaitu skhizo (split/membelah) dan phren (mind/pikiran). Schizophrenia berarti terbelah atau terpisahnya emosi dengan pikiran. Hal ini jelas terlihat bahwa penderita gangguan schizophrenia pada umumnya ditandai penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted) (First et al, 2004).
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition
(menurunnya
minat
dan
dorongan),
berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, efek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Arif, 2006).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan dan dapat mengakibatkan
kendala sosial, emosional dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya membedakan) (Tjay dkk, 2007).
2.1.2 Patofisiol gis
Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran dar ah dan ambilan glukosa, terutama di korteks prefontalis, dan pa a pasien yang didominasi gejala negatif juga terdapat penurunan jumlah neuron (penuruna jumlah substansia grisea). Selain itu, migrasi neuron yang abnormal selama perkembangan otak secara patof isiologis sangat bermakna.
Gambar 2.1 Patofisiologis skizofrenia (Silbernagl, 2007)
Atrofi penonjolan dendrit mengandung sinaps glutamatergik, sehingga transmisi glutamatergiknya terganggu. Selain itu, pada area yang terkena, pembentukan GABA dan/atau jumlah neuron GABAergik tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel piramidal menjadi berkurang. Makna patofisiologis yang khusus dikaitkan dengan dopamin; availibilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia, dan penghambat reseptor dopamin-D2 telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan di korteks prefontalis, dan penurunan reseptor D1 dan D2 berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia, seperti kurangnya emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat pelepasan dopamin yang meningkatkan dan hal ini tidak memiliki efek patogenetik (Silbernagl, 2007).
2.1.3 Etiologi
Menurut Amir (2013), belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil penelitian yang dilaporkan saat ini : 1. Biologi Tidak
ada
gangguan
fungsional
dan
struktur
yang
patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat pada sub populasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-
kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit; atropi bilateral lobus
temporal
medial
dan
lebih
spesifik
yaitu
girus
parahipokampus, hipokampus dan amiglada; disorientasi spasial sel pyramid hipokampus dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir, dan beberapa perjalanan progresif. Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya, gangguan hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus frontalis
dihubungkan
dengan
gejala
negatif
skizofrenia.
Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus dalam cairan serebrospinal (CSS), limposit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan
fungsi
pengurangan
hemister
ukuran
kiri,
korpus
gangguan
kalosum,
transmisi
pengecilan
dan
serebri,
penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat dengan PET), kelainan EEG, EPP300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menanamkan benda.
Pada
individu
yang
berkembang
menjadi
skizofrenia
terdapat peningkatan insiden komplikasi persalinan, lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini
menunjukkan
adanya
dasar
biologik
dan
heterogenitas
skizofrenia.
2. Biokimia Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu terjadinya
peningkatan
aktivitas
dopamin
sentral
(hipotesis
dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama : a) Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2). b) Terjadinya psikosis akibat pengguanaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar dibedakan, secara klinik, dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia. c) Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia.
Penelitian reseptor D1, D5 dan D4, saat ini tidak banyak memberikan hasil. Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan neurotramsmiter di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah
pemberian
obat
yang
bersifat
antagonis
terhadap
neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia.
3. Genetika Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunya risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.
Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan spektrum skizofrenia), gangguan obsesif kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.
4. Faktor Keluarga Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang kerumah sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di residensial. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga
yang hostilitas, memperlihatkan kecemasan berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik (ekspresi emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samarsamar atau tidak jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1959, Betson menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda” yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespon pesan yang bentuknya kontradiksi sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia.
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut
Ade
(2012),
gambaran
secara
klinis
terjadinya
skizofrenia pada setiap orang berbeda-beda, bahkan pada satu individu pun akan bervariasi seiring bejalan waktu. Para peneliti dan komonitas medis telah menyetujui bahwa terdapat 3 fase/tahapan yang berbeda dalam perjalan penyakit skizofrenia, yaitu : 1. Fase akut Pada fase tersebut, penderitanya mengalami gejala-gejala mayor yang bisa dilihat jelas. Pertolongan medis berupa pemberian antipsikotik dibutuhkan penderita. Gejala-gejala tersebut bisa saja
terjadi dengan sangat perlahan atau mungkin tiba-tiba. Gejala yang dialami penderita pada episode mayor diantaranya yaitu penderita tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan yang ada di lingkungannya, halusinasi, delusi, asosiasi longgar, cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar, ambivalen, tidak mau bekerja sama dan menyukai hal-hal yang membuat konflik disekitarnya, tidak mau merawat diri serta gangguan nafsu makan dan tidur (Dipiro et al, 2009). 2. Fase stabilisasi Penderita mengalami penurunan gejala setelah fase akut, ditandai dengan berkurangnya gejala-gejala klinis. 3. Fase stabil Pada fase yang biasa disebut juga fase kronis atau rumatan ini, gejala-gejala klinis yang terjadi pada episode akut sudah mampu dikelola dengan baik, namun masih ada kesulitan untuk berfungsi seperti semula dan berisiko kambuh pada episode akut dan stabilisasi.
2.1.5 Gejala-Gejala skizofrenia
Menurut Hawaris (2007), gejala skizofrenia dibagi menjadi 2, yaitu gejala positif dan negatif antara lain :
1. Gejala Positif skizofrenia a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional. Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. b) Halusinansi,
yaitu
pengalaman
rangsangan. Misalnya
penderita
panca
indera
mendengar
tanpa
ada
bisikan-bisikan
ditelinganya padahal tidak ada sumber dari bisikan itu. c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. e) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya. f) Pikirann ya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya. g) Menyimpan rasa permusuhan 2. Gejala negatif skizofrenia a) Alam perasaan “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi. b) Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun.
c) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam. d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. e) Sulit dalam berfikir abstrak. f) Tidak
ada/kehilangan
dorongan
kehendak
dan
tidak
ada
inisiatif dan serba malas.
2.1.6 Diagnosis
Menurut Arif (2006), paling tidak terdapat enam kriteria diagnostik skizofrenia menurut Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders (DSM) IV text revision sebagai berikut :
1. Jika terdapat dua atau lebih gejala psikotik secara terus menerus minimal dalam waktu 6 bulan, dengan sedikitnya 1 bulan penderita menunjukkan gejala tersebut secara intens. Gejala-gejala yang dimaksud seperti: a) Delusi b) Halusinasi c) Pembicaraan kacau d) Tingkah laku kacau atau katatonik e) Gejala negatif (pendataran afek atau tidak ada kemauan) 2. Disfungsi sosial 3. Durasi paling tidak selama 6 bulan. Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dimana gejala-gejala muncul. 4. Tidak termasuk gangguan skizoefektif dan gangguan mood. 5. Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.
6. Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder (PDD). Bila ada riwayat gangguan austistik atau gangguan PDD lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.
GEJALA PSIKOTIK 1. 2.
Waham Halusinasi
3. Inkoherensi 4. Katatonia
TANDA ORGANIK 1. 2. 3. 4.
Penurunan kesadaran patologik Disorientasi Gangguan daya ingat Gangguan fungsi intelektual
Ya
Tidak
GANGGUAN MENTAL ORGANIK atau GANGGUAN JIWA AKIBAT PENYAKIT UMUM
PSIKOTIK FUNGSIONAL (gangguan psikotik)
1. 2.
> 6 bulan 3. Deteriorasi Onset < 45 tahun Tidak
Ya
skizofrenia
nonskizofrenia
Gambar 2.2 Skema diagnosis skizofrenia (Mansjoer dkk, 1999)
2.1.7 Tipe-tipe Skizofrenia
Menurut Arif (2006), ada beberapa tipe skizofrenia; masingmasing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda antara lain :
1. Skiz Skizof ofre ren nia Tipe ipe Para Parano noid id Ciri Ciri uta utama skiz skizo ofre frenia nia tipe tipe ini ini adalah lah adany danyaa wah waham yang ang mencolok lok atau halusina inasi auditorik dalam konteks terdapatnya nya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Wahamnya nya biasa iasany nyaa ada adalah lah waham ham kebe ebesara saran n, atau tau kedua duanya, nya, teta tetapi pi wah waham denga ngan tema tema lain lain misa isalny lnya waha waham m kece ecemburua uruan n, keaga agamaa maan mungk mungkin in juga juga muncu muncul. l. Krite Kriteri riaa diag diagno nost stik ik untu untuk k skiz skizof ofre reni niaa tipe tipe para parano noid: id: a) Preok Preokup upas asii deng dengan an satu satu atau atau lebi lebih h waha waham m atau atau seri sering ng meng mengala alami mi halusinas halusinasii auditorik. auditorik. b) Tidak ada ciri beriku ikut yang mencolok lok: bicara kacau, motorik kac kacau atau atau kata katato toni nik, k, afek afek yang ang tak tak sesu sesuai ai atau tau data datar. r. (disorganized) 2. Skiz Skizof ofre ren nia Tipe ipe hebe hebefr fren enik ik (disorganized)
Ciri Ciri uta utama disorganized adala adalah h pembic pembicara araan an kacau kacau,, tingka tingkah h laku kacau dan afek yang datar. Pembicaraan yang kacau dapat dise isertai tai kekonyo nyolan lan dan ter tertawa yang tid tidak berka rkaita itan denga ngan isi isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku misalnya nya: kurangnya nya orie rientasi tasi pada tuju tujuaan dapa dapatt memb embawa pada gang angguan uan yang seri seriu us pada pada berb berbag agai ai aktiv aktivita itass hidup hidup seha sehariri- hari. hari. Kriteri Kriteriaa diagn diagnost ostik ik skizof skizofren renia ia tipe disorganized : a) Gejala ini cukup menonjol jol: Pembicaraa raan kacau, tingk ngkah laku kacau. b) Tidak Tidak meme memenu nuhi hi krite kriteri riaa untu untuk k tipe tipe kata kataton tonik ik..
3. Skiz Skizof ofre reni niaa Tipe Tipe kata katato toni nik k Ciri Ciri utam tama pada skiz skizo ofre frenia tipe tipe katato taton nik adalah lah gangg ngguan pada pada psik psikom omot otor or yang ang dapa dapatt meli melipu puti ti ketid etidak ak-b -ber erg gerak erakan an moto motori rik k, akti aktiv vita itas moto motorr yang ang berl berleebiha ihan, sama ama seka sekali li tid tidak mau bica icara dan dan berk berkomu omunik nikas asi, i, geraka gerakan-g n-gerak erakan an yang tidak tidak terken terkenda dali, li, mengu mengulan lang g uca ucapan pan oran orang g lain lain atau atau meng mengik ikut utii ting tingka kah h lak laku oran orang g lain lain.. Krite Kriteria ria diag diagno nost stik ik skiz skizof ofre reni niaa tipe tipe kata katato toni nik k: a) Aktiv Aktivit itas as motor motor yang ang berle berlebih bihan an (yan (yang g tidak tidak bertuj bertujua uan n dan tidak tidak dipengaruhi oleh stimulasi eksternal). b) Negativism yang ekstrim trim (tanpa motiv tivasi yang ang jelas las, bersika ikap sang sangaat menolak pada segala ins instru truksi atau tau mempertahankan postur stur yang ang kak kaku untuk tuk menolak lak dip dipinda indahk hkaan) atau tau sam sama sek sekali diam. c) Gera Geraka kann-g gerak erakan an yang ang khas khas dan tid tidak terk terken enda dali li.. 4. Skiz Skizof ofre ren nia Tipe ipe Tak Tak Teri Tericci (undifferentiated) Pasien mempunyai halusinasi, waham dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya; kebingungan, inkoheren) atau memenuhi memenuhi kriteria kriteria skizofren skizofrenia ia tetapi tetapi tidak tidak digolo digolongka ngkan n pada pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual dan depresi pasca skizofrenia (Amir, 2013). 5. Skiz Skizof ofre reni niaa Tipe Tipe resi residu dual al Diag Diagno nosa sa skizo skizofr fren enia ia tipe tipe resi residu dual al dibe diberik rikan an bilam bilaman anaa pern pernah ah ada palin ling tida idak satu kali episo isode skizofr ofrenia, ia, tetap tapi gambar baran
klin linis saat ini tan tanpa gejal jala positif itif yang menonjol. Terdapat bukti bahwa gangguan masih ada sebaga agaima imana ditan tandai oleh leh adanya nya geja gejala la neg negatif atif atau atau geja gejala la posi positi tiff yang ang lebi lebih h halu halus. s. Pasien Pasien dalam keadaan keadaan remisi dari dari keadaan akut tetapi tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar atau pikiran tak logis) (Amir, 2013). 6. Depres Depresii Pasca Pasca skizo skizofre frenia nia Suatu episode episode depresi depresi yang yang mungk mungkin in berlangsun berlangsung g lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa berupa gejala gejala positif positif atau negatif negatif (biasanya (biasanya lebih lebih sering gejala gejala negatif) (Amir, 2013). 7. Skiz Skizof ofren renia ia simpl simplek ekss Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara
meyakinkan
karena
bergantung
pada
pemastian
perkembanga perkembangan n yang berlangs berlangsung ung perlahan, perlahan, progresif progresif dari gejala gejala negatif negatif yang khas dari skizofrenia skizofrenia residual residual tanpa adanya adanya riwayat riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan perubahanperubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang
bermanifestasi
sebagai
kehilangan
minat
yang
mencolok,
kemalasan dan penarikan diri secara sosial (Amir, 2013) 8. Skizofrenia lainnya Skizofrenia
lainnya
termasuk
skizofrenia
senestopatik,
gangguan skzofreniform YTT, skizofrenia siklik, skizofrenia laten, gangguan lir-skizofrenia akut (Amir, 2013). 9. Skizofrenia Tipe Yang Tidak Tergolongkan/YTT (unspecified) Skizofrenia jenis ini gejalanya sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu.
2.1.8 Terapi skizofrenia
Menurut (PDSKJI)
Perhimpunan
(2012),
Dokter
penatalaksanaan
Spesialis
Kedokteran
skizofrenia
dapat
Jiwa berupa
farmakoterapi, psikoterapi dan terapi lainnya yang dibagi dalam beberapa fase yaitu : 1. Fase Akut a) Farmakoterapi Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah. Pada langkah pertama yaitu berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan. Kemudian keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila pasien
berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan. b) Psikoedukasi Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan,
stresos
lingkungan
dan
peristiwa-peristiwa
kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau mengurangi
keterjagaan
melalui
komunikasi
yang
baik,
memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman, toleran perlu dilakukan. c) Terapi lainnya ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada skizofrenia katatonik dan skizofrenia refrakter. 2. Fase Stabilisasi a) Farmakoterapi Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol, meminimalisir risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).
Setelah
diperoleh
dosis
optimal,
dosis
tersebut
dipertahankan selama kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotik jangka panjang (long acting injectable) , setiap 2-4 minggu. b) Psikoedukasi Tujuan intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarganya dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini. 3. Fase Rumatan a) Farmakoterapi Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan terapi diberikan lima tahun bahkan seumur hidup. b) Psikoedukasi Tujuan intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan
terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola gejala
prodromal,
sehingga
mereka
mampu
mencegah
kekambuhan berikutnya.
2.2 Antipsikotik 2.2.1 Definisi
Antipsikotik (major tranquillizers ) adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi) serta menormalkan perilaku yang tidak normal (Tjay dkk, 2007).
Antipsikotik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa yang berat (skizofrenia). Obat antipsikotik memiliki 4 ciri terpenting. Pertama berefek antipsikotis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis. Ciri kedua yaitu dosis besar obat antipsikosis tidak menyebabkan koma yang dalam dan anesthesia. Ciri yang ketiga yaitu dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversible dan ireversible . Ciri terakhir yaitu tidak memiliki kecenderungan untuk
menimbulkan ketergantungan (Anonim, 2007).
2.2.2 Penggolongan Antipsikotik
Menurut Tjay dkk (2007), Antipsikotik (AP) biasanya dibagi dalam dua kelompok besar yakni: 1. Antipsikotik typis atau klasik , terutama efektif mengatasi gejala positif; pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut : a) Derivat-fenotiazin
:
klorpromazin,
levomepromazin
dan
triflupromazin, thioridazin dan periciazin, perfenazin dan flufenazin, perazin, trifluoperazin dan thietilperazin. Semua fenotiazin mempunyai struktur yang sama yaitu tiga cincin. Perbedaan terletak pada rantai samping atom nitrogen cincin tengah. Fenotiazine terdiri dari tiga jenis, berdasarkan substitusi pada posisi sepuluh. Substitusi ini memberikan
pengaruh
penting
terhadap
karakteristik
farmakologi fenotiazine. Substitusi pada rantai alifatik, seperti klorpromazin, menyebabkan turunnya potensi antipsikotik (AP). Obat ini cenderung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik pada dosis terapeutiknya. Klorpromazin mempunya atom klorpromarin pada posisi dua. Apabila atom klorine dibuang, akan dihasilkan promazin yaitu AP lemah. Mensubstitusi
piperidin
pada
posisi
sepuluh
dapat
menghasilkan kelompok AP seperti tioridazin. Obat ini mempunyai potensi dan profil efek samping yang sama dengan
fenotiazine alifatik. Flufenazin dan trifluoperazin merupakan AP dengan kelompok piperazin yang disubstitusi pada posisi sepuluh. Piperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah dan tetapi memiliki afinitas yang tinggi terhadap dopamin (D2) sehingga efek samping ekstrapiramidalnya (EPS) lebih tinggi. Beberapa fenotiazin piperazin diesterifikasi pada kelompok hidroksil bebas dengan etanoat dan asam dekanoat sehingga terbentuk AP depo antipsikotik generasi I (APG-I) jangka panjang (Amir, 2013).
Klorpromazin
dan
thioridazin:
menghambat
α1
adrenoreseptor lebih kuat dari reseptor dopamin D2. Kedua obat ini juga menghambat reseptor serotonin 5-HT2 dengan kuat. Tetapi afinitas untuk reseptor D1 seperti diukur dengan penggeseran ligan D1 yang selektif, relatif lemah (Katzung, 1998). Klorpromazin khasiat antipsikotiknya lemah dan juga digunakan untuk mengobati sedu yang tak henti-henti, dosis pada psikosis oral, i.m atau i.v. 3 dd 25 mg selama 3-4 hari, bila perlu dinaikkan sampai 1 g. Sedangkan thioridazin memiliki khasiat antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada pasien yang sukar tidur, dosis oral 2-4 dd 25-27 mg maksimal 800 mg sehari (Tjay dkk, 2007).
Levomepromazin : khasiat antipsikotiknya sama dengan klorpromazin dengan dosis pada nyeri hebat i.m 12,5-25 mg, oral 4-6 dd 12,5-50 mg. Trifluoperazin yang kurang lebih sama dengan periciazin memiliki antipsikotik agak ringan dan efek antiadrenergik dan seretonin kuat dengan dosis oral permulaan 5 mg sehari, dinaikkan setiap 2-3 hari dengan 5 mg sampai maksimal 90 mg (Tjay dkk, 2007)
Perfenazin : bekerja terutama pada reseptor D2, efek pada reseptor 5-HT2 dan α1 ada tetapi pada reseptor D1 dapat dikesampingkan (Katzung, 1998).
b) Derivat-thioxanthen : klorprotixen dan zuklopentixol Tioxantine mempunyai persamaan struktur cincin tiga dengan fenotiazine tetapi nitrogen pada posisi sepuluh disubstitusi dengan atom karbon. Klorprotixin merupakan tioxantin alifatik potensi rendah dengan profil efek samping sama dengan khlorpromazine (Amir, 2013).
c) Derivat-butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon dan droperidol. Butirofenon mempunyai cincin piperidine yang melekat pada
kelompok
amino
tersier.
Haloperidol
merupakan
antipsikotik yang termasuk kelompok ini. Haloperidol dan
butirofenon lain bersifat D 2 antagonis yang sangat poten. Efek terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Haloperidol merupakan piperidine yang paling sering digunakan (Amir, 2013).
Haloperidol merupakan obat yang digunakan untuk skizofrenia dan pada berbagai macam gerakan spontan dari otot kecil yang diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem dopamin di otak. Bromperidol berkhasiat khusus terhadap halusinasi dan pikiran khayal sedangkan droperidol digunakan sebagai antipsikotikum pada keadaan gelisah akut dengan dosis i.m/i.v 5-10 mg (Tjay dkk, 2007)
d) Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen dan penfluridol Difenilbutil butirofenon
piperidine
(Amir,
2013).
sama
strukturnya
Pimozida
memiliki
dengan khasiat
antipsikotik kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah beberapa waktu, tetapi bertahan agak lama. Obat ini tidak layak diberikan pada keadaan eksitasi dan kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung, lagi pula efek sedasinya lebih ringan dibandingkan obat lain. Pimozida khusus digunakan pada psikosis kronis jangka panjang (Tjay dkk, 2007).
2. Antipsikotik atypis (sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin dan quetiapin) bekerja efektif melawan gejala negatif, yang praktis
kebal terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.
Klozapin merupakan antipsikotik generasi kedua yang efek samping ekstrapiramidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama, semua antipsikotik generasi II (APG-II) mempunyai rasio blokade serotonin (5 hidroksitriptamin) (5-HT) tipe 2 (5-HT2) terhadap resptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih banyak bekerja pada sistem dopamin mesolimbik dari pada striatum (Amir, 2013).
Klozapin : bekerja dengan menghambat reseptor-D2 agak ringan dibandingkan obat-obat klasik (60-75%). Namun efek antipsikotisnya kuat, afinitasnya
pada
yang bisa
reseptor
lain
dianggap dengan
paradoksal. efek
Juga
antihistamin,
antiserotonin, antikolinergis dan antiadrenergis adalah relatif tinggi. Menurut perkiraan efek baiknya dapat
dijelaskan oleh
blokade kuat dari reseptor-D2, -D4, dan -5HT2. Blokade reseptormuskarinik dan – D4 diduga mengurangi GEP, sedangkan blokade 5HT2 meningkatkan sintesa dan pelepasan dopamin di otak. Hal ini meniadakan sebagian blokade D 2, tetapi mengurangi risiko gejala ektrapiramidal (Tjay dkk, 2007).
Risperidon
merupakan
antagonis
kuat
baik
terhadap
serotonin (terutama 5-HT2) dan reseptor D2. Risperidon juga mempunyai afinitas kuat terhadap a 1 dan a2 tetapi afinitas terhadap β-reseptor dan muskarinik rendah. Walaupun dikatakan ia merupakan antagonis D 2 kuat, kekuatannya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan haloperidol. Akibatnya, efek samping ekstrapiramidalnya
lebih
rendah
bila
dibandingkan
dengan
haloperidol. Aktivitasnya melawan gejala negatif dikaitkan dengan aktivitasnya terhadap 5HT2 yang juga tinggi (Amir, 2013).
2.2.3 Efek samping
Menurut Tjay dkk (2007), sejumlah efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotik dan yang paling sering adalah : 1. Gejala ekstrapiramidal (GEP), yang berhubungan dengan daya antidopaminnya dan bersifat lebih ringan pada senyawa butirofenon, butilpiperidin dan obat atypis. GEP dapat berbentuk banyak macam, yaitu sebagai: a) Parkinsonisme (gejala penyakit Parkinson), yakni hipokinesia (daya gerak berkurang, berjalan langkah demi langkah) dan kekauan anggota tubuh, kadang-kadang tremor tangan dan keluar liur berlebihan. Gejala lainnya “rabbit-syndrome” (mulut membuat gerakan mengunyah, mirip kelinci), yang dapat muncul setelah beberapa minggu atau bulan. Terutama pada
dosis tinggi dan lebih jarang pada obat dengan kerja antikolinergis. b) Dystonia akut , yakni kontraksi otot-otot muka dan tengkuk, kepala miring, gangguan menelan, sukar bicara dan kejang rahang. Guna menghindarkannya dosis harus dinaikkan dengan perlahan atau diberikan antikolinergika sebagai profilaksis. c) Akathisia, yakni selalu ingin bergerak, tidak mampu duduk diam tanpa menggerakan kaki, tangan atau tubuh. Ketiga GEP di atas dapat dikurangi dengan menurunkan dosis dan dapat diobati dengan antikolinergika. d) Dyskinesia
tarda , yakni gerakan abnormal tak sengaja,
khususnya otot-otot muka dan mulut (menjulurkan lidah), yang dapat menjadi permanen. e) Sindroma neuroleptika maligne berupa demam, kekakuan otot dan GEP lain, kesadaran menurun dan kelainan-kelainan sistem saraf otonom (takikardia, berkeringat, fluktasi tekanan darah, inkontinensi). Gejala ini tak tergantung pada dosis, terutama terjadi pada pria muda dalam waktu 2 minggu dengan insiden 1%. Diagnosanya sukar, tetapi bila tidak ditangani bisa berakhir fatal. 2. Galaktorrea (banyak keluar air susu), juga akibat blokade dopamin, yang identik dengan PIF (Prolactine Inhibiting Factor). Sekresi
prolaktin tidak dirintangi lagi, kadarnya meningkat dan produksi air susu bertambah banyak. 3. Sedasi, yang berhubungan dengan khasiat antihistamin, khusunya klorpromazin, thioridazin dan klozapin. Efek sampingnya ringan pada zat-zat difenilbutilamin. 4. Hipotensi ortostatis akibat blokade reseptor α1-adrenergis, misalnya klorpromazin, thioridazin dan klozapin. 5. Efek antikolinergis akibat blokade reseptor muskarin,
yang
bercirikan antara lain mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih dan takikardia, terutama pada lansia. Efeknya khusus kuat pada klorpromazin, thioridazin dan klozapin. 6. Efek antiserotonin akibat blokade reseptor-5HT, yang berupa stimulasi nafsu makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia. 7. Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat-obat ini tidak berdaya adiktif. Bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit kepala, sukar tidur, mual, muntah, anorexia dan rasa takut. Efek ini terutama pada obat-obat dengan kerja antikolinergis. Oleh karena itu penghentiannya selalu perlu secara berangsur.
Efek samping yang irreversible : tardive dyskinesia (gerak, dimana
tidur
akan
berulang
involunter
pada
lidah,
wajah,
mulut/rangka, dan anggota gerak, di mana waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang dan
pasien lanjut usia. Bila terjadi, obat antipsikosis harus dihentikan perlahan-lahan, biasa dicoba pemberian obat 2,5 mg/hari Dopamine Depleting Agent (DDA). Obat pengganti antipsikosis yang paling baik
adalah klozapin 50-100 mg/hari. Pada pemakaian obat jangka panjang secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat (Mansjoer dkk, 1999).
Kontraindikasi untuk obat ini adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol dan gangguan kesadaran (Maslim, 1997).
Tabel 2.1 Efek Samping Farmakologik Antipsikosis Sistem organ yang dipengaruhi Sistem saraf otonom
Susunan saraf pusat
Manifestasi
Mekanisme
Gangguan penglihatan, mulut kering, sulit berkemih, konstipasi
Hambatan reseptor muskarinik
Hipotensi ortostatik, impotensi, gangguan ejakulasi
Hambatan reseptor adrenergik
Sindrom Parkinson, akatisia distonia,
Hambatan reseptor dopamin
Diskinesia tardif
Supersensitivitas reseptor dopamin
Kejang Toksik
Hambatan reseptor muskarinik Hambatan reseptor dopamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia
Sistem Endokrin
Amenorea, galaktorea, infertilitas, impotensi
Sistem lain
Peningkatan berat badan
Sumber: Anonim, 2007
Kemungkinan hambatan reseptor H1 dan 5-HT2
Pemilihan
antipsikotik
sebaiknya
mempertimbangkan
tanda-tanda klinis dari penderita, profil khasiat dan efek samping dari obat-obat yang akan digunakan. Tiap-tiap tahap dapat dilewati tergantung pada gambaran klinis atau riwayat kegagalan pemberian antipsikotik.
Episode pertama atau belum pernah mendapat terapi AGP sebelumnya
Tahap 1 Pemberian AGK tunggal (ARIPIPRAZOLE, OLANZAPINE, QUETIAPINE, RISPERIDONE, atau ZIPRASIDONE)
Respon sebagian atau tidak ada Tahap 2 Pemberian AGK tunggal (selain AGK yang diberikan pada tahap 1)
Respon sebagian atau tidak ada
Respon sebagian atau tidak ada
Tahap 2A Pemberian AGP tunggal (selain AGK yang diberikan pada tahap 1)
Respon sebagian atau tidak ada
Tahap 3 CLOZAPINE
Respon sebagian atau tidak ada
AGP, antipsikotik generasi pertama AGK, antipsikotik generasi kedua ECT, terapi electrokonvulsif
Tahap 4 CLOZAPINE + (AGP, AGK atau Tidak ada respon Nilai dari kegagalan terapi clozapine tidak ditentukan
Dilporkan tidak ada kontrol pada penelitian dengan penggunaan terapi kombinasi jangka panjang untuk terapi skizofrenia
Tahap 5 Coba terapa dengan agen tunggal AGP atau AGK (selain AGK yang diberikan pada tahap 1,2 atau 2A)
Tahap 6 Terapai kombinasi, yaitu: AGK+AGP, kombinasi AGK, (AGP atau AGK)+ECT, (AGP atau AGK+agen lain (misal mood stabilizer)
Gambar 2.3 Algoritma antipsikotik (Dipiro et al, 2011)
2.3 Penggunaan Obat yang Rasional
Menurut Swandari (2012), penggunaan obat yang rasional merupakan upaya intervensi untuk mencapai pengobatan yang efektif. Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan indikator 8 Tepat dan 1 Waspada.
1.
Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien.
2. Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa dokter. Misalnya pasien skizofrenia hanya akan diberikan obat antipsikotik.
3. Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.
4. Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat.
5. Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.
6. Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat.
Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.
7. Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.
8. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
9. Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental observasional yang dikerjakan secara prospektif dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
3.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian berlangsung pada periode Januari-April 2014.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014.
38
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Untuk menghitung ukuran minimal sampel dapat diketahui dari populasi yang diketahui jumlahnya pada tahun 2013 yang kemudian dibagi dengan 4 sehingga didapatkan jumlah sampel selama 3 bulan. Rumusnya adalah sebagai berikut: n=
(
)
Keterangan:
N = Besar Populasi n
= Besar sampel
d
= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, pada penelitian ini digunakan 0,05. (Notoatmodjo, 2005) Telah dilakukan studi pendahuluan dan jumlah populasi yang
diketahui pada tahun 2013 adalah 375. Maka: n=
( ,
)
=
,
= 193,54
≈
194
Sehingga jumlah sampel selama 3 bulan yaitu: Jumlah sampel minimal =
=
= 48,5 ≈ 49
39
1. Kriteria Inklusi a) Pasien yang terdiagnosis skizofrenia tanpa penyakit penyerta b) Pasien dengan usia ≥ 18 tahun c) Pasien yang menjalani rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah 2. Kriteria eksklusi a) Pasien pulang paksa, lari, pindah rumah sakit, dirujuk ke tempat lain. b) Pasien yang menjalani rawat inap jiwa di ruangan mangga (observasi), apel (VIP), dan anggur (skizofrenia dengan penyakit penyerta). c) Pasien meninggal
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel
penelitian
ini
adalah
rasionalitas
penggunaan
obat
antipsikotik pada pasien skizofrenia meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.
40
3.4. 3.4.2 2 Defin Definis isii Oper Operas asio ional nal
1. Antipsikoti Antipsikotik k adalah obat-obat obat-obat yang yang dapat menekan menekan fungsifungsi-fungs fungsii psikis psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal. 2. Rasion Rasionali alitas tas merup merupaka akan n upaya upaya interv intervens ensii untuk untuk mencapai mencapai pengob pengobata atan n yang efektif dinilai berdasarkan tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan tepat frekuensi. 3. Jenis Jenis kelami kelamin n adalah adalah perbeda perbedaan an antara antara peremp perempuan uan dan laki-l laki-laki aki secar secaraa biologis sejak seseorang lahir. Kategori : a. Laki-laki Skala
b. Perempuan
: nominal
4. Usia adalah adalah selisi selisih h waktu kelahiran kelahiran dengan dengan waktu waktu masuk masuk rumah sakit. sakit. Sampel penelitian yang digunakan pasien usia ≥18 tahun. Kategori : a. 18 18-25 tahun c. 46-65 tahun b. 26-4 6-45 tahun d. >65 >65 tahun Skala
: ordinal
5. Lama rawat rawat inap inap adalah adalah selisih selisih antara antara waktu waktu masuk masuk rumah rumah sakit dan waktu pulang. Kategori : a. < 28 hari b. > 28 28 hari Skala
: ordinal
41
6. Tepa Tepatt ind indik ikas asii adal adalah ah pem pembe beri rian an obat obat deng dengan an ind indik ikas asii yang yang benar benar sesuai diagnosa dokter. Kategori : a. Ya Skala
b. Tidak
: nominal
7. Tepa Tepatt oba obatt adal adalaah pemi pemili liha han n obat obat anti antips psik ikot otik ik yang ang tep tepat at dapa dapatt ditimb ditimbang ang dari dari ketepa ketepatan tan kelas kelas terapi, terapi, jenis jenis dan kombin kombinasi asi obat yang yang sesuai dengan diagnosis diagnosis pada pasien skizofrenia Kategori : a. Ya Skala
:
b. Tidak
nominal
8. Tepa Tepatt pasi pasien en adal adalah ah kese kesesu suai aian an pemi pemili liha han n obat obat anti antips psik ikot otik ik yang ang diberikan pada pasien skizofrenia yang tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien seperti riwayat alergi dan kondisi khusus lainnya. Kategori : a. Ya Skala
:
b. Tidak
nominal
9. Tepat Tepat dosi dosiss adala adalah h dosis dosis obat obat yang yang digun digunaka akan n harus harus sesu sesuai ai rang rangee terapi terapi obat antipsikotik. Kategori : a. Ya Skala
b. Tidak
: nominal
10. Tepat Tepat frekuen frekuensi si adalah adalah jumlah jumlah pember pemberian ian obat dalam dalam sehari sehari yang yang harus harus sesuai sesuai indika indikasi si obat antips antipsiko ikotik tik dan penyaki penyakitt skizof skizofren renia. ia. Kategori : a. Ya Skala
b. Tidak
: nominal
42
3.5 Teknik Pengumpulan Pengumpulan Data Data
Pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengumpulan data primer dan data data sekunder sekunder.. Data primer primer dikumpulka dikumpulkan n dengan melakukan melakukan observas observasii dan wawancara, dimana peneliti terlibat secara langsung dalam mengamati keadaan pasien pasien.. Teknik Teknik pengu pengumpul mpulan an data data sekund sekunder er dilakuk dilakukan an dengan dengan cara cara mencata mencatatt isi rekam medik meliputi meliputi : 1. Identi Identitas tas pasi pasien en (nomor (nomor rekam rekam medis medis,, nama, nama, tangga tanggall lahir, lahir, jenis jenis kelami kelamin, n, usia, usia, alamat, alamat, suku, status status perkawi perkawinan, nan, jenjang jenjang pendidika pendidikan, n, pekerjaan) pekerjaan) 2. Data Data klinik klinik (gejal (gejala, a, diag diagnos nosis, is, jenis jenis anti antipsi psikot kotik ik yang yang digu digunaka nakan, n, tangg tanggal al masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit, cara keluar) 3. Obat (nama obat, dosis, dosis, frekuens frekuensi) i)
3.6 3.6 Anal Analis isa a Data Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis desk deskri ript ptif if
kuan kuanti tita tati tiff
(fr (frek ekue uens nsi) i)
bert bertuj ujua uan n
untu untuk k
menj menjel elas aska kan n
atau atau
mendeskrips mendeskripsikan ikan karakterist karakteristik ik setiap variabel variabel penelitian penelitian yaitu yaitu : 1. Karakt Karakteri eristi stik k pasien pasien skiz skizofr ofreni eniaa a. Jeni Jeniss kel kelamin amin b. Usia c. Suku/etnis d. Stat Status us per perka kawi wina nan n e. Jenj Jenjan ang g pen pendi didi dika kan n f.
Pekerjaan 43
2. Karakteristik klinis skizofrenia a. Gejala b. Diagnosis c. Jenis antipsikotik yang digunakan d. Lama rawat inap e. Keadaan pulang 3. Rasionalitas penggunaan antipsikotik a. Tepat indikasi b. Tepat obat c. Tepat pasien d. Tepat dosis e. Tepat frekuensi
44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah selama kurun waktu 3 bulan (Januari-April 2014) diperoleh jumlah pasien sebanyak 74 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Karakteristik Pasien 1. Jenis kelamin
Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah pasien 59 15 74
Persentase (%) 79,7 20,3 100
2. Usia
Tabel 4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014 Usia (tahun) 18-25 26-45 46-65 >65 Total
Laki-laki N % 14 23,7 39 66,1 6 10,2 0 0 59 100
Usia (tahun) 18-25 26-45 46-65 >65 Total
Perempuan N % 2 13,3 11 67,6 2 13,3 0 0 15 100
45
3. Suku/etnis
Tabel 4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Suku/etnis Kaili Pamona Mori Tomini Bungku Dampelas Lainnya Tanpa Keterangan Total
Jumlah pasien 22 7 2 5 3 1 21 12 74
Persentase (%) 29,7 9,5 2,7 6,8 4,1 1,4 28,4 16,4 100
4. Status perkawinan
Tabel 4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Status Perkawinan Kawin Tidak/Belum Kawin Duda/Janda Total
Jumlah pasien 10 53 11 74
Persentase (%) 13,5 71,6 14,9 100
5. Jenjang pendidikan
Tabel 4.5 Distribusi jenjang pendidikan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Jenjang Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Akademi Sarjana Total
Jumlah pasien 10 21 19 20 1 3 74
Persentase (%) 13,5 28,4 25,7 27 1,4 4,1 100
46
6. Pekerjaan
Tabel 4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Pekerjaan PNS Tani/Nelayan Wiraswasta Buruh Pelajar/Mahasiswa Tidak Bekerja Total
Jumlah pasien 2 14 4 1 2 51 74
Persentase (%) 2,7 18,9 5,4 1,4 2,7 68,9 100
b. Karakteristik klinis skizofrenia 1. Gejala
Tabel 4.7 Distribusi gejala pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014 Gejala Gejala Positif Waham Halusinasi Inkoherensi Gejala Negatif Afek Datar Alogia Isolasi sosial Total
Jumlah
Persentase (%)
18 51 11
16.2 45.9 9.9
19 9 3
17.1 8.1 2.7 100
2. Tipe-tipe skizofrenia
Tabel 4.8 Distribusi tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014 Diagnosa Skizofrenia Paranoid Skizofrenia Hebefrenik Skizofrenia Tak Terinci Skizofrenia Residual Skizofrenia YTT Total
Jumlah pasien 30 3 20 4 17 74
Persentase (%) 40,5 4,1 27,0 5,4 23,0 100
YTT: Yang Tak Tergolongkan 47
3. Jenis antipsikotik yang digunakan
Tabel 4.9 Distribusi jenis antipsikotik yang digunakan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Jenis Antipsikotik
Jumlah
Persentase (%)
Klorpromazin Trifluoperazin Haloperidol
37 10 59
27,2 7,4 43,4
Klozapin Olanzapin Risperidon Total
26 1 3 136
19,1 0,7 2,2 100
Tipikal
Atipikal
4. Lama rawat inap
Tabel 4.10 Distribusi lama rawat inap pasien infeksi saluran kemih yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Lama Rawat Inap < 28 hari > 28 hari Total
Jumlah pasien 22 30 52
Persentase (%) 29,7 40,5 70,3
5. Keadaan pulang
Keadaan pulang pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 adalah seluruh pasien skizofrenia pulang 52 orang (70,3%) sembuh parsial dengan tetap berobat jalan dan pasien skizofrenia belum pulang 22 orang (29,7%) masih dirawat inap. Beberapa pasien sudah memenuhi kriteria pulang tapi masih dirawat inap karena belum adanya keluarga yang menjemput. Namun, jika jangka waktu yang cukup lama keluarga tidak datang, pasien diantar kerumahnya oleh pihak rumah sakit 48
c. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik 1. Tepat indikasi
Tabel 4.11 Distribusi tepat indikasi pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Tepat Indikasi Ya Tidak Total
Jumlah 74 0 74
Persentase (%) 100 0 100
2. Tepat obat
Tabel 4.12 Distribusi tepat obat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Tepat Obat Ya Tidak Total
Jumlah 123 13 136
Persentase (%) 90,4 9,6 100
3. Tepat pasien
Tabel 4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Tepat Pasien Ya Tidak Total
Jumlah 65 9 74
Persentase (%) 87,8 12,2 100
4. Tepat dosis
Tabel 4.14 Distribusi tepat dosis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 Tepat Dosis Ya Tidak Total
Jumlah 111 25 136
Persentase (%) 81,6 18,4 100
49
5. Tepat frekuensi
Tabel 4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 TFPA Ya Tidak Total
Jumlah 123 13 136
Persentase (%) 90,4 9,6 100
TFPA : Tepat Frekuensi Pemberian Antipsikotik
4.2 Pembahasan 1. Karakteristik Pasien
a. Jenis kelamin
Jenis Kelamin
20.3% Laki-Laki Perempuan 79.7%
Gambar 4.1 Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.1 di atas menunjukkan perbedaan distribusi pasien skizofrenia laki-laki dan perempuan pada hasil penelitian ini cukup signifikan. Pasien laki berjumlah 59 orang (79,7%), sedangkan pasien perempuan hanya berjumlah 15 orang (20,3%). Penelitian lain
50
menunjukan yaitu 66,9% pasien laki-laki dan 33,1% pasien perempuan dari total 142 pasien menderita skizofrenia (Jarut dkk, 2013). Berdasarkan wawancara peneliti dengan perawat rawat inap pasien skizofrenia di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, jenis kelamin laki-laki penderita skizofrenia adalah yang paling banyak dirawat inap dibanding dengan perempuan karena laki-laki biasanya memiliki agresifitas sangat tinggi sehingga sulit ditangani jika hanya dirawat di rumah, sedangkan agresifitas pada perempuan penderita skizofrenia masih dapat ditangani oleh keluarga di rumah sehingga cenderung dirawat di rumah. Prognosis atau perjalanan penyakit pada laki-laki lebih buruk dibandingkan pada penderita perempuan sehingga cepat terlihat. Penyebabnya dapat karena faktor genetik, lingkungan atau pengaruh dari dalam diri sendiri. Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada wanita dan mengalami pubertas lebih lambat karena suatu tingkat kematangan fungsi otak berpengaruh dalam tingkat kerentanan seseorang dalam jiwanya (Kaplan et al, 1997; Byrne et al, 2003; Lehman et al, 2004).
51
b. Usia
Usia(tahun) 17-25
26-45
45-65
>65 73.3%
66.1%
23.7% 13.3%
10.2%
2%
0%
Laki-laki
0%
Perempuan
Gambar 4.2 Distribusi usia pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.2 di atas menunjukkan distribusi usia pasien skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, usia yang terbanyak pada pasien berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan adalah yang berusia antara 26-45 tahun yaitu 66,1% dan 73,3%. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa skizofrenia pada laki-laki biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, sedangkan pada wanita antara 25-35 tahun (Irmansyah, 2005). Lebih kurang 90% dari pasien skizofrenia dalam pengobatan berumur antara 15-25 tahun. Hal ini disebabkan pada usia muda
terdapat
faktor
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
perkembangan emosional, sedangkan pada usia tua lebih banyak
52
dipengaruhi oleh faktor biologik (Kaplan et al, 1997). Oleh karena itu, skizofrenia yang muncul pada usia muda dapat mengurangi kualitas hidup penderitanya. Hal ini tidak berarti usia pada penelitian ini mempengaruhi skizofrenia karena usia pasien diambil ketika pasien masuk rumah sakit sehingga peneliti tidak mengetahui sejak kapan sebenarnya pasien mulai menderita skizofrenia.
c. Suku/etnis
Suku/etnis 29.70%
28.40% 16.40% 9.50% 2.70%
6.80%
4.10%
1.40%
Gambar 4.3 Distribusi suku/etnis pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.3 menunjukkan suku terbanyak pasien skizofrenia adalah suku Kaili yaitu 29,70%. Hal ini disebabkan karena jumlah responden pada saat penelitian yang paling banyak dirawat inap adalah suku Kaili. Menurut Anonim (2011) bahwa suku Kaili mendominasi daerah di Sulawesi Tengah, sehingga kemungkinan penderita
53
skizofrenia bersuku kaili lebih banyak berobat dibandingkan dengan suku lain. Penelitian Sinaga (2009) di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan menunjukkan suku yang terbanyak menderita skizofrenia adalah suku yang jumlahnya terbanyak di daerah tersebut yaitu suku Batak (59,07%). Suku lainnya merupakan terbanyak kedua yaitu 28,40%. Suku lainnya merupakan suku yang berasal dari luar Sulawesi Tengah. Hal ini sesuai dengan Kaplan et al (2010) disebutkan bahwa para imigran baru memiliki stress lebih besar karena harus beradaptasi dengan kultur sekitarnya. Namun pada penelitian ini, tidak diketahui sejak kapan suku lainnya yang berasal dari luar Sulawesi Tengah tinggal menetap di daerah Sulawesi Tengah dan bukan berarti menjelaskan bahwa ada keterkaitan faktor suku dengan terjadinya penyakit skizofrenia.
d. Status perkawinan
Status perkawinan 14.9%
13.5% kawin tidak/belum kawin 71.6%
duda/junda
Gambar 4.4 Distribusi status perkawinan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
54
Gambar
4.4
menunjukkan
status
perkawinan
pasien
skizofrenia yang terbanyak adalah status tidak/belum kawin yaitu 71,6%. Penelitian lain di RSK Alianyang Pontianak menunjukkan pasien 69,11% belum kawin, jumlah tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan pasien dengan status kawin, janda dan duda (Sira, 2011). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang yang tidak kawin (Kaplan et al, 2010). Gangguan jiwa skizofreenia biasanya mulai muncul pada masa remaja atau belum menikah, sehingga pasien kemungkinan tidak akan menikah dengan kondisi sakit dan perlu pengobatan karena skizofrenia bersifat kronis dan dibutuhkan pengobatan sehingga didapatkan kehidupan sosial pasien dan kemampuannya membangun relasi dengan
baik
(misalnya
untuk
menikah)
cenderung
terganggu
(David, 2004; Sira, 2011).
e. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan Sarjana Akademik
4.1% 1.4%
SMA
27.7%
SMP
25.7%
SD Tidak Sekolah
28.40% 13.50%
Gambar 4.5 Distribusi jenjang pendidikan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 55
Gambar
4.5
menunjukkan
jenjang
pendidikan
pasien
skizofrenia yang terbanyak yaitu pendidikan SD 28,4%. Jenjang pendidikan yang terbanyak setelah itu adalah SMA 27,7%. Hal ini berkaitan dengan onset dari skizofrenia, usia pertama kali terkena skizofrenia antara 15-25 dan 25-35 tahun (Kaplan et al, 2010). Oleh karena itu, pada usia tersebut pasien yang terkena skizofrenia tidak dapat mendapat pendidikan yang lebih tinggi lagi karena kesulitan untuk mengikuti pendidikan formal.
Berdasarkan latar belakang yang didapatkan dari data sekunder menunjukkan pasien yang paling banyak adalah yang berekonomi lemah, sehingga kemungkinan banyak juga pasien yang tidak melanjutkan pendidikan setelah tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak hanya karena menderita skizofrenia, pengaruh lainnya seperti kondisi sosial dan ekonomi juga dapat menyebabkan pasien tidak bersekolah. Hal ini tidak berarti bahwa
jenjang
pendidikan
mempengaruhi
kasus
skizofrenia.
Tingginya pasien skizofrenia dengan jenjang pendidikan Sekolah Dasar karena responden yang diambil pada pasien skizofrenia yang dirawat inap di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah pada periode Januari-April 2014 lebih banyak dengan pendidikan Sekolah Dasar.
56
f.
Pekerjaan
Pekerjaan tidak bekerja Pelajar/mahasiswa Buruh wiraswasta
62.2% 2.7% 1.4% 5.4%
tani/nelayan PNS
25.7% 2.7%
Gambar 4.6 Distribusi pekerjaan pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.6 di atas menunjukkan distribusi pekerjaan pasien yang terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 62,2%. Penelitian lain di RSK Alianyang Pontianak menunjukkan distribusi pasien skizofrenia yang tidak bekerja adalah yang terbanyak yaitu 85,09% (Sari, 2011). Selain motivasi diri yang kurang karena adanya gejala negatif yang mendasarinya,
stigmatisasi
dan
diskriminasi
pada
penyandang
gangguan jiwa menghalangi mereka untuk berintegrasi ke dalam masyarakat, karena sering mendapatkan ejekan, serta isolasi sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, faktor ini membatasi hak berpendapat dan hak memperoleh pekerjaaan (Perkins et al, 2002; Saperstein et al, 2011). 57
2. Karakteristik Klinis
a. Gejala
Gejala Skizofrenia
10.9%
waham halusinasi 7.6%
44.5%
inkoherensi
16.8%
afek tumpul 3.4%
16.8%
alogia isolasi sosial
positif = 72.3%
negatif = 27.7%
Gambar 4.7 Distribusi gejala pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.7 di atas menunjukkan distribusi gejala skizofrenia yang paling banyak adalah gejala positif (72,3%). Penelitian lain di RSJ Mahoni Medan tahun 2009 gejala yang paling banyak adalah gejala positif (63,71%) (Sinaga, 2011). Gangguan skizofrenia ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan kacau (inkoherensi), halusinasi, waham, gangguan kognitif dan persepsi. Gejala-gejala negatif seperti menurunnya minat dan dorongan, berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan (alogia), afek yang datar serta terganggu relasi personal (isolasi sosial). Gejala positif berarti bertambahnya kemunculan suatu tingkah laku dalam kadar 58
yang berlebihan dan menunjukkan penyimpangan dari fungsi psikosis normal (Arif, 2006). Menurut Hawari (2007) gejala positif skizofrenia merupakan gambaran gangguan jiwa skizofrenia yang mencolok dan amat mengganggu lingkungan atau keluarga dan merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.
Halusinasi merupakan gejala positif yang paling banyak ditemukan di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014 yaitu 44,5%. Menurut Maramis (2004) gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Dari seluruh pasien skizofrenia, gejala yang mendominasi adalah halusinasi. Halusinasi yaitu persepsi sensorik yang salah di mana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya dengan wujud penginderaan yang keliru (Arif, 2006). Halusinasi juga merupakan salah satu gejala psikotik yang merupakan kriteria diagnostik skizofrenia sehingga gejala ini mendominasi dari gejala lainnya.
Afek
tumpul
merupakan
gejala
negatif
yang
banyak
ditemukan di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014 yaitu 16,8%. Afek tumpul atau alam perasaan yang datar merupakan gambaran alam perasaan yang dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi (Hawari, 2007).
59
b. Tipe-tipe skizofrenia
Tipe skizofrenia Yang Tak Tergolongkan
23%
residual
6.8%
tak terinci hebefrenik
27% 4.1%
paraniod
39.2%
Gambar 4.8 Tipe-tipe skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Menurut Arif (2006), ada beberapa tipe skizofrenia yang masing-masing memiliki kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan antara lain skizofrenia tipe paranoid, skizofrenia tipe hebefrenik, skizofrenia tipe katatonik, skizofrenia tipe tak terinci, skizofrenia tipe residual, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia tipe simpleks,
skizofrenia
tipe
lainnya
dan
skizofrenia
yang
tak
tergolongkan. Gambar 4.8 menunjukan tipe skizofrenia terbanyak adalah tipe paranoid yaitu 39,3%. Penelitian lain di RSK Alianyang Pontianak tahun 2009 menunjukan tipe paranoid merupakan tipe terbanyak yang diderita pasien skizofrenia yaitu 79,67% (Sira, 2011). Menurut Arif (2006) ciri utama skizofrenia tipe paranoid adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks
60
terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Hal ini sejalan dengan pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa gejala halusinasi paling banyak ditemukan yang merupakan salah satu ciri yang mendominasi tipe paranoid.
c. Jenis antipsikotik
Jenis antipsikotik klorpromazin trifluoperazin 43.4% 19.1%
0.7% 2.2%
7.4%
haloperidol klozapin olanzapin
27.2%
risperidon
Tipikal = 78%
Atipikal = 22%
Gambar 4.9 Distribusi jenis antipsikotik pasien skizofrenia rawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Obat antipsikotik (neuroleptik) merupakan terapi utama pada pasien skizofrenia. Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu dopamine reseptor antagonist (DRA) atau antipsikotik generasi I (APG-I) biasa juga disebut tipikal. dan serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau antipsikotik generasi II
(APG-II) biasa juga disebut atipikal (Amir, 2013). Obat antipsikotik yang banyak digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia adalah 61
DRA karena beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmiter dopamin yang berlebihan di bagianbagian tertentu di otak. Tomografi emisi positron (PET) pada penderita skizofrenia menunjukkan kepadatan reseptor dopamin di otak. Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat menimbulkan gejala skizofrenia. Sehingga DRA digunakan untuk menghambat aktivitas dopamin untuk menurunkan gejalagejala skizofrenia tersebut (Arif, 2006; Silbernagl, 2007; Katzung, 2012; Amir, 2013).
Jenis antipsikotik yang banyak digunakan di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 adalah tipikal yaitu 78% dan paling sedikit adalah jenis atipikal yaitu 22% (Gambar 4.9). Hal ini sejalan dengan pembahasan sebelumnya karena antipsikotik tipikal digunakan untuk mengobati gejala positif yang merupakan gejala yang mendominasi pasien skizofrenia. Penelitian ini gejala positif mendominasi (72,3%) sehingga penggunaan antipsikotik tipikal juga paling tinggi (78%).
Antipsikotik tipikal yang banyak digunakan adalah haloperidol yaitu 43,4% (Gambar 4.9). Haloperidol merupakan antipsikotik yang bersifat D2 antagonis yang sangat poten. Efek terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Efek hipotensifnya sangat
62
rendah dibanding dengan klorpromazin. Haloperidol merupakan golongan butirofenon yang paling sering digunakan. Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis. Obat ini digunakan pada skizofrenia dan berbagai macam gerakan spontan dari otot kecil yang diperkirakan akibat hiperaktivitas sistem dopamin di otak. (Anonim, 2007; Tjay dkk, 2007; Amir, 2013).
Klorpromazin merupakan antipsikotik tipikal yang paling banyak digunakan kedua yaitu 27,2% (Gambar 4.9). Penggunaan klorpromazin lebih sedikit dibandingkan dengan haloperidol. Selain memiliki efek samping hipotensi yang tinggi dari pada haloperidol, klorpromazin juga memiliki efek samping sedatif kuat yang digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku. Sedangkan haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap sindrom positif dengan gejala
dominan antara
lain
halusinasi, waham, apatis, menarik diri, hipoaktif kehilangan minat dan inisiatif dan perasaan tumpul (Maslim, 2003; Dipiro et al, 2011).
63
d. Lama rawat inap
Lama rawat inap
30%
30%
< 28 hari > 28 hari belum pulang
40%
Gambar 4.10 Distribusi lama rawat inap pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Lama rawat inap pasien < 28 hari 30%, > 28 hari 40% (Gambar 4.10). Berdasarkan standar pelayanan medik RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, rawat inap perlu bagi pasien skizofrenia jika membahayakan diri sendiri atau lingkungannya dan lama perawatan pasien skizofrenia adalah minimal 4 minggu (28 hari). Hasil penelitian menunjukkan pasien yang menjalani rawat inap > 28 hari paling
dominan
hal
ini
dikarenakan
pengobatan
skizofrenia
membutuhkan waktu yang lama. Pengobatan biasanya dimulai dari terapi inisial dalam waktu 1- 3 minggu, terapi pengawasan selama lebih kurang 8-10 minggu dan terapi pemeliharan diberikan sampai 2 tahun, bila kronis terapi diberikan 5 tahun bahkan seumur hidup bila dijumpai riwayat agresifitas berlebih (Amir, 2013). Namun terdapat 64
pula 30% pasien yang menjani rawat inap < 28 hari karena menurut salah satu dokter spesialis jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah pasien boleh berobat jalan jika selama perawatan pasien sudah memenuhi kriteria pasien pulang yaitu tenang, kooperatif, perawatan diri cukup, minum obat teratur, makan dan minum teratur.
e. Keadaan pulang Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa semua pasien yang pulang sembuh parsial sehingga masih perlu berobat jalan. Hal ini disebabkan karena gejala skizofrenia dapat kambuh apabila putus obat secara tiba-tiba. Terapi pengobatan skizofrenia juga membutuhkan waktu yang lama sehingga berobat jalan berguna untuk meminimalisir pelayanan medis di rumah sakit dan pemulihan dapat dilakukan sendiri di rumah dengan bantuan keluaga dan mengontrol kesehatan pasien ke rumah sakit secara rutin.
3. Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik
a. Tepat indikasi Ketepatan indikasi disesuaikan dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien. Pemilihan obat mengacu pada penegakkan diagnosis. Jika diagnosis yang ditegakkan tidak sesuai maka obat yang digunakan juga tidak akan memberikan efek yang diinginkan.
65
Tepat Indikasi
Ya
100%
Tidak
Gambar 4.11 Distribusi tepat indikasi pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Hasil
penelitian
menunjukan
semua
pasien
skizofrenia
mendapatkan terapi antipsikotik. Hal tersebut menunjukkan semua pasien 100% tepat indikasi (Gambar 4.12). Penelitian lain di RSJ Dr. RM. Soedjarwadi Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 menunjukan bahwa 100 % tepat indikasi (Setyaningsih, 2011).
b. Tepat obat Pemilihan antipsikotik sebaiknya mempertimbangkan tandatanda klinis dari pasien, profil khasiat dan efek samping dari obat-obat yang digunakan.
66
Tepat Obat 9.6%
Ya Tidak 90.4%
Gambar 4.12 Distribusi tepat obat pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Hasil penelitian menunjukkan pemilihan jenis, golongan dan kombinasi antipsikotik pada pasien skizofrenia yang tepat obat sebesar 90,4% dan yang tidak tepat obat sebesar 9,6% dari 136 antipsikotik (Gambar 4.12). Penelitian lain di RSJ Dr. RM. Soedjarwadi Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009 menunjukan bahwa 93,39% tepat obat dan 7,61% tidak tepat obat (Setyaningsih, 2011).
Pasien yang mendapat episode pertama atau belum pernah mendapat terapi dengan APG-I sebelumnya dapat dibedakan menjadi enam tahap. Tiap-tiap
tahap dapat dilewati tergantung pada
gambaran klinis atau riwayat kegagalan pemberian antipsikotik. Pertama, pemberian APG-II tunggal yaitu aripriprazol, olanzapin, quetiapin, risperidon atau ziprasidon. Kedua, pemberian APG-II tunggal selain yang diberikan pada tahap pertama. Jika respon 67
sebagian atau tidak ada dapat diberikan APG-I atau APG-II tunggal selain APG-II pada langkah pertama dan kedua atau langsung ke tahap tiga yaitu pemberian klozapin. Keempat, diberikan klozapin dengan APG-I, APG-II atau langsung ke tahap lima yaitu dengan mencoba terapi dengan agen tunggal APG-I atau APG-II selain yang diberikan pada tahap satu dan dua. Tahap enam merupakan tahap terakhir yaitu terapi kombinasi APG-II dengan APG-I, kombinasi APG-I atau APG-II dengan terapi elektrokonvulsif (ECT), kombinasi APG-I atau APG-II dengan agen lain misalnya mood stabilizer . Algoritma pemberian antipsikotik pada pasien dengan riwayat penggunaan antipsikotik atau mendapat episode kedua dan seterusnya sama seperti pemberian antispikotik pada pasien dengan episode pertama. Namun pada tahap terakhir, jika tidak ada respon atau menolak pemberian klozapin dapat diberikan kombinasi tipikal (Dipiro et al, 2011).
Penelitian pada 136 antipsikotik terdapat yang tidak tepat obat sebesar 9,6%. Hal ini terjadi karena pasien dengan episode pertama diberi APG-I yaitu masing-masing diberi haloperidol, trifluoperazin dan kombinasi haloperidol dengan klorpromazin sebanyak 3 pasien. Hal ini tidak sesuai dengan algoritma pengobatan dimana firstline pada pengobatan episode pertama adalah APG-II. Selain itu, pasien
68
yang kesekian kalinya masuk rumah sakit dengan gejala positif dan negatif tetapi hanya diberikan terapi trifluoperazin sebanyak 1 pasien. Trifluoperazin merupakan APG-I yang hanya efektif terhadap gejala positif. Penggunaan kombinasi klorpromazin dengan trifluoperazin pada 4 pasien juga dianggap tidak tepat. Pemberian kombinasi ini dianggap
polifarmasi
fenotiazin.
Pemberian
umumnya
memiliki
antipsikotiknya,
efek
karena obat efek
keduanya
antipsikotik yang
sama
sampingnya
merupakan dalam misalnya
seperti
efek
satu pada
golongan golongan potensi
sedatif,
efek
ekstrapiramidal dan efek hipotensif. Kombinasi tersebut selain tidak memberikan keuntungan justru akan meningkatkan risiko efek samping yang dapat membahayakan pasien.
Klorpromazin dan trifluoperazin adalah golongan fenotiazin. Klorpromazin bekerja dengan menghambat dopamin, muskarinik, α1 adrenergik dan reseptor histamin yang dapat menyebabkan efek samping seperti mulut kering, konstipasi, sinus takikardia dan hipotensi ortostatik. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk pasien beringas (violent ) tanpa menyebabkan kehilangan kesadaran. Trifluoperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah tetapi
memiliki
afinitas
terhadap
D2
sehingga
efek
samping
ekstrapiramidalnya lebih tinggi. Klorpromazin dan trifluoperazin sama-sama berguna mengobati skizofrenia dan psikosis lain, mania, 69
terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan, impuls yang berbahaya, antiemetik dan penggunaan prabedah (ISFI, 2008; Anonim, 2008; Amir, 2013).
Klozapin, olanzapin dan risperidon merupakan APG-II yang selain berafinitas terhadap reseptor dopamin D2, juga terhadap reseptor serotonin 5-HT2 sehingga efektif terhadap gejala positif maupun gejala negatif. Klozapin afinitasnya terhadap dopamin D2 rendah sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Klozapin berguna untuk skizofrenia pada pasien yang tidak bereaksi atau intoleran terhadap obat-obat APG-I. Olanzapin secara spesifik memblok 5-HT2 dan reseptor dopamin D2. Bila dibandingkan dengan klozapin, olanzapin memblok dopamin D2 lebih besar, sehingga dosis tinggi dapat meningkatkan kadar prolaktin dan efek samping ekstrapiramidal. Olanzapin berguna untuk skizofrenia, kombinasi terapi mania dan mencegah kambuhnya kelainan bipolar. Risperidon merupakan antagonis kuat baik terhadap serotonin (5-HT2) dan reseptor dopamin D2. Walaupun dikatakan antagonis dopamin D2 kuat, kekuatannya jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan
ekstrapiramidalnya
haloperidol.
lebih
rendah
Akibatnya, bila
efek
samping
dibandingkan
dengan
haloperidol. Aktivitasnya melawan gejala negatif dikaitkan dengan aktivitasnya
terhadap
5-HT2
yang
juga
tinggi.
Risperidon
70
diindikasikan untuk pengobatan skizofrenia akut dan kronik (Maslim, 2003; Dipiro et al, 2011; Amir, 2013).
Pemilihan obat antipsikotik dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan dan kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapiramidal. Bagaimanapun perbedaan antara obat antipsikotik merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding respon pasien terhadap
obat.
Selain
medikasi
antipsikotik
dari
pengobatan
skizofrenia, intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis seperti dukungan keluarga dan terapi spiritual.
c. Tepat pasien
Tepat Pasien 12.2% Ya Tidak 87.8%
Gambar 4.13 Distribusi tepat pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.13 menunjukan distribusi tepat pasien skizofrenia yang mendapat terapi antipsikotik didapatkan
hasil
tepat
pasien 71
sebesar 87,7% dan tidak tepat sebesar 12,2%. Tepat pasien jika penggunaan obat antipsikotik sesuai dengan kondisi fisiologi dan patofisiologi pasien atau tidak adanya kontraindikasi dengan pasien dan tidak terdapat riwayat alergi.
Tabel 4.16 Kontraindikasi Obat Antipsikotik (Anonim, 2008) Nama Obat
Kontraindikasi
Haloperidol, Klorpromazin, Trifluoperazin
Koma karena depresan SSP, depresi sumsum tulang, hindari pada feokromositoma, gangguan hati dan ginjal berat Kelainan jantung berat, penyakit hati aktif, kerusakan ginjal berat, riwayat neutropenia atau agranulositosis, kelainan sumsumng tulang, ileus paralitik, psikosis alkoholik dan psikosis toksik, riwayat kolaps sirkulasi, keracunan obat, epilepsi tidak terkontrol, kehamilan dan menyusui.
Klozapin, Risperidon, Olanzapin
Hasil penelitian didapatkan 12,2% pasien tidak tepat pasien, karena 1 pasien yang mempunyai riwayat alkoholik diberikan terapi klozapin yang kontraindikasi dengan riwayat tersebut. Selain
itu,
tidak ditemukannya lagi riwayat penyakit lain pada semua pasien yang diteliti. Menurut salah satu dokter di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah jika ditemukan riwayat dan penyakit fisik yang berat pasien di tempatkan di ruang tersendiri yang merupakan tempat rawat inap pasien skizofrenia dengan gangguan lainnya. Sehingga mempermudah dokter untuk lebih berhati-hati dalam memberikan terapi antipsikotik.
72
Sebelum pasien dirawat di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. Namun, di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah hanya sebagian pasien yang melakukan pemeriksaan laboratorium. Menurut Maharani (2004) pada prinsipnya obat antipsikotik cukup aman. Sehingga pada situasi gawat darurat dapat diberikan obat kecuali klozapin, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan hematologi dan kimia darah. Pemeriksaan hematologi yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan hemoglobin (Hb), leukosit, laju endap darah (LED), hematokrit dan trombosit. Sedangkan pemeriksaan kimia darah yang dilakukan berupa gula darah sewaktu, kolesterol total, trigliserida, asam urat, kreatinin, urea, SGOT dan SGPT.
Pemeriksaan laboratorium tersebut dilakukan pada pasien skizofrenia terkait untuk melihat ada tidaknya penyakit penyerta dan keadaan normal organ-organ tubuh khususnya hati dan ginjal. Hati dan ginjal merupakan jalur metabolisme utama sebagian besar obat antipsikotik (ISFI, 2008), sehingga apa bila terjadi kelainan pada organ
tersebut,
proses
pengobatan
dengan
antipsikotik
dapat
disesuaikan.
73
d. Tepat Dosis
Tepat Dosis
18.4% Ya Tidak 81.6%
Gambar 4.14 Distribusi tepat dosis antipsikotik pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
Gambar 4.14 menunjukan distribusi tepat dosis antipsikotik pada pasien skizofrenia, dari hasil penelitian didapatkan tepat dosis sebesar 81,6% dan tidak tepat sebesar 18,4% dari 136 antipsikotik. Tepat dosis adalah dosis yang berada dalam area terapi obat antipsikotik dan kesesuaian dosis tersebut berdasarkan kondisi pasien khususnya pasien lanjut usia. Hasil penelitian ini diperoleh dosis yang tidak tepat diberikan pada pasien lanjut usia karena dosis awal yang diberikan sama dengan dosis untuk pasien dewasa. Pemberian dosis obat antipsikotik pada pasien lanjut usia setengah dosis dewasa (Anonim, 2008). Pasien usia lanjut membutuhkan dosis antipsikotik lebih rendah karena beberapa alasan antara lain penurunan klirens
74
ginjal, penurunan cardiac output, penurunan fungsi liver, penurunan P450 dan lebih sensitif untuk gejala ekstrapiramidal (Amir, 2013). Penggunaan obat antipsikotik pada pasien geriatri memerlukan perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan banyak hal-hal tertentu yang sangat mempengaruhi pemberian antipsikotik kepada pasien geriatri. Diantaranya adalah kondisi medis umum pasien, efek samping yang mungkin timbul dan farmakodinamik serta farmakokinetik dari obat yang digunakan (Andri, 2009).
Menurut Maharani (2004) dosis obat antipsikotik pada pasien skizofrenia dimulai dengan dosis yang rendah lalu perlahan-lahan dinaikkan, dapat juga langsung diberi dosis tinggi tergantung pada keadaan pasien dan kemungkinan terjadi efek samping. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit boleh diberikan dosis tinggi karena pengawasannya lebih baik (Maramis, 2004).
Apabila dosis kurang dari dosis terapeutiknya kemungkinan efek yang diinginkan tidak muncul. Pada pengobatan skizofrenia jika efek yang diinginkan tidak muncul maka gejala-gejala tidak dapat ditekan sehingga pengobatan akan percuma karena tujuan dan sasaran terapi tidak akan tercapai. Apabila terjadi pemberian dosis antipsikotik berlebih, pada penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan
75
kerusakan pada organ hati dan ginjal serta menambah risiko efek samping obat (Maharani, 2004).
e. Tepat Frekuensi
Tepat Frekuensi 9.6%
Ya Tidak 90.4%
Gambar 4.15 Distribusi tepat frekuensi pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode JanuariApril 2014
Gambar 4.15 menunjukan distribusi ketepatan frekuensi pemberian antipsikotik pada pasien skizofrenia, dari hasil penelitian didapatkan tepat frekuensi pemberian antipsikotik sebesar 90,4% dan tidak tepat sebesar 9,6% dari 136 antipsikotik. Penentuan frekuensi pemberian obat dengan fungsi organ normal dapat ditentukan dengan melihat nilai waktu paruh (t1 2) obat. Waktu paruh haloperidol 12 jam, sehingga cukup diberikan 2 kali sehari. Klorpromazin dapat diberikan dosis awal 30-75 mg 3 kali sehari namun untuk dosis pemeliharaan diberikan 100 mg 2 kali sehari. Klozapin hanya tersedia dalam bentuk 76
preparat oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 2 jam pemberian oral. Waktu paruh eliminasi adalah 12 jam (antara 10-16 jam). Sehingga klozapin cukup diberikan 2 kali sehari agar dapat mempertahankan kadar obat dalam plasma. Kadar puncak plasma dicapai 5 jam pemberian olanzapin. Waktu paruh 31 jam (rata-rata 2124 jam) dengan satu kali dosis (Dipiro et al, 2011; Amir, 2013).
Antipsikotik sering diberikan dalam dosis harian yang terbagi dan titrasi hingga mencapai dosis efektif. Jika dosis harian efektif pasien telah diketahui, obat dapat diberikan tidak terlalu sering. Dosis sekali sehari, biasanya pada malam hari, dapat bermanfaat bagi kebanyakan pasien selama menjalani terapi rumatan jangka panjang. Penyederhanaan jadwal dosis akan meningkatkan kepatuhan pasien. Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan terikat protein (klorpromazin 92-97%; haloperidol 90%). Antipsikotik merupakan lipofilik sehingga terkumpul dalam kompartenen lipid tubuh dan afinitasnya terhadap beberapa reseptor neurotransmiter disusunan saraf pusat sangat tinggi, durasi kerja klinisnya lebih lama dari yang diperkirakan berdasarkan waktu paruh plasmanya. Oleh karena itu, reseptor dopamin D2 di otak pun lebih lama ditempati. Metabolit klorpromazin diekskresikan dalam urin berminggu-minggu sesudah dosis terakhir pemberian klorpromazin menahun. Serupa dengan hal ini, relaps sempurna mungkin tidak akan tercapai sebelum 6 minggu 77
atau lebih pasca pemutusan sebagian antipsikotik (Solimando, 2003; Katzung, 2012).
Frekuensi
pemberian
obat
merupakan
penentu
dalam
memaksimalkan proses terapi obat, karena menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pasien skizofrenia yang dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 diteliti dengan melihat kerasionalan pemberian antipsikotik terhadapnya. Penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014 belum dapat dikatakan rasional, karena kriteria pengobatan rasional meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi belum tepat 100%. Hasil rasionalitas pengobatan adalah sebagai berikut : tepat indikasi 100%; tepat obat 90,4%; tepat pasien 87,8%; tepat dosis 81,6%; dan tepat frekuensi pemberian antipsikotik 90,4%.
5.2 Saran a. Bagi institusi rumah sakit Diharapkan untuk dapat lebih
meningkatkan
pelayanan
dan
ketepatan terapi antipsikotik secara rasional terhadap pasien skizofrenia dan merevisi standar pelayanan medik rumah sakit yang lebih lebih up to date karena dampaknya yang luas dan berjangka waktu lama, baik terhadap kualitas hidup atau beban bagi pasien, keluarga dan masyarakat.
77
b. Bagi klinisi Diharapkan untuk dokter dapat memperhatikan dan mengevaluasi terapi antipsikotik yang diberikan pada pasien skizofrenia khususnya pasien lansia sesuai dengan standar. Untuk perawat diharapkan melengkapi status pasien
khususnya
bobot
badan
pasien
karena
bobot
badan
dapat
mempengaruhi ketepatan pengobatan.
c. Bagi peneliti lain Perlu diadakan penelitian lebih lanjut penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia rawat inap yang berada di ruang observasi dan di ruang gangguan skizofrenia dengan penyakit penyerta agar dapat diketahui kerasionalitas kepada seluruh pasien.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ade, S., 2012, Buku Pedoman Bagi Pendamping:Pendamping Keluarga dengan Anggotanya Mengalami Gangguan Jiwa, Departemen Keperawatan Jiwa, Yogyakarta. Agus, D., 2005, Difungsi Kognitif pada Skizofrenia. Majalah Psikiatri, Jakarta. Amir, N., 2013, Buku Ajar Psikiatri: Skizofrenia. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Andri., 2009, Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis Penderita Usia Lanjut . Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Anonim., 2007, Farmakologi dan Terapi, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta _______., 2011, http://sultengprov.go.id /profil-sulteng/sekilas-sulteng/65-tentangpropinsi-sulawesi-tengah (diakses 3 April 2014) _______., 2011, http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/ (diakses 8 Desember 2013). Arif, I. M., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien , Penerbit Refika Aditama, Bandung. BPOM RI., 2008, IONI: Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Byrne, M., Agerbo, E., Ewald, H., Eaton, W.W., Mortensen., P.B., 2003, Parental Age and Risk of Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry David, A., 2004, Buku Saku Psikiatri. Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Dipiro,
J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2009, Pharmacotherapy Handbook, Seventh Edition, 799-813, McGraw-Hill Medical, New York.
81
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2011, Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach 8th, McGraw-Hill Medical, New York. First, M.B., Tasman, A., 2004, DSM-IV-TR Mental Disorders Diagnosis. Schizophrenia: Etiology and Treatment (640-700). Wiley, London. Hawaris, D., 2007, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Edisi 2 , Balai Penerbitan, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta. Irmansyah, M., 2005, Skizofrenia Bisa Mengenai Siapa Saja. Majalah Kesehatan Jiwa No. 3, Jakarta. Irwan M., Fajriansyah A., Sinuhadji B., Indrayana M. 2008, Penatalaksanaan Skizofrenia. Fakultas Kedokteran Riau, Riau. Jarut, M.Y., Fatimawali., Wiyono, W.I., 2013, Tinjauan Penggunaan Antipsikotik pada Pengobatan Skizofrenia di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013, Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 2 No. 03, Manado. Kaplan, H.I., Sadock B.J., 1997, Sinopsis psikiatri Edisi ke-7, Terjemahan. Binarupa Aksara, Jakarta. _____________________., 2010, Sinopsis psikiatri Jilid 1. Binarupa Aksara, Jakarta. Katzung, B., 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakrata. __________., 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakrata. Lehman, A.F., Lieberman, A.F., Dixon, L.B., 2004, Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia (2 nd ed).. American Psychiatric Association, Arlington. Maharani, F.R.L., 2004, Kajian Penggunaan Obat Antipsikosis pada Pasien Skizofrenia di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Grhasia Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode Januari-Desember 2003. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 82
Mansjoer A., Triyani K., Savitri R., Wardhani W.I., Setiowulan W., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Asculapius, Jakarta. Maramis, W.F., 2004, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press, Surabaya. Maslim, R., 1997, Diagnosis Gangguan Jiwa, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. _________., 2003, Panduan Praktis Penggunaan Klinis dan Kebijakan Obat Psikotropik (Psychotropic Medication), Edisi 3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta. PDSKJI., 2012, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter/Spesialis Kedokteran Jiwa. Perkins, R., Rinaldhi, M., 2002, Unemployment rates among patients with long-term mental health problems. Psychiatric bulletin. Riset Kesehatan Dasar., 2008, Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Saha, S., Chant, D., Welham, J., McGrath., 2005, A Systematic Review of the Prevalence of Schizophrenia. PloS Med 2(5): e141. Santoso., Wiria., 1995, Psikotropik, Farmakologi dan Terapi Edisi IV . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Saperstein, A.M., Fiszdon J.M., Bell, M.D., 2011, Intrinsic motivation as a predictor of work outcome after vocational rehabilitation in schizophrenia J Nerv Ment Dis:199:672 Setyaningsih, T., 2011, Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Povinsi Jawa Tengah Tahun 2009. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Silbernagl, S., 2007, Teks & Atlas Berwarna: Patofisiologi, Fakultas Kedokteran EGC, Jakarta
83
Sinaga, B.R., 2007, Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sinaga, Y.M., 2011, Karakteristik Penderita Skizofrenia yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Medan Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Sira, I., 2011, Karakteristik Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Alianyang Pontianak Periode 1 Januari – 31 Desember 2009. Naskah Publikasi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak. Solimando, D.A., 2003, Drug Information Handbook for Oncology featuring A rd Complete Guide to Combination Chemotherapy Regimens 3 Edition. LexiComp, Inc Sugiyono., 2007, Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Swandari, S., 2012, Penggunaan Obat Rasional (POR) Melalui 8 Tepat dan 1 Waspada, Balai Besar Pelatihan Kesehatan, Jakarta. Tjay H,T., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Departemen Kesehatan RI, PT Gramedia, Jakarta. Yusuf., Prodjosudjadi., 2001, Hematologi: Ilmu Penyakit Dalam Edisi III . Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
84
LAMPIRAN
85
LAMPIRAN 1 Data Pasien Skizofrenia Rawat Inap Jiwa di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014 No
no RM
JK
U (th)
Diagnosis
G
LRI (H)
KP
1
000081
P
15
Skizofrenia paranoid
1, 2,4
36
SP
2
000006
P
48
Skizofrenia paranoid
2
35
SP
3
015247
P
28
2
26
4
012992
P
28
2
43
SP
5
017726
P
32
2
44
SP
6
012165
P
37
2
35
SP
7
030206 (PB)
P
31
8
030089
P
45
9
025801
P
17
10
006730
P
34
11
010527
L
35
12
000498
L
30
Skizofrenia paranoid Skizofrenia YTT Skizofrenia YTT Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia residual Skizofrenia tak terinci Skizofrenia Hebefrenik Skizofrenia tak terinci Skizofrenia Hibefrenik
SP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
Klozapin
PO
25
2
Haloperidol
PO
25
2
Haloperidol
PO
5
3
Klozapin Klorpromazin Haloperidol Haloperidol Klorpromazin Triflupperazin Klozapin
PO PO PO PO PO PO PO
50 100 5 5 100 5 25
2 2 2 2 2 2 2
Klorpromazin
PO
100
2
Haloperidol
PO
5
2
PO PO
50 5
1 2
Rasionalitas TI
TO
TP
Y Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
Y
Y Y Y Y Y
TD
TF
Y
Y
Y
Y
T
Y
T Y Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y Y
Y
Y
Y
Y Y Y
1
23
SP
Klozapin Haloperidol
Y
Y Y
Y
Y Y
2, 4
34
SP
Trifluoperazin
PO
2.5
2
Y
T
T
T
T
3,4
17
SP
Klorpromazin Trifluoperazin
PO PO
100 5
2 2
Y
T T
T
T T
T T
2,4
34
SP
Haloperidol
PO
5
2
Y
Y
Y
Y
Y
4,5
16
SP
3,6
10
SP
Haloperidol Klorpromazin Klorpromazin Haloperidol
PO PO PO PO
5 100 100 5
2 2 2 2
Y Y Y Y
Y Y Y Y
Y Y
Y Y Y Y
Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, T F:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
No
no RM
JK L
U (th)
13
029541
21
14
030018 (PB)
L
37
15
025151
L
31
16
000117
L
30
17
022665
L
28
18
022316
L
34
19
000309
L
12
20
019692
L
28
21
019692
L
27
22
023556
L
19
Diagnosis Skizofrenia tak terinci Skizofrenia YTT Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia tak terinci
G
LRI (H)
KP
4
62
SP
2
33
SP
1
11
SP
1,2
12
SP
1,2
47
SP
4
61
SP
Skizofrenia paranoid
2
12
SP
Skizofrenia YTT
3
34
SP
Skizofrenia paranoid Skizofrenia
1,2,6
13
SP
234
67
SP
Terapi
Rute
Ds (g)
F (xdd)
Haloperidol
PO
2.5
2
Klozapin
PO
50
2
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol Klorpromazin Haloperidol
PO PO PO
5 100 2.5
2 2 2
Klorpromazin
PO
100
2
Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol Haloperidol
PO PO PO PO PO
100 5 25 5 5
3 2 2 2 3
Klorpromazin
PO
100
2
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol
PO
5
3
Klorpromazin
PO
100
2
Haloperidol
PO
5
2
Klozapin
PO
100
2
TI Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TO Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
86
TF
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y Y Y
Y Y Y
Y
Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
No
no RM
JK L
U (th)
13
029541
21
14
030018 (PB)
L
37
15
025151
L
31
16
000117
L
30
17
022665
L
28
18
022316
L
34
19
000309
L
12
20
019692
L
28
Diagnosis Skizofrenia tak terinci Skizofrenia YTT Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia tak terinci
G
LRI (H)
KP
4
62
SP
2
33
SP
1
11
SP
1,2
12
SP
1,2
47
SP
4
61
SP
Skizofrenia paranoid
2
12
SP
Skizofrenia YTT
3
34
SP
21
019692
L
27
Skizofrenia paranoid
1,2,6
13
SP
22
023556
L
19
Skizofrenia paranoid
2,3,4
67
SP
23
000210
L
34
Skizofrenia tak terinci
1,2
31
SP
48
Skizofrenia YTT
2
12
SP
24
029672
L
Terapi
Rute
Ds (g)
F (xdd)
Haloperidol
PO
2.5
2
Klozapin
PO
50
2
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol Klorpromazin Haloperidol
PO PO PO
5 100 2.5
2 2 2
Klorpromazin
PO
100
2
Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol Haloperidol
PO PO PO PO PO
100 5 25 5 5
3 2 2 2 3
Klorpromazin
PO
100
2
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol
PO
5
3
Klorpromazin
PO
100
2
Haloperidol
PO
5
2
Klozapin
PO
100
2
Haloperidol
PO
5
2
Klozapin
PO
100
2
Haloperidol Klorpromazin Haloperidol
PO PO PO
5 100 5
2 1 2
TI Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TO Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TF
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y Y Y
Y Y Y
Y
Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y T T
Y Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
87
No 25
no RM
JK
U (th)
Diagnosis
2
9
SP
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Risperidon Klozapin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO PO PO PO
100 5 5 100 2 25 5 100
1 2 3 2 2 2 2 2
TI
TO Y Y Y Y Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TF Y Y Y Y Y Y Y Y
021450
L
24
Skizofrenia YTT
029642
L
28
Skizofrenia YTT
2,3
18
SP
000290
L
39
Skizofrenia paranoid
2,5
19
SP
029785
L
25
Skizofreni paranoid
1,3
12
SP
29
030620 (PB)
L
42
Skizofrenia paranoid
1
7
SP
Haloperidol Klorpromazin
PO PO
5 100
2 2
Y
T T
T
T T
T T
30
028521 (PB)
L
26
4
95
SP
Haloperidol
PO
2.5
2
Y
T
T
T
T
026810
L
29
2,3,5
7
SP
022747
L
18
2
19
SP
Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol
PO PO PO PO
100 5 50 5
2 2 2 2
Y Y Y Y
Y Y Y Y
027748
L
27
2
127
SP
Haloperidol
PO
2.5
2
Y
Y
Y
Y
Y
028430
L
33
2
101
SP
Haloperidol
PO
5
2
Y
Y
Y
Y
Y
2
35
S
Klozapin
PO
25
1
Y
Y
26 27 28
31 32 33 34 35
010035
52
Skizofrenia tak terinci Skizofrenia tak terinci Skizofrenia YTT Skizofrenia tak terinci Skizofrenia paranoid Skizofrenia
Y Y Y Y
Y Y
Y Y Y Y
Y
Y T
No 25
no RM
JK
U (th)
Diagnosis
2
9
SP
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Risperidon Klozapin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO PO PO PO
100 5 5 100 2 25 5 100
1 2 3 2 2 2 2 2
TI
TO Y Y Y Y Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TF Y Y Y Y Y Y Y Y
021450
L
24
Skizofrenia YTT
029642
L
28
Skizofrenia YTT
2,3
18
SP
000290
L
39
Skizofrenia paranoid
2,5
19
SP
029785
L
25
Skizofreni paranoid
1,3
12
SP
29
030620 (PB)
L
42
Skizofrenia paranoid
1
7
SP
Haloperidol Klorpromazin
PO PO
5 100
2 2
Y
T T
T
T T
T T
30
028521 (PB)
L
26
4
95
SP
Haloperidol
PO
2.5
2
Y
T
T
T
T
026810
L
29
2,3,5
7
SP
022747
L
18
2
19
SP
Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol
PO PO PO PO
100 5 50 5
2 2 2 2
Y Y Y Y
Y Y Y Y
027748
L
27
2
127
SP
Haloperidol
PO
2.5
2
Y
Y
Y
Y
Y
028430
L
33
2
101
SP
Haloperidol
PO
5
2
Y
Y
Y
Y
Y
010035
L
52
2
35
SP
006168
L
27
2
27
SP
Klozapin Haloperidol Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO
25 5 5 100
1 3 2 2
Y Y Y Y
Y Y Y Y
26 27 28
31 32 33 34 35 36
Skizofrenia tak terinci Skizofrenia tak terinci Skizofrenia YTT Skizofrenia tak terinci Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid Skizofrenia paranoid
Y Y Y Y
Y Y
Y Y
Y Y Y Y
Y Y Y Y
Y T
Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, JK : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak T ergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
88
No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
no RM
JK
U (th)
Diagnosis Skizofrenia tak terinci Skizofrenia residual
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
6
106
SP
Risperidon
PO
2
2
3
44
SP
Klorpromazin Trifluoperazin Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol
PO PO PO PO PO PO
100 5 100 5 25 5
1 2 2 2 2 2
Haloperidol
PO
5
1
Klozapin Trifluoperazin Klozapin Trifluoperazin Klozapin Klorpromazin trifluoperazin
PO PO PO PO PO PO PO
50 5 25 5 25 100 5
2 3 2 3 2 1 2
TI
TO
Y
Y
018191
L
20
000476
L
40
019160
L
34
Skizofrenia paranoid
2,5
19
SP
029779
L
56
Skizofrenia YTT
2
43
SP
010100
L
63
Skizofrenia YTT
4
23
SP
005229
P
49
Skizofrenia tak terinci
2
60
SP
030386
P
45
Skizofrenia tak terinci
1,2,3
29
SP
007770
P
28
Skizofrenia tak terinci
2,5
-
BP
000177
P
37
2,4
-
BP
Haloperidol Klozapin
PO PO
5 50
3 2
Y
Y Y
028440 (PB)
P
25
2,4
-
BP
Risperidon
PO
2
2
Y
Y
Klorpromazin
PO
100
1
Skizofrenia residual Skizofrenia tak terinci Skizofrenia
Y Y Y Y Y Y Y
T T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y T T
Y
Rasionalitas TP TD Y T Y Y
TF
Y
Y
T T Y Y Y T
T T Y Y Y Y
T
Y
T T Y Y Y T T
Y Y Y Y Y T T
Y
Y Y
Y Y
Y
Y
Y
T
Y
Y Y Y T
No 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
no RM
JK
U (th)
Diagnosis Skizofrenia tak terinci Skizofrenia residual
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
6
106
SP
Risperidon
PO
2
2
3
44
SP
Klorpromazin Trifluoperazin Klorpromazin Haloperidol Klozapin Haloperidol
PO PO PO PO PO PO
100 5 100 5 25 5
1 2 2 2 2 2
Haloperidol
PO
5
1
Klozapin Trifluoperazin Klozapin Trifluoperazin Klozapin Klorpromazin trifluoperazin
PO PO PO PO PO PO PO
50 5 25 5 25 100 5
2 3 2 3 2 1 2
TI
TO
Y
Y
018191
L
20
000476
L
40
019160
L
34
Skizofrenia paranoid
2,5
19
SP
029779
L
56
Skizofrenia YTT
2
43
SP
010100
L
63
Skizofrenia YTT
4
23
SP
005229
P
49
Skizofrenia tak terinci
2
60
SP
030386
P
45
Skizofrenia tak terinci
1,2,3
29
SP
007770
P
28
Skizofrenia tak terinci
2,5
-
BP
000177
P
37
2,4
-
BP
Haloperidol Klozapin
PO PO
5 50
3 2
Y
Y Y
028440 (PB)
P
25
2,4
-
BP
Risperidon
PO
2
2
Y
Y
020100
L
49
1,2
13
SP
000503
L
23
4
-
BP
Klorpromazin Haloperidol Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO
100 5 2.5 100
1 2 3 2
Skizofrenia residual Skizofrenia tak terinci Skizofrenia paranoid Skizofrenia tak terinci
Y Y Y Y Y Y Y
Y Y
T T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y T T
Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD Y T Y Y
TF
Y
Y
T T Y Y Y T
T T Y Y Y Y
T
Y
T T Y Y Y T T
Y Y Y Y Y T T
Y
Y Y
Y Y
Y
Y
Y
T T Y Y
Y Y Y Y
Y Y Y T
Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
89
No
no RM
49
030658 (PB)
50 51 52 53 54 55 56 57 58
JK L
U (th)
Diagnosis
41
Skizofrenia paranoid
1,2,4,6
-
BP
2
-
BP
G
LRI (H)
KP
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
Haloperidol
PO
5
2
Klozapin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO
50 5 100
1 3 2
50
2
Y
Y
Y
Y
Y
PO PO
50 5
1 2
Y
Y Y
Y
Y Y
Y Y
030383
L
34
Skizofrenia residual
019160
L
26
Skizofrenia tak terinci
4
-
BP
Klozapin
023678
L
28
Skizofrenia YTT
2
19
SP
Klozapin Haloperidol
024154
L
19
Skizofrenia paranoid
1,2
11
SP
027189
L
34
Skizofrenia YTT
2,4
11
SP
000402
L
26
Skizofrenia paranoid
2,4
-
BP
025785
L
28
Skizofrenia residual
2,4
136
SP
003916
L
35
Skizofrenia paranoid
1,5
-
BP
001397
L
41
Skizofrenia YTT
2
-
BP
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol Klorpromazin Trifuoperazin Haloperidol Klozapin Haloperidol klorpromazin
PO PO PO PO PO PO PO
5 100 5 5 50 2.5 100
2 3 2 3 1 2 2
Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO
2 100 5 100
3 2 1 2
TI Y Y
Y Y Y Y Y Y
TO Y Y Y Y
Y Y T T Y Y Y Y Y Y Y Y
Y T Y Y Y Y
TF Y Y Y Y
Y
Y
Y T T Y Y Y Y
Y T T Y Y Y Y
Y Y Y Y
Y Y Y Y
No
no RM
49
030658 (PB)
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
JK L
U (th)
Diagnosis
41
Skizofrenia paranoid
1,2,4,6
-
BP
2
-
BP
G
LRI (H)
KP
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
Haloperidol
PO
5
2
Klozapin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO
50 5 100
1 3 2
50
2
Y
Y
Y
Y
Y
PO PO
50 5
1 2
Y
Y Y
Y
Y Y
Y Y
030383
L
34
Skizofrenia residual
019160
L
26
Skizofrenia tak terinci
4
-
BP
Klozapin
023678
L
28
Skizofrenia YTT
2
19
SP
Klozapin Haloperidol
024154
L
19
Skizofrenia paranoid
1,2
11
SP
027189
L
34
Skizofrenia YTT
2,4
11
SP
000402
L
26
Skizofrenia paranoid
2,4
-
BP
025785
L
28
Skizofrenia residual
2,4
136
SP
003916
L
35
Skizofrenia paranoid
1,5
-
BP
001397
L
41
Skizofrenia YTT
2
-
BP
012019
L
29
Skizofrenia tak terinci
2
-
BP
001157
L
28
Skizofrenia tak terinci
2
-
BP
Klozapin
PO
50
2
Haloperidol Klorpromazin Trifuoperazin Haloperidol Klozapin Haloperidol klorpromazin
PO PO PO PO PO PO PO
5 100 5 5 50 2.5 100
2 3 2 3 1 2 2
Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol
PO PO PO PO PO PO PO PO
2 100 5 100 100 5 100 5
3 2 1 2 1 2 2 2
TI Y Y
Y Y Y Y Y Y Y Y
TO Y Y Y Y
Y Y T T Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y
Y T Y Y Y Y Y Y
TF Y Y Y Y
Y
Y
Y T T Y Y Y Y
Y T T Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
90
U (th)
Diagnosis
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
L
24
Skizofrenia YTT
2,5
-
BP
Trifluoperazin
PO
5
2
028395
L
32
Skizofrenia paranoid
1,3
-
BP
028100
L
31
Skizofrenia tak terinci
2,5
-
BP
015961
L
20
Skizofrenia paranoid
2
181
SP
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO PO
100 5 100 5 5 100
1 2 2 2 2 2
028844
L
32
Skizofrenia tak terinci
1,3
-
BP
001233
L
39
Skizofrenia hebefrenik
2,3
-
BP
000184
L
37
Skizofrenia paranoid
2
-
BP
020233
L
23
Skizofrenia tak terinci
2,4
23
030263 (PB)
L
19
Skizofrenia paranoid
1,2,4
020932
L
30
Skizofrenia YTT
1,2,3
No
no RM
61
030384 (PB)
62 63 64 65 66 67 68 69 70
JK
TI
TO
Y
T
Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Haloperidol
PO
2.5
3
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO
100 5 100 5 100
2 2 2 2 2
SP
Trifluoperazin
PO
5
3
Y
Y
-
BP
Klozapin
PO
25
2
Y
-
BP
Haloperidol Klorpromazin
PO PO
5 100
3 2
Y
Y Y Y
Y
Rasionalitas TP TD T Y Y Y
TF
T
T
Y Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Y
Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y Y
Y
Y Y
Y Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y
U (th)
Diagnosis
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Ds (mg)
F (x dd)
L
24
Skizofrenia YTT
2,5
-
BP
Trifluoperazin
PO
5
2
028395
L
32
Skizofrenia paranoid
1,3
-
BP
028100
L
31
Skizofrenia tak terinci
2,5
-
BP
015961
L
20
Skizofrenia paranoid
2
181
SP
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO PO
100 5 100 5 5 100
1 2 2 2 2 2
028844
L
32
Skizofrenia tak terinci
1,3
-
BP
001233
L
39
Skizofrenia hebefrenik
2,3
-
BP
000184
L
37
Skizofrenia paranoid
2
-
BP
020233
L
23
Skizofrenia tak terinci
2,4
23
030263 (PB)
L
19
Skizofrenia paranoid
1,2,4
020932
L
30
Skizofrenia YTT
030406
L
28
014301
L
54
No
no RM
61
030384 (PB)
62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
JK
TI
TO
Y
T
Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Haloperidol
PO
2.5
3
Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin Haloperidol Klorpromazin
PO PO PO PO PO
100 5 100 5 100
2 2 2 2 2
SP
Trifluoperazin
PO
5
3
Y
Y
-
BP
Klozapin
PO
25
2
Y
Y
1,2,3
-
BP
Skizofrenia paranoid
2
-
BP
Skizofrenia paranoid
1
12
BP
Haloperidol Klorpromazin Klozapin Haloperidol Olanzapin Haloperidol
PO PO PO PO PO PO
5 100 50 5 10 5
3 2 2 1 1 1
Y Y Y
Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Rasionalitas TP TD T Y Y Y
TF
T
T
Y Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y Y
Y
Y
Y Y Y Y Y
Y Y Y Y Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y Y Y Y T T
Y Y Y Y Y Y
Y Y Y
Y Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
91
No 73 74
no RM 014386 029164
JK L L
U (th)
Diagnosis
18
Skizofrenia YTT
1,4,5
48
BP
21
Skizofrenia paranoid
2,5
36
BP
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Haloperidol
PO
Ds (mg) 5
Klozapin Haloperidol Klozapin
PO PO PO
50 5 100
F (x dd) 2 1 2 1
TI Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TO Y
TF Y Y Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
No 73 74
no RM 014386 029164
JK L L
U (th)
Diagnosis
18
Skizofrenia YTT
1,4,5
48
BP
21
Skizofrenia paranoid
2,5
36
BP
G
LRI (H)
KP
Terapi
Rute
Haloperidol
PO
Ds (mg) 5
Klozapin Haloperidol Klozapin
PO PO PO
50 5 100
F (x dd) 2 1 2 1
TI Y Y
Rasionalitas TP TD Y Y Y Y Y Y Y Y Y
TO Y
TF Y Y Y Y
RM : Rekem medik, PB; Pasien Baru, J K : Jenis Kelamin, L : Laki-laki, P : Perempuan, U : Umur, th : tahun, YTT: Yang Tak Tergolongkan, G: Gejala (1 : waham, 2 : halusinasi, 3 : inkoherensi , 4: afek tumpul , 5 : alogia, 6 : isolasi sosial), LRI : Lama Rawat Inap, H : hari, KP : Keadaan Pulang, SP :Sembuh Parsial, BP : Belum Pulang, PO: Per Oral, Ds : dosis, mg : miligram, F : Frekuensi, TI:Tepat Indikasi, TO:Tepat Obat; TP: Tepat Pasien, TD: Tepat Dosis, TF:Tepat Frekuensi, Y:Ya, T:Tidak.
92
LAMPIRAN 2 Standar Pelayanan Medik RSD Madani Provinsi Sulawesi engah
LAMPIRAN 2 Standar Pelayanan Medik RSD Madani Provinsi Sulawesi engah
93
94
LAMPIRAN 3 Dosis dan Frekuensi Penggunaan Antipsikotik Per Oral
Nama Generik
Dosis Terapeutik Efektif Minimum (mg)
Rentang Dosis Yang Sering Digunakan (mg/Hari)
Dosis Maksimum Menurut Pabrik (mg/Hari)
Frekuensi
Antipsikotik Tipikal (Antipsikotik Generasi Pertama) Chlorpromazine
100
100-1000
2000
2-4 x 1
Haloperidol
2
2-60
100
2-3 x 1
Trifluoperazine
5
5-60
80
2-3 x 1
Antipsikotik Atipikal (Antipsikotik Generasi Kedua) Klozapin
50
50-500
900
1-2 x 1
Olanzapin
5
10-30
30
1x1
Risperidone
4
4-16
16
1-2 x 1
Catatan :
Antipsikotik sering diberikan dalam dosis harian yang terbagi dan titrasi hingga mencapai dosis efektif. Sehingga dosis sekali sehari dapat diberikan jika dosis tersebut sudah efektif bagi pasien. Sumber: Anonim, 2007; Dipiro et al, 2011; Katzung, 2012
95
LAMPIRAN 4 Algoritma Tatalaksana Terapi Skizofrenia Tanpa Riwayat
Episode pertama atau belum pernah mendapat terapi AGP sebelumnya
Tahap 1 Pemberian AGK tunggal (ARIPIPRAZOLE, OLANZAPINE, QUETIAPINE, RISPERIDONE, atau ZIPRASIDONE)
Tahap 2 Pemberian AGK tunggal (selain AGK yang diberikan pada tahap 1)
Tahap 2A Pemberian AGP tunggal (selain AGK yang diberikan pada tahap 1)
AGP, antipsikotik generasi pertama AGK, antipsikotik generasi kedua ECT, tera i electrokonvulsif
Tahap 3 CLOZAPINE
Tahap 4 CLOZAPINE + AGP AGK atau
Nilai dari kegagalan terapi clozapine tidak ditentukan
Dilporkan tidak ada kontrol pada penelitian dengan penggunaan terapi kombinasi jangka panjang untuk terapi skizofrenia
Tahap 5 Coba terapa dengan agen tunggal AGP atau AGK (selain AGK yang diberikan ada taha 1 2 atau 2A
Tahap 6 Terapai kombinasi, yaitu: AGK+AGP, kombinasi AGK, (AGP atau AGK)+ECT, (AGP atau AGK+agen lain (misal mood stabilizer)
Sumber: Dipiro et al, 2011
96
LAMPIRAN 5 Algoritma Tatalaksana Terapi Skizofrenia Dengan Riwayat
Tidak ada riwayat ke a alan tera i AP
Ada riwayat kegagalan tera i AP
Olanzapin atau Quetiapin atau Risperidon
Olanzapin atau Quetiapin atau Risperidon
Tidak ada respon
Gunakan yang lain
Tidak
Tidak ada respon
Gunakan yang lain
Tidak ada respon
Haloperidol dekonat atau Fluphenazin decanoat
Tidak
Gunakan yang lain Tidak ada respon
Tidak ada respon
Gunakan yang lain
Gunakan yang lain
Tidak ada Tidak ada
Gunakan AP lain
Tidak ada respon
Tidak ada
KLOZAPIN Respon parsial
Klozapin + obat pendukung (AP tipikal/atipikal, mood stabilizer, ECT, antidepresan
Tidak ada respon atau menolak klozapin
Tidak ada
Kombinasi atipikal+tipikal, atau kombinasi tipikal, atau kombinasi ati ikal, atau ti ikal + ECT
97
LAMPIRAN 6 Hasil Analisa Data a. Jenis Kelamin Statistics jenis kelamin N
Valid Missing
74 0 jenis kelamin Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki-laki
59
79.7
79.7
79.7
perempuan
15
20.3
20.3
100.0
Total
74
100.0
100.0
98
b. Umur Statistics klasifikasi umur N
Valid Missing
74 0
klasifikasi umur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
17-25
16
21.6
21.6
21.6
26-45
50
67.6
67.6
89.2
46-65
8
10.8
10.8
100.0
Total
74
100.0
100.0
99
c. Suku/etnis Statistics Suku/Etnis N
Valid Missing
74 0 Suku/Etnis
Frequency Valid
kaili
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
22
29.7
29.7
29.7
pamona
7
9.5
9.5
39.2
mori
2
2.7
2.7
41.9
tomini
5
6.8
6.8
48.6
bungku
3
4.1
4.1
52.7
dampelas
1
1.4
1.4
54.1
lainnya
22
29.7
29.7
83.8
tanpa keterangan
12
16.2
16.2
100.0
Total
74
100.0
100.0
100
d. Status perkawinan Statistics Status Perkawinan N
Valid Missing
74 0 Status Perkawinan Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
kawin
10
13.5
13.5
13.5
tidak/belum kawin
53
71.6
71.6
85.1
duda/janda
11
14.9
14.9
100.0
Total
74
100.0
100.0
e. f. g.
101
e. Jenjang pendidikan Statistics Jenjang Pendidikan N
Valid Missing
74 0 Jenjang Pendidikan Cumulative Frequency Percent
Valid
Valid Percent
Percent
Tidak Sekolah
10
13.5
13.5
13.5
SD
21
28.4
28.4
41.9
SMP
19
25.7
25.7
67.6
SMA
20
27.0
27.0
94.6
Akademi
1
1.4
1.4
95.9
Sarjana
3
4.1
4.1
100.0
74
100.0
100.0
Total
102
f.
Pekerjaan Statistics Pekerjaan N
Valid Missing
74 0 Pekerjaan Cumulative Frequency
Valid
PNS
Percent
Valid Percent
Percent
2
2.7
2.7
2.7
19
25.7
25.7
28.4
Wiraswasta
4
5.4
5.4
33.8
Buruh
1
1.4
1.4
35.1
Pelajar/Mahasiswa
2
2.7
2.7
37.8
Tidak Bekerja
46
62.2
62.2
100.0
Total
74
100.0
100.0
Tani/Nelayan
103
g. Tipe-tipe skizofrenia Statistics tipe skizofrenia N
Valid
74
Missing
0 tipe skizofrenia Cumulative Frequency
Valid
skizofrenia paranoid
Percent
Valid Percent
Percent
29
39.2
39.2
39.2
skizofrenia hebefrenik
3
4.1
4.1
43.2
skizofrenia tak terinci
20
27.0
27.0
70.3
5
6.8
6.8
77.0
skizofrenia YTT
17
23.0
23.0
100.0
Total
74
100.0
100.0
skizofrenia residual
104
h. Lama Rawat Inap Statistics Lama Rawat Inap N
Valid
52
Missing
22 Lama Rawat Inap Cumulative Frequency
Valid
Missing Total
Percent
Valid Percent
Percent
< 28 hari
22
29.7
42.3
42.3
> 28 hari
30
40.5
57.7
100.0
Total
52
70.3
100.0
System
22
29.7
74
100.0
105
i.
Tepat Indikasi Statistics Tepat Indikasi N
Valid
74
Missing
0 Tepat Indikasi Cumulative Frequency Percent
Valid
Ya
74
100.0
Valid Percent 100.0
Percent 100.0
106
j.
Tepat Obat Statistics Tepat Obat N
Valid
136
Missing
0
TepatObat Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
123
90.4
90.4
90.4
Tidak
13
9.6
9.6
100.0
Total
136
100.0
100.0
107
k. Tepat Pasien Statistics Tepat Pasien N
Valid
74
Missing
0
Tepat Pasien Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
65
87.8
87.8
87.8
Tidak
9
12.2
12.2
100.0
Total
74
100.0
100.0
108
l.
Tepat Dosis Statistics Tepat Dosis N
Valid
136
Missing
0
Tepat Dosis Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
111
81.6
81.6
81.6
Tidak
25
18.4
18.4
100.0
Total
136
100.0
100.0
109
m. Tepat Frekuensi Statistics Tepat Frekuensi N
Valid
136
Missing
0
Tepat Frekuensi Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
123
90.4
90.4
90.4
Tidak
13
9.6
9.6
100.0
Total
136
100.0
100.0
110
LAMPIRAN 7 Surat Izin Penelitian
111
LAMPIRAN 8 Surat
eterangan Telah Melaksanakan penelitian
112
LAMPIRAN 9 Dokumentasi
Gambar pengambilan data sekunder (rekam medik)
Gambar pengambilan data primer (wawancara) pada pasien skizofrenia
Gambar pengambilan data primer (wawancara) pada tena ga medis rawat inap jiwa
Gambar pasien skizofrenia diberikan obat antipsikotik
113