STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI
YAHMAN FAOJI F34052280
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh :
YAHMAN FAOJI F34052280
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI SIRUP GLUKOSA DARI TAPIOKA DI PESANTREN RAUDLATUL ULUM, PATI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh :
YAHMAN FAOJI F34052280 Dilahirkan pada 19 Agustus 1987 di Pati
Tanggal lulus : 7 Desember 2009
Menyetujui, Bogor,
Desember 2009
Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc. Dosen Pembimbing
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka skripsi ini.
Bogor,
Desember 2009
Yang membuat pernyataan,
Yahman Faoji F34052280
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan lahirkan di Pati pada 19 Agustus 1987 dari ayah Suparman dan Ibu Siti Mukisah. Penulis
merupakan
anak
keempat
dari
enam
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Kepoh (1993-1999) 1999) dan MI Mabadiul Ulum Kepoh (1995-1999), 1999), kemudian penulis melanjutkan me pendidikan menengah di MTs Raudlatul Ulum Guyangan, Pati (1999-2002) 2002) dan MA Raudlatul Ulum Guyangan, Pati (2002-2005). 2005). Setelah lulus MA tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Departemen Agama RI. Selama masa kuliah, penulis aktif menjadi asisten praktikum dan responsi beberapa mata kuliah, yaitu mata kuliah fisika (2006-2007), 2007), penerapan komputer (2007-2008), 2008), teknik optimasi (2009), dan satuan operasi (2009). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, di antaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin), Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP), Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) IPB dan Nasional, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IPB, dan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) IPB. Penulis melaksanakan kegiatan praktek lapangan dengan topik to “Mempelajari Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Kacang Atom di PT Dua Kelinci, Pati”.
YAHMAN FAOJI. F34052280. Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Di bawah bimbingan : M. Zein Nasution. 2009.
RINGKASAN Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan konsumsi gula, sehingga impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$ 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Untuk mengurangi impor gula, maka produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula, di antaranya dengan mengembangkan gula dari pati. Di antara gula dari pati tersebut, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. Sementara itu, kebutuhan glukosa di Indonesia juga terus meningkat, sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai impor glukosa Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2008, nilai impor glukosa sebesar US$ 1,188,172.00 Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia. Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi, kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi, serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar sirup glukosa masih terbuka lebar. Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Ruang lingkup penelitian ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial. Industri sirup glukosa ini dibuat dengan kapasitas produksi 2 ton bahan baku tapioka per hari. Bahan baku tapioka yang digunakan berasal dari para pengrajin tapioka yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati. Berdasarkan data-data produksi tapioka yang ada di Kabupaten Pati, diperkirakan suplai bahan baku tapioka untuk industri ini masih mencukupi. Pada tahun 2008, produksi tapioka di Kabupaten Pati mencapai 159,322 ton atau rata-rata produksi per hari adalah 435.31 ton.
Potensi pasar produk sirup glukosa masih sangat besar mengingat kebutuhannya yang semakin meningkat dan kebutuhan substitusi gula pasir. Target pasar yang dituju adalah pasar industri yang berada di Propinsi Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Pati. Besar investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp 703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) yang diguakan adalah 100 persen dana sendiri dan nol persen dana pinjaman bank. Biaya per unit produk sirup glukosa ini sebesar Rp 4,769.00 per kg pada kapasitas produksi 100 persen. Harga jual yang ditetapkan sebesar Rp 6,500.00 per kg. Dengan harga jual sebesar itu, profit yang diperoleh sebesar 36.30 persen. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 1,850,007,524.00. Nilai IRR-nya sebesar 23.72 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 1.47. Payback period industri ini adalah selama 3.98 tahun. Break even point (BEP) berada pada Rp 1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Akan tetapi, hasil analisis sensitivitas menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual. Hasil studi kelayakan pendirian industri sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum menunjukkan nilai kelayakan usaha yang positif. Akan tetapi, sistem pasokan bahan baku dan pengembangan pasar perlu terus dilakukan untuk menunjang keberlangsungan industri.
YAHMAN FAOJI. F34052280. A Feasibility Study of Establishment of Glucose Syrup Industry from Tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. Under Supervisions : M. Zein Nasution. 2009.
SUMMARY The demand of sugar in Indonesia that always increases, whereas domestic sugar production couldn’t fulfill the demand of sugar, caused import became a choice. Cane sugar import value by 2007 reached US$ 1,040,194,362.00 and by 2008 reached US$ 366,289,858.00. To reduce sugar import, the production of sugar in Indonesia must be increased, beside looking for alternative sweetener as substitution of cane sugar, in example by developing sugar from starch. Glucose syrup and fructose has the better prospect for substitution of cane sugar than another sugars from starch. The demand of glucose in Indonesia also increases. Glucose production in Indonesia is still limited and cannot fulfill the domestic demand. The glucose import value is high enough. In 2008, glucose import value is equal to US$ 1,188,172.00. The demand of glucose syrup increases along with the development of its industrial consumer, that is food and beverage industry, especially syrup, beverage, candies, biscuit, and jelly industries. Raw material of glucose syrup, especially cassava starch or tapioca, is still available in high amount in Indonesia. The domestic demand of glucose syrup which has not fulfilled, the demand of substitution of cane sugar that always increases and not fulfilled, and availability of glucose syrup raw material that is high enough are opportunity to produce glucose syrup. Glucose syrup market is wide. Pesantren Raudlatul Ulum is one of pesantren which located in Pati District, Central Java. Pati District is one of tapioca producer areas. In Pati District, also grows many food and beverage industries, either small scale and also big. This is an opportunity for Pesantren Raudlatul Ulum to develop glucose syrup industry. Purpose of this research is studying the feasibility of establishment of glucose syrup industry from tapioca at Pesantren Raudlatul Ulum, Pati. This research scope covers feasibility study at market and marketing, technical and technology, management and organization, environmental and legality, and financial analysis aspects. This glucose syrup industry will be made with production capacity of 2 tons tapioca as raw material per day. Tapioca that is applied comes from the tapioca industries which spread over in Pati District. Based on production data of the tapioca in Pati District, estimated that supply of tapioca as raw material for this industry is still fulfilling. In 2008, tapioca production in Pati District reached 159,322 tons or average of production per day is 435.31 tons. Glucose syrup potential market is still very big, based on its demand which always increases and the demand of cane sugar substitution. The market target of this industry is industrial market in Central Java Province, especially in Pati District.
Amount of investment that is required is equal to Rp 3,934,348,750, consisted of expense of permanent investment that is equal to Rp 3,229,600,000.00 and circulating capital that is equal to Rp 703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) is 100 percent own fund and zero percent bank loan fund. The cost per unit of this glucose syrup is equal to Rp 4,769.00 per kg at 100 percent production capacity. Selling price that is specified is equal to Rp 6,500.00 per kg. With this selling price, profit that will be obtained is equal to 36.30 percent. Result of financial analysis indicates that this glucose syrup industry is feasible to be build. The NPV of this industry is equal to Rp 1,850,007,524.00. Its IRR value is equal to 23.72 percent. Its net B/C value is equal to 1.47. Payback period of this industry is 3.98 years. Break even point (BEP) stays at Rp 1,755,237,065.00 or at production rate 270,036 kg. However, result of sensitivity analysis shows that this glucose syrup industry has high enough risk for the increasing of the raw material price and the decreasing of selling price. Result of feasibility study of glucose syrup industry establishment at Pesantren Raudlatul Ulum shows positive feasibility value. However, system of raw material supply and market expansion must be improved to support sustainability of this industry.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan suri teladan kepada umat manusia. Skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, 2. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyempurnakan skripsi ini, 3. Pesantren Raudlatul Ulum, Badan Pusat Satatistik Kabupaten Pati, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati, Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati, Dinas Pertanian Kabupaten Pati, Departemen Pertanian RI, Departemen Perindustrian RI, dan instansi-instansi lain yang telah membantu penulis untuk memperoleh berbagai data yang diperlukan, 4. Departemen Agama RI, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, 5. Bapak, Ibu, Mas Mugi Iskandar, Mas Isdaryanto, Mbak Siti Puji Mustikawati, Adik Sofiah Yasinta, dan Adik Siti Heni Rohamna atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, 6. Mas Umar Ali Ma’ruf, Dhita Umiyanti, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya,
iii
7. teman-teman satu bimbingan; Dony Wahyudi dan Umi Reza Lestari, atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, 8. teman-teman Program Beasiswa Santri Berprestasi Departemen Agama RI dan teman-teman alumni Pesantren Raudlatul Ulum atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, 9. teman-teman TIN 42 atas segala bantuan, dukungan, dan motivasinya, dan 10. pihak-pihak lain yang telah berjasa dan tidak dapat disebut satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi lebih tersempurnakannya skripsi ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Terima kasih.
Bogor, Desember 2009
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI .......................................................................................................
v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Tujuan .....................................................................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka ..................................................................................................
5
B. Sirup Glukosa ..........................................................................................
6
C. Studi Kelayakan ......................................................................................
9
III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 13 B. Pendekatan Studi Kelayakan .................................................................. 13 C. Metode Penelitian .................................................................................. 16 IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM DAN KABUPATEN PATI A. Pesantren Raudlatul Ulum ..................................................................... 26 B. Kabupaten Pati ....................................................................................... 27 V. ANALISIS BAHAN BAKU A. Spesifikasi Bahan Baku .......................................................................... 30 B. Ketersediaan Bahan Baku ..................................................................... 31 VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN A. Potensi Pasar ............................................................................................ 34 B. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar .................................. 37 C. Strategi Bauran Pemasaran ..................................................................... 39
v
VII. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI A. Perencanaan Kapasitas Produksi ........................................................... 42 B. Penentuan Lokasi Pabrik ........................................................................ 42 C. Teknologi Proses Produksi .................................................................... 43 D. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik ……….…………….. 51 VIII. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI A. Kebutuhan Tenaga Kerja ........................................................................ 56 B. Struktur Organisasi ................................................................................ 57 C. Deskripsi Pekerjaan ................................................................................ 57 IX. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS A. Aspek Lingkungan ................................................................................ 60 B. Aspek Legalitas ..................................................................................... 61 X. ANALISIS FINANSIAL A. Asumsi-asumsi yang Digunakan ........................................................... 63 B. Biaya Investasi ....................................................................................... 64 C. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan ................................................ 65 D. Harga dan Prakiraan Penerimaan ……………………………………… 65 E. Proyeksi Rugi Laba …………………………………………………… 66 F. Proyeksi Arus Kas ……………………………………………………. 67 G. Titik Impas (Break Even Point/BEP) ……………..…………………… 68 H. Kriteria Kelayakan Investasi ……………………..……………………. 69 XI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................. 71 B. Saran …………………………………………………………………… 72 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73 LAMPIRAN ........................................................................................................ 76
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008 ...............................................
1
Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008 …………………..
2
Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008 …………….……..
2
Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 ……..……
7
Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah di Kabupaten Pati tahun 2007 ………..……………………… 28 Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati tahun 2001 – 2007 ………………………………………………….. 29 Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 ………..………. 31 Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten Pati ………………………………………………………………… 32 Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati ……………………………………………………. 32 Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati 33 Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia ………………………….. 34 Tabel 6.2. Data proyeksi surplus/defisit gula tahun 2006-2008 ………………. 35 Tabel 6.3. Data industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa terdaftar di Kabupaten Pati ………………………………. 36 Tabel 6.4. Data sebaran industri/usaha makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa terdaftar di beberapa kecamatan di Kabupaten Pati …. 36 Tabel 6.5. Perbandingan Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir (sukrosa) dan sirup glukosa ………………………………………… 41 Tabel 7.1. Kebutuhan luas ruang industri sirup glukosa ……………………… 54 Tabel 8.1. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja …………………………… 56 Tabel 10.1. Komponen biaya investasi tetap …………………………………. 64 Tabel 10.2. Komponen biaya modal kerja ……………………………………. 65 Tabel 10.4. Harga dan prakiraan penerimaan ………………………………… 66 Tabel 10.5. Proyeksi rugi laba
……………………………………………… 67
Tabel 10.6. Proyeksi arus kas …………………………………………………. 67 Tabel 10.7. Analisis sensitivitas industri sirup glukosa ………………………. 70
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa ...........................................
6
Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian …………………………………. 14 Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek ………. 15 Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran ……………………….. 17 Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi ………………… 18 Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi …………………. 22 Gambar 7.1. Teknologi proses produksi sirup glukosa ……………………….. 45 Gambar 7.2. Neraca massa produksi sirup glukosa …………………………… 49 Gambar 7.3. Neraca energi produksi sirup glukosa ………………………….. 50 Gambar 7.4. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa ………… 52 Gambar 7.5. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa ……… 53 Gambar 7.6. Site plan industri sirup glukosa …………………………………. 55 Gambar 8.1. Struktur organisasi industri sirup glukosa ……………………… 57
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Asumsi-asumsi untuk Analisis Finansial ........................................ 77 Lampiran 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan …………………………………. 78 Lampiran 3. Penghitungan Kebutuhan Energi ………………………………… 79 Lampiran 4. Perincian Kebutuhan Investasi …………………………………. 83 Lampiran 5. Komposisi Modal Kerja …………………………………………. 85 Lampiran 6. Penyusutan dan Biaya Operasional ……………………………… 87 Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi …………………………………………… 88 Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba ……………………………………………… 89 Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas ………………………………………………. 90 Lampiran 10. Kriteria Kelayakan Investasi …………………………………… 91 Lampiran 11. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Harga Bahan Baku Tapioka Sebesar 22.40% Menjadi Rp 4,529.00 per kg …………..……… 92 Lampiran 12. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Jual Produk Sebesar 10.70% Menjadi Rp 5,804.00 per kg ……………………………. 93 Lampiran 13. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Suku Bunga Menjadi 23.72% …………………………………………………………. 94
ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan gula tersebut, sehingga impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$ 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Ironisnya, harga gula impor terkadang lebih murah dibandingkan dengan gula produksi dalam negeri. Dalam situasi seperti ini, gula produksi dalam negeri menjadi sulit dipasarkan tanpa kebijakan yang mampu melindunginya dari serbuan gula impor. Impor gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Data impor gula tebu pada 2003-2008 Tahun Jumlah Impor (US$) 2003 215,776,347 2004 262,813,810 2005 546,846,630 2006 564,229,059 2007 1,040,194,362 2008 366,289,858 Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah Departemen Perdagangan RI (2009) Produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu untuk mengurangi impor gula, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula. Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat yang merupakan gula sintetis, serta gula dari pati seperti sirup glukosa dan fruktosa. Gula dari pati mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan ada yang lebih manis. Gula tersebut dibuat dari bahan berpati seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan pati jagung. Semua bahan tersebut melimpah di Indonesia. Di antara beberapa jenis gula dari pati, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. Kebutuhan glukosa di Indonesia terus meningkat, sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia masih cukup tinggi dan menunjukkan adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Data impor sirup glukosa dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Data ekspor dan impor glukosa pada 2003-2008 Ekspor Impor Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$) 2003 270 3,042 456,401 311,663 2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894 2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165 2006 3,118 5,438 14,077 27,743 2007 100 158 2,682,312 1,471,589 2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172 Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009) Tahun
Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia. Indonesia dalam beberapa tahun melakukan ekspor tapioka. Data ekspor tapioka Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Data ekspor dan impor tapioka pada 2003-2008 Ekspor Impor Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$) 2003 16,071,768 1,893,691 6,123,791 1,039,139 2004 64,534,576 8,826,266 500,583 168,485 2005 39,848,839 5,963,178 462,395 183,389 2006 13,181,546 3,041,565 333,644 135,653 2007 10,720,484 3,791,560 232,511 90,836 2008 4,911,509 2,267,185 455,688 295,596 Sumber : Departemen Perindustrian RI (2009) Tahun
Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi, kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi, serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar produk sirup glukosa ini
2
masih terbuka lebar dan persaingan belum ketat. Oleh karena itu, peluang untuk memasuki pasar sirup glukosa masih terbuka lebar. Pesantren merupakan suatu institusi pendidikan Islam yang sudah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dalam perjalanannya, pesantren memerlukan suatu penopang perekonomian pesantren untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat. Pengembangan sektor pertanian dan pengolahan hasil pertanian (agroindustri) di pesantren merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan sektor perekonomian pesantren, mengingat sebagian besar pesantren terletak di wilayah pedesaan yang merupakan basis pertanian. Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil. Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Salah satu sentra penghasil tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang merupakan tetangga Kecamatan Trangkil yang letaknya tidak jauh dari Pesantren Raudlatul Ulum. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa. Teknologi pembuatan sirup glukosa juga tidak terlalu rumit. Produksi dapat dibuat dalam skala besar maupun kecil. Skala produksi yang dipilih dapat disesuaikan dengan kemampuan investasi modal pesantren. Selain itu, pengembangan sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini dapat memberikan beberapa keuntungan, baik bagi pesantren maupun masyarakat, seperti keuntungan
ekonomi
yang
dapat
menopang
pengembangan
pesantren,
mengangkat nama pesantren, menciptakan lapangan kerja, dan menggairahkan perekonomian masyarakat. Studi kelayakan merupakan suatu analisis perencanaan yang sistematis dan mendalam atas setiap faktor yang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan proyek mencapai sukses. Semua data, fakta, dan berbagai pendapat yang dikemukakan dalam studi kelayakan tersebut akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan apakah proyek yang bersangkutan akan direalisasikan, dibatalkan, atau direvisi (Soeharto, 2000). Untuk melakukan pendirian industri sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum ini, diperlukan adanya studi kelayakan
3
pada beberapa aspek pendirian industri, yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.
B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri sirup glukosa dari tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati dari aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi studi kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan analisis finansial.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tapioka Tapioka atau pati singkong merupakan pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong (Manihot utilissima). Pati tapioka diperoleh dengan cara mengekstraknya dari singkong dengan menggunakan air, kemudian diendapkan dan dikeringkan. Menurut Balagopalan et al. (1988), beberapa karakteristik tapioka di antaranya adalah sebagai berikut. •
Bila proses pembuatannya tepat, tapioka berwarna putih. Berkurangnya tingkat keputihan akan mempengaruhi kualitas dan harga.
•
pH normal tapioka adalah 6.3 sampai 6.5. Standar pH tapioka bervariasi. The Indian Standard Institution (ISI) mengizinkan kisaran pH antara 4.7-7 untuk pati yang digunakan untuk pangan, sedangkan Tapioca Institute lebih ketat dengan menetapkan standar sebesar 4.5-6.5.
•
Ukuran granula tapioka adalah 5-40 µm.
•
Kandungan amilosa tapioka sebesar 16-18 persen.
•
Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58.5 oC sampai 70 oC.
•
Tapioka tidak beraroma, sehinga dapat digunakan untuk berbagai keperluan di antaranya kosmetik dan makanan.
•
Tapioka tidak berasa. Tidak adanya rasa dan after taste (seperti pada jagung misalnya) membuat tapioka cocok digunakan pada produk seperti pudding dan pie.
•
Saat dimasak, tapioka akan menjadi pasta yang jernih sehingga cocok untuk dikombinasikan dengan berbagai pewarna.
•
Perbandingan kadar amilopekin dan amilosa pada tapioka yang sebesar 80:20 menyebabkan tapioka memiliki titik viskositas yang tinggi yang sangat berguna untuk berbagai aplikasi. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari
dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa dapat dideskripsikan sebagai molekul linier yang merupakan rangkaian dari sejumlah besar unit glukosa yang berikatan α-(1,4)-glikosidik (Manners, 1979). Amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang terdiri atas 25-30 unit D-glukosa (Smith dalam Leneback dan Imlet, 1982). Hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa, dan oligosakarida lainnya (Alais dan Linden, 1991). Tapioka dapat digunakan untuk membuat berbagai produk turunan pati, seperti pati termodifikasi dan produk hidrolisat pati. Contoh produk pati termodifikasi adalah pati pregelatinisasi, pirodekstrin, dan heat-moisture treated starch. Contoh produk hidrolisat pati adalah sirup glukosa, maltodekstrin, sirup fruktosa, dan sirup maltosa.
B. Sirup Glukosa Sirup glukosa merupakan nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu (Tjokroadikoesoemo, 1986). Definisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 yaitu cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa, yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(C6H10O5)n + n H2O Pati
n C6H12O6 katalis dan panas
glukosa
Gambar 2.1. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa
Kualitas sirup glukosa ditentukan berdasarkan nilai dextrose equivalent (DE) atau derajat kemanisan. Menurut Maiden (1970), DE adalah kandungan gula pereduksi yang dinyatakan sebagai persen dekstrosa terhadap padatan kering. DE
6
tidak menyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk tetapi berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang terdapat dalam produk. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), sirup glukosa di dalam perdagangan dibedakan berdasarkan nilai DE yang terdiri atas empat tipe, yaitu tipe I (DE 20-38), tipe II (DE 38-58), tipe III (DE 58-73), dan tipe IV (DE>73). Derajat polimerisasi (DP) juga digunakan sebagai parameter pada penentuan mutu sirup glukosa. DP menunjukkan jumlah unit glukosa sebagai komponen individual dalam sirup. DP 1 = dekstrosa (1 unit), DP 2 = maltosa (2 unit), dan DP 3 = maltotriosa (3 unit) (Dziedzic dan Kearsley, 1984).
Tabel 2.1. Standar mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau Tidak berbau 1.2 Rasa Manis 1.3 Warna Tidak berwarna 2 Air % b/b Maks. 20 3 Abu % b/b Maks. 1 4 Gula pereduksi dihitung sebagai % b/b Min. 30 D-Glukosa 5 Pati Tidak ada 6 Cemaran Logam : 6.1 Timbal ppm Maks. 1 6.2 Tembaga ppm Maks. 10 6.3 Seng ppm Maks. 25 7 Arsen ppm Maks. 0,5 8 Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5 x 102 8.2 Bakteri coliform APM/g Maks. 20 Kurang dari 3 8.3 E. coli APM/g Maks. 50 8.4 Kapang Koloni/g 8.5 Khamir Koloni/g Maks. 50 Sumber : Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian (1992) Hidrolisis asam merupakan proses pemecahan pati secara acak yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan ikatan α-1,6-D-glukosidik. Menurut Wurzburg (1986), hidrolisis dengan asam akan lebih sensitif pada ikatan α-1,4-D-glukosidik dibanding ikatan α-1,6-D-glukosidik. Namun struktur linear dengan ikatan α-(1,4)
7
terdapat pada bagian kristalin. Bagian ini tersusun dengan sangat rapat sehinga sangat sukar dimasuki air dan atau asam, akibatnya akan lebih tahan terhadap asam. Bagian amorf walaupun tersusun oleh ikatan α-(1,6) merupakan daerah yang kurang padat, amorf, dan mudah dimasuki air sehingga akan memudahkan penetrasi dan hidrolisis asam terhadap granula pati. Proses hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan hdrolisis enzim karena peralatan yang digunakan tidak terlalu rumit, namun pembuatan sirup glukosa dengan cara ini juga menimbulkan beberapa masalah. Peralatan yang diperlukan harus tahan korosi. Sirup yang dihasilkan mempunyai nilai kemanisan yang rendah karena nilai ekuivalen dekstrosanya rendah. Peningkatan ekuivalen dekstrosa di samping terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna dan rasa (Berghmans, 1981). Menurut Wilbraham dan Matta (1992), hidrolisis berarti suatu pembelahan molekul dalam air. Jika molekul terbelah, hidrogen dari air melekat pada salah satu produk, sedangkan –OH pada produk lainnya. Hidrolisis gula yang termasuk rumit dilakukan dengan memanaskan larutan karbohidrat dengan air dan sedikit katalis asam. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu (Norman, 1981). Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah, produk samping dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan warna yang dapat diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini (Norman, 1981). Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan dalam mengonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental granula pati. Likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya
8
viskositas (Chaplin dan Buckle, 1990). Likuifikasi menghasilkan oligosakarida. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa.
C. Studi Kelayakan Kadariah et al. (1999) dan Sutojo (1983) menyebutkan bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik dilakukan atas aspek-aspek tertentu yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek pemasaran, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Umar (2005) menambahkan bahwa kajian terhadap keadaan dan prospek suatu pabrik juga memerlukan analisis terhadap aspek lingkungan, aspek legalitas, dan aspek sosial dan ekonomi. Aspek-aspek tersebut biasanya dianalisis dengan teknik-teknik tertentu dengan mempertimbangkan manfaat bagi industri tersebut. 1. Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan (Husnan dan Muhammad, 2000). Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan “darah daging” setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992). Sutojo (1983) menyebutkan bahwa dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. •
Bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini.
•
Berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan.
•
Bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa persen dari permintaan dapat diambil.
•
Bagaimana kemungkinan adanya persaingan.
9
Kegunaan dari analisis pasar adalah menentukan besar, sifat, dan pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi tentang produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, berbagai faktor yang ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk, dan program pemasaran yang sesuai untuk produk (Edris, 1993).
2. Aspek Teknik dan Teknologi Aspek teknis dan teknologi merupakan salah satu aspek penting bagi proyek karena merupakan jawaban dari pertanyaan dapat tidaknya produk tersebut dibuat. Hal ini sangat dirasakan jika bidang usaha yang digunakan bersifat manufacturing atau poros intinya adalah teknologi (Simarmata, 1992). Sutojo (1983) menyebutkan bahwa evaluasi aspek teknis dan teknologi meliputi hal-hal sebagai berikut. •
Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, baik untuk pertimbangan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap masyarakat, dan rencana masa depan perusahaan untuk perluasan.
•
Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu.
•
Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan lainnya tergantung proyek yang didirikan.
•
Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.
3. Aspek Manajemen dan Organisasi Ariyoto (1990) menyatakan bahwa manajemen merupakan cara mencapai tujuan dari sumber-sumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal), mesin dan peralatan, personil (tenaga kerja) dan material. Umar (2005) menyatakan bahwa tujuan kajian aspek manajemen adalah mengetahui apakah
10
pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya. Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen
yang
meliputi
perencanaan
organisasi,
staffing,
koordinasi,
pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2005). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga-tenaga lainnya (Husnan dan Muhammad, 2000).
4. Aspek Legalitas Aspek legaitas penting karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku badan usaha. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah tentang izin-izin yang harus dimiliki karena dapat dikatakan bahwa izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan.
5. Aspek Lingkungan Umar (2005) menyebutkan bahwa kajian aspek lingkungan hidup bertujuan menentukan dapat dilaksanaknnya industri secara layak atau tidak dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan.
11
6. Aspek Finansial Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin, 1984). Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Menurut Gray et al. (1993), dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atas pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah break even point (BEP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR), net benefit cost ratio, payback period, dan analisis sensitivitas. Selain itu diperlukan perhitungan biaya investasi dan kebutuhan modal kerja (Behrens dan Hawranek, 1991).
12
III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri sirup glukosa harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran, analisis ketersediaan bahan baku, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasi dan organisasi, analisis legalitas, analisis lingkungan, dan analisis finansial. Hasil dari analisis-analisis tersebut dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang mungkin ada, sehingga dapat disusun rekomendasi pengembangannya. Teknik yang dilakukan dalam melakukan studi kelayakan industri sirup glukosa ini adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, baik data primer maupun sekunder. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dihitung perincian biaya investasinya. Sebelum perincian biaya, terlebih dahulu ditentukan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi finansial yang digunakan antara lain umur ekonomis proyek, biaya-biaya operasional, kapasitas produksi, jumlah produk yang terjual, dan sebagainya. Alir kerangka pemikiran sebagai langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
B. Pendekatan Studi Kelayakan Pendekatan studi kelayakan dilakukan untuk memecahkan masalah pendirian industri sirup glukosa. Djamin (1984) menyatakan bahwa pendekatan studi kelayakan terdiri atas lima tahap, yaitu tahap identifikasi (brainstorming), tahap seleksi awal (pre-selection), tahap pengujian (appraisals feasibility studies), tahap evaluasi, dan tahap penyusunan laporan (reporting). Diagram tahapan proses persiapan suatu rencana investasi proyek dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Mulai Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri Pengumpulan data (primer dan sekunder)
Data cukup?
Tidak
Ya
Survei lapang
Tabulasi data Analisis pasar dan pemasaran • •
Identifikasi potensi pasar Segmenting, targetting, positioning, marketing mix
• • • • •
Ketersediaan bahan baku Penentuan kapasitas produksi dan lokasi Pemilihan teknologi proses dan mesin dan peralatan Neraca massa dan energi Perencanaan tata letak
• • • •
Struktur organisasi Deskripsi kerja Spesifikasi kerja Kebutuhan tenaga kerja
• • •
Analisis dampak lingkungan Peraturan pemerintah Perizinan
• • • • • • •
Penentuan asumsi Sumber dana dan struktur pembiayaan Biaya investasi Proyeksi rugi laba Proyeksi arus kas PBP, IRR, NPV, B/C Ratio, BEP Analisis sensitivitas
Analisis teknik dan teknologi
Analisis manajemen dan organisasi
Analisis lingkungan dan legalitas
Analisis finansial
Penyusunan laporan Selesai
Gambar 3.1. Kerangka pemikiran penelitian
14
Konsep Menetapkan tujuan Tahap identifikasi
Pengumpulan informasi A
B
C
Pertemuan informasi Tahap seleksi awal
Proposal studi kelayakan
(-) Tidak dilanjutkan/batal
(+) Dilakukan analisis lanjut
Diperlukan prastudi kelayakan
Studi kelayakan
Analisis pasar
Analisis teknis
Analisis finansial
Alternatif kelayakan
Tahap pengujian
Hasil (+)
(-)
Evaluasi kriteria
Kriteria tidak terukur
Tahap evaluasi
Kriteria terukur
Rangking dari studi kelayakan Eksternalitas Keputusan
Tidak
Selesai
Tahap penyusunan laporan (reporting)
Ya Pelaksanaan investasi Pelaporan Selesai
Gambar 3.2. Diagram alir tahapan persiapan rencana investasi proyek (Djamin, 1984)
15
C. Metode Penelitian Tahapan yang harus dilakukan pada studi kelayakan ini adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan kelayakan industri tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen operasi dan organisasi, aspek lingkungan dan legalitas, dan aspek finansial. Metode studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.
1. Pengumpulan Data Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek yang berkaitan dengan proses perencanaan suatu analisis industri. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan survei lapangan. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait serta para pakar bidang teknik dan teknologi yang sesuai. Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai aspek ketersediaan bahan baku dan pasar. Data sekunder diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi-instansi pemerintah, swasta, balai penelitian, dan sebagainya.
2. Analisis Data Analisis yang dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, dan finansial. Analisis data dilakukan dengan dua metode pendekatan, yaitu analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
a. Analisis Pasar dan Pemasaran Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh. Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, di antaranya dengan segmentasi (segmenting), penentuan target pasar (targetting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran
16
(marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Mulai Pencarian data
Data cukup?
Tidak
Ya Analisis potensi pasar sirup glukosa Penentuan strategi pembentukan dan pengembangan pasar Penentuan strategi bauran pemasaran
Selesai
Gambar 3.3. Alir proses analisis pasar dan pemasaran
b. Analisis Teknik dan Teknologi Analisis teknik dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruang produksi, dan site plant dari pabrik tersebut. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 3.4.
17
Mulai Pencarian data bahan baku
Bahan baku cukup?
Tidak
Penentuan alternatif bahan baku
Ya Penentuan lokasi pabrik Penentuan kapasitas produksi Pemilihan teknologi proses, mesin, dan peralatan Penyusunan neraca massa dan energi Penyusunan diagram keterkaitan antaraktivitas, kebutuhan luas ruang produksi, jumlah mesin, dan jumlah operator Penyusunan tata letak pabrik
Selesai
Gambar 3.4. Alir proses analisis aspek teknik dan teknologi
Ketersediaan bahan baku dianalisis dengan melihat data produksi tapioka, penggunaan tapioka, dan ekspor tapioka. Jika kebutuhan bahan baku tidak terpenuhi, maka dilakukan pencarian terhadap bahan baku lain yang bisa digunakan. Penentuan
kapasitas
produksi
dilakukan
dengan
memperhatikan
ketersediaan bahan baku, pasar, dan kemampuan investasi. Ketiga komponen tersebut dianalisis sehingga didapatkan kapasitas produksi industri sirup glukosa ini. Pemilihan jenis teknologi dan proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing
18
komponen bahan pada setiap proses. Neraca energi disusun untuk melihat kesetimbangan energi di setiap proses dan keseluruhan proses serta menghitung jumlah energi yang dibutuhkan pada setiap proses dan keseluruhan proses. Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antaraktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut. •
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.
•
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.
•
I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
•
O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan.
•
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat.
•
X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan. Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak
bagan keterkaitan antaraktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antaraktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antaraktivitas. Tahapan proses dalam merencanakan bagan keterkaitan antaraktivitas adalah sebagai berikut.
19
1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan. 2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan. 3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya. 4. Menentukan faktor atau subfaktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi). 5. Mempersiapkan bagan keterkaitan antaraktivitas. 6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelah kiri bagan keterkaitan antaraktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan menurut logika ketergantungan kegiatan. 7. Memasukkan derajat hubungan antaraktivitas di dalam kotak yang tersedia. Bagan keterkaitan antaraktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antaraktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antaraktivitas. 1. Mendaftar semua kegiatan pada template kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas. 2. Memasukkan nomor kegiatan dari bagan keterkaitan antaraktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap template t kegiatan diagram keterkaitan antaraktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antaraktivitas. 3. Melanjutkan prosedur untuk setiap template yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat. 4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E, dan seterusnya. 5. Menggambarkan pola aliran sementara. Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Menurut Machfud dan Agung (1990), berdasarkan tingkat produksi yang telah ditentukan pada pemilihan teknologi proses, maka dapat ditentukan berapa jumlah mesin yang dibutuhkan pada setiap tahapan proses produksi. Untuk menghitung kebutuhan jumlah mesin tersebut, efisiensi operasi mesin dan waktu
20
baku produksi untuk setiap operasi perlu diketahui. Jumlah mesin yang dibutuhkan (Mj) dapat dihitung dengan formula berikut.
Pij
= tingkat produksi yang diinginkan untuk produk jenis ke-i pada mesin tipe j, diukur dalam satuan keluaran per periode produksi.
Tij
= waktu produksi untuk produk jenis ke-i pada mesin tipe j diukur dalam jam per unit.
Cij
= jumlah jam dalam periode produksi yang tersedia untuk memproduksi produk ke-i pada mesin tipe j.
Mj
= jumlah mesin tipe j yang dibutuhkan per periode produksi.
n
= jumlah jenis produk.
Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi.
c. Analisis Manajemen dan Organisasi Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, dan deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen dan organisasi ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.
21
Mulai Menentukan tujuan perusahaan Mempertimbangkan : • Data perkiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku • Data kapasitas produksi • Teknologi proses yang digunakan Menentukan bentuk usaha yang dipilih Menentukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja Selesai
Gambar 3.5. Alir analisis aspek manajemen dan organisasi
d. Analisis Lingkungan dan Legalitas Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumber daya yang diperlukan, seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.
e. Analisis Finansial Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi net present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, break even point, payback period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk melihat kelayakan industri secara finansial.
1. Net Present Value (NPV) Net present value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu
22
(Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut.
dengan
1
Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n) n = umur ekonomis proyek
Proyek dianggap layak dan dapat dijalankan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal. 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Menurut Sutojo (2002), IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan penghitungan IRR adalah mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.
dengan
NPV(+) = NPV bernilai positif NPV(-) = NPV bernilai negatif i(+)
= suku bunga yang membuat NPV positif
i(-)
= suku bunga yang membuat NPV negatif 23
Proyek layak dijalankan bila niai IRR lebih besar atau sama dengan dari nilai suku bunga yang berlaku.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut.
/
( ")% (
!"#$" %&'" !"#$" "
")%%&'
, untuk Bt-Ct > 0 , untuk Bt-Ct < 0
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999).
4. Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PBP) Break even point atau titik impas merupakan titik di mana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Kotler (1993), hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus berikut.
*
+,+ ++,+ .+/+01 1 2+1 -3/4++3
Payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran
24
investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut. 3
dengan
n
4
= periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt - Ct negatif yang terakhir (tahun)
m = nilai kumulatif Bt - Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = benefit bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
5. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000). Analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Suatu proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi (Gittinger, 1986).
25
IV. SEKILAS TENTANG PESANTREN RAUDLATUL ULUM DAN KABUPATEN PATI
A. Pesantren Raudlatul Ulum Pesantren Raudlatul Ulum yang berlokasi di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah didirikan oleh Al Maghfurulah K. H. Suyuthi Abdul Qodir pada awal tahun 1950. Sejak awal berdirinya, pesantren ini terus menerus mengalami dinamika perkembangan dari hanya memiliki belasan santri hingga memiliki + 3.200 santri pada tahun ajaran 2008/2009 dan dari hanya memiliki sarana prasarana pendidikan yang amat sederhana hingga prasarana yang cukup representatif. Pesantren Raudlatul Ulum mengelola beberapa unit pendidikan dengan berbagai jenjang. Unit-unit pendiikan di lingkungan Pesantren Raudlatul Ulum antara lain adalah sebagai berikut. 1. TK/RA (Raudlatul Athfal) Raudlatul Ulum. 2. Madrasah Ibtidaiyah ( MI) Raudlatul Ulum. 3. Madrasah Diniyah Raudlatul Ulum, yang terdiri dari: •
Madrasah Diniyah Tsanawiyah (MDTs) dan
•
Madrasah Diniyah Persiapan Aliyah (MDPA)
4. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Raudlatul Ulum, dengan status terakreditasi “A” Departemen Agama dan mu’adalah (disamakan) dengan Al Azhar Cairo Mesir. 5. Madrasah Aliyah (MA) Raudlatul Ulum, dengan status dengan status terakreditasi “A” Departemen Agama dan mu’adalah (disamakan) dengan Al Azhar Cairo Mesir.
Selain mengelola unit-unit pendidikan, Pesantren Raudlatul Ulum juga mengelola unit-unit perekonomian untuk menunjang pengelolaan pendidikan di Pesantren Raudlatul Ulum. Unit-unit usaha yang sudah dimiliki oleh Pesantren Raudlatul Ulum adalah koperasi pesantren Raudlatul Ulum, pertokoan, unit simpan pinjam, jasa telekomunikasi, jasa internet, budidaya perikanan (tambak), konveksi dan bordir, dan rumah sakit.
B. Kabupaten Pati Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1,106 dukuh serta 1,474 RW dan 7,524 RT. Kabupaten Pati, dari segi letaknya, merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan dan penggalian, dan pariwisata. Dari data yang diperoleh, potensi utama kabupaten ini adalah pada sektor pertanian. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Kondisi alam, letak geografis, dan peninggalan sejarah merupakan potensi bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Pati seperti Waduk Gunungrowo, Goa Pancur, dan lain–lain. Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten atau kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ bujur timur dan 60, 25’ – 70,00’ lintang selatan. Batas-batas wilayah Kabupaten Pati adalah sebagai berikut. Sebelah utara
: dibatasi wilayah Kabupaten Jepara dan Laut Jawa.
Sebelah barat
: dibatasi wilayah Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara.
Sebelah selatan
: dibatasi wilayah Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
Sebelah timur
: dibatasi wilayah Kabupaten Rembang dan Laut Jawa.
Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dari 58,348 ha lahan sawah dan 92,020 ha lahan bukan sawah. Penggunaan lahan di Kabupaten Pati secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1.
27
Tabel 4.1. Luas dan persentase penggunaan lahan sawah dan lahan bukan sawah di Kabupaten Pati tahun 2007 (Ha) Penggunaan Tanah 1. Lahan Sawah
Luas (Ha)
Persentase (%)
58,348
38.77
18,150
12.07
1.2. Pengairan I/2 Teknis
8,871
5.90
1.3. Pengairan sederhana
7,092
4.72
1.4. Pengairan Desa / Non P.U
1,981
1.32
1.5. Tadah Hujan
22,162
14.74
1.6. Pasang Surut
-
0.00
92
0.06
92,020
61.20
2.1. Rumah dan Pekarangan
28,730
19.11
2.2. Tegal
27,129
18.04
2
0.00
2.4. Hutan rakyat
1,667
1.11
2.5. Hutan Negara
17,866
11.88
2,249
1.50
19
0.01
10,931
7.27
90
0.06
3,337
2.22
150,368
100.00
1.1. Pengairan Teknis
1.7. Lainnya 2. Lahan Bukan Sawah
2.3. Padang Rumput
2.6. Perkebunan 2.7. Rawa – rawa 2.8. Tambak 2.9. Kolam 2.10. Tanah Lainnya Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dalam Pati dalam Angka (2008) Kabupaten Pati memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 4.2.
28
Tabel 4.2. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pati tahun 2001 – 2007 Jumlah Penduduk Pertumbuhan Tahun Penduduk (%) Jumlah Laki-laki Perempuan 2007
615,780
632,101
1,247,881
0.38
2006
613,628
629,579
1,243,207
1.45
2005
604,927
620,496
1,225,423
0.54
2004
600,700
617,567
1,218,267
0.79
2003
596,598
612,116
1,208,714
-
2002
585,265
602,337
1,187,602
0.58
2001
581,960
598,776
1,180,736
0.70
Sumber: Pati dalam Angka (2008)
29
V. ANALISIS BAHAN BAKU
A. Spesifikasi Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam industri sirup glukosa ini adalah tapioka kasar. Tapioka jenis ini banyak dihasilkan oleh industri tapioka di Kabupaten Pati. Pusat produksi tapioka di Kabupaten Pati terletak di Kecamatan Margoyoso yang letaknya tidak jauh dari lokasi industri ini. Penggunaan tapioka kasar ini didasarkan pada faktor harga yang berhubungan dengan pembiayaan. Harga tapioka kasar lebih murah daripada tapioka yang sudah dihaluskan. Tapioka kasar ini didapatkan dengan membeli langsung kepada produsen tapioka di pusat-pusat pengolahan tapioka. Karena jarak antara pusat pengolahan tapioka dan lokasi industri ini berdekatan, maka biaya transportasi pengangkutan bahan baku juga menjadi relatif kecil. Tapioka yang digunakan dari produsen tapioka dapat berupa tapioka yang sudah dikeringkan maupun yang belum dikeringkan (tapioka basah). Tapioka yang sudah dikeringkan dapat disimpan dalam waktu lama, namun biasanya pada musim penghujan, para produsen tapioka tidak dapat menghasilkan tapioka kering karena pengeringan yang dilakukan masih mengandalkan sinar matahari, sehingga pada saat itu, industri ini dapat menggunakan tapioka basah sebagai bahan baku. Dalam penggunaan tapioka basah, penyediaan bahan baku harus direncanakan dengan baik karena umur simpannya yang jauh lebih pendek daripada tapioka kering. Menurut Jati (2007), waktu maksimal penyimpanan tapioka basah adalah empat hari, karena biasanya setelah waktu tersebut, tapioka akan mengeluarkan bau, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi mutu dari produk yang akan dihasilkan. Bahan baku tapioka yang digunakan dalam industri ini harus memenuhi standar mutu agar didapatkan kualitas produk yang baik. Standar mutu tapioka sesuai dengan SNI 01-3451-1994 adalah seperti pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Standar mutu tapioka menurut SNI 01-3451-1994 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria Uji E.coli Kapang Raksa Arsen Angka lempeng total Timbal Tembaga Seng Derajat putih Kekentalan
Satuan Koloni/g Koloni/g mg/kg mg/kg Koloni/g mg/kg mg/kg mg/kg % Engler ml 1N 11 Derajat asam NaOH/100 g 12 Kadar air % (b/b) 13 Kadar abu % (b/b) 14 Serat dan benda asing % (b/b) Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994)
Persyaratan Maks. 10 Maks. 10 000 Maks. 0.05 Maks. 0.5 Maks. 1000 000 Maks. 1 Maks. 10 Maks. 40 Min. 94.5 3-4 Maks. 3 maks. 15 Maks. 0.6 Maks. 0.6
Bahan baku penunjang yang digunakan adalah air, enzim α-amilase, enzim glukoamilase, larutan HCl 30%, larutan NaOH 30%, dan arang aktif. Spesifikasi bahan penunjang tersebut disesuaikan dengan yang ada di pasaran.
B. Ketersediaan Bahan Baku Kabupaten Pati merupakan salah satu daerah penghasil tapioka di Indonesia. Kabupaten Pati memiliki cukup banyak industri tapioka baik skala kecil maupun menengah. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati tahun 2008, sampai tahun 2008, jumlah industri tapioka terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati adalah 109 industri dengan berbagai skala produksi. Dari jumlah tersebut, jika ditambahkan dengan industri tapioka yang belum terdaftar, tentu jumlahnya kan lebih besar. Jumlah industri tapioka ini selalu mengalami peningkatan setiap tahun karena banyaknya minat investasi masyarakat Kabupaten Pati di industri tapioka ini. Kapasitas produksi industri tapioka ini bervariasi dari 240 ton per tahun sampai 7,500 ton per tahun. Pada tahun 2008, produksi tapioka di Kabupaten Pati mencapai 159,322 ton atau rata-rata produksi per hari adalah 435.31 ton. Perkembangan jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten Pati selama delapan tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5.2.
31
Tabel 5.2. Perkembangan jumlah industri dan produksi tapioka di Kabupaten Pati Tahun Jumlah Industri Produksi per Tahun (Ton) 2001 51 80,061 2002 59 92,291 2003 73 118,991 2004 80 127,441 2005 83 132,741 2006 88 140,681 2007 94 144,703 2008 109 159,322 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008) Industri tapioka di Kabupaten Pati tersebar di beberapa kecamatan. Industri tapioka paling banyak terdapat di Kecamatan Margoyoso, kemudian disusul oleh Kecamatan Trangkil. Pada 2008, jumlah industri tapioka terdaftar di Kecamatan Margoyoso sebanyak 80 industri dengan produksi sebesar 116,950 ton dan di Kecamatan Trangkil sebanyak 24 industri dengan produksi sebesar 34,322 ton. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3. Penyebaran wilayah produksi dan jumlah produksi tapioka di Kabupaten Pati Kecamatan Jumlah Industri Jumlah Produksi per Tahun (Ton) Margoyoso 80 116,950 Trangkil 24 34,322 Tayu 1 1,200 Tlogowungu 1 1,850 Pati 1 3,000 Sukolilo 1 600 Cluwak 1 1,400 Jumlah 109 159,322 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008)
Tapioka merupakan hasil olahan dari singkong. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat keamanan ketersediaan tapioka di Kabupaten Pati, sangatlah perlu untuk melihat data produksi singkong di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati
32
merupakan penghasil singkong yang cukup besar. Data luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 1998 11,669 288,912 24.76 1999 12,161 310,962 25.57 2000 11,450 274,174 23.95 2001 13,851 317,177 22.90 2002 15,123 224,575 14.85 2003 11,620 242,792 20.89 2004 18,259 397,498 21.77 2005 12,726 361,838 28.43 2006 14,020 364,255 25.98 2007 11,595 228,004 19.66 Sumber: Pati dalam Angka (2002-2008)
Selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata luas panen, produksi, dan produktifitas singkong di Kabupaten Pati berturut-turut adalah sebesar 13,247 ha, 301,019 ton, dan 23.00 ton/ha. Dengan produksi sebesar itu, diperkirakan bahwa produksi singkong yang ada saat ini masih cukup aman untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Air yang digunakan oleh industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air untuk bahan baku produksi dan air untuk sanitasi. Air untuk sanitasi diperoleh dari air tanah. Air untuk bahan baku produksi diperoleh dari PDAM. Kebutuhan air untuk produksi per hari adalah 3800 liter atau 3.8 m3. Bahan baku penunjang lain yang digunakan adalah enzim α-amilase, enzim glukoamilase, larutan HCl 30%, larutan NaOH 30%, dan arang aktif. Bahan-bahan ini banyak tersedia di pasaran, sehingga mudah diperoleh dan dapat terjamin ketersediaannya.
33
VI. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
A. Potensi Pasar Sirup glukosa banyak dibutuhkan oleh berbagai industri makanan dan minuman. Sirup glukosa lebih banyak dipilih sebagai pemanis dibandingkan gula pasir karena sifatnya yang stabil dan tidak mudah mengkristal, sehingga produk yang dihasilkan lebih baik. Selain itu, sirup glukosa juga dapat dikonsumsi secara langsung sebagai pengganti gula pasir. Sampai saat ini, kebutuhan sirup glukosa Indonesia masih banyak yang dipenuhi dari impor. Impor glukosa di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1,795,170 kg dengan nilai US$ 1,188,172. Tabel 6.1 memperlihatkan perkembangan ekspor dan impor glukosa di Indonesia.
Tabel 6.1. Data ekspor-impor glukosa di Indonesia Ekspor Impor Bobot (kg) Nilai (US$) Bobot (kg) Nilai (US$) 2003 270 3,042 456,401 311,663 2004 1,857 4,448 2,785,795 1,035,894 2005 11,070 16,336 4,404,286 1,659,165 2006 3,118 5,438 14,077 27,743 2007 100 158 2,682,312 1,471,589 2008 2,086 3,630 1,795,170 1,188,172 Sumber : Departemen Perindustrian (2009) Tahun
Sirup glukosa sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi belum banyak diproduksi di Indonesia, dan masih mengandalkan pasokan impor. Kebutuhan sirup glukosa semakin lama semakin meningkat seiring dengan semakin tumbuh pesatnya industri makanan dan minuman di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, sirup glukosa sudah banyak diproduksi di dalam negeri. Akan tetapi, produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri yang makin meningkat sehingga nilai impor masih cukup tinggi. Dengan demikian, industri sirup glukosa ini masih prospektif untuk dikembangkan, mengingat kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat dan nilai impor yang masih cukup tinggi.
Kebutuhan gula pasir dalam negeri juga semakin meningkat. Produksi gula dalam negeri sekarang ini tidak mampu memenuhi permintaan yang semakin meningkat, sehingga dilakukan impor gula. Peningkatan permintaan gula ini sebagian besar didorong dari peningkatan tingkat konsumsi gula masyarakat, peningkatan jumlah penduduk, dan berkembangnya industri makanan dan minuman. Untuk itu, sirup glukosa ini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti gula pasir, baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri maupun konsumsi rumah tangga. Tabel 6.2. Data Proyeksi Surplus/Defisit Gula Tahun 2006-2008 Tahun Penawaran (ton) Permintaan (ton) 2006 2,357,219 2,598,831 2007 2,478,016 2,629,258 2008 2,605,002 2,660,041 Sumber : Departemen Pertanian (2006)
Surplus/Defisit (ton) -241,612 -151,242 -55,039
Kabupaten Pati memiliki industri makanan dan minuman yang cukup banyak dengan berbagai skala produksi. Pada 2008, industri makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa yang sudah terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati berjumlah 81 industri dengan berbagai skala. Industri-industri ini dapat dijadikan target pemasaran produk sirup glukosa di Kabupaten Pati. Tabel 6.3 menunjukkan jumlah industri makanan dan minuman terdaftar di Kabupaten Pati, jumlah produksi, dan asumsi jumlah penggunaan gula pada industri-industri tersebut. Asumsi penggunaan gula pada industri-industri tersebut adalah sebesar 8,883,231 kg per tahun. Jika diasumsikan 35 persen dari pengunaan gula tersebut disubstitusi dengan sirup glukosa, maka asumsi jumlah penggunaan sirup glukosa pada industri-industri tersebut adalah sebesar 3,109,131 kg per tahun. Dengan kapasitas produksi yang ditetapkan, yaitu 2 ton bahan baku tapioka per hari atau 2,480 kg sirup glukosa per hari, maka jumlah produk sirup glukosa yang dapat ditawarkan di pasar adalah sebesar 744,000 kg sirup glukosa per tahun atau sebesar 24 persen dari asumsi penggunaan sirup glukosa dari industri-industri tersebut.
35
Tabel 6.3. Data Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula atau Glukosa Terdaftar di Kabupaten Pati Jenis Produksi
Jumlah Usaha
Es lilin Kecap Kue basah Makanan dari coklat dan kembang gula Makanan ringan Minuman ringan Nata de coco Roti dan sejenisnya Sirup Jumlah
2 26 1 1 5 15 3 24 4 81
1)
Jumlah Produksi (kg) 141,000 3,358,550 370 3,000 28,114,000 2,285,600 89,650 1,627,894 708,000 36,328,064
Asumsi Penggunaan Gula (kg)1) 28,200 1,679,275 148 1,800 5,622,800 457,120 17,930 651,158 424,800 8,883,231
Asumsi didasarkan pada rata-rata komposisi gula pada setiap produk
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008) Industri makanan dan minuman pengguna gula atau glukosa di Kabupaten Pati tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Industri terbanyak berada di Kecamatan Pati dan Juwana. Sebaran industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Data Sebaran Industri/Usaha Makanan dan Minuman Pengguna Gula atau Glukosa Terdaftar di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Pati Kecamatan
Jumlah Usaha 1 2 1 2 14 5 7 25 2 3 8 1 6 4 Jumlah 81 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pati (2001-2008) Batangan Dukuhseti Gembong Jakenan Juwana Margorejo Margoyoso Pati Pucakwangi Sukolilo Tayu Tlogowungu Trangkil Wedarijaksa
36
B. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Pasar 1. Segmentasi Produk sirup glukosa merupakan produk yang banyak dibutuhkan oleh industri dan juga dapat digunakan untuk keperluan individu atau rumah tangga. Sirup glukosa banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gua pasir atau digunakan untuk campuran gula pasir. Sebagai pemanis, sirup glukosa memiliki beberapa kelebihan, yaitu harganya yang lebih murah, tidak perlu dilarutkan, dan tidak mengkristal, sehingga banyak industri yang lebih memilih menggunakan sirup glukosa daripada gula pasir. Segmentasi pasar produk ini berdasarkan jenis konsumennya adalah konsumen
industri
dan
konsumen
rumah
tangga.
Konsumen
industri
menggunakan sirup glukosa sebagai bahan baku produksi dalam industri tersebut. Konsumen industri produk sirup glukosa ini meliputi berbagai industri makanan dan minuman pengguna gula, termasuk juga industri atau usaha mikro, kecil dan menengah pengguna gula. Konsumen rumah tangga menggunakan sirup glukosa ini sebagai pengganti gula pasir yang selama ini biasa dikonsumsi. Segmentasi pasar produk ini berdasarkan aspek geografis adalah daerah Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, Pulau Jawa, pasar nasional dan pasar ekspor. Segmen pasar yang dituju produk ini adalah segmen pasar industri, terutama industri atau usaha mikro, kecil, dan menengah di Propinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Pati. Pemilihan segmen ini didasarkan pada jarak daerah pemasaran
dari
pabrik,
kemudahan
promosi
dan
pendistribusian,
dan
penyederhanaan rantai pasokan. Segmen pasar ini akan diperluas seiring dengan perkembangan perusahaan.
2. Targetting Target pasar produk ini, berdasarkan aspek geografis, difokuskan pada daerah Propinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Pati. Untuk selanjutnya, target pasar produk ini ditingkatkan untuk daerah Jawa. Target pasar ini juga akan selalu diperluas seiring dengan perkembangan perusahaan. Target pasar produk ini, berdasarkan jenis konsumennya, adalah pasar konsumen industri. Pasar industri meliputi berbagai industri makanan dan
37
minuman pengguna gula, termasuk juga industri atau usaha mikro, kecil dan menengah pengguna gula. Industri-industri ini memang membutuhkan sirup glukosa sebagai bahan baku produksinya. Target pasar yang bisa diraih didasarkan pada jumlah produksi sirup glukosa pada industri ini, yaitu sebesar 744,000 kg sirup glukosa per tahun atau sebesar 24 persen dari asumsi penggunaan sirup glukosa dari industri-industri pengguna gula terdaftar di Kabupaten Pati, yaitu sebesar 3,109,131 kg per tahun. Industri-industri pengguna gula ini terdiri dari industri makanan dan minuman.
3. Positioning Positioning merupakan salah satu elemen strategi pemasaran. Fungsi positioning adalah agar pasar yang dituju mempunyai persepsi yang dapat membedakan suatu produk dari para pesaing di benak target pasar. Tanpa perbedaan yang jelas, suatu produk akan dianggap sama dengan pesaing. Kalau hal itu terjadi, satu-satunya senjata yang bisa dipakai bersaing adalah harga, terutama jika tingkat penawaran jauh lebih besar dari tingkat permintaan. Oleh karena itu, positioning terkadang dianggap sebagai the reason for being atau alasan supaya suatu produk boleh dilahirkan. Tanpa alasan yang tepat, suatu produk sebenarnya tidak boleh dilahirkan (Kartajaya, 2004). Produk sirup glukosa ini memiliki tiga elemen positioning yang penting, yaitu benefit positioning, image positioning, dan added value positioning. Ketiga elemen ini memberi posisi tersendiri pada produk sirup glukosa ini di benak konsumenya. Benefit positioning berhubungan dengan karakteristik produk sirup glukosa ini. Sirup glukosa merupakan produk pemanis (gula) yang asli dan alami dan harganya murah. Karakteristik inilah yang menyebabkan penggunaan sirup glukosa lebih menguntungkan daripada penggunaan pemanis yang lain, seperti gula pasir dan pemanis buatan. Pola hidup sehat yang semakin dipahami masyarakat semakin mendorong masyarakat untuk membeli gula yang asli dan menghindari pemanis buatan. Akan tetapi, gula pasir, gula yang biasa dikonsumsi masyarakat, harganya semakin mahal, dan sudah mencapai di atas Rp 8,000.00.
38
Oleh karena itu, sirup glukosa dapat digunakan sebagai pengganti gula pasir dengan tingkat kemanisan yang hampir sama, namun harganya lebih murah. Image positioning berhubungan dengan citra yang dimiliki produk tersebut di mata konsumen. Produk sirup glukosa yang diproduksi di pesantren ini memiliki citra tersendiri di mata konsumen. Kepatuhan masyarakat (konsumen) kepada pesantren dan Kyai membuat produk yang diproduksi di pesantren memiliki citra yang lebih baik daripada produk sejenis yang tidak diproduksi di pesantren. Selain itu, pendirian industri di pesantren juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitarnya, sehingga mendorong pertumbuhan perekonomian daerah. Oleh karena itu, konsumen akan lebih memberikan citra yang baik pada produk ini. Added value positioning berhubungan dengan nilai tambah yang dihasilkan dari produk dan nilai tambah yang bisa dinikmati masyarakat. Kabupaten Pati merupakan daerah penghasil tapioka dalam jumlah yang cukup besar. Penggunaan tapioka untuk produksi berbagai produk olahannya akan meningkatkan permintaan tapioka yang akan menguntungkan para pengrajin tapioka dan petani singkong. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan mutualisme antara industri sirup glukosa ini dengan pengrajin tapioka dan petani singkong. Secara ringkas, positioning produk sirup glukosa ini adalah pemanis alami, murah, produk pesanren, dan berbasis sumber daya lokal. Dengan positioning seperti ini, produk sirup glukosa ini akan menempati posisi tersendiri di benak konsumen.
C. Strategi Bauran Pemasaran 1. Strategi Produk Sebuah investasi industri hanya akan memilki kelayakan secara finansial jika produk industri tersebut memiliki nilai untuk konsumen, atau dengan kata lain, produk dapat dijual di pasaran. Oleh karena itu, di dalam studi kelayakan, perlu dilakukan analisis apakah output investasi yang akan dihasilkan lebih baik hanya satu produk atau beragam produk dan apakah produk yang dihasilkan akan dikemas dalam satu variasi atau beragam ukuran, cita rasa, kualitas, dan lain-lain.
39
Keputusan mengenai produk yang akan dipasarkan tentunya sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan kecenderungan konsumen (Kartajaya, 2004). Strategi produk yang digunakan antara lain adalah penetapan standar mutu dan variasi ukuran dan kemasan. Mutu produk ini diupayakan agar sesuai dengan standar SNI untuk produk sirup glukosa. Ukuran dan kemasan produk dibuat bervariasi untuk memenuhi tingkat kebutuhan konsumen. Produk dikemas dalam tiga jenis ukuran, yaitu ukuran 10 kg dengan kemasan jerigen, ukuran 25 kg dengan kemasan drum, dan ukuran 50 kg dengan kemasan drum. Selain itu, produk sirup glukosa juga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis yang lain seperti gula pasir dan pemanis sintetis. Sirup glukosa dapat langsung larut dalam air dan tidak mengkristal, sehingga baik untuk produksi makanan dan minuman.
2. Strategi Harga Strategi harga merupakan strategi yang cukup penting dan cukup sensitif di kalangan konsumen, apalagi produk ini digunakan sebagai pemanis yang termasuk kebutuhan pokok. Produk sirup glukosa ini dijual dengan harga Rp 6,500.00 per kg. Harga ini jauh lebih murah daripada harga gula pasir yang harganya terus meningkat dan sudah melewati Rp 8,000.00 per kg. Harga sirup glukosa sejenis di pasaran saat ini berkisar antara Rp 7,000.00 – Rp 10,000.00 per kg. Dengan tingkat harga sebesar ini, konsumen gula pasir dapat diajak untuk beralih ke sirup glukosa karena dengan sirup glukosa, konsumen dapat memperoleh gula asli dengan tingkat kemanisan yang hampir sama dengan gula pasir, namun dengan harga yang lebih murah. Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir (sukrosa) dan sirup glukosa pada berbagai konsentrasi padatan dapat dilihat pada Tabel 6.5. Sebagai acuan, produk sirup glukosa dari industri ini memiliki kadar padatan 70 persen dan DE sekitar 95. Dengan kadar padatan dan DE sebesar itu, produk sirup glukosa ini memiliki tingkat kemanisan yang hampir sama dengan gula pasir (sukrosa).
40
Tabel 6.5. Perbandingan tingkat kemanisan antara gula pasir (sukrosa) dan sirup glukosa Kadar Padatan % Kemanisan Relatif terhadap Sukrosa (=100) (%) DE 42 DE 63 DE 100 5 30.5 42 58 15 36 56 72.5 25 41.5 69.5 82 35 47 81 90 50 58 91 100 Sumber : Said (1987)
3. Strategi Tempat dan Distribusi Strategi distribusi yang digunakan untuk penyaluran produk sirup glukosa ini ke konsumen disesuaikan dengan segmen pasar yang dituju, yaitu pasar industri. Distribusi produk dilakukan dengan melakukan kerja sama atau kontrak dengan industri-industri pengguna sirup glukosa dan direct selling ke industriindustri pengguna. Dengan metode distribusi seperti ini, pendistribusian produk dapat dilakukan dengan efisien.
4. Strategi Promosi Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemasaran.
Promosi
dapat
dijadikan
alat
untuk
mengenalkan
produk,
mengedukasi masyarakat tentang produk tersebut, dan menciptakan pasar bagi produk tersebut. Strategi promosi yang diakukan antara lain adalah promosi langsung pada saat ada kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat di pesantren, melakukan penawaran-penawaran ke industri pengguna sirup glukosa, dan iklan melalui radio dan surat kabar lokal. Selain itu, promosi juga dilakukan dengan melakukan edukasi kepada industri mikro dan kecil dengan memberikan pelatihan pembuatan produk-produk yang dapat dibuat dari sirup glukosa. Pemberian pelatihan ini akan lebih menarik kalangan industri tersebut untuk menggunakan sirup glukosa pada produknya dan mengembangkan usahanya.
41
VII. ANALISIS TEKNIK DAN TEKNOLOGI
A. Perencanaan Kapasitas Produksi Potensi pasar sirup glukosa masih cukup besar. Kebutuhan dalam negeri masih banyak yang belum terpenuhi dari produksi dalam negeri. Impor sirup glukosa di Indonesia masih cukup tinggi. Karena itulah, penentuan kapasitas produksi industri ini lebih difokuskan berdasarkan pada ketersediaan bahan baku dan kebutuhan investasi. Hasil produksi tapioka di Kabupaten Pati tentu saja sudah terserap oleh beberapa industri, usaha kecil dan menengah, dan rumah tangga. Untuk itu, ketersediaannya tentu harus menjadi pertimbangan dalam penentuan kapasitas produksi. Penentuan kapasitas ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan investasi oleh pihak Pesantren Raudlatul Ulum. Untuk itulah perencanaan kapasitas produksi yang ditentukan harus didasarkan pada sejauh mana investasi untuk kapasitas tersebut bisa dilakukan oleh pihak pesantren. Berdasarkan pertimbangan ketersediaan bahan baku dan kemampuan investasi tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah sebesar dua ton bahan baku tapioka per hari atau sebesar 600 ton bahan baku tapioka per tahun dengan asumsi 300 hari kerja dalam setahun. Dengan kapasitas sebesar itu, diperkirakan kebutuhan bahan baku masih terpenuhi dan besarnya investasi juga masih bisa dilaksanakan oleh pihak pesantren. Mesin dan peralatan yang dibutuhkan dengan kapasitas sebesar ini juga mudah diperoleh di pasaran.
B. Penentuan Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal yang penting. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, suplai tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005).
Lokasi yang direncanakan akan didirikannya industri ini adalah daerah sekitar Pesantren Raudlatul Ulum yang terletak di Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut. 1. Lokasi ini dekat dengan lokasi sentra produksi tapioka di Kecamatan Margoyoso dan Kecamatan Trangkil. 2. Lokasi ini dekat dengan pasar sasaran. 3. Tenaga listrik dan air terpenuhi dengan baik di lokasi ini. 4. Suplai tenaga kerja masih banyak di lokasi ini. 5. Fasilitas transportasi di lokasi ini baik. 6. Kedekatan dengan pesantren memberi nilai tambah tersendiri bagi citra perusahaan di kalangan masyarakat.
Kedekatan lokasi industri dengan lokasi bahan baku dan pasar akan menghemat biaya transportasi pengangkutan bahan baku dan penyaluran produk. Dengan demikian efisiensi biaya transportasi bisa dilakukan. Efisiensi ini tentu saja akan berpengaruh pada biaya produksi yang lebih rendah. Tenaga listrik PLN sudah tersalurkan dengan baik di lokasi ini. Suplai air tanah di lokasi ini juga masih baik. Kualitas air tanah masih terjaga dengan baik dan tidak tercemar. Air PDAM juga sudah tersedia di lokasi ini, sehingga kebutuhan akan air bersih dapat terpenuhi dengan baik. Suplai tenaga kerja tentu saja masih tersedia dalam jumlah besar. Dengan adanya industri ini, tenaga kerja yang ada di daerah ini bisa terserap dan dapat mengurangi pengangguran. Jalan di lokasi ini sudah cukup baik dan letaknya dekat dengan jalur pantura. Dengan jalan yang baik ini, transportasi bahan baku dan produk dapat dilakukan dengan lancar.
C. Teknologi Proses Produksi Teknologi proses produksi sirup glukosa, secara garis besar, ada dua macam, yaitu dengan teknologi hidrolisis asam dan teknologi enzimatis. Perbedaan utama antara proses hidrolisis asam dan proses enzimatis terletak pada
43
zat yang digunakan untuk memecah pati. Pada proses hidrolisis asam, pemecahan pati dilakukan dengan asam. Pada proses enzimatis, pemecahan pati dilakukan dengan enzim. Teknologi proses yang digunakan pada penelitian ini adalah proses enzimatis. Teknologi proses enzimatis dipilih karena memiliki beberapa keuntungan dibanding teknologi proses hidrolisis asam. Menurut Norman (1981), hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian yang lebih murah, produk samping dan abu yang dihasilkan lebih sedikit, dan kerusakan warna yang dapat diminimalkan merupakan keunggulan proses enzimatis ini. Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri atas tiga tahapan dalam mengonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati. Likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas (Chaplin dan Buckle, 1990). Likuifikasi menghasilkan oligosakarida. Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa. Proses produksi sirup glukosa yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.1. Proses produksi sirup glukosa ini disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Fridayani (2006), Richana (2006), Irawadi dan Fauzi (1990), Said (1987), Olsen (1995), dan Jati (2007). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan teknologi proses produksi ini adalah sebagai berikut. •
Kadar air bahan baku tapioka yang digunakan adalah 13 persen.
•
Jumlah enzim α-amilase yang digunakan adalah 1 persen dari bobot bahan baku tapioka.
44
•
Jumlah enzim glukoamilase yang digunakan adalah 0.75 persen dari bobot bahan baku tapioka.
•
Jumlah arang aktif yang digunakan adalah 0.8 persen dari bobot bahan baku tapioka.
•
Kadar padatan pada produk akhir sirup glukosa adalah 70 persen.
Tapioka
Air
Larutan HCl 30%
Pencampuran dan Gelatinisasi (105 oC)
Pengaturan pH hingga 5.2
α-amilase
Likuifikasi (95 oC, 180 menit)
Larutan HCl 30% Glukoamilase
Sakarifikasi (60 oC, pH 4.7, 72 jam)
Larutan NaOH 30%
Arang aktif
Netralisasi Pemurnian dengan arang aktif (80 oC, 1 jam)
Filtrasi
Arang aktif dan kotoran
Penguapan
Uap Air
Sirup Glukosa Gambar 7.1. Teknologi proses produksi sirup glukosa
45
1. Pencampuran dan Gelatinisasi Proses awal yang dilakukan pada produksi sirup glukosa adalah proses pencampuran. Bahan-bahan yang dicampur pada proses ini adalah tapioka dan air dengan perbandingan tapioka dan air dalam larutan adalah 30 : 70 (b/b). Proses pencampuran dilakukan di dalam slurry tank. Pengadukan dilakukan sejak awal pencampuran agar tapioka tidak mengendap. Jika terjadi pengendapan, hal ini akan mempersulit proses selanjutnya. Setelah air dan tapioka tercampur, kemudian dilakukan proses gelatinisasi dengan memanaskan larutan tapioka dan air tersebut. Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati. Proses gelatinisasi ini dilakukan di dalam jet cooker. Di dalam jet cooker, campuran tapioka dan air akan dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi. Energi panas yang digunakan berasal dari uap panas yang dihasilkan oleh boiler.
2. Likuifikasi Proses
likuifikasi
merupakan
proses
hidrolisis
pati
parsial
dan
menghasilkan oligosakarida. Proses likuifikasi ini menggunakan enzim alfaamilase untuk memecah pati. Proses likuifikasi dilakukan pada suhu 95oC dan pH 5.2 selama 180 menit. Sebelum dilakukan proses likuifikasi, dilakukan pengaturan pH sampai pH larutan menjadi 5.2 dengan penambahan HCl 30%. Alfa-amilase dari Bachillus licheniformis optimum pada suhu tinggi, bahkan dapat melebihi 90 oC (Fullbrook, 1984). Alfa-amilase ini memiliki kisaran pH optimum pada 5 - 7 dan suhu optimum antara 90 – 105 oC (Naz, 2002). Penelitian Wibisono (2004) menyatakan bahwa pH optimum alfa-amilase adalah 5.2 dan suhu optimum 95 oC. Proses likuifikasi ini dilakukan di dalam tangki likuifikasi. Energi panas untuk menjaga suhu pada 95oC diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler dialirkan melalui mantel pemanas yang terdapat pada tangki likuifikasi. Setelah proses likuifikasi selesai, bahan dialirkan ke tangki sakarifikasi melewati heat exchanger untuk menurunkan suhunya.
46
3. Sakarifikasi Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran menjadi glukosa. Proses sakarifikasi ini menggunakan enzim glukoamilase dan dilakukan pada suhu 60 oC selama lebih kurang 72 jam. Sebelum proses sakarifikasi dilakukan, pH bahan diatur terlebih dahulu menjadi sekitar 4.7 dengan menambahkan larutan HCl 30%. Glukoamilase dikenal juga dengan amiloglukosidase (AMG) atau α-1,4-Dglukan glukohidrolase yang bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian tak tereduksi baik pada ikatan α1,4 maupun α-1,6. Glukoamilase terutama memutuskan rantai molekul maltosa menjadi molekul-molekul glukosa bebas (Tjokroadikoesomo, 1986). Glukoamilase yang umum digunakan pada tahap sakarifikasi berasal dari Aspergillus niger. Menurut Reilly (1985), glukoamilase yang berasal dari Aspergillus niger dapat menghidrolisis dekstrin (DE 10-15) dengan konsentrasi substrat 30 – 40 persen (b/b) pada kondisi standar pH 4 – 4.5 dan suhu 60 oC diinkubasi selama 48 – 72 jam dapat menghasilkan sirup glukosa dengan DE 96 (90 persen glukosa basis kering, 3 persen disakarida, dan 3 persen maltulosa dan oligosakarida). Menurut Kulp (1975), pada umumnya, aktivitas glukoamilase optimum pada pH 4.0 – 5.0 dan suhu 50 – 60 oC. Proses sakarifikasi ini dilakukan di dalam tangki sakarifikasi. Energi panas untuk menjaga suhu pada 60oC diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler dialirkan melalui mantel pemanas yang terdapat pada tangki sakarifikasi.
4. Netralisasi Proses konversi pati menjadi glukosa berlangsung pada kondisi asam. Proses netralisasi dilakukan untuk menaikkan pH produk sehingga mendekati pH netral. Pada proses netralisasi ini, digunakan larutan NaOH 30 %. Larutan ini ditambahkan pada produk sampai pH produk mendekati netral. Proses netralisasi ini dilakukan pada tangki sakarifikasi setelah proses sakarifikasi selesai.
47
5. Pemurnian dengan Arang Aktif dan Filtrasi Proses netralisasi kemudian dilanjutkan dengan proses pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan mencampurkan arang aktif pada hasil sakarifikasi. Jumlah arang aktif yang dicampurkan sebesar 0.8 persen dari bobot tapioka yang digunakan. Pencampuran dengan arang aktif dilakukan di dalam tangki sakarifikasi setelah proses sakarifikasi selesai. Arang aktif akan menyerap kotoran-kotoran dan warna yang timbul dari sirup glukosa, sehingga akan dihasilkan sirup glukosa yang murni dan berwarna baik. Pemurnian dengan arang aktif ini dilakukan pada suhu 80oC selama 1 jam. Proses selanjutnya setelah proses pemurnian dengan arang aktif adalah proses filtrasi. Sirup glukosa yang telah dicampur dengan arang aktif dialirkan ke dalam filter untuk disaring dan dipisahkan antara sirup glukosa dan kotorankotoran yang timbul serta arang aktif. Arang aktif dan kotoran dibuang, sedangkan sirup glukosa dialirkan ke tangki penampungan.
6. Penguapan Penguapan (evaporasi) dilakukan untuk memekatkan sirup glukosa dan mengurangi kadar air. Proses evaporasi dilakukan di dalam tangki evaporator. Sirup glukosa hasil filtrasi dalam tangki penampungan dialirkan ke tangki evaporator. Proses evaporasi ini dilakukan sampai kadar padatan sirup glukosa mencapai kurang lebih 70 persen. Energi panas yang digunakan dalam proses evaporasi diperoleh dari boiler. Uap panas dari boiler dialirkan menuju tangki evaporator.
48
Tapioka (2000 kg) Pati = 1740 kg Air = 260 kg
Air 3800 kg
Larutan HCl 30% 2 kg
α-amilase 2 kg
Larutan HCl 30% 1 kg Glukoamilase 1.5 kg
Larutan NaOH 30% 3 kg
Arang aktif 16 kg
Pencampuran dan Gelatinisasi (105 oC) 5800 kg Pengaturan pH hingga 5.2 5802 kg Likuifikasi (95 oC, 180 menit) 5804 kg Sakarifikasi (60 oC, pH 4.7, 72 jam) 5806.5 kg Netralisasi 5809.5 kg Pemurnian dengan arang aktif (80 oC, 1 jam) 5825.5 kg Filtrasi 5789.5 kg Penguapan 2480 kg
Arang aktif, kotoran dan loss 36 kg Uap Air 3309.5 kg
Sirup Glukosa 2480 kg Gambar 7.2. Neraca massa produksi sirup glukosa
49
Gambar 7.3. Neraca energi produksi sirup glukosa
50
D. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik Desain tata letak berhubungan erat dengan penyusunan letak mesin, peralatan peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Penyusunan tata letak akan berpengaruh pada efisiensi produksi. Tata letak yang baik akan membuat proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Tipe tata letak pabrik ada dua macam, yaitu tipe tata letak berdasarkan produk (product layout) dan berdasarkan proses (process layout). Penentuan tipe tata letak bergantung pada spesifikasi proses produksi. Proses produksi yang berbeda akan memiliki sifat-sifat khusus dan memerlukan desain tata letak yang berbeda pula. Industri ini hanya memproduksi satu jenis produk, yaitu sirup glukosa. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah berdasarkan produk (product layout). Pada tipe tata letak berdasarkan produk, pengorganisasian pekerjaan didasarkan pada urutan proses produksi suatu produk atau sekumpulan produk. Mesin-mesin produksi diletakkan pada satu jalur menurut urutan proses produksinya. Keterkaitan antaraktivitas digunakan sebagai pedoman dalam merancang tata letak ruang pabrik secara menyeluruh. Untuk menggambarkan keterkaitan antaraktivitas, digunakan bagan keterkaitan antaraktivitas. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa ditunjukkan pada Gambar 7.4. Derajat hubungan aktivitas pada bagan keterkaitan antarkativitas tersebut diberi tanda sandi dengan arti sebagai berikut. •
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan.
•
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.
•
I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.
•
O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan.
•
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat.
51
•
X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan.
Gambar 7.4. Bagan keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa
Bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antaraktivitas. Informasi yang dihasilkan dari bagan keterkaitan antaraktivitas kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut diagram keterkaitan antaraktivitas. Diagram keterkaitan antaraktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Setiap template mencantumkan informasi mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain yang diperoleh dari bagan keterkaitan antaraktivitas. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa dapat dilihat pada Gambar 7.5.
52
Gambar 7.5. Diagram keterkaitan antaraktivitas industri sirup glukosa
53
Langkah selanjutnya adalah menentukan kebutuhan luas ruang dan menyusun site plan. Luas ruang dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan luas ruangan yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mesin dan peralatan produksi, kebutuhan luas ruang operator, kelonggaran, kebutuhan luas gudang, kantor, dan ruanganruangan yang lain. Kebutuhan luas ruang pada industri sirup glukosa dapat dilihat pada Tabel 7.1. Penyusunan site plan didasarkan pada diagram keterkaitan antaraktivitas dan kebutuhan luas ruang. Site plan industri ini dapat dilihat pada Gambar 7.6. Tabel 7.1. Kebutuhan luas ruang industri sirup glukosa Panjang (m)
Lebar (m)
Luas (m2)
150% Kelonggaran Luas (m2)
Jumlah Mesin
Luas Total (m2)
Ruang slurry tank Ruang jet cooker
1.79 2.00
Ruang likuifikasi Ruang sakarifikasi Ruang boiler Ruang heat exchanger Ruang filter Ruang tangki Penampung 1 Ruang evaporator Ruang tangki penampung 2 Ruang pengemasan Ruang gerak operator Gudang bahan baku Gudang produk Gudang bahan kimia Laboratorium Kantor
1.97 1.79 2.00 0.70 2.50
1.79 2.00 1.97 1.79 1.50 0.70 1.20
3.20 4.00 3.88 3.20 3.00 0.49 3.00
4.80 6.00 5.82 4.80 4.50 0.74 4.50
2 2 1 4 1 1 2
9.61 12.00 5.82 19.22 4.50 0.74 9.00
1.56 2.25
1.56 2.25
2.44 5.08
3.67 7.63
1 1
3.67 7.63
1.56
1.56
2.44
3.67
1
3.67 10.00 40.00 80.00 80.00 20.00 30.00 80.00
Nama Ruang
Stasiun Penerimaan/Pengeluaran Pengolahan limbah Jalan Parkir Total
30.00 40.00 150.00 80.00 694.23
54
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Stasiun Penerimaan/Pengeluaran Gudang bahan baku Gudang produk Gudang bahan kimia Ruang boiler Ruang gelatinisasi dan likuifikasi: a. Slurry tank b. Jet cooker c. Tangki likuifikasi 7. Ruang heat exchanger 8. Ruang sakarifikasi 9. Ruang filter 10. Ruang tangki Penampung 1 11. Ruang evaporator 12. Ruang tangki penampung 2 13. Ruang pengemasan 14. Laboratorium 15. Kantor 16. Pengolahan limbah 17. Jalan dan parkir
Gambar 7.6. Site plan industri sirup glukosa 55
VIII. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI
A. Kebutuhan Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam industri sirup glukosa ini dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam proses produksi, sedangkan tenaga kerja tak langsung adalah tenaga kerja yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi. Tenaga kerja yang termasuk dalam kategori tenaga kerja langsung adalah operator, sedangkan yang termasuk dalam kategori tenaga kerja tak langsung adalah direktur, manajer produksi dan QC, manajer logistik dan pemasaran, staf keuangan dan administrasi, staf pemasaran, laboran, dan sopir. Rincian jenis dan jumlah tenaga kerja serta kualifikasi pendidikan minimal yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Kebutuhan dan kualifikasi tenaga kerja No.
Jenis Tenaga Kerja
Kualifikasi Pendidikan Minimal
Jumlah
1
Direktur
S1 Teknologi Industri
1
2
Manajer Produksi dan QC
S1 Teknologi Industri
1
3
Manajer Logistik dan Pemasaran S1 Manajemen
1
4
Staf Keuangan dan Administrasi
SMK Sekretaris
2
5
Staf Pemasaran
SLTA
2
6
Operator
SLTA/SMK Mesin
20
7
Laboran
SLTA/SMK Analisis Kimia
2
8
Buruh
SLTP
3
9
Sopir
SLTA
2
Total
34
B. Struktur Organisasi Struktur organisasi yang digunakan menganut sistem pelimpahan wewenang sentralisasi. Hal ini bertujuan agar kebijakan dapat seragam dan dapat meminimumkan kompleksitas permasalahan. Struktur organisasi industri sirup glukosa ini dapat dilihat pada Gambar 8.1.
Direktur
Manajer Produksi dan QC
Manajer Logistik dan Pemasaran
Operator
Staf Pemasaran
Laboran
Sopir
Staf Keuangan dan Administrasi
Buruh Gambar 8.1. Struktur organisasi industri sirup up glukosa
C. Deskripsi Pekerjaan Deskripsi
pekerjaan
disusun
untuk
memudahkan
pekerja
dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Dengan deskripsi pekerjaan yang jelas, para pekerja dapat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, masing sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Deskripsi pekerjaan pada industri sirup glukosa ini adalah sebagai berikut.
57
1. Direktur Direktur bertanggung jawab menjalankan roda organisasi perusahaan, merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi kegiatan manajer dan staf yang berada di bawahnya.
2. Manajer Produksi dan Quality Control (QC) Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan pengawasan dan pelaksanaan kegiatan produksi, pengawasan kualitas bahan baku dan produk, pemeliharaan sarana produksi, dan penelitian dan pengembangan produk (research and development) agar memperoleh keunggulan dalam persaingan.
3. Manajer Logistik dan Pemasaran Manajer produksi dan pemasaran bertugas mengelola pengadaan bahan baku dan bahan pembantu, mengelola pemasaran dan pendistribusian produk, menetapkan strategi pemasaran, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan pengadaan logistik dan pemasaran produk.
4. Staf Keuangan dan Administrasi Staf keuangan dan administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan pencatatan keuangan perusahaan dan administrasi kantor dan operasional perusahaan.
5. Staf Pemasaran Staf pemasaran bertugas melaksanakan pemasaran produk, melaksanakan strategi pemasaran yang ditetapkan, dan mengelola pendistribusian produk.
6. Operator Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan memastikan mesin berjalan sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Operator harus secara terus menerus melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan
58
kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak diinginkan. Operator juga bertugas untuk melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi.
7. Laboran Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan melakukan pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan produk akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
59
IX. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS
A. Aspek Lingkungan Industri sirup glukosa ini menghasilkan beberapa limbah. Secara garis besar, limbah-limbah yang dihasilkan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah yang dihasilkan dari industri sirup glukosa ini relatif kecil dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan dari industri sirup glukosa ini adalah arang aktif dan kotoran yang dipisahkan oleh filter saat proses filtrasi. Limbah padat ini dapat teruraikan secara alamiah dan tidak berbahaya bagi lingkungan, sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan dari industri sirup glukosa ini adalah limbah hasil pencucian peralatan dan limbah domestik dari kegiatan sanitasi (MCK). Limbah pencucian peralatan akan di-treatment terlebih dahulu pada kolam pengolahan limbah. Limbah domestik ditangani dengan menggunakan septic tank. Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003 tentang Izin Industri yang menjadi dasar dalam perizinan industri di Kabupaten Pati juga mensyaratkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan industri untuk memperoleh izin usaha industri (IUI). Dokumen-dokumen ini disyaratkan agar industri senantiasa selalu menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Dokumendokumen yang disyaratkan tersebut adalah sebagai berikut. a. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), yaitu surat pernyataan yang dibuat oleh perusahaan industri yang sifatnya mengikat dalam menunjang program pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL), yaitu rencana kerja dan atau pedoman kerja yang berisi program pengelolaan lingkungan yang dibuat secara sepihak oleh pemrakarsa dan sifatnya mengikat. c. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. Dokumen Amdal disayaratkan bagi perusahaan industri yang wajib memiliki sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
B. Aspek Legalitas Aspek legalitas merupakan aspek yang sangat penting dalam pendirian industri. Suatu industri akan lebih berkembang jika telah memperoleh izin industri. Industri yang legal (telah memperoleh izin) akan lebih mendapatkan dukungan dari pemerintah, serta lebih diakui di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, bidang industri merupakan slaah satu bidang yang diserahkan dan telah menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu, peraturan mengenai perizinan industri diatur sesuai dengan peraturan daerah di daerah tempat industri tersebut didirikan. Peraturan daerah di Kabupaten Pati yang mengatur tentang izin industri adalah Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003. Menurut Peraturan Daerah ini, izin industri diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut. a. Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin usaha yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya Rp 10,000,000.00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp 200,000,000.00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan. b. Izin Usaha Industri (IUI) adalah izin usaha yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp 200,000,000.00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan. c. Izin Perluasan Industri (IPI) adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan industri yang akan melakukan perluasan industri
61
dalam penambahan produksinya melebihi 30 persen dari kapasitas produksi yang telah diizinkan. d. Izin Perubahan Perusahaan Industri (IPPI) adalah izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan industri yang akan melakukan perubahan nama, bentuk, alamat, pemilik, pengurus atau penanggung jawab perusahaan, dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang tidak sesuai dengan izin industri yang dimiliki.
Izin industri yang sesuai untuk industri sirup glukosa ini adalah izin usaha industri (IUI). Hal ini didasarkan pada besarnya investasi (selain tanah dan bangunan) yang melebihi Rp 200,000,000.00. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2003 tentang Izin Industri, dokumen-dokumen yang dilampirkan oleh pemohon izin usaha industri (IUI) adalah sebagai berikut. a. Fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) pemohon (pemilik atau penanggung jawab atau direktur). b. Fotokopi izin gangguan. c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. d. Fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP). e. Dokumen Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL) atau dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bagi perusahaan industri yang wajib memiliki sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. f. Fotokopi izin pemakaian air bawah tanah bagi perusahaan yang menggunakan air bawah tanah.
62
X. ANALISIS FINANSIAL
A. Asumsi-asumsi yang Digunakan Asusmsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri sirup glukosa ini adalah sebagai berikut. a. Umur ekonomis proyek diasumsikan selama 10 tahun. b. Nilai sisa bangunan adalah 50 persen dari nilai awal, nilai sisa tanah adalah 100 persen dari nilai awal, dan nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10 persen dari nilai awal. c. Umur ekonomis mesin dan peralatan produksi adalah 10 tahun, umur ekonomis peralatan kantor adalah 5 tahun. d. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan per tahun adalah 5 persen dari harga mesin dan peralatan. e. Kapasitas produksi adalah 2000 kg tapioka per hari dan menghasilkan 2480 kg sirup glukosa per hari dengan kadar padatan 70 persen. f. Jumlah hari kerja per tahun adalah 300 hari. g. Discount factor diasumsikan sebesar 14 persen. h. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk pajak badan, yaitu sebesar 28 persen. i. Debt equity ratio (DER) sebesar 100 persen modal sendiri dan 0 persen modal pinjaman dari bank. j. Modal kerja dihitung berdasarkan biaya operasional produksi selama tiga bulan. k. Proyek dimulai pada tahun ke-0, sedangkan produksi pertama mulai berlangsung pada tahun ke-1. l. Kapasitas produksi pada tahun ke-1 adalah 80 persen, kapasitas produksi pada tahun ke-2 adalah 90 persen, dan kapasitas produksi pada tahun ke-3 dan seterusnya adalah 100 persen.
B. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri sirup glukosa ini. Biaya investasi meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya prainvestasi, tanah dan bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan produksi, alat kantor, sarana distribusi, dan kontingensi. Biaya investasi tetap yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 3,229,600,000.00. Rincian biaya investasi tetap tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.1 dan rincian lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 10.1. Komponen biaya investasi tetap No
Komponen
1 Biaya prainvestasi 2 Tanah dan bangunan 3 Fasilitas Penunjang 4 Mesin dan Peralatan 5 Alat kantor 6 Sarana Distribusi Subtotal Kontingensi 10% Total
Nilai Total (Rp) 60,000,000 1,275,000,000 20,000,000 1,268,000,000 13,000,000 300,000,000 2,936,000,000 293,600,000 3,229,600,000
Biaya modal kerja merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan industri sirup glukosa ini. Pada penelitian ini, biaya modal kerja dihitung berdasarkan biaya operasional yang dibutuhkan selama tiga bulan pada kapasitas produksi 80 persen. Biaya modal kerja meliputi upah tenaga kerja, biaya administrasi, promosi, dan overhead, biaya bahan baku dan bahan penunjang, biaya kemasan, bahan bakar, listrik, dan biaya distribusi. Modal kerja yang diperlukan oleh industri sirup glukosa ini adalah sebesar Rp 703,548,750.00. Rincian biaya modal kerja tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.2 dan rincian lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
64
Tabel 10.2. Komponen biaya modal kerja No. 1 2 3 4 5 6 7
Komponen Modal Kerja Upah tenaga kerja Biaya administrasi, promosi, dan overhead Bahan baku dan penunjang Kemasan Bahan bakar Listrik Distribusi Total
Nilai (Rp) 108,300,000 32,418,750 479,040,000 44,640,000 13,500,000 13,650,000 12,000,000 703,548,750
C. Sumber Dana dan Struktur Pembiayaan Sumber dana investasi terdiri atas dua sumber, yaitu modal sendiri (investor) dan modal pinjaman. Debt equity ratio (DER) atau porsi pendanaan yang digunakan adalah 100 persen dana sendiri dan 0 persen dana pinjaman bank. Hal ini berarti, sumber dana investasi yang digunakan adalah 100 persen modal sendiri. Total biaya investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp 703,548,750.00.
D. Harga dan Prakiraan Penerimaan Biaya per unit produk ditentukan dengan metode full costing melalui persamaan sebagai berikut. +,+ -/ 53 /2678
9741+: /2678 ,+3; <:+=18+3
dengan BT
: biaya tetap
BV
: biaya variabel (tidak tetap).
Prakiraan biaya per unit produk sirup glukosa pada tahun pertama sebesar Rp 5,015.00 per kg dan pada tahun kedua sebesar Rp 4,878.00 per kg, sedangkan prakiraan biaya per unit produk pada tahun ketiga dan seterusnya sebesar Rp 4,769.00 per kg. Prakiraan biaya per unit produk pada tahun pertama dan kedua
65
lebih tinggi daripada pada tahun ketiga dan seterusnya karena kapasitas produksi pada tahun pertama dan kedua belum seratus persen, sehingga jumlah produk yang dihasilkan lebih sedikit. Harga jual sirup glukosa yang ditetapkan sebesar Rp 6,500.00 per kg. Dengan harga jual sebesar ini, profit yang diperoleh sebesar 29.60 – 36.30 persen. Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama adalah Rp 3,868,800,000.00 dan pada tahun kedua adalah Rp 4,352,400,000.00, sedangkan prakiraan penerimaan pada tahun ketiga dan seterusnya adalah Rp 4,836,000,000.00. Data harga dan prakiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 10.3 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Harga dan prakiraan penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional. Tabel 10.3. Harga dan prakiraan penerimaan Tahun ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Produksi per tahun (kg)
Biaya per unit produk (Rp/kg)
Harga jual (Rp/kg)
595,200 669,600 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000
5,015 4,878 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769
6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500
Profit (%) 29.60 33.24 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30
Penerimaan (Rp) 3,868,800,000 4,352,400,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000
E. Proyeksi Rugi Laba Proyeksi rugi laba digunakan untuk mengetahui besarnya proyeksi keuntungan atau kerugian dari industri sirup glukosa ini. Proyeksi rugi laba memuat informasi mengenai proyeksi total penerimaan dan pengeluaran. Selisih antara proyeksi total penerimaan dan pengeluaran merupakan nilai earning before interests and taxes (EBIT) yang merupakan besarnya laba atau rugi sebelum pembayaran bunga dan pajak. Laba bersih merupakan laba yang sudah dikurangi dengan pembayaran bunga dan pajak. Industri sirup glukosa ini memiliki proyeksi yang cukup besar. Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 10.4 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8. 66
Tabel 10.4. Proyeksi Rugi Laba Pajak
Laba bersih
-
247,420,600
636,224,400
-
304,032,400
781,797,600
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
6
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
7
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
8
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
9
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
10
4,836,000,000
3,547,985,000
1,288,015,000
-
360,644,200
927,370,800
Tahun ke-
Total Penerimaan
Total Pengeluaran
1
3,868,800,000
2,985,155,000
883,645,000
2
4,352,400,000
3,266,570,000
1,085,830,000
3
4,836,000,000
3,547,985,000
4
4,836,000,000
5
EBIT
Bunga
F. Proyeksi Arus Kas Aliran kas, dalam manajemen keuangan perusahaan, dianggap lebih relevan bagi investor dibandingkan laba. Hal ini dikarenakan dengan kas, investor dapat melakukan investasi dan melaksanakan kewajiban finansialnya. Proyeksi arus kas meliputi proyeksi kas masuk, kas keluar, dan aliran kas bersih. Proyeksi arus kas industri sirup glukosa ini dapat dilihat pada Tabel 10.5 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 10.5. Proyeksi arus kas Tahun ke- Total Kas Masuk Total Kas Keluar Aliran Kas Bersih 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3,934,348,750 807,184,400 952,757,600 1,098,330,800 1,098,330,800 1,099,630,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 2,684,979,550
3,934,348,750 13,000,000 -
807,184,400 952,757,600 1,098,330,800 1,098,330,800 1,099,630,800 1,085,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 1,098,330,800 2,684,979,550
67
G. Titik Impas (Break Even Point/BEP) Titik impas merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan total penerimaan. Titik impas menunjukkan pada tingkat biaya atau jumlah produksi berapa suatu usaha masih bisa dijalankan. Titik impas industri sirup glukosa ini berada pada Rp 1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Informasi lebih rinci mengenai titik impas pada industri sirup glukosa ini dapat dilihat pada Lampiran 7.
H. Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi net present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, payback period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria ini digunakan untuk melihat kelayakan industri secara finansial. Perhitungan kriteria-kriteria ini didasarkan pada aliran kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas. Discount factor yang digunakan adalah 14 persen.
1. Net Present Value (NPV) Net present value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Nilai NPV pada industri sirup glukosa ini adalah Rp 1,850,007,524.00. Nilai tersebut lebih besar dari nol, sehingga pendirian industri ini layak berdasarkan nilai NPV. Rincian mengenai NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
2. Internal Rate Of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Proyek layak dijalankan bila nilai IRR lebih besar atau sama dengan dari nilai suku bunga yang berlaku. Suku bunga yang digunakan pada penelitian ini adalah 14 persen. Nilai IRR pada industri sirup glukosa ini adalah 23.72 persen. Hal ini berarti, menurut
68
kriteria IRR, industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan. Rincian mengenai IRR industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif dan present value yang bernilai negatif (modal investasi). Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al., 1993). Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan. Jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999). Nilai net B/C pada industri sirup glukosa ini adalah 1.47. Hal ini berarti, menurut kriteria net B/C, industri ini layak untuk didirikan. Rincian mengenai net B/C industri ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
4. Payback Period (PBP) Payback period (PBP) merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh investasi yang dikeluarkan untuk mendirikan suatu usaha. PBP dihitung berdasarkan aliran kas bersih. Berdasarkan hasil perhitungan, PBP industri sirup glukosa ini adalah 3.98 tahun. Ini berarti, semua investasi yang dikeluarkan untuk pendirian industri ini akan kembali setelah 3.98 tahun industri ini beroperasi. Berdasarkan kriteria PBP ini, industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan karena nilai PBP-nya kurang dari umur proyek.
5. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dapat dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur
69
yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000). Analisis sensitivitas pada kajian pendirian industri sirup glukosa ini dilakukan pada tiga parameter, yaitu kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual produk, dan kenaikan tingkat suku bunga. Hasil analisis sensitivitas pada industri ini dapat dilihat pada Tabel 10.6. Tabel 10.6. Analisis sensitivitas industri sirup glukosa Parameter Sensitivitas Harga bahan baku naik 22.40% menjadi Rp 4,529.00 per kg
Kriteria Kelayakan Investasi NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP (Tahun) 278,375
14.00%
1.00
5.91
Harga jual produk turun 10.70% menjadi Rp 5,804.00 per kg
(0)
14.00%
1.00
5.88
Tingkat suku bunga naik menjadi 23.72%
(0)
23.72%
1.00
3.98
Hasil analisis sensitivitas tersebut menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual. Oleh karena itu, jika terjadi kenaikan harga bahan baku atau penurunan harga jual, maka diperlukan berbagai penyesuaian dan strategi untuk menanganinya agar industri sirup glukosa ini tetap menguntungkan.
70
XI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kebutuhan glukosa di Indonesia terus meningkat, sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai impor sirup glukosa Indonesia cukup tinggi dan menunjukkan adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Pesantren Raudlatul Ulum merupakan salah satu pesantren yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah penghasil tapioka. Di Kabupaten Pati, juga banyak berkembang industri makanan dan minuman, baik skala kecil maupun besar. Hal ini merupakan suatu peluang bagi Pesantren Raudlatul Ulum untuk mengembangkan industri sirup glukosa. Industri sirup glukosa ini dibuat dengan kapasitas produksi dua ton bahan baku tapioka per hari. Bahan baku tapioka yang digunakan berasal dari para pengrajin tapioka yang tersebar di wilayah Kabupaten Pati. Berdasarkan data-data produksi tapioka yang ada di Kabupaten Pati, diperkirakan suplai bahan baku tapioka untuk industri ini masih mencukupi. Potensi pasar produk sirup glukosa masih sangat besar mengingat kebutuhannya yang semakin meningkat dan kebutuhan substitusi gula pasir. Target pasar yang dituju adalah pasar industri yang berada di Propinsi Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Pati. Besar investasi yang diperlukan adalah Rp 3,934,348,750 yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 3,229,600,000.00 dan modal kerja sebesar Rp 703,548,750.00. Debt equity ratio (DER) yang diguakan adalah 100 persen dana sendiri dan nol persen dana pinjaman bank. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri sirup glukosa ini layak untuk didirikan. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 1,850,007,524.00. Nilai IRR-nya sebesar 23.72 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 1.47. Payback period
industri ini adalah selama 3.98 tahun. Break even point (BEP) berada pada Rp 1,755,237,065.00 atau pada tingkat produksi 270,036 kg. Akan tetapi, hasil analisis sensitivitas menunjukkan industri sirup glukosa memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual. Hasil studi kelayakan pendirian industri sirup glukosa di Pesantren Raudlatul Ulum menunjukkan nilai kelayakan usaha yang positif. Akan tetapi, sistem pasokan bahan baku dan pengembangan pasar perlu terus dilakukan untuk menunjang keberlangsungan industri.
B. Saran Beberapa informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak, terutama untuk pengembangan perekonomian pesantren Raudlatul Ulum. Berikut ini beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk menyempurnakan penelitian ini. 1. Perlu adanya pengujian teknologi secara cermat dan teliti untuk menjamin efisiensi proses produksi dan kualitas produk. 2. Perlu adanya pengenalan produk sirup glukosa kepada asyarakat awam karena banyak di antara mereka yang belum mengetahui produk sirup glukosa. 3. Perlu dilakukan pula kajian mengenai studi kelayakan pendirian industri sirup glukosa ini dengan teknologi hidrolisis asam.
72
DAFTAR PUSTAKA
Alais, C. dan B. Linden. 1991. Food Biochemistry. Ellis Horwood, New York. Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan Nurhayati, penerjemah; Sutalaksana I. Z., penyunting. Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan dari: Plant Layout and Material Handling. 3rd Edition. Ariyoto, K. 1990. Feasibility Study. Mutiara, Jakarta. Balagopalan, C., G. Padmaja, S. K. Nanda, dan S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. CRC Press Inc., Boca Raton Florida. Behrens, W. dan P. M. Hawranek. 1991. Manual for The Preparation of Industrial Feasibility Studies. United Nations Industrial Development Organization, Vienna. Berghmans, E. 1981. Carbohydrate Symposium in Indonesia “Starch Hydrolisates, Improved Sweeteners Obtained by The Use of Enzyme”. Novo Industry A/S, Novo Alle, Denmark. Chaplin, M. F. dan C. Buckle, 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press, New York. Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Dziedzic, S. Z. dan M. W. Kearsley. 1984. Physico-chemical Properties of Glucose Syrups. Di dalam. Dziedzic, S. Z. dan M. W. Kearsley. 1984. Glucose Syrups: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publisher, London. Edris, M. 1993. Penuntun Menyusun Studi Kelayakan Proyek. Sinar Baru, Bandung. Fridayani. 2006. Produksi Sirup Glukosa dari Pati Sagu yang Berasal dari Beberapa Wilayah di Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press, Jakarta. Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspatiella, dan R. G. C. Varley. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hernanto, F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Irawadi dan Anas M. Fauzi. 1990. Perencanaan Proyek Bioindustri. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jati, Galih Prasetyo. 2007. Kajian Teknoekonomi Agroindustri Maltodekstrin di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kadariah, L., Karlina, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketujuh. Jilid Kedua. Terjemahan. UI Press, Jakarta. Leneback, D. F. dan G. E. Imlet. 1982. Food Carbohydrates. The AVI Publishing Co., West Port, Connecticut. Machfud dan Y. Agung. 1990. Perencanaan Tata Letak pada Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maiden, A. M. 1970. Food and Fermentation Application of Starch Hydrolysis of Soluble Starch by Glucoamylase. Biotechnology and Bioengineering. XXIV: 347-357. John Wiley and Sons, Connecticut. Manners, D. J. 1979. The Enzymic Degradation of Starch. Di dalam. Blanshard, J. M. V. dan J. R. Mitchell (eds.). Polysaccharides in Food. Butterworths Co., London. Norman, B. E. 1981. New Development in Starch Syrup Technology. Di dalam. G. G. Birch, N. Blakebrough, dan K. J. Parker (ed.). 1981. Enzymes and Food Processing. Applied Science Publ. Ltd., London. Olsen, H. S. 1995. Enzymatic Production of Glucose Syrups. Di dalam. Kearsley, M.W. dan S. Z. Dziedzic (ed.). 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic and Professional, London. Richana, N. 2006. Gula Singkong dapat Diproduksi di Pedesaan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 28, No. 3, Hal. 9-11. Said, E. Gumbira. 1987. Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Simarmata, D. A. 1992. Pendekatan Sistem dan Analisa Proyek Investasi dan Pasar Modal. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soeharto, I. 2000. Manajemen Proyek, dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga, Jakarta.
74
Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2978-1992 - Sirup Glukosa. Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian. Standar Nasional Indonesia. 1994. SNI 01-3451-1994 – Tapioka. Badan Standarisasi Nasional. Sutojo, S. 1983. Studi Kelayakan Proyek. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Sutojo, S. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit Damar, Jakarta. Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB, Bandung. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wurzburg, O. B. 1986. Modified Starch: Properties and Uses. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. Asumsi-asumsi untuk Analisis Finansial No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Variabel Asumsi Umur proyek (tahun) Nilai sisa bangunan dari nilai awal Nilai sisa tanah dari nilai awal Nilai sisa mesin dan peralatan dari nilai awal Umur ekonomis mesin dan peralatan (tahun) Umur ekonomis peralatan kantor (tahun) Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan per tahun dari harga Kapasitas produksi sirup glukosa (kg/hari) Harga jual per kg sirup glukosa (Rp) Harga tapioka kasar (Rp/kg) Harga HCl 30% (Rp/liter) Harga enzim α-amilase (Rp/kg) Harga enzim glukoamilase (Rp/kg) Harga arang aktif (Rp/kg) Jumlah hari kerja per tahun Discount factor Pajak Penghasilan (berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 untuk pajak badan) Debt Equity Ratio (DER) dana pribadi investor Debt Equity Ratio (DER) dana pinjaman bank Dasar perhitungan modal kerja (bulan) Kapasitas produksi tahun ke-1 Kapasitas produksi tahun ke-2 Kapasitas produksi tahun ke-3 dan seterusnya
Nilai 10 50% 100% 10% 10 5 5% 2,480 6,500 3,700 7,000 100,000 100,000 12,000 300 14% 28% 100% 0% 3 80% 90% 100%
77
Lampiran 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan
1
Slurry tank
Jumlah Mesin 1
2
Jet cooker
1
Tempat berlangsungnya proses gelatinisasi
3
Tangki likuifikasi
1
Tempat berlangsungnya proses likuifikasi
4
Tangki sakarifikasi
4
Tempat berlangsungnya proses sakarifikasi dan pemurnian.
5
Heat exchanger
1
Menurunkan suhu umpan
6
Tangki penyimpanan Filter
2
8
Tangki Evaporator
1
9
Boiler
1
Menyimpan produk sementara Memisahkan sirup glukosa dari arang aktif dan kotoran pada proses pemurnian Memekatkan produk Bahan stainless steel, sirup glukosa kapasitas 9000 l (batch), dilengkapi dengan pengaduk. Daya motor pengaduk 2 kW Menghasilkan steam Tipe pipa air (water tube). yang dialirkan ke Kapasitas produksi uap tangki likuifikasi, pemanas 600 kg per jam. tangki sakarifikasi, Bahan bakar solar dan evaporator
No.
7
Nama Mesin
2
Fungsi
Spesifikasi
Tempat berlangsungnya proses pencampuran
Bahan stainless steel, kapasitas 9000 l (batch), dilengkapi dengan pengaduk. Daya motor pengaduk 2.5 kW Bahan stainless steel, kapasitas 50 l/menit (kontinyu), pemanas dari steam. Bahan stainless steel, kapasitas 14000 l (batch), dilengkapi dengan pengaduk, mantel pemanas, pengatur suhu, dan isolator panas asbes. Daya motor pengaduk 2.5 kW Bahan stainless steel, kapasitas 9000 l (batch), dilengkapi dengan pengaduk, mantel pemanas, pengatur suhu, dan isolator panas asbes. Daya motor pengaduk 1.5 kW Bahan stainless steel, tipe selongsong dan tabung, jenis aliran counter current Bahan stainless steel, kapasitas 6000 l. Filter tipe plate and frame filter press, kapasitas 25 kg per menit. Daya listrik 2 kW
78
Lampiran 3. Penghitungan Kebutuhan Energi
a. Kebutuhan energi listrik untuk produksi
1.5
Waktu Operasi per Hari (jam) 1
1
3
3
9
2,700
2
2.5
5
25
7,500
Tangki sakarifikasi
4
1.5
24
144
43,200
Heat exchanger
1
1
2
2
600
Filter
2
2
2
8
2,400
Evaporator
1
2
5
10
3,000
Pompa 1
2
2
2
8
2,400
Pompa 2
2
2
2
8
2,400
Nama Mesin
Jumlah Mesin
Slurry tank
1
Jet cooker Tangki likuifikasi
Daya Listrik (kW)
Kebutuhan Energi Listrik per Hari (kWh) 2
Kebutuhan Energi Listrik per Tahun (kWh) 450
Pompa 3
1
3
3
9
2,700
Pompa air
1
1
3
3
900
226
68,250
Total kebutuhan energi
b. Kebutuhan bahan bakar produksi 1. Kebutuhan uap mesin produksi per hari Nama Mesin
Jet Cooker
Simbol (Satuan) Kalor untuk menaikkan suhu pada gelatinisasi Komponen
Massa bahan per hari Koefisien pindah panas bahan Perbedaan suhu awal dan akhir Efisiensi pemanas Energi panas yang dibutuhkan
m (kg)
Nilai
Keterangan
5,800.00 o
Cp (kJ/kg C) ∆T (oC) η (%) Q (kJ)
Kalor bersih uap pemanas
λ (kJ/kg)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan
m (kg/hari)
3.30 80.00 (105-25) oC 0.85 1,801,411.76
Q=mxCpx∆T/η
2,414.18 746.18
Q=mXλ
79
Nama Mesin
Tangki likuifikasi
Simbol Nilai Keterangan (Satuan) Kalor untuk mempertahankan suhu pada likuifikasi Perbedaan suhu ∆T (oC) 65.00 (95-30) oC Luas permukaan A (m2) 30.46 Panas konveksi Komponen
Koefisien pindah panas
h (W/m2 oC)
Tahanan konveksi Panas konduksi stainless steel Konduktivitas panas Tebal Tahanan konduksi Panas konduksi isolator asbes Konduktivitas panas Tebal Tahanan konduksi
R1 (oC/W)
3,000.00 1.09433x10-5 R1 = 1/(hxA)
k (W/moC) ∆x (m) R2 (oC/W)
21.00 0.01 1.56333x10-5 R2 = ∆x/(kxA)
k (W/moC) ∆x (m) R3 (oC/W)
0.21 0.01 0.001563331 R3 = ∆x/(kxA) q= 40,882.89 ∆T/(R1+R2+R3)
Jumlah kalor
q (W)
Jumlah kalor yang dibutuhkan per hari
q (kJ)
58,871.36
Efisiensi pemanas Energi panas yang dibutuhkan
η (%)
Kalor bersih uap pemanas
λ (kJ/kg)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan per hari
m (kg/hari)
Nama Mesin
Tangki Sakarifikasi
85%
Q (kJ)
69,260.43 2,414.18 28.69 Q=mXλ
Simbol Nilai Keterangan (Satuan) Kalor untuk mempertahankan suhu pada sakarifikasi Perbedaan suhu ∆T (oC) 30.00 (60-30) oC Luas permukaan A (m2) 25.16 Panas konveksi Komponen
Koefisien pindah panas Tahanan konveksi Panas konduksi stainless steel Konduktivitas panas
h (W/m2 oC) o
R1 ( C/W)
k (W/moC)
3,000.00 1.32485x10-5 R1 = 1/(hxA)
21.00
80
Komponen Tebal Tahanan konduksi Panas konduksi isolator asbes Konduktivitas panas Tebal Tahanan konduksi
Simbol (Satuan) ∆x (m) R2 (oC/W)
k (W/moC) ∆x (m) R3 (oC/W)
Jumlah kalor
q (W)
Jumlah kalor yang dibutuhkan per hari
q (kJ)
Nilai
0.01 1.89265x10-5 R2 = ∆x/(kxA)
0.21 0.01 0.001892649 R3 = ∆x/(kxA) q= 15,585.84 ∆T/(R1+R2+R3) 22,443.61
Efisiensi pemanas Energi panas yang dibutuhkan
η (%)
Kalor bersih uap pemanas
λ (kJ/kg)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan per hari
m (kg/hari)
85%
Q (kJ)
26,404.25 2,414.18 10.94 Q=mXλ
Jumlah mesin Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan 4 mesin
Keterangan
4 m (kg/hari)
43.75
Kalor untuk menaikkan suhu pada proses pemurnian Massa bahan per hari Koefisien pindah panas bahan Perbedaan suhu awal dan akhir Efisiensi pemanas Energi panas yang dibutuhkan
m (kg)
5,800.00 o
Cp (kJ/kg C) ∆T (oC) η (%) Q (kJ)
Kalor bersih uap pemanas
λ (kJ/kg)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan
m (kg/hari)
Energi panas yang dibutuhkan per hari Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan per hari
3.30 20.00 (80-60) oC 0.85 450,352.94
Q=mxCpx∆T/h
2,414.18 186.54
Q (kJ/hari)
555,969.93
m (kg/hari)
230.29
Q=mXλ
81
Nama mesin
Evaporator Simbol (Satuan)
Komponen Massa umpan
F (kg)
Suhu umpan Kapasitas panas umpan
TF (oC) CpF (kJ/kg oC)
Tekanan ruang uap
P1 (kPa)
Nilai
Keterangan
5,785.50 60.00 3.30 101.33
o
Suhu ruang uap
(T1) ( C)
Air yang diuapkan
V (kg)
Panas laten penguapan air
hv (kJ/kg)
Kalor bersih uap pemanas
λ (kJ/kg)
hF
hF (kJ/kg)
Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan per hari Energi panas yang dibutuhkan per hari
100.00 3,305.50 2,257.00 2,414.18 (132.00)
S (kg)
3,406.62
Q (kJ)
8,224,199.50
hF = CpF (TF-T1) S = (Vxhv FxhF)/λ
2. Kebutuhan bahan bakar boiler per hari Komponen Kebutuhan uap pemanas jet cooker (kg)
Nilai 746.18
Kebutuhan uap pemanas tangki likuifikasi (kg)
28.69
Kebutuhan uap pemanas tangki sakarifikasi (kg)
230.29
Kebutuhan uap pemanas evaporator (kg)
3,406.62
Total kebutuhan uap pemanas (kg)
4,411.78
Efisiensi boiler Kalor bersih uap pemanas, λ (kkal/kg) Kebutuhan energi (kkal), Q=mxλ/h Nilai energi bahan bakar solar (kkal/l) Kebutuhan bahan bakar boiler per hari (l)
80% 621.20 3,425,750.57 72,257.20 47.41
82
Lampiran 4. Perincian Kebutuhan Investasi No 1
2
3
4
Komponen Biaya prainvestasi Studi kelayakan Perizinan Transportasi dan komunikasi Biaya start-up Total 1 Tanah dan bangunan Tanah Bangunan Total 2 Fasilitas Penunjang Instalasi listrik Instalasi air Total 3 Mesin dan Peralatan Mesin Produksi Slurry tank Jet cooker Tangki likuifikasi Tangki sakarfifikasi Heat exchanger Tangki penyimpanan
Jumlah
1 1 1 1
700 550
Satuan
paket paket paket paket
m2 m2
Harga Satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
10,000,000 25,000,000 10,000,000 15,000,000
10,000,000 25,000,000 10,000,000 15,000,000 60,000,000
-
250,000 2,000,000
175,000,000 1,100,000,000 1,275,000,000
175,000,000 550,000,000 725,000,000
1 1
paket paket
10,000,000 10,000,000
10,000,000 10,000,000 20,000,000
1,000,000 1,000,000 2,000,000
1 1 1 4 1 2
unit unit unit unit unit unit
50,000,000 80,000,000 150,000,000 100,000,000 10,000,000 30,000,000
50,000,000 80,000,000 150,000,000 400,000,000 10,000,000 60,000,000
5,000,000 8,000,000 15,000,000 40,000,000 1,000,000 6,000,000
83
No
Komponen
Filter Evaporator Boiler Pompa Subtotal Alat laboratorium Subtotal Perlengkapan utilitas Subtotal Total 4 5 Alat kantor Komputer Lemari arsip Meja kursi kantor Pesawat telepon Alat tulis kantor Total 5 6 Sarana Distribusi Truk Total 6 Total 1,2,3,4,5,6 Kontingensi 10% Total investasi
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
2 1 1 6
unit unit unit unit
80,000,000 120,000,000 150,000,000 3,000,000
1
paket
20,000,000
1
paket
50,000,000
2 2 1 2 1
unit unit paket unit paket
2
unit
Nilai Total (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
160,000,000 120,000,000 150,000,000 18,000,000 1,198,000,000 20,000,000 20,000,000 50,000,000 50,000,000 1,268,000,000
16,000,000 12,000,000 15,000,000 1,800,000 119,800,000 2,000,000 2,000,000 5,000,000 5,000,000 126,800,000
2,500,000 750,000 4,000,000 250,000 2,000,000
5,000,000 1,500,000 4,000,000 500,000 2,000,000 13,000,000
500,000 150,000 400,000 50,000 200,000 1,300,000
150,000,000
300,000,000 300,000,000 2,936,000,000 293,600,000 3,229,600,000
30,000,000 30,000,000 885,100,000
84
Lampiran 5. Komposisi Modal Kerja
No. A 1
2
3 4 5 6 Total
Deskripsi Biaya Tetap Upah Direktur Manajer Produksi dan QC Manajer Logistik dan Pemasaran Staf Keuangan dan Administrasi Staf Pemasaran Operator Laboran Buruh Sopir Pengeluaran Administrasi Telepon dan Fax Alat Tulis kantor Promosi Maintenance Listrik (non mesin) PBB (2.5%)
Jumlah
Satuan
Biaya satuan (Rp)
Total (Rp)
1 1 1 2 2 20 2 3 2
orang orang orang orang orang orang orang orang orang
60,000,000 30,000,000 30,000,000 12,000,000 12,000,000 9,600,000 13,200,000 8,400,000 10,800,000
60,000,000 30,000,000 30,000,000 24,000,000 24,000,000 192,000,000 26,400,000 25,200,000 21,600,000
1 1 1 1 1 1
unit unit unit paket paket paket
5,000,000 3,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000
5,000,000 3,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 562,875,000
85
No. B 1
2 3 4 5 Total
Deskripsi Biaya Variabel Bahan baku dan penunjang Tapioka Larutan HCl 30% Larutan NaOH 30% Arang aktif Enzim α-amilase Enzim glukoamilase Air Kemasan Bahan bakar Listrik Distribusi
Jumlah
600,000 900 900 4,800 600 450 1,200 744,000 15,000 68,250 1
Satuan
kg liter liter kg kg kg m3 unit liter kWh unit
Biaya satuan (Rp)
3,700 7,000 7,000 12,000 100,000 100,000 5,000 300 4,500 1,000 60,000,000
Total (Rp)
2,220,000,000 6,300,000 6,300,000 57,600,000 60,000,000 45,000,000 6,000,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,820,150,000
Biaya variabel pada kapasitas 100% Biaya variabel pada kapasitas 90% Biaya variabel pada kapasitas 80%
2,820,150,000 2,538,135,000 2,256,120,000
Biaya operasional pada kapasitas 100% Biaya operasional pada kapasitas 90% Biaya operasional pada kapasitas 80%
3,383,025,000 3,101,010,000 2,818,995,000
86
Lampiran 6. Penyusutan dan Biaya Operasional Penyusutan Jenis Tanah Bangunan Mesin dan Peralatan Alat kantor Kendaraan Total
Nilai Awal 175,000,000 1,100,000,000 1,268,000,000 13,000,000 300,000,000
Nilai Sisa 175,000,000 550,000,000 126,800,000 1,300,000 30,000,000
Umur ekonomis (tahun) 20 10 5 10
Penyusutan / tahun 27,500,000 114,120,000 2,340,000 27,000,000 170,960,000
Biaya Operasional Komponen Biaya Tetap Upah Pengeluaran Administrasi Promosi Maintenance Listrik (non mesin) PBB (2.5%) Penyusutan Total biaya tetap Biaya Variabel Bahan baku dan penunjang Kemasan Bahan bakar Listrik Distribusi Total biaya variabel Biaya operasional
Tahun ke-1
Tahun ke-2
Tahun ke-3
Tahun ke-4
Tahun ke-5
Tahun ke-6
Tahun ke-7
Tahun ke-8
Tahun ke-9
Tahun ke-10
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
433,200,000 8,000,000 24,000,000 63,400,000 2,400,000 31,875,000 170,960,000 733,835,000
1,916,160,000 178,560,000 54,000,000 54,600,000 48,000,000 2,251,320,000 2,985,155,000
2,155,680,000 200,880,000 60,750,000 61,425,000 54,000,000 2,532,735,000 3,266,570,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
2,395,200,000 223,200,000 67,500,000 68,250,000 60,000,000 2,814,150,000 3,547,985,000
87
Lampiran 7. Rekapitulasi Produksi
Tahun Kapasitas keProduksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
80% 90% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Produksi per tahun (kg)
Biaya tetap (Rp/tahun)
Biaya tidak tetap (Rp/tahun)
595,200 669,600 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000 744,000
733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000 733,835,000
2,251,320,000 2,532,735,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000 2,814,150,000
Biaya per unit produk (Rp/kg) 5,015 4,878 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769 4,769
Harga jual (Rp/kg) 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500 6,500
Profit (%) 29.60 33.24 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30 36.30
Penerimaan (Rp) 3,868,800,000 4,352,400,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000 4,836,000,000
BEP (Rp) 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065 1,755,237,065
BEP (kg) 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036 270,036
88
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba
Tahun ke-
Komponen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penjualan Produk
3,868,800,000
4,352,400,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
Total Penerimaan
3,868,800,000
4,352,400,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
4,836,000,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
733,835,000
Biaya variabel
2,251,320,000
2,532,735,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
2,814,150,000
Total Pengeluaran
2,985,155,000
3,266,570,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
3,547,985,000
883,645,000
1,085,830,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
Bunga modal tetap
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bunga modal kerja
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Total pembayaran bunga
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Laba sebelum pajak
883,645,000
1,085,830,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
1,288,015,000
Pajak penghasilan
247,420,600
304,032,400
360,644,200
360,644,200
360,644,200
360,644,200
360,644,200
360,644,200
360,644,200
360,644,200
Laba setelah pajak
636,224,400
781,797,600
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
A. Penerimaan
B. Pengeluaran Biaya tetap
EBIT Pembayaran Bunga
89
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
Tahun ke-
Deskripsi 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A. Kas Masuk Laba setelah pajak
-
636,224,400
781,797,600
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
927,370,800
Penyusutan
-
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
170,960,000
Nilai sisa
-
-
-
-
-
1,300,000
-
-
-
-
883,100,000
Pengembalian modal kerja
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
703,548,750
3,934,348,750
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Modal sendiri Modal pinjaman
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,934,348,750
807,184,400
952,757,600
1,098,330,800
1,098,330,800
1,099,630,800
1,098,330,800
1,098,330,800
1,098,330,800
1,098,330,800
2,684,979,550
3,934,348,750
-
-
-
-
-
13,000,000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,934,348,750
-
-
-
-
-
13,000,000
-
-
-
-
C. Aliran Kas Bersih
-
807,184,400
952,757,600
1,098,330,800
1,098,330,800
1,099,630,800
1,085,330,800
1,098,330,800
1,098,330,800
1,098,330,800
2,684,979,550
D. Kas Awal Tahun
-
-
807,184,400
1,759,942,000
2,858,272,800
3,956,603,600
5,056,234,400
6,141,565,200
7,239,896,000
8,338,226,800
9,436,557,600
E. Kas Akhir Tahun
-
807,184,400
1,759,942,000
2,858,272,800
3,956,603,600
5,056,234,400
6,141,565,200
7,239,896,000
8,338,226,800
9,436,557,600
12,121,537,150
Total kas masuk
B. Kas Keluar Investasi/Reinvestasi Angsuran pinjaman Total kas keluar
90
Lampiran 10. Kriteria Kelayakan Investasi
Tahun ke-
Aliran kas bersih, BtCt (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF
PV (Rp)
PV Kumulatif
0
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1.0000000
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1
807,184,400
(3,127,164,350)
0.8771930
708,056,491
(3,226,292,259)
2
952,757,600
(2,174,406,750)
0.7694675
733,116,036
(2,493,176,223)
3
1,098,330,800
(1,076,075,950)
0.6749715
741,342,005
(1,751,834,218)
4
1,098,330,800
22,254,850
0.5920803
650,300,005
(1,101,534,213)
5
1,099,630,800
1,121,885,650
0.5193687
571,113,780
(530,420,433)
6
1,085,330,800
2,207,216,450
0.4555865
494,462,112
(35,958,321)
7
1,098,330,800
3,305,547,250
0.3996373
438,933,980
402,975,659
8
1,098,330,800
4,403,878,050
0.3505591
385,029,807
788,005,466
9
1,098,330,800
5,502,208,850
0.3075079
337,745,445
1,125,750,911
10
2,684,979,550
8,187,188,400
0.2697438
724,256,612
1,850,007,524
NPV
1,850,007,524
Kriteria NPV (Rp) Payback Period (tahun) IRR Net B/C
Nilai 1,850,007,524 3.98 23.72% 1.47
91
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Harga Bahan Baku Tapioka Sebesar 22.40% Menjadi Rp 4,529.00 per kg
Tahun ke-
Aliran kas bersih, BtCt (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF
PV (Rp)
PV Kumulatif
0
(4,033,798,237)
(4,033,798,237)
1.0000000
(4,033,798,237)
(4,033,798,237)
1
520,769,879
(3,513,028,358)
0.8771930
456,815,683
(3,576,982,553)
2
630,541,264
(2,882,487,094)
0.7694675
485,181,028
(3,091,801,526)
3
740,312,648
(2,142,174,446)
0.6749715
499,689,951
(2,592,111,575)
4
740,312,648
(1,401,861,797)
0.5920803
438,324,518
(2,153,787,057)
5
741,612,648
(660,249,149)
0.5193687
385,170,371
(1,768,616,686)
6
727,312,648
67,063,500
0.4555865
331,353,859
(1,437,262,827)
7
740,312,648
807,376,148
0.3996373
295,856,565
(1,141,406,263)
8
740,312,648
1,547,688,797
0.3505591
259,523,302
(881,882,960)
9
740,312,648
2,288,001,445
0.3075079
227,652,020
(654,230,941)
10
2,426,410,885
4,714,412,330
0.2697438
654,509,316
278,375
NPV
278,375
Kriteria NPV (Rp) Payback Period (tahun) IRR Net B/C
Nilai 278,375 5.91 14.00% 1.00
92
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Jual Produk Sebesar 10.70% Menjadi Rp 5,804.00 per kg
Tahun ke-
Aliran kas bersih, BtCt (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF
PV (Rp)
PV Kumulatif
0
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1.0000000
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1
509,020,332
(3,425,328,418)
0.8771930
446,509,063
(3,487,839,687)
2
617,323,023
(2,808,005,395)
0.7694675
475,010,021
(3,012,829,666)
3
725,625,715
(2,082,379,680)
0.6749715
489,776,689
(2,523,052,977)
4
725,625,715
(1,356,753,966)
0.5920803
429,628,674
(2,093,424,303)
5
726,925,715
(629,828,251)
0.5193687
377,542,438
(1,715,881,865)
6
712,625,715
82,797,464
0.4555865
324,662,689
(1,391,219,176)
7
725,625,715
808,423,179
0.3996373
289,987,118
(1,101,232,058)
8
725,625,715
1,534,048,893
0.3505591
254,374,665
(846,857,394)
9
725,625,715
2,259,674,608
0.3075079
223,135,671
(623,721,723)
10
2,312,274,465
4,571,949,073
0.2697438
623,721,723
(0)
NPV
(0)
Kriteria NPV (Rp) Payback Period (tahun) IRR Net B/C
Nilai (0) 5.88 14.00% 1.00
93
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas pada Kenaikan Suku Bunga Menjadi 23.72%
Tahun ke-
Aliran kas bersih, BtCt (Rp)
Akumulasi (Rp)
DF
PV (Rp)
PV Kumulatif
0
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1.0000000
(3,934,348,750)
(3,934,348,750)
1
807,184,400
(3,127,164,350)
0.8082678
652,421,122
(3,281,927,628)
2
952,757,600
(2,174,406,750)
0.6532968
622,433,456
(2,659,494,171)
3
1,098,330,800
(1,076,075,950)
0.5280387
579,961,176
(2,079,532,995)
4
1,098,330,800
22,254,850
0.4267967
468,763,918
(1,610,769,078)
5
1,099,630,800
1,121,885,650
0.3449660
379,335,215
(1,231,433,863)
6
1,085,330,800
2,207,216,450
0.2788249
302,617,227
(928,816,636)
7
1,098,330,800
3,305,547,250
0.2253652
247,525,493
(681,291,143)
8
1,098,330,800
4,403,878,050
0.1821554
200,066,875
(481,224,268)
9
1,098,330,800
5,502,208,850
0.1472303
161,707,604
(319,516,665)
10
2,684,979,550
8,187,188,400
0.1190015
319,516,665
(0)
NPV
(0)
Kriteria NPV (Rp) Payback Period (tahun) IRR Net B/C
Nilai (0) 3.98 23.72% 1.00
94
95