SEMANTIK - PERUBAHAN MAKNA
OLEH :
SITI HATIMAH
DAN
TANTI ZULHIJAH
VI-C (DIKSASTRASIA) 2009
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Bahasa berkembang terus seiring berkembangnya pemikiran pemakaian bahasa. Karena pemikiran bahasa berkembang, maka pemakaian kata dan kalimat menjadi berkembang pula. Perkembangan tersebut dapat berwujud penambahan atau pengurangan. Karena kata dan kalimat yang mengalami perubahan tersebut, maka dengan sendirinya perubahan maknanya pun berubah. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai perubahan makna.
Ada sebab-sebab dan jenis- jenis perubahan makna yang terjadi menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut :
1. Menurut Chaer (2002: 132), sebab-sebab perubahan makna terjadi karena:
a. Perkembangan dalam ilmu teknologi
b. Perkembangan sosial dan budaya
c. Perbedaan bidang pemakain
d. Adanya asosiasi
e. Pertukaran tanggapan indra
f. Perbedaan tanggapan indra
g. Adanya penyingkatan
h. Proses gramatikal
i. Pengembangan istilah
Sedangkan jenis-jenis perubahannya, dibagi menjadi:
a. Meluas
b. Menyempit
c. Perubahan total
d. Penghalusan (Eufemia)
e. Pengasaran
2. Menurut Dewa Putu dan Rohmadi (2011: 92), perubahan makna dibagi menjadi :
a. Perubahan makna meluas
b. Perubahan makna menyempit
c. Perubahan makna membaik
d. Perubahan makna memburuk
3. Menurut Tarigan
a. Generalisasi (Perluasan)
b. Spesialisasi (penyempitan)
c. Ameliorasi (peninggian)
d. Peyorasi (penurunan)
e. Sinestesia (pertukaran)
f. Asosisasi (persamaan)
4. Menurut Pateda (2012:168), membagi perubahan makna menjadi :
a. Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa indonesia
b. Perubahan makna akibat perubahan lingkungan
c. Perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra
d. Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata
e. Perubahan makna Akibat tanggapan pemakai bahasa
f. Perubahan makna akibat asosiasi
g. Perubahan makna akibat perubahan bentuk
h. Perluasan makna
i. Penyempitan makna
j. Melemahkan makna
k. Kekaburan makna
5. Menurut Ullman dalam (Sudaryat, 2009:47), ada enam faktor yang memperlancar perubahan makna, yaitu :
a. Bahasa itu berkembang
b. Bahasa bersifat samar
c. Bahasa bersifat taksa
d. Bahasa kehilangan motivasi
e. Bahasa memiliki struktur leksikal, dan
f. Bahasa bermakna ganda
Sedangkan faktor perubahan makna terjadi akibat:
a. Faktor lingustik
b. Faktor historis
c. Faktor psikologis
d. Faktor bahasa asing
e. Faktor kebutuhan leksem baru
Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan satu persatu mengenai sebab-sebab perubahan dan jenis-jenis perubahan makna, tentunya ada persamaan antara pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut.
A. Sebab-sebab perubahan
1. Perkembangan dalam ilmu teknologi
Perkembangan dalam ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Sebagai akibat perkembangan teknologi kita lihat kata berlayar yang pada awal bermakna perjalanan laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakan dengan tenaga layar. Walaupun kini kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan mesin, bahkan tenaga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan.
Contoh lain adalah kereta api, walaupun kini, sebagai akibat perkembangan teknologi, sudah tidak lagi lokomotif bertenaga uap, namun nama kereta api masih digunakan secara umum.
2. Perkembangan sosial dan budaya
Perkembangan sosial dan budaya dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Misalnya kata saudara yang bermakna seperut dan satu kandungan. Walaupun kini kata saudara masih tetap digunakan dalam mengartikan makna satu kandungan misalnya Saya mempunyai dua saudara disana. Tetapi digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya : Surat saudara sudah saya terima
Saudara dilahirkan dimana?
Selain kata saudara, contoh lain juga dapat menyebabkan perubahan makna akibat sosial dan budaya seperti kata, ibu, bapak, kakak, adik, dan sarjana.
3. Perbedaan bidang pemakain
Perbedaan bidang pemakaian dalam perubahan makna memiliki maksud bahwa kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Misalnya dalam bidang pertanian, kita kenal kata-kata benih, menggarap, membajak, menabur, menanam, memupuk, dan hama. Dalam bidang pendidikan, kita kenal dengan kata murid, guru, ujian, menyalin, menyontek, membaca, menghapal, dan belajar. Sedangkan dalam bidang pelayaran, kita kenal dengan kata berlabuh, haluan, buritan, nahkoda, palka, pelabuhan, dan juru mudi.
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari bisa saja memiliki makna baru disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian seperti menggarap sawah, tanah garapan, dan petani garapan. Kini juga digunakan dalam bidang lain misalnya pada kata menggarap skripsi, menggarap naskah drama, menggarap generasi muda, dan lain sebagainya yang berarti mengerjakan. Contoh lain adalah membajak, dibajak, pembajak, bajakan, dan pembajakan yang merupakan ada dalam bidang pertanian, kini juga telah terbiasa digunakan dalam bidang lainnya yaitu pada kata membajak pesawat terbang, buku bajakan, dan kaset bajakan.
4. Pertukaran tanggapan indra
Pertukaran tanggapan indra pada perubahan makna ini yaitu pertukaran tanggapan antara indara yang satu dengan yang lain. Misalnya pada alat indra lidah kita dapat menangkap rasa pahit, manis, asin, pedas. Pada kulit kita bisa merasakan rasa dingin, panas, dan sejuk. begitu pula yang berkenaan dengan cahaya seperti gelap, terang, remang-remang akan ditangkap oleh indera penglihatan (mata). Dalam kasus ini sering terjadi pertukaran yang seharusnya ditanggap oleh indra perasa pada lidah, ditukar menjadi indra pendengaran. Contonya kata-katanya pedas sekali.
Contoh lainnya yaitu : Suaranya sedap didengar
Warnanya enak dipandang
5. Perbedaan tanggapan indra
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan dimasyarakat, maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang "rendah", kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang "tinggi" atau mengenakan. Kata-kata yang nilainya rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Misalnya kata bini dengan istri. Bini lebih dianggap peyoratif, sedangkan istri dianggap amelioratif. Begitu juga dengan kata bang dan bung, jamban dan kakus atau WC.
6. Adanya penyingkatan
Dalam bahasa indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatan saja dari pada menggunakan kata utuhnya. Misalnya pada kaliamt Ayahnya meninggal tentu saja maksdunya meninggal dunia. Contoh lain yaitu pada kalimat Ibu pergi ke Bali dengan garuda. Tentu yang dimaksud dengan garuda bukan lah burung, akan tetapi maksudnya yaitu "naik pesawat terbang dari perusahaan penerbangan garuda". Begitu juga perpus lazim untuk menyebutkan perpustakaan, lab lazim untuk menyebutkan laboratorium, Dok lazim untuk menyebutkan dokter, let maksudnya letnan, satpam maksudnya satuan pengamanan, mendikbud untuk menteri pendidikan dan kebudayaan.
Kasus penyingakatn ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata, kata yang semula berbentuk utuh disingkat menjadi bentuk tidak utuh yang pendek.
7. Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan istilah ini lebih memanfaatkan kosa kata bahasa indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluas, ataupun memberi arti baru sama sekali. Misalnya kata papan yang bermakna lempengan kayu tipis, tapi kini diangkat menjadi istilah untuk perumahan. Begitu juga kata sandang yang bermula bermakna selendang, tapi kini bermakna pakaian.
8. Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa indonesia
kita mengetahui bahasa Indonesia terdapat tiga kelompok, yaitu bahasa daerah, bahasa indonesia, dan bahasa asing. Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa indonesia misalnya kata seni. Seni dalam KBBI bermakna (i) keahlian membuat karya yang bermutu tinggi. (ii) karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa. Namun bagi masyarakat Melayu kata seni dihubungkan dengan air seni yang berarti air kencing, dalam bahasa melayu mengalami perubahan makna, sebab dalam bahasa indonesia seni dihubungkan dengan seni musik, seni lukis, seni tari yang lebih kepada hasil karya yang bemutu tinggi.
Contoh lain adalah kata butuh, dalam masyarakat Palembang, kata butuh bermakna sebagai alat kelamin laki-laki. Namun dalam bahasa indonesia kata butuh berarti diperlukan. Begitu juga dengan kata tele, dalam masyarakat Gorontalo tele bermakna alat kelamin perempuan. Sedangkan dalam bahasa indonesia dikenal kata bertele-tele, yang bermakna berlama-lama. Dari contoh tersebut ada perubahan dari bahsa daerah ke bahasa indonesia. Makna dari bahasa daerah bermakna X, tetapi dalam bahasa indonesia bermakna Y. Dalam hal ini masyarakat indonesia tidak merasa geli ketika memakai kata itu sebab ia tidak mengetahui maksud asal.
9. Perubahan makna akibat perubahan lingkungan
Lingkungan masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna. Bahasa yang digunakan dalam masyarakat tertentu belum tentu maknanya sama dengan masyarakat yang lain. Misalnya kata cetak. Perhatikan contoh berikut :
- Buku itu dicetak di Rineka Cipta, Jakarta.
- Cetakan batu bata itu besar-besar
- Pemerintah menggiatkan pencetakan sawah baru bagi petani.
- Ali mencetak lima gol dalam pertandingan itu.
Leksem cetak pada contoh diatas memperlihatkan makna yang berbeda karena lingkungan yang berbeda. Dengan kata lain, makna berubah jika terjadi lingkungan pemakaian. Contoh lain yaitu kata sumber, salin, langganan, operasi, dll.
10. Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata
Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata kita bisa ambil contohnya yaitu pada kata surat. Kata surat ternyata dapat digabungkan dengan kata yang lain dan tentu maknanya akan berubah. Kita mengenal dengan surat jalan, surat jual beli, surat kaleng, surat keterangan, surat perintah, surat sakit, dan surat permohonan.
11. Perubahan makna akibat perubahan bentuk
perubahan bentuk pada suatu leksem akan terjadi perubahan makna pula. Misalnya leksem lompat. Dari leksem lompat dapat diturunkan kata menjadi berlompatan, pelompat, terlompat. Berlompat-lompat, dilompati. Bentuk kata berlompatan tidak sama dengan bentuk kata melompat. Makna berlompatan bermakna banyak orang atau sesuatu yang melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan berlompat-lompat bermakna melakukan pekerjaan melompat secara berulang-ulang.
Menurut Ullman dalam (Sudaryat, 2009:47), ada enam faktor yang memperlancar perubahan makna, yaitu :
1. Bahasa itu berkembang
Bahasa berkembang dari satu masa ke masa, perubahan bahasa karena perjalanan waktu dapat terjadi dalam bentuk maupun maknanya. Misalnya kata wanita yang berkonotasi tinggi berasal dari kata betina yang berkonotasi rendah untuk binatang.
2. Bahasa bersifat samar
Makna kata dalam suatu bahasa berubah karena dalam bahasa terdapat bentuk samar. Misalnya kata anu dan yang itu dalam kalimat Man, anunya sudah diambil? dan kalimat yang itu mas, yang itu!!. Samar atau kabur maksud yang dikandung oleh kedua bentuk bahasa di atas menimbulkan perubahan makna. Perubahan itu bisa muncul karena mitra tutur memberikan tafsiran yang berbeda dengan maksud si penutur.
3. Bahasa kehilangan motivasi
Perkembangan kajian bahasa di Yunani membedakan dua pandangan tentang makna, yakni pandangan naturalistik dan pandangan konvensionalistik. Pandangan naturalistik beranggapan bahwa antara bunyi dan makna memiliki hubungan. Misalnya kata tokek, muncul akibat ada binatang yang berbunyi tokek. Kata seperti itu disebut kata yang memiliki dasar (motivasi) atau gelaja onomatope.
Suatu kata kadang-kadang kehilangan motivasi atau tidak diketahui asal-usul bentuk dan bunyinya. Jika terjadi demikian, kata itu mudah berubah. Misalnya kata buah dalam ungkapan buah baju sudah kehilangan motivasi. Hal ini sesuai dengan pandangan konvensionalistik bahwa hubungan antara bunyi dan maknanya bersifat konvensasional atau sesuai dengan perjanjian sosial. Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara bunyi dan maknanya.
4. Bahasa memiliki struktur leksikal
Struktur leksikal adalah berbagai hubungan makna dalam leksikon atau kosakata seperti sinonimi, antonimi, homonimi, dan polisemi. Akibat adanya struktur leksikal, makna dalam suatu bahasa akan mudah berubah. Contohnya buku, pukul, dan bisa pada kasus homonimi.
5. Bahasa bermakna ganda
Istilah makna ganda atau aneka makna lazimnya disebut polisemi. Kata-kata yang bermakna ganda atau berpolisemi jika dipakai dalam kalimat akan mempermudah perubahan makna, karena tafsiran yang berbeda dari mitra tuturnya.
B. Jenis Perubahan Makna
1. Meluas (Generalisasi)
Makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain (Chaer, 2009:140). Kemudian, menurut Tarigan (2009: 79), generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus kepada yang lebih umum, atau dari yang lebih sempit kepada yang lebih luas. Sedangkan menurut Sudaryat (2009:51), generalisasi atau perluasan makna adalah proses perubahan makna kata dari makna yang khusus (sempit) menjadi makna yang luas (umum).
Berdasarkan pengamatan, meluasnya komponen makna sebuah kata dapat pula disebabkan oleh rendahnya frekuensi penggunaan sebuah kata. Makna kata yang jarang digunakan ini kemudian dipindahkan kepada bentuk imbangannya yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi. Misalnya, kata mahasiswa dan kata siswa dalam pemakaian bahasa Indonesia sekarang ini tidak hanya mengacu kepada "mahasiswa atau pelajar" yang berjenis kelamin pria, tetapi juga pelajar yang berjenis kelamin wanita, sehubungan dengan semakin rendahnya frekuensi pemakaian kata mahasiswa dan siswi.
Contoh lain perluasan makna adalah kakak, ibu, adik, dan bapak.
Kakak yang sebenarnya bermakna saudara sekandung yang lebih tua, meluas maknanya menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih tua. Begitu pula dengan adik yang bermakna sebenarnya adalah saudara sekandung yang lebih muda, meluas menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih muda.
2. Menyempit (Spesialisasi)
Menurut Chaer (2009:142), yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Selanjutnya, menurut Tarigan (2009:81), proses spesialisasi atau pengkhususan penyempitan mengacu kepada suatu perubahan yang mengakibatkan makna kata menjadi lebih khusus atau lebih sempit dalam aplikasinya. Sedangkan, menurut Sudaryat (2009:52), spesifikasi atau penyempitan makna adalah proses perubahan makna kata dari makna yang baik (tinggi) menjadi makna yang khusus (sempit).
Sebagai contoh kata motor di dalam bahasa aslinya menunjukkan pada semua alat penggerak. Di dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian mengalami penyempitan makna, yakni sepeda motor. Selanjutnya kata kitab yang berasal dari bahasa arab semula bermakna semua jenis buku. Pada saat sekarang ini, kata kitab hanya digunakan untuk menunjuk buku-buku suci atau buku-buku keagamaan. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan, kemudian hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum.
3. Perubahan Makna Perubahan Total
Menurut Chaer (2009:142), yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Sebagai contoh kata ceramah pada mula berarti cerewet atau banyak cakap, tetapi kini berarti pidato atau uraian mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak. Kemudian, kata pena pada mulanya berarti bulu. Kini maknanya sudah berubah total karena kata pena berarti alat tulis yang menggunakan tinta. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya.
4. Membaik (Ameliorasi)
Perubahan makna membaik di sebut juga dengan ameliorasi atau amelioratif. Kata ameliorasi berasal dari bahasa latin "melior" atau lebih baik, berarti membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih anggun, lebih halus. Dengan kata lain amelioratif mengacu kepada peningkatan makna kata; makna baru dianggap lebih baik atau lebih tinggi nilainya dibanding makna dulu (Tarigan, 2009:83). Menurut Putu (2011:94), proses amelioratif adalah kata-kata yang semula memiliki makna berdenotasi buruk di dalam perkembangannya atau pertumbuhan bahasa kadang dapat diubah menjadi baik.
Perubahan makna membaik ini hampir sama dengan perubahan makna penghalusan disebut juga eufemia merupakan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia (Chaer, 2009:143). Menurut Sudaryat (2009:52), ameliorasi atau peninggian makna adalah proses perubahan makna dari makna yang kurang baik (rendah) menjadi makna yang lebih baik (tinggi).
Kata wanita semula berasal dari bahasa Sansekerta Vanita yang maknanya sama dengan 'perempuan'. Akan tetapi, di dalam perkembangannya kata ini mengalami proses perubahan makna yang membaik, sedangkan kata perempuan mengalami perubahan makna yang memburuk. Sebagai contoh lain, yaitu kata istri lebih baik, lebih hormat daripada bini; kata melahirkan lebih baik, lebih hormat daripada beranak; kata meninggal dunia lebih baik, lebih hormat daripada mati; dan lain sebagainya.
5. Memburuk (Peyorasi)
Perubahan makna memburuk disebut juga peyorasi atau peyoratif. Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin 'pejor' yang berarti jelek, buruk. Peyorasi adalah suatu proses perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah daripada makna semula (Tarigan, 2009: 85). Sedangkan menurut Sudaryat (2009:52), peyorasi atau penurunan makna adalah proses perubahan makna yang baik (tinggi) menjadi makna yang kurang baik (rendah). Hampir sama dengan perubahan makna pengasaran yang disebut juga disfemia. Pengasaran merupakan usaha untuk menggantikan kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Berlawanan dengan perkembangan makna kata wanita, perkembangan makna kata perempuan mengalami perubahan yang memburuk. Kata perempuan pada masa yang lalu memiliki nilai rasa netral. Kata perempuan pada zaman dahulu sering digunakan untuk menamai gerakan, perkumpulan, atau organisasi-organisasi masa. Pada masa sekarang, sehubungan dengan adanya perubahan yang memburuk itu, kata ini diganti dengan kata wanita. Saat ini, tidak ada organisasi atau kesatuan kewanitaan yang menggunakan kata perempuan, tetapi menggunakan kata wanita. Sebagai contoh, Ikatan Sarjana Wanita Indonesia, Polisi Wanita, Wanita Angkatan Udara, dan lain sebagainya. Contoh lain kata yang memburuk adalah kata pelacur dirasakan lebih kasar daripada wanita tunasusila, kata bunting dirasa lebih kasar daripada hamil, kata penjara dirasa lebih kasar daripada lembaga permasyarakatan, dan lain-lain.
Sebagai contoh lain, kata atau ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Liem Swie King sudah masuk kotak; kata mencaplok dipakai untuk menggantikan kata mengambil dengan begitu saja, seperti dalam kalimat Dengan seenaknya Israel mencaplok wilayah Mesir; kata menjebloskan yang dipakai untuk mengganti kata memasukkan, seperti dalam kalimat Polisi menjebloskannya ke dalam sel.
Tetapi banyak juga kata yang sebenarnya kasar yang sengaja digunakan untuk memberikan tekanan tetapi tanpa terasa kekasarannya. Misalnya kata menggondol yang biasanya dipakai untuk binatang seperti Anjing menggondol tulang; tetapi digunakan seperti dalam kalimat Akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol piala Thomas Cup.
6. Pertukaran Makna (Sintesia)
Menurut Sudaryat (2009:53), pertukaran makna adalah proses perubahan makna yang terjadi sebagai akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Selanjutnya menurut Tarigan (2009:88), sintesia adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda.
Sebagai contoh dalam kalimat berikut.
a) Suaranya sedap betul didengar
b) Namanya sudah harum
Dari kedua contoh kalimat tersebut kata sedap dan harum itu merupakan tanggapan dari suatu indera. Kata sedap dari indera perasa sedangkan kata harum dari indera pencium. Tetapi, pada kalimat di atas dipakai sebagai tanggapan indera pendengaran.
7. Persamaan Makna (Asosiasi)
Persamaan makna adalah proses perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara dua kata atau lebih (Sudaryat, 2009:53). Menurut Tarigan (2009:90), asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat.
Sebagai contoh dalam kalimat berikut.
a) Jika ingin mudah bekerja harus memakai amplop.
b) Saya naik Garuda ke Surabaya.
Kata amplop yang terdapat dalam kalimat pertama itu berasosiasikan dengan uang sogokan, sedangkan kata garuda (yang bermakna sebangsa burung elang besar) diasosiasikan dengan pesawat udara atau kapal terbang.
8. Penggantian makna (Metonimia)
Penggantian makna adalah proses perubahan makna yang terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama. Metonimia diklasifikasikan berdasarkan tempat, waktu, isi, kulit, sebab-akibat, dan sebagainya (Sudaryat, 2009:53).
Sebagai contoh, (a) Istana merdeka mengganti Presiden RI, (b) Ohm, ampere, watt mengganti istilah dalam elektroik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mansoer, Pateda. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudaryat, Yayat. 2009. Makna Dalam Wacana Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmatik. Bandung: CV. Yrama Widya.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2011. Semantik Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.