SATUAN ACARA PENYULUHAN PADA ANAK USIA PRE SCHOOL
Topik : RANCANGAN BELAJAR PADA ANAK USIA PRE SCHOOL Sasaran : Orang Tua dan masyarakat Hari/ tgl : Senin, 21 Februari 2017 Waktu : 30 menit Tempat : Posyandu
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mengikuti penyuluhan, orang tua mampu memahami tentang kebutuhan belajar pada anak usia pre school.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan orang tua mampu: 1. Menjelaskan tentang tumbuh kembang anak usia pre school (>3-6 tahun) 2. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan usia pre school (>3-6 tahun) 3. Menjelaskan tentang kegiatan bermain untuk anak usia pre school (>3-6 tahun) 4. Menjelaskan tentang aplikasi terhadap pembelajaran
C. MATERI Materi terlampir
D. METODE Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah: - Ceramah - Tanya jawab
E. MEDIA Adapun media yang digunakan adalah : - Ppt
F. SASARAN Semua orang tua yang memiliki anak terutama anak usia pre school.
G. MANFAAT 1. Bagi Mahasiswa Sebagai media untuk perinteraksi orang tua yang m emiliki anak terutama usia pre school. 2. Bagi orang tua Menambah wawasan orang tua tentang kebutuhan anak dalam belajar pada usia anak pre school.
H. MATERI 1. Menjelaskan tentang tumbuh kembang anak usia pre school (>3-6 tahun) 2. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan usia pre school (>3-6 tahun) 3. Menjelaskan tentang kegiatan bermain untuk anak usia pre school (>3-6 tahun) 4. Menjelaskan tentang aplikasi terhadap pembelajaran I. EVALUASI Tanya jawab langsung saat proses dan setelah proses p enyuluhan selesai. J. KEGIATAN PENYULUHAN NO. 1.
WAKTU KEGIATAN Pembukaan
KEGIATAN - Mengucapkan salam
RESPON - Menjawab salam
5 menit
- Memperkenalkan diri
- Memperhatikan
- Menjelaskan judul materi dan tujuan yang ingin dicapai oleh orang tua.
- Memperhatikan
2.
Isi (Penyampaian materi) 10 Menit
1. Menjelaskan tentang tumbuh kembang anak usia pre school (>36 tahun) 2. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan usia pre school (>3-6 tahun) 3. Menjelaskan tentang kegiatan bermain untuk anak usia pre school (>3-6 tahun)
- Mendengarkan dan memperhatikan - Mendengarkan penjelasan - Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan. - Mendengarkan penjelasan
4. Menjelaskan tentang aplikasi terhadap pembelajaran. 3.
Penutup
- Memberikan kesempatan peserta untuk bertanya.
5 menit - Memberikan kesimpulan materi yang sudah diberikan - Evaluasi - Penutup dengan mengucapkan salam
K. EVALUASI Ø Evaluasi Struktur - Semua orang tua hadir atau ikut serta dalam kegiatan penyuluhan - Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan - Pengorganisasian dilakukan di ruang Ø Evaluasi Proses - orang tua antusias terhadap materi penyuluhan - orang tua tidak meninggalkan tempat sebelum k egiatan selesai - orang tua terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
- Bertanya - Mendengarkan - Menjawab pertanyaan yang diberikan - Menjawab salam.
Ø Evaluasi Hasil 1. Menjelaskan tentang tumbuh kembang anak usia pre school (>3-6 tahun) 2. Menjelaskan tentang pengertian pendidikan usia pre school (>3-6 tahun) 3. Menjelaskan tentang kegiatan bermain untuk anak usia pre school (>3-6 tahun) 4. Menjelaskan tentang aplikasi terhadap pembelajaran
MATERI PENYULUHAN
RANCANGAN BELAJAR PADA USIA PRE SCHOOL
1. TUMBUH KEMBANG ANAK USIA PRE SCHOOL (>3-6 TAHUN) a. Pertumbuhan Fisik
Anak pre school umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak. Otot-otot besar pada anak pre school lebih berkembang dari kontrol ter hadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit, seperti mengikat tali sepatu. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft).
b. Perkembangan Motorik Di usia pre school, gerakan tangan anak (handstroke) sudah pada taraf membuat pola (pattern making). Ini tingkat paling sulit karena anak harus membuat bangun/bentuk sendiri. Jadi, betul -betul dituntut hanya mengandalkan imajinasinya. Sedangkan pada keterampilan motorik kasar, anak usia pre school sudah mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan-gerakan seperti berlari, memanjat, naik-turun tangga, melem par bola, bahkan melakukan dua gerakan sekaligus seperti melompat sambil melempar bola. c. Perkembangan Kreativitas Kreativitas imajiner (orang, benda, atau binatang yang diciptakan anak dalam khayalannya) dan animasi (kecenderungan mengganggap benda mati sebagai benda hidup) yang merupakan kr eativitas awal di masa batita sudah mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, anak pre school cenderung melakukan dusta putih (white lie) atau membual. Tujuannya bukan untuk m enipu orang lain, tapi karena ia merasa yakin hal itu benar. Ia ingin bualannya didengar. Perlu diketahui, pada masa presekolah, anak sudah mulai menunjukkan ego dan otoritasnya. Misal, ia melihat seekor naga hitam m elintas di depan rumah. Anak ini merasa yakin dan ingin orang lain juga turut meyakininya.
Kelak, sejalan dengan pertambahan usianya dimana anak mulai membedakan antara khayalan dan kenyataan, kebiasaan membual mulai hilang. Sebaliknya, orang dewasa juga jangan membiarkan anak untuk terus-terusan membual berlebihan. Sebab, bila hal ini dibiarkan, membual dan m elebihlebihkan yang dilakukan dengan tujuan mengesankan orang lain, malah berbuah menjadi kebohongan yang mungkin menjadi kebiasaan. d. Perkembangan Emosi Salah satu tolak ukur kepribadian yang baik adalah kematangan emosi. Semakin matang emosi seseorang, akan kian stabil pula kepribadiannya. Untuk anak usia pre sekolah, kemampuan mengekspresikan diri bisa dimulai dengan mengajari anak mengungkapkan emosinya. Jadi, anak pre school dapat diajarkan bersikap asertif, yaitu s ikap untuk menjaga hak-haknya tanpa harus merugikan orang lain. Saat mainannya direbut, kondisikan agar anak melakukan pembelaan. Entah dengan ucapan, semisal, “Itu mainan saya. Ayo kembalikan!”, atau dengan mengambil kembali mainan tersebut tanpa membahayakan siapa pun. Ciri Emosional Pada Anak Pre school: a) Anak TK cenderung mengekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. b) Iri hati pada anak pre school sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan per hatian guru.(Ananda 2010). e. Perkembangan Sosial Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma -norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidu pan sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat. Usia pre school memberi kesempatan luas kepada anak untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Di usia inilah ia mulai melihat dunia lain di luar dunia r umah bersama ayah-ibu. Kemampuan bersosialisasi harus terus diasah. Sebab, seberapa jauh anak bisa meniti kesuksesannya, amat ditentukan oleh banyaknya relasi yang sudah dijalin. Banyaknya teman juga membuat anak tidak gampang stres karena ia bisa lebih leluasa memutuskan kepada siapa akan cur hat. 2. PENGERTIAN PENDIDIKAN USIA PRE SCHOOL (>3-6 TAHUN) Pendidikan pre school adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan per kembangan jasmani dan rohani anak didik di luar dilingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan pre
school antara lain meliputi pendidikan Taman Kanak-kanak, terdapat di jalur sekolah, dan Kelompok Bermain, serta Penitipan Anak di jalur luar sekolah. Taman Kanak-kanak diperuntukan anak usia 5 dan 6 tahun untuk satu atau dua tahun pendidikan, sementara kelompok ber main atau penitipan anak diperuntukan anak paling sedikit berusia tiga tahun. 3. KEGIATAN BERMAIN UNTUK ANAK USIA PRE SCHOOL (>3-6 tahun) a. Pengertian Bermain Pengembangan kemampuan anak usia pre school dilakukan melalui kegiatan bermain, karena dunia anak adalah dunia bermain. Ahmadi (19991: 69) memberikan pengertian “Bermain adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas dasar kehendak diri sendiri, beb as tanpa paksaan dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan pada waktu mengadakan kegiatan tersebut”. Buchori (1978: 118) juga memberikan batasan bermain, yaitu “gejala kodrati anak yang d apat diamati di mana ia hidup dengan latar belakang budaya apapun”. S elanjutnya Piaget yang dikutip oleh Hurlock (1985: 290) mengatakan “Play consist of responses repeated purely for functional pleasure.”. Dari ketiga pendapat tersebut bermain dapat diartikan sebagai perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri secara alamiah, tanpa paksaan dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan pada waktu mengadakan kegiatan bermain. b. Fungsi Bermain Bagi Anak Bermain secara umum telah diakui sangat penting bagi kesejahteraan manusia, baik bagi orang dewasa, terlebih bagi anak-anak. Menurut Spencer dalam Mo nks (1992), bermain mempunyai fungsi menyalurkan sisa-sisa energi. Menurut Isaac dalam Cohen (1977) b ermain mempunyai tiga fungsi mayor yaitu:
Mengarahkan pada penemuan, penalaran, dan pemikiran. Sebagai jembatan dalam hubungan sosial. Mengarahkan pada keseimbangan emosi.
Sedangkan Harfley dalam Moeslichatoen (1999) menyebutkan delapan fungsi bermain, yaitu:
Menirukan orang dewasa. Dapat memerankan kehidupan nyata dengan cara yang sungguh dan berse mangat. Untuk mengekspresikan hubungan dan pengalaman. Untuk mengekspresikan kebutuhan dan pengalaman. Membebaskan impuls-impuls yang tidak diterima. Dapat membalikkan peran yang diterima. Sebagai cermin pertumbuhan. Untuk memecahkan problem dan bereksperimen.
Vygotsky (dalam Robin, 1983) yang banyak meneliti perkembangan bahasa menyebutkan bahwa permainan menimbulkan pengertian tentang mana objek dan mana tindakan, kedua pengertian ini berkembang sejalan dengan keterampilan penggunaan bahasa. Piaget (dalam Rubin, 1983) terkenal dalam perkembangan kognitif menyatakan bahwa permainan mengembangkan intelektual anak, karena dalam bermain terjadi tambahan pengetahuan baru dari objek yang tidak terdapat di dalam struktur kognitifnya. Sarjono (1987) meyebutkan ada 6 fungsi yang dapat dikembangkan melalui bermain, yaitu mengembangkan fisiknya, panca inderanya, kemampuan berpikirnya, konsentrasinya, bahasanya, serta daya ingat dan kualitasnya secara keseluruhan. Dalam kaitan antara bermain dan perkembangan anak, ada beberapa hal yang mem punyai peranan penting bagi perkembangan aspek-aspek anak, antara lain adalah bentuk-bentuk per mainan, alat permainan, dan tutor yang membimbing bermain. c. Peran Tutor dalam Membimbing Bermain Anak Berkaitan dengan peran pembimbing bermain, Bjorkland (dalam Soem iarti, 1995: 89) menyatakan ada lima peranan tutor yang perlu dipenuhi, yaitu:
Sebagai Pengamat
Dalam tugasnya sebagai pengamat, tutor harus mengamati (1) interaksi anak dengan anak lain, serta interaksi anak dengan benda-benda, (2) para tutor haru s mengamati lamanya waktu anak bertahan dalam suatu permainan, dan (3) mengamati apakah ada anak yang mengalami kesulitan dalam bermain dan bergaul dengan teman sebayanya.
Sebagai Elaborator
Apabila anak-anak sedang bermain sebagai dokter, tutor perlu menyediakan alat-alat yang biasanya dipergunakan oleh dokter dalam bentuk miniatur. Bahkan tutor dapat ber pura-pura menjadi pasiennya. Dalam melakukan tugasa elaborasi, tutor dapat mengajukan pertanyaan -pertanyaan yang akan merangsang anak mengembangkan daya pikirnya melalui peran yang sedang dilakukannya sebagai dokter.
Sebagai Model
Tutor yang menghargai nilai bermain selalu akan berusaha menjadi model dal am kegiatan bermain anak. Sebagai contoh: (1) tutor selalu mencari kesempatan ikut duduk bersama anak yang sedang bermain balok, dan ikut menempatkan salah satu atau dua balok dalam susunan bangunan yang dibuat amak. (2) Tutor juga dapat bergabung dalam permainana drama. Tujuannya memberikan model perilaku yang bermanfaa tentang bagaimana memasuki suatu kelompok bermain, atau memberikan respon-respon yang dapat membantu agar permainan dapat ber lanjut atau berlangsung lancar. (3) kadang-kadang tutor dapat memberikan model perilaku agar suatu e pisode permainan dimulai atau
kembali pada alur yang sebenarnya apabila per mainan itu dianggap menyimpang dari tujuan semula dan membawa efek negatif. Contoh anak-anak yang memainkan peran-peran tertentu dari acara TV dapat memainkannya dengan saling mengajar dan saling menangkap tanpa tujuan yang jelas. Di sini tutor dapat mengajukan pertanyaan tentang tujuan dari peran-peran yang dibawakan anak-anak, serta mendemonsrasikan bagaimana peran itu dimainkan tanpa perlu berlari saling mengejar di dalam r uang.
Sebagai Evaluator
Tutor bertugas sebagai pengamat dan melakukan penilaian terhadap sejauh mana kegiatan bermain yang dilakukan anak-anak akan memenuhi kebutuhan masing-masing anak. Sebagai evaluator tutor bertigas mengenali apakah dalam kegiatan bermain, anak-anak mengembangkan aspek akademik, sosial, kecerdasan atau jasmaninya. Dalam melakukan evaluasi kegiatan belajar melalui bermain harus dikaitkan dengan materi, lingkungan dan kegiatan yang telah dirancang dalam tujuan kurikulum, dan apabila diperlukan dapat dirubah tatanannya.
Sebagai Perencana
Tutor harus merencanakan suatu pengalaman-pengalaman baru agar anak-anak terdor ong untuk mengembangkan minat mereka. Misalnya, ada orang tua anak, pekerjaannya sebagai penjual sepatu, orang tua tersebut diminta datang untuk berbagi pengalaman dengan anak tentang apa saja yang dilakukan selama bekerja sebagai penjual sepatu. Pada suatu kegiatan belajar mel alui bermain, tutor menata kelas seolah-olah toko sepatu, kursi-kursi dan tempat pe mbayaran. Murid-murid diajak menyebutkan bermacam bentuk sepatu dan mungkin me nggambar sepatu mereka masing-masing, serta kegiatan sejenis lainnya. 4. APLIKASI TERHADAP PEMBELAJARAN Sesuai dengan teori behavioristik bahwa anak belajar bahasa melalui proses imitasi dengan bahasa orang lain. Pada usia dini, proses imitasi dilakukan di lingkungan terdek at yaitu keluarga. Akan tetapi, apabila kedua orang tuanya bekerja dan tidak memungkinkan merawat sendiri anaknya pada jam kerja, solusi terbaik adalah dengan menitipkan anak di tempat penitipan anak terdekat. Hal ini demi kelangsungan perkembangan fisik maupun psikisnya. Karena tempat penitipan anak merupakan lembaga resmi yang khusus menangani anak sekaligus mengasuh dan mendidiknya. Anak yang dititipkan di tempat penitipan anak, proses imitasinya didapat dari pengasuh (tutor) dan teman sepermainannya. Dalam hal ini, pengasuh atau tutor dapat memberikan stimulasi kemampuan berbahasa melaui kegiatan “bermain sambil belajar”. Stimulasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kosakata. Dengan pola pendidikan “bermain sambil belajar”, anak akan meras a nyaman dan senang dalam memahami kosakata-kosakata baru sehingga anak tidak merasa tertekan atau merasakan suatu paksaan. Anak yang mempunyai perbendaharaan kosakata yang banyak akan mamapu berbahasa dengan baik dan lancar.
Vygostky yang dikutip oleh Fred Ebbeck (1998: 1) menyatakan bahwa bahasa dikuasai anak pertama kali secara kolaboratif bersama kaum dewasa, atau pasangan yang lebih kompete n. Kemudian diintelegensikan dan secara sadar digunakan sebagai alat berfikir dan alat kontrol. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan kemampuan berbahasa anak, tutor selaku ‘orang dewasa’ di tempat penitipan anak harus melakukan hal-hal di bawah ini:
Harus menjadi pendengar yang baik. Biarkan anak melihat apa yang anda rasakan dengan cara mencocokkan apa yang anda lakukan dengan ekspresi wajah anda. Biarkan anak melihat apa yang anda maksudkan dengan cara mencocokkan apa yang anda lakukan dengan apa yang anda katakan. Beraktinglah ketika anak mengartikan percakapan anda. Bantulah anak memahami keseluruhan komunikasi dengan mengaitkan apa yang anda katakan dengan situasi nyata (Fred Ebbeck, 1998: 1).
Hal tersebut di atas dapat dilakukan dengan bermain. Adapun alat-alat bermain yang sesuai dengan bentuk permainan menurut Atmodwirjo (1994/1995: 5) antara lain:
Perosotan, papan keseimbangan, alat memanjat, bersepeda untuk bentuk permainan di luar. Boneka, topeng, dan benda-benda yang mempunyai fungsi ser ba macam untuk bentuk bermain imajinatif, dan bentuk bermain berpura-pura. Alat masak, rumah-rumahan dan perabotannya, alat-alat untuk makan dan minum, dan sebagainya. Balok-balok untuk bentuk bermain konstruktif. Air, pasir untuk bentuk bermain dengan material alam. Ungkapan kreatif untuk bentuk bermain seni.
Beberapa alat permainan di atas dapat diaplikasikan pada p embelajaran berbahasa anak pre school, Misalnya: Bersepeda (untuk anak usia 4-5 tahun dengan sepeda roda tiga) Tutor mengajak anak bermain sepeda di luar r umah, sambil melihat dan memperhatikan berbagai benda atau pemandangan (objek baru) yang dilihatnya sambil menyebutkan namanya. Alat masak dan rumah-rumahan beserta perabotnya Tutor bermain masak-masakan dan rumah-rumahan bersama anak-anak. Tutor dapat membantu mengambilkan peralatan sambil menyebutkan namanya. Atau tutor menyuruh anak mengambil barang yang namanya telah disebutkan. Balok-balok (berwarna-warni) Dengan bermain balok, anak dapat belajar menyebutkan macam-macam warna d an bentuk.
Ungkapan kreatif Tutor bermain drama bersama anak-anak. Tutor mengucapkan ungkapan-ungkapan kreatif kepada anak, agar anak dapat memahaminya dan menirukannya sebagai khasanah kosakatanya. Beberapa permainan di atas merupakan sebagian kecil contoh permainan yang dapat dilakukan oleh tutor maupun orang tua sebagai media pembelajaran bahasa dengan teknik “bermain sambil belajar”. Pada waktu bermain, anak merasa senang. Hal ini dapat memicu kerja otak dan menurunkan ketegangan syaraf anak sehingga anak dapat mencapai kondisi alfa yaitu kondisi terbaik untuk belajar. Dalam kondisi itu, seseorang atau anak akan mudah me ngingat apa yang telah dipelajarinya daripada ketika kondisi syaraf tegang dan penuh paksaan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ‘bermain sambil belajar’ merupakan salah satu cara yang terbaik untuk mengoptimalkan kemampuan anak, termasuk kemampuan berbahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Ibudanmama.com/pola-asuh/3-6tahun/7-tanda-kesiapan-anak-untuk-masuk-preschool/ Pgtk-darunnajah.blogspot.in/2011/03/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-usia.html?m=1 Regulerceria.blogspot.in/2013/12/perkembangan-usia-prasekolah-4-6-tahun.html?m=1
PROMKES
SATUAN ACARA PENYULUHAN KEBUTUHAN BELAJAR (PRE SCHOOL)
OLEH :
REZKI FEBRIANTI JUFRI PO714201151041
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR D.IV KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2017