Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar KARAKTERISTIK ANAK USIA SD
Pertumbuhan Fisik atau Jasmani 1. Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anakanak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif re latif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain. 2. Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. 3. Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak. 4. Orang tua harus selalu memperhatikan memperhat ikan berbagai macam penyakit yang sering ka li diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.
Perkembangan Intelektual dan Emosional 1. Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa. 3. Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak. 4. Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak. 5. Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya orang tua tu a berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak. 6. Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat posi po sitif tif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.
Perkembangan Bahasa Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 ± 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa
berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya. Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: (a) sebagai pemuas kebutuhan, (b) sebagai alat untuk menarik orang lain, (c) sebagai alat untuk membina hubungan sosial, (d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri, (e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, (f) untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a) kematangan alat berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan (f) bimbingan dari orang tua. Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap 1. Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif. 2. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas. 3. Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi. 4. Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak ada lah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi. Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.
Arti Belajar Penting ditanamkan pada anak usia sekolah
Usia sekolah yang berada antara rentang umur 5 ± 12 tahun merupakan tahap perkembangan anak yang melibatkan aspek sekolah dalam kehidupannya. Para orangtua berkeyakinan bahwa tugas orangtua adalah bekerja dan mengasuh, sementara tugas anak pada rentang usia tersebut difokuskan untuk BELAJAR. Pengertian belajar di sini adalah dikaitkan dengan tugas mereka sebagai murid sekolah. Di beberapa ceramah untuk orangtua, kerap dicoba dilontarkan sebuah pertanyaan kepada mereka ´Apa yang Bapak/Ibu maksud sebagai belajar?´. Hampir 90% orangtua sepakat bahwa belajar adalah mengerjakan PR. Itulah kenyataan di Jakarta bahwa orangtua dipusingkan dengan pekerjaan rumah atau PR anaknya saat pulang dari kantor. Ketika kita mengaitkan belajar dengan membuat PR maka secara sengaja atau tidak kita telah terlalu menyederhanakan arti kata BELAJAR.
Sebagian orangtua masih memandang belajar sebagai proses perolehan pengetahuan yang pasif dengan materi yang terstruktur dan hasil belajar yang dapat diramalkan. Biasanya jika menjelang musim ulangan, orangtua sibuk mencari aneka soal-soal ulangan tahun sebelumnya. Bahkan ada yang namanya ¶gang soal¶ yaitu sekumpulan orangtua pemburu soal-soal ulangan. Dari sudut pandang orangtua hal itu bisa dimengerti karena materi pelajaran yang luar biasa padat menyebabkan kita mudah panik. Kekhawatiran yang muncul dari orangtua adalah ´Apakah anak saya bisa naik kelas ya?´ ´Duh«. soal ulangan kerap tidak ada yang di buku.´ ´Satu hari 3 ulangan, bagaimana belajarnya?!´ Jadilah profesi orangtua bertambah menjadi pemburu soal. Dalam memegang teguh keyakinan belajar sebagai proses yang pasif, kita menjadi lebih heboh ketika anak menjelang ulangan atau ujian. Kepanikan orangtua terhadap pendidikan anak juga menjadi semakin besar dengan kurikulum pendidikan kita yang ¶moody¶. Para desainer pendidikan boleh saja bosan dan ingin selalu memperbaru kurikulum, tetapi apa iya sudah mengukur dampak dari ¶sikap bosannya¶ terhadap pelaku pendidikan seperti guru dan sekolah? Dampaknya, yang kena anak-anak kita juga. Rasanya tidak akan ada habisnya jika kita menghujat para pembuat kurikulum. Nah, lebih baik kita banting kemudi dan meyakini pandangan Stephen Covey si pencetus ´7 Habits of Highly Effective People´ yang mengatakan daripada kita pusing dengan hal-hal yang sulit diubah,
mulailah inisiatif perubahan dari diri kita sendiri. Apa yang bisa k ita lakukan untuk anak k ita agar proses belajarnya dapat lebih baik? Kembali ke fokus pembahasan pada anak usia sekolah, pikiran kita tergelitik ´Apa iya mereka akan dijejali pengetahuan yang semakin lama semakin banyak jumlahnya dan tidak terbendung lagi? Bukankah belajar tidak akan asyik jika kegembiraan dalam belajar tidak melihat pada proses belajar itu sendiri?´ Abbott (dalam Watkins dkk, 2000) meneguhkan bahwa Learning [is] that reflective activity which enables the learner to draw upon previous experience to understand and evaluate the present, so as to shape future action and formulate new knowledge. Dari definisi tersebut dapat ditarik pengertian bahwa belajar ada lah proses yang aktif untuk memahami hal-hal baru dengan pengetahuan yang kita miliki. Di sini terjadi penyesuaian dari pengetahuan yang sudah kita miliki dengan pengetahuan baru. Dengan kata lain, ada tahap check and re-check terhadap informasi tersebut, apakah pengetahuan yang kita miliki masih relevan atau kita harus memperbaru pengetahuan kita. Kalau pengertian belajar seharusnya seperti di atas, lalu proses seperti apa yang harus dilalui seorang anak dalam belajar? Schunk dan Zimmerman (2001) memperkenalkan konsep ¶SELFREGULATED LEARNING¶. Siswa yang diasumsikan termasuk kategori ¶self-regulated¶ adalah siswa yang aktif dalam proses belajarnya, ba ik secara metakognitif, motivasi, maupun perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu yang efektif dalam memproses informasi. Sedangkan motivasi berbicara tentang semangat belajar yang sifatnya internal. Adapun per ilaku, ditampilkannya adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar. Apakah setelah belajar lalu anak selesai begitu saja? Dalam proses belajar tersebut ada pula loop yaitu proses monitoring terhadap keefektifan strategi yang telah diterapkan. Kesadaran anak memilih dan menggunakan strategi belajar tertentu akan membedakan anak yang belajar benar dan anak yang belajar sekedarnya. Anak yang berusaha memahami materi bacaan dengan
mencari kata kunci, lalu membuat flowchart sebagai ringkasan, dan kemudian menceritakan ulang isi suatu materi bacaan dengan pengertiannya sendiri akan berbeda jauh penguasaan materinya dengan anak yang hanya menggunakan cara menghafal saja. Nah, bisakah kita mengajak anak kita menjadi ¶self-regulated¶? Tentu saja bisa, berikut ad alah tips sederhana yang dapat dilakukan oleh orangtua agar anaknya senang belajar.
Sebagai orangtua, jadilah model atau tokoh panutan terhadap standar perilaku yang diharapkan. Dari anak kita mulai berbicara, ajak mereka untuk melihat apa yang menjadi dasar berpikirnya. Misalnya, ´Kamu suka mobil ya, bagian mana atau apanya yang kamu suka?´ Mengajukan pertanyaan yang sifatnya terbuka melatih anak untuk menyadari pikiran dan tindakannya. Ketika anak duduk di SD, mereka membutuhkan model dari orangtua dalam belajar. Pada tahap persiapan, dorong dan pujilah usaha anak untuk mencari buku, melihat kelengkapan alat tulis, dan materi yang terkait. Peran reinforcement (penguat) akan membantu pe mbentukan perilaku tersebut. Contoh penguat yang cukup manjur adalah pujian seperti ´Kakak hebat ya sudah bisa mengambil sendiri buku yang akan dipelajari sesuai dengan jadual hari ini´. Pe mberian checklist akan membantu anak melihat proses tersebut sudah dilalui dengan tepat. Dalam proses belajar, kita perlu ada di dekat anak pada waktu awal-awal sekolah. Kita mau membentuk perilaku anak, jadi kita pun perlu hadir mendampingi. Dalam membaca materi bacaan, dukung anak untuk membaca dengan tempo yang lambat sesuai dengan tanda baca. Jelaskan kepada anak pentingnya memahami pokok dari cerita dari setiap paragraf. Lalu berikan anak kesempatan untuk mencari kata kunci. Perhatikan channel belajar anak. Anak yang visual akan sangat senang membuat ringkasan yang bisa nyaman dilihat secara visual, misalnya dengan mindmapping atau membuat flowchart. Sementara itu, anak yang auditory akan terbantu belajarnya dengan cara mencoba menceritakan ulang apa yang ia pelajari. Anak yang kinestetik lebih mudah memahami dengan memperagakan. Apapun channel belajar anak, semakin banyak kita memanfaatkan media belajarnya maka anak semakin paham. Pada saat anak tidak mengerti, maka kita tidak perlu segera memberitahu jawabannya. Pancing dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka tanpa memberikan penilaian. Lalu ketika selesai belajar, minta anak mengecek pemahamannya dengan menceritakan ringkasan materi yang
kemudian dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan secara mandiri. 1.
Alangkah baiknya jika langkah-langkah belajar juga dibuat checklist sehingga akan membantu
anak mengecek proses yang telah dilaluinya. 2.
Bukalah akses informasi anak kepada referensi. Sediakan buku yang memadai, ataupun
referensi seperti kamus atau ensiklopedia, termasuk pula internet. 3.
Perbanyak berdiskusi dengan anak selama belajar. Proses diskusi akan melatih anak mengasah
dasar berpikir dan sistematika berpikir. Suasana diskusi harus dibuat de mokratis sehingga anak tidak takut opininya akan disalahkan. 4.
Berikan kesempatan kepada anak untuk menjadi mandiri dalam penyelesaian tugas-tugas
sekolah baik tugas individual maupun kelompok. Ketika anak ditugaskan untuk mencari informasi tentang tugas seorang dokter maka berikan kesempatan bagi anak untuk mewawancarai salah seorang dokter lalu menuliskan resume dari wawancara. Kemudian barulah anak diminta mengaitkan tinjauan buku teks dengan hasil wawancaranya. 5.
Belajar bisa dimana saja. Artinya rasa ingin tahu anak tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pada saat anak tertarik dengan informasi tertentu, itulah saat yang tepat untuk membangun rasa ingin tahu dengan mencari pengetahuan yang lebih dalam dan mendiskusikannya dengan orangtua. Misalnya ketika kita sedang ke mall lalu anak tertarik dengan tempat parkir yang melingkar maka setiba di rumah topik tersebut dapat dijadikan bahan diskusi yang disertai dengan mencari informasi tentang konstruksi bangunan. Dengan belajar model ¶self-regulated¶ maka kegiatan belajar yang serba rapi teratur dalam arti harus duduk manis dan diam mengerjakan soal menjadi bergeser. Dalam proses belajar yang interaktif antara anak dengan materi pelajarannya maka suasananya lebih fun. Kakak dan adik dapat dilibatkan juga dalam diskusi sehingga pro ses diskusi menjadi lebih kaya. Hasilnya, pengetahuan anak jadi lebih mendalam dan anak akan senang belajar. Yang penting, proses tersebut sudah dibiasakan sejak kecil dengan wakt u belajar yang sedikit demi sedikit bertambah. Hitung-hitung sekalian menerapkan ´diet TV´. Daripada anak menonton acara TV yang tidak mendidik, atau menjadi pembelajar pasif dari program-program edukasi anak yang pun
jumlahnya masih sangat minim, mengapa t idak kita buat suasana belajar yang menjadikan anak sebagai pemeran utama dalam proses belajarnya sendiri? Self-regulated learning juga membuat anak senang belajar tanpa harus diimingi-imingi hadiah seperti ´Kalau bisa menghafal kali-kalian sampai sepuluh, nant i diberi coklat´. Self-regulated learning tidak mengenal reward semacam itu. Mengapa tidak ada reward? Ya karena reward-nya didapat dari kepuasan diri sendiri. Ketika anak sudah memahami suatu materi dapat kita rayakan dengan toss bersama dan ekspresi kegembiraan ´Kita berhasil!!´. Akhirnya, pemahaman materi menjadi reward bagi proses belajar itu sendiri. Bukankah memang begitu semestinya yang namanya belajar?
K ebutuhan
Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah .
WHO memberi batasan anak usia sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Mereka berbeda dengan orang dewasa, karena anak mempunyai ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang, sampai berakhirnya masa remaja. Anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan tubuh yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks (Nasar, 2005). Anak usia sekolah sedang mengalami: (1) Perkembangan fisik. Fisik anak usia sekolah lebih kuat dibandingkan usia dibawahnya, sehingga aktivitas fisiknya tampak lebih menonjol dan mempunyai kemampuan motorik/bermain ; (2) Perkembangan mental. Anak mempunyai minat terhadap tugas-tugas sekolah seperti membaca, menulis, berhitung dan menggambar. Mereka senang bertanya kepada orang lain (guru atau orang tua) dimana mereka sedang mengeksplorasi apa yang dilihat dan dirasakan; (3) Perkembangan emosi. Anak pada usia ini sudah mampu mengendalikan emosi. Anak sudah dapat mengendalikan emosi di lingkungannya tetapi di luar rumah kadang masih kurang; (4) Perkembangan sosial. Anak sedang mempelajari cara bersosialisasi pada peran social di masyarakat. Anak sekolah sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan seorang anak oleh
karena itu diperlukan asupan makanan yang mengandung gizi seimbang, agar proses tersebut tidak terganggu. Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana yang dia sukai. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2002). Fase usia sekolah membutuhkan asupan makanan yang bergizi untuk menunjang masa pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan tubuh akan energi jauh lebih besar dibandingkan usia sebelumnya, karena anak sekolah lebih banyak melakukan aktivitas fisik seperti bermain, berolahraga atau membantu orangtuanya. Memasuki usia 10-12 tahun, anak semakin membutuhkan energi dan zat gizi yang lebih besar dibanding anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak laki-laki dan perempuan mulai dibedakan. Gizi menjadi masalah yang penting bagi anak sekolah, karena gizi bisa mencerdaskan anak. Anak yang kekurangan gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang dapat menganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya pikir anak juga aka n kurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal. Orang tua perlu memerikan perhatian pada anak usia sekolah, karena pada umumnya mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan di luar rumah sehingga cenderung melupakan waktu makan termasuk kebiasaan makan pagi. Makan pagi yang cukup akan memenuhi kebutuhan energi selama belajar di sekolah, sekaligus mencegah penurunan kadar gula darah yang berakibat pada terganggunnya konsentrasi anak dalam menerima pelajaran di sekolah. Pola asupan makanan yang tidak seimbang pada anak usia sekolah dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kurangnya gizi dalam tubuh. Anak usia sekolah sangat memerlukan asupan makanan yang seimbang untuk menunjang tumbuh kembangnya. Anak sekolah perlu mendapat asupan gizi yang seimbang, sehingga akan tumbuh sesuai perkembangan usianya dan ada kesesuaian antara BB/umur, TB/umur dan BB/TB. Pola asupan makanan dan pengaturan
makanan untuk anak usia sekolah sangat penting dilakukan. Diet seimbang anak usia sekolah yang baik adalah rendah lemak, tinggi kalsium dan adekuat tapi kalorinya tidak berlebihan. Syarat pemberian makanan bagi anak antara lain : (1) memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umurnya; (2) susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang; (3) bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali anak; (4) memperhatikan kebersihan perorangan/anak dan lingkungan. Satu permasalahan gizi yang dapat muncul sebagai akibat rendahnya kualitas makanan yang dikonsumsi adalah stunting pada anak. Stunted (short stature) atau yang disebut tinggi badan per panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama. ³Ada yang menetapkan short stature, yaitu apabila panjang badan at au tinggi badan menurut umur sesuai dengan jenis kelamin anak kurang dari 5 percentile standar,´ ujar Prof. Hamam Hadi, M.S., Sc.D., Sp.GK, Ketua Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Ke dokteran (FK)-UGM, di sela-sela persiapan Seminar Nasional Optimalisasi Potensi Anak Stunted d i Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Hamam Hadi didampingi oleh beberapa panitia lain, yakni Dr. dr. Radjiman, Toto Sudargo, S.K.M., M.Kes., dan R. Dwi Budiningsari, S.P., M.Kes. Anak yang pendek dapat disebabkan oleh asupan gizi yang buruk atau menderita penyakit infeksi berulang. Di Indonesia, lebih dari sepertiga (36, 1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek ketika memasuki usia sekolah yang merupakan indikator adanya kurang gizi kronis. Sayangnya, penurunan jumlah anak yang mengalami stunted ini tidak terlalu signifikan setiap tahunnya. ³Sebagai gambaran saja, untuk anak gizi kurang, tahun 2007 ada 18,4% dan tahun 2010, 17,9%, sedangkan yang stunting tahun 2007, 36,8%, dan tahun 2010 ini turun sedikit menjadi 35,6%,´ terangnya. Stunted merupakan manifestasi sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kurang gizi pada masa balita serta tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada masa berikutnya. Oleh sebab itu, tidak heran apabila pada usia
sekolah banyak ditemukan anak yang kurang gizi. Anak yang menderita stunting berat berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada fungsi kognitifnya. Di Indonesia, dalam pandangan Hamam, anak balita yang mengalami stunted ini relatif tinggi dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Saat ini, India tercatat masih sebagai negara yang anak balitanya cukup tinggi mengalami stunted ini. Diakui Hamam, secara nasional angka penderita stunted secara nasional turun, tetapi di b eberapa daerah justru mengalami peningkatan. ³Di NTT, misalnya, di tahun 2007 mencapai 46,7%. Namun, tahun ini naik menjadi 61,4%. Ini menunjukkan pemerintah sebenarnya masih punya pekerjaan berat untuk segera mengatasi persoalan ini,´ ujar Hamam. Dari tahun ke tahun, permasalahan gizi di Indonesia memang tidak akan selesai penanganannya jika dilakukan secara parsial. Kemiskinan dan kelaparan telah menjadi salah satu agenda utama yang menjadi perhatian dunia saat ini, sebagaimana dikemukakan dalam kesepakatan global Millenium Development Goals (MDGs). MDG¶s pada poin pertama menyebutkan d i tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. ³Selain itu, dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDG¶s adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi,´ pungkas Hamam. Seminar yang akan menghadirkan para ahli bidang gizi dan kesehatan tersebut akan melibatkan, antara lain, para petugas kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, dosen bidang kedokteran dan kesehatan, pemerhati gizi, dan mahasiswa.
Waspadai
pola makan anak usia sekolah !
Para orang tua dewasa ini kurang menyadari arti penting suatu nutrisi dan g izi anak usia sekolah bahwa umumnya mereka tidak paham atau memang masa bodoh atau kemungkinan pula karena faktor ekonomi sehingga mengabaikan kedua faktor tersebut (nutrisi dan gizi anak).
Padahal nutrisi dan gizi adalah sangat menentukan untuk tumbuh kembangnya pertumbuhan anak-anak kita di kemudian hari secara optimal. Nutrisi anak tidak boleh hingga usia 5 tahun tetapi terus dilanjutkan pada usia sekolah sampai 18 tahun.
Menurut pengamatan dr.Samuel Oetoro, kebanyakan orangtua beranggapan bahwa,kebutuhan nutrisi usia 5-18 tahun serupa dengan orang dewasa , sehingga tidak perlu perhatian khusus.Di samping itu,faktor anak yang sulit makan, membuat kerawanan nutrisi di usia sekolah, baik itu kekurangan nutrisi (malnutrisi), maupun kelebihan nutrisi (overnutrisi). Anak-anak yang pemilih ( picky eater ) cenderung memilih menu yang setiap hari ,sehingga miskin kandungan gizi.Sedangkan anak yang kegemukan (obesitas) memiliki pola makan berulang-ulang, tidak terjadwal, dalam porsi besar, serta minim aktifitas.
Pada kesempatan yang berbeda , dr Fiastuti witjaksono MS,spGK, mengatakan pola makan anak akan mempengaruhi pola makannya hingga dewasa kelak."Bila waktu kecil dibiasakan makanan yang tidak sehat, maka pada usia dewasa akan menolak makanan yang sehat", katanya.
Karena itu, peranan orang tua sangat penting untuk mengarahkan pola makan sang anak untuk memperoleh pola makan yang kaya nutrisi.Misalnya menyediakan variasi menu yang sehat, membawakan bekal makanan sekolah, membiasakan untuk makan bersama keluarga.
Para ahli mengatakan, mengontrol pola makan anak bisa dengan kebiasaan makan bersama keluarga, Kebiasaan makan bersama makan keluarga tidak hanya mengisi perut lapar, tetapi juga sarana orang tua untuk memberi pengajaran tentang g izi dan disiplin.
Untuk anak-anak usia sekolah, dr.Samuel menyarankan orang tua untuk menyediakan makanan yang mengandung energi, seperti lemak, karbohidrat, protein, serta vitamin.Tanpa vitamin, makanan yang diasup tidak optimal oleh tubuh dimana zat-zat tersebut sangat membantu dalam proses pembentukan otot, tulang ,sel-sel organ, serta membantu penghantaran informasi di otak. Jangan lupa untuk melengkapi kebutuhan makronutrien dan mikronutrien anak usia sekolah yaitu, susu. Susu merupakan makanan yang digemari anak sejak bayi dan mudah dicerna serta zat yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan otot untuk melanjutkan tumbuh kembang anak hingga usia 18 tahun.
krining
K emampuan
Dasar Untuk Anak Usia Sekolah
Tim dari Pusat Intelegensia Kesehatan saat melakukan skrining ke mampuan dasar untuk anak usia sekolah pada siswa SDN Kembangan Utara 01 pagi.
Bidang Penanggulangan Masalah Intelegensia Kesehatan Kementerian Kesehatan RI melakukan kegiatan skrining kemampuan dasar untuk anak usia sekolah pada Sabtu (12/6) di gedung CNI Creative Centre, Puri Indah, Jakarta Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan ³Mind Map Extravaganza ¶10-The Colour of Jakarta´. Skrining dasar ini melibatkan 127 anak usia sekolah yang terdiri dari 62 anak sekolah dasar negeri di wilayah Puri Kembangan Jakarta Barat dan 65 anak jalanan yang berasal dari daerah Depok Jawa Barat Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Intelegensia Kesehatan, dr. Adre Mayza, Sp.S (K) mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini untuk melihat potensi belajar pada anak lewat skrining kemampuan dasar untuk anak usia sekolah (6-12 tahun). Se lain itu, Dr.drg. Tiurmina Tarigan, MARS dan dr.Eni Dwijayanti dari Bidang Penanggulangan Masalah Intelegensia Kesehatan mengatakan bahwa pengujian ini juga dilakukan oleh tim Pusat Intelegensia Kesehatan di beberapa wilayah di Indonesia dengan responden berbagai etnis, tingkatan anak usia sekolah, strata sosial dan ekonom. Dari kegiatan ini dapat dilihat sejauh mana lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan intelegensia anak. Dikegiatan ini tim dari Pusat Intelegensia Kesehatan melakukan dua macam penilaian yaitu penilaian motorik kasar dan motorik halus. Kemampuan Motorik kasar yang dinilai terdiri dari sistem keseimbangan tubuh dan sistem koordinasi tubuh. Dalam pelaksanaannya, anak-anak dibagi ke dalam kelompok yang terdiri dari 10 anak, kemudian tim dari Pusat Intelegensia Kesehatan menilai kemampuan dari masing-masing anak tersebut. Saat menilai sistem keseimbangan tubuh, anak-anak diminta untuk mengangkat satu kaki dengan mata terbuka, mengangkat satu kaki dengan mata tertutup dan melompat ke depan dengan satu kaki bergantian.
Selain itu anak-anak juga diminta melompat dan memindahkan keset ke depan, melempar dan menangkap bola dan memantulkan bola ke lantai, ini bertujuan untuk menilai sistem koordinasi tubuh. Sedangkan untuk motorik kasar kemampuan yang dinilai adalah pengenalan posisi tubuh
dan daya tangkap auditif. Anak-anak diminta untuk mendengarkan suara-suara tertentu seperti binatang, mobil dan diminta menebak suara apa yang ada dalam film tersebut. Untuk pengenalan posisi tubuh peserta diminta untuk menggambar orang dan mewarnai gambar yang mereka buat. Dari hasil skrining dasar potensi belajar anak diperoleh perbedaan kemampuan dalam hal motorik kasar antar anak jalanan ( street smart ) dan anak sekolah ( school smart ). Anak jalanan memiliki motorik kasar yang lebih baik dibandingkan dengan anak sekolah. Dalam hal motorik halus anak jalanan juga lebih baik dibandingkan dengan anak sekolah. Hal ini dikarenakan eksplorasi lingkungan pada diri anak jalanan lebih tinggi dibandingkan dengan anak sekolah. Anak jalanan yang mengikuti kegiatan ini berusia 6-12 tahun yang biasa mangkal di terminal Depok Baru. Mereka tidak mengikuti sekolah formal tapi kejar paket A di bawah asuhan yayasan Bina Insan Mandiri. Hasil pengujian ini tidak hanya bersifat informatif saja, namun diharapkan mampu membantu penanggulangan dan pembinaan anak-anak jalanan, masalah kenakalan anak&remaja, atau anakanak yang selama ini terp inggirkan karena status sosial dan ekonominya.
TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH KARAKTERISTIK FISIK Perubahan porporsi Pertumbuhan tinggi badan +5 cm pertahun, tinggi badan rata-rata 116 cm-150 cm.Penambaha berat badan + 2-4 kg pertahun denga berat ata-rata 21-40 kg.Berat badan bertambah karena memanjangnya tulang dan terbentuknya jarigan otot. Mampu berdiri tegak dengan gerakan lebih sempurna. Proporsi tubuh terlihat lebih langsing dan panjang karena pertumbuhan kaki da lengan lebih cepat dan lebih pajang daripada pertambahan panjang badan. Pajang badan aka lebi memanang pada usia 9 tahun. Lingkar pinggang akan tampak mengecl arena pertambahan tinggi. Fungsi tubuh lebih baik dan lebih spesifik. Jaringan otot yang sudah terbetuk menguat tapi masih bias rusak jika overuse. Lingkar kepala mengecil sebagai indicator kematangan.
Perubahan facial :Gigi susu mulai tanggal,memilki 10-11 gigi permanen pada usia 8 tahun dan kira-kira 26 gigi permane saat usia 12 tahun. Pertumbuhan otak tengkorak lebih melambat. Ugly Ducking Stage: gigi tampak terlalu besar bagi wajah. Proses osifikasi terus terjadi tapi tidak diikuti dengan mineralisasi sehingga tulan menjadi rapuh (peka terhadap tekanan maupun tarikan ) untuk itu postur tubuh harus tetap dijaga : contoh tidak membawa beban terlalu berat, tdak memakai sepatu yang terlalu kecil, dan posisi duduk harus tegak. PERKEMBANGNA MOTORIK KASAR : Pada usia 7-10 tahun aktifitas motorik kasar berada diabwah kendali ketra mpilan kognitif dan kesadaran secara bertahap terjadi peningkatan irama, kehalusan dan keanggunan gerakan otot, mengalami minat dalam penyempurnaan fisik.Kekuatan daya ingat meningkat. Pada usia 10-12 tahun terjadi peningkatan energy, peningaktan arah, dan kendali dalam kemampuan fisik. PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS Terjadi peningkatan ketrampilan motork halus karena meningkatnya melinisasi system saraf. Menunjukkan perbaikan keseimbangan dan koordisani mata dan tangan. Dapat menulis daripada mengucapak kata-kata saat usia 8 tahun. Menunjukan penigkatan kemampuan motorik halus sepeti usia dewasa saat usia 12 tahun Menujukkan peningkatan kemampuan untuk mengungkapkan secara individu dan ketrampilan khusus seperti menjahimembuat model dan bermain alat musik. PREPUBERTAS
Tampak tanda-tanda perubahan seks sekunder.Perbedaa anak laki-laki dan anak perempua mulai tampak. Mulai terjadi perubahan penyakit yang diderita seperti penyakit dewasa bukan anak-anak. Perubahan seks sekunder laki-laki : Skortum dan testis lebih besar. Skortum bewarna merah. Payudara sedikit membesar tetapi aka mengecil kembali setelah beberapa bulan. Muncul ra mbut halus dan jarang di daerah sekitar pubis. Jika mengalami keterlambatan akan mengganggu konsep diri.Perubahan seks sekunder perempuan; Mammae lebih lembut dan mulai
membengkak. Panggul dan pinggul mulai membesar.Rambut mulai tumbuh di sekitar pubis (812 tahun). Sekresi vagina lebih kental dan terjadi perubahan dari sifat basa menjadi asam. TEMPERAMEN :
Temperame anak mulai berubah karena pengaruh lingkungan, pengalaman dan motivasi dari orang sekitarnya. Untuk itu sangat diperlukan peran orang tua dan guru untuk membentuk tmeperamen anak yang po sitif. Kemampuan anak dalam beradaptasi dapat mempengaruhi temperamen anak.Klasifikasi adaptasi aak : stress inimal.
Sloe to warm up children : anak membutuhkan waktu untuk beradapatasi dengan lingkungannya, suka mencarai-cari alasan untuk menyelesaikan tugasnya. Tipe anak ini jangan terlalu ditekan Karena adapat menimbulkan masalah menarik diri. Difficult child : Tipe anak ini tidak suka dengan perubahan lingkungan yang tiba-tiba. PERKEMBANGAN KOGNITIF : Anak memiliki kemampuan untuk menghubung-hubungkan kejadian dan tindaka repersentatif mental secara verbal dan symbol-simbol yang dibantu ole kepercayaan. Pada tahap ini Piaget menggambarkan: Concrete Operation mulai terjadi pada anak usia 7-11 tahun: Anak memiliki kemampuannya berpikir terada kejadian dan tindakan. Anak daapt menguasai ketrampilan kognitif denga cepat dan dapat menerapkannya pada saaat berpikir mengenai obyek situasi dan kejadian Komponen dasar concetrate operasional : Conservation: sesuatu tidak akan muncul dan hilang begitu saja dengan magic. Sesuatu di lingkungan kita tidak akan berubah karena perubaha letak.komponen ini meliputi 3 konsep antara lain :
Identity : sesuatu tidak ditambah atau dikurangi hanya bentuknya saja yang berubah. Contohnya ada 2 kue bolu, satu berbentuk kotak dan satu berbentuk bulat. Disiini anak sudah memahami kedua kue itu sama-sama bolu. Reversibility: sesuatu dapat berubah kembali ke bentuk asalnya, kemampuan memahami 2 dimensi pada saat yang sama dan memahami perubhaan satu dimensi. Contohnya usia 5-6 tahun : konservasi angka. Usia 6-7 tahun konservsai massa dan panjang. Usia 9-10 tahun : konservasi berat. Usia 9-12 tahun konservasi volume. Reciprocity. Ketrampilan klasifikasi : Kemampuan mengelompokkan sesuatu sesuai dengan sifat. Dapat mengatur obyek sesuatu sesuai skala dimensi ukuran berat dan warna. Mulai dapat membagi. Ketampilan kombinasi : Memiliki keampuan memanipulasi angka. Mempelajari penjumlahan pengurangan dan pembagian. Belajar tentang waktu, hubungan waktu tampat dan orang.
Belajar huruf dan memiliki keampuan membaca. Mental operation : Toddler dan preschool hanya dapat mengartikan dan melaksanakan perintah tetapi tidak bias menceritakan kembali proses ecara verbal. Sedangkan anak usia seklah sudah dapat mengartikulasi proses tersebut dan mengulang kembali. Setelah melewati masa preschool anak memilki kemampuan konseptual yang lebih luas. Pemikiran egosentri sudah menghilang dan mulai bisa mlihat dan menerima suatu hal dari sudut pandang orang lain. Mereka mau menunda sessuatu sampai sampai mengevaluasi respon lingkungan.
PERKEMBANAGAN BAHASA : Anak usia sekolah mulai menguasi berbagai ketrampilan linguistic. Anak usia SD mulai belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih kompleks sehingga mereka bisa membenarkan jika adaada hal-hal yang salah. Kemmampuan kata-kata juga dimiliki pada anak usia sekolah termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghhubung, kata depan dan kata abstrak. Mempunyai kemampuan memakai kalimat majemuk dan gabungan. Metlinguistik awareness :memiliki kemmapuan untuk berpikir tentang bahasa.dan berpendapat. Mulai mengerti tentang perubahan makna dan bahasa/peribahasa. PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL (Tahap laten) Karakteristik perkembangan berdasarkan usia : Pada usia 7 tahun : Minat seks menrun da kurang eksplorasi, perhat ian kepada lawan jenis meningkat d imulai dari perasaan cinta terhadapa anaklaki-laki atau sebaliknya. Pada usia 8 tahun : Perhatian skesual meningakt, suka mengintip, menceritakan lelucon cabul, ingnmenambah informasi seksual tentang kelahiran dan hubungan seksual da anak perempuan mengalami peningkata perhatian tentang menstruasi Pada usia 9 tahun Lebi suka berdiskusi degna teman sebaya tentang topic seksual, memisahkan jenis kelamin dalam permainan aktifitas. Pada usia 10 tahun : Minat terhaadp tubuh dan penampilan meningkat, banyak anak mulai berkencan dan berhubunga denga lawa jenis dalam aktifitas kelompok. Pada usia 11-13 tahun : Khawatir tentenag penampilannya, tekaann social agar tetap langsinga dan menarik merupakan sumber stress. 1. Krisis perkembangan membuktikan makin banyaknya laporan tentang masalah seksual pra emaja yang dimulai usia 10 tahun.
2. Mekanisme koping yang u mum dimiliki anak : mengigit kuku, ketergantungan ketrampilan, pemecahan permasalahan bertambah, humor, fantasi, dan identifikasi. 3. Adanya rasa bersalah dengan konsekuensi emosi berkaitan dengan seks play tergantung pada bagaimana pendangan orang tua tehadap perilaku tersebut (Lavine 1992). Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pendidikan anak tentang aturan dan orma dalam mempengaruhi perilkau spesifik kelamin pendidikan seksual : Pertanyaan anak harus segara dijawa denga jujur sesuai tingkat pemahaman anak. Saat yang tepat untuk pnedidk kesehatan dan sebaikknya diberikan sesai dengan pengalaman hidup.p masaih lebih nyaman bila a ntar laki-laki dan perempuan dipisah saat bermain. Informasi tentang kematangan jenis kelamin sebaiknya d iberikan lebih konkrit karena sangat bermanfaat jika menstruasi tiba di dalam kelas. Keingintahuan anak tentang perbedaan laki-laki dan perempuan terjadi pada usia ini walaupun anak teta Peran perawat dalam pendidikan seskual : Mengkaji pengetahuan orang tua tentang seksualitas. Memberikan informasi kepada keluarga dan anak sebagai orang yang salah mengerti tentang seksualitas, termasuk kebiasaan dan konsep yang salah mengenai seks dan proses reproduksi. Menginformasikan perilaku seks normal dan keingintahuan anak tentang seks sebagai bagian dari informasi perkembangan. Mengirim informasi tentang perilaku seks yang abnormal dan cara mengatasinya. PERKEMBANGAN SOSIAL Anak meras nyaman bila bersama orang tua dan keluarga, meras lebih percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat melihat segala sesuatu secara realistik. Energinya banyak digunakan untuk mengeksplorais lingkungan dan keluarganya untuk meningkatkan hubungan interpersonal, untuk meningkatkan pemahamannya dan memuaskan keingintahuan tentang dunia. Pengaruh teman sebaya dapat mendorong mereka untuk lebih mandiri. Dorongan dari peer group memberikan rasa man pada mereka untuk mendukung perkembangan mandirinya. Perbedaan jenis kelamin, kemaskulinan dan kefemininan mulai berperan dalam hubungan sosial. Anak laki-laki bermain dngan anak laki-laki . Anak perembpuan bermain dengan anak perempuan. Pada akhir usia sekolah perbedaan itu semakin nyata.
Hubungan sosial dan bekerja sama PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL (INDUSTRI Vs INISIATIF ) Middle childhood merupakan periode laten dimana merupakan masa tenang antara fase oedipal dengan fae erotism pada ermaja. Sense of insutry dapat berkemang bila didukaung motivasi dari dalam dan luar. Instrinsik
:
Berhubungan dnegna peningkatan kemampuan anak dalam menguassai ketrampilan-ketrampilan baru dan dapat menerima tanggung jawab baru. Anak akan merasa puas bila mengeksplorasi dan memanipulasi lingkungan dan teman-temnnya. Ekstrinsik : reinforcement positif, nilai bagus, hadiah\-hadiah dan stimulus-stimulus. Peran orang tua seharusnya :Tidak terlalu emnuntut terlalu banyak kepada anak . Memahami kegagalan anak. Jangan membanding-bandingkan anak satu dengna nak yang lain. Anak mulai dapat bekerja sanma dengan orang lain. Anak mulai menyukai pencpaian yang nyata. Jika anak dapat mengetahui tugas-tuganya dan mampu menyelesaikan dengna baik sesuai kemampuan berarti anak tersebut sudah memiliki sense of industry dan accomplishment. PERKEMBANGAN MORAL (TAHAP KONVENSIONAL) Anak mengalami perubahan dar i egosentris ke pola berpikir logis. Mulai mengalami perkembangan nurani dan standar moral Pengertian moralitas anak ditentukan oleh aturan-aturan dn tat tertib dari luar. Anak usia ini bernggapan bahwa standar perilaku dari peraturan.Peraturan dianggap sebagai suatu yang pasti, yang membatasi keadaan dan tidak memerlukan alasa penjelasan. Hubungan dan kontak sosial anak dengan figure otoritas mempengaruhi pengertian benar salah. Koping sehubungan dengan tumbuh kembang normal1.