MAKALAH OPERASI TEKNIK KIMIA II “SABUN GEL”
Disusun Oleh :
1.
Dewi Santika
NIM : M1B115002
2.
Septa Harika
NIM : M1B115004
3.
Muharias Kamarifah
NIM : M1B115013
4.
Rizkal Fadli
NIM : M1B115015
5.
Uswatun Hasanah
NIM : M1B115018
6.
M. Ivan Ardiansyah
NIM : M1B115022
DOSEN PEMBIMBING :
Oki Alfernando, S.T., M.T Sarah Fiebrina Heraningsih, S.T., M.T
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JAMBI 2018
INTISARI
Gelatin berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama protein penyusun jaringan hewan (kulit, tulang dan ligamen). Gelatin merupakan salah satu emulsifier, thickening agent dan stabilizer yang banyak digunakan dalam berbagai industri yang berfungsi untuk memperbaiki dan mempertahankan sistem emulsi produk yang dihasilkan. Imoson (1992) menyatakan bahwa gelatin merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai pengental, bahan pembentuk gel dan bahan penstabil. Bahan pengental, emulsifier, dan bahan penstabil merupakan bahan yang banyak digunakan dalam industri kosmetik. Salah satu produk personal care yang menggunakan bahan pengental adalah sabun, terutama shower terutama shower gel . Pengembangan formula sabun lebih banyak dilakukan pada modifikasi untuk meningkatkan mutu sabun. Salah satu bentuk sabun adalah shower gel . Shower gel merupakan salah satu jenis dari foam bath bath yang memiliki kandungan bahan aktif dan kekentalan yang lebih tinggi. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan shower gel ini ini ialah gelatin dari tulang sapi dengan campuran bahan kimia seperti alkohol 96%, indikator fenolftalein, aquades, natrium klorida, dan PCA. Dimana proses pembuatan shower gel dilakukan dalam sebuah alat proses pencampuran berupa homomixer dengan konsentrasi gelatin yang digunakan 1%.
Kata kunci :
gelatin, sabun, dan shower dan shower gel .
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. wabarokatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah SWT berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sabun “ Sabun Gel ”. ”. Dalam penyusunannya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Operasi Teknik Kimia ini yaitu Bapak Oki Alfernando, S.T., M.T dan Ibu Sarah Fiebrina Heraningsih, S.T., M.T yang telah memberikan dukungan dan bimbingan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penyusun berharap isi dari makalah penyusun ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah Operasi Teknik Kimia ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih, semoga hasil makalah penyusun ini bermanfaat. Amiin Wassalamu’alaikum war ohmatullahi ohmatullahi wabarokatuh.
Muaro Jambi,
Februari 2018
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman INTISARI
..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii DAFTAR ISI
......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................vi DAFTAR TABEL
.............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
..................................................................................1
1.1
Latar Belakang ........................................................................................1
1.2
Tujuan Penulisan .....................................................................................2
1.3
Manfaat Penulisan ...................................................................................2
1.4
Hipotesa Penulisan ..................................................................................2
BAB II DASAR TEORI
....................................................................................3
2.1
Sabun ......................................................................................................3
2.1.1
Sejarah Sabun .........................................................................................3
2.1.2
Pembentukan Sabun ...............................................................................4
2.1.3
Jenis Sabun .............................................................................................5
2.2
Gelatin ....................................................................................................6
2.3
Shower Gel .............................................................................................. 7
BAB III METODA PEMBUATAN
.................................................................12
3.1
Alat dan Bahan ........................................................................................12
3.1.1
Alat ..........................................................................................................12
3.1.2
Bahan Baku .............................................................................................12
3.1.3
Bahan Kimia ............................................................................................12
3.2
Proses Pembuatan dan Diagram Alir. .....................................................12
3.2.1
Proses Pembuatan....................................................................................12
3.2.2
Diagram Alir ...........................................................................................13
3.3
Purifikasi .................................................................................................13
3.4
Analisis Fisiko Kimia ..............................................................................14
iv
v
BAB IV PEMBAHASAN
..................................................................................16
4.1
Parameter Uji Kualitas ............................................................................16
4.2
Uji Kesukaan ...........................................................................................20
BAB V PENUTUP
.............................................................................................22
5.1
Kesimpulan .............................................................................................22
5.2
Saran ........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................viii
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Bahan
baku shower gel .................................................................11
Gambar 2.2. Bahan
baku shower gel .................................................................11
Gambar 3.1.
Diagram alir proses .......................................................................13
Gambar 3.2. Produk shower
gel ........................................................................15
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Sifat
Gelatin Berdasarkan Tipenya....................................................7
Tabel 3.1. Standar
mutu sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia .........14
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis saat ini mengalami persaingan yang semakin tinggi. Oleh karena itu, setiap perusahaan berlomba-lomba untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan menawarkan berbagai produk barang dan jasa mereka agar konsumen mau menggunakannya. Bagi suatu perusahaan (yang menawarkan barang) daya terima masyarakat sangat penting. Karena jika masyarakat menerima suatu produknya maka akan berkembang produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan tersebut. Bagi konsumen dengan banyaknya pilihan barang dan jasa akan memberikan suatu kemudahan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka (Setiadi, 2003:394). Inovasi produk berkaitan erat dengan terciptanya produk baru. Hal ini dikarenakan inovasi produk merupakan penerapan dari gagasan atau ide baru ke dalam produk sehingga terciptanya produk baru. Tjiptono, dkk, (2008:438) menjelaskan
inovasi bisa
diartikan sebagai implementasi praktis sebuah gagasan ke dalam produk atau proses baru. Inovasi bisa bersumber dari individu, perusahaan dan riset di universitas. Gelatin berasal dari kolagen yang merupakan komponen utama protein penyusun jaringan hewan (kulit, tulang dan ligamen). Gelatin merupakan salah satu emulsifier, thickening agent dan stabilizer yang banyak digunakan dalam berbagai industri yang berfungsi untuk memperbaiki dan mempertahankan sistem emulsi produk yang dihasilkan. Selama ini aplikasi gelatin masih terbatas pada industri pangan, industri fotografi, kertas dan lain-lainnya. Untuk memperluas aplikasi gelatin maka diperlukan upaya untuk mengembangkan aplikasi gelatin pada industri non pangan. Salah satu peluang untuk mengembangkan aplikasi gelatin adalah mengaplikasikan gelatin dalam produk kosmetika dan personal care product . Aplikasi penggunaan gelatin pada personal care product masih sangat terbatas, padahal personal care product merupakan salah satu product penting yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
1
2
Salah satu bagian personal care product adalah produk perawatan kulit (skin care). Sabun merupakan salah satu produk perawatan kulit yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembuatan shower gel diperlukan banyak zat yang berkhasiat dan zat tambahan. Zat tersebut antara lain surfaktan, emolient, humectant, thickening agent , vitamin dan lain-lain. Bahan pengental merupakan salah satu elemen terpenting dalam proses pembuatan sabun terutama sabun yang berbentuk cair ataupun gel. Selama ini bahan pengental yang digunakan kebanyakan merupakan bahan pengental yang berasal dari bahan kimia yang diduga dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Oleh sebab itu, dalam penyusunan makalah ini penyusun ingin mengetahui secara lebih mendalam dalam proses pembuatan sabun gel. 1.2
Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejarah sabun, jenis – jenis sabun, bahan baku, proses, purifikasi serta parameter kualitas dari pembuatan sabun gel. 1.3
Manfaat Penulisan
Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan penyusun dan pembaca makalah ini dapat mengetahui sejarah sabun, jenis – jenis sabun, bahan baku, proses, purifikasi serta parameter kualitas dari pembuatan sabun gel. 1.4
Hipotesa Penulisan
Dengan adanya berbagai jenis-jenis sabun yang banyak sekali kita jumpai dalam kehidupan sahari-hari. Sabun gel ialah salah satu jnis sabun yang terbuat dari gelatin penyusun jaringan hewan.
BAB II DASAR TEORI
2.1
Sabun
Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C 12 hingga C 16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air. 2.1.1
Sejarah Sabun
Sabun pertama kali dibuat dari lemak yang dipanaskan dengan abu. Sekitar tahun 2800 SM para ahli arkeologi dari kota Babylonia kuno menemukan bejana dari tanah liat yang didalamnya terdapat sabun. Pada tahun yang sama yaitu sekitar tahun 2800 SM, orang Mesir kuno sudah mandi dengan menggunakan sabun. Hal ini diketahui dari dokumen Ebers Papyrus tentang orang Mesir, yaitu tahun 1500 SM yang mengatakan bahwa sabun yang mereka pakai pada saat itu berasal dari campuran minyak hewan dan minyak tumbuhan dengan campuran garam. Mereka menggunakan sabun selain untuk mandi juga untuk perawatan kulit. Pabrik sabun pertama kali berdiri pada abad ke-7 di Negara Eropa (Italia, Spanyol, dan Perancis). Dalam proses pembuatannya mereka dijaga ketat oleh tentara, karena formulanya dianggap rahasia. Kemudian sekitar tahun 1608 pembuatan sabun dikembangkan oleh negara Amerika. Sabun pertama kali dipatenkan pada tahun 1791 oleh seorang kimiawan dari Perancis yang bernama Nicholas Leblanc. Dimana pada saat itu Leblanc membuat sabun dari soda abu (Natrium Karbonat) dari garam. Setelah Leblanc berhasil membuat sabun dari soda abu, lalu teman Leblanc yang berasal dari Negara Perancis membuat sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu ahli kimia berkebangsaan Belgia, bernama Ernest Solvay membuat sabun secara modern dengan proses ammonia. 3
4
Pada abad ke-19 sabun menjadi barang yang mahal, sehingga dikenakan pajak yang tinggi. Kemudian setelah pajak untuk produksi sabun dan biaya produksi sabun semakin murah, sabun menjadi satu hal yang umum bagi masyarakat karena produksi sabun semakin meningkat dan berkembang. Setelah itu pada tahun 1970an sabun cair ditemukan. 2.1.2
Pembentukan Sabun
Pembentukan sabun di bagi menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Safonifikasi : Reaksi asam lemak dengan NaOH/KOH
2.
Reaksi asam lemak dengan metal/logam akan menghasilkan metallic soap.
Adapun jenis-jenis reaksinya yaitu: O 2R – C – OH + ZnO -------> (RCOO)2Zn + H2O O
O
2R – C – OH + NaOH ----------> 2 R – C – ONa + H2O caustic soda O
sabun (keras) O
R – C – OH + KOH ----------> 2R – C – OK + caustic potash
H 2O
sabun (lunak)
Untuk memperoleh kembali asam lemak, sabun yang terbentuk direaksikan dengan HCl. O
O
R – C – ONa + HCl ----------> R – C – OH + NaCl sabun 2.1.3
asam lemak
Jenis Sabun
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan sabun. Salah satunya adalah penggolongan berdasarkan bentuk fisik dan fungsinya yaitu : 1.
Sabun batang
5
Sabun jenis ini biasanya mengandung sodium hydroxide yang diperlukan untuk mengubah lemak nabati atau hewani cair menjadi sabun keras melalui proses hidrogenasi dan sukar larut dalam air. Sabun jenis ini bisa digunakan untuk segala jenis kulit dan kebutuhan. Adapun keunggulan dari sabun padat adalah lebih ekonomis, lebih cocok untuk kulit berminyak, kadar pH lebih tinggi dibandingkan sabun cair, lebih mudah membuat kulit kering, sabun padat memiliki kandungan gliserin yang bagus untuk mereka yang punya masalah kulit eksim. Sementara kelemahan dari sabun padat itu sendiri yakni boros air apabila untuk penyembuhan luka, sabun padat lebih menghambat proses tersebut, ada kemungkinan terkontaminasi bakteri sehingga kemungkinan timbul penyakit lebih besar dan kurang praktis (Winda, 2009). 2.
Sabun cair Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan alkali
yang berbeda yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan tidak mengental pada suhu kamar. Keunggulan dari sabun cair sendiri yakni lebih praktis, mudah larut di air sehingga hemat air, mudah berbusa dengan menggunakan spon kain, terhadap kuman bisa dihindari (lebih higienis),mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit, memiliki kadar pH yang lebih rendah dibanding sabun padat, dan lebih mudah untuk digunakan (Winda, 2009). 3.
Shower gel Sabun dengan kandungan emulsi berupa cocamide DEA, lauramide DEA,
linoleamide DEA, dan oleamide DEA ini berfungsi sebagai substansi pengental untuk mendapatkan tekstur gel. 2.2
Gelatin
Menurut Parker (1982), senyawa gelatin merupakan suatu komponen linear dari asam-asam amino yang umumnya terjadi perulangan dari asam amino glisin-proli-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Gelatin merupakan zat yang bersifat amfoter yang terdiri atas gugus asam (karboksil) dan gugus basa (amino dan guanidin). Keberadaan ion dan pH larutan menetukan muatan total molekul (King di dalam Glicksman, 1969).
6
Gelatin dapat dihasilkan dari hidrolosis serabut kolagen jaringan penghubung dengan menggunakan asam ataupun basa (Charley, 1982). Menurut Mark dan Stewart (1957), sifat fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran. Gelatin komersial bersifat tidak berasa, tidak berbau, warnanya kekuningan sampai tidak berwarna. Warna gelatin tergantung pada bahan baku, proses dan jumlah tahap ekstraksi yang digunakan. Menurut Imeson (1992), warna gelatin yang dihasilkan dapat bervariasi dari 1,5 (kuning pucat) sampai 14 (coklat tua). Gelatin dapat dihasilkan atau dibuat dai tulang rawan dan kulit hewan, misalnya tulang sapi dan kulit sapi. Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang terdiri dari protein dan garam-garam mineral. Garam-garam mineral yang paling banyak terdapat pada tulang adalah kalsium fosfat 58,3%, kalsium karbonat 1%, magnesium fosfat 2,1% dan kalsium florida 1,9%, sisanya sebanyak 30,6% adalah protein. Kandungan protein kolagen sebagai bahan baku utama gelatin dalam jaringan tulang sapi sebanyak 24% bobot kering bebas lemak (Ward dan Court, 1977). Sumsum tulang mengandung 96% lemak. Tulang yang telah mengalami penghilangan lemak (degreasing) terdiri dari bahan organik dan anorganik dengan perbandingan 1:2. Persenyawaan organik dalam tulang disebut osein yang apabila dididihkan atau diekstraksi akan menghasilkan gelatin. Menurut Jhons (1977), tulang yang baik untuk pembuatan gelatin adalah tulang kompak karena komposisinya relatif stabil dan mudah dipisahkan dari jaringan sekitarnya dibandingkan dengan tulang rongga. Gelatin menurut Parker (1982), mempunyai beberapa sifat yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindunngi sistem koloid. Kedaan ini membedakan gel hidrokoloid lain seperti pektin yang bentuk gelnya irreversibel. Sifat fisik dan kimia gelatin terutama tergantung dari kualitas bahan baku, Ph, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu dan konsentrasi. Pada tabel 2.1 dapat dilihat sifat gelatin berdasarkan tipenya.
7
Tabel 2.1. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya Sifat
Tipa A
Tipe B
Kekuatan gel (Bloom)
75-300
75-275
Viskositas (cP)
2,0-7,5
2,0-7,5
Kadar abu
0,3-2,0
0,05-2,0
pH
3,8-6,0
5,0-7,1
Titik isolektrik
9,0-9,2
4,8-5,0
Sumber : Tourtelotte (1980). Gelatin memiliki berbagai kegunaan, selain sebagai bahan pengental gelatin juga berfungsi sebagai emulsifier . Emulsifier memiliki gugus polar dan gugus non polar sekaligus dalam suatu molekulnya sehingga gugus polar akan mengikat air dan gugus non polar akan mengikat minyak dalam suatu emulsi. Dalam sistem emulsi, gelatin sebagai emulsifier menempatkan dirinya pada batas antar muka dari air dan minyak sehingga tegangan permukaan dua cairan yang berbeda tersebut akan berkurang. Berkurangnya tegangan permukaan kedua cairan tersebut menyatu dan membentuk emulsi. Gelatin juga termasuk golongan surfaktan ( surface active agent ) karena kemampuannya untuk menurunkan tegangan antar muka (Suryani et al., 2000). Selain diaplikasikan pada produk pangan, gelatin juga dapat diaplikasikan pada produk kosmetika dan personal care product sebagai bahan pengental maupun emulsifier. Salah satu personal care product yang menggunakan gelatin sebagai bahan pengental adalah sabun. 2.3
Shower Gel
Pengembangan formula sabun lebih banyak dilakukan pada modifikasi untuk meningkatkan jenis sabun. Salah satu jenis sabun adalah shwore gel . Shower gel merupakan varian dari foam bath yang memiliki kandungan badan aktif dan kekentalan yang lebih tinggi. Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan sabun antara lain surfaktan, thickening agent , penstabil busa, emollients, sequestering agents, humektan, anti oksidan, preservative, parfum dan pewarna.
Semua
bahan aditif
tersebut
mempengaruhi penampilan
serta
8
penampakan dari sabun. Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalam sediaan kosmetika dan personal care product terutama pada sabun. Surfaktan dapat meningkatkan stabilitas busa. Surfaktan terdiri dari empat jenis, yaitu: 1.
Surfaktan anionic Surfaktan anionic banyak digunakan dalam kosmetika dan produk
perawatan diri. Kegunaan dari surfaktan ini adalah untuk meningkatakan penampilan busa. Surfaktan anionic memiliki sifat hidrofilik karena adanya gugus sulfat atau sulfonat. Sebagian besar surfaktan anionic dihasilkan dalam bentuk garam sodium maupun maupun logam yang lain seperti ammonium dan garam amina yang lain. Contoh surfaktan anionic antara lain adalah linier alkil benzen surfonat (LAS), alkohol surfaktan (AS), alkohol eter sulfat (AES) dan lain-l ain. 2.
Surfaktan non-ionik Surfaktan non-ionik mempunyai sifat pembentukan busa yang rendah.
Surfaktan non-ionik tidak mempunyai muatan pada molekulnya. Sifat hidrofilik disebabkan karena adanya sejumlah eter oksigen atau kelompok hidroksil. Kelompok terbesar surfaktan non-ionik biasanya diproduksi melalui proses etoksilasi, seperti alkohol etoksilat, etoksilat alkilfenol dan EO/PO block kopolimer. Surfaktan ini dapat berbentuk padat maupun cair tergantung dari struktur dan panjang rantai. 3.
Surfaktan kationik Tidak seperti surfaktan-surfaktan anionic atau amfoterik, surfaktan
kationik jarang digunakan untuk aplikasi pembersih. Surfaktan kationik berperan sebagai pelembut kulit, atau conditioning agents pada rambut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah jenis monoalkil kuartenar, yaitu seril trimetil ammonium klorida (CTMAC). Selain itu, surfaktan kationik juga terdiri dari jenis dialkil kuartener, kuartener trialkil, kuartener benzyl, kuartener ester dan kuartener teretoksilasi. 4.
Surfakatan amfoterik
9
Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang perannya berubah sebgai fungsi nilai PH dari formulasi dimana surfaktan dugunakan. Surfaktan amfoterik biasanya dianggap sebgai surfaktan ringan. Surfaktan amfoterik membentuk senyawa kompleks dalam kombinasi dengan surfaktab anionic dan senyawasenyawa kompleks ini bersifat lebih ringan dibanding surfaktan-surfaktan tersebut secra individu. Contoh dari surfaktan amfoterik adalah alkil betain, alkilamido betain, asilamfoglisinat, asilamfopropionat dan amin oksida. Amin oksida tidak bersifat anionic namun tergantung PH. Senyawa-senyawa amin oksida memang menunjukan sifat kationik atau non-ionik dan karenanya senyawa-senyawa ini mempunyai sifat yang sama. Amin oksida merupakan pembentukan busa yang sangat baik. Dalam kombinasi dengan senyawa anionic, sedikit amin oksida dapat berperan sebgai boster busa dan dapat meningkatkan struktur busa. Sperti betain, oksida amin merupakan pengental yang baik bagi surfaktan. Thickening agents berfungsi meningkatakan voskositas dari produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari Thickening agents adalah PEG-6000 distearat, selain itu gelatin juga merupakan bahan pengental alternative yang dapat menstabilkan dan juga merupakan struktur busa sehingga busa yang lebih banyak dan pekat dengan buih yang sedikit. Contoh dari penstanil busa antara lain adalah alkanol amida. Emollients atau pekembut kulit dibutuhkan untuk mengurangi pengaruh keras/kasar dari sabun mandi stelah digunakan. Salah satu contoh dari pelembut kulit ini dalah lanolin teretoksilasi. Sequestering agents seperti EDTA digunakan untuk mencegah pembentukan dan pengendapan sabun Ca dan Mg serta untuk menjernihkan formulasi ketika larutan basa digunakan dalam pembuatan sabun. Gambar bahan-bahan baku shower gel dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Berikut ini adalah uraian mengenai komponen-komponen yang menyususn formula shower gel : 1)
Sodium laureth sulfat Sodium laureth sulfat merupakan surfaktan anionic dan bahan dasar utama
yang sering digunakan dalam sediaan pembersih seperti sabun, shampoo dan
10
sabun mandi gel. Sodium laureth silfat memiliki karakteristik pembusaan yang baik dan mudah mengenal dengan penambahan garam. Sodium laureth sulfat berfungsi sebgai surfaktan yang memliki kelarutan dalam air sadah dan biodegradable. Sodium laureth sulfat dihasilkan dari fatty alkohol dari minyak tumbuhan yang telah dietoksilasi dan sulfatasi. Sodium laureth sulfat berbentuk seperti pasta bening agak kuning dengan PH antara 7-9. 2)
Cocamide propel berain Cocoamido propel betain merupakan surfaktan amfoterik yang biasa
dikombinasikan dengan surfaktan anionic untuk menghasilkan efek yang baik terhadap kulit. Penambahan cocoamido propel betain memperbaiki sifat sodium laureth sulfat. Cocoamido propel betain memiliki PH sekitar 6,0-7,5 dengan bentuk cair dan bening. 3)
PEG-7 gliseril cocoat Merupakan pelarut minyak dan dapat larut dengan mudah pada air, alkohol
dan pelarut organic. PEG-7 gliseril cocoat berfungsi sebgai agen pelembab pada sedian pembersih yang dapat memberikan kesan yang baik setelah penggunaan karena menyebabkan kulit tidak kering dan lembut. PEG-7 Gliseril cocat memiliki bentuk yang cair dengan PH 5-8,0. 4)
Propilen glikol Merupakan alkohol alifatik yang berfungsi sebgai humektan dan
moisturizer. Propel glikol juga merupakan pelarut yang baik bagi minyak esensial dan preservative. Berbentuk cairan yang jernih. 5)
EDTA EDTA merupkan chelating agent yang bersifat sebagai pengawet dalam
formulasi ini. Selain itu EDTA juga berfungsi untuk mencegah pembentukan dan pengendapan sabun Ca dan Mg s erta untuk menjernihkan formulasi ketika larutan basa digunakan dalam pembuatan sabun. 6)
Gelatin
11
Gelatin merupakan bahan pengental alami yang terbuat dari hidrolisis jaringan kolagen pada kulit atau tulang. Penelitian ini menggunakan gelatin tipe B tulang sapi yang memiliki PH 5,5 dan berbentuk butiran padatan berwarna kuning cerah dengan kekuatan gel 200 g/mPa.s
Gambar 2.1. Bahan baku shower gel
Gambar 2.2. Bahan baku shower gel
BAB III METODA PEMBUATAN
3.1
Alat Dan Bahan
Dalam pembuatan sabun gel ini terdapat alat-alat dan bahan yang digunakan, yaitu sebagai berikut : 3.1.1
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sabun gel ini adalah homogenizer, stirrer, penangas air, pendingin tegak, autoklaf, alat-alat gelas, viscosimeter Brookfield, piknometer, pH-Meter, lemari pendingin, timbangan analitik dan oven. 3.1.2
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sabun gel ini adalah gelatin tipe B dari tulang sapi. 3.1.3
Bahan Kimia
Bahan
kimia
yang
digunakan
adalah
alkohol
96%
(katalis),
indikator’fenolftalin, akuades, natrium klorida dan PCA. 3.2
Proses Pembuatan dan Diagram Alir
Dalam pembuatan sabun gel terdapat ada beberapa proses tahapan dan diagram alir sebagai gambaran tahapannya, yaitu sebagai berikut : 3.2.1
Proses Pembuatan
Pembuatan sabun gel ini dilakukan dengan proses penambahan gelatin dalam pembuatan shower gel yang mana gelatin disini berfungsi sebagai bahan pengental. Penjeleasan lebih lanjut ada pada diagram alir pembuatan shower gel ini yaitu sebagai berikut : air dipanaskan pada suhu 50 - 70◦C , lalu ditambahkan gelatin tipe B dari tulang sapi dengan konsentrasi 0%, 1%, 2,5%, dan 4 %. Setelah itu dilakukan proses pengadukan dengan autoklaf dan menghasilkan campuran 1. Kemudian, campuran tersebut didinginkan di dalam lemari pendingin. Saat campuran sudah bukan berbentuk cair lagi, ditambahkan bahan lain seperti
12
13
sodium laureth sulfat, cocamino propil betain, PEG – 7 gliseril cocoat, propilen glikol, EDTA dan parfum. Setelah ditambahkannya bahan lain ini, campuran tadi dilakukan
proses
pencampuran
dengan
menggunakan homomixer dan
ditambahkan dengan bahan lain tadi agar dapat terbentuk shower gel. 3.2.2
Diagram Alir Proses
Diagram alir proses pembuatan shower gel adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1. Diagram alir proses
3.3
Purifikasi
Saat ini, dalam jurnal ini tidak terlalu di deskripsikan proses purifikasi dari pembuatan shower gel ini, dikarenakan pada jurnal ini juga membahas bagaimana
14
kualitas gel jika ditambahkan dengan gelatin dan pengaruh viskositasnya jika didiamkan beberapa hari. 3.4
Analisis Fisiko Kimia
Analisis fisiko kimia yang dilakukan terhadap shower gel bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gelatin yang berbeda terhadap mutu shower gel . Analisis shower gel ini dilakukan berdasarkan pada Standas Nasional Indonesia untuk sabun cair (SNI : 06-4085-1996). Hal ini dilakukan karena belum terdapatnya Standar Nasional Indonesia untuk produk shower gel dengan asumsi bahwa shower gel merupakan salah satu jenis sabun cair tetapi dengan tingkat kekentalan dan kandungan bahan aktif yang lebih tinggi. Analisis tersebut meliputi analisis berat jenis relatif (25◦/25◦), pH dan kadar alkali bebas. dan dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Standar mutu sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia
Selain itu juga dilakukan analisis kekentalan atau viskositas (30 rpm) serta analisa stabilitas emulsi. Viskositas shower gel berkisar antara 500 – 20000 Gambar produk shower gel dapat dilihat pada gambar 3.2.
15
Gambar 3.2. Produk shower gel
BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Parameter Uji Kualitas
Pengembangan formula sabun lebih banyak dilakukan pada modifikasi untuk meningkatkan jenis sabun. Salah satu jenis sabun adalah shwore gel . Shower gel merupakan varian dari foam bath yang memiliki kandungan badan aktif dan kekentalan yang lebih tinggi. Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan sabun antara lain surfaktan, thickening agent , penstabil busa, emollients, sequestering agents, humektan, anti oksidan, preservative, parfum dan pewarna.
Semua
bahan aditif
tersebut
mempengaruhi penampilan
serta
penampakan dari sabun. Surfaktan merupakan salah satu komponen penting dalam sediaan kosmetika dan personal care product terutama pada sabun. Berikut ialah uji kualitas dari shower gel : 1.
Derajat keasaman (pH) (SNI : 06-4085-1996) Berdasarkan SNI : 06-4085-1996, kisaran pH untuk sabun mandi cair
adalah 6-8. Dalam hal ini pH produk shower gel yang dihasilkan masih berda dalam kisaran standar SNI : 06-4085-1996. Kisaran pH yang produk yang dihaslkan adalah 7.33-7.68. perubahan nilai ph shower gel bisa dipengaruhi oleh nilai pH gelatin yang digunakan. Kalibrasi pH-meter dengan larutan buffer pH setiap akan melakukan pengukuran. Elektroda yang telah dibersihkan dicelupkan dengan air suling ke dalam contoh yang akan diperiksa (direndam dalam air es) pada suhu 25°C. Nilai pH pada skala meter dibaca dan dicatat. 2.
Alkali bebas (SNI : 06-4085-1996) Alkkali bebas merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan mutu sabun yang dihasilkan. Nilai alkali bebas yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Nilai lakali bebas menunjukkan jumlah alkali bebas yang terdapat pada sabun. Alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) dalam sabun maksimum adalah 0.1 %. Nilai alkali bebas akan mempengaruhi nilai pH
16
17
sabun. Semakin nilaii lakali bebas maka akan semakkin tinggi nilai pH sabun tersebut. Nilai alkali bebas yang tinggi disebabkan karena adanya penambahan NaOH dalam proses pembuatan sabun. Contoh sebanyak r gram dimasuukan ke dalam erlenmeyer tutup asah 250 ml. Kemudian 100 ml alkohol 96% netral, batu didih serta beberapa tetes larutan phenolftalen ditambahkan kedalamnya. Erlenmeyer dipanaskan di atas penangas air dengan memakai pendingin tegak selama 30 menit hingga mendidih. Apabila larutan berwarna merah, kemudian titer dengan larutan HCl 0,1 N dalam alkohol sampai warna tepat hilang.
Kadar alaki bebas 3.
() ()
x 100%
Bobot jenis (SNI : 06-4085-1996) Pengukuran nilai bobot dilakukan dengan cara membandingkan bobot
contoh dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi gelatin yang ditambahkan pada formula shower gel. Piknometer dibersihkan kemudian dikeringkan dan ditimbang. Sampel didinginkn lebih rendah daei suhu penetapan. Sampel dimasukkan kedalam piknometer yang terendah dari es, biarkan sampa suhu 25°C dan tetapkan sampai garis tera. Piknometer diangkat dari dalam rendaman air es dan didiamkan pada suhu kamar kemudian ditimbangkan. Pengerjaan tersebut diulangi dengan memekai air suing sebagai pengganti sampel.
Bobot jenis, 25°C = 4.
Viskositas Viskositas adlah shearing stress yang diberikan dalam luasan tertentu
sewaktu diberikan kecepatan dalam gradien normal pada area tertentu. Viskositas merupakan salah satu parameter fisik yang membedakan shower gel dengan sabun cair. Selain itu viskositas dapat dijadikan parameter untuk menunjukkan kestabilan produk kosmetik selama masa penyimpanan. Pada analisis ini digunakan viscosimeter brookfield dengan spindel nomor 3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Dari analisa viskositas yangg telah dilakukan dapat dilihat bahwa
18
viskositas dari shower gel yang dihasilkan telah berada dalam kisaran viskositas shower jel yaitu 500-20000 Cp. Besarnya kisaran viskositas dar shoer gel menunjukkan bahwa sebenarnya kita tidak bisa menentukan viskositas mana yang paling baik. Untuk shower gel di pasaran seperti ‘Gatsby’ memilik i viskositas 665 Cp, sedangkan palmovie shower gel yang memiliki viskositas 2205 Cp. Faktor konsentrasi gelatin mempengaruhi viskositas shower gel yang dihasilkan. Selain itu viskositas dari suatu produk tergantung dari suhu, pH dan penambahan elektrolit serta jenis bahan pengental yang dgunkan. Unutk meningkatkan viskositas dari shower gel dapat dilakukan dengan cara meningkatkan konsentrasi bahan aktif sabun (Surfaktan), meningktkan kandungan elektrolit atau dengan penambahan konsentrasi bahan penegntal. Viskositas suatu produk tergantung pada viskositas pelarut, kontribusi bahan terlarut dan integrasi keduanya. Suhu jugaberpengarh terhadap viskositas suatu produk, semakin tinggi suhu maka semakin turn nilai viskositas
dan viskositas akan menurut secara
eksponensial pada suhu 40°C. Namun pada pada proses pembuatan shower gel, panas hanya digunakan untuk melarutkan gelatin dalam air dan baru dicampurkan dengan bahan lain ketika sudah dngin. Pengukiran viskositas dilakukan pada suhu ruang sehingga semua sampel memiliki suhu yang sama. Oleh karena itu pengaruh suhu terhadap viskositas smua perlakuan sama dan dapat diabaikan. Viskositas emulsi dapat menunjukkan kestabilan suatu sistem emulsi. Perubahan viskositas emulsi dan viskositas semula menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada sisitem emulsi tersebut. Emulsi yang tidak stabil cenderung mengaami penurunan viskositas selama penyimpanan. Hal ini terjadi karena kerusakan emulsi menyebabkan fasa internal terpisah dengan fase aksternal. Emulasi yangbaik tidka membentuk lapisan lapisan , tidak mengalami perubahan warna, dan konsistensi tetap. Stabilitas atau kestabilan suatu emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan. Stabilitas emulsi akan berpengaruh terhadap daya simpan emulsi tersebut. Ketidak stabilan emulsi dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain komposisi bahan yang tidak tepat, ketidakcocokan
bahan,
kecepatan
dan
waktu
pencampuran
yang
tidak
19
tepat,ketidaksesuain rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi , pemanansan dan penguapan yang berlebihan, jumlah dan pemulihan emulsifier yang tidak tepat, pembekuan, gunvangan mekanik atau getaran, ketidak seimbangan densitas, ketidakmurnian emulsi dan penambahan asam atau elektrolit. Viskositas diukur dengan menggunakan vikosimeter boakfield spindel 3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Viskositasnya (cP) adalah faktor konversi dikalikan dengan menggunakan hasil pengukuran. 5.
Total mikroba (SNI : 06-4085-1996) Total mikroba emrupakn salah satu parameter yang menentukan baik
tidaknya mutu suatu produk. Menurut Standar Nasiona Indonesia (1996) jumlah total mikroba maksimal yang diperkenankan dalam produk sabun cair maksimal adlah 1x105 koloni/5. Dari hasil analisa total mikroba pada shower gel menunjukkan nilai negatif. Dari hasil analisa seragaman menunjukkan bahwa pengaruh perbbedaan konsentrasi gelatin tidak berbeda nyata terhadap nilai total mikroba shower gel yang dihasilkan. Jumlah total mikroba dipengaruhi antara lain oleh faktor lingkungan baik kimi amaupun fisik. Faktor fakroe tersebut antara lain, suhu, nilai osmotik dari medium, dan adanya zat kimia seperti desinfektan. Mikrorganisme sama sepertinya mahkluk hidup
lain yang dapat bertahan pada kisaran suhu
tertentu. Batas batas tersebut adalah suhu minimum dan suhu maksimumsedang suhu yang paling sesuai untuk pertumbuhan bakteri adalah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri.
Jika bakteri ditempatkan dalam suatu larutan yang
hipertonik terhadap isi sel maka bakteri kan mengalami plasmolis. Sebaliknya jika bakteri ditempatkan kepada medium yang hipotonik terhadap isi sel dpat menyenankan pecahnya sel bakteri atau plassmoptisis. Zat zat kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganime antara lain adanya senyawa garam garam logam, fenol, formaldehide, alkohol, klor, persenyawaan klor, bahan aktif sabun dan sulfonamida. Bahan aktif sabun yaitu surfaktan dapat mengurangi tegangan permukaan yang dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Surfaktan yang digunakan dalam formula shower gel ini adalah sodium lauret sulfat. Sodium lauret sulfat merupakan garam dari basa kuat
20
yang memiliki alkil rantai karbon C12H25 serta gugus sulfat yang dapat berfungsi sebagai bakterisida dan juga bakteriostatik. Sampel diencerkan hingga diperoleh pengenceran 1 : 1000. Pipet 1 ml dari masing masing penegnceran sampel ke dalam cawan petri steril secara duplo. Kemudian kedalam cawan petri tersebut dituangkan sebanyak 12-15 ml media PCA yang telah divairkan. Goyangkan cawan petri dengan hati hati hingga contoh tercampur rata. Biarkan campuran dalam cawan petri membeku dan kemudian memeasukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik kedalam inkubator dan diikuasikan pada suhu 53 ± 1°C selama 24 – 48 jam. Catat pertumbuhan koloni dan hitung angka lempeng total dalam 1 gram atau 1 ml contoh dengan mengalikan jumlah rata rata koloni pada cawan dengan faktor pengencer yang digunakan. 6.
Stabilitas emulsi Ketidakstabilan emulsi dapat disebabkan karena bebrapa hal antara lain
komposisi bahan yangtidak tepat, ketidak cocokan bahan, kecepatan dan waktu pencampuran yang yang tidk tepat, ketidak sesuaian rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi, pemanasan dan penguapan yang berlebihan, jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat, pembekuan, guncangan mekanik atau getaran, ketidakseimbangan dnesitas, ketidakmurnian emulsi, reaksi antara dua atau lebih komponen dalam emulsi dan penambahan asam elektrolit. Stabilitas emulsi bisa diukur dengan cara mengukur perubahan nilai viskositas dan pH selama satu bulan dan diukur setiap lima hari sekali. Bahan disimpan dalam oven dengan suhu 50°C 4.2
Uji Kesukaan
1.
Kesukaan terhadap jumlah busa shower gel Jumlah busa dipengaruhi oleh adanya bahan aktif pada sabun. Pada sanum
yang menjadi bahan aktifnya dalah surfaktan. Adanya surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga sabun dpat berbusa. Walaupun jumlah busa tidak sellau sebanding dengan kemampuan daya bersih sabun namun biasanya konsumen mengasosiasikan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang
21
memiliki banyak busa. Karakteristik busa sendiri dipengaruhi oleh bebrapa faktor yaitu adanya bahan aktif sabun atau surfaktan, penstabil busa dan bahan bahan penyusun sabun yang lain. 2.
Kesukaan terhadap kekntalan shower gel Pada umumnya konsumen tidak menyukai shower ge yang memiliki
kekekntalan yang tidak terlalu kental namun tidak terlalu encer. Kekntalan shower gel disebabkan karena adanya bahan pengental dalam formula tersebut yang dalam ini adalah gelatin. 3.
Kesukaan terhadap saat pemakaian dan setelah pemakaian shower gel. Konsentrasi bbahan aktif yang tinggi akan menyebabkan bahan aktif
tersebut menempel pada kulit dan diperlukan air yang banyak untuk membilasnya. Setelah pemakaian dipengaruhi oleh jumlah moisturizer, humektan dan nilai ph shower gel.
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan
Sabun pertama kali dibuat dari lemak yang dipanaskan dengan abu. Sekitar tahun 2800 SM para ahli arkeologi dari kota Babylonia kuno menemukan bejana dari tanah liat yang didalamnya terdapat sabun. Pada tahun yang sama yaitu sekitar tahun 2800 SM, orang Mesir kuno sudah mandi dengan menggunakan sabun. Hal ini diketahui dari dokumen Ebers Papyrus tentang orang Mesir, yaitu tahun 1500 SM yang mengatakan bahwa sabun yang mereka pakai pada saat itu berasal dari campuran minyak hewan dan minyak tumbuhan dengan campuran garam. Pembuatan sabun gel ini dilakukan dengan proses penambahan gelatin dalam pembuatan shower gel yang mana gelatin disini berfungsi sebagai bahan pengental. Penjeleasan lebih lanjut ada pada diagram alir pembuatan shower gel ini yaitu sebagai berikut : air dipanaskan pada suhu 50 - 70◦C , lalu ditambahkan gelatin tipe B dari tulang sapi dengan konsentrasi 0%, 1%, 2,5%, dan 4 %. Setelah itu dilakukan proses pengadukan dengan autoklaf dan menghasilkan campuran 1. Kemudian, campuran tersebut didinginkan di dalam lemari pendingin. Saat campuran sudah bukan berbentuk cair lagi, ditambahkan bahan lain seperti sodium laureth sulfat, cocamino propil betain, PEG – 7 gliseril cocoat, propilen glikol, EDTA dan parfum. Setelah ditambahkannya bahan lain ini, campuran tadi dilakukan
proses
pencampuran
dengan
menggunakan homomixer dan
ditambahkan dengan bahan lain tadi agar dapat terbentuk shower gel. 5.2
Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa lebih memahami dan mendalami tentang sabun gel, serta memahami prosedur dan proses pembuatannya.
22