BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penggunaan sabun sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Pada perkembangannya seperti sekarang, semakin banyak jenis je nis sabun yang beredar di pasaran, mulai dari yang bersifat khusus untuk kecantikan maupun umum untuk membersihkan kotoran salah satunya adalah sabun. Sabun mempunyai dua bentuk, yaitu sabun batang dan sabun cair. Faktor kepraktisan dan kecepatan larut sabun dalam air pada sabun cair menyebabkan banyak orang lebih memilih menggunakannya daripada sabun batang. Sabun cair memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan sabun batang karena sabun batang mudah jatuh. atau terendam karena licin ketika digunakan atau ditempatkan sehingga menyebabkan sabun menjadi kotor atau rusak. Selain itu proses pembuatannya yang relatif lebih mudah dan biaya produksinya relatif lebih murah dibandingkan proses pembuatan sabun batang. Sabun cair juga mudah digunakan, dibawa dan disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan penampilan kemasan yang eksklusif. Antiseptik berguna dalam menghambat pertumbuhan kuman yang terdapat pada jaringan yang hidup. Antiseptik selalu digunakan dalam berbagai kondisi medis baik untuk membersihkan luka terbuka ataupun dalam kala operasi di mana sebelum dilakukan operasi, akan diberikan antiseptik terlebih dahulu untuk mencegah bakteri bertumbuh dan masuk ke dalam operasi tersebut. Namun selain untuk menghambat kuman, antiseptik juga dapat membunuh bakteri, tetapi hal ini sangat bergantung pada banyaknya konsentrasi dan juga lamanya paparan antiseptik dan juga kuman tersebut pada bagian jaringan. Sabun antisepik pada saat ini sudah tidak menjadi barang mewah yang hanya orangorang tertentu saja yang mengetahui cara pembuatannya. Jadi mengetahui cara pembuatan sabun antiseptic pada saat ini sudahlah harus kita miliki terutama bagi orang-orang yang memang berkecimpung di dunia farmasi. Pembuatannya yang cukup sederhana, membuat sabun antiseptik cukup banyak diminati oleh banyak kalangan baik dari orang dewasa sampai remaja. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, memudahkan kita untuk mempelajari tentang pembuatan sabun antiseptik ini. Apalagi kita sebagai mahasiswa farmasi, sudah sepatutnya kita memahami tentang pembuatan sabun ini, karena selain cara
1
pembuatannya yang cukup sederhana, potensi untuk pengembangan ke depannya juga cukup menjanjikan.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan makalah ini membatasi masalah : 1. Bagaimana karakteristik sabun cair antiseptik? 2. Apa Komponen yang ada pada sabun cair antiseptik? 3. Metodologi apa yang digunakan pada sabun cair antiseptik? 4. Bagaimana evaluasi dari formulasi sabun cair antiseptik? 5. Bagaimana formulasi sediaan sabun cair antiseptik dewasa?
C. Tujuan
Setelah
mempelajari
makalah
ini
diharapkan
mampu
memahami
tentang
karakteristik, komponen, metodologi dan evaluasi yang digunakan pada formulasi sabun cair antiseptic dewasa.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang berupa lapisan atau jaringan paling luar yang membungkus dan melindungi tubuh serta bersifat elastis. Kadangkala disebut integument (Latin, integumentum, integere yang berarti menutup). Uniknya, kulit adalah organ terbesar manusia. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada kead
aan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit merupakan komponen terbesar dari sistem imun, kunci dari sistem saraf dan endoktrin serta penghasil vitamin sebagai respon dari sinar matahari tanpa kulit.
Susunan kulit terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar, yang dapat berfungsi melindungi, berupa gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/ bakteri maupun jamur. serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang 3
paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit.Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu : a. Stratum Corneum (Lapisan Tanduk) merupakan lapisan epidermisyang paling atasdan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal.Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan epidermis memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran melanintidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. b. Stratum Lucidum (Lapisan Bening) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagaipenyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisanbening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecilkecil, tipisdan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembuscahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dantelapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening. c. Stratum Granulosum (Lapisan Berbutir) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya,
4
berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki. d. Stratum Spinosum (Lapisan Bertaju) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas selsel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak ( polygonal ), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel -sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation. e. StratumGerminativum atau Stratum Basale (Lapisan Benih) merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan laminabasalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis.Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit.Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblasatau melanosit ) pembuat pigmen melanin kulit.
2. Dermis
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat dan kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut ( muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk batang rambut.Kelenjar palit yang menempel di saluran 5
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara kandungrambut.Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit.Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriksinterfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel. Keberadaan
ujung-ujung
saraf
perasa
dalam
dermis
memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar.Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin.Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap halhalyang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut.Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung rambut.Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit. Di dalam lapisan dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu : a. Kelenjar keringat Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaantelapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisasisa pencernaan dari tubuh.Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. b. Kelenjar palit Kelenjar palit terletak pada bagian atas dermis berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut ( folikel ) .Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga
kelunakan
rambut.Kelenjar
palit
membentuk
sebum
atau
urap
kulit.Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
6
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut.Pada kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala.Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jikaproduksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
3. Subkutis atau Hipodermis
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagaibantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
2. Sabun
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa le mak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, 7
sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.
1. Karakteristik Sabun Cair a. Karakteristik Dalam Memilih Bahan Baku Sabun
Ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalm memilih bahan dasar sabun antara lain: 1. Warna lemak dan minyak Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. 2.
Angka Saponifikasi Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kaliumhidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satugram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yangdibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
3. Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau lemak,semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
b. Kriteria Sabun yang Bagus Untuk Kulit :
Terlepas dari urusan merk, sabun batang ataupun sabun cair yang baik untuk kulit hendaknya memenuhi beberapa kriteria utama, yaitu bisa membersihkan kulit, memiliki aroma terapi, dan juga mengandung moisturizer yang bisa menjaga kelembaban kulit. Rata-rata semua sabun bisa membersihkan kulit, dan aroma terapi pula tergantung pada selera masing-masing konsumen. Namun tidak semua sabun cair memiliki kesamaan kandungan moisturizer harus cermat-cermat memilih, agar sabun yang di pakai bukan hanya membersihkan, namun juga bisa menjadi pelembab kulit. 8
Selain itu, sabun cair yang bagus juga harus bisa membersihkan tujuh area terkotor tubuh dengan sempurna. Tujuh area yang dimaksud tersebut adalah area belakang telinga, seluruh leher, daerah lipatan lengan, ketiak, selangkangan, seluruh bagian punggung, dan kedua kaki.
c. Efek sabun pada kulit manusia
Menurut
Wasitaatmadja
(1997:
100-103)
bahwa
sabun
digunakan
untuk
membersihkan kotoran pada kulit, baik kotoran yang larut dalam air maupun kotoran yang larut dalam lemak. Namun, penggunaan sabun juga dapat mengakibatkan efek samping bagi tubuh, berupa: 1.
Daya Alkalinisasi Kulit
Daya Alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun berada di antara 9 hingga 12. Hal ini diduga sebagai penyebab iritasi pada kulit. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak dengan kulit berlangsung lama, proses pembilasan yang kurang sempurna, serta daya absorpsi kulit terhadap sabun. 2.
Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit
Kontak antara kulit dengan air (pH 7) dalam waktu lama akan menyebabkan lapisan tanduk membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat proses pembengkakan dan menyebabkan kerusakan kulit. Kerusakan tersebut akan menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Hal ini diikuti dengan proses pelepasan ikatan antar sel tanduk kulit sehingga kulit tampak kasar dan tidak elastis. 3.
Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi
Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion Kalsium (K) dan Magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan atas tanduk, pengendapan K + dan Mg ++ akan mengakibatkan reaksi alergi yang disebabkan oleh tertutupnya folikel rambut dan kelenjar sehingga menimbulkan infeksi kuman. Pada deterjen, adanya gugus SH menyebabkan denaturasi kerat in yang diawali oleh lepasnya gugus tersebut dari sistin dan sistein. Sehingga gugus SH bebas tersebut memicu terjadinya iritasi kulit.
9
4.
Daya Antimikrobial
Adanya daya antimikroba menyebabkan kekeringan pada kulit, dan oksidasi sel-sel keratin. Efek samping lain yang dapat disebabkan oleh deterjen dan sabun antara lain dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Pada dasarnya, sabun bukanlah bahan sensitizer, tetapi berbagai bahan aditif, misalnya parfum, lanolin, dan antibakterial, dapat menyebabkan timbulnya efek samping. Hakim (1986: 465) menyatakan bahwa sejumlah sabun, terutama yang berkadar fosfor tinggi, mengotori air drainase. Suatu akumulasi fosfor (dan unsur lain yang penting bagi pertumbuhan tanaman) di air dikenal sebagai uetrophication. Hal tersebut dapat menimbulkan kelebihan pertumbuhan ganggang atau lumut air (bunga ganggang) karena cadangan oksigen akan habis dan ikan akan mati, sejumlah negara mengatur jumlah dan macam bahan kimia campuran yang diizinkan dalam pembuatan sabun.
2. Komponen Sabun Cair a. Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
10
b. Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu. c. Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. - NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. -
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
3. Metodologi Sabun Cair
Pada proses pembuatan sabun, digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Beberapa metode pembuatan sabun, yaitu: 11
1. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam
ditambahkan
untuk
mengendapkan
sabun.
Lapisan
air
yang
mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). 2. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang. lemak atau minyak dihidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Pembuatan Sabun dalam Industri 1. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : Trigliserida + 3NaOH
3RCOONa + Gliserin 12
NaOH
=
[SV
x
0,000713] x
100/ NaOH (%)
[SV
/
1000] x
[MV(NaOH)/MV(KOH) Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yangt beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir. 2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal. 3. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH
RCOONa + H2O
13
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut : NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak. 4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan
zat
pewarna,
parfum,
dan
zat
aditif
lainnya
kedalamm
ixer(analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.
4. Evaluasi sediaan
1. Fisika a. Pengujian Organoleptis Uji penampilan dengan melihat secara langsung warna, bentuk, dan bau sabun cair yang terbentuk (Depkes RI, 1995). Menurut SNI standar sabun cair yang ideal yaitu memiliki bentuk cair serta bau dan warna yang khas (SNI, 1996) b. Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen. c. Pengukuran Viskositas Sedian Viskositas formula sabun cair diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield meggunakan spindel No. 6 pada kecepatan dan shear rates yang bervariasi. Pengukuran dilakukan pada kecepatan 0,10, 0,20, 0,30, 0,40 dan 14
0,50 rpm dalam 60 detik diantara dua kecepatan yang berurutan sebagai equilibration dengan rentang shear rate dari 0,2 s -1 hingga 1.0 s
-1
. Penentuan
viskositas dilakukan pada suhu ruangan. Data viskositas diplot pada rheogram. Hasil pemeriksaan viskositas sediaan sabun cair diharapkan diperoleh aliran plastiksotropik (anggraini dkk,2012). d. Bobot jenis Dengan memasukan sediaan kedalam piknometer sampai diatas garis tera. Ditutup, kemudian simasukan piknometer ke dalam rendaman air es sampai suhu 25 ᵒC. Permukaan air es harus lebih tinggi dari pada permukaan contoh dalam piknometer, sehingga semua isi piknometer terendam. Dibiarkan piknometer terendam selama 30 menit kemudian buka tutup piknometer dan dibersihkan bagian luar piknometer dengan gulungan kertas saring sampai tanda garis. Pengujian bobot jenis dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sabun cair yaitu berkisar antara 1,010 – 1,100 g/ml (SNI, 1996). e. Kemapuan membusa dan stabilitas busa Uji daya busa terhadap air suling Uji daya busa terhadap air suling dilakukan dengan cara : larutan sabun transparan satu gram sebanyak 50ml dimasukan kedalam gelas ukur 1000 ml kemudian diukur tingginya. Kemudian larutan yang sama sebanyak 200ml diteteskan dengan bantuan buret 50ml, dengan ketinggian 90 cm diatas sabun. Ukur tinggi busa yang terbentuk. Tunggu lima menit kemudian tinggi busa di ukur kembali. Uji daya busa terhadap air sadah Air sadah dibuat dengan melarutkan 0,3 gram CaCO3 dan 0,15 gram MgCO3 dalam air suling 500ml sambil dipanaskan dan ditambahkan HCL pekat setetes demi setetes hingga larut. Selanjutnya dilakukan uji sama seperti uji daya busa terhadap air suling Stabilitas busa dapat dirumuskan sebagai berikut: Stabilitas busa(%) = akhir tinggi busa x100% tinggi busa awal
15
2. Kimia a. Pengukuran pH Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram sediaan yang akan dipeiksa diencerkan dengan air suling hingga 10ml. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang di periksa, jarum pH meter dibiarkan bergerak sampai menunjukkan posisi tetap, pH yang ditunjukan jarum pH meter dicatat (Depkes RI, 1995). Menurut SNI, untuk pH sabun cair yang diperbolehkan antara 8-11 (SNI, 1996).
3. Praformulasi Sabun Cair A. Monografi bahan baku 1. Menthol oil
Pemerian
: Cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan, aromatik, rasa pedas dan hangat kemudian dingin.
Kelarutan
: Larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P
Bj
: 0,896 g/cm3
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung cahaya.
Penggunaan
: Bahan tambahan, karminativum
2. Asam Stearat
Pemerian
: zat padat kemiri mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat ; mirip lemak lilin. Asam stearat adalah asam keras, putih atau kuning samar-samar berwarna, agak glossy padat, kristal atau serbuk putih atau kekuningan. Memiliki sedikit bau dan rasa menunjukkan lemak.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95); dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
Stabilitas
: Asam stearat merupakan bahan stabil; harus disimpan wadah di tempat sejuk dan kering.
Tiitk lebur
: Tidak kurang dari 54 0 ; 69-700C
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
16
Inkompatibilitas : Asam stearat inkompatibilitas dengan logam hidroksida dan juga inkompatibel dengan basa, reduktor dan oksidator. Sale p yang dibuat dengan basis asam stearat dapat mengering karena reaksi dengan garam-garam seng atau kalsium. Penggunaan
: Agen pengemulsi: agen pelarut
3. Sodium Lauryl Sulfate (texaphon)
Pemerian
: Berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda; agak berbau khas
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, membentuk larutan opalesen
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
: Sebagai anion surfaktan / zat aktif Presentasi sebagai anion surfaktan: 0,5 -2,5 sebagai deterjen 10%
4. Natrium kloria
Definisi
: Natrium klorida (NaCl) mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan
Pemerian
:
Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin
Kelarutan
: Natrium klorida mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam etanol dan air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol
Stabilitas
: Stabil
dalam
bentuk
larutan.
Larutan
stabil
dapat
menyebabkan penguratan partikel dari tipe gelas. pH NaOH 4,5-7 6,7-7.3 Penggunaan
: Sebagai pengental
5. Gliserin
Definisi
: Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C3H803
Pemerian
: Cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan 17
higroskopis, memiliki rasa manis Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam benzene dan kloroform, larut dalam etanol 95%, methanol dan air
Inkompatibilitas
: Jika dicampur dengan agen pengoksidasi seperti chomium trioxide, potassium chlorate atau pottasium loermanganate. Dalam larutan encer, reaksi berlangsung lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi yang terbentuk. Perubahan warna hitam gliserin terjadi pada paparan cahaya, atau pada kontak dengan zinc oxide atau basis bismuth nitrat. Sebuah kontaminan besi dalam warna campuran yang mengandung fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk asam borat komplek, asam glyceroboric, yang merupakan asam kuat daripada asam borat.
Penggunaan
: Digunakan sebagai pelarut atau cosolvent
Titik didih
: 2900 C dan titik leleh gliserin yaitu; 17,8 0 C
6. Adeps lanae (lanolin)
Pemerian
: Berwarna kuning, bermanis-manis, zat lilin pucat dengan samar, berbau khas. Lanolin meleleh berupa cairan berwarna kuning.
Kelarutan
: Bebas larut dalam benzena, kloroform, eter, dan semangat minyak bumi, sedikit larut dalam etanol dingin (95%), lebih larut dalam etanol (95%) mendidih, praktis tidak larut dalam air
Tiitk leleh
: 440-550
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering. Kehidupan penyimpanan normal 2 tahun
Nilai
: < 8.0
saponifikasi Penggunaan
: Digunakan agen pengemulsi dan basis
7. Threethanolamine (TEA)
Pemerian
: Cairan jernih yang kental, berwarna kuning pucat dan memiliki bau amonia sedikit, sangat higroskopis, dan kelembapan 0,09%, merupakan campuran basa, terutama 2,20, 200-nitrilotriethanol, 18
meskipun
juga
(dietanolamina)
mengandung dan
jumlah
2,20-iminobisetthanol
yang lebih
kecil
dari
2-
aminoethanol (monoehanolamine) pH
: 10,5 (larutan 0,1N)
Tiitk didih
: 3320C
Tiitk leleh
: 20-210C titik beku 21,6 0C
Penyimpanan
: Disimpan dalam wadah kedap udara terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering.
Penggunaan
: Basis emulgator
8. Profil Paraben (Nipasol)
Pemerian
: Serbuk hablur putih; tidak berbau; tidak berasa
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
: Zat pengawet Untuk sediaan topikal 0,01-0,6%
9. Metil Paraben (Nipagin)
Pemerian
: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar
Kelarutan
: Sukar larut dalam air, dalam topikal dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
: Zat pengawet Untuk topikal 0,02-0,3 %
10. Aquades
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau
Berat molekul
: 18,02 gram/mol
pH
: Antara 5-7 19
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan
: Pelarut
11. Hidrogen peroksida (H2O2)
Pemerian
: Tidak berwarna, hampir tidak berbau, mudah terurai jika berhubungan dengan zat organik yang dapat teroksidasi, dengan logam tertentu dan senyawanya atau dengan alkali
Berat molekul
: 34,02
Penyimpanan
: Dalam botol bersumbat kaca atau bersumbat plastik yang cocok, dilengkapi dengan lubang udara: ditempat sejuk, terl indung dari cahaya
Penggunaan
: Sebagai antiseptik
20
B. Pembuatan sabun cair
1. Semua bahan-bahan yang diperlukan ditimbang sesuai dengan formula yang digunakan 2. Dipisahkan bahan antara fase minyak dan fase air 3. Diayak sodium lauryl sulfat lalu di kembangkan dengan menambhkan aquadest selama 1 hari 4. Campuran sodium lauryl sufat kemudian ditambahkan dengan NaCl hingga campuran tercampur secara merata (campuran 1) 5. Dilarutkan asam stearat dengan TEA lalu tambahkan nipagin nipasol (campuran 2); adeps lanae dilarutkan dengan gliserin (campuran 3). 6. Dimasukan campuran 2 ke campuran 3 dan diaduk hingga homogen (campuran 4) 7. Dimasukan campuran ke 1 kedalam campuran 4, diaduk hingga tercampur secara homogen 8. Ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga tercampur semua (campuran 5) 9. Campuran 5 didiamkan pada suhu ruangan dan ditambahkan menthol oil hidroxy peroksid lalu dimasukan ke dalam kemasan dan dilakukan uji evaluasi.
21
BAB III PEMBAHASAN 1. Karakteristik A. Formula Sabun Cair Antiseptik dan karakteristik bahan Zat % KOMPONEN
BAHAN
F1
F2
F3
0.025
0.025
0.025
F4
KARAKTERISTIK BAHAN
(FUNGSI)
Pemecah
Asam stearat
0.025
Kristal Putih atau kuning berwarna, kristalin padat, atau putih. Zat stabil.
ikatan sabun dengan gliserol Zat tambahan
0.125
Menthol oil
Cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan, aromatik, rasa pedas dan hangat kemudian dingin.
Surfaktan
0.28
KOH
Penampilan
padatan putih, higroskopis. tak
berbau
(Kalium hidroksida) Surfaktan
0.293
Sodium
0.28
berwarna atau serbuk
lauryl sulfat Pembentuk
putih atau krem sampai kuning pucat, Kristal
0.0167
Nacl
0.0167
0.0167
Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin
busa/ pengental Humektan
Gliserin
0,007
0,007
0,007
0,007
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).
Agen
Adeps lanae
0.005
0.005
0.005
0.005
Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
pengalkali dan saponifikasi Agen
TEA
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental
pengalkali Antiseptik
Air jeruk
0.05
Buah bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai kuning dan kulit buah tipis mengandung
nipis
banyak minyak atsiri. Daging buah berwarna putih kehijauan, sangat asam, mengandung
22
banyak vitamin C dan asam sitrat.
Pengawet
0,0018
Nipagin
0,0018
hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, dan mempunyai rasa sedikit panas
Pengawet
Nipasol
0,0002
Zat aktif
Minyak atsiri
0.125
0,0002
Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa. bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau. Tidak berwarna
(akar wangi)
atau kekuning-kuningan dengan rasa dan bau khas .
Pewangi
Parfum rosae
0.0005
larutan berwarna kuning pucat, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25 C kental, jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur.
Zat aktif
7%
Ekstrak
Berwarna kuning muda dan jernih
batang nanas Pelarut
Aqua dest
1
1
1
1
Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Antiseptik
0,0005
Hidroxy
Tidak berwarna, hampir tidak berbau, mudah terurai jika berhubungan dengan zat organik
peroksida
yang dapat teroksidasi, dengan logam tertentu dan senyawanya atau dengan alkali.
F1 Karakteristik
F2
F3
F4
warna putih
yaitu warna putih
warna agak
warna putih susu dan
gading, baunya
keruh aroma
kekuningan bau
konsentrasi cairan
wangi bunga
khas jeruk nipis
khas minyak atsiri
kental dan busa banyak
rose, bentuk cairan kental pada konsentrasi 7%. Metode
Metode kontinu
Metode batch
Metode batch
Metode Batch
Evaluasi
Organoleptis,
organoleptis,
organoleptis,
Fisik : organoleptis,
23
berat jenis,
homogenitas,
homogenitas,
homogenitas,
viskositas, pH,
viskositas, bobot
viskositas, pH
viskositas, bobot jenis,
uji daya busa, uji
jenis, stabilitas
stabilitas busa
iritasi kulit
busa, pH
Kimia: pH
Pada Formula 1 Formula dasar sabun cair ini diformulasi dengan penambahan
ekstrak batang nanas (Ananas comosus. L) dengan konsentrasi yang berbeda. Dimana konsentrasi yang digunakan 7%. pH yang dilakukan pada sabun cair ekstrak batang nanas (Ananas comosus. L) selama 4 minggu penyimpanan menunjukkan pH cenderung basa dimana hasil pemeriksaan tersebut didapatkan pH untuk F3 = 8,04. Hasil yang di dapatkan tidak memenuhi syarat Untuk pH kulit, dimana pada literatur dikatakan bahwa pH kulit berkisar antara 5,0-6,5 (Wasitaatmadja, 1997). Tetapi dari hasil uji iritasi kulit tidak menyebabkan iritasi pada masing-masing formula. hasil uji efek anti jamur sabun cair ekstrak batang nanas Semakin tinggi konsentrasi sabun cair ekstrak batang nanas maka makin besar daya hambatnya terhadap jamur Candida albicans Menurut literatur diameter hambat yang beraktivitas lemah adalah 10-15 mm, diameter yang beraktivitas sedang adalah 16-20 mm, dan diameter hambat yang beraktivitas kuat adalah > 20 mm (Greenwood, 1995). Pada formula 2 merupakan sabun antiseptik air jeruk nipis dengan karakteristik warna putih keruh aroma khas jeruk nipis. Sabun cair antiseptik ini sudah memenuhi kriteria untuk sabun cair anti septik
yang baik, namun walau pun begitu ada yang
terlupakan yaitu tidak memakai pengawet dan tidak dilakukan uji iritasi. Formula 3 merupakan sabun antiseptik minyak atsiri dari akar wangi dengan karakteristik warna agak kekuningan bau khas minyak atsiri, sabun cair ini sudah baik dan aman digunakan dan menggunakan pengawet agar sabun cair tahan lama, tapi dalam formula ini tidak menggunakan bahan antiseptik. Formula 4 adalah rancangan formula penulis,
dimana penulis menggunakan
formulasi sediaan sabun cair yang digunakan adalah menthol oil, asam stearat, sodium lauryl sulfat , NaCl, Gliserin, adeps lanae, TEA , nipagin, nipasol, hodroxy perosida dan aquadest. Minyak atau lemak merupakan bahan dasar dalam pembuatan sabun, dimana 24
asam lemak yang berasksi dengan basa akan menghasilkan gliserol dan sabun, yang dikenal dengan proses saponifikasi. Pada sediaan ini digunakan adeps lanae. Adeps lanae dalam formulasi teknologi banyak digunakan dalam formulasi farmasi topikal dan kosmetik. Pada formula ini ditambahkan nipagin, nipasol sebagai pengawet. Selain minyak peran dari basa proses pembuatan sabun juga sangat penting , dimana basa sebagai agen pereaksi dengan fase minyak sehingga akan terjadi proses saponifikasi. Basa yang digunkan adalah TEA. Penambahan asam stearat befungsi sebagai bahan ngental atau pengeras sabun dengan tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Untuk dapat menghasilkan basa digunakan NaCl dan sebagai surfaktan digunakan ultra lauryl sulfat. Dalam formulasi juga ditambahkan gliserin untuk meningkatkan transparansi dari sediaan sabun cair, semakin banyak gliserin yang ditambahkan, maka semakin transfaran hasil yang diperoleh. Pada formula ini juga digunakan hidroxy peroksida yaitu sebagai antiseptik yaitu senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa agar kulit bersih dan sehat. Dan penambahan aquadest pada akhir pembuatan berfungsi sebagai pelarut.
25
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan
1. Karakteristik sabun cair untuk dewasa secara umum memiliki karakteristik pH 8-11, memiliki bentuk cair serta bau dan warna yang khas. Karakteristik sediaan yang dibuat aroma khas menthol, kemudian sediaan sabun cair tersebut memiliki warna putih susu serta memiliki bentuk kental. Aroma khas menthol berasal dari penggunaan bahan essential menthol oil. Warna putih susu yang dimiliki sediaan sabun cair antiseptik berasal dari penggunaan sodium lauryl sulfat dan NaCl dengan konsentrasi cukup tinggi. Warna putih susu yang solid karena tidak digunakan agen penghasil warna transaparan pada formulasi, seperti gula ataupun alcohol.
2. Komponen Komponen secara umum sabun cair yaitu minyak/lemak, deterjen/sabun, pembentuk busa, dan bahan adiktif. Pada sediaan yang akan dibuat menggunakan Asam stearate berfungsi sebagai Pemecah ikatan sabun dengan gliserol, Menthol oil tambahan, Sodium lauryl sulfat
sebagai Surfaktan, Nacl
busa/ pengental, Gliserin sebagai Humektan, Adeps lanae dan saponifikasi , TEA:
Zat sebagai
untuk Pembentuk
sebagai Agen pengalkali
Agen pengalkali, Nipagin dan nipasol sebagai Pengawet
Aqua dest sebagai Pelarut dan Hidroxy peroksida
sebagai Antiseptik.
3. Metode Ada 2 macam metode yang digunakan dalam pembuatan sabun cair yaitu metode batch dan metode kontinu, pada formula 1 metode yang digunakan adalah metode kontinu, formula 2 dan 3 menggunakan metode batch dan metode yang akan digunakan dalam formulasi sediaan sabun antiseptic dewasa adalah metode bacth.
4. Evaluasi Sediaan sabun cair yang akan dibuat dievaluasi yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kualitas sediaan yang telah diproduksi. Evaluasi sediaan yang
26
dilakukan meliputi uji organoleptis, homogenitas, uji viskositas, uji bobot jenis, uji tinggi busa, dan uji pH.
5. Formulasi sediaan sabun antiseptik dewasa 1.
Asam stearat
2,5 gram
2.
Menthol oil
12,5 gram
3.
Sodium lauryl sulfat
28 gram
4.
Nacl
1,67 gram
5.
Gliserin
0,7 gram
6.
Adeps lanae
0,5 gram
7.
TEA
0,15 gram
8.
Nipagin
0,18
9.
Nipasol
0,02 gram
10.
Aqua dest
100gram
11.
Hidroxy peroksida
0,05 gram
2. Saran
Jika membuat formulasi sediaan sabun cair harus lah berhati-hati dalam memilih bahan yang akan digunakan dan cara pembuatannya pun harus tepat, bila sabun cair yang tidak memenuhi standar baik (SNI) akan berefek tidak baik pula terhadap kulit yaitu membuat kulit menjadi sensitif dan akan mengiritasi kulit.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abu et al. 2015. Formulasi Sediaan Sabun Cair Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemangi
(Ocimum americanum L.) dan Uji Terhadap Bakeri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Palu : Jurnal of Pharmacy. Vol. 1 (1) : 1 – 8 Anonim. 2000. The Way Al Makes Soap. [Online]. http://waltonfeed.com/old/soap/soap.html http://sabunkesehatankulit.blogspot.co.id/2016/01/sabun-cair-yang-bagus-dan-aman bagi.html diakses pada 20 Oktober 2017 http://kimiadankehidupan.blogspot.co.id/2011/04/industri-pembuatan-sabun-dandeterjen_21.html diakses pada 20 Oktober 2017 Standar Nasional Indonesia. 1994. 06-3532-1994. Standar Mutu Sabun Mandi . Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. Anggraini, D, S. R. Wiwik, dan M.Masril.2012. formulasi sabun cair dari ekstrak batang nanas (Ananas comosus. L) untuk mengatasi jamur candida albians. Jurnal penelitian Farmasi Indonesia Vol 1(1): 30-33 Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia edisi Ketig a Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi empat Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1996. Mutu dan Cara uji sabun mandi. Jakarta; Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. SNI, 1996. Standar Mutu Sabun Mandi Cair . Jakarta; Dewan Standarisasi Nasional Wasitaatmadja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia.
28