1
11
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG-PARU
(KOR PULMONAL)
Di susun untuk memenuhi tugas
Mata kulia Keperawatan Medikal Bedah yang di bimbing oleh
Bapak Syaifuddin Kurnianto., S.Kep.,Ns
Oleh
Kelompok 3
Dita Indah Sari (2A/03/15.008)
Syafi Ratna Putri (2A/17/15.055)
Muhammad Romidoni (2A/20/15.062)
Ifnaini Firdanilia (2A/31/15.092)
Sofin Mauidlotul H (2A/37/15.111)
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
DINAS KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah ini telah di terima dan di setujui pada :
Diterima
Hari :
Tanggal :
Disetujui
Hari :
Tanggal :
Lumajang, 25 Oktober 2016
Pembimbing
Syaifuddin Kurnianto., S.Kep.,Ns
NIP :
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Makalah ini berjudul "Asuhan Keperawatan Pada Kor Pulmonal" Kami disampaikan terima kasih kepada:
Bapak Syaifuddin Kurnianto., S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing matakuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Karyawan perpustakaan Akademi Keperawatan Lumajang yang telah banyak membantu dalam penyediaan literatur untuk penyusunan proposal ini.
Rekan-rekan mahasiswa angkatan XVIII Akademi Keperawatan Pemerintah Kabuaten Lumajang yang telah memberi masukan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga bisa memberi inspirasi kepada pembaca.
Lumajang, 14 oktober 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.3.1 Tujuan Umum 2
1.3.2 Tujuan Khusus 2
1.4 Manfaat 2
BAB II LITERATUR REVIEW 3
2.1 Definisi 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Patofisiologi 4
2.3.1 Sirkulasi paru normal 4
2.3.2 Hipertensi pulmonal 4
2.3.3 Hemodinamik paru 5
2.4 Manifestasi klinis 5
2.5 Pemeriksaan diagnostic 6
2.5.1 Elektrokardiogram 6
2.5.2 Gambaran radiologi 6
2.5.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6
2.5.4 Biopsi Paru 6
2.6 Penatalaksanaan 7
2.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan
Farmakologi .......................................................................................7
2.6.2 Penatalaksanaan Medis 9
2.7 Prognosis 11
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan 12
a) Pengkajian keperawatan 12
b) Diagnosis keperawatan 12
c) Intervensi Keperawatan 13
BAB III KESIMPULAN 18
3.1 Kesimpulan 18
3.2 Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary. (handz-superners, 2015).
Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebih yang kronis pada ventrikel kanan dimana tekanan berlebihan ini menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan hipertrofi otot jantung. Hipoksemia akut, seperti pada pneumonia apat menimbulkan hipertensi pulmonari dan mendilatasi ventrikel. Tekanan pengisian ventrikel kanan normal sampai terjadi gagal ventrikel. Gagal ventrikel kanan biasanya terjadi ketika tekanan arteri pulmonalis sebanding dengan tekanan darah sistemik. Dengan begitu Tujuan pengobatan kor pulmonal adalah menurunkan tekanan arteri pulmonalis dan keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada keberhasilan pengobatan paru yang mendasari (Gede & Efenndi, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mahasiswi Akademi Keperawatan Lumajang dapat memahami tentang penyakit dan dapat mengaplikasikan tata laksana keperawatan pada klien dengan Kor Pulmonal
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada klien Kor Pulmonal
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui dan memahami Konsep Asuhan keperawatan Pada Klien Kor Pulmunal
BAB II
LITERATUR REVIEW
2.1 Definisi
Kor pulmonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu penyakit yang mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk didalamnya kelainan jantung kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau akibat penyakit jantung bawaan (Muttaqin, 2008)
Kor pulmonal di sebut juga penyakit jantung pulmunal, terdiri dari perbesaran ventrikel kanan (hipertrofi, dilatasi atau keduanya). Kor pulmonale adlah sekunder akibat hipertensi pulmonalis yang di sebabkan oleh gangguan pada paru-paru atau dinding dada. (Gede & Efenndi, 2004)
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan struktur jalan napas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi alveolar.Penyebab lainnya dalah kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jarring-jaring vascular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru).Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal (Muttaqin, 2008)
Secara umum kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini
Penyakit paru paru yang merata
Terutama emfisema, bronkhitis kronis (COPD), dan fibroris akibat TB
Penyakit pembuluh darah paru.
Terutama thrombosis dan embolus paru, fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisita pembuluh darah paru
Hipoventilasi alveolar menahun.
Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti:
Penebalan pleura bilateral.
Kelainan neuromuscular, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot.
Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga torak sehingga pergerakan torak berkurang. (Somantri, 2012)
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Sirkulasi paru normal
Sirkulasi paru pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high flow-flow pressure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan rendah, mempunyai resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu menampung bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan arteri paru, atau hanya meningkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal ini disebabkan karena adanya dilatasi seluruh pembuluh darah paru dan keikutsertakannya pembuluh darah yang tidak diperfusi pada waktu istirahat.Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis, eliptikal, dan elastic sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung tanpa mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis (Muttaqin, 2008)
2.3.2 Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul sebagai hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah paru.hipertensi pulmnal akan timbul jika pengurangan jaringan pembuluh darah paru lebih dari 50%. Pneumonektomi satu paru tidak akan disertai kenaikan tekanan arteri pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor antara lain pengurangan vaskularisasi paru, hipoksia, asidosis, dan polisitemia akan menyebabkan tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi hipertrofi ventrikel kanan. (Muttaqin, 2008)
Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktivitas sedangkan pada waktu aktivitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan arteti paru akan meningkat. Hipoksia merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis terpenting (Muttaqin, 2008)
Vasokonstriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos arteri pulmonalis atau efek tidak langsung melalui penglepasan zat vasoaktif seperti histamine dari sel mast.Asidosis akibat hiperkapnea atau sebab lain juga merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia.Polisitemia karena hipoksia menahun menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian mengakibatkan hipertensi pulmonal. (Muttaqin, 2008)
2.3.3 Hemodinamik paru
Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah jantung dan resistensi atau diameter pembuluh darah paru.Sebelum timbul kor pulmonal, curah jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara normal saat berolahraga.Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk meningkatkan curah jantung kebatas normal.Tekanan arteri paru meningkat tergantung dari curah jantung dan vasokonstriksi pembuluh darah akibat hipoksemia.Pada saat timbul gagal jantung kanan, tekana akhir diastolik meningkat dan curah jantung normal pada waktu istirahat, tapi ketika melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidak mampu naik seperti pada keadaan normal.Hipoksia menyebabkan penurunan fungsi jantung.Adanya hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung kanan. (Muttaqin, 2008)
2.4 Manifestasi klinis
Gejal klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, missal COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek, dan batuk.
Gagal ventriel kanan akan muncul edema, distensi vena leher, liver palpable, efusi pleura, asites, dan murmur jantung.
Sakit kepala, confussion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2. (Somantri, 2012)
Pemeriksaan diagnostic
2.5.1 Elektrokardiogram
Kelainan pada elektrokardiogram yang sering ditemukan pada klien dengan kor pulmonal menahun antara lain P pulmonal di lead II, III, dan aVF; deviasi aksis kekanan >110; rasio R/S di V6< 1; gambaran rSR' pada V1; RBBB lengkap atau tidak lengkap; R atau R' yang tinggi pada V1 dan V3R; dan T inverted pada sandaran prekordial. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya kor pulmonal.Aritmia atrial atau ventrikular dapat terjadi pada hipoksemia dengan/tanpa hiperkapnea (Muttaqin, 2008)
2.5.2 Gambaran radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan menyebabkan berbagai gambaran histologi parenkim dan pleura yang mungkin dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer, dan lapang paru perifer tampak relative oligemia.Pada hipertensi pulmonal, diameter arteri pulmonalis kanan >16 mm, dan diameter arteri pulmonalis kiri >18 mm pada 93% penderita.Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rongent thoraks PA sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kea rah lateral batas jantung kiri, dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral (Muttaqin, 2008)
2.5.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi ejeksi.
2.5.4 Biopsi Paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyait vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wagener Granulomatosi (Somantri, 2012)
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan Farmakologi
Pada dasarnya adalah mengobati penyakit.Pengobatan terdiri dari :
Tirah baring, anjuran untuk diet rendah garam
Tirah baring mencegah memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan hiperkapnia.
Tindakan preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang. (handz-superners, 2015)
a) Terapi Oksigen
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas)
Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator, kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur.Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, Meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional.Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK)
b) Diuretik
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri.Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya.Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output.Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output.Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian. Contoh : Aldactone (spironalactone), Anhydrone (Siklotiazida), Aquatag (Benztiazida), Aquatensin (Metiklotiazida), Lasix (Furosemida), Midamor (Amilorid), Naqua (Triklormetiazida), Zaroxolyne (Metolazone).
Dosis pemberian diuretic tergantung efek dieresis yang dikehendaki.
c) Vasodilator
Tujuan terapi dengan vasodilator adalah menurunkan hipertensi pulmonale tetapi sebagian besar berdampak pada sirkulasi sistemik sehingga akan terjadi hipotensi. Contoh obat vasodilator adalah
ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitio) = mengembangkan pembuluh darah arteri dan vena.
Nitroglycerine = mengembangkan pembuluh darah vena saja.
Hidrolacyne = mengembangkan pembuluh darah arteri saja.
d) Digitalis
Adalah obat yang meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan digunakan untuk mengobati layu jantung dan menormalkan lagi denyut jantung.Dalam kaitannya terhadap pengobatan kor pulmonal hanya bermanfaat diberikan apabila telah disertai dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya.
Dosis pemberian obat digitalis:
1) Jika dalam 2 minggu terakhir klien tidak mendapat terapi digitalis, maka dapat diberikan digitalis cepat (IV) dengan dosis 0,2-0,4 mg setiap 4-6 jam sampai dengan total dosis 1,6 mg.
2) Dosis maintenanceny adalah 0,25-0,50 mg/hari.
Beberapa nama obat digitalis adalah digitoksin (paten= Crystodigin, Digifortis, Lanoxin).
e) Trakeostomi
Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi gurangi ruang mati
f) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruktif kronik. Contoh obat antikoagulan oral adalah warfarin, sedangkan yang melalui IV line adalah Heparin atau Syntrom dan obat jenis Anti-agresi Platelet (antiplatelet) : AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet).
g) Pengobatan Lain
Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak dipakai pada pasien hiperkapnia kronik.Tetapi efek sampingnya yang membahayakan adalah terjadinya asidosis metabolik pada asidosis respiratorik yang telah ada.Phlebotomy menjadi tatalaksana standar pada polisitemia yang disebabkan hipoksia kronik.Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya perbaikan onyektif pada pertukaran gas maupun tekanan arteri pulmonalis akibat phlebotomy.Beberapa ahli mengeluarkan darah vena sebanyak ± 250 mL, untuk mencegah tromboemboli bila hematokrit atau hipertensi pulmonal sangat tinggi.
2.6.2 Penatalaksanaan Medis
Sasaran pengobatan adalah untuk memperbaiki ventilasi klien dan mengatasi penyakit paru yang mendasarinya atau mengurangi manifestasi penyakit jantung.Pada PPOM, pemberian oksigen mungkin diperlukan untuk memperbaiki pertukaran gas dan mengurangi tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskular paru. Transpor oksigen yang membaik akan meredakan hipertensi paru yang menjadi penyebab kor pulmonal. Oleh karena itu, pemberian oksigen menjadi bagian penting dari pengobatan (Muttaqin, 2008)
Angka ketahanan hidup yang lebih baik dan reduksi tahanan vaskular paru telah dilaporkan berhasil dalam terapi oksigen kontinu sepanjang waktu untuk klien dengan hipoksia berat.Perbaikan yang berarti dapat membutuhkan terapi oksigen selama 4-6 minggu, dan biasanya dilakukan di rumah (Muttaqin, 2008)
Pengkajian periodik gas darah arteri diperlukan untuk menentukan keadekuatan ventilasi alveolar dan memantau efektivitas terapi oksigen.Ventilasi dapat diperbaiki dengan hygiene bronchial untuk membuang sekresi yang menumpuk, pemberian bronkodilator, dan terapi fisik dada.Tindakan selanjutnya bergantung pada kondisi klien.Jika klien mengalami gagal napas, intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan.Jika klien mengalami gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea harus dihilangkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan keluaran jantung (Muttaqin, 2008)
Tirah baring, pembatasan natrium, dan terapi diuretik juga dilakukan secara seksama untuk mengurangi edema perifer (menurunkan tekanan arteri pulmonal melalui penurunan volume darah total) dan kelebihan sirkulasi pada jantung sebelah kanan (Muttaqin, 2008)
Digitalis mungkin dapat diberikan jika klien juga mengalami gagal ventrikel kanan, disritmia supraventrikular, atau gagal ventrikel kanan yang tidak berespons terhadap terapi lain untuk menghilangkan hipertensi paru.Digitalis harus diberikan dengan sangat hati-hati, karena penyakit jantung-paru tampaknya dapat meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas digitalis. (Muttaqin, 2008)
Pemantauan elektrokardiogram (EKG) mungkin diindikasikan karena ringginya insiden disritmia pada klien dengan kor pulmonal.Infeksi pernapasan harus diatasi Karena infeksi tersebut umumnya mencetuskan penyakit jantung paru.Prognosis klien bergantung pada proses hipertensifnya yang reversible. (Muttaqin, 2008)
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2. Pemberian O2 sangat dinjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal.
Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.
Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hiposemia dan hiperkapnea.
Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic.
Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan. (Somantri, 2012)
2.7 Prognosis
Prognosis cor pulmonale bergantung pada patologi yang mendasarinya.Perkembangan cor pulmonale sebagai hasil dari penyakit paru primer biasanya mempunyaiprognosis yang lebih buruk.Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang berkembang menjadi cor pulmonale memiliki kesempatan 30% untuk bertahan hidup 5 tahun, namun apakah cor pulmonale memiliki nilai prognostic yangindependen atau hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebutatau penyakit paru lainnya masih belum jelas.Prognosis pada kasus akut karena emboli paruberat ataupun sindrom gangguan pernapasan akut belum pernah terbukti bergantung padaada atau tidaknya cor pulmonale, namun dalam satu penelitian menunjukkan bahwa padakasus emboli paru, kor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di rumah sakit.Parapeneliti telah mengumpulkan data demografi, komorbiditas, dan data manifestasi klinis pada582 pasien rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit perawatan intensif dandidiagnosa menderita emboli paru. (Andriana, 2016)
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada pasienemboli paru dengan hemodinamik yang stabil factor-faktor berikut dapat menjadi predictorindependen kematian di rumah sakit (Andriana, 2016), yaitu:
Usia yang lebih tua dari 65 tahun2.
Istirahat total selama lebih dari 72 jam3.
Menderita cor pulmonale kronis4.
Sinus takikardia5.
Takipneu
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian keperawatan
Focus pengkajian keperawatan pada klien dengan kor pulmonal biasanya berhubungan dengan penyakit paru yang mendasari seperti PPOM. Keluhan sesak napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru primer.Gejala ini terjadi saat melakukan aktivitas atau bahkan saat istirahat dan kadang-kadang diperberat dengan posisi tidur.Batuk kronis yang produktif sering ditemukan.Sianosis sering didapatkan pada kor pulmonal karena polisitemia sekunder maupun desaturasi arteri.Klien mungkin gelisah dan kesadarannya terganggu karena hiperkapnea.Tekanan vena jugularis meningkat, pemeriksaan fisik jantung mungkin sulit pada klien yang disertai hiperinflasi.Jika ada kegagalan jantung kanan, dapat dipertemukan adanya kenaikan tekanan vena jugularis,edema tungkai, pembesaran hati, dan asites. (Muttaqin, 2008)
b) Diagnosis keperawatan
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnnya kemampuan batuk efektif.
Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal, penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan kelebihan.
Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja. (Muttaqin, 2008)
c) Intervensi Keperawatan
Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami sesak napas.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Pao2 dan paco2 dalam batas normal
Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang.
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus.
Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung
Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 "normal" atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2 berlebihan.
c. Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
d. Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi pasien.
Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
Tujuan : Nafsu makan membaik.
Kriteria hasil :
Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi
Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.
Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.
Mengurangi anorexia pada pasien.
Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.
Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.
Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.
Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik.
Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat.
Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi
Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari
Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktifitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan di antara aktifitaa
Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasien
Dengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan.Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal.Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary.Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, A. L. (2016). Cor Pulmonal. Retrieved Oktober 2016, 19, from Scribd: https://www.scribd.com
Gede, N., & Efenndi, C. (2004). Keperawatan medikal bedah, klien dengan gangguan sistem pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.
handz-superners. (2015, Agustus). Kor Pulmonal. Retrieved Oktober Jum'at, 2016, from DocSlide: http://www.dokumen.tips
Muttaqin, a. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Somantri, i. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
vi