REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
TENGGELAM
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Dosen Penguji : dr. RP Uva Utomo,MH,Sp.KF Residen pembimbing : dr.Stephanus Rumancay Disusun oleh: Brili Bagus Dipo 030.09.049
FK TRISAKTI
Margo Sebastian C 030.09.143
FK TRISAKTI
Tri Annisa 030.09.257
FK TRISAKTI
Made ayundari primarani 030.10.167
FK TRISAKTI
Nadia adriani putri maizalius 030.10.200 FK TRISAKTI Dea Haykal 030.11. 065
FK TRISAKTI
Vania Rinosaputri 030.11.293
FK TRISAKTI
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DOKTER KARIADI SEMARANG PERIODE 1 FEBRUARI – 28 FEBRUARI 2016
1
HALAMAN PENGESAHAN Nama :
Brili Bagus Dipo 030.09.049
FK TRISAKTI
Margo Sebastian 030.09.143
FK TRISAKTI
Tri Annisa 030.09.257
FK TRISAKTI
Made ayundari primarani 030.10.167
FK TRISAKTI
Nadia adriani putri maizalius 030.10.200 FK TRISAKTI Dea Haykal 030.11. 065
FK TRISAKTI
Vania Rinosaputri 030.11.293
FK TRISAKTI
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
: Trisak Jakarta
Tingkat
: Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian
: Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Dosen pembimbing : dr, Residen pembimbing :dr. Stephanus Rumancay Semarang, 16 Februari 2016 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang
Dosen pembimbing
dr.RP Uva Utomo,MH,SpKF
Residen pembimbing
dr.Stephanus Rumancay
2
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat dengan judul “Tenggelam”. Referat ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang pada periode 1 Februari 2016-28 Februari 2016. Penulisan referat ini tidak terlepas dari bantuan,bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Dr. RP Uva Utomo,MH,SpKF selaku dosen pembimbing Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Kariadi Semarang. 2. dr.Stephanus Rumancay selaku residen pembimbing Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Kariadi Semarang. 3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik
dari
TRISAKTI,UNDIP,UKI,UKRIDA,ATMAJAYA,ABDURAB 4. Semua pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan referat ini,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan. Penulis sangat
berharap agar referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Semarang,
Februari 2016
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
4
Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Proses tenggelam dimulai ketika saluran nafas berada di bawah permukaan cairan (terendam) atau air yang terpercik ke wajah (terbenam).1 Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 0,7% kematian diseluruh dunia disebabkan oleh tenggelam, atau lebih dari 372.000 kematian setiap tahunnya yang paling banyak disebabkan oleh tenggelam yang tidak disengaja, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan perempuan, angka ini tidak termasuk kematian tenggelam akibat bencana seperti banjir, tsunami, dan kecelakaan kapal.1,2 Angka kematian yang dicatat ini belum dapat di jadikan sebagai patokan tepat sebab kematian akibat tenggelam banyak terjadi sebelum korban sampai ke fasilitas kesehatan sehingga data akurat mengenai tenggelam masih sulit untuk di dapatkan hal ini menyebabkan diabaikannya penelitian dan pencegahan kejadian tenggelam.2 Menurut survei WHO yang terkahir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan berkembang.2 Penelitian melaporkan rata – rata kejadian tenggelam terjadi pada saat rekreasi air, seperti kolam renang dan bak mandi, selain itu salah satu faktor risiko penting yaitu konsumsi alkohol di daerah yang dekat dengan air dapat meningkatkan kejadian tenggelam.2,3 Oleh karena itu referat ini dibuat agar kita dapat mengenali kematian akibat tenggelam dan dapat mengetahui hasil pemeriksaan luar dan dalam yang dapat ditemukan pada korban tenggelam.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan oleh masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan. Pada suatu kasus tenggelam korban terbenam dalam air sehingga sistem pernapasannya terganggu dengan akibat hilangnya kesadaran dan ancaman pada jiwa korban. Pada suatu kasus tenggelam, seluruh tubuh tidak perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air sudah memenuhi criteria suatu kasus tenggelam.1 Jumlah air yang dapat mematikan ialah bila air dihirup oleh paru-paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan sebanyak 30-40 mililiter untuk bayi. 3 Menurut WHO Tenggelam atau drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan. Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan asfiksia.2 B. EPIDEMIOLOGI Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
6
Menurut survei WHO yang terakhir terjadi peningkatan 39 – 50% angka kematian akibat tenggelam di negara – negara maju seperti Amerika serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara negara miskin dan berkembang.2 Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati sepuluh besar penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1 – 24 tahun.2
Gambar 1. Peringkat tenggelam sebagai 10 penyebab kematian terbanyak.2
Gambar 2. Kematian rata – rata per 100.000 populasi.2 Di Indonesia sendiri angka kejadian tenggelam belum diketahui. Namun, merujuk pada kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau 7
dengan garis pantai yang cukup panjang yang memungkinkan terjadinya tenggelam. Terlebih Indonesia juga merupakan daerah wisata di mana perairan juga merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki. 5 Pada negara maju, korban tenggelam yang bertahan hidup tapi mengalami cedera otak yang berat yang menyebabkan kelumpuhan dapat menyebabkan tingginya biaya finansial bagi keluarga yang merawat. Pada waktu yang sama, kurangnya sarana dan pelayanan medis di negara miskin dan berkembang berarti korban tenggelam yang selamat dengan kecacatan biasanya tidak dapat hidup lama.2 C. MEKANISME PROSES TENGGELAM Reaksi awal : usaha bernapas yang berlangsung hingga batas kemampuan dicapai dimana seseorang harus bernapas, batas kemampuan ditentukan oleh kominasi antara kadar CO2 yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Menurut Pearn, batas kemampuan terjadi pada tingkat PCO2 dibawah 55 mmHg saat terdapat hipoksia dan tingkat PO2 dibawah 100 mmHg saat PCO2 tinggi melewati batas kemampuan, seseorang menarik napas secara involunter, pada saat ini air mencapai laring dan trakea, menyebabkan spasme laring yang diakibatkan tenggelam pada air tawar, terdapat penghirupan sejumlah besar air, tertelan dan akan dijumpai dalam perut. Selama bernapas di dalam air, penderita mungkin muntah dan terjadi aspirasi isi lambung. Usaha pernapasan di bawah air akan berlangsung selama beberapa menit.,hingga pernapasan terhenti. Hipoksia serebral akan berlanjut hingga irreversible dan terjadi kematian. Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh : 1. Refleks vagal Peristiwa tenggelam yang menyebabkan kematian akibat refleks vagal disebut tenggelam tipe 1. Pada tipe ini, kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan postmortem tidak ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia maupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning). 2. Spasme laring
8
Kematian karena spasme laring pada tipe tenggelam umumnya jarang terjadi. Spasme laring tersebut terjadi karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, tetapi pada paruparunya tidak didapatkan tanda adanya air atau benda-benda air lainnya. 3. Pengaruh air yang masuk paru-paru a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan elektrolit. Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan secara masif dalam jumlah yang bisa mencapai 70% dari volume darah awal dalam 3 menit karena konsentrasi elektrolit di dalam air tawar lebih rendah dibadingkan konsentrasi dalam darah sehingga akan menyebabkan terjadinya hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan hemolisis. Dengan terpecahnya eritrosit maka ion kalsium intrasel akan terlepas, dalam hal ini terjadi akibat pengenceran darah sehingga tubuh mencoba mengatasinya dengan melepas ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion Ca dan K dalam serabut otot jantung sehingga menimbulkan hiperkalemia yang akan menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan menyebabkan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian dalam air tawar terjadi dalam dalam waktu 4-5 menit. Pemeriksaan postmortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dibanding jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe IIA. b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan hemokonsentrasi. Tenggelam jenis ini akan disebut sebagai tenggelam tipe IIB. Dibandingkan tenggelam tipe IIA kematian pada tenggelam tipe ini terjadi lebih lembat. Konsentrasi elektrolit air laut lebih tinggi daripada dalam darah sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan mengakibatkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemia dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan
9
sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi 8-12 menit setelah tenggelam. Pemeriksaan postmortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dibandingkan jantung kanan, serta ditemukan buih serta benda air pada paru-paru. Cara kematian Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena: 1. Kecelakaan Sering terjadi karena korban jatuh ke laut, danau, sungai dan juga kolam renang. 2. Bunuh diri Peristiwa ini terjadi dengan menjatuhkan diri ke dalam air. Terkadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar tubuhnya dapat tenggelam. 3. Pembunuhan Ada banyak cara yang dapat digunakan, misalkan melempar korban ke laut dengan diikat pada pemberat atatupun dengan memasukkan kepala korban ke bak berisi air. Dari segi patologik sulit dibedakan antara bunuh diri dan pembunuhan. Pemeriksaan pada tempat kejadian sangat membantu. Jika memang benar pembunuhan, maka masih perlu diteliti apakah korban ditenggelamkan saat masih hidup atau sudah mati. Pada pemeriksaan mayat tenggelam, hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah : 1. Menentukan indentitas korban Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain: Pakaian dan benda milik korban Warna dan distribusi rambut serta identitas lain Kelainan atau deformitas dan jaringan parut Sidik jari Pemeriksaan gigi Teknik identifikasi lain 2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam. Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah meninggal saat tenggelam dapat diketahui dari pemeriksaan: Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu tenggelam ialah pemeriksaan diatom.
10
Untuk
membantu
menentukan
diagnosis,
dapat
dibandingkan kadar elektrolit magnesium darah dari bilik
jantung kiri dan kanan. Benda asing dalam paru dan saluran napas mempunyai nilai yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian pula
dengan isi lambung dan usus. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mempunyai nilai yang
bermakna. Dengan ditemukannya
kadar
alkohol
tinggi
dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air. 3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis tenggelam Pada mayat yang segar, gambaran postmortem dapat menunjukkan tipe tenggelam dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan dan kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan antemortem pada tubuh bagian atas, misal memar pada muka, perlukaan pada vertebra servikalis dan medula spinalis dapat ditemukan. 4. Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian Faktor – faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan, alkohol atau obat –obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau bedah jenazah. 5.Tempat korban pertama kali tenggelam Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat lain.
11
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian.
Bila korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini bisa disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada saat cairan melalui
saluran pernapasan bagian atas. Bila tidak ditemukan air pada paru – paru dan lambung, berarti kematian terjadi seketika akibat spasme glotis, yang
menyebabkan cairan tidak dapat masuk. Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak dan kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2 – 12 menit (fatal period).
D. KLASIFIKASI TENGGELAM 1. Typical drowning (wet drowning) Pada typical drowning ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi 4 2. Atypical drowning Pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas. Karena tidak khasnya tanda otopsi pada korban atypical drowning maka untuk menegakkan diagnosis kematian selain tetap melakukan pemeriksaan luar juga dilakukan penelusuran keadaan korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit dahulu.4 Atypical drowning dibedakan menjadi : 2.1. Dry Drowning
12
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian.10 Istilah dry drowning digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya cairan dalam saluran pernapasan dan paruparu. Cairan tidak ditemukan karena sudah diserap masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/ dry-lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.11 2.2. Tenggelam di Air Dangkal Pada kondisi ini, tenggelam terjadi pada air dengan ketinggian yang dangkal, tapi cukup untuk menenggelamkan bagian mulut atau hidung. Biasanya terjadi akibat kecelakaan pada orang cacat atau anak kecil, epilepsi, keadaan mabuk, koma, atau orang dengan trauma kapitis.10 2.3. Immersion syndrome (vagal inhibition) Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian.10 2.4. Secondary drowning Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis, gangguan elektrolit (asidosis metabolik).10
13
E.
PERBEDAAN TENGGELAM DI AIR TAWAR DAN AIR ASIN Kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan kematian akibat
tenggelam dalam air asin berbeda dalam berbagai hal yang nanti akan mempengaruhi hasil-hasil pemeriksaan terhadap jenazah. Secara garis besar perbedaan tersebut digambarkan oleh tabel dibawah ini: Tabel 1. Perbedaan Tenggelam Dalam Air Tawar dan Air Asin Tenggelam dalam Air Tawar Paru-paru kecil dan ringan Paru-paru relatif kering Bentuk paru-paru biasa Paru-paru tampak merah pucat Teraba krepitasi ada Pada pemeriksaan laboratorium darah: -
Berat jenis 1,055 Hipotonik Hemodilusi Hipervolemik Hiperkalemia Hiponatremia Hipoklorida
Tenggelam dalam Air Asin Paru-paru besar dan berat Paru-paru relatif basah Bentuk paru-paru besar Paru-paru ungu biru Teraba krepitasi tidak ada Pada pemeriksaan laboratorium darah: -
Berat jenis 1,059-1,60 Hipertonik Hemokonsentrasi Hipovolemik Hipokalemia Hipernatremia Hiperklorida
Perbedaan-perbedaan yang akan tampak pada hasil pemeriksaan terhadap jenazah ialah karena mekanisme kematian akibat tenggelam dalam air tawar dan akibat tenggelam dalam air asin berbeda. Perbedaan pada Pemeriksaan Luar Jenazah Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan banyak variasi. Tanda khas pada korban tenggelam yang jenazah masih segar ialah ditemukan adanya buih. Buih dapat ditemukan pada mulut dan lubang hidung. Buih mengisi saluran napas dan keluar dari mulut dan hidung. Buih terdiri dari air, plasma protein, surfaktan terdapat di terminal respiratory. Pada kasus tenggelam dalam air asin, akan lazim ditemukan buih dibandingkan tenggelam dalam air tawar. Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan adanya buih pada saluran napas seperti di trakea dan bronkus. Namun buih tersebut dapat menghilang apabila sudah terjadi proses pembusukan.11
14
Gambar 3. Buih Bercampur Darah Keluar melalui Mulut dan Hidung Jenazah Tenggelam Perbedaan pada Pemeriksaan Dalam Jenazah Pada pemeriksaan dalam, dapat ditemukan perbedaan yang signifikan pada korban tenggelam dalam air tawar dan dalam air asin. Dimana pada saat otopsi, sternum diangkat maka ditemukan gambaran paru yang lebih besar dan mengembang pada jenazah yang tenggelam di air asin dibandingkan jenazah yang tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak lebih biru keunguan dibandingkan jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti spons dan krepitasi positif dan paru-paru tampak merah pucat.11 Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Tawar Air tawar bersifat hipotonis dibandingkan plasma darah karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah. 1 Ketika air tawar masuk ke dalam paru-paru (alveoli), dengan cepat air tawar berpindah dari tempat alveoli ke sistem vaskuler melalui membran alveoli karena perbedaan tekanan osmotik antara air tawar di alveoli paru dan plasma darah. Air tawar tersebut dengan cepat berpindah meningkatkan volume darah (hipervolemia) sekitar 50 ml% permenit sehingga akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).11 Pada keadaan ini terjadi absorpsi cairan yang masif.
15
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemia), terjadi perubahan keseimbangan ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia serebri. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.1, 11
Gambar 4. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Tawar Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Dalam Air Asin Air asin bersifat hipertonis, dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru yang akan menimbulkan edema pulmonar, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 89 menit setelah tenggelam.1
16
Gambar 5. Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam dalam Air Asin
Mekanisme Kematian Akibat Tenggelam Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme, mekanisme tersebut ialah sebagai berikut: Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan Chocking Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi spasme laring akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan, hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat jalan napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga menyebabkan hipoksia progresif.12 Kematian Akibat Refleks Vagal Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada 17
otopsi tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan kematian ini, yaitu masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau tidak ada persiapan, keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung.13 Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5 menit.1 Kematian Akibat Edema Pulmonal Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam.1 Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan
18
tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intratorakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara biokimia.12 F.
PEMERIKSAAN LUAR
Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5⁰F (0,55oC) per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam waktu ini dapat menjadi lebih lama bila korban tenggelam di air dingin, karena suhu tubuh juga akan menurun dan akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke suhu lingkungan.
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher, kepala, dan ekstremitas yang merupakan bagian yang tergantung ke bawah saat bagian badan mayat terapung ke permukaan akibatnya menyebabkan darah statis pada daerah tersebut. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari pembekuan OxyHb.
Gambar 6. Posisi Mayat Terapung
Pembusukan sering tampak dan berlangsung dalam proses yang lebih cepat pada mayat tenggelam, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan. Hal ini bukan merupakan tanda yang tidak spesifik sebab dapat juga di dapatkan pada mayat yang tidak tenggelam.
Cutis Anserina (fenomena goosefles-kulit angsa), hal ini merupakan spasme otot erektor villi yang disebabkan rigor mortis. Gambaran ini dapat ditentukan pada mayat yang tidak tenggelam.
19
Washerwoman hand appearance, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput juga.
Gambar 7. A dan B. (gambaran jari tangan ”washerwoman” yang disebabkan oleh pembenaman yang lama dalam air).
20
Schaumfilzfroth, busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Masuknya cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paruparu dan terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya, pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan. Sedangkan pada busa yang terbentuk akibat keracunan, biasanya busa dihasilkan oleh hipersalivasi kelenjar yang berbentuk busa yang biasanya sedikit lebih cair dari busa akibat tenggelam.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput laut, dahan dan batu yang tergenggam. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati, berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena bendabenda disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah, sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.4 Pada temperatur rata – rata, hal – hal berikut dapat dipakai untuk
menentukan berapa lama tubuh sudah terendam:
Jika tidak ada kerutan pada jari, telapak tangan maka baru beberapa jam. Jika tampak pengerutan jari, telapak tangan dan kaki, antara setengah hari
sampai tiga hari. Tanda pembusukan awal, sering pada kepala, leher, abdomen dan kaki 4 – 10 hari. 21
Pembengkakan wajah dan abdomen, dengan vena yang terlihat jelas dan
terkelupasnya epidermis pada tangan, kaki dan kulit kepala : 2 – 4 minggu. Terkelupasnya kulit secara menyeluruh, otot dengan tulang – tulang yang terlihat, tampak sebagian telah saponifikasi : 1 – 2 bulan.
G.
PEMERIKSAAN DALAM
Saluran napas (trakea dan bronkus) ditemukan adanya buih/busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh – tumbuhan air). Buih tersebut berupa campuran antara eksudat protein dan surfaktan yang bercampur dengan cairan tempat tenggelam. Biasa berwarna putih, sampai merah muda dan kemerahankarena bercampur dengan darah.
Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa crepitasi oleh karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200-300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernafasan yang besar seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan benda-baenda asing, tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air, pasir, lumpur, dsb. Tampak secara mikroskopik diantaranyaa telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin terdapat petechie-petechie, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolisa) melainkan berupa bercak-bercak dan bercak-bercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang berwarna biru kemerahan.4
Pada pemeriksaan lambung sering ditemukan pasir, hidupan akuatik dan juga batuan silt akibat daripada air yang tertelan saat terjadi tenggelam. Ada beberapa ahli patologis berpendapat bahwa air bias masuk secara pasif ke dalam lambung akibat daripada turbulansi air berbanding air yang masuk secara aktif ketika terjadi tenggelam. Manakala beberapa ahli 22
patologis yang lain pula berpendapat bahwa relaksasi sphincter gastrophageal lambung yang terjadi pada postmorterm menyebabkan air masuk ke lambung dan mengisi ruangan lambung. Oleh kerana itu, air di didalam lambung tidak bisa digunakan sebagai satu tanda tenggelam.
Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami pembendungan. Bila terjadi hemolisis maka akan terjadi bercak hemolisis pada dinding
aorta. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit di antara septum interalveolar. Mungkin terdapat bercak – bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin). Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diatome Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam air. Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam dan memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar . Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome kelas Bacillariophyceae
terbagi atas dua bagian
yaitu,central dan Pennales atas dasar kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 µm. Diatoms biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan
tetapi
konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.11 Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paruparu seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan rongga paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan 23
otak. Pada diameter dan ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi tidak mustahil semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga paru-paru dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “ Drowning Associated Diatoms” (DAD).11 Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang dan darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam kasus tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah didokumentasikan. Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian dengan korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu diatom dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.11 Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang tenggelam, Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paruparu harus didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paruparu, hati, ginjal, dan bone marrow telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan ditemukannya atau tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan analisa diatome cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya cocok dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat yang dapat mendukung
24
dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya masuk pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.11 Sample air dari putative drowning memiliki
beberapa ragam
spesies diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam. Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra, Coscinodiscus, Actinoptychus undulates, Thalassiothrix sp., Diploneis splendida, Navicula dan lainnya pada paru-paru tubuh. Campylodiscus noricus, C. echenels pada dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and Achnanthes taeniata pada air laut yang dalam.
Asterionella sp.
Cymatopleura sp.
Coscinodiscus sp. 25
Triceratium sp.
Bellerochea sp.
Melosira sp. (Auxospores)
Amphiprova sp
Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N. bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P. gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia, Stephanodicus, Fragilaria,
Gomphonema,
Gyrosigma,
Melosira, Achnanthes,
Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan Cymbella.
26
Achnanthes sp.
Amphipleura sp.
Anomoeneis sp.
Biddulphia sp.
Cyclotella sp.
Surirella sp. Eunotia ditemukan di daerah yang pH air 7-8 . E. lunaris ditemukan di daerah yang pH air 5-6. Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang penemuan mereka, mereka menemukan
Diatoma Maniliformis (yang
dipenetrasi di distal dinding jalan napas), Navicula Specula (yang 27
dipenetrasi pada khon’s pore), Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan endotel yang sejajar dari septum alveolar yang menegang), Nitzschia paleacea (yang dipenetrasi dari sebagian dinding alveolar), Mastogloia smithii (yang dipenetrasi dari dinding alveolar dengan laserasi yang terlihat bersih) dan Amphora delicatissima,dll.11 Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu berhubungan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam. Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom yang berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga membantu lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome pada kasus tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan densitas diatom yang dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal bahwa diatom-diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan ukuran yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di dalam organ tubuh jika mereka mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang cukup. Diatom yang sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella karena banyak terdapat di air dan ukurannya yang optimum.11 Organ tubuh
Spesies yang sering ditemukan
Paru-paru
Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Fragilaria brevistriata, Navicula dll
Sumsum tulang Stephanodicus parvus, Navicula, Diatoma and fragments of Synedra ulna Hati
Achnanthes minutissima, Cocconeis placentula, Fragilaria ulna var. acus, Navicula lanceolata dll
Ginjal
Achnanthes biasolettiana, N. seminulum dll
28
Lambung
Achnanthes minutissima, Cyclotella cyclopuncta, Gomphonema minutum dll
Usus
Asterionella
Formosa,
Cyclotella
comensis,
Gomphonema pumilum and Nitzscia pura dll
Gettler chloride
Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk menentukan korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride, dimana darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri jantung dengan kiraan perbedaan 25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan dikira signifikan. Jika level chloride kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada sisi kiri, maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Perbedaan kadar elktrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang bermakna. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah kematian. Berat jenis : a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060) b. Air tawar = 1,055 c. Air laut = 1,065 Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut di atas tidak pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.7
29
BAB III KESIMPULAN Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat terendam atau terbenam kedalam cairan.1 Tenggelam dapat terjadi di lautan atau pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut dengan asfiksia. Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di negara negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki – laki di bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2 Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical drowning sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry drowning, shallow water drowning,
immersion syndrome,dan secondary
drowning. Perbedaannya adalah pada typical drowning adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh sedangkan pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak adanya cairan dalam saluran napas.
30
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.
DAFTAR PUSTAKA 1. Szpilman D, Bierens J.J.M, Handley A.J, Orlowski J.P. Current Concepts Drowning. N Engl J Med 2012;366:2102-10. 2. Global Report on Drowning : Preventing A Leading Killer. World Health Organization 2014. 3. World Health Organization. Chapter 2 : Drowning and Injury Prevention. Guidelines for Safe Recreational Water Enviroments. 2014. 4. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In: Forensic Pathology. New York: CRC Press; 2001. Page 395-403 5. Prawedana H.K, Suarjaya P.P. bantuan hidup dasar dewasa pada near drowning di tempat kejadian. Bagian/SMF Ilmu Anesthesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar. 6. Shattock M.J, Tipton M.J. ‘Autonomic Conflict’ : a different way to die during cold water immersion ?. J Physiol 590.14 (2012) pp 3219–3230. 7. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page 227-37. 8. James J.P, Jones R, Karch S.B, Manlove J. Section 16 : Immersion and drowning in Simpson’s Forensic Medicine 13th ed. London : Hodder & Stoughton Ltd. 2013. Page 163 - 68 9. Adelman H.C, Kobilinsky L. Section 7 : Asphyxia/Anoxic Deaths in Forensic Medicine : Inside Forensic Science. New York : Infobase Publishing. 2007. Page 50 – 59. 10. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. 2011. Page 304 – 313.
31
11. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies (Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2): 81-86
32