BAB 1 PENDAHULUAN
Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi, hanya dengan berat kurang dari 2% dari berat badan memerlukan 15% kardiak output, menyita 20% oksigen yang beredar di tubuh, serta membutuhkan 25% dari dari seluruh glukosa
dalam tubuh. Dua hal yang berperan dalam
metabolisme otak agar tetap berjalan normal adalah kecukupan oksigen dan kecukupan sumber energi yaitu glukosa. Oleh karena otak tidak dapat menyimpan cadangan energi maka metabolisme otak tergantung pada aliran darah yang optimal.1,2 Dalam keadaan emergensi dan kritis akan terjadi kegagalan sistem autoregulasi pembuluh darah serebral. Karena aliran darah otak (CBF) merupakan hasil pembagian tekanan perfusi ke otak (CPP) dengan tahanan pembuluh darah serebral (CVR), maka pada kegagalan sistem autoregulasi sangat tergantung pada CPP.1,2 Nilai normal CPP adalah > 50 mmHg. Autoregulasi otak merupakan suatu mekanisme dimana dengan range range yang besar, perubahan tekanan darah sistemik yang besar hanya sedikit mempengaruhi perubahan CBF. Karena adanya autoregulasi, CPP harus turun dibawah 40 pada otak normal sebelum CBF terganggu.3,4 Pada keadaan normal, aliran darah otak (CBF) adalah 50 cc/100 gr jaringan otak tiap menitnya. Pada keadaan sehat dimana mekanisme autoregulasi bagus, CBF 50 cc/100 gr jaringan otak/menit tersebut dapat dipenuhi dengan rentang CPP 40-140 mmHg. Kerusakan jaringan otak akan irreversibel terjadi jika CBF kurang dari 18 cc/100 gr jaringan otak/menit. 1,2,3 Pada keadaan emergensi neurologi seperti infeksi atau trauma kapitis akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akibat adanya edema otak. Tekanan intrakranial normal adalah < 10 mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4 untuk mmHg ke cmH2O). Dianggap meningkat bila > 20-25 mmHg.
2,3,4
Cedera
neuronal
terjadi
disebabkan
karena
turunnya
CBF
dan
menyebabkan iskemia selama CPP menurun atau karena kompresi langsung terhadap jaringan ketika otak bergeser sepanjang tingginya tekanan dan terjadi herniasi diantara kompartemen yang tetap.3,4 Oleh karena CPP merupakan selisih dari mean arterial pressure (MAP) dengan TIK, maka adalah sangat penting menjaga tekanan darah optimal dan mengendalikan atau menurunkan tekanan intrakranial.2,3,4 Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Munroe dan Kellie pada tahun 1820. Mereka menyatakan bahwa pada orang dewasa, otak berada dalam tengkorak yang volumenya selalu konstan. Ruang intrakranial terdiri atas parenkim otak sekitar 83%, darah 6%, dan cairan serebrospinal (LCS) 11%. Peningkatan
volume
salah
satu
komponen akan dikompensasi oleh
penurunan volume komponen lainnya untuk mempertahankan tekanan yang konstan.5 Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg. 2,13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TEKANAN INTRAKRANIAL
Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak (80% atau sekitar 1200 ml), darah (10% atau 150 ml), dan cairan serebrospinal (10% atau 150 ml yang diproduksi rata-rata 20 ml/jam atau 500 ml/hari). Kombinasi tekanan yang dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan intrakranial (TIK).2,3 Karena volume ruang intrakranial tetap, tekanan intrakranial yang meningkat ketika adanya volume tambahan yang melebihi kapasitas/muatan, maka konstanta akan dicapai dengan menggeser cairan serebrospinal dan darah ke ekstrakranial.3,4 Jaringan
otak
pada
dasarnya
tidak
dapat dimampatkan, jadi
peningkatan TIK akan mengakibatkan ekstrusi LCS dan darah (terutama vena) dari ruang intrakranial, fenomena ini disebut kompensasi
spasial.
LCS
memegang peranan pada kompensasi ini karena LCS dapat dibuang dari ruang intrakranial ke rongga spinalis. 5 Kompensasi tekanan intrakranial dapat dilihat pada gambar 1. Kondisi normal ruang intrakranial meliputi parenkim otak, darah arteri dan vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan LCS untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan TIK.6
Gambar 1. Kompensasi tekanan intrakranial (TIK).
Hubungan antara TIK dan volume intrakranial digambarkan dalam bentuk kurva (Gambar 2) yang terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian pertama kurva adalah datar sebab cadangan kompensasi adekuat dan TIK tetap rendah walaupun volume intraserebral meningkat (A-B). Bila mekanisme kompensasi ini lemah, kurva akan naik secara cepat. Compliance sangat
menurun
dan
sedikit
peningkatan
volume
intrakranial
akan menyebabkan
peningkatan TIK (B-C). Pada TIK yang tinggi, kurva kembali datar akibat hilangnya kapasitas arteriol otak untuk melebar sebagai respons terhadap penurunan CPP. Tekanan jaringan otak yang tinggi menyebabkan gagalnya fungsi pembuluh darah sebagai respon serebrovaskular (C-D).5
Gambar 2. Hubungan antara TIK dan Volume Intakranial
TIK normal bervariasi menurut umur, posisi tubuh, dan kondisi klinis. TIK normal adalah 7-15 mm Hg pada dewasa yang berbaring, 3-7 mm Hg pada anak-anak, dan 1,5-6 mm Hg pada bayi cukup umur. Definisi hipertensi intracranial tergantung pada patologi spesifik dan usia, walaupun TIK>15 mmHg umumnya abnormal. Contohnya TIK>15 mmHg umumnya abnormal, akan tetapi penanganan diberikan pada tingkat berbeda tergantung patologinya. TIK>15 mmHg memerlukan penanganan pada pasien hidrosefalus, sedangkan setelah cedera kepala, penanganan diindikasikan bila TIK>20 mmHg. Ambang
TIK bervariasi pada anak-anak dan telah direkomendasikan bahwa penanganan sebaiknya dimulai selama penanganan cedera kepala ketika TIK >15 mmHg pada bayi, 18 mmHg pada anak<8 tahun, dan 20 mmHg pada anak yang lebih tua dan remaja.5
2.2. PENYEBAB PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Peningkatan volume kompartemen intrakranial yang progresif dapat menyebabkan
peningkatan
TIK/hipertensi
intrakranial.
Peningkatan
TIK
merupakan kasus emergensi dimana cedera otak irreversibel atau kematian dapat dihindari dengan intervensi tepat pada waktunya 2,7. Peningkatan TIK akan menurunkan CPP sehingga menyebabkan CBF menurun sehingga terjadi iskemik pada otak (suplai O2 < O2 demand ) yang selanjutnya akan terjadi edema serebri dan akhirnya semakin meningkatkan TIK itu sendiri. Mekanisme umum dan penyebab hipertensi intrakranial adalah sebagai berikut:1,4,7 1. Edema otak dengan berbagai sebab mengakibatkan peningkatan jumlah air diparenkim otak. Ada berbagai macam penyebab edema otak bergantung pada mekanisme patofisiologi yang mendasarinya meliputi : a. Edema sitotoksik : swelling intraseluler, biasanya disebabkan oleh transpor ion dan cairan di seluler terganggu sebagai akibat dari gangguan metabolisme. b. Edema vasogenik : edema ekstraseluler sekunder karena peningkatan permeabilitas sawar darah otak. c. Edema interstisial : edema jaringan karena adanya perbedaan osmotik antara plasma dan jaringan otak. 2. Peningkatan CBV disebabkan karena inflow dan outflow tidak sebanding, seperti : a. Menurunnya outflow vena : obstruksi mekanis pada struktur vena intrakranial atau ekstrakranial, posisi kepala dibawah (head-down), obtruksi ventilasi, collar neck yang ketat.
b. Peningkatan CBF (hilangnya autoregulasi vaskular pada CPP rendah atau tinggi, peningkatan PaCO2, hipoksia) 3. Peningkatan volume cairan serebrospinal intrakranial (hidrosefalus). Penyebab umum peningkatan volume cairan serebrospinal adalah : a. Menurunnya absorbsi cairan serebrospinal di villi arakhnoidalis, dikenal dengan hidrosefalus komunikan (perdarahan subarakhnoid, infeksi) b. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal, dikenal dengan hidrosefalus obstruktif (neoplasma, perdarahan spontan dan trauma, infeksi) c. Peningkatan jumlah produksi (meningitis, tumor pleksus khoroid) 4. Massa intra dan ekstra aksial menyebabkan peningkatan TIK karena langsung meningkatkan volume intrakranial. Beberapa penyebab umum meliputi : a. Neoplasma b. Perdarahan c. Trauma (hematom intraserebral, epidural, dan subdural, kontusio, higroma) d. Infeksi (abses, empiema subdural)
2.3.
TANDA
DAN
GEJALA
PENINGKATAN
TEKANAN
INTRAKRANIAL
Tanda dan gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK meliputi:1,2,3,9 1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin. 2. Muntah dan mungkin projektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK. 3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial.
4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik. 5. Bila
peningkatan
TIK
berlanjut
dan
progresif
berhubungan
dengan
penggeseran jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tandatanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat membantu melokalisasi level ceder a3,4,7.
Gambar 3. Pola pernafasan abnormal sehubungan dengan letak lesi patologis
yang berbeda.
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus yang sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan, merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna dalam mencari etiologi 3,5. Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua pasien. Pada pemeriksaan neurologis yang diperhatikan adalah 2,3: 1.
Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang perhatian (inattention) hingga koma.
2.
Pemeriksaan nervi kraniales : gambaran pupil menetukan lokasi. Kelumpuhan nervus tiga (menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma arteri komunikan anterior), kelumpuhan nervus enam, dan papil edema.
3.
Pemeriksaan motorik : posturing – dekortikasi atau flexor posturing disebabkan gangguan pada traktus motorik. Deserebrasi atau extensor posturing disebabkan kerusakan berat pada mesensefalon dan batang otak. Namun, posturing ini tidak selalu berlaku.
4.
Fenomena Kernohan’s notch (kelemahan pada sisi ipsilateral lesi karena adanya herniasi dan kompresi pedunkulus serebri kontralateral).
2.4. EVALUASI DIAGNOSTIK 2.4.1. Monitor tekanan intrakranial2,3,4
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diukur secara langsung dengan melakukan punksi lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk monitoring TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
2.4.2. Pencitraan ( imaging) 2,3,9
CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan melihat adanya: o
sulci dan gyri yang menghilang,
o
ventrikel otak menyempit atau menghilang,
o
sisterna basalis yang menghilang,
o
o
penggeseran garis tengah (midline shift ), edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.
CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan peningkatan TIK. Sepuluh hingga lima belas persen pasien dengan trauma kepala yang koma mengalami peningkatan TIK namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal.
2.4.3. Pengukuran non-invasif 3,10
Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata) yang
diukur
dengan
alat
transkranial
Doppler
dapat
menjadi
suatu
penanda/marker peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas indeks pulsatility suboptimal.
2.4.4. Monitoring lanjutan 3,10
Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan untuk mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring oksigen jaringan otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler dan interstisial otak. Hal ini penting untuk memahami keterbatasan otak tersebut dengan monitoring. PbO2 tidak ekuivalen dengan fraksi ekstraksi oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak, tetapi cukup mewakili tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di otak. Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen difusi daripada oksigen delivery atau metabolisme oksigen. Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen jaringan otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan elektroensefalogram (EEG) kontinus, dikenal sebagai monitoring multimodalitas.
2.5. PEMANTAUAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Monitor tekanan intrakranial digunakan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase dekompensasi. Secara objektif, pemantauan TIK adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat irreversibel dan letal. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi otak. 2,3,10
2.5.1. Beberapa tipe monitor TIK
Ada beberapa tipe monitor yaitu monitor intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid/subdural, dan epidural. Tipe intraventrikular merupakan gold standard dan dapat mengukur peningkatan tekanan intrakranial global. 2,3,10,11
Gambar 4. Tipe monitor TIK) Tabel 2. Monitor tekanan intrakranial Tipe Monitor
Intraventrikular
Keuntungan
Kerugian
Gold standard , pengukuran
Angka infeksi tinggi (5-
TIK
20%), resiko perdarahan
global,
digunakan
untuk diagnosis dan terapi Intraparenkimal
Angka
infeksi
2%
dan Mengukur TIK regional,
perdarahan rendah (1%), tidak penempatan mudah
ulang
dapat
dikalibrasi setelah
ditempatkan, penyimpangan (3 mmHg) Subarakhnoid/subdural
Angka
infeksi
dan
perdarahan rendah Epidural
Resiko
percaya, jarang digunakan
perdarahan
lebih Pengukuran tidak dapat
rendah jika dibandingkan dengan intraventrikular intraparenkimal,
Pengukuran tidak dapat
dipercaya
monitor dan kadang
dipakai pada pasien dengan koagulopati
Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi dengan menempatkan kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan memperkirakan titik Kocher, dan disambungkan ke monitor TIK. 2
2.5.2. Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi pemasangan monitoring TIK A. Indikasi pemasangan monitoring TIK 2,3,12,16
1. Kriteria neurologis : cedera kepala berat (GCS ≤ 8 setelah resusitasi kardiopulmoner) dengan : a. Abnormal CT scan kepala saat masuk atau b. Normal CT scan kepala tetapi dengan ≥ 2 faktor resiko berikut : a) umur > 40 tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau dekortikasi. 2. Perdarahan intrakranial 3. Edema serebri 4. Post kraniotomi 5. Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural, tumor, abses, atau aneurisma yang menutup jalan aliran cairan serebrospinal. 6. Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
7. Meningitis/ensefalitis
yang
mengakibatkan
malabsorpsi
cairan
serebrospinal B. Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya ada beberapa kontraindikasi relatif yaitu: 3,6,12
1. Pasien sadar : monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat mengevaluasi neurologisnya. 2. Koagulopati atau terapi antikoagulan Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pemasangab pemantauan TIK.
Bila
memungkinkan
pemantauan
TIK
ditunda
sampai International Normalized Ratio (INR), Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik). Pada kasus emergensi dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) dan vitamin K. Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan sekantong platelet dan fungsi platelet dengan menghitung waktu perdarahan. 3. Trombosit < 100.000/mm 4. Infeksi sistem saraf pusat 5. Infeksi SCALP 6. Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel 7. Imunosupresan baik iatrogenik maupun patologis juga merupaka kontraindikasi relatif pemasangan pemantauan TIK C. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah: 2,3,7,10,11,12
1. Infeksi intrakranial 2. Perdarahan intraserebral 3. Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarakhnoid 4. Kebocoran cairan serebrospinal 5. Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi 6. Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter dengan jaringan otak atau darah
7. Terapi yang tidak tepat karena kesalahan dalam pembacaan TIK disebabkan bentuk gelombang yang kecil, kegagalan elektromekanis, atau kesalahan operator.
2.6.
MANAJEMEN
TERAPI
PENINGKATAN
TEKANAN
INTRAKRANIAL
Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg. 2,13 2.6.1
Manajemen umum1,2,3,7
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah : 1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous return. 2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK. 3. Mencegah dan mengatasi kejang 4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri 5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK. 6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan
terjadi
edema
sitotoksik,
menyebabkan lisisnya sel-sel neuron. 7. Hindari kondisi hiperglikemia
sedangkan
hipernatremia
akan
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi. 9. Atasi hipoksia Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK. 10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg) 11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.
2.6.2
Manajemen khusus
A. Mengurangi efek massa 1,2,3
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya.
Sebagian
dari
kondisi
tersebut
memerlukan
tindakan
pembedahan untuk mengurangi efek massa. Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
B. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan 2,3,4
Misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan
untuk
menurunkan
TIK
refrakter,
myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang.
tetapi
beresiko
terjadinya
C. Mengurangi volume cairan serebrospinal
2,3,13
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial. Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
D. Mengoptimalkan CPP
Dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika CPP < 60 mmHg (CPP = MAP-TIK).
1,2
E. Mengurangi volume darah intravaskular
1,2
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat. Indikasi hiperventilasi:2
1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut kemunduran neurologis.
2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik. Hindari ventilasi bila:2 1.
Jangan digunakan untuk profilaksis
2.
Hindari hiperventilasi yang panjang
3. Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu, pertimbangkan
untuk
monitor
SjvO2,
AVdO2,
atau
CBF
untuk
menghindari iskemik serebri 4. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg 5. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30% 1.
F. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
Salin hipertonik
Loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound .2,3
Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg) Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan
kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm.
Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam. 2,3,4 Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut: 2 1) Menurunkan TIK : a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit. b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan dari parenkim otak. 2) Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai berikut:2 o
Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering ) untuk mencegah rebound TIK.
o
Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
o
Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obatobatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya.
Tabel 3. Terapi osmotik 3 Pemberian
Efek samping
Digunakan
Hindari bila
Salin
Dapat diberikan dg
Overload
Ingin
CHF
hipertonik
infus
meningkatkan
dekompensata,
berlanjut, edem
memperbaiki
CPP,
meningkatkan
volume, pulmonal,
hipernatremia ekstrim, volume
rebound edema serebri memperbaiki
volume, efektif dlm saat menurunkan pada
pasien
TIK
Dapat
insufisiensi
hiponatremia baseline > 24
renal,
jam.
myenolysis)
digunakan Deplesi volume, harus Ingin
melalui jalur perifer, penuh bolus
tapering, CPP
urine
output
dengan
diuresis
untuk
Gagal
salin,
dan SAH, hipotensi, rebound
ginjal,
hipotensi
khususnya pada TBI
edema
serebral, hipernatremia, insufisiensi renal
G. Pilihan lainnya
jika
yg CPM (central pontine
refrakter dg mannitol Mannitol
atau hati-hati
Totilac ®: merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac ® mengandung ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan kation (sodium,
potasium, kalsium). Sodium, kation di ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas sehingga memperbaiki hemodinamik. Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di mitokondria, dimana oksidasinya akan menghasilkan energi yang sama dengan glukosa. Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung. Potasium, mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat. 14,15
Barbiturat: bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena efek sedatifnya, supresi jantung.2,3,7
Induksi hipotermia hingga 32-34ºC dapat menurunkan CBF dan TIK dengan menurunkan metabolic demand . Tiap penurunan temperatur 1ºC akan menurunkan metabolisme oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia, koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia.1
Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam.
Tabel 4. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut 2 Langkah
Rasional
Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum) Pastikan pasien disedasi dan paralisis
Menurunkan
peningkatan
respon
simpatis dan hipertensi karena gerakan, tensing abdominal musculature Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal Menurunkan volume intrakranial jika ada IVC (intraventricular catheter ) Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20
↑ volumeplasma
↑ CBF
↓ TIK,
ml salin 23%
↑ osmolalitas serum → ↓ air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga
Menurunkan pCO2
↓ CBF → ↓ TIK
pCO2 > 25 mmHg) Penobarbital 100 mg iv pelan atau
Sedatif,
↓
TIK,
terapi
tiopental 2,5 mg/kg iv 10 menit
kemungkinan neuroprotektif
kejang,
*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika osmolalitas serum > 320 mOsm/L.
2.7 PROGNOSIS3
Prognosis pasien dengan peningkatan TIK sangat berhubungan dengan tingkat keparahan dari patofisologi yang mendasari, efikasi manajemen, dan umur dan komorbiditas pasien. Gambaran sindroma herniasi tidak selalu menunjukkan suatu kondisi irreversibel dan sia-sia.
BAB III KESIMPULAN
Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi. Agar tetap berjalan normal, metabolisme otak memerlukan oksigen dan sumber energi yaitu glukosa, yang sangat tergantung pada aliran darah di otak. Pada keadaan emergensi dan kritis dapat terjadi kegagalan autoregulasi pembuluh darah serebral yang sangat tergantung pada CPP. CPP itu sendiri dipengaruhi oleh MAP dan TIK. Peningkatan TIK kerap terjadi pada kondisi kritis. Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak (80%), darah (10%), dan cairan serebrospinal (10%). Kombinasi tekanan yang dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan volume komponen intrakranial yang progresif dapat menyebabkan peningkatan TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK akan menurunkan CPP sehingga menyebabkan CBF menurun sehingga terjadi iskemik pada otak (suplai O2 < O2 demand ) yang selanjutnya akan terjadi edema serebri dan akhirnya semakin meningkatkan TIK itu sendiri. Berbagai penyebab terjadinya peningkatan TIK adalah edema otak, peningkatan CBV, peningkatan cairan serebrospinal, atau adanya massa ekstra/intrakranial. Pada pasien dengan peningkatan TIK dapat dijumpai gejala mulai dari sakit kepala yang disertai muntah, edema papil pada pemeriksaan funduskopi dan defisit neurologis hingga timbulnya Cushing triad bila sudah terdapat herniasi. Pemantauan TIK sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase dekompensasi. Pemantauan TIK dapat dilakukan dengan bantuan alat monitor, pencitraan, pengukuran non invasif (TCD), monitoring lanjutan dengan beberapa modalitas. Pemantauan TIK dapat menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat irreversibel dan letal. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi otak. Dengan adanya pemantauan TIK maka penatalaksanaan akan menjadi lebih optimal.
Peninggian TIK merupakan keadaan emergensi yang mengancam nyawa sehingga harus segera ditangani. Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi tatalaksana umum yaitu mengusahakan keadaan fisologis; serta tatalaksana khusus seperti evakuasi massa termasuk hematoma, mengurangi CSS (drainase CSS), menurunkan volume darah intravaskular (hiperventilasi, hemodilusi, hipotermia, terapi barbiturat) dan mengurangi cairan interstisial/edema dengan cairan hipertonis serta pemakaian glukokortikoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. POKDI Neurointervensi & Critical Care Perdossi. Manajemen Peninggian Tekanan Intrakranial dalam ANLS for Doctors. Indonesians Neurological Associations. 2. Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme. New York. 2006; 647-663. 3. David S, Stephen A M, Jennifer A F. Management of Elevated Intracranial Pressure in Decision Making in Neurocritical Care. Thieme. New York. 2009; 195-218. 4. Ivan Timofeev. The Intracranial Compartement and Intracranial Pressure in Essentials of Neuroanasthesia and Neurointensive Care. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2008; 26-30. 5. Smith, Brain
M.
2008.
Monitoring
Intracranial
Pressure
in
Traumatic
Injury. International Anesthesia research Society, Volume 106,
No.1:240-248. 6. Kim, BS., Jallo, J. 2008. Intracranial Pressure Monitoring and Management
of
raised
Intracranial
Pressure.
In Neurosurgical
Emergencies. Second edition. Loftus, C.B editor. New York; AANS, pp. 11-12. 7. Amy Blasen, Sid M Shah. Increased Intracranial Pressure and Herniation Syndromes in Principles and Practice of Emergency Neurology Handbook for Emergency Physicians. Cambridge University Press. New York. 2003; 242-251. 8. Padayachy, L., Figaji, A.A., Bullock, M.R. 2010. Intracranial pressure monitoring for traumatic brain injury in the modern era. Childs Nerv Syst, 26:441-452. 9. Elisa Roncati Zanier, et al. Intracranial pressure monitoring in intensive care: clinical advantages of a computerized system over manual recording available at http://ccforum.com/content/11/1/R7
10. Marek Czosnyka. Intracranial Pressure Monitoring in Essentials of Neuroanasthesia
and
Neurointensive
Care.
Saunders
Elsevier.
Philadelphia. 2008; 259-266. 11. American Association of Neuroscience Nurses. Guide to the Care of the Patient with Intracranial Pressure Monitoring, AANN Reference Series for Clinical Practice. AANN. USA. 2005. 12. National Institute of Health, Critical Care Medicine Departement. Critical Care Therapy and Respiratory Care Section available at CCMD Share/lr/Policies/Procedures/Clinical Monitoring. 13. The Central Nervous System available at http://www.sophysa.com/icpmonitoring_155.html 14. Totilac available at http://www.pom.go.id/io/monograf/Totilac.html 15. Totilac® available at http://www.innogene-kalbiotech.com/totilac.htm