BAB I PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus paralitik dan ileus obstruktif.(1,2,3) Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak mampu melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurologic atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik. Sedangkan Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus.(1,2,3) Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata dan penyakit Chron. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembadahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup.(1,2,3) Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004). Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun dengan 1
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki (Markogiannakis et al., 2007). Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
Pada referat ini akan dibahas mengenai ileus obstruksi khususnya pada anak, mulai dari anatomi usus, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik maupun penunjang, komplikasi, terapi sampai prognosis.
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS
II.1 ANATOMI USUS A. Usus Halus Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan membentang dari pilorus hingga katup ileosekal dengan panjang sekitar 6,3m (21 kaki) dengan diameter kecil 2,5 cm (1inci). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.(1,4) Duodenum merupakan bagian proksimal dari usus halus yang letakya retroperitoneal.Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya 25 cm 2
yang menghubungkan gaster dengan jejenum. Duodenum merupakan muara dari saluran pankreas dan empedu. Duodenum terdiri dari 4 bagian yaitu (15) 1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup mobile. 2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat ductus
choledocus
dan
ductus
pancreaticus
wirsungi.
Terletak
di
retroperitoneum 3. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis ketiga. Serta terletak di bagian depan vena cava inferior 4. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum treitz yang memfiksasi pada bagian kaudal.
Gambar 2.1. Bagian duodenum Duodenum diperdarahi terutama oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya yaitu arteri pankreatikoduodenalis superior yang beranastomosis dengan arteri pancreaticoduodenalis inferior (cabang pertama dari arteri mesentrica superior). Darah dikembalikan melalui vena pankreatikoduodenalis yang bermuara ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe mengalir melalui pembuluh limfe mesenteric, ke cisterna chyli lalu menuju ducutus thoracicus dan ke vena subklavia kiri. Persarafan duodenum diatur oleh parasimpatis dan simpatis yang berasa dari nervus vagus dan nervus splanchnic.(1,3) 3
Gambar 2.2. vaskularisasi usus halus Pemisahan duodenum dan ileum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esophagus dan berinsersi pada perbatasan anatara duodenum dn jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai penggantung (suspensorium). (1) Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejenum dan ileum digantung oleh mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum yang menyokong pembuluh darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Secara histologi, ileum memiliki plak peyeri dan jejenum memiliki lapisan mukosa yang lebih tebal yang disebut plica sirkulare. vaskularisasi jejenum dan ileum berasal dari arteri mesenterika superior yang dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri celiaca. Cabang cabang arteri jejenal dan ileal muncul dari arteri mesenterka superior sebelah kiri. Mereka saling beranastomosis dan membentuk arkade yang disebut vasa recta, yang menyupai jejenum dan ileum dan terbentang diantarata mesenterium, jejenum memiliki arkade lebih sedikit namun vasa recta yang lebih panjang. 4
Sedangkan ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang lebih pendek. Bagian ileum terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.(1,5) Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang memperluas permukaan untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina propria, dan mucosa muskularis. Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner. Lapoisan muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular dan lapisan otot longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa menyelimuti organ dalam rongga peritoneum yang disebut peritoneum visceral.(5) B. Kolon Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki penggantung sendiri yang disebut mesokolon tranversum dan mesocolon sigmoid, sehingga letaknya intraperitoneal. Sedangkan kolon asending dan desending letaknya retroperitoneal.(6,7)
Gambar 2.3. Anatomi usus besar Secara histologi, usus beesar memiliki empat lapisan morfologik seperti usus lain. Lapisan otot longitudinal usu besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Panjang taenia koli lebih pendek daripada usus, seehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustrae.(7)
5
.
Gambar 2.4. vaskularisasi dan histologi usus besar vaskularisasi usus besar secara garis besar diperdarahi oleh arteri meenterica superior dan arteri mesnterica inferior. Arteri mesenterica superior bercabang menjadi arteri kolika dekstra, arteri kolika media, arteri ileokolika, dan arteri appendikulare yang kemudian memperdarahi sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum. Sedangkan arteri mesenterica inferior bercabang menjadi arteri kolika sinistra, arteri sigmoid, dan arteri rektal superior yang kemudian memperdarahi sepertiga distal kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Pada rektum, terdapat supai darah tambahan yaitu arteri hemoroidalis media dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.(7) Aliran balik vena usus besar melalui vena mesenterica superior, vena mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior yang bermuara ke vena porta. Vena hemoroidalis media dan inferior menuju ke vena iliaka.(7) Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus.(7) II. 2 FISIOLOGI USUS Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama 6
oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan perlindungan terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzimenzim. .(1,4) Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur makanan dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah pencernaan.Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan melemas, dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang berosilasi ini mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan ke dalam lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan absorptif mukosa usus halus. Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus halus, yang menghasilkan BER (basic electric rythm) Kecepatan segmentasi di duodenum adalah dua belas kali per menit, dan di ileum terminal hanya sembilan kali per menit. Gerakan peristaltik ini mendorong kimus ke arah kolon. (4) Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak mengandung eenzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel. Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum masuk ke dalam darah.(4) Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena tidak larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi yang memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar garam empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan masuk kembali ke hati. (4) Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus dan mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang teredia untuk menyimpan enzim enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini 7
diganti setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan fungsional.(4) Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan getah pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H2O dan zat zat terlarut termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B 12 dn garam emepedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi kusus hannya terdapat pada daerah ini.(1,4) Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup ileosekum yang dikelilingi oeh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan nutrien. Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin yang disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka dan memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.(4) Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian memekatkan dan menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi dari tubuh sebagai feses. (4) Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk isi kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit. Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan motilitas pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut mass movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini terjadi akibat refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf 8
otonom ekstrinsik. Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu refleks defekasi. Refleks ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas dan rektum serta sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan secara sengaja dihentikan dengan kontraksi sfingter anus eksternus. (4)
BAB III ILEUS OBSTRUKSI III.1 Definisi Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus tergangggu.(8) Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. 9
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (9) III.2 Epidemiologi Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada usus halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering yaitu 75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit Crohn. Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi. Penyebab lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit infeksi usus.(3,10) Di Indonesia, perlekatan usus merupakan penyebab yang menempati ururtan pertama saat ini. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi RSUD dr Soetomo tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti hernia 33,3%, keganasan 15%, volvulus 1,7%. III.3 Klasifikasi 1.
Secara umum(9) -
Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah
-
Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.
2.
Berdasarkan letak obstruksi
Letak tinggi
: duodenum – jejenum
Letak tengah
: ileum terminal
Letak rendah
: colon sigmoid – rektum
10
Gambar 3.1. Klasifikasi ileus berdasarkan letak obstruksi 3.
Berdasarkan stadium Parsial
: menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara masih dapat melewati tempat obstruksi.
Komplit
Strangulasi
: menyumbat total lumen usus. : sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah.
III. 4 Etiologi Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu blokade intralumen, intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi intraluminal seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi ektralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3) 11
Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh :
Gambar 3.2. Penyebab ileus obstruksi pada usus halus 1. Adhesi pascabedah Perlekatan pascabedah merupakan salah satu komplikasi setelah pembedahan, namun insidensnya berkurang semenjak ditemukannya prosedur laparoskopi. Pada perlekatan pascabedah dapat ditemukan adanya pita jaringan ikat yang menyebabkan perlekatan segmen saluran cerna. Perlekatan pasca bedah merupakan penyebab 7% dari obstruksi usus pada bayi dan anak. Onset dapat terjadi mulai dari 2 hari hingga 10 tahun setelah bedah, dan 50% di antaranya terjadi dalam waktu 3-6 bulan setelah 12
bedah. Gejala dari perlekatan pascabedah antara lain kram/nyeri perut, anoreksia, mual dan muntah. 2. Hernia inkarserata Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. (9) Hernia inkarserasi dapat berupa hernia inguinal, femoral atau umbilikal. Mayoritas hernia inguinal adalah hernia indirek. Pada hernia inguinal, inkarserasi terjadi pada 6-18% pasien dan dapat meningkat sampai 30% pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Sedangkan hernia femoral jarang terjadi. Adapun hernia umbilikal lebih jarang inkarserasi dan dapat menutup spontan setelah usia 5 tahun. Gejala dari hernia inkarserasi yang dihubungkan dengan obstruksi intestinal antara lain: muntah yang mengandung empedu, distensi abdomen, konstipasi, massa yang teraba edema dan pucat di daerah inguinal (dapat menjadi eritematosa apabila terjadi strangulasi), dan demam apabila terjadi nekrosis dan perforasi. 3. Askariasis Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (9) 4. Invaginasi Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada dewasa muda. Invaginasi adalah masuknya bagian usus proksimal (intussuseptum) 13
kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar dari rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan peritonitis. (9)
Gambar 3.3. Invaginasi Anak dengan kelainan intususepsi akan menunjukkan gejala seperti nyeri abdominal/kolik yang sangat berat sehingga terkadang anak menarik kedua tungkainya, gelisah, lethargy hingga shock. Muntah terjadi pada awal kelainan dan 30% kasus muntahan mengandung empedu. Tinja dapat mengandung darah dan mukus setelah 12 jam. Pada 20% kasus terdapat suatu triad klasik untuk intususepsi: nyeri kolik yang hebat, massa yang dapat teraba dengan palpasi, serta currant-jelly stools. 5. Volvulus Volvulus sekal merupakan kelainan yang jarang terjadi, akibat sekum yang tidak terfiksasi. Volvulus sekal terjadi akibat puntiran sekum, kolon ascendens dan ileum terminal. Gejalanya antara lain nyeri, distensi, konstipasi dan muntah. 6. Kelainan congenital Dapat berupa stenosis atau atresia. Kelaianan bawaan ni akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. (9) 14
7. Radang kronik Morbus Chron dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik ini. (9) 8. Tumor Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri (penyebab langsung). Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus, tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi. (9) 9. Batu empedu yang masuk ke ileus Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. (9) Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5% oleh volvulus sigmoid. (11) 1. Karsinoma kolon Obstruksi kolon yang akut dan mendadak kadang-kadang disebabkan oleh karsinoma. Sekitar 70-75% kasinoma kolon dan rektum terletak pada rektum dan sigmoid. Karsinoma colon merupakan penyebab angka kematian yang tertinggi dari pada bentuk kanker yang lain. Faktor predisposisi yang dikenal adalah poliposis multiple, biasanya terdapat tanda-tanda yang mendahului antara lain penyimpangan buang kotoran, keluarnya darah perektal dan colon akan mengalami distensi hebat dalam waktu yang cepat. (9) 2. Volvulus 15
Volvulus terajadi akibat memutarnya usus (biasanya pada sekum ata sigmoid) pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan sirkulasi vena maupun arteri. Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum, yaitu sekitar 90%. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi bila tidak dilakukan dekompresi.(9) Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak terletak retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang mobile karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan. Volvulus sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit. ( 9,11)
3. Divertikel Divertikel kolon paling sering ditemui di sigmoid. Divertikel kolon adalah divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti hernia kecil. Komplikasi dapat berupa perforaasi, abses terbuka, fistel, obstruksi parsial, dan perdarahan. 4. Intususepsi/invaginasi Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke segmen bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi diduga oleh karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal kolik. Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(9,11). 5. Penyakit Hirschsprung Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan kronik. 16
Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan dengan ileus obstruksi. (12) Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (12)
Location CauseColon
Tumors (usually in left colon), diverticulitis (usually in sigmoid), volvulus of sigmoid or cecum, fecal impaction, Hirschsprung's disease, Crohn's disease
Duodenum
Adults
Cancer of the duodenum or head of pancreas, ulcer disease
Neonates
Atresia, volvulus, bands, annular pancreas
Tabel 3.1. Etiologi ileus obstruksi
Jejunum and ileum
Adults
Hernias, adhesions (common), tumors, foreign body, Meckel's diverticulum, Crohn's disease (uncommon), Ascaris infestation, midgut volvulus, intussusception by tumor (rare)
Neonates
Meconium ileus, volvulus of a malrotated gut, atresia, intussusception
III.5 Patofisiologi Patofisiologi yang terjadi
Causes of Intestinal Obstruction
setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi itu disebabkan oleh penyebab fungsional.
mekanik
atau
Perbedaan
utama
terletak pada obstruksi paralitik dimana
peristaltik
dihambat
sejak awal, sedangkan pada obstruksi
mekanik,
awalnya
peristaltik diperkuat, kemudian intermitten, menghilang.(1) 17
dan
akhirnya
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air besar yang jarang dan flatus pada awal perjalanan.(13) Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan limfedema pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatnya tekanan hidrostatik pada capiler akan menyebabkan cairan yang banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. (13) Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan cairan dan elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada obstruksi proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H +), kalium dan korida, sehingga terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi carian dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibar peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.(1) Pada obstruksi intestinal simpel, obstruksti terjadi tanpa gangguan vaskularisasi. Makananan dan cairan yang masuk, sekresi getah pencernaan, dan gas terkumpul di proksimal obstruksi. Bagian proksimal usus distensi, sedangkan bagian distalnya colaps. Fungsi absorpsi dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan dinding usus menjadi edema dan terbendung. Distensi usus yang parah akan semakin progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan risiko dehidrasi dan progresi ke arah strangulasi. (8)
18
Obstruksi intestinal strangulasi merupakan obstruksi dengan gangguan aliran pembuluh darah, terjadi pada 25% dari pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya berhubungan dengan hernia, volvulus, dan intususepsi. Obstruksi strangulasi bisa menjadi infark dan gangren dalam waktu 6 jam. Awalnya akan terjadi obstruksi vena, kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi akan menjadi edema dan infark, yang berujung gangren dan perforasi. Bila tidak ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).(8,13) Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan meningkat bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm. Obstruksi Usus
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas obstruksi, yang akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemi yang terjadi permeabilitas mukosa, yang Akumulasi gas dan cairanmeningkatkan intralumen di sebelah proksimal letak obstruksi mengakibatkan translokasi bakteri dari (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik sistemi, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemi pada kolon dapat mengakibatkan perforasi. (11) Distensi
Proliferasi bakteri yang berlangsung cepat
Tekanan intralumen yang meningkat dipertahankan
Kehilangan H2O dan elektrolit
Volume ECF
Iskemia dinding usus
Kehilangan cairan menuju ruang peritoneum
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yng nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik 19
Peritonitis septikemia
Syok hipovolemik
Diagram 3.1 Patofisiologi Ileus Obstruksi III.6 Manifestasi Klinik a. Obstruksi usus halus Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh munrah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu yang relatif singkat.(9) Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial biasanya menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut. Gerakan peristaltik yang high pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda yang khas.(8) Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen. 20
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal komplit.(15) Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis, leukosistosi, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.(3,8) b. Obstruksi kolon Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah (suprapubik). Akhirnya, penderita mengeluh konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak sering. muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuuhan bakteri berlebihan karena adanya renggang waktu yang lama.(3,8)
Small-intestinal
Large Intestinal
obstruction
obstruction
Penyebab paing sering
Adhesi dan hernia
Gejala
Kolik
abdomen
Kanker dan Kolik
abdomen
dan
muntah dengan interval muntah yang jarang yang reguler Pemeriksaan fisik
Distensi abdomen mild- Distensi moderate
Foto polos abdomen
Dilatasi 21
abdomen
moderate lumen
usus Dilatasi kolon dengan
halus dengan air fluid
atau tanpa distensi usus
level ; udara dan kotoran halus dan air fluid level yang sedikit pada distal Tabel 3.2 Tabel Perbedaan Klinis Obstruksi Usus Halus dan Kolon(15) III.7 Diagnosis Diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai gejala klinis yang timbul, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan juga pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Pada anamnesis ileus obstruksi tinggi, sering dapat ditemukan penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena dioperasi atau terdapat hernia. Gejala yang timbul umumya berupa syok, oligouri,dan gangguan elektrolit.Kemudian ditemukan adanya serangan kolik perut, di sekitar umbilikus pada ileus obstruksi usus halus dan disuprapubik pada ileus obstruksi usus besar. Pada anamnesis, didapatkan adaya mual dan muntah,tidak bisa BAB (buang air besar), tidak dapat flatus, perut kembung. Pada strangulasi, terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehinggga terjadi iskemia, nekrosi atau gangren. Gangren menyebabkan tanda toksis seperti, demam, takikardi, syok septik, dengan leukosistosis. 2. Pemeriksaan Fisik a.
Inspeksi Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda tanda dehidrasi, dilihat dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi abdomen, terlihat distensi, darm countour (gambaran kontur usus), darm steifung (gambaran gerakan usus), terutama pada penderita yang kurus. 22
Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi pada abdomen. Adanya bejolan di perut, inguinal, dan femoral yang menandakan adanya hernia. b.
Auskultasi Pada auskultasi, terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara usus meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya obstruksi dan borborygmi sound terdengar sangat jelas pada saat serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang.(15)
c.
Palpasi Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya tanda peritonitis seperti nyeri tekan, nyeri lepas, teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, dan hernia.
d.
Perkusi Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani.
Rectal Toucher Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah ada darah samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses menunjukan obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti penyebab ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti malignansi.(11,15)
3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah 23
darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase, dan kreatinin. Pada ileus obstruksi sederhana, hasi pemeriksaan larobarotiumnya dalam batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis, dan nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi. Penurunan dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium merupaan manifestasi lebih lanjut, dapat juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN didapatkan meningkat, menunjukkan hipovolemia dengan azotemia prerenal.(15) Pemeriksaan Radiologi Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. a. Foto polos abdomen Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step ladder pattern, Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya udara. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level ataupun distensi usus.(3) Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga step ladder pattern karena cairan transudasi. 24
Gambar 3.4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus)
(a)
(b)
Gambar 3.5 (a) ileus obstruksi (b) posisi setengah duduk denga gambaran air fluid level yang membentuk step ladder pattern b. Foto Thorax Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(11) 25
Gambar 3.6. Gambaran free air sickle
c.CT scan CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT scan ditandai dengan diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter kurang dari 1 cm.(11) Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak dapat melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun cairan. Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis 26
intestinalis (udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan berkurangnya kontras intravena ke dalam usus yang terkena.(3) Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 7090% dalam mendeteksi obstruksi.(3)
Gambar 3.7. Ileus obstruksi pada CT scan (dilatasi lumen usus halus, dan dekompresi terminal ileum (I) dan kolon asenden (C)) d. Enteroclysis Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika foto polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran klinis menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak spesifik. Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena metastase, tumor yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi. Enteroclysis dapat dilakukan dengan dua jenis kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan dalam pemeriksaan ini. Barium aman digunakan dan berguna mendiagnosa obstruksi bila tidak terdapat iskemia usus ataupun perforasi. Namun, penggunaan barium sering dihubungkan dengan terjadinya peritonitis, dan harus dihindari bila diduga adanya perforasi.(11) Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan ini, digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan 27
methylcellulose dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum melalu kateter nasoenteric.
(a) (b)
Gambar 3.8. (a). adhesional small bowel obstruction. Menunjukan gambaran lumen usus yang menyempit (tanda anak panah) (b). Enteroclysis e.USG abdomen USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai 100%. Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus.
28
Gambar 3.9. USG abdomen dengan gambaran dilatasi usus halus III.8 Diagnosa Banding Diagnosa banding dari ileus obstruksi adalah : a. Ileus paralitik Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus. b. Appendisitis akut Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah. c. Pankreatitis akut Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala ini dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase kadarnya akan sangat tinggi bbila dibandingkan ileus obstruksi. d. Gastroenteritis akut Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau sedikitnya aktifitas usus. e. Torsio ovarium, dysmenorrhea, endometriosis III.9 Penatalaksanaan Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi harus segera diatasi.(9) 29
1.
Terapi konservatif
Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
elektrolit
(Natrium,
kalium,
dan
klorida)
akibat
berkuranganya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Koreksi melalu cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan menggunakan kateter , tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium, tekanan vena sentral. (3,11)
Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi. Injeksi Ceftriakson 1 gram 1 kali dalam 24 jam dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.(3,11)
Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko aspirasi pulmonal karena muntah.
Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi cairan dan sebagainya, makan terapi operatif segera dilakukan.(3,11)
2.
Operatif Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan dekompresi nasogastrik telah dilakukan. (3,8) Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi : -
Strangulasi
-
Obstruksi total 30
-
Hernia inkarserata
-
Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT, infus, dan kateter).(9) Tindakan
operatif
pada
ileus
obstruksi
ini
tergantung
dari
penyebabnya. Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut, tumor dilakukan reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan herniotomi. Usus yang terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih bagus atau tidak, jika sudah tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria dari usus yang masih viabel dapat dilihat dari warna yang normal, dan adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.(3) Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika tidak dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi dibuat. Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi perforasi. Reseksi bagian yang terkena devertikel mungkin agak sulit tapi merupakan indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum. Biasanya dilakukan reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda sampai rongga abdomen bebas radang (cara Hartman).Vovulus sekal biasanya dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus sigmoid, dapat dilakukan reposisi dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan beberapa hari kemudian. Tanpa dilakukan reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.(8)
31
Gambar 3.2. Algoritma penatalaksanaan ileus obstruksi usus halus Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus : a)
Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh adhesi atau pada volvulus ringan. b)
Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. c)
Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut.
32
d)
Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
ususuntuk
mempertahankan
kontinuitas
lumen
usus,
misalnya
pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata dan sebagainya. Pada
beberapa
obstruksi
ileus,
kadang-kadang
dilakukan
tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,misalnya pada Ca sigmoid obstruksi, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudiani dilakukan reseksi usus dan anastomosis. Tindakan dekompresi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga kesimbangan asam basa darah tetap dilaksanakan pasca tindakan operasi. Pada obstruksi lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah saangat penting sampai 6-7 hari pasca bedah. Bahaya pada pasca bedah ialah toksinemia dan sepsis. Gambaran klinisnya biasanya tampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting. III.10 Komplikasi Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan syok septik.(14) III.11 Prognosis Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %, dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. (3) Pada ileus obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan diakukan dengan cepat.
33
BAB IV KESIMPULAN Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit Hirchsprung. Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar, tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen, terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaaa radiologi, yaitu foto polos abdomen 3 posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan adanya free air sickle di bawah diafragma kanan. Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering dilakukan.
34
DAFTAR PUSTAKA 1. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors. Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p 437-52 2. Sjamsuhidajat R,Dahlan M, Jusi Djang. Gawat Abdomen. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. P 237-45 3. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 702-11 4. Sherwood Lauralee. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. D 2. Jakarta ; EGC ; 2001. p 570-88 5. Kumar
Vinay
Kapoor.
Small
Intestine
Anatomy.
2011.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/1948951-overview#showall.
at
:
Accesed
September 29, 2012 6. Kumar
Vinay
Kapoor.
Large
Intestine
Anatomy.
2011.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/1948929-overview#showall.
at
:
Accesed
September 29, 2012 7. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Besar. In : Price Slyvia, Wilson Lorraine,editors. Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC ; 2006. p 456-59 8. Ansari
Parswa.
Intestinal
Obstruction.
2012.
Available
at
:
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/acute_abdome n_and_surgical_gastroenterology/intestinal_obstruction.html#v890928.
Accesed
September 29, 2012 9. Riwanto Ign. Hidayat A H, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012. p 731- 72 35
10. Anonim.
Bowel
Obstruction.
2011.
Available
at
:
http://www.webmd.com/digestive-disorders/tc/bowel-obstruction-topicoverview. Accesed September 29, 2012
11. Hopkins
Christy.
Large
Bowel
Obstruction.
2011.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/774045-treatment#showall.
Accesed September 29, 2012 12. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006. P 770 13. Nobie
Brian.
Small
Bowel
Obstruction.
2011.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview#showall. Accesed
September 29, 2012 14. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993; 239 – 42 15. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey, Bolinger Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New Yoek : Springer. 2000. P 617-26
36