BAB I PENDAHULUAN
Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat1. Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular). Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain 2. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi 2. Pentingnya teknik pemeriksaan tekanan darah sangat berperan dalam penegakan diagnosis hipertensi. Pengukuran tekanan darah hendaknya tidak hanya dilakukan 1 kali kunjungan saja dalam menilai hipertensi, dan terlebih dikarenakan tekanan darah juga dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti aktivitas fisik, adanya penyakit comorbid yang juga dapat menimbulkan hipertensi sekunder, dan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan
white coat hypertension maka teknik
pemeriksaan tekanan darah sangatlah penting dilakukan secara tepat. Sedangkan untuk mendapatkan hasil pengendalian tekanan darah yang optimal, maka evaluasi penderita hipertensi tak kalah pentingnya dilakukan dengan dengan tepat pula. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab – sebab yang diketahui 1. The seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ( JNC JNC VII, 2003 ) mendefinisikan hipertensi sebagai suatu keadaaan dimana tekanan darah sistolik seseorang adalah ≥ 140 mmHg mm Hg dan atau tekanan diastolik ≥ diastolik ≥ 90 mmHg3. Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi 4. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari5,6,7.
2.2 Epidemiologi
Data dari The National Health And Nutrition Examination Survey ( NHNES ) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 – 2000, – 2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29 – 29 – 31% 31% yang berarti 58 – 58 – 65 65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III 1988 – 1991. – 1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi 1. 2
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ( JNC ( JNC VII ) ) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi 8 : Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Darah menurut JNC 7
Klasifikasi
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Tekanan Darah Normal
< 120
dan
< 80
Prehipertensi
120 - 139
Atau
80 – 80 – 89 89
Hipertensi derajat 1
140 – 140 – 159 159
Atau
90 – 90 – 99 99
Hipertensi derajat 2
> 160
Atau
> 100
TDS : tekanan darah sistolik ; TDD : tekanan darah diastolik Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi menurut ESH / ECH
Masih
ada
beberapa
klasifikasi
hipertensi
lain
dari
World Health
Organization ( WHO WHO ), dan International Society of Hypertension ( ISH ISH ), British
3
Hypertension Society ( BSH ), serta Canadian Hypertension Education Program ( CHEP ), tetapi umumnya yang digunakan adalah JNC VII 1. 2.4 Etiologi Hipertensi
Sembilan puluh sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi esensial), Hipertensi adalah salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit jantung koroner dan cerebrovascular accidents. Sebagian besar sisa hipertensi essensial ini disebabkan oleh penyakit ginjal, atau lebih jarang penyempitan arteria renalis, biasanya oleh sebuah plak ateromatosa (hipertensi renovaskular). Walaupun jarang, hipertensi dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar adrenal, seperti aldosteronisme primer, sindrom Cushing, feokromositoma, atau penyakit lain.9 Sekitar 5% pengidap hipertensi memperlihatkan peningkatan cepat tekanan darah yang apabila tidak diterapi, menyebabkan kematian dalam 1 – 2 tahun. Sindrom klinis ini, yang disebut hipertensi maligna atau hipertensi dipercepat (accelerated hypertension), yang ditandai dengan hipertensi berat (dengan tekanan diastol > 120 mmHg), gagal ginjal, serta perdarahan dan eksudat retina, dengan atau tanpa papil edema. Keadaan ini dapat timbul pada orang yang sebelumnya normotensi, tetapi lebih sering pada orang pengidap hipertensi jinak, baik esensial maupun sekunder.
Tabel 2.3 Jenis dan Penyebab Hipertensi
(Sistolik dan
9
Diastolik)
Hipertensi esensial (90 % – 95% kasus) Hipertensi sekunder Ginjal
Glomerulonefritis akut Penyakit ginjal kronis Penyakit ginjal polikistik Stenosis arteria renalis Vaskulitis ginjal Tumor penghasil renin
4
Endokrin
Hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital), Hormon eksogen (glukokortikoid ; estrogen [termasuk akibat kehamilan dan kontrasepsi oral]; makanan yang mengandung tiramin seperti keju, yoghurt, tuak/ alkohol ; dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase) Feokromositoma Akromegali Hipotiroidisme (miksedema) Hipertiroidisme (tirotoksikosis) Akibat kehamilan Kardiovaskular
Koarktasio aorta Poliarteritis nodosa Peningkatan volume intravaskular Peningkatan curah jantung Rigiditas aorta Neurologik
Psikogenik Peningkatan tekanan intrakranium Apnea tidur Stress akut, termasuk pembedahan
2.5 Patofisiologi Hipertensi
Berbagai mekanisme hipertensi merupakan penyimpangan dari pengendalian fisiologik normal tekanan darah9. Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi
berbagai
faktor
genetik,
lingkungan,
dan
demografik
yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik : curah jantung dan resistensi perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat tergantung pada hemostasis natrium. Curah jantung merupakan hasil kali
5
antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup ( Stroke volume)8, sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return)8 dan kekuatan kontraksi miokard.
Resistensi perifer total terutama ditentukan di
tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokonstriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin,
prostaglandin,
dan
oksida
nitrit).
Pembuluh
resistensi
juga
memperlihatkan autoregulasi ; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah4. Semua faktor ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti sistem saraf simpatis, parasimpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan – bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah 8. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, sebagai berikut :
Ginjal memiliki peran yang unik dalam regulasi tekanan darah. Ginjal meretensi garam dan air untuk meningkatkan volume cairan ekstrasel, volume darah dan pengisian arteri untuk menekan peningkatan aliran balik vena, cardiac output, dan tekanan darah10.
Melalui sitem renin – angiotensin, ginjal memengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Renin yang dikeluarkan oleh sel jukstaglomerulus ginjal mengubah angiotensin plasma menjadi angiotensin I , yang kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer (efek langsung pada otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus distal)
Ginjal juga menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi (termasuk prostaglandin dan nitrat oksida) yang mungkin melawan efek vasopressor angiotensin
Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus ( glomerulus filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi natrium 6
oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat.
Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju filtrasi glomerulus, termasuk peptida natriuretik atrium, disekresikan oleh atrium jantung sebagai respons terhadap ekspansi volume, menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal dan menyebabkan vasodilatasi
Bila fungsi ekskresi ginjal terganggu, mekanisme kompensasi yang membantu memulihkan keseimbangan elektrolit dan cairan adalah peningkatan tekanan arteri.
TEKANAN DARAH
Curah Jantung
Frekuensi
Resistensi Perifer
Isi Sekuncup
Kontraktilitas
Tonus
Elastisitas
pem.darah
Pem.Darah
Volume darah
miokard
Parasimpatis
Simpatis
SRAA
Faktor Lokal
Gambar 2.1.Mekanisme pengaturan tekanan darah 8 Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor – faktor risiko tertentu. Faktor – faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :
7
1. Faktor risiko, seperti diet, dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis 2. Sistem saraf simpatis : tonus simpatis, variasi diurnal 3. Keseimbangan
antara
modulator
vasodilatasi
dan
vasokonstriksi
:
Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan intersisium juga memberikan kontribusi akhir 4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar tekanan darah 1
Gambar 2.2 Faktor – faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah1 Beberapa faktor yang berperan dalam patofisiologi hipertensi, dan mencakup baik pengaruh genetik maupun lingkungan9. a. Peran Ginjal dan Keseimbangan garam
8
Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan
meningkatnya
volume
cairan,
curah
jantung,
dan
vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih tinggi, ginjal dapat mengekskresikan lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap “ steady state” (“penyetelan ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah9, 10. Faktor lingkungan mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi. Memang, bukti yang mengaitkan tingkat asupan garam harian dengan prevalensi hipertensi pada berbagai kelompok populasi sangat mengesankan. Selain itu, pada hipertensi esensial dan sekunder, asupan natrium berlebihan memperparah penyakit9. b. Sistem saraf simpatis, Parasimpatis, dan SRAA Sistem saraf simpatis bersifat pressif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah 4. Pada orang – orang dengan hipertensi, sering terjadi kerjasama antara peningkatan frekuensi jantung, peningkatan katekolamin di plasma dan peningkatan langsung sistem saraf simpatis yang diperankan oleh adanya perangsangan pada baroreseptor 10. Sedangkan sistem saraf parasimpatis bersifat depresif, yaitu menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron juga bersifat presif berdasarkan efek vasokonstriksi
angiotensin
II
dan
perangsangan
aldosteron
yang
menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain itu terdapat sinergisme antara sistem simpatis dan SRAA yang saling memperkuat efek masing – masing8.
9
c. Komponen struktural pembuluh darah Penyebab hipertensi tidak hanya remodeling yang berakhir pada hipertrofi ataupun eutrofi otot jantung dan resistensi pembuluh darah serta kerja jantung, tetapi juga dipengaruhi oleh perubahan fibrotik dan sklerosis pembuluh darah pada glomerulus dan intersisium ginjal. Hipertrofi pembuluh darah membatasi rasio lumen dan dinding pembuluh darah sehingga ikut menentukan komponen tahan perifer plasma. Perubahan sklerotik dan fibrosis glomerulus dan intersisium ginjal dikombinasi dengan hipertrofi arteriol aferen membatasi kepekaan aparatus juxtaglomerular dan intersisium ginjal dalam pengaturan tekanan darah, dengan cara menurunkan pelepasan renin dan menekan natriuresis sehingga berkontribusi dalam mempengaruhi sensitivitas garam dan keberlanjutan terjadinya hipertensi 10. Hipotesis alternatif menyebutkan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu vasokonstriksi fungsional atau rangsang yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh darah sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasokonstriktif yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Pada model ini, perubahan struktural pada dinding pembuluh mungkin terjadi pada awal hipertensi, mendahului dan bukan mengikuti vasokonstriksi 9. d. Endotel pembuluh darah dan stress oksidatif Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2, dan angiotensin II lokal, dan sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF) yang dikenal juga dengan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu, jantung terutama atrium kanan memproduksi hormon yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP) yang bersifat diuretik, natriuretik dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah 8. NO memiliki waktu paruh yang singkat dan diinaktivasi oleh oxyhemoglobin atau reactive oxygen species (ROS) seperti superoxide anion -
(O2 ). Pada ginjal, NO menghambat reabsorbsi NaCl di ansa henle dan ductus
10
collectivus. Jika terjadi defisiensi dari NO, tidak hanya akan menginduksi vasokonstriksi tapi juga menurunkan natriuresis 10. Aktivitas ANP yang berikatan dengan reseptornya akan meningkatkan GFR, menurunkan reabsorbsi NaCl di distal nefron, dan menghambat sekresi renin. ANP yang dilepaskan selama volume ekspansi dan berkontribusi dalam respon natriuresis. e. Kontribusi Genetik Peran genetik dalam mekanisme terjadinya hipertensi dapat dinilai dari penelitian yang membandingkan antara kembar identik dengan semua gen dan lingkungan yang sama dengan kembar tidak identik yang hanya berasal dari lingkungan yang sama. Diungkapkan bahwa peran kontribusi peran genetik kurang dari separuh proses perjalanan hipertensi pada manusia 10.
Gambar 2.3
Skema hipotesis tentang patogenesis hipertensi esensial, yang
menimbulkan defek genetik pada ekskresi natrium oleh ginjal, pengaturan fungsional tonus pembuluh darah, dan pengaturan struktural kaliber pembuluh darah. Faktor lingkungan, khususnya asupan natrium tinggi, memperkuat efek faktor genetik. Peningkatan curah jantung dan resistensi perifer yang ditimbulkannya ikut andil dalam proses terjadinya hipertensi9
11
2.6 Patogenesis Hipertensi sekunder 2.6.1 Hipertensi Renovaskular
Merupakan penyebab hipertensi sekunder terbanyak 10. Ciri khas pasien dengan hipertensi sekunder renovaskular adalah sebagai berikut :
Usia muda < 40 th
Onset terjadinya hipertensi tiba – tiba
Hipertensi tidak terkontrol atau refrakter
Hipertensi maligna
Gambaran klinis sesuai dengan penyebab yang mendasari
Stenosis arteri renalis yang menyebabkan penyempitan lumen arteri merupakan penyebab > 50 % kasus, yang mungkin unilateral atau bilateral. Hipertensi renovaskular dimediasi oleh adanya aktifitas sistem renin – angiotensin – aldosteron yang menyebabkan rendahnya perfusi ginjal sehingga baik unilateral maupun bilateral ginjal dapat mengalami stenosis arteri renalis10. Sindrom klinis yang berkaitan termasuk hipertensi renovaskular, ischemic renal function dan adanya episode edema paru akut yang terus berulang dengan mekanisme yang tidak dapat dijelaskan. Pasien dengan stenosis renovaskular dibedakan menjadi fibromuskular dysplasia (FMD), dan atherosclerotic renal artery stenosi (ARAS)10. 2.6.2 Hipertensi sekunder endokrin Hiperaldosteronisme primer, paling sering menyebabkan hipertensi
endokrinopati. Hiperaldosteronisme primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh karena hipersekresi aldosteron yang berasal dari korteks adrenal. Triad hiperaldosteronisme adalah hipertensi, hipokalemia, dan alkalosis metabolik. Insidensnya meningkat dengan hipertensi yang berat. Kebanyakan pasien mengalami hipertensi resisten. Hiperaldosteronisme primer mungkin disebabkan karena hiperplasia adrenal bilateral (65% kasus), adenoma penyekresi aldosteron (30% kasus), atau yang lebih jarang karsinoma adrenal sekunder atau endokrinopati genetik 10. Mekanisme yang terjadi pada hiperaldosteronisme primer ini yaitu terjadinya peningkatan reabsorbsi natrium dan air (hipertensi), peningkatan
12
ekskresi kalium (hipokalemia), dan peningkatan sekresi ion H + yang disertai dengan peningkatan reabsorbsi bikarbonat (alkalosis metabolik) 10. Pasien yang lebih muda biasanya memiliki gambaran klinis hiperplasia adrenal yang lebih berat10. Hiper-reninism, adalah tumor penghasil renin, kasusnya sangat jarang.
Pasien datang dengan hipertensi dan hipokalemia, dan peningkatan plasma resistance
activity
pengeluaran
sehingga
kalium
lewat
terjadi urin.
peningkatan
Tumor
berasal
aldosteron dari
dan
aparatus
juxtaglomerular ginjal10. Cushing’s syndrome, merupakan keadaan yang muncul sebagai efek
berlebih glukokortikoid baik endogen maupun eksogen . Pasien datang dengan tampilan khas cushingoid moon facies berkaitan dengan adanya timbunan lemak di wajah, disepanjang batang tubuh menimbulkan obesitas, striae di perut, hirsutism, serta kifoskoliosis. Peningkatan tekanan darah dikaitkan dengan adanya hubungan cushingoid terhadap kerja dari hipofisis
dalam
peningkatan
pengeluaran
ACTH
sehingga
terjadi
peningkatan produksi kortisol. Hipertensi terjadi sebagai efek dari kerja komponen glukokortikoid yaitu mineralocorticoid 10. 2.6.3 Feokromositoma
Feokromositoma merupakan tumor sel pensekresi neurocromafin (katekolamin) yang terletak di medula adrenal. Kasus ini sangat jarang, < 0,2% dari semua kasus hipertensi sekunder. Pasien datang dengan trias khas keluhan sakit kepala, berkeringat dan takikardi 10. Manifestasi klinis feokromositoma dikenal dengan 5 H yaitu hipertensi, headache, hipermetabolisme, hiperhidrosis, hiperglikemia10.
2.7 Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;. Gejala pada hipertensi sakit kepala, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan3, 11. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut 13
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg. 11 Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim (> 180 / 120 mmHg) disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut 3, 10. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan11, 12 Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan
organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari. 12 2.8 Tekhnik Pemeriksaan Tekanan darah
Diagnosis hipertensi berdasarkan hasil rata – rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan posisi duduk atau telah beristirahat 5 menit 4.
Tabel 2.4 Rekomendasi ukuran cuff dari British Hypertension Society 13
Cuff standar 12 x 26 cm untuk sebagian besar orang dewasa
Cuff yang lebih besar 12 x 40 cm untuk lengan besar
Cuff kecil 12 x 18 cm untuk orang dewasa yang kurus dan anak - anak
Tekanan sistolik adalah suara fase 1 yang dihasilkan saat katup aorta membuka dan mitral tertutup, yang menunjukkan saat kontraksi ventrikel ketika memompa darah meninggalkan jantung. Sedangkan tekanan diastolik adalah suara fase 5 yaitu suara yang dihasilkan saat terbukanya katup mitral dan tertutupnya katup aorta sewaktu terjadinya pengisian ventrikel14.
14
13
Tabel 2.5 Fase Korotkoff 1
Bunyi ketukan berulang dan jelas yang menandakan tekanan sistole
2
Ada bunyi „mendesir‟ singkat, dan bisa diikuti jika keadaan sepi
3
Kembalinya bunyi ketukan yang lebih tajam, hampir sama dengan fase 1
4
Bunyi kurang jelas yang muncul tiba – tiba. Fase ini diambil sebagai tekanan diastole jika fase 5 tidak terdengar begitu jelas (misalnya jika pasien hamil)
5
Suara pelan, diambil sebagai tekanan diastole pada sebagian besar pasien
Pengukuran pertama harus dilakukan pada kedua sisi lengan untuk menghindari kelainan pembuluh darah perifer. Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi postural seperti pada pasien lanjut usia, pasien DM, dll 4.
10 Langkah mengukur tekanan darah secara akurat, menurut Kenneth
Andersen15 adalah sebagai berikut : Langkah 1 - Pilih peralatan yang tepat:
Apa yang anda butuhkan : 1. Sebuah stetoskop yang berkualitas 2. Sebuah manset tekanan darah (blood pressure cuff ) berukuran tepat 3. Sebuah alat pengukur tekanan darah seperti aneroid atau sphygmomanometer raksa atau perangkat otomatis dengan model manual.
Langkah 2 - Siapkan pasien: Pastikan pasien santai dan tidak tegang dengan
memberikan waktu sekitar 5 menit untuk bersantai sebelum pengukuran pertama dilakukan. Pasien duduk dengan lengan atas diposisikan sejajar jantung dan kaki rata dengan lantai. Lepaskan pakaian yang tebal yang mungkin
15
mengganggu lokasi pemasangan manset atau yang dapat menyempitkan aliran darah di lengan. Berbicara dan mengunyah permen dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga anda harus dapat menahan pasien untuk tidak berbicara terlebih dulu.
Langkah 3 - Pilih ukuran manset yang tepat : Kebanyakan kesalahan
pengukuran terjadi dikarenakan pemilihan ukuran manset yang tidak tepat. Jika memungkinkan, ukurlah terlebih dulu lingkar lengan pasien dalam ukuran centimeter, untuk menyesuaikan ukuran manset yang akan digunakan. Pasanglah manset disekitar lengan atas pasien dengan menggunakan garis INDEKS untuk menentukan apakah lingkar lengan pasien termasuk dalam rentang ukuran manset yang digunakan atau tidak. Jika tidak, pilih yang sesuai manset kecil atau lebih besar.
Langkah 4 - Tempatkan manset pada lengan pasien: Faktor penting yang turut
menentukan keakuratan pengukuran tekanan darah adalah lokasi penempatan manset. Pertama, terlebih dulu meraba / menemukan arteri brakialis dan posisikan manset seseuai titik penanda tersebut. Lingkarkan manset tepat di sekitar lengan.
Langkah 5 - Posisi stetoskop : Pada lengan yang sama tempat menempatkan
manset, raba lengan dibagian fossa antecubiti (lipatan lengan) untuk mencari pulsasi terkuat dan menempatkan bel stetoskop di atas arteri brakialis di lokasi ini.
Langkah 6 - Mengembangkan manset : Mulailah memompa bola manset saat
Anda mendengarkan suara pulsasi. Ketika manset BP telah mengembang, rasakan rabaan saat dimana pulsasi tidak teraba lagi, kemudian tempelkan membran stetoskop pada lengan batas tersebut (batas dimana suara pulsasi tidak terdengar) pompa manset guna meninggikan tekanan 30 - 40 mmHg di atas batas pulsasi tadi. Jika nilai ini tidak diketahui Anda dapat mengembangkan manset hingga 160-180 mmHg. (Jika suara pulsasi masih tidak terdengar, pompa balon ke tekanan yang lebih tinggi.) 16
Langkah 7 – Turunkan secara perlahan tekanan manset yang sudah
dikembangkan:
AHA merekomendasikan bahwa tekanan harus diturunkan
secara perlahan sekitar 2-3 mmHg per detik, jika lebih cepat kemungkinan bisa mengakibatkan pengukuran tidak akurat.
Langkah 8 - Dengarkan sistolik: suara pertama (Korrotkof I) terdengar irama
seperti darah mulai mengalir melalui arteri adalah tekanan sistolik pasien. Ini mungkin menyerupai suara penyadapan pada awalnya.
Langkah 9 - Dengarkan diastolik: Lanjutkan untuk mendengarkan penurunan
tekanan manset dan suara semakin memudar (Korrotkof V). Perhatikan pembacaan alat ukur ketika suara berirama berhenti. Ini akan menjadi pembacaan diastolik.
Langkah 10 – Double check (2 kali pemeriksaan) untuk memastikan
keakuratan: AHA merekomendasikan melakukan pengukuran tekanan darah pada kedua lengan dan merata-ratakan hasil pengukuran.
Tunggu sekitar 5
menit untuk melakukan pemeriksaan kembali. Biasanya, tekanan darah lebih tinggi di pagi hari dan rendah di malam hari. Jika dicurigai pasien tersebut seorang dengan white coat hypertension, dalam penelitian dikatakan bahwa perlu waktu
24 jam yang memungkinkan untuk menilai keseluruhan profil
tekanan darah pasien.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara :
Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran 24 jam ( Ambulatory Blood Pressure Monitoring / APBM)
Mengukur sendiri oleh pasien
Pengukuran di kamar periksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset (panjang 12 – 13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar (gunakan suara Korotkoff fase 17
I dan V untuk penentuan sistolik dan diastolik). Sebelum memakai stetoskop, perkirakan
tekanan
sistol
dengan
cara
meraba
arteri
brakium
dan
mengembangkan manset sampai arteri brakium menghilang (tekanan sistolik melalui perabaan). Lalu tempelkan stetoskop di arteri brakium (tanpa menekannya secara berlebihan) dan gembungkan kembali manset sampai 30 mmHg di atas tekanan sistole yang diperkirakan melalui perabaan. Secara perlahan, kurangi tekanan 2 – 3 mmHg / detik dan dengarkan secara seksama, kapan terjadinya bunyi ketukan berulang dan jelas yang pertama kali terdengar adalah tekanan sistole, kemudian kempiskan manset dan hilangnya bunyi tersebut menandakan tekanan diastole13. Pengukuran dilakukan 2 kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dan dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut, diabetes dam kondisi lain yang diperkirakan adanya hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri 1. Beberapa indikasi penggunaan APBM antara lain :
Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodik
Hipertensi office atau white coat
Adanya disfungsi saraf otonom
Hipertensi sekunder
Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi
Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran
sendiri
di
rumah
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan.
Kekuranganny adalah masalah ketepatan pengukuran, sedangkan kelebihannya antara lain dapat menyingkirkan efek white coat dan memberikan banyak hasil pengukuran. Beberapa peneliti menyatakan bahwa pengukuran di rumah lebih mewakili kondisi tekanan darah sehari – hari. Pemeriksaan tekanan darah di 18
rumah juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan meningkatkan keberhasilan pengendalian tekanan darah serta menurunkan biaya 1. Tabel 2.6 Skrining untuk mengidentifikasi hipertensi 3
2.9 Tatalaksana Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi 1, 4 adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal, proteinuria) < 130/80 mmHg
Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing – masing kondisi1. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasie n hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor – faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.
19
I.
NonFarmakologi
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan yang berlebih
Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
Latihan fisik
Menurunkan asupan garam
Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan l emak
Tabel 2.7 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengelola Hipertensi 3
Modifikasi
Rekomendasi
Kisaran Penurunan TDS
Penurunan Berat Menjaga berat badan normal badan (IMT 18,5 – 24,9 kg/m2 )
5 – 20 mmHg / 10 kg BB
Pengaturan diet Mengkonsumsi , buah – buahan, 8 – 14 mmHg sayur – sayuran, dan makanan / pola makan rendah lemak terutama lemak jenuh Rendah natrium
Kurangi konsumsi natrium tidak 2 – 8 mmHg lebih dari 100 mmol / hari (2,4 gr sodium atau 6 gr sodium chlorida)
Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik aerob seperti berjalan (minimal 30 menit / hari, 3 – 4x dalam seminggu)
4 – 9 mmHg
Batasi konsumsi Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 loki (24 oz bir, 10 oz alkohol wine, atau 3 oz 80 wiski)
2 – 4 mmHg
Untuk menurunkan risiko kardiovaskular
berhenti merokok
TDS : tekanan darah sistolik
20
II. Farmakologi
Obat – obat antihipertensi bekerja dengan berbagai mekanisme yang berbeda, namun akan berakhir pada penurunan curah jantung, atau resistensi perifer, atau keduanya5. Tabel 2.8 Obat antihipertensi oral 3
21
22
Gambar 2.4 Algoritma pengobatan hipertensi menurut JNC VII3
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien ( Gambar 4) adalah:
Diuretika dan ACEI atau ARB
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
23
Gambar 2.5. Pilihan Kombinasi Obat antihipertensi1 Tabel 2.9. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHG)
Perbaikan Pola Hidup
Normal Prehipertensi
<120 120-139
dan <80 atau 80-90
dianjurkan ya
Hipertensi derajat 1
140-159
atau 90-99
Hipertensi derajat 2
≥ 160
atau ≥ 100
Terapi Obat Awal Tanpa Indikasi yang memaksa
Dengan Indikasi yang memaksa
Tidak indikasi obat
Obat-obatan indikasi memaksa
ya
Diuretika jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbangka n ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi
Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan
ya
Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB
Sumber : Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Esensial dalam Sudoyo, Aru W,
Bambang Setiyohadi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.V. Jakarta : Internal Publishing
Tabel 2.10. Pilihan Obat Antihipertensi untuk Kondisi Tertentu Indikasi yang Memaksa Gagal Jantung Pasca Infrak Miokard Risiko Penyakit Koroner
Diabetes
Pembuluh
Pilihan Terapi Awal Thiaz, BB, ACEI, ARB. Aldo Ant BB, ACEI, Aldo Ant Darah Thiaz, BB, ACEI, CCB
Thiaz, BB, ACEI, ARB, CCB
24
untuk yang
Penyakit Ginjal Kronis Pencegahan stroke berulang
ACEI, ARB Thiaz, ACEI
Sumber : Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Esensial dalam Sudoyo, Aru W,
Bambang Setiyohadi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.V. Jakarta : Internal Publishing Pasien yang telah mulai mendapat pengobatan harus datang kembali untuk evaluasi lanjutan dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, kunjungan selanjutnya dengan interval 3-6 bulan, tetapi frekuensi kunjungan ini juga ditentukan oleh ada tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit yang berhubungan seperti diabetes, dan kebutuhan akan pemeriksaan laboratorium 1. Strategi untuk, meningkatkan kepatuhan pada pengobatan: 1.
Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan pasien
2.
Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan
3.
Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya mengikuti rencana tersebut
2.10 Evaluasi Hipertensi
Enam masalah utama ini harus diperhatikan selama evaluasi seseorang dengan tekanan darah tinggi 10 a. Mendokumentasikan diagnosis hipertensi secara akurat (diagnosis hipertensi membutuhkan dua bacaan terpisah dalam jarak 1 sampai 2 bulan, yang diperoleh dari pemeriksaan setelah pasien telah duduk dengan tenang selama 5 menit dengan kaki rata di lantai dan lengan sejajar dengan jantung) b. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ yang berhubungan dengan hipertensi c. Skrining faktor risiko kardiovaskular lainnya yang sering menyertai hipertensi
25
d. Menilai tingkatan risiko penyakit kardiovaskular e. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah (pada hipertensi sekunder) f.
Mengintegrasikan gaya hidup, informasi klinis, dan data laboratorium yang dapat membantu dalam pemilihan awal terapi atau terapi berikutnya
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang1, 3, 10 Anamnesis meliputi : a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih
Episode
berkeringat,
sakit
kepala,
kecemasan,
palpitasi
(feokromositoma)
Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
c. Faktor – faktor risiko
Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olahraga
Kepribadian
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
Arteri perifer : ekstrimitas dingin, klaudikasio intermiten
26
e. Pengobatan antihipertensi sebelumnya f. Faktor – faktor pribadi, keluarga dan lingkungan Pemeriksaan untuk mengevaluasi kerusakan organ target 15 meliputi :
Evaluasi jantung
Pemeriksaan fisik
Foto polos toraks (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner)
Elektrokardiografi
(untuk
mendeteksi
iskemia,
gangguan
konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri)
Ekokardiografi
Evaluasi ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria / mikroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin
Perkiraan laju filtrasi glomerulus, yang untuk pasien dalam kondisi
stabil
dapat
diperkirakan
dengan
menggunakan
modifikasi rumus Kocroft-Gault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation, yaitu :
Klirens kreatinin = (140 - umur) x BB (ml/mt/ 1,73m2)
x 0,85 (jika perempuan)
72 x kreatinin serum
Evaluasi Pembuluh darah
Pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure
USG karotis
Fungsi endotel (masih dalam penelitian)
Evaluasi Otak
Pemeriksaan neurologis
Diagnosis
strok
ditegakkan
dengan
menggunakan
cranial
computed tomography ( CT) scan atau MRI untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif
27
Evaluasi Mata
Funduskopi
2.11 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi tidak saja mempercepat aterogenesis, tetapi juga menyebabkan perubahan degeneratif di dinding arteri besar dan sedang, yang memudahkan terjadinya diseksi aorta dan perdarahan serebrovaskular. Hipertensi juga berkaitan dengan 2 bentuk penyakit pembuluh darah kecil : arteriolosklerosis hialin dan arteriolosklerosis hiperplastik 9. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung 1. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah : 1. Jantung :
Hipertrofi ventrikel kiri
Angina atau infark miokardium
Gagal jantung
2. Otak
Strok atau transient ischemic attack
3. Penyakit ginjal kronis 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT 1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain – lain. Penelitian ini juga membuktikan bahwa diet tiggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan
organ
target,
misalnya
kerusakan
pembuluh
darah
akibat
meningkatnya ekspresi transforming growth factor- β ( TGF β )1. Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan
28
mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular.1 Faktor risiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi 1 antara lain adalah :
Merokok
Obesitas
Kurangnya aktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes melitus
Mikroalbuminemia atau perhitungan LFG < 60 ml/ menit
Umur (laki – laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki – laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun)
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi, mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130 – 139 / 80 – 89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih rendah1. Pada orang yang berumur > 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140 mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular 5 dari pada tekanan darah diastolik :
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115 / 75 mmHg, meningkat 2x dengan tiap kenaikan 20 / 10 mmHg
Risiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan i ndependen dari faktor risiko lainnya
Individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi
29