BAB I PENDAHULUAN Meskipun kecemasan selalu menjadi ciri kondisi manusia, kita telah lambat untuk memahami gangguan anxietas kronis dan rasa khawatir. Pemahaman yang lebih baik telah datang dengan peningkatan Nosologi, di mana gangguan kecemasan tertentu dengan karakteristik yang unik dan berbagi telah diartikulasikan. Generalized Anxiety Disorder (GAD) atau Gangguan Cemas Menyeluruh telah tertinggal di belakang gangguan kecemasan lain yang andal didiagnosis, dikonseptualisasikan, dan berhasil diobati. Sifat umum atau spesifik dari gangguan ini, dan masalah klasifikasi, membantu menjelaskan mengapa GAD telah relatif diabaikan meskipun prevalensinya. Untungnya, kemajuan dalam pengukuran dan teori telah mengidentifikasi fitur kognitif utama, yang pada gilirannya telah ditargetkan oleh percobaan pengobatan barubaru ini, hasil awal yang cukup menjanjikan dan memiliki potensi untuk sejajar dengan
kemajuan
yang
dibuat
dalam
mengobati
gangguan
panik.
Perkembangan tersebut akan diterima mengingat biaya pribadi dan sosial dari gangguan kronis ini dan prevalensi di seluruh rentang kehidupan.(McLean and Woody, 2001)
BAB II
A. DEFINISI GANGGUAN CEMAS MENYELURUH Cemas dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu hal yang normal dan respon adaptasi
terhadap ancaman yang mempersiapkan individu tersebut untuk
“flight or fight”. Seseorang yang cemas terhadap segala sesuatu dapat dikatakan mengalami gangguan cemas menyeluruh.(Sadock and Sadock, 2007) Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan (Sadock and Sadock, 2007) Gangguan Cemas Menyeluruh ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehariharinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial (Sadock and Sadock, 2007)
B. EPIDEMIOLOGI Prevalensi Gangguan Cemas Menyeluruh untuk kanak-kanak dan dewasa pada kisaran 2.9-4.6%. Menurut DSM-5, prevalensi 12 bulan untuk gangguan kecemasan umum adalah 0,9% di kalangan remaja dan 2,9% orang dewasa di masyarakat umum negara-di Amerika Serikat. Prevalensi 12 bulan dari 2
gangguan di negara lain berkisar antara 0,4% sampai 3,6% manakala resiko morbiditas sekitar 9,0%.(Jr, 2014) C. ETIOLOGI Penyebab gangguan cemas menyeluruh ini belum diketahui secara pasti. Hanya saja disebutkan bahwa faktor biologi dan psikologi memiliki peran terhadap terjadinya gangguan cemas menyeluruh. 1. Faktor Biologi Efikasi terapi obat benzodiazepin dan azaspiron (buspiron) terfokus pada sistem neurotransmitter GABA dan serotonin. Benzodiazepin diketahui dapat mengurangi
kecemasan,
sebaliknya
flumazenil
(reseptor
antagonis
benzodiazepin) dapat memicu kecemasan. Walaupun tidak ada data yang membuktikan bahwa reseptor benzodiazepin pada pasien gangguan cemas menyeluruh adalah abnormal, beberapa peneliti mengatakan bahwa konsentrasi reseptor benzodiazepin tertinggi terdapat pada lobus occipitalis. Area otak lain yang dicurigai berperan dalam terjadinya gangguan cemas menyeluruh adalah basal ganglia, sistem limbik, dan korteks lobus frontalis. Dikarenakan buspiron merupakan agonis terhadap reseptor serotonin, sehingga ada hipotesis yang menyebutkan bahwa terjadi gangguan regulasi dari sistem serotonergik pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh. Neurotransmitter lain yang masih menjadi subjek penelitian pada gangguan cemas menyeluruh adalah norepinephrine, glutamat, dan sistem kolesistokinin. Suatu studi dengan pemeriksaan Positron Emission Tomography melaporkan bahwa laju metabolik pada basal ganglia dan white matter pada
3
pasien gangguan cemas menyeluruh lebih rendah dibanding pada orang normal.(Sadock and Sadock, 2007)
2. Faktor Psikososial Faktor psikososial yang mengarah pada perkembangan gangguan cemas menyeluruh adalah cognitive-behaviour dan psikoanalitik. Berdasarkan pada cognitive-behaviour, pasien dengan gangguan cemas menyeluruh merespon suatu ancaman secara kurang tepat dan benar. Ketidaktepatan ini dihasilkan dari perhatian yang selektif terhadap suatu hal negatif di lingkungannya dengan cara mendistorsi pemrosesan informasi dan dengan cara memandang terlalu negatif terhadap kemampuan dirinya dalam hal mengatasi suatu masalah.(Sadock and Sadock, 2007)
D. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Kekhawatiran tidak dibatasi seperti di gangguan mental lainnya (misalnya, untuk mengalami serangan panik, menjadi malu di depan umum, atau terkontaminasi); pasien memiliki beberapa kekhawatiran, yang sering berubah dari waktu ke waktu. Kekhawatiran umum termasuk pekerjaan
dan tanggung jawab keluarga,
uang, kesehatan,
keselamatan, perbaikan mobil, dan pekerjaan. Program ini biasanya berfluktuasi dan kronis, dan memburuknya selama stres. Kebanyakan orang dengan 4
Gangguan Cemas Menyeluruh memiliki satu atau lebih gangguan kejiwaan lainnya komorbiditas, termasuk depresi berat, fobia spesifik, fobia sosial, dan gangguan panik.(Porter and Kaplan, 2011;Andrews et al., 2003) Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah: Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh: Ketegangan Motorik
1. Kedutan otot/ rasa gemetar 2. Otot tegang/kaku/pegal 3. Tidak bisa diam 4. Mudah menjadi lelah 5. Nafas pendek/terasa berat
Hiperaktivitas Otonomik
6. Jantung berdebar-debar 7. Telapak tangan basah/dingin 8. Mulut kering 9. Kepala pusing/rasa melayang 10. Mual, mencret, perut tak enak 11. Muka panas/ badan menggigil Kewaspadaan
berlebihan
Penangkapan berkurang
dan
12. Buang air kecil lebih sering 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu 14. Mudah terkejut/kaget 15. Sulit konsentrasi pikiran 16. Sukar tidur 17. Mudah tersinggung
Dari ICD-10, membutuhkan setidaknya 4 manifestasi klinis (dengan setidaknya 1 dari gejala otonom) untuk mendiagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh, antaranya : 5
Gejala otonom: palpitasi / takikardia; berkeringat; gemetaran; mulut
kering. Gejala fisik: kesulitan bernapas; nyeri dada / ketidaknyamanan; mual /
distres abdominal. Gejala kondisi mental: merasa pusing, goyah, pingsan atau pusing; derealisasi / depersonalisasi; takut kehilangan kontrol, gila, pingsan,
sekarat. Gejala umum: “hot flushes” / mati rasa atau sensasi kesemutan. Gejala ketegangan: ketegangan otot / sakit dan nyeri; gelisah / ketidakmampuan untuk bersantai; Perasaan tegang, gelisah, atau tegang
mental; sensasi benjolan di tenggorokan atau kesulitan menelan. Lainnya: tanggapan berlebihan untuk kejutan kecil / sedang terkejut; kesulitan konsentrasi / pikiran akan kosong karena khawatir atau kecemasan; iritabilitas persisten; kesulitan mendapatkan tidur karena khawatir.(Semple et al., 2005)
E. DIAGNOSIS Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi. Ada kecenderungan diturunkan dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan sederhana serta depresi mayor (terdapat pada 40% atau lebih pasien; meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stres yang jelas, tetapi harus dicari penyebabnya.(Brown et al., 2001;Hofmann and Reinecke, 2010;Kavan et al., 2009)
6
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan : Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut: 1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb) 2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan 3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb) Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42.-)(Rusdi, 2001)
F. PENANGANAN Terapi pada Gangguan Cemas Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obatobatan (farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif, khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.
7
Penanganan dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika, humanistik eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif. Menurut para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada keadaan internal individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami individu sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya adalah jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan diri yang dikembangkannya. Teknik dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta untuk menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di dalam pikirannya, tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream interpretation; individu diminta untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut dengan resistance (yaitu individu bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung. Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia 8
membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.(Yates, 2014) Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya.(Yates, 2014) Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas. Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan menjadi contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan pikiran-pikiran yang mencemaskan. Konseling secara efektif mengurangi gejala cemas pada kebanyakan pasien. Secara khusus, terapi perilaku kognitif (CBT) telah terbukti mengurangi Gangguan Cemas Menyeluruh yang juga tampaknya paling tidak sama efektifnya dengan obat yang kurang mapan dan efek yang lebih tahan lama. Meskipun CBT melibatkan beberapa sesi dengan profesional terlatih kesehatan mental, kesadaran akan prinsip-prinsip terapi dapat membantu dokter dalam menggabungkan teknik CBT ke dalam praktek mereka dan memperkuat upaya terapi.(Kavan et al., 2009;Morris and March, 2004) 9
Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari suatu pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-tahapannya juga terinci. Pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru, venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Gunakan benzodiazepin dengan tidak berlebihan(diazepam, 5 mg per oral, 3-4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga beberapa bulan); biarkan penggunaan
obat-obatan
untuk
mengikuti
perjalanan
penyakitnya.
Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis (20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik, SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan βbloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari).(Porter and Kaplan, 2011) Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IiMS Vol. 302001) N
Nama Generik
o Benzodiazepine 1. Diazepam
Nama Dagang
Sediaan
Dosis Anjuran
Diazepin
Tab. 2-5 mg
Lovium
Tab. 2-5 mg
Stesolid
Tab. 2-5 mg
10-30 mg/h
Amp. 10
2.
3.
4. 5.
Chlordiazepoxide
Lorazepam
Clobazam Alprazolam
Cetabrium
10mg/2cc Drg. 5-10 mg
Arsitran
Tab. 5 mg
Tensinyl Ativan
Cap. 5 mg Tab. 0,5-1-2
Renaquil
mg
Frisium
Tab. 1 mg Tab. 10 mg
2-3
Xanax
Tab.
mg/h 0,75-1,50
Alganax
mg Tab.
0,25-0,5
15-30 mg/h
2-3 x 1 mg/h
x
1m
mg/h 0,25-0,5
mg Non Benzodiazepine 6. Sulpiride 7. Buspirone 8. Hydroxyzine
Dogmatil Buspar Iterax
Cap. 50 mg Tab. 10 mg Caplet 25 mg
100-200 mg/h 15-30 mg/h 3x25 mg/h
Obat anti-anxietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya (benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce “the inhibitory action of GABA-ergic neuron”, sehingga hiperaktivitas tersebut di atas mereda. Dorong rasa percaya diri, rumatan aktivitas produktif, dan kognisi yang berdasarkan pada realita. Latihlah pasien dengan teknik relaksasi (misal biofeedback, meditasi, otohipnotis). Lebih dari 50% pasien menjadi asimtomatik seiring berjalannya waktu, tetapi sisanya memberat pada derajat hendaya yang bermakna. Bantulah pasien untuk memahami akan sifat kronis penyakitnya dan mengerti akan adanya kemungkinan untuk selamanya hidup dengan beberapa gejala yang memang tidak akan hilang.
11
G. PROGNOSIS Prognosis Gangguan
Kecemasan
Menyeluruh
sukar
untuk
untuk
diperkirakan. Nemun demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan tersebut. Gangguan cemas memiliki tarif tinggi komorbiditas dengan depresi berat dan alkohol dan penyalahgunaan narkoba. Beberapa peningkatan morbiditas dan kematian terkait dengan gangguan cemas mungkin berkaitan dengan tingginya tingkat komorbiditas. Gangguan cemas dapat berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas melalui mekanisme neuroendokrin dan neuroimmune atau stimulasi langsung saraf, (misalnya, hipertensi atau aritmia jantung). Kecemasan kronis dapat berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.(Porter and Kaplan, 2011)
BAB III KESIMPULAN Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu
oleh
ketidaktahuan
yang
didahului
oleh
pengalaman
baru,
dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
12
Gambaran klinis bervariasi dapat dijumpai keluhan cemas, khawatir, waswas, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan jika penderita menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (“mengambang”). Gejalagejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut: Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi), ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb). Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan (farmakoterapi). Obat pilihan yang digunakan adalah antianxietas (golongan benzodiazepine khuusnya diazepam dan alprazolam. Anti depresan juga dapat dikombinasikan misalnya golongan SSRI yakni fluoxetine.
13
LAPORAN KASUS NON PSIKOTIK GANGGUAN DEPRESI SEDANG (F32.1) IDENTITAS PASIEN Nama
: Tn. A
Tempat/ Tanggal lahir : Makassar/18-2-1982 Umur
: 33 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Suku/ Agama
: Makassar/ Islam
14
Status Perkawinan
: Belum menikah
Warga negara
: Indonesia
Pendidikan
:SI
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Alamat
: BTN Bukit Hartoso Indah, T/05
Tanggal Masuk
: 17 Maret 2015
RIWAYAT PSIKIATRI I RIWAYAT PENYAKIT a Keluhan utama Sulit tidur b Riwayat ganggua n sekarang Keluhan dan gejala Seorang pasien laki-laki datang ke RS untuk pertama kalinya dengan keluhan sulit tidur sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sering memikirkan perkara buruk yang mungkin terjadi kepada keluarga dan pekerjaannya. Menurut keluarga, pasien juga sering kelihatan gelisah dan mundar mandir. Pasien pernah tidak bias tidur dalam satu hari. Pasien mengeluh mengalami mimpi-mimpi buruk dan berkeringat dingin. Pasien juga merasakan tidak nyaman pada lambung dan sakit pinggang. Perubahan perilaku dialami kira-kira 2 tahun yang lalu. Pasien mula berpikiran negatif atau curiga karena merasakan dirinya tidak berguna. Pasien sering dipersalahkan atas kesalahan orang lain di tempat kerja lalu merasa malas untuk bekerja dan beraktivitas. Pasien merasa bersalah dan berdosa terhadap orang tuanya karena tidak bisa membagiakan orang tuanya karena mengeluh sumber pendapatannya tidak cukup. Pasien belum pernah datang berobat sebelumnya. Sebelum ini dikenal sebagai seorang yang rajin bekerja dan suka membantu orang. 15
Hendaya/ disfungsi Hendaya sosial (+) Hendaya pekerjaan (+) Hendaya waktu senggang (+) Faktor stressor psikososial Sering diamarahi atas kesalahan orang lain di tempat kerja dan status
ekonomi yang tidak kukuh. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya : tidak ada. c Riwayat gangguan sebelumnya Trauma (-) Infeksi (-) Kejang (-) NAPZA : Merokok (+) Alkohol (-) Obat-obatan (-) d Riwayat kehidupan pribadi Masa prenatal dan Perinatal (0-1 tahun) Pasien lahir normal di rumah sakit dan persalinan dibantu oleh dokter. Masa Kanak Awal (1-3 tahun) Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai anak sebayanya. Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun) Pasien mulai sekolah pada umur 7 tahun, sesuai dengan anak-anak seumurannya dan selesai SD. Kemudian pasien melanjutkan pendidikan sampai tamat SMP. Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun) Setelah tamat SMP, pasien melanjutkan pendidikan ke SMK. e Riwayat kehidupan keluarga: Pasien merupakan anak pertama dari 5 bersaudara (♂, ♂, ♂, ♀, ♂ ). Hubungan pasien dengan keluarga baik. Riwayat keluarga dengan penyakit f g
yang sama tidak ada. Situasi sekarang : Pasien bekerja sebagai karyawan swasta dan tinggal bersama keluarga. Persepsi pasien tentang diri sendiri dan kehidupannya Pasien mengakui kalau dirinya sakit dan memerlukan pengobatan.
16
II PEMERIKSAAN STATUS MENTAL a Deskripsi Umum Penampilan: seorang laki-laki menggunakan kaos sweater hitam abu-abu,
b
c
celana jeans panjang, rambut rapi, perawatan diri cukup, wajah sesuai usia Kesadaran: Baik Perilaku dan aktivitas motorik: Tenang Pembicaraan: Lancar, spontan dan intonasi biasa Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif Keadaan Afektif Mood : Sedih Afek : Depresif Empati: Dapat dirabarasakan Fungsi Intelektual Taraf Pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: Sesuai taraf pendidikan Daya konsentrasi Daya ingat - Daya ingat jangka panjang - Daya ingat jangka pendek - Daya ingat segera Orientasi
terganggu Pikiran abstrak Bakat Kreatif Kemampuan menolong diri sendiri d
e
Gangguan Persepsi Halusinasi Ilusi Depersonalisasi Derealisasi Proses Berpikir i Arus Pikiran Produktifitas Kontinuitas
: Tidak terganggu : : Tidak terganggu : Tidak terganggu : Tidak terganggu : Waktu - Tidak terganggu Tempat - Tidak terganggu Orang - Tidak : Tidak terganggu : Belum ditemukan : Cukup
: Tidak ditemukan : Tidak ditemukan : Tidak ditemukan : Tidak ditemukan : Cukup : Relevan, koheren 17
h
Hendaya Berbahasa : Tidak ada ii Isi Pikiran Preokupasi : Tidak ada Gangguan isi pikir : Tidak ada Pengendalian Impuls : Tidak terganggu Daya Nilai Norma Sosial : Tidak terganggu Uji Daya Nilai : Tidak terganggu Penilaian Realitas : Tidak terganggu Tilikan (Insight) : Derajat VI (Menyadari bahwa dirinya sakit dan
i
berusaha mengobati) Taraf dapat dipercaya : Dapat Dipercaya
f g
IIIPEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT Pemeriksaan Fisik: Status Internus Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90x/menit, suhu tubuh 36.7ºC,
pernapasan 22 x/menit. Status neurologis Gejala rangsangan meningeal (-), kaku kuduk (-), kernig sign (-), pupil bulat dan isokor. Fungsi motorik dan sensorik pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan tanda bermakna dari pemeriksaan neurologis pasien.
IV IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Pasien laki-laki berumur 33 tahun datang ke RS dengan keluhan sulit tidur yang sudah dialaminya sejak 1 bulan yang lalu. Pasien sering memikirkan perkara-perkara buruk yang mungkin terjadi kepada keluarga dan pekerjaannya. Pasien sering gelisah dan mundar mandir dan mengeluh malas bekerja. Perubahan perilaku pasien dirasai mulai 2 tahun yang lalu. Pasien mula berpikiran negative dan merasa dirinya tidak berguna. Pasien juga sering dipersalahkan atas kesalahan orang lain di tempat kerja. Pasien merasa bersalah dan berdosa terhadap orang tuanya karena tidak bisa membagiakan mereka. Pasien belum pernah datang berobat sebelumnya. 18
Dari pemeriksaan status mental, tampak seorang pria memakai kaos sweater abu-abu, celana jeans panjang. Perawakan tubuh baik dan wajah sesuai umur. Perawatan diri baik. Mood sedih, afek depresif dan empati dapat dirabarasakan. Tilikan derajat VI (pasien sadar bahwa dirinya sakit dan berusaha mengobati) dan pasien dapat dipercaya. V DIAGNOSIS MULTIAKSIAL Aksis I: Berdasarkan autoanamnesis, alloanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu malas untuk bekerja., beraktivitas dan afek depresif. Terdapat gejala seperti merasa bersalah terhadap orang tuanya dan rasa tidak berguna, merasa masa depannya suram dan tisur terganggu. Gejala-gejala ini merupakan gejala depresi. Ditemukan juga beberapa gejala otonomik seperti jantung berdebar-debar dan keringat dingin. Keadaan ini menimbulkan distress pada pasien. Ditemukan juga hendaya berat dalam fungsi sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat menimbulkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa. Pada pemeriksaan status mental tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realitas sehingga pasien dapat disimpulkan sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik. Dari hasil alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan 2 gejala utama depresi yaitu kehilangan minat dan semangat serta merasa malas untuk bekerja dan beraktivitas. Ditemukan 3 gejala minor depresi yaitu merasa bersalah dan tidak berguna untuk orang tua, merasa masa depannya suram dan tidurnya terganggu sehingga didiagnosa Episode Depresi Sedang (F32.1) Aksis II: Gangguan Kepribadian Cemas (menghindar). Aksis III: Tidak ditemukan kelainan organobiologik Aksis IV: 19
Kesulitan di tempat kerja (sering dimarahi majikannya) Aksis V: GAF 61-70 ; beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik VI DAFTAR MASALAH -
Organo biologik
:
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat ketidakseimbangan
neurotransmitter,
maka
pasien
memerlukan
farmakoterapi. -
Psikologi
:
Tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realitas sehingga pasien tidak butuh terapi. -
Sosiologik
:
Adanya hendaya dalam bidang sosial, penggunaan waktu senggang, dan pekerjaan sehingga memerlukan sosioterapi. VII
PROGNOSIS Dubia Faktor Pendukung :
Tidak ada kelainan organobiologik
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama
Pasien sadar dirinya sakit dan mau berobat
Adanya dukungan dari keluarga
Faktor penghambat :
Pasien belum menikah 20
VIII
PEMBAHASAN/ TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Episode Depresif Sedang, pedoman diagnostik berdasarkan PPDGJ III.
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi Gejala utama : -
afek depresif kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunkan aktivitas
Ditambah sekurang-kurangya 2 dari gejala lainnya Gejala lainnya : a) kosentrasi dan perhatian kurang b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f) tidur terganggu g) nafsu makan berkurang
Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan
Berdasarkan anamnesis, alloanamnesis dan status mental, terdapat 2 gejala utama Gangguan Episode Depresif Sedang yang ditemukan pada pasien 21
yaitu afek depresif dan malas bekerja. Terdapat juga gejala lainnya yaitu merasa bersalah terhadap orang tuanya dan rasa tidak berguna, merasa masa depannya suram dan tidur terganggu sehingga dapat diarahkan ke Gangguan Episode Depresif Sedang (F32.1). VIII. RENCANA TERAPI A. Farmakoterapi Fluoxetine 20 mg 1-0-0 Alprazolam 0.5 mg 0-0-1 B. Psikoterapi Supportif Ventilasi Memberikan kesempatan
seluas-luasnya
kepada
pasien
untuk
menceritakan keluhan dan isi hati sehingga pasien merasa lega dan keluhannya berkurang Konseling Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya. C. Sosioterapi Memberikan penjelasan kepada pasien, keluaga dan orang-orang di sekitarnya tentang penyakit pasien sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang membantu. D. Terapi Kognitif Perilaku (CBT) Mengidentifikasi pikiran yang paling penting, perasaan dan perilaku yang membentuk reaksi dan memutuskan apakah tanggapan tersebut rasional dan bermanfaat IX.
FOLLOW UP Memantau keadaan umum dan perkembangan penyakit seperti menilai efektifitas obat yang diberikan serta kemungkinan efek samping obat yang diberikan.
22
Autoanamnesis (17 Maret 2015) DM
:Selamat siang pak. Perkenalkan, saya Arif, Dokter Muda yang tugas disini.
P
: Siang dok.
DM
: Siapa nama ta pak?
P
: Aswad
DM
: Berapa umur ta pak sekarang?
P
: 33 tahun, dok
DM
: Pak tinggal dimana ki?
P
: BTN Bukit Hartako Indah
DM
: Pak kerja di mana ki?
P
: Wiraswasta(Gelael)
DM
: Pak saya mau tanya-tanya ki , tidak apa-apa pak? Bisa ji pak?
P
: Iya dok, tidak apa-apa.
DM
: Pak apa keluhan ta sampai datang ke sini ?
P
: Akhir-akhir ini sya susah tidur dok. 23
DM
: Sejak kapan itu kita susah tidur pak?
P
: Kira-kira 1 bulan yang lalu.
DM
: Dalam sehari biasanya kita tidur berapa jam?
P
: Biasanya hanya 2 jam dok.
DM
: Kalau kita nda tidur, kita buat apa?
P
: Baring- baring saja sambil berpikir, biasa juga saya mondar mandir dalam rumah dok.
DM
: Kalau boleh tau pak, biasanya apa yang bapak pikirkan?
P
: Banyak tong itu dok, saya pikirkan orang tua ku bagaimana mereka kalau sudah meninggal artinya saya tinggal sebatang kara. Biasa juga saya pikir pekerjaan takut kah di kasi keluar
DM : Pak kalau kita mondar-mandir dalam rumah, kita biasanya buat apa? P
: Jalan- jalan saja dok.
DM
: Biasanya kita kumpul barang-barang?
P
: Tidak ji dok, cuman itu ji dok yang pikiran ku.
DM
: Adaji kita dengar suara suara bicara sama ta?
P
: Tidakji dok
DM
: Tabe di pak, bisa saya tau kenapa kita merasa mau dikeluarkan dari pekerjaanta?
P
: Itu mi dok saya merasa tidak bersalah tapi bossku sering memarahi ka karna teman kerjaku nakal nakal ki. Jadi itumi juga dok malas ka pergi kerja
DM
: Pak, apa yang kita sering pikirkan tentang keluargata?
P
: Itu dok saya rasa bersalah, tidak berguna kayak berdosa sama keluargaku karna tidak bisa bahagiakan orang tuaku
DM
: Kenapa kita bilang kita tidak bisa bahagiakan orang tua ta?
P
: Karna pendapatan ku tidak cukup 24
DM
: Pak biasa ki keringat dingin? Jantung berdebar debar?
P
: Iya dok. Saya juga biasanya mimpi buruk
DM
: Pak bagaimana aktivitas ta kalau di rumah?
P
: Saya nda buat apa-apa dok, malas sekali kah ku rasa dok. Tidak ada semangat ku untuk beraktivitas.
DM
: Sejak kapan kita mulai rasa atau perubahan perasaan ta begini pak?
P
: Kira-kira 2 tahun yang lalu dok.
DM
: Bagaimana awalnya perubahan perilaku ta?
P
: Begini dok, kan saya anak pertama, saya merasa terbeban untuk membahagiakan keluarga ku dok. Baru kerja ku nda terlalu bagus. Itu mi terus saya pikirkan dok. Saya juga berpikir yang negatif tentang cewekku dok dan susa sekali percaya sama orang.
DM
: Pak masih ada keluhan lain ta?
P : Ini dok, biasa saya rasa tidak nyaman d perut dan nyeri pinggang. DM
: Pak bagaimana nafsu makan ta, baik ji?
P
: Baik ji dok
DM
: Pak sebelumnnya sudah pernah berobat ke dokter?
P
: Belum pernah dok
DM
: Dalam keluarga ta ada juga yang menderita begini?
P
: Ada dok, mama dan tante.
DM
P
: Oh iya, pertanyaan saya sudah selesai. bapak jangan khawatir karena semua yang saya tanyakan ini adalah menjadi rahasia antara bapak dan saya. Terima kasih pak atas kerjasamanya. Semoga cepat sehat ya. : Sama-sama dok. Makasih dok
25
DAFTAR PUSTAKA Andrews, G., Creamer, M., Crino, R., Hunt, C., Lampe, L. & Page, A. 2003. The Treatment of Anxiety Disorders, Cambridge, Cambridge University Press. Brown, T. A., O’Leary, T. A. & Barlow, D. H. 2001. Clinical Handbook of Psychological Disorders, New York, Guilford Publications. Hofmann, S. G. & Reinecke, M. A. 2010. Cognitive–behavioral Therapy with Adults, Cambridge, Cambridge University Press. Jr, D. A. N. 2014. Pediatric Generalized Anxiety Disorder [Online]. Available: http://emedicine.medscape.com/article/916933-overview [Accessed]. Kavan, M. G., Elsasser, G. N. & Barone, E. J. 2009. Generalized Anxiety Disorder: Practical Assessment and Management. American Family Physician, 79. McLean, P. D. & Woody, S. R. 2001. Anxiety Disorders in Adults: An Evidence-Based Approach to Psychological Treatment, Oxford, Oxford University Press. Morris, T. L. & March, J. S. 2004. Anxiety Disorders in Children and Adolescents, New York, The Guilford Press. Porter, R. S. & Kaplan, J. L. 2011. The Merck Manual Of Diagnosis and Therapy, Merck Sharp & Dohme Corp., A Subsidiary of Merck & Co., Inc. Rusdi, M. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, Jakarta, PT Nuh Jaya. Sadock, B. J. & Sadock, V. A. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, New York, Lippincott Williams & Wilkins. 26
Semple, D., Smyth, R., Burns, J., Darjee, R. & McIntosh, A. 2005. Oxford Handbook of Psychiatry, Oxford, Oxford University Press. Yates, W. R. 2014. Anxiety Disorders [Online]. Available: http://emedicine.medscape.com/article/286227-overview [Accessed].
27