1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Tidak ada orang yang mengharapkan suatu bencana. Namun, suka tidak suka musibah tetap datang, baik yang bersifat lokal, regional, maupun internasional. Tidak hanya dalam hitungan tahun, bahkan juga hitungan jam. Bencana angin kencang yang mengakibatkan robohnya rumah, tanaman, pepohonan, gardu listrik,
dan
sebagainya.
Bencana
banjir
yang
menenggelamkan
banyak
infrastruktur, banyak menimbulkan kerusakan dan kerugian. Bencana itu tidak hanya menghancurkan harta benda, namun juga nyawa manusia, meninggal secara langsung maupun tidak langsung karena terkena penyakit akibat dari sebuah bencana. Bencana terjadi sebagian besar karena faktor manusia, sebagimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an, surat surat Ar Ruum, ayat 41
Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
2
Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia, baik dari sisi ekonomi, tatanan masyarakat maupun lingkungan. Bencana merupakan peristiwa yang telah lama ada, bahkan telah ada seiring pembentukan bumi itu sendiri. Namun peristiwa itu tidak banyak menimbulkan masalah selama terjadi pada tempat yang tidak dihuni oleh manusia. Bencana alam diraskan menjadi sumber malapetaka disaat menimpa tempat yang banyak penduduknya. Bencana banyak menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian, karena itulah muncul pengelolaan penanggulangan bencana atau yang lebih dikenal dengan mitigasi bencana. Menurut UU No. 24 Tahun 2007 mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan kemampuan
menghadapi menghadapi
ancaman ancaman
bencana.
Mitigasi merupakan
kewajiban berbagai pihak baik itu para ahli, pemerintah, maupun masyarakat secara luas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan bendungan sungai. Banjir merupakan permasalahan umum di berbagai wilayah Indonesia terutama di daerah padat penduduk misalnya dikawasan perkotaan oleh karena itu kerugian yang ditimbulkan besar baik segi materi maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir perlu mendapatkan perhatian yang serius
3
dan merupakan permsalahan kita semua. Dengan anggapan bahwa, permasalah banjir merupakan permasalahan umum sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan. Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit didefinisikan secara jelas, dimana terdiri dari kerugian akibat banjir langsung dan tak langsung. Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian fisik akibat banjir yang terjadi, berupa robohnya bangunan tempat tinggal, sekolah, industri, rusaknya prasarana trasportasi, dan hilangnya harta benda. Sedangkan kerugian akibat banjir tidak langsung berupa kerugian kesulitan yang timbul secara tidak langs ung diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi, pendidikan, kesehatan, kegiatan bisnis terganggu, dan sebagainya Kabupaten Tolitoli adalah salah satu Kabupaten yang barada di Provinsi Sulawesi Tengah, yang terdiri dari 10 kecamatan. Kecamatan Baolan merupakn salah satu dari kecamatan yang ada di Kabupaten Tolitoli, yang digunakan sebagai sebagai pusat pemerintahan, selain itu Kecamatan Baolan juga merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak dan terpadat dari seluruh kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tolitoli. Berdasarkan observasi pada dua kelurahan yang ada di kecamatan Baolan yaitu Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley. Diketahui bahwa dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir ini, bencana banjir sering terjadi di kelurahan ini yang hampir terjadi setiap tahunnya. Tingginya curah hujan yang terjadi antara 1500mm-3600mm pertahun dan bertepatan dengan terjadinya pasang air laut
4
merupakan faktor utama terjadinya banjir. Penimbunan kantung-kantung air (rawa tadah hujan) untuk digunakan sebagai area permukiman, dan juga pendangkalan sungai yang diakibatkan oleh proses sedimentasi merupakan faktor pendukung dari terjadinya bencana banjir. Sungai Tuweley/Ogomalane dan Anak Sungai Lembe, merupakan dua aliran air yang sering menyebabkan banjir. Wilayah yang sering terendam oleh Anak Sungai Lembe yaitu kelurahan Baru. Sedangkan Sungai Tuweley/Ogomalane merendami Kelurahan Tuweley, Kelurahan Panasakan, dan Kelurahan Baru. Pada kesempatan ini peneliti tertarik melakukan penelitian pada Kelurahan Baru
dan
Kelurahan
Tuweley
yang
dilintasi
oleh
aliran
sungai
Tuweley/Ogomalane. Ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian di 2 (dua) wilayah kelurahan ini dikarenakan kedua kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang besar yaitu Kelurahan Baru mencapai 20.976 jiwa dan jumlah rumah tangga yaitu 4.713 kk, sedangkan untuk Kelurahan Tuweley jumlah penduduk mencapai 10.236 jiwa dengan dengan jumlah rumah rumah tangga 2.334 2.334 kk. Selain itu, pada saat sungai Tuweley/Ogomalane mengalami banjir, kedua kelurahan ini merupakan kelurahan yang paling parah terkena dapak dari luapan banjir tersebut. Terutama pada RT I, RW II dan RT II, RW II lingkungan 1 pada kelurahan baru, serta RT II, RW I lingkungan 1, RT I, RW II Lingkungan 2, RT III, RW II Lingkungan 3, dan RT I, RW I lingkungan 4 pada Kelurahan Tuweley. Tuwele y. Berdasarkan pemaparan di atas untuk menilai tingkat mitigasi dalam menghadapi bencana banjir perlu dikaji lebih jauh tentang bagaimana
5
pengetahuan mitigasi bencana banjir luapan sungai Tuweley/Ogomalane di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli. 1.2 Rumusan Masalah
Bencana banjir yang terjadi tidak bisa dihindarkan, namun dampaknya dan kerugiannya bisa diminimalisir. Mendorong peran serta masyarakat dalam penanggulangan
bencana
menjadi
prioritas
utama.
Kesiapan
dalam
penanggulangan bencana merupakan hal yang utama, kesiapsiagaan bukan saja harus disiapkan oleh pemerintah sebagai penanggung jawab penanggulangan bencana, tetapi juga masyarakat harus ditingkatkan kapasitas kesiapsiagaannya atau antisipasinya terutama masyarakat yang tinggal dilokasi rawan dan rentan bencana. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka diperoleh rumusan masalah yaitu “bagaimana “bagaimana kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana banjir, guna meningkatkan keselamatan, mengurangi atau mencegah hilangnya harta benda dan serta mengurangi kerusakan fisik akibat bencana banjir di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli” Tolitoli ” 1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan penduduk terkait prosedur dan metode mitigasi bencana banjir, guna untuk untuk meningkatkan meningkatkan keselamatan, mengurangi atau mencegah hilangnya harta benda dan serta mengurangi kerusakan fisik akibat bencana banjir di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley Kecamatan Baolan kabupaten Tolitoli.
6
Sasaran penelitian yaitu kawasan dan masyarakat yang berada di daerah rawan bencana di wilayah Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuwely Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli. meliputi 2 RT, 1 RW di Kelurahan Baru dan 4 RT, 4 RW di Kelurahan Tuweley. 1.4 Kegunaan Penelitian atau Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1
Manfaat Keilmuan Memberikan sumbangsih pengetahuan pendidikan mitigasi bencana banjir
pada tingakat SMA mata pelajaran Geografi materi hidrosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan, dan pada tingkat Perguruan Tinggi khususnya Pendidikan Geografi UNTAD pada mata kuliah Geografi Bencana. Serta menambah pengetahuan pendidikan mitigasi bencana banjir pada masyarakat tempat dilaksanakannya penelitian. 1.4.2
Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai mitigasi bencana banjir. 2) Bagi
pemerintah, terutama instansi yang terkait, dapat dapat menjadi bahan
referensi untuk membantu menentukan kebijakan, meningkatkan pengetahuan, dan kewaspadaan bencana banjir. 1.5 Batasan Istilah
1) Bencana adalah “ peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
7
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.” psikologis. ” (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ); 2) “Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.” (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 ); 3) Banjir merupakan suatu keluaran (output ( output ) dari hujan (input (input ) yang mengalami proses dalam sistem lahan yang berupa luapan air yang berlebih (Raharjo, P.D. 2009, dalam Arifin, Yayu Indriati & Muh. Kasim. 2012); 4) Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Dalam penelitian ini yang dimaksut dengan mitigasi bencana adalah tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana banjir; 5) Masyarakat adalah “sejumlah “sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang meraka anggap sama” sama ” (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini yang dimaksut masyarakat adalah masyarakat Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley; 6) Pengetahuan adalah “sebagai fakta atau kondisi dari mengetahui sesuatu dengan derajat pemahaman tertentu melalui pengalaman, asosiasi, atau hubungan” hubungan” (Mohanty, et. al, 2006 ; dalam Asih Dwi Hayu Pangesti, 2012 :
8
29). Dalam penelitian ini yang dimaksut dengan pengetahuan adalah pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir; banjir; 7) Kesiapsiagaan adalah “Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna
dan berdaya
Penanggulangan
Bencana
guna.”
(Peraturan
Kepala
Nomor
4
2008
Tahun
Badan
Tentang
Nasional Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana). Dalam penelitian ini yang dimaksut dengan dengan
kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk
mengatasi bencana banjir.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tresa Juranzy, 2011. “Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat dalam Kaitannya dengan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana di Daerah Rawan Bencana (Studi Kasus: Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor). Skripsi, bogor ; Institut Pertanian Bogor.
Beberapa
tahun
terakhir
di
Indonesia
sering
terjadi
bencana
dan
meninggalkan dampak bagi orang-orang yang mengalaminya. Bencana yang sering melanda Indonesia adalah banjir, gempa, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus. Dampak yang diakibatkan dapat berupa dampak fisik maupun non fisik. Oleh karena itu perlu diadakan kegiatan penanggulangan bencana yang berfungsi untuk mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana. Kegiatan penanggulangan bencana terdiri atas kesiapsiagaan, mitigasi, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Akan tetapi, untuk dapat mengurangi risiko terjadinya bencana, maka perlu dilakukan peningkatan kesiapsiagaan dan mitigasi. Setiap masyarakat memiliki karakteristik sosial budaya tertentu yang berhubungan dengan kesiapsiagaan dan mitigasi terhadap bencana. Karakteristik sosial budaya ini berbeda antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik sosial budaya masyarakat, kesiapsiagaan dan mitigasi, serta hubungan keduanya berkaitan dengan
kesiapan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana
di
Kelurahan
Katulampa. Kelurahan Katulampa merupakan daerah yang dialiri sungai besar,
10
yaitu Ciliwung. Daerah ini sangat rentan untuk mengalami banjir dan sudah pernah mengalami banjir dalam satu tahun terakhir. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang didapatkan melalui survei dan data kualitatif yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder didapatkan dari buku, jurnal, hasil penelitian, monografi kelurahan dan Ciliwung. Karakteristik sosial budaya yang dikaji dalam penelitian ini adalah stratifikasi sosial, kelembagaan, kohesi sosial, kearifan lokal dan pengetahuan dan sikap yang berkembang di dalam masyarakat. Upaya pencegahan bencana yang dapat dilakukan
untuk
mengurangi
risiko
terjadinya
bencana
adalah
dengan
kesiapsiagaan dan mitigasi. Kesiapsiagaan dan mitigasi ini diduga berhubungan dengan karakteristik sosial budaya masyarakat, sehingga dapat dilihat sejauh mana kesiapan masyarakat dalam dal am menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Katulampa memiliki karakteristik sosial yang terdiri atas kelembagaan, stratifikasi sosial, kohesi sosial, kearifan lokal dan pengetahuan dan sikap. Akan tetapi karakteristik sosial budaya ini tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapsiagaan dan mitigasi, sehingga masyarakat masih belum memiliki kesiapan yang matang dalam menghadapi kemungkinan terjadinya banjir.
11
2.1.2 Imam Bashori, 2013. “Peran Guru Terhadap Kesiapsiagaan Sekolah dalam Menghadapi Bencana Banjir di Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres Kota Surakarta” Surakarta”. Skripsi, Surakarta; Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan guru dalam mengkaji potensi bencana dan kesiapan sekolah dalam menghadapi bencana. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif dengan menggunakan guru yang mengajar di daerah rawan bencana sebagai populasi. Penggalian data dilakukan dengan observasi, obse rvasi, kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis yang menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk uji normalitas dan metode Levene Test untuk uji homogenitas. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) Secara umum kemampuan guru dalam menghadapi bencana yang diukur melalui pengetahuan dan tindakan guru terhadap bencana sudah cukup baik hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai tentang pengetahuan dasar kebencanaan sebesar 7,5, kemampuan mengkaji potensi bencana sebesar 7,2 dan sikap dalam menghadapi bencana sebesar s ebesar 7,1, 2) Kesiapsiagaan sekolah ditinjau dari indikator kebijakan, rencana kesiapsiagaan sekolah dan mobilitas sumberdaya maka didapatkan, Kebijakan sekolah tentang kebencanaan belum diterapkan secara utuh, rencana kesiapsiagaan yang disusun hanya sebatas pengalaman bencana masa lalu tanpa dilakukan identifikasi ulang kemungkinan bencana yang akan terjadi dimasa yang akan datang sehingga penanggulangan bencana hanya bersifat reaksional dan spontanitas, Mobilitas sumberdaya yang telah dilakukan oleh sekolah baru berkaitan kerjasama
12
penanggulangan bencana dengan pihak luar sekolah sedangkan untuk mobilitas sumberdaya dalam internal sekolah masih belum terlaksanakan. Tabel 1. Persamaan dan perbedaa penelitian terdahulu Komponen Tresa Juranzy Imam Bashori Judul Karakteristik Peran guru Skripsi/Makalah/ Sosial Budaya tarhadap Tesis Masyarakat kesiapsiagaan Dalam Kaitannya dalam dengan menghadapi Kesiapsiagaan bencana banjir di dan Mitigasi kelurahan Sewu Bencana di kecamatan Jebres Daerah Rawan kota Surakarta Bencana (Studi tahun 2013. Kasus: Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor) 2011
Populasi (N) Sampel (n)
30
Teknik Pengambilan Sampel
convenience sampling
Metode Pengumpulan Data
Wawancara dan kuisioner
Hasil Penelitian
Sudirman Pengetahuan mitigasi bencana banjir lauapan sungai Tuweley/Ogomalane di kelurahan Baru dan kelurahan Tuweley, kecamatan Baolan, kabupaten Tolitoli
43
566
43
171
-
Simple Random Sampling
Studi Kepustakaan, Observasi, Kuisioner dan wawancara karakteristik sosial Mengetahui kemampuan guru budaya dalam masyarakat di menghadapi Kelurahan bencana yang Katulampa, terdapat khususnya yang pada lingkungan berkaitan dengan
Observasi, Wawancara, Kuisioner dan Dokumentasi mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap mitigasi bencana sebelum, saat, dan setelah bencana
13
masalah bencana sekolah. Dan dan lingkungan mengetahui hidup. kesiapsiagaan hubungan sekolah dalam karakteristik sosial menghadapi budaya bencana. masyarakat Kelurahan Katulampa dengan upaya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. kesiapan masyarakat Kelurahan Katulampa dalam menghadapi bencana.
banjir, guna untuk meningkatkan keselamata, mengurangi atau mencegah hilangnnya harta bendan dan serta mengurangi kerusakan fisik akibat bencana banjir
2.2 Lanadasan Teori 2.2.1
Pengertian Bencana
Definisi bencana dalam buku Disaster Management – Management – A A Disaster Manager’s Handbook (Carter, 1991, dalam Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief, 2010:53) adalah suatu kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresive, yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Pengetian ini lebih diperjelas lagi dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
14
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2.2.2
Penyebab Bencana
Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief (2010:68) membagi penyebab bencana menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Secara alami bencana akan aka n selalu s elalu terjadi di permukaan bumi, misalnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, kekeringan, banjir, longsor dan lain sebagainya. Sedangkan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah segala aktifitas manusia yang merusak atau menggangu keseimbangan alam sehingga alam mencari keseimbanganya dangan wujud berupa perubahan yang sangat cepat atau kontras sehingga menimbulkan ancaman kepada manusia. Bencana dapat disebabkan menjadi tiga yaitu faktor alam, non alam dan manusia sehingga diperlukan penanganan yang berbeda dari setiap bencana tersebut. Penanganan bencana yang tepat dapat mengurangi kerugian atau korban yang ditimbulkan, sehingga diperlukannya pendidikan kebencanaan diajarkan sejak dini kepada siswa dengan tujuan suatu saat jika terjadi bencana masyarakat dapat memberi respon yang cepat dan tepat. Di Indonesia, banyak daerah yang rentan atau memiliki ancaman bencana yang cukup besar. Ancaman bencana merupakan kemungkinan suatu kejadian dapat menimbulkan bencana. Ancaman bencana ini menimbulkan kerawanan di daerah-daerah yang ancaman bencananya besar. Rawan bencana merupakan suatu keadaan geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
15
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk dari bahaya tertentu (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). 2.2.3
Bencana Banjir
Krishna S. Pribadi dalam Bashori, Imam (2013:15) mendefinisikan Banjir adalah suatu kejadian saat air menggenangi daerah yang biasanya tidak digenangi air dalam selang waktu tertentu. Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume air yang dapat ditampung dalam sungai, danau, rawa, drainase maupun saluran air lainnya pada selang waktu tertentu. Masyarakat yang tinggal disekitar sungai atau daerah pantai yang landai merupakan masyarakat yang paling berisiko terhadap ancaman banjir. Semakin dekat tempat tinggal kita dengan sumber banjir, semakin besar risiko kita terkena banjir. Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum Kodoatie, Robert J. & Sugiyanto (2002:78-79) membagi penyebab terjadinya banjir dalam dala m 2 kategori yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab sebab -sebab alami dan banjir yang disebabkan oleh tindakan ti ndakan manusia. Yang termasuk t ermasuk sebab-sebab sebab-seba b alami diantaranya adalah: 1) Curah hujan Indonesia mempunya iklim tropis sehingga sepanjang tahun mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilama melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.
16
2) Pengaruh fisiografis Fisiografis atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran sungai (DAS), kemiringan sungai geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lembah, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain. 3) Erosi dan Sedimentasi Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas daya tampung sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mempengaruhi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah besar pada sungaisungai besar di Indonesia. 4) Kapasitas sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tebing sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat. 5) Kapasitas drainasi yang tidak memadai Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi kawasan genangan yang tidak memadai sehingga daerah kota-kota tersebut menjadi langganan banjir di musim hujan.
17
6) Pengaruh air pasang Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater (backwater ). ). Sebab-sebab banjir karena tindakan manusia adalah : 1) Pengaruh kondisi DAS Perubahan DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada, perubahan tataguna lahan memberikan kontribusi yang besar terhadap naikya kulitas dan kuantitas banjir. 2) Kawasan kumuh Perumahan kumuh yang terdapat disepanjang bantaran sungai, dapat merupakan penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan. 3) Sampah Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah ke sungai. Di kotakota besar hal ini sangat mudah mudah dijumpai. Pembungan Pembungan sampah di alur sungai dapat meningkatkan muka air banjir karena memperlambat aliran.
18
4) Drainasi lahan Drainasi perkotaan dan pengembangn pertanian pada daerah bantuan banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi. 5) Bendung dan bangunan air Bendung adan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air karena efek aliran balik (backwater (backwater ) 6) Kerusakan bangunan pengendali banjir Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengandali banjirsehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas air 7) Perencanaan sistem pengendali banjir tidak tepat Beberapa sistem pengendali banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi, lapisan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar. 2.2.4
Pengelolaan bencana dan mitigasi bencana
Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyatakan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
19
Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tetang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa peyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembanguan yang berisiko timbulanya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, darurat, dan rehabilitasi. Pengelolaan bencana didefinisikan sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari dengan observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan
tindakan-tindakan
( measures)) (measures
terkait
dengan
preventif
(pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan. (Carter, 1991, dalam Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief, 2010:61). Tahap utama dan fungsi pengelolaan atau manajemen secara umum termasuk dalam pengelolaan bencana, meliputi (Grigg, 1992, dalam Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief, 2010:61). 1) Perencanaan Roses perencanaan umumnya meliputi langkah-langkah : a) Identifikasi masalah bencana atau bisa juga identifikasi sasaran/tujuan pengelolaan bencana yang ditargetkan. Hal ini terkait dengan visi misi peneglolaan bencana baik nasional, provinsi, maupun maupun kabupaten kota. b) Pengumpulan data primer dan sekunder c) Penentuan metode yang akan dipakai d) Investigasi, analisis, dan kajian. e) Penentuan solusi dengan berbagai alternatif.
20
2) Pengorganisasian (organisasi) Organisasi yang diperlukan dalam pengelolaan bencana karena beberapa faktor penting (Carter, 1992, dalam Robert J. Kodoatie & Roestam Sjarief, 2010:61). a) Berbeda dengan organisasi lainnya, organisasi yang harus dapat secara dinamis bertindak dalam semua situasi dan kondisi. Saat jauh sebelum bencana,
organisasi
ini
harus
mampu
melakukan
perencanaan.
Sedangkanaan saat pra bencana dapat menyiapkan tindakan-tindakan preventif, mitigasi dan persiapan. Saat bencana sampai pasca bencana mampu berinteraksi secara cepat dan efetif mengatsi dampak bencana, melakukan respon dan pemulihan. b) Ancaman bencana sebagai pertimbangan dasar menentukan bentuk organisasi c) Kebijakan, visi dan misi, kerangka kerja legislatif dan finansial yang dikaitkan dengan ancaman serta risiko bencana merupakan dasar pembentukan organisasi secara nasional (menyeluruh) sampai ketingkat lokal. d) Kebutuhan oprasional, misalnya untuk bencana longsor maka pemahaman tentang alat-alat penggalian dan pengerukan bagi staf tertentu yang sudah dilatih. e) Kemampuan sumber yang cukup : fasilitas, peralatan, suplai dan personil. f) Definisi dari tugas dan fungsi dari organisasi. g) Kerjasama sinergi dengan istansi/dians dan stakeholders yang telah ada.
21
h) Kebutuhan arah yang jelas target dan sasarannya, petunjuk dan sistem pengelolaan yang bisa dipahami dalam persepsi yang sama oleh semua pihak. i) Komponen-komponen organisasi organisasi yang tersistem dan terstruktur. terst ruktur. j) Sifat kegiatan dan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan kompromi. 3) Kepemimpinan (directing (directing ) Kepemimpinan khususnya dalam pengelolaan bencana mempunyai peran yang vital karena akan mempengaruhi semua sapek dalam suatu tindakan. Faktor lain yang membedakan dengan pengelolaan yang lain adalah bahwa pengelolaan bencana sesuai dengan siklusnya mempunyai kondisi tahapantahapan berbeda yaitu pada kondisi-kondisi normal menuju kondisi kritis dan darurat. Penyesuaian karakter kepemimpinan yang cepat, efektif dan efisien dan dianmis mutlak diperlukan menghadapi kondisi-kondisi yang berbeda tersebut. 4) Pengkoordinasian (coordinating (coordinating ) Situasi dan kondisi yang baik dan kondusif dapat menciptakan kerjas ama yang baik dan terpadu antar bagian. Namun, untuk menghadapi bencana, koordiansi harus dapat terjaga terutama pada kondisi dan situasi kedaruratan saat dan pasca bencana. benc ana. Semua SDM perlu memahami dan mengerti tugas, pokok dan fungsi dari keseluruhan dari siklus pengelolaan. 5) Pengendalian (controling (controling ) Pengendalian ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana kegiatan atau bagian dari kegiatan itu bekerja. Penyimpangan atau kesalahan
22
dapat segera diketahui dan diperbaiki. Pengendalian ini juga berfungsi untuk menekan kerugian sekecil mungkin dan juga harus menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi normal ke kondisi kritis dan atau darurat. Pengendalian harus dilakukan secara tepat artinya pengendalian terutama dalam situasi darurat jangan sampai menjadi penghambat karena proses yang berbelit-belit
namun
menyederhanakan
tidak
(hampir)
pula
semua
menggampangkan hal
sehingga
bisa
atau
terlalu
mengakibatkan
timbulnya penyimpangan-penyimpang. 6) Pengawasan ( supervising supervising ) Pengawasan dilakukan untuk memastikan SDM bekerja dengan benar sesuai dengan
fungsi
dan
kewenangan.
Pengawasan
juga
berfungsi
untuk
memastikan suatu proses sudah berjalan dengan semestinya dan keluaran yang dihasilkan sesuai dengan tujuan, target dan sasaran. Di samping itu pengawasan juga berfungsi untuk mengetahui suatu atau kegiatan sudah dilakukan dengan benar. 7) Penganggaran (budgenting (budgenting ) Dalam kegiatan pembangunan, penganggaran menjadi suatu bagian terpenting untuk suksesnya maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian halnya dengan pengelolaan bencana, penganggaran juga menjadi salah satu faktor utama suksesnya suatu proses pembanguan baik dalam situasi normal maupun darurat mulai dari, studi, perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur kebencanaan maupun peningkatan sistem infrastruktur yang ada. Penentuan anggaran yang terencana dan tersistem sekaligus merupakan salah
23
satu alat pengelolaan. Karena dalam penganggaran unsur biaya yang dikeluarkan dan unsur pendapatan harus menjadi suatu kesatuan kajian yang utuh sehingga perencanaan penganggaran sekaligus merupakan bagian yang penting bahkan yang utama dalam pengelolaan. 8) Finansial Awal dari proses finansial adalah proses penganggaran. Ketika tugas, pokok dan fungsi dari tiap-tiap kegaiatan institusi sudah teridentifikasi, langkahlangkah selanjudnya adalah perancanaan program kerja, pehitungan biaya dan manfaat , analisis risiko dan kesuksesan program (Grigg, 1988, dalam Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief, 2010:65). Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi; prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Walaupun setiap bencana mempunyai karakteristik yang berbeda-beda namun pada hakikatnya pola pengelolaan secara subtansi subta nsi hampir sama oleh karena itu, it u, dari konsep manajemen manaje men bencana
maka dapat dibuat suatu siklus pengelolaan bencana yang terpadu.
Siklus ini secara umum menggambarkan proses-proses pengelolaan bencana pada intinya merupakan tindakan-tindakan nyata dari jauh sebelum bencana akan terjadi, pra-bencana, saat menjelang bencana, saat bencana dan pasca bencana. Adapun diagram siklus pengelolaan bencana adalah sebagai berikut:
24
C. Saat menjelang bencana Dampak bencana Persiapan& kesiagaan
B. Pra bencana
Respon/tindakan darurat dan pertolongan
Mitigasi (pengurangan)
D. Saat bencana
Pemulihan/recovery
Penelitian/studi
Pencegahan ( priventif priventif )
Action plan
E. pasca bencana
Perencanaan pengembangan
A. Jauh sebelum bencana
Gambar 1. Diagram siklus pengelolaan bencana (Carter, 1991, dalam Kodoatie, Robert J. & Roestam Sjarief, 2010:68) 2.2.5
Prosedur dan Metode Mitigasi Bencana Penanggulangan banjir dilakukan secara bertahap, dari pencegahan sebelum
banjir ( prevention), prevention), penanganan saat banjir (response/intervention ( response/intervention), ), dan pemulihan setelah banjir (recovery). recovery). 3 Tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang banjir yang berkesinambungan, Kegiatan penanggulangan banjir mengikuti suatu siklus (life ( life cycle), cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai masukan untuk pencegahan ( prevention) prevention) sebelum bencana banjir terjadi kembali. Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah
25
sungai (in-stream (in-stream)) sampai wilayah dataran banjir (off-stream (off-stream), ), dan kegiatan non-fisik
seperti pengelolaan tata guna lahan sampai sistem peringatan dini bencana banjir. Tabel 2. Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir
Siklus Pencegahan ( Prevention) Prevention)
Kegiatan
Upaya - upaya Struktural -
Upaya di dalam badan Sungai ( In-Stream) In-Stream)
-
Upaya di luar badan Sungai ( Off- Stream) Stream)
Upaya - upaya Non-Struktural -
Upaya Pencegahan Banjir Jangka Panjang
-
Upaya Pengelolaan Keadaan Darurat Banjir dalam
Penanganan ( Intervention/ Response)
Jangka Pendek
Upaya Pengelolaan Keadaan Darurat Banjir dalam Jangka Pendek Reaksi Cepat dan Bantuan Penanganan Darurat Banjir Perlawanan terhadap Banjir
Pemulihan ( Recovery) Recovery)
Bantuan Segera Kebutuhan Hidup Sehari-hari dan Perbaikan Sarana dan Prasarana -
Pembersihan dan Rekonstruksi Pasca Banjir
-
Rehabilitasi dan Pemulihan Kondisi Fisik dan Non-Fisik
Penilaian Kerusakan/Kerugian dan Asuransi Bencana Banjir
Kajian Penyebab Terjadinya Bencana Banjir
Setelah pencegahan dilaksanakan, dirancang pula tindakan penanganan (response/intervention) response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi. Tindakan penanganan bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang
26
prakiraan banjir ( flood flood forecasting information and dissemination), dissemination), tanggap darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistik penanganan banjir (( flood flood emergency response and assistance), assistance), dan perlawanan terhadap banjir ( flood fighting ). ). Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk mempercepat perbaikan agar kondisi umum berjalan normal. Tindakan pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, perbaikan sarana prasarana (aftermath assistance and relief ), ), rehabilitasi dan adaptasi kondisi fisik dan non-fisik ( flood adaptation flood adaptation and rehabilitation), rehabilitation ), penilaian kerugian materi dan non-materi, asuransi bencana banjir ( flood flood damage assessment and insurance), insurance ), dan pengkajian cepat penyebab banjir untuk masukan dalam tindakan pencegahan ( flood flood quick reconnaissance study). study). 2.2.6
Pengertian pengetahuan
(Mohanty, et. al, 2006, dalam Pangesti, Asih Dwi Hayu, 2012 : 29) mendefinisikan pengetahuan sebagai fakta atau kondisi dari mengetahui sesuatu dengan derajat pemahaman tertentu melalui pengalaman, asosiasi, atau hubungan. Pengetahuan terdiri dari tiga bentuk, yaitu explicit, tacit, dan implicit. Ketiga bentuk pengetahuan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1) Explicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara detail dalam bentuk kode atau formal, 2) Tacit adalah pengetahuan yang dipahami, diterapkan, dan ada tanpa harus dinyatakan secara formal. Pengetahuan ini ada dalam otak manusia, tetapi tidak diungkapkan secara formal,
27
3) Implicit adalah pengetahuan yang dinyatakan secara implisit, tetapi tidak dinyatakan secara formal. Pengetahuan pengelolaan risiko bencana banjir adalah suatu bentuk pemahaman tindakan atau langkah-langkah yang diambil pada saat sebelum terjadinya bencana banjir (pra-bencana), saat bencana banjir, dan setelah terjadinya bencana Banjir (pasca-bencana), guna untuk menghilangi dan atau meminimalisir kerugian harta benda maupun korban jiwa akibat dari bencana banjir. 2.2.7
Pengetahuan masyarakat terhadap kerentanan bencana
Pengetahuan masyarakat terhadap kerentanan bencana adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan kemampuan atau ketidak mampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa: 1) Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran bantaran sungai dan sebagainya. 2) Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena
28
tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. 3) Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya. 4) Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya. 2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian
pengetahuan
mitigasi
bencana
banjir
lauapan
sungai
Tuweley/Ogomalane di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli, diawali dengan observasi dan wawancara dengan Lurah kelurahan Tuweley dan Lurah Kelurahan Baru, beberapa kepala dinas dan kepala bagian, dan ketua taruna siaga bencana (TAGANA), serta ketua RT yang ada di Kelurahan Baru dan Tuweley, sehingga penyusun menemukan masalah mengenai kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir akibat dari luapan sungai Tuweley/ogomalane. Oleh karena itu, dengan melihat permasalahan yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan
29
mitigasi bencana banjir luapan sungai Tuweley/ogomalane di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli Berdasarkan hasil observasi awal dengan mengumpulkan data-data tentang penduduk dari lokasi dampak terbesar bencana banjir, dapat diketahui jumlah populasi dan disusun daftar kerangka sampel penelitian (penentuan jumlah sampel penelitian). Selanjutnya, mencari literatur di perpustakaan dan internet untuk dijadikan sebagai landasan teori oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Kemudian menentukan metode penelitian meliputi: sumber data yang terdiri dari dua yakni data primer dan data sekunder. Setelah itu, menyiapkan instrumen atau alat untuk pengumpalan data. Setelah mendapatkan semua data yang diteliti kemudian dilakukan pengolahan data yakni editing, coding,dan coding,dan tabulating, tabulating, setelah pengolahan data kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif. Terakhir membahas hasil analisis untuk memperoleh kesimpulan. Keseluruhan tahapan dan proses penelitian sebagaimana secara skematik tercantum dalam bagan alir penelitian.
30
OBSERVASI
KELURAHAN BARU DAN KELURAHAN TUWELEY
Sungai Ogomalane/Tuweley dan anak sungai Lembe merupa sungai yang sering menyebabkan banjir di Kelurahan Tuweley dan Kelurah Baru.
RUMUSAN MASALAH Mengukur kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir untuk meningkatkan meningkatkan keselamata, mengurangi atau mencegah hilangnnya harta bendan dan serta mengurangi kerusakan fisik akibat bencana banjir
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN Survei
SUMBER DATA
DATA SEKUNDER
DATA PRIMER Survei sampel
Data Demografi
Data jumlah kejadian banjir
Peta tematik
INSTRUMEN PENELITIAN Kuesioner
PENGUMPULAN DATA Observasi Wawancara Kuesioner Dokumentasi
PENGOLAHAN DATA Pengeditan Pemberian Kode Tabulasi Penganalisaan
ANALISIS DATA Analisis Tabel Tunggal dan Analisis Deskriptif,
PEMBAHASAN
PELAPORAN
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Menurut Masyhuri & Zainuddin, (2008) ; dalam Indah, Tira Nur (2012) menyatakan bahwa: “Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik, dari suatu kelompok atau suatu daerah”. daerah”. Sedangkan menurut Tika, Moh. Pabundu (2005: 6) menyatakan bahwa penelitian “survei adalah suatu metode peneliltian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau undividu undividu dalam waktu yang bersamaan” bersamaan ”. Keuntungan penelitian survei adalah sebagai berikut : 1. Dilibatkan lebih banyak orang untuk mencapai generalisasi atau kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan; 2. Dapat menggunakan berbagai teknik pengumpulan data; 3. Sering tampil masalah-masalah yang sebelumnya tidak diketahui; 4. Dapat dibenarkan atau diwakili teori tertentu; 5. Biaya lebih rendah karena waktu lebih singkat; Sedangkan kelemahan penelitian survei adalah sebagai berikut : 1. Penelitian tidak mendalam; 2. Pendapat populasi yang disurvai antara lain dapat mengandung unsur-unsur emosional dan politik;
32
3. Tidak ada jaminan bahwa angket bisa dijawab responden yang dijadikan sampel; 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah administrasi dua kelurahan yaitu Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley, Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli. Luas wilayah Kelurahan Baru adalah 7 km 2 (700 ha) sedangkan Kelurahan Tuweley adalah 28 km2 (2.800 ha). Secara astronomis kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley terletak pada : Tabel 3. Letak astronomis astronomis lokasi penelitian
Letak Astronomis Kelurahan Baru
Letak
Astronomis
Kelurahan
Tuweley 1o 02’ 44” – 1o 01’ 42” LU dan
1o 04’ 27” – 1o 01’ 30” 30” LU dan
120o 48’ 33” – 33” – 120 120o 50’ 04”BT
120o 49’ 49’ 26” 26” – 121 121o 03’ 03’ 14”BT 14”BT
Secara administratif kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley terletak pada : Tabel 4. Letak administratis administratis lokasi penelitian
Arah Utara
Kelurahan Baru Kelurahan Panasakan
Kelurahan Tuweley Kelurahan
Panasakan
Dan
Kecamatan Galang Timur
Kelurahan Tuweley
Selatan
Kelurahan
Barat
Nalu
Kabupaten Buol dan
Desa Kelurahan Baru Dan Desa
Dadakitan
Dadakitan
Laut Sulawesi
Kelurahan Baru
33
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
34
3.2.2
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian direncanakan berlangsung dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 (bersesuaian dengan Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/2014). Penelitian yang dilakukan terdiri dari 10 tahapan berdasarkan jenis aktivitasnya. Adapun tahapan penelitian sebagai berikut: 1) Pengumpulan bahan, observasi, dan penyusunan proposal; 2) Konsultasi dan perbaikan proposal; 3) Ujian proposal; 4) Perbaikan proposal; 5) Pengurusan surat izin penelitian dan SK pembimbing;
34
3.2.2
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian direncanakan berlangsung dari bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 (bersesuaian dengan Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/2014). Penelitian yang dilakukan terdiri dari 10 tahapan berdasarkan jenis aktivitasnya. Adapun tahapan penelitian sebagai berikut: 1) Pengumpulan bahan, observasi, dan penyusunan proposal; 2) Konsultasi dan perbaikan proposal; 3) Ujian proposal; 4) Perbaikan proposal; 5) Pengurusan surat izin penelitian dan SK pembimbing; 6) Penelitian lapangan (pengumpulan data primer dan sekunder); 7) Pengolahan data; 8) Analisis data; 9) Seminar hasil; 10) Penyusunan Laporan (skripsi); 11) Ujian skripsi; 12) Perbaikan skripsi; Alokasi waktu berdasarkan jenis aktivitas penelitian sebagaimana tersebut dalam jadwal rencana penelitian (Lampiran 3). 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1
Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari sumber pertama (responden).
35
Data primer berupa hasil pengisian kuesioner. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari instansi yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumentasi data penduduk 2012 dan dokumentasi data kejadian bencana banjir dari tahun 2010-2012. Adapun jenis data yang dimaksud seperti data jumlah penduduk dirinci per RT yang akan diteliti, data curah hujan Kabupaten Tolitoli tahun 2008-2012, peta risiko bencana banjir Kabupaten Tolitoli, Kecamatan Baolan dalam angka 2012 dan data Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolitoli tahun 2012-2032. 3.3.2
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah penduduk (responden) Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley, Kantor Kelurahan, Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Tolitoli, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Tolitoli, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Tolitoli. Jenis dan sumber data dalam penelitian sebagaimana tercantum dalam tabel. Tabel 5. Jabaran Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian No
1
2
Variabel
Pengetahuan mitigasi bencana banjir banjir luapan sungai tuweley/ogomalane Data demografi
Instrumen
Jenis Data
Sumber Data
Kuesioner
Data Primer
Penduduk (Responden)
Data Sekunder
Kantor kelurahan, BPBD, BPS, BMKG, dan BAPPEDA
Data kejadian banjir
Data curah hujan Peta risiko bencana banjir
RTRW kabupaten
Dokumentasi
36
3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Moh. Pabundu Tika (2005:24) (2005:2 4) menyatakan bahwa “Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tudak terbatas ”. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) yang bertempat tinggal (berdomisili) di RT I RW II dan RT II RW II lingkungan 1 pada kelurahan baru, serta s erta RT II RW I lingkungan lin gkungan 1, RT I RW II Lingkungan 2, RT III RW II Lingkungan 3, dan RT I RW I lingkungan 4 pada kelurahan Tuweley yang berjumlah 566 KK sebagaimana tersebut dalam Tabel Tabel 6. Jumlah Populasi yang Akan Diteliti No
Nama RT
Jumlah Kepala Keluarga
1 2 3 4 5 6
RT I RW II Ling. 1 Kel. Baru RT II RW II Ling. 1 Kel. Baru RT II RW I Ling. 1 Kel. Tuweley RT I RW II Ling. 2 Kel. Tuweley RT III RW II Ling. 3 Kel. Tuweley RT I RW I Ling. 4 Kel. Tuweley
36 92 81 200 68 89
Jumlah Sumber data : observasi lapangan (2013).
566 KK
3.4.2 Sampel
Moh. Pabundu Tika (2005:24) (2005:2 4) menyatakan bahwa “sampel “sampel adalah sebagian dari objek atau invidu-individu yang mewakili dari suatu populasi ”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode sampel purposif ( judgement judgement sampling), dan sampling), dan yang menjadi sampel dalam dalam penelitian adalah adalah Kepala Keluarga (KK) yang keseluruhan berjumlah 171 KK atau 30,21% dari 566 KK. Penarikan sampel secara judgement sampling yaitu sampel yang dipilih secara
37
cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Sampel yang diambil mempunyai ciri yang khusus dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel yaitu kepala rumah tangga yang pada saat terjadi bencana banjir rumah yang mereka tempati terendam oleh banjir. 3.5 Teknik Pengambilan Sampel
Jumlah sampel penelitian ditentukan dengan Dixon dan B. Leach (Moh. Pabundu tika 2005:24)
( ) di mana: n = Jumlah sampel Z = Tingakat kepercayaan (confidence level ) dinyatakan dalam persen V = Variabilitas (dalam persen) dihitung dengan rumus :
p = persentase karakteristik sampel yang dianggap benar. C = Batas kepercayaan (confidence limit ) dalam persen Untuk menghitung jumlah sampel yang sebenarnya, langkah berikut adalah membuat koreksi dengan rumus
di mana: n’ = Jumlah sampel yang yang telah dikoreksi (dibetulkan)
38
n = jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus (1) V = Jumlah Populasi Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang diambil yaitu :
√ ( ) ( ) ( )
39
Dalam penelitian ini yang dijadikan sampel adalah Kepala Keluarga (KK) yang ada di pada RT I RW II dan RT II RW II lingkungan 1 pada kelurahan baru, serta RT II RW I lingkungan 1, RT I RW II Lingkungan 2, RT III RW II Lingkungan 3, dan RT I RW I lingkungan 4 pada kelurahan tuweley. Untuk mempermudah dalam pengambilan sampel maka dihitung dari dari jumlah KK (populasi) penduduk sebanyak 566 KK. Sehingga dari hasil perhitungan dengan menggunakan formulasi di atas diperoleh sampel sebanyak 171 KK atau 30,21%. Untuk lebih jelasnya, jumlah responden yang ditetapkan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel Tabel 7. Jumlah Populasi dan Sampel No
1 2 3 4 5 6
Nama RT
RT I RW II Ling. 1 Kel. Baru RT II RW II Ling. 1 Kel. Baru RT II RW I Ling. 1 Kel. Tuweley RT I RW II Ling. 2 Kel. Tuweley RT III RW II Ling. 3 Kel. Tuweley RT I RW I Ling. 4 Kel. Tuweley Jumlah Sumber data data : observasi lapangan lapangan (2013) (2013)
Populasi
Sampel
36 92 81 200 68 89
11 28 24 60 21 27
566 KK
171 KK
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.6.1
Obervasi
Menurut Moh. Pabundu tika (2005:45) Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara
40
sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Observasi dapat dibagi dua, yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung adalah observasi yang dilakukan terhadap objek di tempat kejadian atau tempat langsungnya peristiwa sehingga observer berada bersama objek yang diteliti. Artinya, dalam observasi langsung, peneliti mengadakan observasi turut ambil bagian bersama objek yang di observasi. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki atau objek yang diteliti. Pengamatan seperti ini dapat dilakukan melalui film, film, slide, slide, foto, pencatatan suatu alat perekam atau recorder. Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengamati perilaku penduduk seperti misalnya: perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu dan keadaan tertentu. Namun demikian metode ini ada pula kelemahannya yaitu tidak dapat mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi, dan juga perbuata perbuatan di masa lampau. 3.6.2
Wawancara
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, M.A. dalam Moh. Pabundu Tika (2005:45) Wawancara (interview (interview)) adalah suatu bentuk komunikasi verbal. Jadi, semacam percakapan yang bertujuan mencari informasi. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tuajuan penelitian.
41
3.6.3
Kuesioner
Menurut Dr. Hadari Nawawi dalam Moh. Pabundu Tika (2005:54). Kuesioner adalah suatu usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden. Pengisian angket atau kuesioner dapat menyangkut diri responden sendiri, orang lain, atau objek lain yang dialaminya. 3.6.4
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan melalui pencatatan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan aspek penelitian. Maksud dari dokumentasi ini adalah memberikan penguatan pada data primer sehingga data yang ada benar-benar akurat 3.7 Instrumen Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat pengumpulan data atau informasi, tujuan dari adanya intsrumen ini yaitu untuk memberi kemudahan kepada peneliti dalam melakukan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan atau kuesioner. 3.8 Analisis Data
Teknik analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Baru dan Kelurahan Tuweley akibat luapan sungai Tuweley/Ogomalane di Kecamatan Baolan, Kabupaten Tolitoli.
42
Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan pada analisis deskriptif ini sebagai berikut: a) Pengeditan (Editing) adalah penelitian kembali data yang telah dikumpulkan dengan menilai apakah data yang telah dikumpulkan tersebut cukup baik atau relevan untuk diproses atau diolah lebih lanjut; b) Pemberian Kode (Coding) adalah usaha pengklasifikasin jawaban dari para responden menurut macamnya; c) Tabulasi adalah proses penyusunan dan analisis data dalam bentuk tabel. Dengan memasukkan data dalam tabel, akan memudahkan kita untuk melakukan analisis; d) Penganalisaan (Analyzing) adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya.
43
DAFTAR PUSTAKA
AL Qur’an dan Terjemahannya, Terjemahannya, 1990. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. Anonimus, 1993. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/Prt/1993 Tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Sungai Dan Bekas Sungai Sungai . Jakarta: Sekretariat Negara RI. _______, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Tiga. Jakarta: Balai Pustaka. , 2003. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara RI. , 2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Tentang
, 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta: Sekretariat Negara RI. Arifin, Yayu Indriati dan Muh. Kasim. 2012. Pemetaan Zonasi Banjir Kota Gorontalo untuk Mitigasi Bencana. Laporan penelitian pengembangan program studi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo. Bashori Imam. 2013. Peran Guru Terhadap Kesiapsiagaan Sekolah dalam Menghadapi Bencana Banjir di Kelurahan Sewu Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Surakarta. Skripsi, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana. http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana. september 2013 pukul 07.00 WITA.
Diakses
19
https://www.google.com/search?q=PP+tentang+penanggulangan+bencana+banjir &ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a. Diakses 10 Oktober 2013 pukul 08.00 WITA. Indah, Tira Nur 2012 . Makalah Metode Penelitian Survai. http://tiranurindah.blogspot.com/2012/03/makalah-metode-penelitiansurvai.html. (17 september 2013 ). Pukul 23.00 WITA.
44
Jurenzy, Theresa. 2011. Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat dalam Kaitannya Dengan Kesiapsiagaan dan Mitigasi bencan Di Daerah Rawan Bencana. Bencana. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief, 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : C.V Andi Offset (penerbit ANDI). Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto, 2002. Banjir Beberapa penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Pangesti, Asih Dwi Hayu. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2012. Skripsi, Fakultas ilmu keperawatan program studi sarjana Universitas Indonesia. Prastowo Andi, 2012. Metode Penelitian Peneli tian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Penelitian. Yogjakarta : Ar – Ar – Ruzz Ruzz Media. Ramadhan, Achmad, et. al, 2013. Panduan Tugas Akhir (skripsi) & Artikel Penelitian. Palu. Tika, Moh. Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : PT Bumi Aksara. Wardiatmoko, K. 2006. Geografi Untuk SMA Kelas X . Jakarta : Erlangga.
45