KARAKTERISASI PERMEN JELLY BUAH MARKISA UNGU (Pass ) Passi fl ora edul edul is var var . eduli eduli s
Proposal Penelitian
Oleh: Febri Ardianto NIM 111710101032
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Markisa ungu ( Passiflora edulis var. edulis) edulis) adalah markisa masam ( purple purple passion), passion), mempunyai bentuk buah bulat lonjong, buah muda berwarna hijau dan jika masak berwarna coklat ungu, dengan rasa buah asam segar. Buah markisa mempunyai kandungan gizi seperti polifenol, gula, provitamin A (karotenoid), vitamin C, mineral, besi, kalsium, fosfor, dan potasium/kalium (Wirakusuma, 2007). Rasa asam buah markisa ungu menyebabkan ini jarang dikonsumsi segar sehingga sering hanya diambil sari buahnya dan jarang dikonsumsi segar. Markisa banyak digunakan untuk jus dan dimasak dengan gula untuk membuat sirup kental (Morey, 2007). Menurut Rukmana (2003) pH markisa antara 3-4,5. Rasa asam yang kuat dan kandungan nutrisi yang baik memungkinkan buah markisa dapat dikembangkan menjadi produk olahan yang memiliki nilai ekonomi, salah satunya adalah permen jelly Permen Jelly umumnya memiliki karakteristik yang khas antara lain transparan, kenampakan jernih, tekstur kenyal (Harijono et al ., ., 2001), rasa khas dan elastis (Hambali et al ., ., 2004). Malik (2010) mengungkapkan bahwa permen jelly dengan mutu yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berpenampakan transparan, bertekstur kenyal, manis, manis , sedikit asam, serta beraroma buah segar. s egar. Jelly Jell y terbentuk pada pH 2,5 - 3,4 dengan kondisi yang paling baik adalah pada pH 3,2. Kekhasan sifat permen jelly tersebut ditentukan oleh jenis bahan baku (buah) dan bahan pembentuk gel. Buah menghasilkan sari buah dengan rasa dan kestabilan nutrisi yang kuat akan menghasilkan permen jelly yang baik. Hal yang sama untuk pembentuk gel yang ditentukan oleh kemampuan membentuk jaringan tiga dimensi setelah mengalami gelatinisasi. Secara umum pembuatan permen jelly adalah pemasakan campuran sari buah, gula dan pengental pada suhu maksimal 80oC, lalu didiamkan pada suhu ruang atau pada suhu +8 oC, setelah itu penaburan gula kastor, lalu dikeringkan pada oven dengan suhu 50-60 oC selama 24 jam dan didapatkan permen jelly.
Beberapa bahan yang dapat digunakan untuk membentuk kekenyalan permen jelly antara lain gelatin dan pektin. Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen hewan (Amiruldin, 2007). Kandungan protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Schieber dan Gareis, 2007). Sumber utama gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat) dan ikan (tulang dan kulit) (Pranoto et al., 2008). Gelatin dalam makanan berfungsi sebagai pembentuk gel, pemantap emulsi, pengental, penjernih, pengikat air, dan pelapis. Fungsi lain dari gelatin yaitu memperbaiki tekstur, dan kekenyalan permen (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Menurut Less dan Jackson (2004), jumlah gelatin yang diperlukan untuk menghasilkan gel yang memuaskan berkisar antara 5-12 %. Penambahan gelatin dengan konsentrasi terlalu rendah, akan dihasilkan gel yang lunak atau bahkan tidak terbentuk gel, tetapi bila konsentrasi gelatin yang digunakan terlalu tinggi, maka gel yang terbentuk akan kaku (Herutami, 2002). Pektin merupakan polisakarida yang biasanya digunakan dalam pembuatan jelly dan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan (Hart, et.all, 2003). Selain sebagai pembentuk gel, pektin juga digunakan dalam produk buah buahan kemasan, juice dan es krim sebagai penstabil (Cruess, 1988). Makin besar konsentrasi pektin, makin keras gel yang terbentuk. Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil bebas. Larutan 1% pektin yang tidak ternetralkan akan memberikan pH 2,7-3,0. Larutan pektin stabil pada pH 2,0-4,0. Pada pH lebih dari 4,0 atau kurang dari 2,0, viskositas dan kekuatan gelnya akan berkurang karena terjadi depolimerisasi rantai pektin (Nelson et al ., 1977) Faktor utama yang menentukan konsistensi permen jelly adalah konsentrasi gula dalam adonan (Charley dan Weaver, 1998). Tekstur permen jelly dipegaruhi oleh konsentrasi gula dan asiditas bahan yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi gula maka semakin berkurang air yang dapat ditahan oleh struktur bahan pangan tersebut (Kristiani, 2003). Hal ini akan menyebabkan permen jelly menjadi keras. Upaya untuk menghindari hal tersebut adalah dengan
pengaturan jumlah gula yang digunakan. Penggunaan perbandingan konsentrasi ekstrak buah dan gula yang tepat akan menghasilkan permen jelly yang dapat mengikat air sehingga diperoleh tekstur permen jelly yang baik.
1.2 Perumusan Masalah
Pada proses pemasakan permen jelly dibutuhkan ekstrak buah dan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pembentuk gel. Gel akan terbentuk dengan baik pada kondisi asam. Kondisi asam buah berpengaruh terhadap kekuatan gel yang terbentuk. Gelatin dan pektin mempunyai kondisi pH yang berbeda. Gelatin bersifat basa dan pektin bersifat asam. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kondisi proses pembentukan gel pada permen jelly juga perbeda Faktor yang mempengaruhi tekstur permen jelly adalah konsentrasi gula. Gula mempunyai kemampuan mengikat air sehingga mampu mempertahankan tekstur permen jelly. Jika konsentrasi gula terlalu banyak maka akan terjadi proses kristalisasi. Jika konsentrasi gula kurang maka kandungan air pada permen jelly yang mampu terikat sedikit sehingga tekstur permen jelly tidak mampu konsisten. Oleh karena itu belum ada penelitian tentang pembuatan permen jelly berbahan dasar ekstrak buah markisa ungu dengan variasi konsentrasi ekstrak buah markisa ungu dengan gula dan jenis pembentuk gel yang baik.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui pengaruh perbandingan konsentrasi ekstrak buah markisa ungu dengan gula dan jenis pembentuk gel terhadap karakteristik permen jelly buah markisa ungu. 2. Mengetahui perbandingan ekstrak buah markisa ungu dengan gula dan jenis pembentuk gel yang menghasilkan permen jelly buah markisa ungu dengan karakteristik yang baik. 1.4 Manfaat
1. Diversifikasi produk buah markisa ungu 2. Meningkatkan nilai ekonomi dari buah markisa ungu.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Markisa Ungu ( Passif lor a edul i s f. edulis )
Markisa berwarna ungu ( Passiflora edulis var. edulis) adalah markisa masam ( purple passion), mempunyai bentuk buah bulat lonjong, buah muda berwarna hijau dan jika masak berwarna coklat ungu, (gambar 2.1) dengan rasa buah asam segar. Ruas batang lebih pendek dari pada markisa kuning dengan panjang ruas 5-7 cm dan permukaan licin dan sulur yang berwarna hijau muda. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah masak berwarna ungu tua dengan kulit yang agak tipis dan keras. Bentuk buah bulat sampai lonjong dengan pulp berwarna kuning oranye (Karsinah et al .,2010). Gambar kenampakan buah markisa ungu dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Buah markisa ungu
Markisa ungu merupakan salah satu jenis markisa yang paling banyak dibudidayakan untuk diambil sari buahnya. Di Indonesia, markisa asam yang sudah dibudidayakan secara komersial adalah markisa ungu, yang ditanam di daerah dataran tinggi. Sari buah markisa ungu mempunyai cita rasa manis-asam dengan aromanya yang khas. Kandungan gizinya antara lain gula, provitamin A (karotenoid) dan vitamin C, mineral, besi, kalsium, fosfor, dan potasium/kalium. Sedangkan kandungan gizinya antara lain lemak, protein, serat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, tiamin, riboflavin, niasin, asam askorbat, dan asam sitrat (Surianta, 2011). Buah markisa juga memiliki citarasa dan aromanya yang unik. Markisa sering dijadikan komponen untuk minuman sirup, kue, roti dan susu.
Komposisi kimia buah markisa dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Komposisi kimia buah markisa dalam 100 gram Komposisi Kalori (Kal) Protein (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin C (mg) Vitamin A (SI) Niasin (mg) Riboflavin (mg) Air (g)
Jumlah 385 2,3 16 10 12,50 1,0 20 1,5 80 0,1 80
Sumber : Karsinah et al., ( 2010)
2.2 Permen Jelly
Permen jelly merupakan permen yang terbuat dari campuran sari buah buahan, bahan pembentuk
gel
atau
dengan
penambahan essens
untuk
menghasilkan berbagai macam rasa, dengan bentuk fisik jernih transparan serta mempunyai tekstur kenyal seperti permen karet. Metode pembuatan meliputi pencampuran gula yang dimasak dengan bahan yang diperlukan dan penambahan bahan pembentuk gel seperti gelatin sehingga menghasilkan cita rasa dan aroma yang menarik. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan antara lain gelatin, karagenan atau agar-agar (Malik, 2010). Permen jelly merupakan makanan yang disukai dan telah dikenal oleh masyarakat luas, karena murah, praktis dan memiliki berbagai rasa yang kebanyakan menyerupai rasa buah-buahan. Permen jelly mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu. Menurut Lees dan Jackson (2004), pH permen jelly berada pada kisaran 2,5-3,4.Prinsip pengolahan pangan semi basah yaitu dengan menurunkan Aw pada tingkat tertentu sehingga mikroba pathogen tidak dapat tumbuh. Permen jelly merupakan produk permen semi basah dengan kadar air
antara 20-40% dari berat dan Aw antara 0.95-1,00. Pada kondisi ini telah cukup untuk menghambat aktivitas mikrobiologi dan biokimia sehingga pada kondisi ini tidak terjadi kerusakan (Minarni, 1996). Tekstur permen jelly banyak tergantung pada bahan gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet, jelly agar-agar lunak dengan tekstur rapuh. Perbedaan tingkat pemanasan menentukan jenis permen yang dihasilkan. Suhu yang panas menghasilkan permen keras, suhu menengah menghasilkan permen lunak, dan suhu dingin menghasilkan permen kenyal. Pektin menghasilkan agar-agar yang
rapuh
dan lunak,
tetapi
menghasilkan gel yang baik pada pH rendah. Karagenan menghasilkan gel yang kuat. Pembuatan permen karet dan jelly meliputi pembuatan campuran gula yang dimasak dengan kandungan padatan yang diperlukan dan penambahan bahan pembentuk gel (Buckle et al ., 1987). Menurut Hidayat dan Ikarisztiana (2004), karakteristik umum permen jelly yaitu bersifat kenyal yang bervariasi dari yang agak lembut sampai agak keras dan memiliki rasa manis dengan aroma buah. Komponen yang umum digunakan adalah sirup glukosa, asam sitrat, dan gelatin. Produk pangan memiliki syarat mutu agar produk yang dihasilkan memiliki nilai gizi maupun keamanan yang dapat menjamin keselamatan dalam mengkonsumsinya ataupun sebagai sarana bagi konsumen untuk mengetahui baik tidaknya suatu produk. Menurut SNI No. 02-3547-2008, permen jelly termasuk kembang gula lunak jelly, yaitu kembang gula bertekstur lunak yang diproses dengan penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karagenan, gelatin, dan lain – lain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga menghasilkan produk yang kenyal. Syarat mutu kembang gula lunak menurut SNI No. 02-3547-2008 dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2. Syarat mutu kembang gula lunak menurut SNI No. 02-3547-2008 Kriteria uji
No.
1
Satuan
Persyaratan Bukan jelly
Jelly
Keadaan
1.1
Bau
-
Normal
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
Normal
(sesuai tabel)
(sesuai tabel)
2
Kadar air
% fraksi massa
Maks. 7,5
Maks. 20,0
3
Kadar abu
% fraksi massa
Maks. 2,0
Maks. 25,0
4
Gula reduksi (dihitung
% fraksi massa
Maks. 20,0
Maks. 27,0
% fraksi massa
Min. 35,0
Min. 27,0
sebagai gula inversi) 5
Sakarosa
6
Cemaran logam
6.1
Timbal (Pb)
Mg/kg
Maks. 2,0
Maks. 2,0
6.2
Tembaga (Cu)
Mg/kg
Maks. 2,0
Maks. 2,0
6.3
Timah (Sn)
Mg/kg
Maks. 40,0
Maks. 40,0
6.4
Raksa (Hg)
Mg/kg
Maks. 0,03
Maks. 0,03
7
Cemaran Arsen (As)
Mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 1,0
8
Cemaran mikroba Koloni/g
Maks. 5x10 2
Maks. 5x104
8.1
Angka lempeng total
8.2
Bakteri coliform
APM/g
Maks. 20
Maks. 20
8.3
E.coli
APM/g
<3
<3
8.4
Staphylococcus
Koloni/g
Maks. 1x102
Maks. 1x102
Negatif/ 25 g
Negatif/25 g
Maks. 1x10 2
Maks. 1x102
aureus 8.5
Salmonella
8.6
Kapang/khamir
Koloni/g
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)
2.3 Sukrosa
Sukrosa, atau sering disebut gula, merupakan disakarida dengan rumus kimia C12H22O11 (ß-D-fructofuranosyl-α-D-glucopyranoside) yang mempunyai berat molekul 342,3. Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang ditemukan dalam bentuk bebas (tidak berikatan dengan senyawa lain) di dalam tanaman. Secara komersial, sukrosa umumnya diperoleh dari tebu (Saccharum officinarum) yang nerupakan tanaman daerah tropis dan beet (beta vulgaris) yang merupakan tanaman sub-tropis (Paryanto et al ., 1999). Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar, dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2004). Sukrosa yang mengalami proses pemanasan berlanjut akan mengalami kristalisasi gula. Gula kristal berfungsi untuk proses kristalisasi balik adonan permen sehingga diperoleh produk akhir berupa padatan. Pencegahan proses kristalisasi dapat
dilakukan
dengan
mengkombinasikan
pemakaian
sukrosa
dengan
monosakarida seperti glukosa dam fruktosa. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air, semakin tinggi suhu maka kelarutannya semakin besar. Menurut Tranggono (1990) satu gram sukrosa dapat larut dalam 0,5 ml air pada suhu kamar/ 0,2 ml dalam air mendidih, dalam 170 ml alcohol/ 100 ml methanol. Kristal sukrosa bersifat stabil di udara terbuka dan dalam keadaan yang langsung berhubungan dengan udara dapat menyerap air sebanyak 1% dari total berat dan akan dilepaskan kembali apabila dipanaskan pada suhu 90ºC (Sudarmaji, 1982). Higroskopisitas dikenal sebagai kemampuan untuk menyerap dan menahan air. Sukrosa memiliki sifat sedikit lebih higroskopis daripada dekstrosa monohidrat. Pada RH 90% dan suhu 25ºC, sukrosa mampu menyerap 50 – 60% air sedangkan dekstrosa hanya menyerap 17 – 18% air (Mc Wiloiams, 2001). Hal ini dapat terjadi karena sukrosa memiliki keseimbangan kelembaban (ERH) yang lebih rendah daripada dekstrosa monohidrat (Achdiyan dan Abudaeri, 1999). Jika
produk memiliki ERH lebih rendah daripada RH lingkungannya maka produk tersebut akan cenderung menjadi basah/ lengket (Schenck and Hebeda, 1992). Fungsi sukrosa dalam pembuatan permen jelly adalah untuk memberi rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi. Sukrosa mempunyai kemampuan untuk menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air. Gula yang ditambah dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang sangat tinggi (minimal 40% padatan terlarut) akan mengakibatkan jumlah air bebas yang ada dalam bahan pangan tersebut menjadi tidak tersedia bagi pertumbuhan mikroorganisme (Buckle dkk., 1987). Daya larut yang tinggi dari gula serta kemampuannya dalam mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (ERH) dan mengikat air adalah alasan yang menyebabkan gula sering digunakan dalam bahan pangan. Ketegaran tekstur permen juga dipegaruhi oleh kadar sukrosa dan asiditas bahan yang digunakan. Semakin tinggi kadar sukrosa maka semakin berkurang air yang dapat ditahan oleh struktur bahan pangan tersebut. Selain itu gula juga merupakan salah satu komponen pembentuk gel (Kristiani, 2003). Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah yaitu konsentrasi gula sekitar 60-65% (Buckle et al ., 1987).
2.4 Gula Kastor
Gula kastor merupakan gula sukrosa dari tebu yang berbentuk serbuk. Serbuk kristal gula kastor lebih halus dari gula yang biasa tetapi lebih kasar dari serbuk tepung gula. Gula kastor berfungsi untuk membuat permen jelly agar tidak lengket satu sama lain, membentuk lapisan luar yang tahan lama, menghasilkan gel yang baik dan berfungsi sebagai pemanis akhir dari permen
jelly serta
menambah keindahan penampilan fisik permen jelly (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004).
2.5 Gelatin
Gelatin adalah suatu produk yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang rawan. Fungsi dari gelatin yaitu sebagai pembentuk gel, pemantap emulsi, pengental, penjernih, pengikat air, dan
pelapis. untuk meningkatkan elastisitas, konsentrasi, dan stabilitas produk (Jaswir, 2007). Gelatin menghambat kristalisasi gula dengan cara mengabsorbsi kristal gula ke dalam permukaan kristal yang dibentuk, sehingga membuat penghalang di antara kekuatan tarik kisi-kisi kristal molekul sukrosa dalam larutan sehingga mencegah terbentuknya kristalisasi. Fungsi lain dari gelatin yaitu memperbaiki tekstur, dan kekenyalan permen (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Secara fisik gelatin berbentuk padat, kering, tidak berasa, tidak berbau, transparan, dan warnanya kuning redup sawo matang (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Menurut Imeson (1992) gelatin yang baik menurut standar adalah tidak berwarna, transparan, rapuh, tidak berbau dan tidak berasa. Gelatin komersial biasanya diperoleh dari ikan, sapi, dan babi. Dalam industri pangan, gelatin dipakai sebagai salah satu bahan baku dari permen lunak, jeli, dan es krim. Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan penghubung yang dihidrolisis secara asam atau basa. Gelatin mengandung 18 asam amino, yaitu sembilan asam amino esensial dan sembilan asam amino non esensial. Asam amino yang paling banyak terkandung dalam gelatin antara lain glisin (21,4%), prolin (12,4%), hidroksiprolin (11,9%), asam glutamat (10%), dan alanin (8,9%). Fungsi gelatin terutama adalah sebagai pembentuk gel yang mengubah cairan menjadi padatan yang elastis, atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Dalam pembuatan jelly, gelatin didispersikan dalam air dan dipanaskan sampai membentuk sol (Suhardi, 1984). Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya (Glicksman, 1979). Molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya adalah asam amino basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksipolin. Proporsi yang tinggi dari ketiga kelompok asam aminno polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air (Paranginangin, 2005). Rantai-rantai protein tersebut dihubungkan secara cross links ( interaksi silang) Bentuk sol yang didinginkan mempunyai molekul yang kompak dan tergulung, kemudian mulai mengurai dan terjadi ikatan-ikatan silang antara
molekul-molekul yang berdekatan sehingga terbentuk suatu jaringan. Sifat gelatin yang reversible yaitu bila dipanaskan akan terbentuk cairan dan sewaktu didinginkan akan terbentuk gel lagi dibutuhkan dalam pembuatan permen jelly. Sifat lain dari gelatin adalah jika konsentrasi terlalu tinggi maka gel yang terbentuk akan kaku, sebaliknya jika konsentrasi terlalu rendah, gel menjadi lunak atau tidak terbentuk gel (Ali, 1987).
2.6 Pektin
Pektin pertama kali ditemukan di Prancis oleh Braconnot pada tahun 1982. Pektin merupakan produk karbohidrat yang dimurnikan dan diperoleh dari ekstrak asam encer dari bagian dalam kulit buah jeruk sitrus atau apel, terutama terdiri dari asam poligalakturonat yang termetoksilasi sebagian. Pektin berbentuk serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan memiliki rasa seperti musilago. Pektin hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan kental, praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lainnya (Ditjen POM, 1995). Pektin adalah golongan senyawa yang terdapat dalam sari buah, yang membentuk larutan koloidal dalam air dan berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan buah (Desrosier, 1988). Pektin merupakan polisakarida yang biasanya digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan (Hart, et.al, 2003). Penggunaan pektin selain dari pembentuk gel pektin juga digunakan dalam produk buah-buahan kemasan, juice dan es krim sebagai penstabil (Cruess, 1988). Johnson dan Peterson (1974) membagi pektin menjadi 2 kelompok, yaitu pektin metoksil rendah dan pektin metoksil tinggi. Pektin metoksil rendah mempunyai gugus metoksil kurang dari 7% dan dapat membentuk gel tanpa penambahan gula atau pengaturan pH, tetapi membutuhkan ion kalsium atau kation polivalen lainnya. Pektin metoksil tinggi mempunyai gugus metoksil lebih dari 7-8% dan akan membentuk gel dengan penambahan gula atau asam. Pektin merupakan polisakarida diperoleh dari buah-buahan dan biasanya digunakan dalam pembuatan jeli dan sebagai bahan tambahan untuk pengental dalam makanan. Pektin ialah polimer linier dari asam D-galakturonat yang
berikatan dengan ikatan 1,4-α-glikosidik. Asam D-galakturonat memiliki sturktur yang sama seperti struktur D-galaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat (Hart et al .,2003). Sebagian gugus karboksilat pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi gugus metoksil dan biasanya mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil (Ranganna, 2000). Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa perubahan sifat fisiknya. Penambahan air pada pektin kering akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alkohol dan dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul. Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam karena adanya gugus karboksilat. Pemanasan dengan asam akan menyebabkan hidrolisis gugus ester metil, seperti halnya hidrolisa ikatan glikosida yang akhirnya menjadi asam galakturonat (Cruess, 1988). Untuk memperoleh gel yang baik maka diperlukan pemanasan yang tepat. Mekanisme pembentukan gel pektin adalah terjadinya perubahan senyawa pektin menjadi senyawa pektin yang larut dan senyawa pektat akibat proses pemanasan. Terjadinya degradasi kimia senyawa pektin yang disebabkan proses pemasakan menyebabkan pektin menjadi larut dan berikatan dengan air Makin besar konsentrasi pektin, makin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Makin rendah pH, gel makin keras, dan jumlah pektin yang dibutuhkan makin sedikit, pH yang paling baik adalah 3,1-3,2 (Winarno, 1995).
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian dan laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Hasil Pertanian jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember pada bulan Desember 2015 hingga selesai.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah buah markisa ungu yang diperoleh di daerah perumahan Taman Gading Jember, gelatin, pektin, gula, gula kastor . Sedangkan alat yang digunakan adalah termometer, blender, oven, neraca analitik, colour reader CR-10, rheotex type SD-70011, peralatan kjeldal, alat-alat uji organoleptik. 3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan pola RAL ( Rancangan Acak Lengkap ) dengan 2 faktor dan 3 kali pengulangan untuk masing-masing kombinasi perlakuan. Faktor A : Perbandingan konsentrasi ekstrak buah markisa dengan gula A1 = 40% : 60% A2 = 50% : 50% A3 = 60% : 40% Faktor B : Variasi jenis pengental B1 = Pektin B2 = Gelatin
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Buah Markisa Ungu Buah markisa ungu dibelah dan dipisahkan antara daging buah dengan kulitnya. Selanjutnya daging buah dihaluskan menggunakan blender. Kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan ekstrak buah markisa ungu. Diagram alir pembuatan ekstrak buah markisa ungu dapat dilihat pada gambar 3.1 Buah markisa ungu
Pemisahan daging buah dengan kulit buah
kulit buah
Penghalusan menggunakan blender
Penyaringan
Ampas
Ekstrak buah markisa ungu
Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan ekstrak buah markisa ungu
3.4.2 Pembuatan Permen Jelly Ekstrak buah markisa dicampur dengan gula pasir (40% : 60% ; 50% : 50% ; 60% : 40%). Kemudian dicampur dengan gelatin 612% atau pektin 1%. Masing-masing campuran dipanaskan hingga suhu 80 oC, kemudian dituang ke dalam cetakan dan dilakukan pendiaman pada suhu 8 oC selama 24 jam. Setelah itu dilakukan penaburan gula kastor pada permen jelly dan dikeringkan pada oven dengan suhu 50 0 selama 24 jam. Diagram alir pembuatan permen jelly markisa ungu dapat dilihat pada gambar 3.2. Ekstrak buah markisa ungu : gula pasir (40% : 60% ; 50% : 50% ; 60% :
gelatin (12%) / pektin (1%)
Pencampuran
Pemanasan sampai pada suhu 80oC
Penuangan adonan pada cetakan
Pendiaman pada suhu 8oC selama 24 jam
Penaburan gula castor
Pengeringan dengan oven pada suhu 500 selama 24 jam
Permen jelly markisa un u
Gambar 3.2 Diagram alir Pembuatan Permen Jelly Markisa Ungu
3.4.3 Pengujian Permen Jelly a. Tekstur Pengukuran tekstur permen jelly buah markisa dilakukan menggunakan rheotex. Power dinyalakan
dan penekan diletakkan tepat pada permukaan
bahan. Tombol distance ditekan dengan kedalaman 1mm. Permen jelly diletakkan tepat di bawah jarum lalu tombol start ditekan. Data tekstur dipindah dari angka yang tertera pada display dengan satuan tekanan pengukuran tekstur dalam gram force/1mm
b.
Kadar Air metode gravinometri (AOAC, 2005) Botol timbang dikeringkan dalam oven dengan suhu 100-105 0Cselama
45 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang berat botol timbang tersebut dengan timbangan analitik. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan dalam botol timbang. Botol timbang berisi bahan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 3 5 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
Perlakuan ini diulangi sampai tercapai
berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Perhitungan kadar air bahan dilakukan sebagai berikut:
% =
c.
ℎ − ℎ
100%
Vitamin C ( Day, R.A, et al ., 1987 ). 10 gram permen jelly yang telah diiris kecil-kecil dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 ml dan diaduk hingga merata, setelah itu titrasi dengan larutan iodin sampai berwarna biru, lalu dihitung kadar vitamin C.
Perhitungan :
=
2 . /.
100%
Keterangan : VI2
: volume titrasi I2 (mL)
Vt
: volume total filtrate (mL)
Vf
: volume filtrat yang digunakan (mL)
A
: kesetaraan I2 dengan vitamin C murni (mgram)
W
: massa cuplikan (mgram) (Farikhah, 2008)
d. Analisa Total Asam Permen jelly ditimbang sebanyak 10 gram, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml ditambahkan aquades hingga tanda tera. Setelah itu diambil menggunakan pipet volume sebanyak 25 ml dan dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes, kemudian titrasi dengan larutan Iod 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda. Hasil titrasi dicatat dan dihitung persentase kadar total asam dengan rumus :
e.
Uji Organoleptik Metode Skala Hedonik Uji organoleptik metode hedonik dilakukan pada 25 orang panelis tidak
terlatih. Parameter yang diuji meliputi warna, rasa, kekenyalan dan keseluruhan. Kepada panelis disajikan sampel yang diberi kode 3 digit angka yang berbeda kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaiannya terhadap sampel yang disajikan dengan mengisi sebuah kuisioner berdasarkan tingkat kesukaan sesuai dengan skala penilaian sebagai berikut: 1. tidak suka 2. sedikit suka 3. Agak suka 4. suka 5. Sangat suka
3.5 Analisa Data
Data hasil analisa diolah dengan metode ANOVA jika ada perbedaan maka dilanjutkan dengan uji DNMRT ( Duncan New Multiple Range Test ) pada taraf uji ( α ) < 0,5.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Washington: Benjamin Franklin Station. Ali S. 1987. Aspek-aspek Fisiko Kimia serta Proporsi Bahan-bahan Pembentuk Gel dalam Pembuatan Permen Jelly [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Buckle, K.A.,et.all, 1987. Food science, diterjemahkan oleh Hari Purnomo. Jakarta: Penerbit UI Press. Cahyadi. W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan . Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 134. Crues, W.V. 1988. Commercial Fruit and Vegetable Products. Fourth Edition. New York: Mc. Graw Hill Book Company Inc.. Day, JR., R.A., dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi keenam. Hal: 382-421. Jakarta: Erlangga. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan UI. Jakarta: Press. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084. Hambali, E., Suryani, A., dan Wadli. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius. Harijono, H., Kusnadi, J., & Mustikasari, S. A. 2012. Effect of Concentration of Carrageenan and Total Soluble Solid of Immature Apple Fruit Juice on the Quality Aspects of Jelly Candy. Jurnal Teknologi Pertanian. 2(2). Hart, Harold.,et.all, 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat, edisi 11. Jakarta: Erlangga. Herutami, R. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A Dalam Pembuatan Permen Jelly Mangga ( Mangifera indica L). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hidayat, N., & Ikarisztiana, K. 2004. Membuat Permen Jeli. Surabaya: Trubus Agrisarana. Jaswir,I.2007.Memahami Gelatin. Artikel Iptek. http//www.duniapangankita.com. [9 November 2012]
Johnson, A.H. dan M.S. Peterson. 1974. Encyclopedia of Food Technology, Vol. II. The AVI Publisher Inc., Westport, Connecticut. Karsinah, R.C. Hutabarat, dan A. Mansyur, 2010. Markisa Asam. Jurnal Iptek Hortikultura. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. No: 6. Kristiani, E.B. 2003. Sifat Fisika dan Organoleptik dari Fruit Leather Mangga (Mangifera indica L.) dengan Berbagai Konsentrasi Gula. Hal: 356-364. Semarang: Teknologi Pangan. Kumalasari, Fenny (2011) Pengaruh konsentrasi asam sitrat terhadap sifat fisiko kimia dan organoleptik permen jelly murbei hitam (Morus nigra l.). Undergraduate thesis. Widya Mandala Catholic University Surabaya. Lees, R., and E. B. Jackson (1980). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Scotland. Malik. 2010. Pembuatan Permen Jelly. Medan: Universitas Sumatra Utara. McWiliams, A. dan D. Siegel. 2001. Corporate Social Responsibility: A Theory of the Firm Perspective. Academy of Management Review, 26 (1): 117127. Minarni, 1996. Mempelajari Pembuatan Dan Penyimpanan Permen Jelly Gelatin Dari Buah Mangga Kweni. Fakultas Teknik Pertanian IPB, Bogor. Morey, P. 2007. Report On Passion Fruit Demand Study Indonesia. Morelink Asia Pacific. Australia: Morelink Asia Pacific Surianta Muljodihardjo, M. 1991. Kimia dan Teknologi Pektin. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.. Paryanto, I., Fachruddin, A., dan Sumaryono, W. 1999. Diversifikasi Sukrosa Menjadi Produk Lain. Serpong: P3GI. Pranoto,Y, Marseno,D,W and Rahmawati,H. 2008. Characteristics of gelatins extracted from fresh and sun-dried seawater fish skins in Indonesia. Yogyakarta Ranganna, S. 2000. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Products. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing,. Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan: . Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Schrieber, R. dan Gareis, H. (2007). Gelatine Handbook. Weinhem: Wiley-VCH GmbH dan Co.
Schenck, Fred W. and Ronald E. Hebeda. 1992. Starch Hydrolysis Products Hal: 233, 249. New York. Soekarto T. 1985. Pengujian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: PT Bhratara Karya Aksara. Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI No. 02-3547-2008. Syarat Mutu Kembang Gula Lunak. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Sudarmadji, S. 1982. “Bahan-Bahan Pemanis”, Yogyakarta. Sudarmadji, S.,et.all, 1997, Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ke tiga. Yokyakarta: Liberty. Sudarmadji, S., Haryono, B. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian . Yogyakarta: Liberty. Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Pertanian . Yogyakarta : Liberty. Susanto, T. dan Budi, S. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada,. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.. Wirakusuma, E.S. 2007. Jus Buah dan Sayuran: 148 Resep untuk Menjaga Kesehatan dan Kebugaran Anda. Jakarta: Niaga Swadaya.