Riwayat Penyakit Keluarga : Anak pertama meninggal pada usia 4,5 tahun karena demam tinggi, yang didiagnosis oleh dokter sebagai Demam Berdarah Dengue. Anak kedua lahir prematur saat usia kehamilan ibu 26 minggu akibat ibu mengalami demam tinggi, yang kemudian setelah 7 jam lahir, anak kedua meninggal. Ayah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap udara dingin. Keluarga ataupun tetangga tidak pernah ada yang menderita TBC. Riwayat Kehamilan : Ibu mengatakan selalu melakukan ANC teratur tiap bulan ke bidan di RSUD Kupang. Selama kehamilan ibu mengaku selalu dalam kondisi yang sehat. Riwayat Kelahiran : Pasien anak keempat, lahir tunggal, spontan, ditolong oleh bidan, cukup bulan. Saat lahir, pasien langsung menangis, dengan BL 3400 gram, dan PL 53 cm. Tidak ada trauma saat lahir maupun kelainan bawaan. Riwayat Perkembangan :
• •
Meng Mengiku ikuti ti obj objek ek den denga gan n mata mata
: 2 bul bulan an
Bereaksi terhadap suara
: 2 bulan
• •
Tengkurap
: 3 bulan
Mengoceh
: 3 bulan
• • • •
Mengangkat kepala
: 4 bulan
Berusaha meraih benda Pertumbuhan gigi pertama
: 4 bulan : 7 bulan
Duduk, Duduk, berdiri, berdiri, berjalan berjalan sendiri sendiri : belum belum bisa Kesa Kesan n : perk perkem emba bang ngan an awal awalny nyaa sesu sesuai ai deng dengan an anak anak seus seusia iany nya, a, tapi tapi sete setela lah h 6 bula bulan, n, perkembangan agak terlambat. Riwayat Makanan Umur 0 – 2 bulan 2 – 4 bulan 4 – 6 bulan 6 – 8 bulan 8 – 10 bulan
ASI/PASI ASI ASI ASI ASI ASI
Buah/Biskuit -
Bubur Susu -
√ √
Nasi Tim -
Kesan : kualitas dan kuantitas pemberian makanan baik, nafsu makan pasien baik. Riwayat Imunisasi Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis B
I 1 bulan 2 bulan 2 bulan 1 hari
II 4 bulan 4 bulan 1 bulan
III 6 bulan 6 bulan 4 bulan
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap. Imunisasi campak belum dilakukan karena pasien masih demam.
2
IV.
Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010 dan tanggal 6 November 2010, di bangsal perawatan IKA. Keadaan Umum : tampak sakit ringan M Berdasarkan Berdasarkan grafik CDC yang dimodifikasi : Kesada Kesadaran ran : compos mentis BB ideal = 9,8 kg Status Mental : tenang Status Gizi = 10 x 100% = 102,04 % Pernafasan: normal 9,8 Panjang badan : 75 cm = normal Berat badan : 10 kg Tingg inggii Um Umur = ses sesua uaii den denga gan n us usia 13 bula bulan n Tanda – tanda Vital :
• •
Fre Frekuensi Na Nadi
: 84 84 ka kali/menit
•
Fre Frekue kuensi Naf Nafas as
: 60 kali/ ali/me men nit
Tekanan darah
: tidak diukur
•
Suhu : 38,6oC Kepala : normocephal, daerah berambut normal dan tidak mudah dic abut UUB masih terbuka 1 cm x 1 cm, datar Wajah : di pipi kanan dan kiri terdapat bercak keputihan Mata : kelopak mata tidak ada kelainan Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Kornea dan lensa jernih Refleks cahaya +/+, pupil isokor, bulat Telinga : bentuk simetris, sekret tidak ada, membran timpani sulit dinilai Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret +/+ Mulut : mukosa bibir lembab, tidak sianosis, lidah bersih Tenggorokan: Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, uvula di tengah Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening Toraks : normochest, bentuk normochest, bentuk simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
•
Paru
Inspeksi
: simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus fremitus vokal tidak tidak dilakukan dilakukan Palpasi
•
Perkusi : sonor di seluruh seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
kordis teraba di di ICS IV linea midclavicularis sinistra, sinistra, Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Perkusi : tidak dilaku dilakukan kan
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen :
•
Inspeksi
•
Auskultasi : bising usus + normal
• •
Palpasi : supel, nyeri nyeri tekan (-), (-), hepar dan lien tidak teraba teraba
: ce cembung, su supel, ti tidak ad ada ve venektasi
Perkusi : timpani pada seluruh seluruh lapang abdomen Ekstremitas : Penilaian
Tangan kanan
Tangan kiri
Tungkai kanan
Tungkai kiri
3
Bentuk Panjang Gerakan Suhu akral Sianosis Edema Jari tabuh
simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
simetris Simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Simetris simetris Bebas, tidak terbatas Hangat Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Refleks :
•
•
•
V.
Refleks Fisiologis : Refleks biseps : +/+
Refleks patella
: +/+
Refleks triseps : +/+
Refleks Achilles
: +/+
Refleks Patologis : Refleks babinski
: -/-
Refleks Oppenheim
: -/-
Refleks Chaddoks
: -/-
Refleks Gordon
: -/-
Laseque
: -/-
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk
:-
Brudzinsky II
:-
Brudzinsky I
:-
Kernig
:-
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan RSAD Udayana Denpasar Laboratorium darah (14 Oktober 2010) Malaria (-) CT-scan Kepala (13 Oktober 2010) Kesan : tidak tampak perdarahan intracerebral maupun infark, tidak tampak massa intracranial. Laboratorium Darah (29 Oktober 2010) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
7 Oktober 2010
29 Oktober 2010
10.6* 31.3* 3.89* 11.500* 306000
9.6* 30* 3.8* 12700* 384000 0.8 78* 25* 33 5
12 – 16 g/dL 37 – 47 % 4.3 – 6.0 juta/µL 4800 – 10800/ µL 150000 – 400000/ µL 0.5 – 1.5 % 80 – 96 fL 27 – 32 pg 32 – 36 g/dL < 15 mm/1 jam
0 0* 2 68 30
0–1% 1–3% 2–6% 50 – 70 % 20 – 40 %
Hematologi Darah Rutin
•
Hb
• •
Hct
•
Leukosit
• Retikulosit •
Eritrosit Trombosit MCV
•
MCH
•
MCHC
normal normal normal
LED Hitung Jenis
•
Basofil
•
Eosinofil
• •
Batang Segmen
0.7*
35.6
4
•
Limfosit
•
Monosit
RDW Imuno Serologi ASTO Kimia Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect SGPT (ALT) SGOT (AST) Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Kalsium Glukosa Sewaktu
7.2 16.6*
0* 16.7*
2–8% 10.6 – 15.7 %
< 200
< 200 IU/L
6.3 4.3 2.0* 0.9
6 – 8.5 g/dL 3.5 – 5.0 g/dL 2.5 – 3.5 g/dL < 1.5 mg/dL < 0.3 mg/dL < 1.1 mg/dL < 40 U/L < 35 U/L 20 – 50 mg/dL 0.5 – 1.5 mg/dL 135 – 145 mEq/L 3.5 – 5.3 mEq/L 97 – 107 mEq/L 8.5 – 10.5 mg/dL < 140 mg/dL
13 25 11* 0.3* 136 4.1 103 9.6 99
27 0.5
Laboratorium Tinja (29 Oktober 2010) Jenis Pemeriksaan Makroskopik Darah Lendir Eritrosit Leukosit Amuba Telur cacing Jamur Serat Darah samar Lain-lain
Hasil Lunak 0-0-0 0-1-0 + -
Nilai Rujukan Lunak + -
Pemeriksaan Mikrobiologi (29 Oktober 2010) Kultur Urin Hitung kuman : 1600 CFU/mL Hasil Pembiakan : Staphylococcus epidermidis Kultur Darah Mikroskopik langsung : Batang Gram negatif Hasil biakan kuman : Alkaligenesis faecalis Uji Kepekaan Kuman Sensitif terhadap Doxycicline, Chloromycetin, Ciprofloxacin, Meropenem, Trimetoprim. Intermediate terhadap Cefotaxime, Cefpiron.
VI.
Resume
5
Pasien anak perempuan, usia 9 bulan 23 hari, BB 10 kg, rujukan dari RSAD Udayana Denpasar, datang dengan keluhan demam terus-menerus sejak hampir 4 bulan SMRS. Demam timbul tiba-tiba, naik turun tanpa pola yang jelas. Demam tidak disertai menggigil. Saat hari pertama demam, pasien juga mengalami diare tanpa darah. Selama perawatan di RSPAD, demam pernah beberapa kali turun sampai ke suhu normal. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan pilek 1 hari SMRS. Kejang, penurunan kesadaran, batuk pilek, sesak nafas, menangis saat buang air kecil, kemerahan pada kulit anggota gerak dan tubuh, serta perdarahan spontan disangkal. Dari riwayat penyakit keluarga, anak pertama meninggal karena demam tinggi, yang didiagnosis oleh dokter sebagai Demam Berdarah Dengue. Anak kedua lahir prematur akibat ibu mengalami demam tinggi, yang kemudian setelah 7 jam lahir, anak kedua meninggal. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan suhu 38,6 oC, frekuensi nadi 84 kali/menit, dan frekuensi nafas 60 kali/menit. Pada pipi kanan dan kiri terdapat bercak keputihan. Pada pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan anemia, leukositosis, serta RDW meningkat. Dari kultur darah, ditemukan Alkaligenesis faecalis, dan dari kultur urin terakhir tanggal 2 November 2010 ditemukan Nesseria sp dengan jumlah > 100000/mL. Dari pemeriksaan foto toraks ditemukan infiltrat dan penebalan kedua hilus. Pada pemeriksaan radionuklir tiroid, terdapat peningkatan TSH. Pada CT-Scan kepala dan USG abdomen, hasil dalam batas normal. VII.
VIII.
Diagnosis Kerja Prolonged Fever e.c FUO (Fever of Unknown Origin) Delayed development ISK Diagnosis Banding Tidak ada
IX.
Penatalaksanaan PCT 4 x 3/4 cth p.o Amikacin 2 x 80 mg IV ASI ad libitum
X.
Rencana Pemeriksaan
XI.
•
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, hitung jenis darah, CRP, ASTO, LED, Retikulosit, RDW, elektrolit
• •
Pemeriksaan urin, pemeriksaan feses
• •
Tes resistensi antibiotik
• • •
Scoring TB
Kultur darah dan urin Pemeriksaan protein, albumin, dan globulin Periksa FT3, FT4, TSH Foto Thorax
Prognosis Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam
6
Quo ad sanationam : dubia ad bonam XII.
Follow Up Tanggal 29 Oktober 2010 S O
A
P
demam terus menerus 3 bulan, minum ASI +, BAK +, anak belum bisa tengkurap dan duduk sendiri KU : tampak sakit sedang T : 38,2oC P : 130 x/menit RR : 35 x/menit Wajah : di pipi kanan dan kiri tampak bercak keputihan Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK PCT 4 x 3/4 cth p.o Amikacin 2 x 80 mg IV ASI ad libitum
Tanggal 30 Oktober 2010 S O
A
P
Batuk berkurang KU : tampak sakit sedang T : 36,5oC P : 130 x/menit Wajah : di pipi kanan dan kiri tampak bercak keputihan Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Foto Thorax Pulmo : infiltrate dan penebalan kedua hilus Kesan : suspek KP Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK PCT 4 x 3/4 cth p.o Amikacin 2 x 80 mg IV ASI ad libitum
RR : 35 x/menit
Tanggal 31 Oktober 2010 S O
A
P
Demam KU : tampak sakit sedang T : 37,6oC P : 120 x/menit Wajah : di pipi kanan dan kiri tampak bercak keputihan Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK PCT 4 x 3/4 cth p.o Amikacin 2 x 80 mg IV ASI ad libitum
RR : 36 x/menit
Tanggal 1 November 2010 S O
A
P
demam, minum ASI +, BAK + banyak dan sering KU : tampak sakit sedang T : 38,5oC P : 130 x/menit RR : 31 x/menit Wajah : di pipi kanan dan kiri tampak bercak keputihan Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Radionuklir Tiroid TSH RIA : 5,16 µIU/mL ( N = 0,27 – 3,75 µIU/mL ) Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikacin 2 x 80 mg IV (heplock)
7
Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
Tanggal 2 November 2010 S O
A
P
demam, minum ASI + KU : tampak sakit sedang T : 38,4oC P : 140 x/menit RR : 33 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Pemeriksaan Mikrobiologik Kultur Urin Hitung kuman : > 100000 CFU/mL Hasil Pembiakan : Nesseria sp. Uji Kepekaan Kuman Sensitif terhadap Ampicillin, Amikasin, Amoxiciciline, Chloromycetin, Meropenem, Trimetoprim, Cefpiron, dan Cefoperazone. Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam)
Ciprofloxacin,
Amikacin 2 x 80 mg IV stop jika hasil kultur resisten Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
Tanggal 3 November 2010 S O
A
P
demam, minum ASI +, BAK + banyak dan sering KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 3/4 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 37 x/menit
Tanggal 4 November 2010 S O
demam, minum ASI +, BAK + banyak dan sering KU : tampak sakit sedang T : 38,8oC P : 141 x/menit RR : 31 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal USG Abdomen Hepar, kandung empedu, lien, ginjal kanan dan kiri dalam batas normal Urinalisis Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Urin Lengkap 6,0 4,6 – 8,0 • pH 1.030 1.010 – 1.030 • Berat Jenis • Protein • Glukosa • Bilirubin 1–0–1 < 2/LPB • Eritrosit 2–3–2 < 5/LPB • Leukosit -
8
•
Torak
+
• Kristal • Epitel A Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba Faringitis akut P PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum Tanggal 5 November 2010 S demam, minum ASI +, BAK + banyak dan sering O KU : tampak sakit sedang T : 38,1oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Mantoux test – Scoring TB 3 A Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba Faringitis Akut P PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari Puyer batuk 3 x 1 ASI ad libitum Tanggal 6 November 2010 S demam O KU : tampak sakit sedang T : 38,3oC P : 133 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal A Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba Faringitis Akut P PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari Puyer batuk 3 x 1 ASI ad libitum Tanggal 7 November 2010 S O KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 135 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal A Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba
+
RR : 32 x/menit
RR : 34 x/menit
RR : 36 x/menit
9
P
Faringitis Akut PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Kotrimoksazol 2 x 1 cth Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari Puyer batuk 3 x 1 ASI ad libitum
Tanggal 8 November 2010 S O
A
P
Belum BAB 4 hari KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 128 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x ½ cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 32 x/menit
Tanggal 9 November 2010 S O
A
P
KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 134 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x ½ cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 34 x/menit
Tanggal 10 November 2010 S O
A
P
Demam, BAK tidak ada keluhan, nafsu makan baik KU : tampak sakit sedang T : 38,6oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Cefixim syr 2 x ½ cth Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 30 x/menit
Tanggal 11 November 2010 S O
Demam, BAK tidak ada keluhan, nafsu makan baik KU : tampak sakit sedang T : 39,5oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
RR : 33 x/menit
10
A
P
Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
Tanggal 12 November 2010 S O
A
P
Demam mulai turun KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 126 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 42 x/menit
Tanggal 13 November 2010 S O
A
P
Demam KU : tampak sakit sedang T : 38oC P : 120 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 32 x/menit
Tanggal 14 November 2010 S O
A
P
Demam turun KU : tampak sakit sedang T : 37,1oC P : 140 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 36 x/menit
Tanggal 15 November 2010 S
Sudah tidak demam
11
O
A
P
KU : tampak sakit sedang T : 37,2oC P : 120 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 36 x/menit
Tanggal 16 November 2010 S O
A
P
KU : tampak sakit sedang T : 37,4oC P : 124 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari ASI ad libitum
RR : 32 x/menit
Tanggal 17 November 2010 S O
A
P
KU : tampak sakit sedang T : 37oC P : 110 x/menit Wajah : ptiriasis alba Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal Prolonged fever e.c FUO Delayed Development ISK Ptiriasis Alba PCT 4 x 1 cth p.o (jika demam) Amikasin 2 x 80 mg IM Micostatin drop 4 x 2 cc Hidrocortisone Cream 1% pagi dan sore hari
RR : 32 x/menit
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang diakibatkan oleh kenaikan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh hospes dan pada akhirnya terbentuk pirogen endogen yang kemudian terjadi produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan secara langsung mengubah titik ambang suhu hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas. 1 Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center tahun 2000, disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38 oC, dan aksila di atas 37,5 oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5 oC, dan hiperpireksia jika suhu > 41,1 oC.2 Demam pada anak dapat digolongkan menjadi 1 : 1. Demam singkat dan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium.
2. Demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnostik tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi. 3. Demam yang tidak diketahui sebabnya.
Demam Tanpa Kausa Jelas (Fever of Unknown Origin/FUO) Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 – 38 oC, terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. 2 Lorin dan Feigin mendefinisikan demam tanpa kausa yang jelas sebagai timbulnya demam 8 hari atau lebih pada anak setelah dilakukan anamnesis dengan teliti dan cermat, sedangkan pada pemeriksaan fisik dan laboratorium awal tidak ditemukan penyebab demam tersebut. Sedangkan Bherman membatasi demam berkepanjangan pada anak sebagai demam yang menetap lebih dari 7 – 10 hari tanpa diketahui sebabnya. 2 FUO dapat digunakan pada anak dengan 1,3 : 1. Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu untuk remaja)
2. Demam tercatat selama perawatan di rumah sakit 3. Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan dimulai, pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan. Menurut Petersdorf dan Beeson, yang disebut FUO ialah 3 :
1. Suhu melebihi 38.3°C pada beberapa saat 2. Durasi penyakit lebih dari 3 minggu 3. Gagal mencapai diagnosis walaupun sudah dipantau selama 1 minggu perawatan di rumah sakit Secara umum, FUO dibagi menjadi 4 : 1. FUO klasik Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
• Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK) • Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
13
•
Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika, sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
•
Lain-lain : kondisi granulomatosis
•
Kondisi yang tak terdiagnosis 2. Defisiensi imun Imunodefisiensi dapat ditemukan pada pasien yang mendapat kemoterapi atau keganasan darah. Demam ditemukan bersamaan dengan neutropenia (neutrofil <500/uL). Keterbatasan sistem imun dapat menyebabkan hal yang berbahaya, salah satunya adalah infeksi.
3. Penyakit yang berhubungan dengan HIV Pasien yang terinfeksi HIV merupakan bagian dari FUO dengan imunodefisiensi. Fase primer menunjukkan demam yang tampak seperti mononukleosis. Pada fase lanjut, demam merupakan hasil akhir dari infeksi tahap lanjut. FUO yang berakhir lebih dari 6 bulan, jarang terjadi pada anak dan akan memberi kesan penyakit granulomatosis atau autoimun. 1 Patogenesis Demam2 Demam ditimbulkan oleh suatu senyawa tertentu yang dinamakan pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu, yang dapat menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (IL-1β, IL-1, IL-6), Tumor Nekrosis Faktor (TNF-α, TNF- β) dan interferon. Pirogen endogen secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengemdalian suhu tubuh, pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadi demam. Pendekatan Diagnostik 2 Secara klasik, beberapa pedoman penting dalam menghadapi demam berkepanjangan pada anak, yaitu : 1. pada umumnya, anak yang menderita demam tanpa kausa jelas tidak menderita penyakit yang jarang terjadi, tetapi penyakit yang biasa dijumpai yang mempunyai manifestasi klinik yang atipik (tidak khas dan tidak lazim) 2. penyakit infeksi dan penyakit vaskular kolagen (bukan neoplasma) merupakan penyebab terbanyak demam tanpa kausa jelas pada anak 3. anak dengan demam tanpa kausa jelas mempunyai prognosis lebih baik daripada dewasa 4. pada anak dengan demam tanpa kausa yang jelas, observasi pasien terus-menerus serta pengulangan anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali bermanfaat 5. adanya demam harus dibuktikan dengan pengukuran suhu pada rawat inap di rumah sakit 6. perlu difikirkan kemungkinan demam yang disebabkan oleh obat
14
Anamnesis2 1. Umur Anak di bawah 6 tahun, sering menderita ISK, infeksi lokal, dan juvenile rheumatoid arthritis. Sedangkan anak yang lebih besar, sering menderita tuberkulosis, radang usus besar, penyakit autoimun, dan keganasan. 2. Karakteristik Demam Pola demam dapat membantu diagnosis. Demam intermiten dapat terjadi pada infeksi piogenik, tuberkulosis, limfoma, dan JRA, sedangkan demam yang terus-menerus dapat terjadi pada demam tifoid. Demam yang relaps terjadi pada malaria, rat-bite fever, dan keganasan. Demam yang rekurens lebih dari satu tahun mengarah pada kelainan metabolik, SSP, atau kelainan pada pusat pengatur temperature dan defisiensi imun. 3. Data epidemiologi Riwayat kontak dengan binatang, riwayat bepergian ke suatu daerah endemis, latar belakang genetik pasien perlu diketahui, serta terpaparnya pasien dengan obat. Pemeriksaan Fisik 2 Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, dan kadang diperlukan pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Pemeriksaan fisik dilakukan tidak hanya pada hari pertama, tetapi dilakukan berulang sampai diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan Penunjang 3 Tahap I
Tahap II
Tahap III
•
Foto toraks
•
Darah perifer lengkap, hitung jenis, dan morfologi
•
Hapusan darah tebal
• •
LED atau CRP
•
Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin
•
Biakan darah, urin, feses, dan hapusan tenggorok
• • •
Uji tuberkulin
• • •
USG abdomen, CT-scan kepala Aspirasi sumsum tulang
•
Foto sinus paranasal
•
Antinuclear antibody
• •
Barium enema
•
Biosi hati
Urinalisis
Uji fungsi hati Pemeriksaan uji serologic terhadap mononucleosis, CMV, histoplasma
:
salmonella,
toksoplasma,
leptospira,
Pielografi intravena
Limfangiogram
Keterangan tambahan 1 : • Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius • Kultur Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik
Kultur urin
Kultur sputum dan feses dapat membantu keberadaan penyakit paru maupun
gastrointestinal
15
Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan steril; seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal, hepar, sumsum tulang, dan nodus limfe.
•
Serologi
Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil yang signifikan,
seperti adanya antibodi spesifik terhadap mikroorganisme infeksi. Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari pemeriksaan serologi adalah Brucellosis, infeksi CMV, infeksi mononucleosis EBV, infeksi HIV, amebiasis, toxoplasmosis, dan klamidia.
Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan SLE.
Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar tiroksin, dan
LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme. Diagnosis Banding 1,3 1. Infeksi bakteri
a. ISK b. Sepsis c. Enteric fever
e. Endokarditis infektif f. Pneumonia g. Pyelonefiris
d. Tuberkulosis 2. Infeksi Virus
a. Cytomegalovirus b. Virus hepatitis
c. HIV d. Infeksius mononukleosis
3. Infeksi Parasit a. Malaria b. Toxoplasmosis
4. Penyakit kolagen a. Juvenile rheumatoid arthritis b. Systemic lupus erythematosus 5. Neoplasma
a. Hodgkin’s disease b. Leukimia limfoblastik akut
c. Leukimia mieloblastik akut d. Limfoma
6. Penyakit lain a. Demam obat b. Tirotoksikosis c. Hypothalamic central fever
Delayed Development Penyimpangan tumbuh kembang anak adalah keadaan proses pertumbuhan dan perkembangan yang tidak wajar atau terganggu/terhambat, bisa terjadi pada tahap intrauterin, kelahiran, dan pasca lahir.5 Dikatakan terdapat penyimpangan perkembangan apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan tolok ukur (milestones) anak normal. 5 Berikut adalah tabel tahap perkembangan anak usia 1 tahun pertama :
16
Terlambatnya perkembangan pada anak dibawah usia 6 tahun seringkali merupakan gejala awal dari retardasi mental. Perkembangan anak dinyatakan terlambat apabila pada skrining terdapat keterlambatan pada salah satu atau beberapa dari aspek perkembangan (motorik kasar, motorik halus, berbicara, dan perilaku sosial). 5 Penyimpangan perkembangan anak 5 : 1. Penilaian perkembangan anak meliputi identifikasi dini masalah-masalah perkembangan anak dengan :
• •
screening (skrining/penapisan/penjaringan) surveillance ukuran standar atau non-standar, yang juga digabungkan dengan informasi tentang perkembangan sosial, riwayat keluarga, riwayat medik dan hasil pemeriksaan mediknya
17
2. Tolok ukur perkembangan meliputi motorik kasar, halus, berbahasa, perilaku sosial dipakai dalam skrining pada Denver Developmental Screening Test (DDST) dan Denver II
3. Sedangkan untuk IQ (Intelligence Qotient, SQ (Social Qotient), dan EQ (Emotional Qotient) yang dilakukan oleh para psikolog diperlukan untuk menetapkan batas-batas kemampuan kurang normal, atau berbakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak 6 1. Faktor internal a. Ras/etnik atau bangsa b. Keluarga c. Umur d. Jenis Kelamin e. Genetik f. Kelainan kromosom 2. Faktor eksternal a. Faktor prenatal
• •
Gizi ibu saat hamil mempengaruhi pertumbuhan janin
•
Toksin/zat kimia : beberapa dapat menyebabkan kelainan congenital
• •
Endokrin
• •
Infeksi
• •
Anoksia embrio akibat disfungsi plasenta
Mekanis : posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan kelainan congenital
Radiasi : paparan radium dan sinar rontgen dapat menyebabkan kelainan pada janin Kelainan imunologi
Psikologi ibu b. Faktor Persalinan Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak c. Faktor pascapersalinan
• • • •
Gizi
•
Endokrin, misalnya pada hipotiroid akan mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan
•
Sosio-ekonomi
• • •
Lingkungan pengasuhan
Penyakit kronik Lingkungan fisik dan kimia Psikologis
Stimulasi Obat-obatan
Aspek Perkembangan Yang Dipantau6 1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dsb.
18
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian kecil tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menulis, dsb. 3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dsb. 4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak, berpisah dengan ibu/pengasuh, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gejala Klinik 5,6 Kemampuan anak yang tidak sesuai dengan milestone/tahap umurnya Cara pemeriksaan5 1. Anamnesis
• •
• 2.
Prenatal dan perinatal, penyakit-penyakit ibu, infeksi yang pernah diderita. Retardasi mental, kesukaran belajar, pertumbuhan, status gizi, masalah-masalah sosial. Penyakit-penyakit bawaan (jantung, CNS, ginjal), kejang-kejang, adanya kemunduran perkembangan. Kepedulian orang tua terhadap anaknya. Pemeriksaan
• •
Menetapkan umur anak
•
Penilaian pertumbuhan dan status gizi.
•
Pemeriksaan fisik : bentuk muka, badan, kelainan neurologik, kulit (cafe au lait kulit, neuro fibromatosis).
Pengukuran anthropometri (BB, PB, TB, LK)
•
Pemeriksaan genitalia (gonad, infertility dsb) Patokan tanda-tanda perkembangan terdapat dalam :
1. Buku KIA dan KMS (Kartu Menuju Sehat) : Perkembangan anak tidak sesuai (terlambat) dengan gambar perkembangan pada usianya.
2. Buku DDTK – 2006 : Pengisian formulir Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk usia 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan.
3. Denver II. Untuk usia 1 bulan - 6 tahun 4. Penunjang : Laboratorik apabila diperlukan (infeksi), TORCH, CT Scan atas indikasi apabila didapatkan microcephaly, Hydrocephalus
5. Rujukan : THT, Mata, Psikiatri/Psikologi, Rehabilitasi Medik, Bedah, Orthopedi Formulir KPSP adalah alat/instrumen yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Cara menggunakan KPSP 7 : 1. Bila anak berusia diantaranya maka KPSP yang digunakan adalah yang lebih kecil dari usia anak. Contoh : bayi umur umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6 bulan. Bila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan yang diberikan adalah KPSP 9 bulan. 2. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan.
19
3.
Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan bila umur bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak. • KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu : Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh : “dapatkah bayi makan kue sendiri?” Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk” 4. Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas atau ragu-ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan. 5. Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu. 6. Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban ya atau tidak 7. Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.
Interpretasi Hasil KPSP7 1. Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang) 2. Hitung jawabab Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah) 3. Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S) 4. Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) 5. Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P) . 6. Rincilah jawaban TIDAK pada nomor berapa saja. Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (S) 7 • Orangtua/pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik. • Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi sesuaikan dengan umur dan kesiapan anak. • Keterlibatan orangtua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi. Tidak usah mengambil momen khusus. Laksanakan stimulasi sebagai kegiatan sehari-hari yang terarah. • Ikutkan anak setiap ada kegiatan Posyandu. Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M) 7 • Konsultasikan nomer jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang diberikan lebih sering . • Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar ketertinggalan anak. • Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter/dokter anak. Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang menghambat perkembangannya. • Lakukan KPSP ulang setelah 2 minggu menggunakan daftar KPSP yang sama pada saat anak pertama dinilai. • Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KPSP yang pertama sudah bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai umur anak. Misalnya umur anak sekarang adalah 8 bulan 2 minggu, dan ia hanya bisa 7-8 YA. Lakukan stimulasi selama 2 minggu. Pada saat menilai KPSP kembali gunakan dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa, karena anak sudah berusia 9 bulan, bisa dilaksanakan KPSP 9 bulan.
20
• •
Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan lagi. Bila setelah 2 minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8 jawaban YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah sakit dengan fasilitas klinik tumbuh kembang .
Contoh untuk bayi umur 9 bulan 7 :
1. Pada posisi bayi telentang, pegang kedua tangannya lalu tarik perlahan-lahan ke posisi clucluk. Dapatkah bayi mempertahankan lehernya secara kaku seperti gambar di sebelah kiri ? Jawab TIDAK bila kepala bayi jatuh kembali seperti gambar sebelah kanan.
2. Pernahkah anda melihat bayi memindahkan mainan atau kue kering dari satu tangan ke tangan yang lain? Benda-benda panjang seperti sendok atau kerincingan bertangkai tidak ikut dinilai. 3. Tarik perhatian bayi dengan memperlihatkan selendang, sapu tangan atau serbet, kemudian jatuhkan ke lantai. Apakah bayi mencoba mencarinya? Misalnya mencari di bawah meja atau di belakang kursi? 4. Apakah bayi dapat memungut dua benda seperti mainan/kue kering, dan masingmasing tangan memegang satu benda pada saat yang sama? Jawab TIDAK bila bayi tidak pernah melakukan perbuatan ini. 5. Jika anda mengangkat bayi melalui ketiaknya ke posisi berdiri, dapatkah ia menyangga sebagian berat badan dengan kedua kakinya? Jawab YA bila ia mencoba berdiri dan sebagian berat badan tertumpu pada kedua kakinya. 6. Dapatkah bayi memungut dengan tangannya benda-benda kecil seperti kismis, kacang-kacangan, potongan biskuit, dengan gerakan miring atau menggerapai seperti gambar ?
7. Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau dinding, dapatkah bayi duduk sendiri selama 60 detik?
21
8. Apakah bayi dapat makan kue kering sendiri? 9. Pada waktu bayi bermain sendiri dan anda diam-diam datang berdiri di belakangnya, apakah ia menengok ke belakang seperti mendengar kedatangan anda? Suara keras tidak ikut dihitung. Jawab YA hanya jika anda melihat reaksinya terhadap suara yang perlahan atau bisikan. 10. Letakkan suatu mainan yang dinginkannya di luar jangkauan bayi, apakah ia mencoba mendapatkannya dengan mengulurkan lengan atau badannya?
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran air kemih, mulai dari uretra, buli-buli, ureter, piala ginjal sampai jaringan ginjal yang menunjukkan adanya kuman di saluran kemih yang menyebabkan reaksi inflamasi. 8,9 Infeksi ini dapat berupa 8 : 1.Pielonefritis akut 2.Pielonefritis kronik 3.Infeksi saluran air kemih berulang 4.Bakteriuria bermakna 5.Bakteriuria asimtomatis Etiologi8 Kuman penyebab infeksi saluran air kemih :
a. Kuman gram negatif : E.Coli (85%), Klebsiela, Entero-bakter, Proteus, dan Pseudomonas, Neisseira sp. b. Stafilokokus Aureus, Streptokokus fecalis, kuman anaerob, TBC, jamur, virus dan bentuk L bakteri protoplas. Patofisiologi8 Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara asending (anakanak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik vesikoureter (refluks vesikoureter), uropati obstruktif, kelainan kongenital buli-buli atau ginjal, dan diaper rash. Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu ( host ) dan faktor organismenya. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan
22
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan ( films of fluid ), apalagi bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali ( frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Faktor Risiko10
1. 2. 3. 4. 5.
Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih Gangguan pengosongan kandung kemih ( incomplete bladder emptying ) Konstipasi Operasi saluran kemih Kekebalan tubuh yang rendah
Gejala Klinis8,9 Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik, nyeri di daerah pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja. Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut : 0 – 1 bulan 1 bulan – 2 tahun
2 tahun – 6 tahun
6 tahun – 18 tahun
Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma, panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis). Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri perut/pinggang. Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
Diagnosis8 Dikatakan infeksi positif apabila :
1. Biakan urin dari urin tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah kuman ≥ 105/ml
2. Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai gold standar. Dugaan infeksi : 1.Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit
2.Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test
23
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih8 :
1.Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal dan kandung kemih 2.Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya refluks. 3.Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih. Diagnosa Banding 9 Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons terhadap antibiotik kurang baik. Penatalaksanaan8 Ada 3 prinsip penatalaksanaan infeksi saluran air kemih : 1.Memberantas infeksi 2.Menghilangkan faktor predisposisi 3.Memberantas penyulit Medikamentosa8 Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, untuk eradikasi infeksi akut diberikan antibiotik secara empirik selama 7-10 hari. Obat
Dosis mg/kgBB/hari
Frekuensi/ (umur bayi)
Parenteral
tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)
Ampisilin
100
Sefotaksim
150
dibagi setiap 6jam.
Gentamisin
5
tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)
Seftriakson
75
tiap 8 jam (bayi > 1 minggu) sekali sehari
Seftazidim
150
dibagi setiap 6 jam
Sefazolin
50
dibagi setiap 8 jam
Tobramisin
5
dibagi setiap 8 jam
Ticarsilin
100
dibagi setiap 6 jam
Amoksisilin
20-40 mg/Kg/hari
q8h
Ampisilin
50-100 mg/Kg/hari
q6h
Amoksisilin-asam klafulanat
50 mg/Kg/hari
q8h
Sefaleksin
50 mg/Kg/hari
q6-8h
Sefiksim
4 mg/kg
q12h
tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)
Oral
Nitrofurantoin*
6-7 mg/kg
q6h
Sulfisoksazole*
120-150
q6-8h
Trimetoprim*
6-12 mg/kg
q6h
24
Sulfametoksazole
30-60 mg/kg
Profilaksis Nitrofurantoin* Sulfisoksazole* Trimetoprim* Sulfametoksazole
1 -2 mg/kg 50 mg/Kg 2mg/Kg 30-60 mg/kg
*
q6-8h
(1x malam hari)
Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal
Bedah8
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran menghilangkan faktor predisposisi.
kemih
yang ditemukan
untuk
Suportif 8 Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi. Pemantauan8 Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK umumnya menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan. Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.
Ptiriasis Alba Ptiriasis Alba merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, yang ditandai dengan adanya gambaran hipopigmentasi bulat sampai oval berbentuk makula halus. Bercak dalam berbagai ukuran, biasanya diameternya beberapa sentimeter, berwarna putih (tetapi bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya bercak tampak jelas dan sedikit meninggi di luar area hipopigmentasi. 11 Gejala Klinis11,12 Pitiriasis Alba umumnya asimtomatis. Pasien biasanya akan mengalami tiga tahapan : lesi papul eritem, lesi papula hipokrom, dan lesi smooth hipokrom. Pitiriasis Alba sering dijumpai pada anak berumur 3 – 16 tahun. Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tak teratur, berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel, 4 – 20 buah dengan diameter antara 1,5 – 2 cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50 – 60%), paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung dan ekstensor lengan. Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.
25
Histopatologi11,12 Perubahan histopatologi dilihat dari adanya akantosis ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis setempat. Tidak adanya pigmen disebabkan karena efek penyaringan sinar oleh stratum korneum yang menebal atau oleh kemampuan sel epidermal mengangkut granula pigmen melanin berkurang. Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah serta berkurangnya ukuran melanosom. Diagnosis11 Untuk mendiagnosis penderita yang dicurigai Pitiriasis Alba dapat dilakukan anamnesis terhadap riwayat sebelum timbulnya gejala seperti riwayat keluarga, riwayat makanan, obat-obatan serta lingkungan yang mungkin menjadi penyebab timbulnya kelainan kulit, serta pemeriksaan fisis terhadap kelainan kulit yang timbul dengan mengidentifikasi efloresensi serta lokalisasi terjadinya lesi. Untuk menyingkirkan diagnosa banding yang mungkin menyerupai gejala pada Pitiriasis Alba ini, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pengujian kalium hidroksida (KOH) untuk menyingkirkan tinea versicolor dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Setelah melewati tahapan tersebut maka diagnosis Pitiriasis Alba dapat ditegakkan. Diagnosis Banding 11 Hipopigmentasi akibat jamur, pada beberapa proses inflamasi pada kulit seperti dermatitis kontak dapat meninggalkan bekas hipopigmentasi setelah penyembuhan. Ini bisa terjadi pada kelainan kulit lainnya misalnya yang disebabkan oleh jamur (seperti Tinea Versicolor), hipopigmentasi postinflamasi atau gangguan idiopatik (seperti vitiligo). Hipopigmentasi juga bisa terjadi akibat efek samping dari pengobatan seperti penggunaan asam retinoic, benzoil peroksida dan steroid topikal. Penatalaksanan11 Tidak ada perawatan khusus, skuama dapat dikurangi dengan krim emolien. Dapat dicoba dengan preparat ter, misalnya likuor karbones detergens 3 – 5% dalam krim atau salep, setelah dioleskan harus banyak terkena sinar matahari. Prognosis11 Pitiriasis Alba biasanya sembuh sendiri setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Anemia Anemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar hemoglobin seseorang lebih rendah dari kadar hemoglobin normal. Anemia berdasarkan umur (WHO) 13 : Usia 6 bulan – < 5 tahun > 5 tahun – 14 tahun Dewasa laki-laki Dewasa perempuan (tidak hamil) Dewasa perempuan (hamil)
Hemoglobin (g/dL) < 11 < 12 < 13 < 12 < 11
Klasifikasi anemia menurut morfologi 14 :
26
Klasifikasi
Anemia mikrositik-hipokrom < 80 fl < 27 pg • Defisiensi besi
MCV MCH Etiologi
• Thalassemia • Penyakit kronik
• Keracunan timbal • Sideroblastik
Anemia normositik-normokrom 80 – 95 fl > 26 pg • Anemia pasca-perdarahan
Anemia makrositik > 95 fl
• Megaloblastik : Defisiensi vitamin B12 • Penyakit ginjal atau asam folat • Defisiensi campuran • Kegagalan sumsum tulang • Non-megaloblastik : Alkohol, penyakit hati, (pasca kemoterapi, mielodisplasia, anemia infiltrasi oleh karsinoma, aplastik, dll dll)
Klasifikasi anemia menurut etiologi 13 : 1. Anemia pasca-perdarahan 2. Anemia aplastik 3. Anemia defisiensi 4. Anemia hemolitik 5. Anemia karena keganasan
Anemia Penyakit Kronik Anemia penyakit kronik adalah anemia derajat ringan-sedang yang terjadi akibat infeksi kronik, peradangan, trauma, dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung lebih dari 2 bulan, dan tanpa disertai penyakit hati, ginjal, dan endokrin. 14 Gambaran khasnya adalah 14 :
•
Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom, atau hipokrom ringan (MCV jarang < 75 fl)
• •
Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (Hb jarang < 9 gr/dL)
• •
Kadar feritin serum normal atau meningkat
Kadar besi serum dan TIBC menurun Kadar besi cadangan di sumsum tulang normal, tapi kadar di dalam eritroblas berkurang
Patogenesis anemia karena penyakit kronik dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi, dihubungkan dengan berkurangnya intake asupan makanan. Selain itu, dari proses penyakit juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya anemia, seperti contohnya pada anak yang mengalami demam berkepanjangan, mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh sel pertahanan tubuh akan mengakibatkan berkurangnya kadar besi serum tubuh. IL-1 dan TNF-α dapat menekan eritropoeisis sehingga kebutuhan besi berkurang, dan absorbsi besi di usus juga berkurang. Selain itu, IL-6 dapat menghambat pembebasan cadangan besi jaringan ke dalam darah. Pada akhirnya, akan mengakibatkan berkurangnya kadar besi serum dalam tubuh. 14
27
BAB III ANALISA KASUS Pasien anak perempuan, usia 9 bulan, BB 10 kg, rujukan dari RSAD Udayana Denpasar, datang dengan keluhan demam terus-menerus sejak hampir 4 bulan SMRS. Demam timbul tibatiba, naik turun tanpa pola yang jelas. Demam tidak disertai menggigil. Selama perawatan di RSPAD, demam pernah beberapa kali turun sampai ke suhu normal. Kejang, penurunan kesadaran, batuk pilek, sesak nafas, menangis saat buang air kecil, kemerahan pada kulit anggota gerak dan tubuh, serta perdarahan spontan disangkal. Dari pemeriksaan fisik, ditemukan suhu 38,6 oC, frekuensi nadi 84 kali/menit, dan frekuensi nafas 60 kali/menit. Pada pipi kanan dan kiri terdapat bercak keputihan. Pada pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan anemia, leukositosis, serta peningkatan RDW. Dari kultur darah, ditemukan Alkaligenesis faecalis, dan dari kultur urin terakhir tanggal 2 November 2010 ditemukan Nesseria sp dengan jumlah > 100000/mL. Dari pemeriksaan foto toraks ditemukan infiltrat dan penebalan kedua hilus. Pada pemeriksaan radionuklir tiroid, terdapat peningkatan TSH. Pada CT-Scan kepala dan USG abdomen, hasil dalam batas normal. Diagnosis Pasien ini didiagnosis sebagai Prolonged fever e.c FUO (Fever of Unknown Origin), Delayed Development, ISK dan Ptiriasis Alba.
A. Prolonged Fever e.c FUO Pada pasien ini, didiagnosis penyebab prolonged fever ialah FUO, di mana menurut kepustakaan, syarat didiagnosis FUO ialah jika:
•
Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu untuk remaja)
• •
Demam tercatat selama perawatan di rumah sakit
Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan dimulai, pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan Akan tetapi, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, yaitu pemeriksaan kultur urin, ditemukan adanya Nesseria sp dengan jumlah > 100000 CFU/mL. Hal ini menunjukkan bahwa pasien terkena infeksi saluran kemih (ISK), sehingga prolonged fever pada pasien ini disebabkan oleh ISK.
B. ISK Diagnosis ISK sesuai dengan kepustakaan : 1. Dari Anamnesis, ditemukan pasien demam lama tanpa diketahui sebabnya, serta ibu pasien berkata bahwa pasien sering buang air kecil dengan jumlah yang banyak.
2. Dari hasil pemeriksaan urinalisis, ditemukan adanya kuman Neisseria sp dengan jumlah sebanyak > 100.0000/mL, di mana infeksi positif jika biakan urin dari urin tampung porsi tengah terdapat biakan kuman positif dengan jumlah kuman ≥ 105/mL.
C. Delayed Development Pada pasien ini, pasien didiagnosis delayed development karena perkembangan pasien tidak sesuai dengan perkembangan anak seusianya, bahwa seharusnya anak usia 9 bulan sudah dapat duduk dan mulai merangkak, tapi pasien belum bisa melakukan hal tersebut.
28
D. Ptiriasis Alba Saya setuju dengan diagnosis Pitiriasis alba, karena berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan predileksi di pipi, dengan efloresensi lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat y ang tak teratur, warna sesuai warna kulit dengan skuama halus. Bercak multipel, terdiri dari 5 – 10 buah dengan diameter antara 1,5 – 2 cm. Selain itu, dari anamnesis pasien bahwa pasien menderita demam > 3 minggu, dan dari foto thorax ditemukan adanya infiltrate dan penebalan kedua hilus, sehingga mungkin juga pasien menderita TBC. Untuk menegakkan diagnosis TB, dilakukan scoring TB (pada tanggal 5 November 2010). Parameter
Kontak TB
Uji Tuberkulin
0
1
Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu, BTA tidak jelas
tidak jelas
negatif
bawah garis merah (KMS atau BB/U < 80%
Demam tanpa sebab jelas
> 2 minggu
Batuk
≥ 3 minggu
Pembesaran kel.limfe coli, aksila, inguinal
≥ 1 cm, jumlah ≥ 1, tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang
3
Skor Pasien
0 BTA (+)
Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi)
BB/keadaan gizi (berdasarkan KMS)
Foto thorax
2
0
0 Klinis gizi buruk (BB/U < 60%) 1 0 0
0 ada pembengkakan normal/ tidak jelas
kesan TB
1
Jumlah skor pada pasien ialah 2, sehingga dapat disangkal kemungkinan TB karena diagnosis pasti TB ditegakkan jika skor > 6. Seharusnya, pada pasien ini juga didiagnosis menderita anemia. Hal ini dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium darah pasien yang menunjukkan nilai Hb lebih rendah dari rentang normal. Juga ditemukan kadar MCV (Mean Corpuscular Volume) dan MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) lebih rendah dibanding nilai normal. Hal ini menunjukkan jenis anemianya ialah anemia mikrositik hipokrom, yang mungkin disebabkan oleh penyakit kronik dan berhubungan dengan anemia defisiensi. Jadi, kesimpulan diagnosis dari pasien ini ialah bahwa pasien ini menderita prolonged fever e.c ISK, delayed development, ptiriasis alba, dan anemia.
29
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :
PCT syr 4x¾ cth p.o Amikacin 2x80 mg IV
PCT syr 4x¾ cth p.o Kotrimoksazole 2x1 cth Hidrocortisone cream 1%
PCT syr 4x¾ cth p.o Cefixime 2x½ cth Micostatin drop 4x2 cc Hidrocortisone cream 1%
PCT syr 4x¾ cth p.o Amikasin 2x80 mg IM Micostatin drop 4x2 cc Hidrocortisone cream 1%
Pemberian PCT sudah tepat.
•
PCT dapat mengganggu sintesis prostaglandin di dalam susunan saraf. Bekerja di hipotalamus untuk menimbulkan antipiretik dan di SSP untuk menimbulkan analgesia. PCT juga memiliki efek antiinflamasi yang ringan.
• •
PCT digunakan untuk mengobati demam dan nyeri ringan hingga sedang.
Dosis 10 – 15 mg/kgBB/x = 10(10 kg) – 15(10 kg) = 100 mg/x – 150 mg/x Pemberian Amikacin sudah tepat, karena diberikan sesuai dengan hasil kultur RSAD Udayana, yang menunjukkan bahwa hanya pada amikacin dan Linezolid yang sensitif.
•
Amikacin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri yang peka dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 30S.
•
Indikasi pemberian amikacin ialah untuk infeksi berat akibat gram negative yang kebal terhadap gentamisin
•
Dosis 7,5 mg/kgBB/12 jam = 7,5 mg (10 kg) = 75 mg tiap 12 jam
Setelah itu, terapi diganti terapi Kotrimoksazole 2 x 1 cth, saya setuju dengan pemberian obat ini karena setelah dilakukan pemeriksaan uji kepekaan kuman, pasien resisten terhadap obat amikacin, sehingga harus diganti menjadi obat yang sensitif, yaitu kotrimoksazole, yang mengandung kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazole.
• •
Golongan sulfonamide
•
Aktivitasnya spektrum luas kecuali bakteri Pseudomonas, enterokokus, mikrobakeria, dan Clostridia
•
Digunakan untuk mengobati pneumonia akibat Pneumocystis carinii, infeksi saluran kemih, otitis media, dan enteritis
•
Dosis 8 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis yang sama, setiap 12 jam selama 10 hari
Kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazole beraksi secara sinergistik dalam menghambat metabolise asam folat pada bakteri
= 8 mg (10 kg) = 80 mg/hari 40 mg/x, 2x sehari dengan interval 12 jam Kemudian diganti dengan sefixim, saya setuju dengan pemberian cefixim karena efektif terhadap Neisseria gonorrhea (Neisseria sp)
• •
Merupakan sefalosporin generasi ketiga Bekerja menghambat sintesis mukopeptida di dalam dinding sel bakteri sehingga meyebabkan ketidakstabilan osmotik
30
•
Efektif terhadap beberapa strain rentan Streptococcus pneumonia, Streptococcus pyogenes, enterobacterius gram –, haemophilus influenza, neisseria gonorrhoeae, Moraxella catarrhalis
•
Digunakan untuk mengobati otitis media tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih, bronchitis akut, serta gonore serviks dan uretra.
•
Dosis 8 mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau 2x sehari dalam dosis terbagi = 8 mg (10 kg) = 80 mg perhari atau 40 mg/x, 2x dalam sehari Karena setelah pemberian Cefixim, pasien tidak ada perbaikan, sehingga diberikan antibiotik lain yaitu Amikacin. Tapi seharusnya sebelum itu, dilakukan uji kepekaan bakteri lagi untuk mengetahui keefektivitasan terapi sebelumnya dan untuk menentukan terapi lanjutannya. Kalori yang dibutuhkan (RDA Calorie) : Berdasarkan TB/U pasien ini sebanding dengan usia 13 bulan. BB ideal pasien ialah 9,8 kg. Kalori yang digunakan = 40 – 50 kcal/kgBB = 40 (9,8) – 50 (9,8) = 392 – 490 kcal Kebutuhan karbohidrat 50% x 400 kcal = 200 kcal Kebutuhan lemak 35% x x400 kcal = 140 kcal Kebutuhan protein 15% x 400 kcal = 60 kcal
31
DAFTAR PUSTAKA 1. Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics 17 th ed. Philadelphia:W.B Saunders; 2004.
2. Poorwo Soedarmo, SS., dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta. 2008.
3. Chan-Tack KM, Barlett J. Fever of Unknown Origin. Last updated Apr 21, 2010. Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/217675-overview.
Diakses
tanggal 1 November 2010.
4. Fever of Unknown Origin. Last Updated October 1, 2010. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Fever_of_unknown_origin. Diakses tanggal 1 November 2010. 5. Dr. Yurita, Sp.A. Handout Tumbuh Kembang Anak. Jakarta, 2007.
6. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2006.
7. Kuesioner
Pra
Skrining
Perkembangan
(KPSP).
Diunduh
http://dragus.cn/clinics/alat/kuesioner-pra-skrining-perkembangan-kpsp/.
dari Diakses
tanggal 2 November 2010.
8. Muhammad S. Noer, Ninik S. Infeksi Saluran Kemih. 2006. Diunduh dari http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110fnzh263.htm. Diakses tanggal 1 November 2010. 9. Andreas. Ilmu Kesehatan Anak Edisi Revisi. Purwokerto : Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo; 2007.
10. Anonim. Referat Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. 2010. Diunduh dari http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-infeksi-saluran-kemih-padaanak.html. Diakses tanggal 4 November 2010.
11. Fitria N, Muhammad J, Serli P. Ptiriasis Alba. Last Updated 3 April 2010. Diunduh dari http://minakomoon-minakoflow.blogspot.com/. Diakses tanggal 1 November 2010. 12. Sjarif M Wasitaatmadja. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima cetakan ketiga. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 13. Dr. Dyah Farida Amirani, Sp.A. Handout Anemia Pada Anak. Jakarta, 2010. 14. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi edisi keempat. Jakarta:EGC; 2005.
32