TUGAS MAKALAH NUTRISI RUMINANSIA GANGGUAN NUTRISIONAL “HYPOCALCAEMIA”
Oleh:
Andita Dwi Damarjati H 0511011
JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh hewan disamping karbohidrat, lemak, protein dan vitamin, dan juga dikenal sebagai zat anorganik ataukadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, sebagian besar karbon akan berubahmenjadi karbon dioksida (CO2), hydrogen manjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sedangkan sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu, senyawa organik sederhana. Sapi perah yang mengalami parturisi sangat berpengaruh terhadap kadar kalsium dalam darah. Kebutuhan kalsium sendiri meningkat 2-5x untuk produksi susu dibandingkan dengan masa kering. Saat kalsium dalam plasma turun, aktivitas paratharmone dan calcitriol akan
meningkat
namun
hal
tersebut
membutuhkan waktu. Seperti mobilisasi Ca dari tulang oleh parathormon paling tidak membutuhkan waktu satu minggu dan peningkatan absorbsi Ca pada usus oleh calcitriol membutuhkan waktu 1-2 hari. Sehingga hampir semua jenis hewan akan mengalami hypocalcemia saat parturisi. Hypocalcaemia yaitu suatu kejadian kelumpuhan yang terjadi sebelum, sewaktu atau beberapa jam sampai 72 jam setelah partus. Biasanya kejadian ini menyerang sapi pada masa akhir kebuntingan atau pada masa laktasi. Kasus ini sering dialami sapi yang sudah melahirkan yang ketiga kalinya sampai yang ketujuh. Tetapi di beberapa daerah ternyata penyakit ini ditemui juga pada sapi-sapi dara yang produksi tinggi dan terjadi ditengah-tengah masa laktasi.
Penyakit ditandai dengan
penurunan kalsium di dalam darah, yang normalnya 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 5 mg/dl. Kejadian paling banyak (90%) adalah ditemukan dalam 48 jam setelah melahirkan. Gejala penyakit ini biasanya muncul bila kadar kalsium dalam darah menurun sampai7 mg/dl atau lebih rendah. Demikian pula kadar fosfor turun dari
6 mg/dl secara normalmenjadi 1 mg/dl dalam darah. Penurunan kadar kalsium dan fosfor ini, adalah sebagai akibatdari pemakaian mineral terutama kalsium dan fosfor secara besar-besaran untuk sintesa susudalam ambing dalam bentuk kolostrum ketika menjelang kelahiran. Dalam hal ini kadar magnesium dalam serum darah mempengaruhi gejala yang timbul pada sapi perah. Bila kadar magnesium dalam darah keadaanya tinggi, gejalanya yang menonjol adalah kelemahan tubuh dan mengantuk. B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyakit hypocalcaemia ? 2. Bagaimana gejala hypocalcaemia? 3. Apakah dampak dari hypocalcaemia? 4. Dimanakah organ yang diserang oleh hypocalcaemia? 5. Bagaimana cara mengatasinya ? C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian apa itu hypocalcaemia. 2. Mengetahui gejala dan dampak dari penyakit hypocalcaemia. 3. Mengetahui cara pencegahan penyakit hypocalcaemia. 4. Mengetahui cara pengobatan penyakit hypocalcaemia.
II. ISI
A. Pengertian Hypocalcaemia
Hypocalcemia merupakan salah satu penyakit metabolis yaitu turunnya kadar Ca dalam darah. Sering disebut juga sebagai milk fever, parturient paralysis,
calving
paralysis
ataupun
parturient
apoplexy
(Hungerford, T.G., 1967). Hypocalcaemia yaitu suatu kejadian kelumpuhan yang terjadi sebelum, sewaktu atau beberapa jam sampai 72 jam setelah partus (Achjadi, 2003). Biasanya kejadian
ini menyerang
sapi pada masa
akhir
kebuntingan atau pada masa laktasi. Kasus ini sering dialami sapi yangsudah melahirkan yang ketiga kalinya sampai yang ketujuh (Girindra 1988). Tetapi di beberapa daerah ternyata penyakit ini ditemui juga pada sapi-sapi dara yang produksi tinggi dan terjadi ditengah-tengah masa laktasi. Biasanya kasus ini terjadi pada sapi perah setelah beranak empat kali atau lebih tua, jarang terjadi pada
induk
yang
lebih
muda
atau
sebelum beranak yang ketiga
(Hardjopranjoto, 1995). Beberapa kejadian disertai syndrom paresis yang terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah melahirkan. Pada kasus yang ditemukan dilapangan terjadi pada sapi perah yang melahirkan ketiga, tetapi berdasarkan anamnese (cerita) dari pemiliknya pada partus yang kedua juga pernah mengalami kasus ini. Ditinjau dari bangsa sapi, bangsa Jersey paling sering menderita penyakitini disusul kemudian sapi Holstain Frisian dan bangsa sapi yang lain (Subronto, 2001). B. Penyebab Hypocalcaemia
Di Negara yang maju peternakan sapi perahnya kejadian penyakit mencapai 3-10% dan kadang-kadang di dalam satu peternakan dapat berupa sebagai suatu wabah dengan angka kejadian mencapai 90% dari populasi sapi perah dikelompoknya. Kasus ini dapat bersifat habitualis artinya penyakit paresis
puerpuralis ini pada induk sapi dapat terulang pada partus berikutnya. (Hardjopranjoto, 1995; Girindra, 1988). Gejala penyakit ini biasanya muncul bila kadar kalsium dalam darah menurun sampai7 mg/dl atau lebih rendah. Demikian pula kadar fosfor turun dari 6 mg/dl secara normalmenjadi 1 mg/dl dalam darah. Penurunan kadar kalsium dan fosfor ini, adalah sebagai akibatdari pemakaian mineral terutama kalsium dan fosfor secara besar-besaran untuk sintesa susudalam ambing dalam bentuk kolostrum ketika menjelang kelahiran. Dalam hal ini kadar magnesium dalam serum darah mempengaruhi gejala yang timbul pada sapi perah. Bila kadar magnesium dalam darah keadaanya tinggi, gejalanya yang menonjol adalah kelemahan tubuh dan mengantuk (somnolence). Bila kadar magnesium dalam darah rendah, maka gejalanya adalah kejang-kejang (tetanus). Stress yang terjadi pada waktu melahirkan juga dapat mempengaruhi kadar steroid dalam darah, sehingga kadar estrogen meningkat tinggi.Keadaan ini dapat menggangu keseimbangan kalsium dalam tubuh sehingga kadar kalsiumdalam darah merosot dari keadaan normal, yakni 9-12 mg/dl menjadi 4-5 mg/dl dalam darah (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Subronto (2003), mengapa pada sapi perah yang baru melahirkan terkena hipokalsemia, sehingga terjadi kasus milk fever adalah : 1. Hormon paratiroid yang kadarnya mengalami penurunan dalam darah (defisiensi). Meskipun beberapa waktu milk fever diduga disebabkan oleh kurangnya hormone paratiroid, akan tetapi dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa kadar hormon tersebut dapat meningkat dengan cepat apabila hormon di dalam darahmengalami penurunan 2. Penurunan kadar kalsium yang normalnya 9-12 mg turun menjadi 4-5 mg. kadar fosfor yang normalnya adalah 5-6 mg/dl mengalami penurunan hingga hanyasekitar 1 mg/dl/ hal ini dihubungkan oleh mobilisasi mineral Cad an P ke dalam kolostruim secara tiba-tiba saat sapi menjelang m elahirkan.
3. Dugaan lain menyangkut hormon tirokalsitonin. Tirokalsitonin mampu mengatur mukosa sel usus dalam menyerap Ca dalam tubuh dan mengatur kadar Ca dalamdarah. Sapi-sapi yang menerima pakan yang mengandung Ca dalam jumlah besar selama mengandung, banyak yang menderita milk fever saat melahirkan. Hal ini diduga karena hormon tirokalsitonin yang dihasilkan oleh oleh sel C dari kelenjar tiroid terbiasa mengatur mineral kalsium dalam jumlah kecil. Pada saat kelahiran untuk mencukupi kebutuhan Ca dari tulang dan darah kekolostrum, secara teoritis dibutuhkan kalsium yang banyak. Dan dalam penelitian terhadap sapi yang baru melahirkan diketahui bahwa kadar hormone tidak mengalami perubahan yang mencolok. Milk fever
bisa
terjadi akibat gangguan produksi vitamin d dengan pengambilan pakan yang berlebihan dalam mineral kalsium dan pospor
dengan pengambilan pakan
yang berlebihan dalam mineral kalsium dan fosfor akan mampu untuk menyebabkan penurunan 1,25 vitamin D. 4. Hormon estrogen dan steroid kelenjar adrenal dapat menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan mobilisasi mineral tersebut dari tulang. Faktor predisposisi yang berperan dalm kejadian Milk Fever antara lain: 1. Produksi
air
meningkatkan
susu.
Biasanya
peningkatan
produksi
air
susu
akan
metabolisme Cadan meningkatkan Ca ke colostrum. Bila
pemasukan tidak seimbang maka kemungkinan besar akan terjadi Milk Fever. 2. Umur sapi. Produksi susu secara normal, grafiknya akan meningkat mulai laktasi keempat sampai umur-umur berikutnya dan diikuti dengan kebutuhan kalsium yang meningkat pula. Sedangkan kemampuan mukosa usus untuk menyerap kalsium makin tua umurnya makin menurun. 3. Kemauan makan sapi. Pada kira-kira 8-16 jam sebelum partus induk sapi akan menurun nafsu makannya swampai pada tidak mau makan sama sekali. Hal ini mengakibatkan persediaan kalsium dalam pakan yang siap dicerna menjadi menurun, akibatnya kekurangan kalsium diambil dari darah sehingga
kalsium dalam darah menjadi turun dan diikuti oleh hypocalcaemia. Penurunan nafsu makan mungkin juga disebabkan meningkatnya kadar estrogen dalam darah pada fase terakhir dari kebuntingan menjelang terjadinya kelahiran. Keadaan ini dapat mengganggu keseimbangan kalsium dalam tubuh sehingga kadar kalsium dalam darah merosot dari keadaan normal yaitu 9-12 mgram persen menjadi 4-5 mgram persen. 4. Ransum pakan. Ransum yang baik adalah bila imbangan antara Ca dan P mempunyai perbandingan 2 dan 1.
Ransum pakan semacam ini adalah
ransum yang dianjurkan sapi untuk sapi perah menjelang partus.
Sapi
bunting tua yang diberi ransum kaya akan Ca dan rendah P cenderung mengalami paresis puerpuralis sesudah melahirkan. C. Etiologi
Pada dasarnya penyebab hipocalcemia adalah kehilangan Ca. Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin, karena itu jika terlalu sedikit albumin dalam darah akan menyebabkan rendahnya konsentrasi kalsium dalam
darah
Hipokalsemia
paling
sering
terjadi
pada
penyakit
yang
menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang. Selain itu penyebab dasar lainnya adalah insufisien parathyroid. Kadar hormon paratiroid rendah, biasanya terjadi setelah kerusakan kelenjar paratiroid atau karena kelenjar paratiroid secara tidak
sengaja
terangkat
pada
pembedahan
untuk
mengangkat
tiroid
a
(Anonim , 2013 ). Absorbsi Ca oleh usus yang rendah juga menjadi penyebab dasar terjadinya penyakit ini. Hipokalsemia juga bisa terjadi akibat hipofosfatemia (kadar fosfat yang rendah dalam darah). Hipokalsemia juga dapat disebabkan karena defisiensi vitamin D. Kekurangan vitamin D biasanya disebabkan oleh asupan yg kurang, kurang terpapar sinar matahari (pengaktivan vitamin D terjadi jika kulit terpapar sinar matahari), penyakit hati, penyakit saluran pencernaan yg menghalangi
penyerapan vitamin D, pemakaian barbiturat dan fenitoin, yang mengurangi b
efektivitas vitamin (Anonim , 2013). Spesifikasi lebih lanjut mengenai penyebab hipocalcemia : 1.
Gangguan pencernaan
2.
Ketidakhadiran hormone paratiroid (PTH)
3.
Hipoparatiroidisme keturunan
4.
Hipoparatiroidisme perolehan
5.
Hipomagnesemia
6.
Paratiroidektomi "Hungry Bone Syndrome"
7.
Tiroidektomi, glandula paratiroid letaknya sangat dekat den gan tiroid dan sangat mudah terluka atau terpotong saat tiroidektomi
8.
PTH infektif
9.
Gagal ginjal kronis
10. Ketidak hadiran vitamin D aktif 11. Pseudohipoparatiroidisme 12. Defisiensi PTH 13. Hiperfosfatemia 14. Osteitis fibrosa 15. Pembongkaran asam hidrofluorid 16. Komplikasi pankreatitis D. Gejala Hypocalcemia
Pada awal penyakit hewan mula-mula terlihat gelisah, ketakutan dan nafsu makan menghilang.
Kemudian terlihat gangguan pengeluaran air kemih dan
tinja. Kadang-kadang terlihat tremor dan hipersensitivitas urat daging di kaki belakang dan kepala (Girindra 1988).
Gejala pertama yang terlihat pada
penderita dalah induk sapi mengalami sempoyongan waktu berjalan atau berdiri dan tidak adanya koordinasi gerakan dan jatuh. berusaha untuk berdiri.
Biasanya hewan itu selalu
Bila pada stadium ini induk sapi dapat diadakan
pengobatan gejala paresis tidak akan muncul. Bila pengobatan belum dilakukan
gejala berikutnya adalah induk sapi penderita berbaring dengan pada sebelah sisinya atau pada tulang dada ( sternal recumbency) dan diikuti dengan mengistirahatkan kepalanya dijulurkan ke arah atas kedua kaki depan atau kepala diletakkan disebelah sisi dari tubuh diatas bahu/scapula (kurva S) namun ada juga yang tidak disertai kurva S. Matanya mejadi membelalak dan pupilnya berdilatasi, kelihatan anoreksi, moncongnya kering dan suram, hewan tidak peka terhadap sakit dan suara, suhu rektal umumnya sub normal walaupun terkadang masih dalam batas normal, rumen dan usus mengalami atoni, anggota badan dingin, denyut jantung meningkat, defekasi terhambat dan anus relaksasi. Bila pengobatan ditunda beberapa jam kemudian induk berubah menjadi tidak sadarkan diri dan kalau tidak ada pertolongan hewan bertambah depresi urat daging melemah dan berbaring dengan posisi lateral (tahap komstose). Hewan tidak dapat bangun lagi dan akibat gangguan berbaring terus terjadi timpani. Pulsa meningkat (sampai lebih dari 120 x), pupil mata berdilatasi, kepekaan terhadap
cahaya menghilang dan akhirnya beberapa jam terjadi kematian
(Hardjopranjoto, 1995). Gambaran klinis hypocalcemia yang dapat diamati tergantung pada tingkat dan kecepatan penurunan kadar kalsium di dalam darah. Dikenal 3 stadia gambaran klinis yaitu stadium prodromal, berbaring (rekumbent) dan stadium koma. 1. Stadium prodomal (stadium 1) Serum calcium 6.5 - 8.0 mg/dl. Pada stadium ini penderita menjadi gelisah
dengan ekspresi muka yang tampak beringas.
Nafsu
makan
dan
pengeluaran kemih serta tinja terhenti. Meskipun ada usaha untuk berak akan tetapi usaha tersebut tidak berhasil. Sapi mudah mengalami rangsangan dari luar dan bersifat hipersensitif. Otot-otot kepala maupun kaki tampak gemetar (tremor). Bila milk fever juga dibarengi dengan penurunan kadar magnesium yang cukup berat akan terlihatstadium tetanik yang panjang. Waktu berdiri hewan tampak kaku, tonus otot-otot alat gerak meningkat, dan bila bergerak
tampak inkoordinasi. Penderita melangkah dengan berat,hingga terlihat hatihati dan bila dipaksa akan jatuh. Bila telah jatuh usaha untuk bangundilakukan dengan susah payah, dan mungkin tidak akan berhasil. 2. Stadium berbaring / recumbent (stadium 2) serum calcium 4.0 - 6.0 mg/dl. Pada stadium ini sapi penderita milk fever
dilaporkan sudah tidak mampu untuk berdiri,
sternumnya,
dengan
kepala
yang
mengarah
berbaring
pada
kebelakang, sehingga
dari belakang seperti membentuk huruf “S”. Karena dehidrasi, kulit tampak kering, nampak lesu, pupil mata normal atau membesar, dan tanggapan terhadap rangsangan sinar jadi lambat atauhilang sama sekali. Tanggapan terhadap rangsangan rasa sakit juga berkurang, otot-otot jadikendor, spingter ani mengalami relaksasi, sedangkan reflek anal menghilang, dengan rectumyang berisi tinja kering atau setengah kering.Pada awal stadium ini penderita
masih
mau
makan
dan
masih
mengalami
prosesruminasi, meskipun intensitasnya berkurang, tetapi masih dapat terlihat. Pada tingkatselanjutnya proses ruminasi hilang dan nafsu makan hilang, dan penderita semakin bertambah lesu. Gangguan sirkulasi yang mengikuti akan terlihat sebagai pulsus yang frekuendan lemah, rabaan pada alat gerak terasa dingin dan suhu rektal bersifat subnormal. 3. Stadium koma (stadium 3) Serum calcium, penderita tampak sangat lemah, tidak mampu bangun, dan berbaring pada salah satusisinya (lateral recumbency). Kelemahan otototot rumen akan segera diikuti dengnankembung rumen. Gangguan sirkulasi sangat mencolok, pulsus menjadi lemah (120x/menit), dan suhu tubuh turun dibawah normal. Pupil melebar dan reflek terhadap sinar menghilang. Stadium koma kebanyakan diakhiri dengan kematian, meskipun pengobatan konvensional telah dilakukan (Subronto, 2003).
E. Diagnosa Hypocalcaemia
Diagnosa banding perlu diadakan karena banyak penyakit atau keadaan yang dapat menyerupai paresis puerpuralis, sehingga dapat mengaburkan diagnosa yang bisa terjadi sebelum atau sesudah partus.
Jika kejadian
kelumpuhan terjadi sebelum partus kemungkinan penyakit pembandingnya diantaranya metritis septika, akut mastitis, milk fever dan hidrops, sedangkan jika kelumpuhan setelah melahirkan kemungkinan penyakit pembandingnya yaitu calving paralysis, calving injuri, ruptura ligamen sendi belakang, septic metritis&vaginitis, ruptura uteri, paralysis obturatorius, ruptura tendon dan otot, kekejangan otot, toxemia, arthritis akut, dan fraktura pelvis. Prognosa terhadap kasus hypocalcaemia yaitu fausta-infausta. Fausta jika kejadian hypocalcaemia cepat ditangani (95% sembuh) dan infausta jika penanganan yang lambat dan pengobatan pertama yang tidak menunjukkan perubahan ke arah kondisi yang membaik. Kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan sangat membantu kesembuhan. kesembuhan spontan hampit tidak dimungkinkan. Diagnosa
hypocalcaemia
dapat
dilakukan
pemeriksaan kalsium dalam darah. Dar ah
dengan
dapat
cara
di am bil
melakukan
le wa t ven a
jugularis. Kalsium dalam serum dapat diukur dengan: a. Metoda Clark dan Collib yang menggunakan KMnO4 untuk titrasi. b. Metoda Kolorimetri sederhana. berdasarkan intensitas warna yang kemudian dibandingkan dengan warna standard. c. Uji untuk menentukan kadar ka lsiu m m en gio n den gan sua tu ele ktr oda yang bersifat khas untuk ion kalsium. d. Atomicabsorption spectroscopy. Pemeriksaan kadar kalsium dalam darah di lapangan dimana peralatan yang dibutuhkan yaitu tabung rekasi 12 ml dengan kalibrasi 2, 3, 5, 7, dan 10 ml. larutan Edta 1,9%, alat suntik tuberculin dan waterbath. Cara pemeriksaannya yaitu ke dalam semua tabung reaksi dimasukkan EDTA sebanyak 0.1 ml. Darah sebanyak 35 ml diambil dari vena
jugularis
dengan
cepat
dan
tabung sampai pada batas kalibrasi.
dimasukkan Setelah
ditutup
ke
dalam
dikocok
5
kuat-kuat
0
dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 1150 F (46.1 C) dan diamati selama 15-20 menit. Setelah waktu tersebut rak diangkat dan jumlah tabungyang darahnya menggumpal dihitung. Pada kasus di lapangan tidak dilakukan pengecekandarah untuk melihat kadar Ca, Mg dan P (Fraser, 1991). F.
Pemeriksaan Hypocalcaemia
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan terhadap sapi ini adalah melakukan pemeriksaan darah. Darah dapat diambil lewat vena jugularis. Darah yang diambil diperiksa terhadap kadar kalsium darah. Kalsium dalam serum dapat diukur dengan metoda sangat sederhana sampai metoda yang mutakhir. Yang termasuk sederhana ialah dengan metoda Clark dan Collib yang menggunakan KMnO4 untuk titrasi. Lainnya ialah dengan metoda “kolorimetri sederhana”, berdasarkan intensitas warna yang kemudian dibandingkan dengan warna standar. Sekarang sering dilakukan uji untuk menentukan kadar kalsium mengion. Dalam hal ini dipakai suatu elektroda yang bersifat khas untuk ion kalsium. Lain dari itu kadar kalsium dalam darah dapat pula ditentukan dengan “Atomic
absorption
spectroscopy”
(Girindra
1988).
Subronto
(2001)
mengatakan bahwa pemeriksaan kadar kalsium dalam darah dilapangan adalh menurut cara Herdt (1981) dimana peralatan yang dibutuhkan yaitu tabung rekasi 12 ml dengan kalibrasi 2,3,5,7 dan 10 ml, karutan EDTA 1,9%, alat suntik tuberkulin dan water bath. Cara pemeriksaannya yaitu ke dalam semua tabung reaksi dimasukkan EDTA sebanyak 0.1 ml. Darah sebanyak 35 ml diambil dari vena jugularis dengan cepat dan dimasukkan ke dalam 5 tabung sampai pada batas kalibrasi. Setelah ditutup dikocok kuat-kuat dimasukkan ke dalam water 0
0
bath dengan suhu 115 F (46.1 C) dan diamati selama 15 dan 20 menit. Setelah waktu tersebut rak diangkat dan jumlah tabung yang darahnya menggumpal
dihitung.
Pada kasus di lapangan tidak dilakukan pengecekan darah untuk
melihat kadar Ca, Mg dan P. G. Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan dengan prophylactic pada sapi yang rentan menderita hypocalcaemia
setelah
melahirkan
dapat
membantu
mengurangi
kejadian parturient paresis. Kalsium dapat diberikan pada sapi melalui dua cara, yaitu secara subkutan pada hari melahirkan ataukalsium gel secara oral pada saat melahirkan dan 12 jam setelahnya.
Pengobatan sapi
yang
menampakkan gejala adalah penyuntikan 750 sampai dengan 1500 ml Gluconas kalsium 20 % secara intravena pada vena jugularis. Suntikan dapat diulangi kembali setelah 8 sampai 12 jam kemudian. Sediaan kalsium yang dipakai antara lain: 1. Larutan kalsium khlorida 10% disuntikkan secara intra vena, pemberian yang terlalu banyak atau terlalu cepat dapat mengakibatkan heart block. 2. Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 1:1 terhadap bert badan disuntikkan secara intra vena jugularis atau vena mammaria selama 10-15 menit. 3. Campuran berbagai sediaan kalsium seperti Calphon Forte, Calfosal atau Calcitad-50.(Fraser, 1991). Apabila belum menampakkan hasil hewan dapat diberikan preparat yang mengandung magnesium. Hanya sedikit air susu yang boleh diperah selam 2 sampai 3 hari. Pengosongan ambing sebaiknya dihindarkan selama waktu tersebut. Pencegahan terhadap kejadian hypocalcemia sangat dipengaruhi oleh jumlah kalsium yang dapat diserap dan bukan pada unsur fosfor atau imbangan Ca:P. Pemberian kalsium hendaknya sekedar untuk memelihara fungsi faali (2.5 g/100 lb).
Yang ideal jumlah Ca dalam pakan sehari adalah 20 gram saja.
Banyak sapi yang mengalami milk fever oleh pemberian kalsium yang tinggi, tidak terganggu oleh pembatasan pemberian unsur tersebut.
Di daerah yang
cukup kandungan kalsiumnya dalam pakan sehari-hari pemberian mineral blok
yang mengandung kalsium-fosfat tidak dianjurkan untuk sapi yang bunting sarat. Setelah melahirkan pemberian garam kalsium harus ditingkatkan. Pemberian vitamin D2 20-30 juta IU/hari 3-8 hari pre partus mampu menurunkan kejadian milk fever. Vitamin D3 sebanyak 10 juta IU yang disuntikkan intravena sekali saja 28 hari sebelum malahirkan dapt pula menurunkan kejadian milk fever tanpa diikuti deposisi kalsium dialat-alat tubuh. H. Mekanisme Terjadinya Hypocalcaemia
Fetus menyerap Ca dari plasenta 0,2 g/jam, dan ketika lahir menjadi 2g Ca/jam. Hypocalsemia merupakan penyebab penurunan kadar Ca dari 9,5mg/dl menjadi 7,0 mg/dl. Tingkat kritis Ca plasma adalah 6,5 mg/dl. Saluran pencernaan
mengalami
hypocalcaemia
yang
parah,
menurun
sekitar 4,5mg/dl dimana gejala kritis mulai terlihat (Hardjopranjoto, 1995). Oleh karena itu, apabila kadar kalsium dalam darah turun dengan drastis maka pengaturan urat syaraf akan berhenti, sehingga fungsi otak pun terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan pada ternak. Pada akhir masa kebuntingan, kebutuhan sapi akan Kalsium cukup tinggi, sebab jumlah Kalsium yang dibutuhkan cukup besar. Oleh karenanya apabila kalsium dalam ransum tidak mencukupi, maka kalsium yang berada dalam tubuh akan dimobilisasikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada awal laktasi, kebutuhan kalsium juga meningkat, sebab setiap kg air susu mengandungKalsium 1,2 sampai dengan 1,4 gram. Sedangkan kalsium dalam darah adalah 9-12mg/100ml, sehingga sekresi susu yang mendekati 2 kg akan memerlukan semua Ca yang terdapat dalam darah, padahal jumlah kalsium dalam darah tidak dapat kurang. Jika keadaan kalsium dalam darah tidak dapat dipertahankan maka sapi akan mengalami Paresis Puerpuralis atau Milk Fever. Adapun faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan gangguan ini meliputi umur, produksi serta persistensi produksi susu. Pemberian kalsium dengan kadar tinggi dan perbandingan kalsium dan posfor yang tinggi di dalam ransum kepada sapi perah pada periode kering dapat merangsang pelepasan calcitonin dari sel-
sel parafolikuler pada kelenjar thyroid, sehingga menghambat penyerapan c
(resorbsi) Kalsium ke dalam tulang oleh parathormon (Anonim , 2013).
III. PENUTUP A. Kesimpulan
Hypocalcaemia yaitu suatu kejadian kelumpuhan yang terjadi sebelum, sewaktu atau beberapa jam sampai 72 jam setelah partus. Tingkat kritis Ca plasma adalah 6,5 mg/dl. Saluran pencernaan mengalami hypocalcaemia yang parah,
menurun
sekitar 4,5mg/dl dimana gejala kritis mulai terlihat
(Hardjopranjoto, 1995). Oleh karena itu, apabila kadar kalsium dalam darah turun dengan drastis maka pengaturan urat syaraf akan berhenti, sehingga fungsi otak pun terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan pada ternak. Pada akhir masa kebuntingan, kebutuhan sapi akan Kalsium cukup tinggi, sebab jumlah Kalsium yang dibutuhkan cukup besar. Oleh karenanya apabila kalsium dalam ransum tidak mencukupi, maka kalsium yang berada dalam tubuh akan dimobilisasikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada awal laktasi, kebutuhan kalsium juga meningkat, sebab setiap kg air susu mengandungKalsium 1,2 sampai dengan 1,4 gram. Sedangkan kalsium dalam darah adalah 9-12mg/100ml, sehingga sekresi susu yang mendekati 2 kg akan memerlukan semua Ca yang terdapat dalam darah, padahal jumlah kalsium dalam darah tidak dapat kurang. Jika keadaan kalsium dalam darah tidak dapat dipertahankan maka sapi akan mengalami Paresis Puerpuralis atau Milk Fever. Adapun faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan gangguan ini meliputi umur, produksi serta persistensi produksi susu. B. Saran
Memberikan kalsium yang cukup pada ransum pakan ternak yang rentan terhadap defisiensi kalsium.
DAFTAR PUSTAKA
Achjadi, K. 2003. Penyakit Gangguan Metabolisme. Handout Kuliah. Bagian Reproduksi dan Kebidanan. FKH-IPB. a
Anonim . 2013. Gangguan Nutrisional Hypocalcaemia. http:// www. scribd.Com /doc/ 01856572/Hypocalcemia-Pada-Sapi1. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 pukul 08.00 WIB. b
Anonim . 2013. Gangguan Nutrisional Hypocalcaemia. http:// www. Merpati09 peternakanunhas.blogspot.com/2011/04/hypocalcemia-hypocalcemia-padasapi.html. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 pukul 08.00 WIB. Anonimc. 2013. Gangguan Nutrisional Hypocalcaemia. http:// khimpot03. Word press.com/2012/12/30/penyakit-metabolik-milk-faver/. Diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 pukul 08.00 WIB. Fraser, C. M. 1991. The Merck Veterinary Manual : Hand Book of Diagnosis, th Therapy and Disease Prevention and Control for The Veterinarian. 7 ed. Merck & Co., Inc. USA. Girindra, A. 1988. Biokimia Patologi Hewan. PAU-IPB. Bogor. Harjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak . Airlangga University Press. Surabaya. Hungerford, T. G,. 1967. Disease of Livestock . Angus and Robertson. Sydney, London, Melbourne, Singapore. Subronto. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Subronto dan Tjahjati, Ida. 2003. Ilmu Penyakit Ternak II . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.