BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Demam lama ( prolonged prolonged fever ) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya. Demam berkepanjangan adalah suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38°C yang menetap selama lebih dari 8 hari dengan penyebab yang sudah sud ah atau belum diketahui. Angka kejadian dan mortalitas tidak sebesar penyakit lainnya, tetapi masih terdapat masalah dalam menegakkan diagnosis dan mencari penyebab. Berbagai penelitian yang dilakukan di dunia tentang penyebab demam berkepanjangan hampir selalu menemukan tiga penyebab terbanyak dari penyebab demam berkepanjangan yaitu infeksi, keganasan dan penyakit jaringan ikat meskipun penyebab spesifiknya dapat berbeda. Kasus infeksi merupakan penyebab terbanyak dari demam berkepanjangan pada anak. Kesulitan
dalam
mencari
penyebab
timbulnya
demam
berkepanjangan
disebabkan oleh banyak faktor terutama karena penyebab yang beraneka ragam. Sampai saat ini, lebih dari 200 penyebab demam berkepanjangan yang telah dilaporkan. Hal ini menyulitkan para klinisi dalam mendiagnosis penyebab demam berkepanjangan dalam waktu yang relatif singkat. Penyebab demam berkepanjangan sering kali berbeda, tergantung wilayah geografi tempat pasien tinggal saat mengevaluasi penyakit yang diderita. Faktor lainnya adalah kecenderungan anamnesis tidak lengkap dan tidak sistematis serta pemeriksaan fisis yang kurang akurat sehingga hal-hal penting yang seharusnya dapat mendukung diagnosis tidak ditemukan. Di dapatkan 100 pasien (2%) dari seluruh pasien anak yang di rawat. Penyakit infeksi merupakan penyebab terbanyak yakni 80 anak (80%) dari seluruh kasus diikuti dengan penyakit kolagen-vaskular 6 anak (6%), penyakit keganasan 5 anak (5%), serta tidak terdiagnosis 9 anak (9%). Penyebab terbanyak demam berkepanjangan dari kelompok penyakit infeksi adalah infeksi saluran kemih, 23 anak dari seluruh penyakit infeksi. Penyebab terbanyak demam berkepanjangan dari kelompok penyakit keganasan adalah leukemia 4 anak (80%) dari seluruh penyakit keganasan (Barry Army Bakry dkk, 2007). 1
1.2 Tujuan Penulisan
Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan kasus prolonged kasus prolonged fever yang terjadi pada anak dan memenuhi sebagian syarat Program Pendidikan Profesi Kepanitraan Bagian Ilmu Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Arjawinangun.
2
BAB II
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.F
Nama Ayah
:Z
Umur
: 3 tahun
Umur
: 31 th
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Panguragan Kulon
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
:H
Masuk RS
: 22/5/16
Umur
: 29 Tahun
Tgl. Diperiksa
: 24 Mei 2016
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis ibu pasien)
1. Keluhan Utama
:
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun diantar oleh ibunya dengan keluhan demam 10 hari sebelum masuk rumah sakit, saat diperiksa suhu tubuh pasien adalah 37,8°C, ada mual, muntah, batuk, intake oral pasien menurun, pasien mengalami BAB cair 2 kali sehari tanpa ampas darah da rah dan lendir, BAK pasien normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami sesak napas dan dirawat diruang picu usia 1 tahun. Kemudian pasien menjalani pengobatan paru selama 6 bulan dan dinyatakan
3
sembuh. Pada usia 1 tahun 6 bulan pasien pernah dirawat kembali karena mencret selama 3 hari.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga pasien ada yang terkena flek, namun tidak satu rumah.
5. Riwayat makanan :
Menurut keterangan ibu pasien, pasien diberikan ASI hingga usia satu tahun. Kemudian diberikan makanan pendamping ASI sejak usia 5 bulan.
6. Riwayat imunisasi :
Menurut keterangan ibu pasien, pasien sudah di imunisasi lengkap, tetapi ibu pasien tidak ingat apa saja jenis imunisasi yang sudah diberikan. Terakhir imunisasi usia 2 tahun.
7. Riwayat tumbuh kembang :
Mulai berjalan usia 18 bulan Mulai bicara usia 19 bulan dan hanya menyebutkan “mama” “ayah”, ibu pasien mengatakan hingga saat ini pasien belum bicara dengan lancar. III. PEMERIKSAAN FISIK: Mei 2016 A. Pemeriksaan Umum 1. Kesan Umum
: tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: composmentis
3. Tanda Utama
Frekuensi nadi
: 70 x/m
Frekuensi napas
: 28 x/m
Suhu
: 37,8oC
4. Status Gizi: Klinis : Tampak kurus, tidak ada edema
4
Antropometri :
Berat Badan (BB)
: 10 kg
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 84 cm Lingkar kepala
: 46 cm
Lingkar lengan atas
:-
BB/U
: -3 SD (kurang)
TB/U
: -3 SD (kurang)
BB/TB
: -1 SD (normal)
BMI
: 14,28 (kurus)
Lingkar kepala
: Normocephal
B. Pemeriksaan Khusus
1. Kulit
:Tidak ada hematom dan tidak ikterik.
2. Kepala
:Tidak ada deformitas, rambut hitam kecoklatan, tidak
mudah dicabut. 3. Mata
:Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif. 4. Leher
:Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, trakea
berada ditengah, tiroid tidak membesar. 5. Telinga
:Normal, tidak terdapat serumen yang keluar.
6. Hidung
:Simetris, tidak ada sekret, tidak ada penapasan cuping
hidung. 7. Tenggorok
:Faring tidak hiperemis, tonsil t1- t1.
8. Mulut
:Terdapat karies dentis, gusi tidak hipertrofi, tidak ada
perdarahan, lidah tidak makroglosia. 9. Dada
:
a. Jantung Inspeksi
: iktus kordis di sela iga ke 5 medial linea midclavicularis sinistra
Palpasi
: tidak teraba thrill 5
Perkusi
: (Tidak dilakukan)
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak terdengar murmur dan gallop.
b. Paru Depan:
Kanan
Kiri
nspeksi
Gerakan simetris
Gerakan simetris
alpasi
Fremitus normal
Fremitus normal
erkusi
Sonor
Sonor
uskultasi
Tidak terdengar ronki
Tidak terdengar ronki dan
dan wheezing
wheezing
Belakang:
Kanan
Kiri
Inspeksi
Pergerakan simetris
Pergerakan simetris
Palpasi
Fremitus normal
Fremitus normal
Perkusi
Sonor
Sonor
Auskultasi
Tidak terdengar ronki
Tidak terdengar ronki dan
dan wheezing
wheezing
10. Abdomen
: Lemas, turgor kulit kembali cepat, bising usus terdengar,
hepar tidak teraba, lien tidak teraba 11. Akral teraba hangat, Capilary Refill Time kurang dari 2 detik
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap (22 Mei 2016) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
10.4
gr/dL
11.5-16.5
Hematokrit
31.4
%
35.0-49.0
Lekosit
7.9
10^3/uL
4000-11000
Trombosit
175
10^3/uL
150000-450000
Eritrosit
4.48
mm3
4.1-5.8
MCV
70.1
fl
79-99
MCH
23.2
pg
27-31
MCHC
33.1
g/dL
33-37
RDW
15.9
fL
33-47
MPV
7.4
fL
7.9-11.1
PDW
13.1
fL
9.0-13.0
Eosinofil
0
%
0-3
Basofil
0
%
0-1
Segmen
55.7
%
25-70
Limfosit
37.5
%
20-40
Monosit
6.8
%
0-9
0
%
35-47
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
8.5
gr/dL
11.5-16.5
Darah Lengkap :
Index Eritrosit :
Hitung
Jenis
(DIFF) :
Stab
Darah lengkap (24 Mei 2016) Jenis Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hemoglobin
7
Hematokrit
26.4
%
35.0-49.0
Lekosit
7.3
10^3/uL
4000-11000
Trombosit
172
10^3/uL
150000-450000
Eritrosit
3.67
mm3
4.1-5.8
MCV
71.9
fl
79-99
MCH
23.2
pg
27-31
MCHC
32.2
g/dL
33-37
RDW
15.5
fL
33-47
MPV
8.0
fL
7.9-11.1
PDW
12.5
fL
9.0-13.0
Eosinofil
0
%
0-3
Basofil
0
%
0-1
Segmen
40.8
%
25-70
Limfosit
50.1
%
20-40
Monosit
9.1
%
0-9
0
%
35-47
Index Eritrosit :
Hitung
Jenis
(DIFF) :
Stab
Imunologi:
Salmonela IGM
NEGATIF
Negatif
Salmonela IGG
NEGATIF
Negatif
Uji Tuberkulin :
Mantoux Test
0 mm
0 mm
Kulture Dan Test Resistensi
Kultur Mikroorganisme
Negatif
Kolorimetrik
8
V. RESUME
Pasien berumur 3 tahun diantar oleh ibunya dengan keluhan demam 10 hari sebelum masuk rumah sakit, demam dirasakan tinggi terus menerus. Ada keluhan mual dan muntah sebelumnya. Tidak ada keluhan batuk dan pilek. Pasien bab cair 2 kali/hari sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak terdapat ampas, lendir atau darah. Tidak ada keluhan dalam buang air kecil. Orang tua pasien mengeluh bahwa anaknya susah makan dan minum. Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran composmentis, dengan tanda vital pasien seperti nadi, yaitu 70 kali per menit, suhu 37,8°C, dan frekuensi pernafasan 28 kali per menit. Berat badan 10 kg dan tinggi badan 84 cm.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Prolonged fever
VII. DIAGNOSIS BANDING
Infeksi saluran kemih Sepsis Fever unknown origin
VIII. Rencana pengelolaan 1. Rencana pemeriksaan :
Pada kasus ini rencana pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan CMV, toksoplasma dan kultur darah.
2. Rencana pengobatan :
Pasien diberikan KAEN 1B 10 tetes per menit, antrain 3 x 100 mg, ranitidine 2 x 10 mg, ondansentron 3 x 0,2 mg, ceftazidin 3 x 500 mg.
3. Rencana Pemantauan :
Pantau tanda vital pasien 9
Pantau gejala penyakit penyerta
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam Quo ad functionam
: dubia ad bonam : dubia ad bonam
FOLLOW UP Tanggal 24 Mei 2016
S/ Pasien masih demam hari ke 11. Mengeluh masih mual tetapi tidak muntah. Keluhan batuk tidak disertai pilek. Pasien masih susah untuk makan dan minum. Tidak ada keluhan sesak. Bak normal. Bab belum sejak 1 hari yang lalu. O / 1. Kesan Umum : tampak sakit sedang 2. Kesadaran
: composmentis
3. Tanda Utama Frekuensi nadi
: 96 x/m
Frekuensi napas : 36 x/m Suhu
: 38,3oC
A/ Prolonged fever P/ KAEN 1b 10 tpm Antrain 3 x 100 mg Ranitidine 2 x 10 mg Ondansentron 3 x 0,2 mg Ceftazidin 3 x 500 mg Serial 24 jam Mantoux test
Tanggal 25 Mei 2016
S/ Pasien masih mengeluh demam hari ke 12. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Mengeluh masih batuk tetapi tidak ada pilek. Bak dalam batas normal. Pasien sudah bab
10
tetapi sedikit berlendir. Orang tua masih mengeluh pasien susah untuk makan tetapi sudah mau minum. O / 1. Kesan Umum 2. Kesadaran
: tampak sakit sedang
: composmentis
3. Tanda Utama Frekuensi nadi
: 104 x/m
Frekuensi napas : 32 x/m : 38,3oC
Suhu A/ Prolonged fever P/ KAEN 1b 10 tpm Antrain 3 x 100 mg
Ranitidine 2 x 10 mg Ondansentron 3 x 0,2 mg Ceftazidin 3 x 500 mg
Tanggal 26 Mei 2016
S/ Pasien masih mengeluh demam hari ke 13. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Mengeluh masih batuk tetapi tidak ada pilek. Bak dalam batas normal. Bab masih berlendir dan berwarna coklat. Orang tua masih mengeluh pasien susah untuk makan. O / 1. Kesan Umum 2. Kesadaran
: tampak sakit sedang
: composmentis
3. Tanda Utama Frekuensi nadi
: 100 x/m
Frekuensi napas : 40 x/m Suhu
: 37,9oC
A/ Prolonged fever P/ KAEN 1b 10 tpm Antrain 3 x 100 mg Ceftazidin 3 x 500 mg Test CMV / Tokso 11
Kultur darah
Tanggal 27 Mei 2016
S/ Pasien masih mengeluh demam hari ke 14. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Keluhan batuk berkurang, tidak ada keluhan pilek. Bak dalam batas normal. Bab normal sudah tidak berlendir dan tidak berwarna coklat. Orang tua masih mengeluh pasien susah untuk makan. O / 1. Kesan Umum 2. Kesadaran
: tampak sakit sedang
: composmentis
3. Tanda Utama Frekuensi nadi
: 104 x/m
Frekuensi napas : 40 x/m : 38,3oC
Suhu A/ Prolonged fever P/ KAEN 1b 10 tpm Antrain 3 x 100 mg
Ceftazidin 3 x 500 mg
Tanggal 28 Mei 2016
S/ Orang tua pasien mengatakan bahwa demam sudah berkuran di hari ke 15. Keluhan mual dan muntah tidak ada. Keluhan batuk berkurang, tidak ada keluhan pilek. Bak dan bab dalam batas normal. Orang tua masih mengeluh pasien susah untuk makan. O / 1. Kesan Umum 2. Kesadaran
: tampak sakit sedang
: composmentis
3. Tanda Utama Frekuensi nadi
: 100 x/m
Frekuensi napas : 36 x/m Suhu
: 37,4oC
A/ Prolonged fever P/ KAEN 1b 10 tpm 12
Antrain 3 x 100 mg Ceftazidin 3 x 500 mg
13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Demam 3.1.1 Definisi
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu dihipotalamus yang dipengaruhi oleh IL 1. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas (IPD FKUI). Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang diakibatkan oleh kenaikan titik ambang regulasi panas hipotalamus. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh hospes dan pada akhirnya terbentuk pirogen endogen yang kemudian terjadi produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan secara langsung mengubah titik ambang suhu hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas (Behrman RE, 2004) Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center tahun 2000, disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38oC, dan aksila di atas 37,5oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5oC, dan hiperpireksia jika suhu > 41,1oC (Poorwo Soedarmo, 2008) Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain: Demam Septik : pada demam ini suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari . Sering disertai dengan kelihan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamak an demam hektik. Demam Remiten : Pada tipe ini suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. Demam Intermiten: Pada tipe ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. Demam Kontinyu : Pada tipe ini variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tangka demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. Demam Siklik :Pada tipe ini terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
14
Demam pada anak dapat digolongkan menjadi: 1. Demam singkat dan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium. 2. Demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnostik tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi. 3. Demam yang tidak diketahui sebabnya. 3.1.2 Patogenesis Demam
Demam ditimbulkan oleh suatu senyawa tertentu yang dinamakan pirogen, yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu, yang dapat menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (IL-1β, IL-1, IL-6), Tumor Nekrosis Faktor (TNF-α, TNF- β) dan interferon. Pirogen endogen secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengemdalian suhu tubuh, pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antara lain sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat dan terjadi demam (Poorwo Soedarmo 2008). 3.2 (Fever of Unknown Origin/FUO) 3.2.1 Definisi Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 – o 38 C, terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya. Penyebab FUO, sesuai golongan penyakitnya antara lain : infeksi (40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%) dan yang tidak diketahui penyebabnya (10%). FUO dapat dibagi dalam 4 kelompok:
15
1. FUO klasik : adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam. 2. FUO nosokomial : penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas. Pada FUO klasik, terdapat lima kategori : - Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK) - Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia) - Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika, sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid) - Lain-lain : kondisi granulomatosis - Kondisi yang tak terdiagnosis 3. FUO neutropenik : penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil <500 ul dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas. 4. FUO HIV : penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4 minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau penderita yang dirawat di RS yang mengalami demam >3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas. FUO dapat digunakan pada anak dengan (Chan-Tack KM, 2010): 1. Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu untuk remaja 2. Demam tercatat selama perawatan di rumah sakit 3. Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan dimulai, pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan. Menurut Petersdorf dan Beeson, yang disebut FU O ialah: 1. Suhu melebihi 38.3°C pada beberapa saat 2. Durasi penyakit lebih dari 3 minggu 3. Gagal mencapai diagnosis walaupun sudah dipantau selama 1 minggu perawatan di rumah sakit 3.2.2 Etiologi
Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada anak, ialah penyakit infeksi (50%), diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%), neoplasma (7%), inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi meliputi sindrom virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus urinarius, gastrointestinal, osteomielitis, mononukleosis, abses, bruselois dan malaria, sedangkan penyakit 16
vaskular-kolagen meliputi artritis reumatoid, SLE dan vaskulitis. Keganasan yang sering menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah leukemia, limfoma dan neuroblastoma. Penyebab demam berkepanjang dalam 6 kelompok, yaitu infeksi (45-55%) keganasan (12-20%) gangguan jaringan ikat (10-15%) gangguan hipersensitifitas kelainan metabolik yang jarang terjadi, dan factitious fever . Infeksi
Virus
Bakteri
Lain-lain
Penyakit kolagen
Neoplasma
Miscellaneous
Sindrom virus (meningitis aseptik, ensefalitis, gastroenteritis) Infeksi mononukleosus Hepatitis Sitomegalovirus Infeksi saluran kemih (sistitis, pielonefritis) Pneumonia Tonsilitis Sepsis Enteric fever Osteomielitis Tuberkulosis Abses hati, perinefrik, periapendikal, otak, subdiafragma, pelvis sinusitis, mastoiditis Leptospirosis Endokarditis Histoplasmosis Malaria Toksoplasmosis Blastomikosis
Rheumatoid artritis juvenile Lupus erimatosus Demam reumatik Neuroblastoma Leukemia limfoblastik akut Leukemia mieloblastik akut Penyakit hodgkin Limfoma Neuroblastoma Sarkoidosis Iktiosis Pneumonia aspirasi Drug fever Eritema multiform Salisilism Mucocutaneus lymph node 17
syndrome Tirotoksikosis Tabel 1. Berbagai penyakit sebagai penyebab demam tanpa kausa jelas pada anak 3.2.3 Pendekatan Diagnostik Secara klasik, memberikan beberapa pedoman penting dalam menghadapi demam berkepanjang pada anak, yaitu : 1. Pada umumnya anaknya yang menderita demam tanpa kausa jelas tidak menderita penyakit yang jarang terjadi, tetapi penyakit yang biasa dijumpai yang mempunyai manifestasi klinis yang atipik (tidak khas, tidak lazim). 2. Penyakit infeksi dan penyakit vaskular-kolagen (bukan neoplasma) merupakan penyebab terbanyak demam tanpa kausa jelas pada anak. 3. Anak dengan demam tanpa kausa jelas mempunyai prognosis lebih baik daripada dewasa. 4. Pada anak yang menderita demam tanpa kausa jelas, observasi pasien terus menerus serta pengulangan anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali bermanfaat. 5. Adanya demam harus dibuktikan dengan pengukuran suhu pada rawat inap di rumah sakit. 6. Perlu difikirkan kemungkinan demam yang disebabkan oleh obat. 7. Di Amerika Serikat, penyakit infeksi yang seringkali dikategorikan pada demam tanpa kausa jelas adalah tuberkulosis, bruselosis, salmonelosis, dan penyakit riketsia.
Untuk mencari etiologi demam tanpa kausa jelas, seorang dokter perlu memiliki wawasan luas dan melakukan pendekatan yang terorganisasi dengan mempertimbangkan umur anak, tipe demam, daerah tinggal anak atau pernahkah bepergian ke daerah endemis penyakit tertentu dan sebagainya. Pendekatan tersebut memerlukan anamnesis lengkap dan rinci. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis lengkap dan teliti serta berbagai pemeriksaan penunjang yang dimulai dengan pemeriksaan rutin seperti darah tepi, feses dan urin lengkap. Behrman membuat beberapa tahapan algoritmik dalam penatalaksanaan demam yaitu : 1. Tahap pertama, anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium tertentu. Setelah itu dievaluasi untuk menentukan apakah ada gejala dan tanda spesifik atau tidak. 2. Tahap kedua, dapat dibagi 2 kemungkinan, yaitu : a. Bila ditemukan tanda dan gejala fokal tertentu maka dilakukan pemeriksaan tambahan yang lebih spesifik yang mengarah pada penyakit yang dicurigai. b. Bila tidak ada tanda dan gejala fokal, maka dilakukan pemeriksaan ulang darah lengkap A dan B kemudian dievaluasi untuk dilanjutkan ke tahap 3. 18
3. Tahap ketiga, terdiri dari pemeriksaan yang lebih kompleks dan terarah, konsultasi ke bagian lain dan tindakan invasif dilakukan seperlunya. Lorin dan Feign melakukan pendekatan melalui dua tahap, yaitu evaluasi klinis dan laboratorium. Evaluasi klinis mengutamakan anamnesis dan pemeriksan fisis selengkapnya dan serinci mungkin yang dilakukan dengan cermat dan berhati-hati serta berulang-ulang. Pemeriksaan juga perlu diulang karena kemungkinan berubah setelah beberapa hari setelah terdapat tanda atau gejala klinis yang jelas yang sebelumnya tidak ada. Evaluasi laboratorium harus dikerjakan langsung, selengkap mungkin, mengarah ke diagnosis yang paling mungkin dan diulang seperlunya. Dengan cara ini diperoleh sejumlah data yang digunakan sebagai data dasar dan dievaluasi untuk menentukan tindakan diagnosis selanjutnya. Bila anak dalam keadaan kritis pemeriksaan harus dilakukan secepatnya. Kadang-kadang demam telah hilang sebelum diagnosis pasti ditegakkan dan sebelum prosedur diagnosis invasif dilakukan. Lorin dan Feign menulis tentang petunjuk diagnosis pada anak dengan FUO. Untuk penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis dilakukan selengkap mungkin, sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan secara bertahap. Jacobs dkk mengusulkan pendekatan diagnosis FUO dengan melakukan pencatatan timbulnya demam untuk memastikan bahwa demam tersebut tidak disengaja. Anamnesis dilakukan selengkap mungkin, pemeriksaan fisis terinci dan berulang-ulang mungkin dapat menemukan hal yang yang sebelumnya tidak ditemukan dan merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan secara bertahap dan dari yang rutin sampai yang paling canggih seperti CT scan dan MRI.
19
3.2.4 Anamnesis Anamnesis perlu dilakukan selengkap dan seteliti mungkin serta berulang kali dalam beberapa hari oleh karena seringkali pasien atau orang tua mengingat suatu hal yang sebelumnya lupa diberitahukannya. 1. Umur Umur harus diperhatikan, oleh karena pada anak dibawah 6 tahun sering menderita infeksi saluran kemih (ISK), infeksi lokal (abses, osteomielitis) dan juvenile rheumatoid arthritis (JRA). Sedangkan anak yang lebih besar sering menderita tuberkulosis, radang usus besar, penyakit autoimun dan keganasan. 2. Karakteristik demam Karakteristik demam (saat timbul, lama dan pola/tipe) dan gejala non-spesifik seperti anoreksia, rasa lelah, menggigil, nyeri kepala, nyeri perut ringan dapat
20
membantu diagnosis. Pola demam dapat membantu diagnosis, demam intermitten terdapat pada fase piogenik, tuberkulosis, limfoma dan JRA, sedangkan demam yang terus menerus dapat terjadi pada demam tifoid. Demam yang relaps dijumpai pada malaria, rat-bite fever, infeksi borelia dan keganasan. Demam yang rekurens lebih dari satu tahun lamanya mengarah pada kelainan metabolik, SSP atau kelainan pada pusat pengontrol temperatur dan defisiensi imun. 3. Data epidemiologi Riwayat kontak dengan binatang (anjing,kucing,burung,tikus) atau pergi ke daerah tertentu perlu ditanyakan, demikian pula latar belakang genetik pasien perlu diketahui serta terpaparnya pasien dengan obat (salisilism). 3.2.5 Pemeriksaan Fisis Pada kasus FUO diperlukan pemeriksaan fisis lengkap, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Sumber demam mungkin terlihat dengan melakukan palpasi pada sendi yang bengkak. Pemeriksaan fisis tidak hanya pada hari pertama, tetapi sebaiknya diulang sampai diagnosis ditegakkan. Pembesaran kelenjar getah bening regional dapat timbul akibat proses infeksi lokal, sedangkan pembesaran kelenjar getah bening umum mungkin disebabkan infeksi sistemik meliputi keganasan dan berbagai proses inflamasi. Adanya artralgia, artritis, mialgia atau sakit pada anggota gerak mengarah pada penyakit vaskular-kolagen. Apabila ditemukan kelainan bunyi jantung harus dipikirkan endokarditis, gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, adanya darah pada tinja atau kehilangan berat badan mengarah ke inflamasi di usus besar.nyeri perut atau adanya massa mungkin timbul menyertai ruptur appendiks. Ikterus mengarah kepada hepatitis, sedangkan ruam menunjukkan penyakit vaskular-kolagen, keganasan atau infeksi. Faringitis, tonsilitis atau abses peritonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau infeksi mononukleosis, CMV, tularemia atau leptospirosis. Pemeriksaan fisis yang teliti harus dilakukan terutama pada saat pasien demam. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
Keadaan umum dan tanda vital
Kulit
Mata
Sinus
Orofaring
Kelenjar limfe
Abdomen
Muskuloskeletal
Saluran kemih
21
3.2.6 Laboratorium Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang untuk menegakkan penyebab demam sangat diperlukan. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak serentak. Luasnya pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan derajat penyakit pasien.
1 2
Anamnesis lengkap Pemeriksaan fisis
3
Pemeriksaan penunjang
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Foto toraks Darah perifer lengkap, hitung jenis & morfologi Hapusan darah tebal Laju endap darah dan atau C-reactive protein Urinalisis Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin (likuor serebrospinal, feses, cairan tubuh lain bila terdapat indikasi) Biakan darah, urin, feses, hapusan tenggorok Uji tuberkulin Uji fungsi hati Pemeriksaan uji serologik : terhadapa salmonella, toksoplasma, leptospira, mononukleosis, virus sitomegalo, histoplasma USG abdomen, kepala (bila ubun-ubun besar masih terbuka) Aspirasi sumsum tulang Pielografi intravena Foto sinus paranasal Antinuclear antibody (ANA) Enema barium Skaning Limfangiogram Biopsi hati Laparatomi
Tabel 2. Tahapan diagnosis demam tanpa kausa jelas pada anak Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi bila penyakit lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan awal dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung jenis, trombosit, feses lengkap dan urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah, biakan darah, biakan urin, kalau perlu dilakukan hapusan tenggorok. 22
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, apalagi bila disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan darah perifer perlu dikonsultasikan kepada ahli hematologi/onkologi serta dilakukan pungsi sumsum tulang. Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung jenis mengarah pada mononukleosis atau infeksi virus sedangkan neutropenia berat pada pasien sakit ringan sampai sedang bisa disebabkan oleh berbagai infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED menunjukkan adanya infeksi dan penyakit vaskular kolagen. Anemia hemolitik bisa terdapat pada penyakit vaskular-kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non hemolitik mengarah pada penyakit kronis atau keganasan. Piuria dan bakteriuria menunjukkan infeksi saluran kemih, hematuria menunjukkan kemungkinan endokarditis. Pemeriksaan fototoraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan foto mastoid dan sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi tertentu. Uji untuk HIV seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik lain dapat dilakukan untuk shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi mononukleosis, CMV, toksoplasmosis dan bebrapa infeksi jamur. CT scan dapat membantu mengidentifikasi lesi di kepala, leher, dada, rongga peritoneum, hati, limpa, kelenjar getah bening intra abdominaldan intra toraks, ginjal, pelvis dan mediastinum. CT scan atau USG juga dapat membantu dalam melakukan biopsi atau aspirasi pada daerah yang dicurigai terdapat lesi. Cara ini dapat mengurangi laparotomi eksplorasi atau torakostomi. Biopsi kadangkadang dapat membantu menegakkan FUO. Dalam pencarian etiologi FUO, ESR (erythrocyte sedimentation rate) harus dievaluasi. Adanya peningkatan ESR disertai anemia kronik sering dihubungkan dengan giant cell arteritis atau polymyalgia rheumatica. C reactive protein (CRP) sebaiknya diperiksa karena merupakan indikator spesifik terhadap respon metabolik terhadap inflamasi pada fase akut. ANA (anti nuclear antibody), antineutrophil sytoplasmic antibody, faktor reumatoid dan krioglobulin serum harus dinilai untuk menegakkan penyakit vaskuler kolagen lainnya dan vaskulitis. PPD (purified protein derivative) diperiksa untuk menskrining pasien tuberkulosis dengan FUO. Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi intensif telah dilakukan tanpa memberiksan hasil maka tes-tes yang invasif seperti punksi lumbal maupun biopsi sumsum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat dipertimbangkan sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan. Keterangan tambahan Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius Kultur Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik o o Kultur urin Kultur sputum dan feses dapat membantu keberadaan penyakit paru o maupun gastrointestinal 23
Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan steril; seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal, hepar, sumsum tulang, dan nodus limfe. Serologi Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil o yang signifikan, seperti adanya antibodi spesifik terhadap mikroorganisme infeksi. Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari pemeriksaan serologi adalah Brucellosis, infeksi CMV, infeksi mononucleosis EBV, infeksi HIV, amebiasis, toxoplasmosis, dan klamidia. Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan o SLE. Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar o tiroksin, dan LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme. o
3.2.7 Pengobatan 3.2.7.1 Risiko terapi percobaan Menurut pendapat umum, sebaiknya terapi percobaan tidak boleh diberikan pada saat sedang mencari penyebab demam tanpa kausa jelas. Pendapat ini berdasarkan bahwa obat yang diberikan akan mempersulit pemeriksaan lebih lanjut, kadang-kadang dapat sangat menganggu. Beberapa antibiotik seringkali menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang berakibat menimbulkan demam, timbulnya ruam kulit, kelainan darah atau kadangkala menyebabkan kegagalan fungsi organ tertentu. Antibiotik spektrum luas juga dapat mengurangi kepekaan terhadap pemeriksaan biakan. Hal ini terutama terjadi pada demam enterik (salmonelosis, shigelosis) dan streptococcus pyogenes. Pemberian antibiotik salep pada abses tidak dapat menyembuhkan tanpa dilakukan drainase, sehingga demam tidak akan segera turun. Pemberian obat antituberkulosis (rifampisin atau streptomisin) akan mempengaruhi hasil biakan bakteri piogenik. Tetrasiklik dan kotrimoksazol akan menghambat sebagian pertumbuhan parasit malaria atau protozoa lain sehingga manifestasi klinisnya menjadi tidak khas lagi. Hal lain yang penting adalah pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid dapat menghambat respons imun sehingga menganggu hasil uji serologik dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (misalnya uji tuberkulin). Dengan menghambat respons inflamasi dan memberikan perbaikan semu, maka kortikosteroid dapat menyebabkan infeksi tetap berlangsung dan cenderung menjadi berat sehingga mudah terjadi penyulit seperti perforasi dan meluasnya infeksi.
1
Mengurangi kepekaan pemeriksaan biakan
2
Mengubah perjalanan penyakit, tetapi tidak sembuh
24
3
Reaksi samping obat mengecohkan penyakit dasar
4
Kortikosteroid menurunkan kepekaan uji serologik
5
Kortikosteroid menyebabkan perjalanan penyakit lain parah tanpa gejala klinis yang jelas Tabel 3. Risiko pemberian terapi percobaan
3.2.7.2 Kegunaan terapi percobaan Di dalam kenyataannya, pemberian terapi percobaan tidak dapat dihindarkan. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan seksama (klinis dan laboratorium) kita dapat menduga diagnosisnya, walaupun seringkali tidak terbukti. Apabila dugaan diagnosis terhdapa infeksi yang spesifik, maka terapi percobaan dapat dibenarkan, dengan memberikan antibiotik spektrum sempit tetapi relevan untuk mikroorganisme patogen yang diduga. Apabila dugaan diagnosis tersebut memang benar, maka pada tindak lanjut pemberian terapi percobaan harus sesuai dengan hasil yang diharapkan. Pengobatan juga harus segera diberikan apabila keadaan umum pasien sangat berat dan kritis, tetapi spesimen pemeriksaan harus diambil terlebih dahulu sebelum pengobatan diberikan. Penting pula diingat bahwa pemberian pengobatan harus sesuai panduan baik dosis maupun lama pemberian, jangan sekali-kali mengganti antibiotik setiap saat tanpa panduan yang jelas. Bagan suhu merupakan salah satu alat pemantau terpenting dari awal keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan penunjang lain seperti CRP atau LED dapat dipergunakan untuk memantau. Untuk penyakit kolagen, LED atau kadar auto antibodi dapat dipergunakan sebagai alat pemantau. Di samping itu, indikator non spesifik seperti perbaikan nafsu makan atau peningkatan berat badan perlu diperhatikan. Kegagalan pengobatan pada terapi percobaan ternyata hanya sekitar 5%, seperti yang dilaporkan oleh para penulis. Separuh kasus tampak mengalami perbaikan klinis, walaupun demam masih meneteap tetapi keadaan umum tidak memburuk, dalam hal demikian penyakit kegansan seringkali merupakan penyebab demam. Dapat disimpulkan, bahwa pemeriksaan pada demam tanpa kausa jelas harus dilakukan secara sistematik, walaupun pada umumnya pengobatan berhasil memuaskan dan jarang berakhir dengan kegagalan 3.2.8 Diagnosis Banding 1. Infeksi bakteri a. ISK b. Sepsis c. Enteric fever d. Tuberkulosis 2. Infeksi Virus a. Cytomegalovirus b. Virus hepatitis
e. Endokarditis infektif f. Pneumonia g. Pyelonefiris
c. HIV d. Infeksius mononukleosis 25
3. Infeksi Parasit a. Malaria b. Toxoplasmosis 4. Penyakit kolagen a. Juvenile rheumatoid arthritis b. Systemic lupus erythematosus 5. Neoplasma a. Hodgkin’s disease b. Leukimia limfoblastik akut 6. Penyakit lain a. Demam obat b. Tirotoksikosis c. Hypothalamic central fever
c. Leukimia mieloblastik akut d. Limfoma
3.2.9 Prognosis Perbedaan yang jelas pada FUO dewasa dan anak adalah prognosisnya. Prognosis FUO pada anak lebih bagus daripada orang dewasa, hal ini dikarenakan perbedaan kausanya. Penelitian pada FUO anak yang dilakukan dari tahun 1970 menunjukkan angka mortalitas 6% hingga 9%. Tetapi dengan perubahan kausa FUO pada anak, penelitian yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hasil yang pasti pada kasus dewasa dan anak-anak.
26
BAB IV PEMBAHASAN
Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 – 38oC, terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya. Pada pasien ini terlihat adanya gejala demam berkepanjangan lebih dari 2 minggu, secara patologis demam terjadi akibat adanya pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. Bakteri gram negatif memproduksi pirogen eksogen berupa polisakarida yang disebut pula sebagai endotoksin. Bakteri gram positif tertentu dapat pula memproduksi pirogen eksogen berupa polipeptida yang dinamakan eksotoksin. Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1B, interleukin-1, interleukin-6), tumor nekrosi faktor (TNF-TNF-B) dan interferon. Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antar lain sintesis prostagladin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam. Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan demam berkepanjangan (prolonged fever ) terdiri dari pemeriksaan penunjang dasar dan pemeriksaan penunjang lanjutan. 27
Pemeriksaan penunjang dasar yaitu pemeriksaan darah tepi, hitung jenis leukosit, laju endap darah, urinalisa, rontgen dada, serta pemeriksaan serologi HIV. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa pemeriksaan darah tepi dan hitung jenis dilakukan pada semua kelompok penyebab demam berkepanjangan.Pemeriksaan penunjang lanjutan pada pasien dengan demam berkepanjangan sangatlah beraneka ragam. Pemilihan pemeriksaan penunjang lanjutan tersebut dilakukan berdasarkan diagnosis kerja namun ternyata tidak seluruh pasien dengan diagnosis kerja demam berkepanjangan dilakukan seluruh pemeriksaan. Kuman terbanyak yang ditemukan pada biakan darah, biakan urin dan biakan feses adalah masing-masing Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan Escherichia coli pathogen (Barry army bakry dkk, 2008). Pada pasien ini keluhan demam disertai dengan adanya mual, batuk, pilek, nafsu makan pasien menurun, buang air kecil lancar dan buang air besar cair tanpa ampas sebanyak 2 kali. Untuk mengetahui penyebab demam dilakukan pemeriksaan darah rutin, namun hasilnya dalam batas normal. Pasien diketahui mempunyai riwayat penyakit paru, dan diketahui sudah selesai pengobatan selama 6 bulan, namun dilakukan tes tuberkulin dan hasilnya negatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan salmonella IgM dan IgG untuk mengetahui apakah pasien mengalami tifoid fever, hasilnya pun negative untuk keduanya. Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur darah, hasil dari tes kultur darah yang dilakukan hasilnya negatif. Pasien masih mengalami demam, namun penyebab dari demam berkepanjangan ( prolonged fever ) yang dialami pasien masih belum diketahui. Pada pasien ini terapi terakhir yang diberikan adalah KAEN 1b 10 tetes per menit, antrain 3 x 100 mg dan ceftazidin 3 x 500 mg. Pasien dianjurkan untuk periksa tes serologi CMV dan toksoplasma, namun belum dilakukan sampai saat ini.
28
BAB V KESIMPULAN
1. Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center tahun 2000, disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38oC, dan aksila di atas 37,5oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5oC, dan hiperpireksia jika suhu > 41,1oC 2. Fever of unknown origin (FUO) merupakan suatu keadaan dimana suhu lebih tinggi dari 38.3°C (101°F), dimana manifestasinya terjadi demam berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 3 minggu tanpa adanya penegakan diagnosis meskipun telah dilakukan investigasi seksama selama di rawat-inap pada orang dewasa. Demam ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Pirogen eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri. 3. Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1B, interleukin-1, interleukin-6), tumor nekrosi faktor (TNF-TNF-B) dan interferon. Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen menimbulkan perubahan metabolik, antar lain sintesis prostagladin E2 (PGE2) yang mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat atau terjadi demam. 4. Pemeriksaan awal yang dilakukan seperti pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati, rasio sedimentasi eritrosit, urinalisis serta kultur standar dapat membantu memformulasikan diagnosis banding dan pemeriksaan berikutnya. Temuan sederhana ketika pemeriksaan awal mampu membimbing klinisi kearah salah satu subgrup 29
utama penyakit ini. Maka dari itu, pentingnya dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang adekuat dalam menentukan diagnosis supaya
penanganan yang tepat dan dini dapat dilaksanakan.
30