Persetujuan DPR dalam Divestasi Pemerintah MEI 21, 2012 TINGGALKAN KOMENTAR
Pro
1.
Dalam finansial Dalam finansial dan ekonomi, dan ekonomi, divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan . Ini
adalah kebalikan dari investasi dari investasi pada aset yang baru. 2.
DPR sebagai wakil rakyat merupakan peranan yang sangat penting jika pemerintah ingin melakukan sebuah tindakan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak. Sebab bumi, air, dan kekayaan alamnya dalam konteks kekuasaan negara, kewenangannya tidak hanya di pemerintah tapi pada rakyat melalui perwakilannya di DPR.
3.
Maka divestasi saham, pemerintah tidak memiliki hak prerogatif selayaknya dalam reshuffle kabinet. Persetujuan DPR diperlukan sebagai suara dari rakyat dan kewenangan DPR untuk ikut serta dalam proses pemberian izin divestasi bilamana pada transaksi atau dalam pewujudan divestasi tersebut juga menggunakan APBN. Sudahlah cukup kasus Freeport menjadi luka yang masih basah. Pemerintah ingin menjual saham Negara pada PT Freeport memerlukan persetujuan DPR. Sesuai dengan ketentuan dalam konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dan Pasal 24 ayat (7) Undang-Undang No 17 Tahun 2003 bahwa “Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR ”
4.
Jika divestasi dilakukan dan Kalau itu diyakini sebagai cabang produksi penting yang harus dikuasai oleh negara, maka DPR memiliki hak untuk menyatakan setuju atau tidak setuju Ini masuk lingkup kewenangan DPR seperti diatur dalam Pasal 23 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyangkut keuangan negara, tidak terkait dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945. Dalam hal ini DPR menjalankan fungsinya sebagai fungsi pengawasan pada pasal 20A UUD NRI 1945.
5.
Pembelian 7% sisa saham divestasi divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) tetap harus mendapat persetujuan DPR. Jika tidak, pemerintah dinilai melanggar Undang-Undang (UU). Sikap DPR mendapat legitimasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah melakukan audit investigasi.
6.
Sikap pemerintah yang mengabaikan rekomendasi BPK soal pembelian 7 persen saham divestasi Newmont dinilai sebagai suatu suatu kejahatan dalam jabatan.
7.
Kejahatan itu dapat dilihat dari sikap pemerintah yang berkukuh tetap melakukan pembelian saham tersebut tanpa persetujuan DPR. Dimana Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, yang ngotot agar pemerintah pusat saja yang membeli saham Newmont tersebut dan tidak perlu persetujuan DPR. Maka dicurigai ada kepentingan tertentu di baliknya.
8.
Sebagai contoh pada kasus Newmont rencana Investasi pembelian saham diatur Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan No 135/PMK.05/2008. Kalau hal itu telah dilakukan, maka Presiden tidak memerlukan persetujuan DPR lagi dalam merealisasikan pembelian 7 persen saham divestasi PT NNT. Jadi mengacu aturan itu kewenangan pembelian menjadi ranah Presiden, bukan DPR.. Sesuai Pasal 4 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 23C, dan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dimana Presiden selaku kepala Pemerintahan memiliki hak untuk melakukan penyelamatan keadaan ekonomi nasional baik itu dengan
caradivestasi asset-aset yang dimiliki negara namun yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak, bumi, air, dan kekayaan alam.
9.
Divestasi tidak bisa lebih dari 51% karena sama halnya itu memberikan kekuatan lebih kepada pihak lain untuk berkuasa atas suatu saham. Maka dibutuhkan persetujuan dari DPR sebagai implentasi dari Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa “ Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, f u n g s i a n g g a r a n , dan f u n g s i p en en g a w a s a n ”. ” .
10. Pasal 24 Ayat 7 UU Keuangan Negara diatur ketentuan bahwa dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR. 11. Mengingat dana yang dipergunakan dalam proses pembelian tersebut mengacu pada LHP tidak dituangkan secara terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja sesuai Pasal 15 Ayat (5) UU Nomor 17/2003. Sehingga meskipun dana tersebut tercantum dalam APBN, maka untuk penggunaannya harus memperoleh persetujuan DPR Kontra
1.
Terkait pernyataan bahwa pemerintah hendaknya konsisten dalam melaksanakan konstitusi sebagai pegangan bagi tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk dalam bidang ekonomi, khususnya dalam kaitan pembelian saham Newmont. Tetapi perlu diperhatikan bahawa dalam konstitusi tidak mengatur mengenai tindakan pemerintah harus mendapat persetujuan dari DPR.
2.
Pasal 23 ayat (1) UUD NRI bahwa “ Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan d i l a k s a n a k a n s e c a r a t e r b u k a d a n b e r t a n g g u n g j a w a b u n t u k s e b e s a r - b e s a r n y a k e m a k m u r a n r a k y a t”
3.
Pasal 23 ayat (2) UUD NRI bahwa “ R a n c a n g a n u n d a n g - u n d a n g a n g g a r a n p e n d a p a t a n d a n b e l a n j a n e g a r ad iajukan oleh Presiden untuk d i b a h a s b e r s a m a Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat ”
4.
Salah satu latar belakang Persetujuan DPR dalam Divestasi Pemerintah adalah lalainya pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 terkait pembelian tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT). Dalam APBN 2011 yang telah disepakati, tidak ada alokasi dana untuk investasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
5.
Sesuai Pasal ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar ”
6.
Maka pemerintah tidak perlu persetujuan DPR dalam divestasi sesuai Pasal 17 ayat (1) UUD NRI maka Pasal 17 ayat (3) UUD NRI 1945 terkait divestasi bisa dilakukan tanpa persetujuan DPR meski mendapat legitimasi dari BPK. Serta selama divestasi dilakukan untuk tujuan kemakmuran rakyat maka sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 tidak perlu persetujuan DPR.
7.
Dalam hal divestasi Pemerintah tidak perlu mendapat persetujuan dari DPR dalam melakukan divestasi. Pemerintah Pusat memiliki hak pertama untuk membeli, dan dapat beralih kepada daerah atau swasta nasional jika pusat atau daerah ti dak menggunakan haknya.
8.
Namun pada saat Pemerintah yang melakukan divestasi dan hal ini tidak berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, bumi, air, dan kekayaan alamnya maka pemerintah tidak perlu meminta izin kepada DPR. Apalagi dalam melakukan divestasi Pemerintah memiliki kewenangan untuk menyelamatkan perekonomian nasional.
9.
Dalam melakukan divestasi non-permanen Pemerintah juga tidak perlu meminta izin persetujuan DPR, sesuai yang diamanatkan Pasal 23 ayat (3) UUD NRI 1945. Pemerintah harus meminta izin dalam divestasi non-permanen kewenangan konstitusionalnya telah diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dalam hal pengelolaan keuangan negara.
10. BPK menyaratkan divestasi harus dilakukan melalui Peraturan Pemerintah yang sebelumnya juga harus mendapat persetujuan DPR sebagai pemegang hak budget. Faktanya : Atas dasar ini, DPR kemudian mengirimkan surat Nomor PW.01/9333/DPR RI/VI/2011 tanggal 28 Oktober 2011 dan Nomor AG/9134/DPR RI/X/2011 tanggal 28 Oktober 2011 kepada Menkeu dan Menteri ESDM yang menyatakan bahwa pembelian 7 persen saham divestasi Newmont tahun 2010 harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu. 11. Atas perubahan PMK No. 181/PMK.05/2008 melalui penerbitan PMK No. 44/PMK.05/2011. Hasil pemeriksaan BPK justru telah dengan sangat baik mengungkapkan terjadinya praktik pengaburan
konstitusional oleh pemerintah. Sebab itu, memperhatikan hasil pemeriksaan BPK. Maka tidak ada tindakan lain yang perlu dilakukan oleh pemerintah kecuali membatalkan transaksi rencana pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT). 12. Presiden dipilih langsung oleh rakyat sehingga mempunyai legitimasi dan legalitas yang sama tingginya dengan DPR. Indonesia tidak menggunakan sistem pemisahan kekuasaan karena ada pembagian kekuasaan di mana antara keduanya dihubungkan dengan mekanisme check and balance. Maka Kedudukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pembelian tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) pada 2010 merupakan pelaksanaan kewenangan konstitusional Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR lagi. 13. Tidak ada ketentuan yang melarang pemerintah untuk melakukan pembayaran saham divestasi tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 41 UU no.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur soal pengelolaan investasi bahwa “Apalagi dana untuk melakukan pembayaran saham tersebut telah cukup tersedia dalam
rekening dana investasi yang dikelola oleh PIP. Jadi pembelian divestasi saham ini patut dan bisa dipertanggung jawabkan, karena kekayaan alam NTB harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat”.
14. Keuntungan Pusat Invertasi Pemerintah (PIP) ini seluruhnya dana Pemerintah , sehingga jika PIP berencana akan membeli saham perusahaan manapun yang dibolehkan Pasal 41 ayat (1) dan (2) UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara t ermasuk pembelian saham divestasi PT NNT. Mekanismenya, mengacu Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Keuangan No 180/PMK.05/2008 dengan terlebih dahulu memasukkannya ke dalam Rencana Kerja Investasi (RKI). Rencana Investasi pembelian saham ini juga harus dimasukkan dalam RKI sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan No 135/PMK.05/2008. Kalau hal itu telah dilakukan, maka Presiden tidak memerlukan persetujuan DPR lagidalam merealisasikan pembelian 7 persen saham divestasi PT NNT. Jadi mengacu aturan
itu kewenangan pembelian menjadi ranah Presiden , bukan DPR. 15. Analisis yang dilakukan BPK guna mengetahui status proses pembelian PT Newmont itu agar tidak menyimpang peraturan perundang-undangan. Mengacu pada surat Menkeu pada 23 Juni 2011. Jika pembelian saham oleh pemerintah ditujukan untuk mendapat r e t u r n lebih tinggi melalui perolehan deviden atau nilai perusahaan. Pembelian saham dimaksudkan untuk menjaga kepentingan nasional, mendukung kepatuhan perusahaan dan pajak maupun royalty , bina lingkungan, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan mendorong penjualan konsentrat dan nilai tambah nasional. Sehinggapembelian divestasi Newmont tidak semata-mata untuk tujuan ekonomis , tetapi pengendalian terhadap perusahaan dalam jangka panjang . BPK ingin menegaskan bahwa pembelian saham PT NNT adalah
bentuk penyertaan modal pemerintah, bukan investasi pada perusahaan yang bersifat terbuka. 16. Maka PIP dengan kekuatan uang yang besar bisa melakukan investasi untuk mengakuisisi perusahaan mana saja baik terbuka maupuan tertutup. Langkah ini PIP akan menjadi investor terbesar di Indonesia termasukpemerintah dan bisa melakukan investasi kemana saja tanpa persetujuan DPR. Maka
pemikiran ini tidak bisa menggunakan cara berpikir seperti itu.