PENERAPAN WAJIB MILITER DI INDONESIA
Disusun oleh:
1. Catur Septiana Rakhmawati 2. Gagah Satria Utama 3. Yuniar Riza Hakiki
KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI 2015
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA Juni 2015
PENERAPAN WAJIB MILITER DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ad alah sebuah Negara kepulauan yang berciri bercir i Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-hak ditetapkan Undang-undang. 1 Negara Indonesia memiliki wilayah yang luas, berbatasan berbatasa n dengan beberapa negara, berada pada posisi silang yang mempunyai nilai strategis. Konsekuensi daripada hal tersebut adalah seluruh komponen negara harus bersama-sama menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjaga segenap bangsa Indonesia. Untuk itu dibutuhkan sistem penyelenggaraan pertahanan Negara yang memadai di kaitkan dengan pred iksi persepsi ancaman anca man yang dapat timbul setiap saat. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bela negara merupakan suatu hal yang lazim dan menjadi hak maupun kewajiban bagi seluruh elemen bangsa termasuk warga Negara. Butir ke 2,3,dan 4 sila 3 Pancasila berturut-turut memberikan pernyataan nilainilai yang harus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa yakni; sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara, mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa, serta mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. Hal tersebut merupakan landasaan idiil yang menjadi nilai sebagai pedoman dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara. Nilai-nilai tersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 30 ayat 2 UUD NRI 1945, bahwa usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Hal ini menjadi pertimbangan dan kajian tersendiri oleh pemerintah terkhusus mengenai desain kebijakan pertahanan. Sebab, ketika konstitusi mengamanahkan bahwa rakyat sebaga kekuatan pendukung dalam upaya pertahanan dan keamanan Negara maka kewajiban negara adalah menentukan kebijakan sebagai upaya memersiapkan dan merealisasikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui pengajuan RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara menawarkan konsep pendidikan wajib militer bagi penduduk dalam batasan umur tertentu dan syarat kesehatan tertentu masuk ke dalam militer dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
1
Lihat pasal 25 UUD UUD NRI 1945 tentang wilayah n egara
Akan tetapi, hal ini tidak dapat langsung diterapkan atau dilaksanakan melainkan diperlukan pertimbangan sehingga harus melalui pembahasan yang cukup matang untuk memperkuat alasan penerapan serta mekanisme seperti apa yang ideal dalam upaya bela negara. Sehingga melalui artikel ilmiah ini penulis akan menganalisa kelebihan dan kekurangan serta menawarkan solusi mengenai topik ini.
PEMBAHASAN ARGUMENTASI PRO:
Terdapat beberapa argumentasi yang melandasi urgensi pemberlakuan wajib militer (wamil) di Indonesia dengan ditinjau dari beberapa perspektif. Secara filosofis, bela negara merupakan suatu naluriah dan kelaziman yang mesti dilakukan oleh suatu bangsa terhadap negaranya. Wamil dapat memupuk jiwa kepahlawanan dan kebangsaan untuk senantiasa cinta dan setia terhadap tanah air. Bahkan sebagai negara yang dibangun dengan pilar demokrasi, wamil merupakan bentuk/pola pembangunan pertahanan negara yang melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam upaya bela negara. Secara yuridis warga negara memiliki hak dan kewajiban serta dalam kedudukannya sebagai komponen pendukung pendukung upaya bela negara. Secara sosiologis, dengan menerapkan wajib militer dapat meningkatkan
kesiap-siagaan
terhadap
berbagai
kemungkinan
ancaman
terhadap
kedaulatan RI mengingat dan mempertimbangkan kondisi geografis dan sosiografis RI. Saat dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia, hal yang sangat esensial adalah dasar negara dan norma dasar (konstitusi) yang menjadi fondasi negara. Satu hal yang termaktub dalam pembukaan norma dasar tersebut adalah tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal tersebut merupakan amanah sekaligus janji kemerdekaan yang harus bersama-sama diupayakan oleh seluruh komponen negara, termasuk warga negara. Merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh warga negara untuk membela dan menjaga
kedaulatan
negaranya.
Hal
ini
sebagai
bentuk
ikhtiyar
menjaga
dan
mempertahankan akan keberlangsungan kokohnya bangunan kedaulatan negara dari kemungkinan berbagai ancaman. Hal ini termasuk wujud tanggung jawab atas pengorbanan para pahlawan selama ± 360 tahun membela negara dari belenggu dan serangan penjajah. Maka Maka sudah sejatinya naluri bela bela negara oleh warga negara negara merupakan suatu hal yang yang lazim dan harus dilakukan dilakukan pembinaan serta penyiapan. penyiapan. Secara ringkas ringkas Samuel Huntington dalam The Soldier and yhe State menyatakan bahwa tidak akan ada
negara apabila tidak ada pertahanan/bela negara, dan tidak akan ada pertahanan/bela negara apabila tidak ada negara. 2 Sistem Pertahanan yang dianut oleh Negara Indonesia adalah Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Sishankamrata berfungsi untuk memelihara dan meningkatkan ketahanan nasional dengan menanamkan serta memupuk kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, menghayati dan mengamalkan Pancasila dan UUD NRI 1945 sehingga memiliki sikap mental yang meyakini hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warga negara yang rela berkorban untuk membela 3
bangsa dan negara serta kepentingannya. kepentingannya. Oleh karena itu, wajib militer merupakan sarana yang tepat untuk ditempuh oleh negara dalam menjalankan fungsi daripada sishankamrata tersebut. Wajib Militer atau Conscription merupakan suatu peraturan yang mewajibkan penduduk suatu negara dalam batasan umur tertentu dan syarat kesehatan tertentu masuk ke dalam militer dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini sebagai upaya menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara. Salah satu maksud yang mendasar dari diterapkannya wamil ini adalah upaya memperkokoh ketahanan nasional. Ketahanan nasional pada hakikatnya adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional. 4 Oleh karena itu, menerapkan wamil sangat relevan dengan konsepsi hakikat ketahanan nasional tersebut. Wajib militer lebih menekankan pada aspek partisipasi warga negara dan pembentukan karakter. Pada dasarnya, wamil ini secara langsung melibatkan warga negara untuk mengikuti pendidikan kemiliteran. Tujuan yang paling esensial adalah membangun kesiap-siagaan seluruh komponen bangsa (terutama warga negara) dan pembentukan karakter soft skill seperti, pembentukan mental keimanan, kedisiplinan, ketaatan, daya tahan mental, profesionalisme, loyalitas, komitmen, penghormatan, tanpa pamrih, kehormatan, serta nilai-nilai integritas. Nilai-nilai dalam institusi pertahanan (negara) berguna agar semua kebijakan dan strategi bahkan operasional pertahanan dapat dijaga oleh nilai-nilainya sendiri, sehingga dapat berjalan sesuai dengan peraturan dan perundangan, norma, norma, dan standar yang berlaku. 5 Sehingga dalam hal ini negara hadir untuk
2
Samuel P. Huntington dalam Makmur Supriyatno, Tentang Ilmu Pertahanan, Jakarta: Pertahanan, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014, hlm.70 3 Ibid , hlm. 400 4 Rio Armanda Agustian & Fitri Julianti, Pendidikan Julianti, Pendidikan Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Pangkalpinang: Pangkalpinang: UBB Press, 2013, hlm.41-42 5 Makmur Supriyatno, Tentang Ilmu...,Op cit, hlm. 342
memberi kesempatan dan pemenuhan terhadap warga negara untuk ikut serta disiapkan dalam pertahanan/bela negara. Wajib militer ini dapat mendorong partisipasi aktif warga negara dalam upaya bela negara. Hal ini akan memperkokoh sistem demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana salah satu prinsip dalam usaha pertahanan negara yakni 6
berdasarkan prinsip demokrasi. Sebab tidak dapat dipungkiri dalam situasi darurat yang mengancam kedaulatan mau tidak mau seluruh elemen bangsa termasuk warga negara harus turut serta melakukan upaya bela negara. Di beberapa negara demokrasi, wajib militer memiliki payung hukum sebagai sumber daya pertahanan negara dalam menghadapi berbagai ancaman. Oleh karena itu, demi terwujudnya sistem pertahanan yang optimal maka warga negara harus dilibatkan dengan disiapkan sebagai bagian komponen pendukung pendukung upaya menjaga dan mempertahankan kedaulatan kedaulatan negara. Pasal 27 ayat 3 UUD NRI 1945 mengamanahkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara. Salah satu konsekuensi konsekuensi yang perlu diperhatikan dengan seksama adalah setiap warga negara memiliki hak untuk disiapkan dan dibina sebagai bekal bela negara, baik pembekalan nilai-nilai bela negara, pendidikan nilai patriotisme dan nasionalisme, maupun pelatihan strategi dan teknis dalam bela negara. Memahami bahwa ikut serta bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara maka dalam hal ini warga negara wajib untuk mengikuti berbagai upaya yang menjadi kebijakan negara dalam upaya pertahanan nasional dan demikian pula negara, dalam hal ini melalui pemerintah wajib memberikan pembekalan terhadap warga negara agar siap secara dini apabila sewaktu-waktu sew aktu-waktu negara membutuhkan kehadirannya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, disebutkan bahwa komponen kekuatan pertahanan negara terdiri dari : komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung untuk dapat terciptanya sistem pertahanan negara yang kuat dan tangguh. Maka harus dilaksanakan pembentukan, pembinaan dan penggunaan ketiga komponen pertahanan negara tersebut dengan serasi, seimbang, adil dan merata serta professional yang dipersiapkan secara dini oleh pemerintah secara bertahap dan berlanjut sesuai dengan kemampuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, konsep pemberlakuan wamil merupakan langkah yang tepat untuk menyiapkan warga negara secara dini. Mempersiapkan warga negara sebagai komponen cadangan secara dini merupakan wujud implementasi amanah Konstitusi Pasal 30 UUD NRI 1945. Begitupun pasal
6
Lihat Pasal 3 angka 1 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Pertahanan Nasional
turunannya dalam UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, khususnya pada pasal 6-9 UU tersebut. Secara eksplisit penerapan wajib militer diatur dalam pasal 9 angka 2 UU 3/2002 bahwa keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam angka (1), diselenggarakan melalui: a. pendidikan kewarganegaraan; kewarganegaraan; b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib wajib;; c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan d. pengabdian sesuai dengan profesi. profesi. Tinjauan sosiologis urgensi diterapkannya wajib militer adalah terkait kondisi geografis dan sosiografis Negara Indonesia. Republik Indonesia dengan luas wilayah 2
daratan 1.910.931,32 km (Kemendagri,Mei 2010) & luas wilayah lautan 5.800.000,00 km (KKP,2013)
dengan
jumlah
pulau
13.466
pulau
(Kepala
Badan
2
Informasi
Geospasial,2014), serta tingkat keragaman dan kebudayaan penduduk yang sangat plural menyebabkan peluang kemungkinan-kemungkinan terjadinya ancaman terhadap keutuhan negara baik secara internal dan eksternal. Ancaman secara eksternal terkait dengan 7
dimungkinkannya terjadi dalam aspek geografis dan ideologis. Sementara ancaman secara internal terkait dengan bidang sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan. Mengutip apa yang disampaikan Montesquieu dalam The Spirit of Laws, Laws, kalau suatu republik berukuran kecil, ia akan dihancurkan oleh kekuatan asing, jika ia besar, ia akan runtuh oleh kerusakan dari dalam negeri. 8 Oleh karena itu, wajib militer merupakan upaya yang sangat terpat untuk memperkokoh ketahanan nasional dalam mengatasi ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri. Secara konkrit contoh bentuk-bentuk ancaman tersebut antara lain, lepasnya pulau pulau yang diklaim oleh negara lain karena kurangnya ku rangnya perhatian seluruh se luruh komponen negara untuk mempertahankan dan menjaga keberadaanya (Pulau Sipadan dan Ligitan). Se lain itu, ancaman yang sangat merusak eksistensi keutuhan negara adalah adanya disintegrasi wilayah-wilayah yang berada dalam bingkai NKRI (Gerakan Sparatis). 9 Bahkan konflikkonflik secara horizontal sesama bangsa yang dikarenakan perselisihan SARA juga dapat 7
Aspek Geografis berkaitan dengan letak geografis negara indonesia dalam posisi silang yang mempunyai nilai strategis maka dimungkinkan terjadinya gangguan, ancaman, maupun perusakan keutuhan kedaulatan dari negara lain. Aspek Ideologis berkaitan dengan posisi Indonesia diantara dua ideologi besar dunia (Komunisme dan Liberalisme) yang dimungkinkan mempengaruhi paham ideologi pancasila negara indonesia. 8 Fato potentia, non sua vi nixae. Tacit. 9 Gerakan sparatis yang pernah t erjadi di Indonesia seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), Republik Maluku Selatan (RMS), dll. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah belum terpupuknya dengan baik rasa persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa. Sehingga jika tidak ada upaya menanamkan rasa nasionalisme/patriotisme nasionalisme/patriotisme hal terseb t ersebut ut dapat diikuti oleh berbagai daerah l ain.
memicu retaknya kesatuan dan keutuhan bangsa (Konflik Poso, konflik antar umat beragama di Sampang Madura), serta konflik secara vertikal yang dimungkinkan terjadi karena dipicu kesenjangan/krisis perekonomian. Oleh karena memahami kemungkinankemungkinan berbagai hal yang dapat mengancam keutuhan NKRI baik secara internal maupun eksternal maka wamil sebagai komponen cadangan pertahanan negara merupakan kebijakan yang tepat untuk segera disiapkan agar dapat menyokong kekuatan pertahanan nasional. Berdasarkan kondisis geografis dan sosiografis Negara Indonesia maka sudah sejatinya wamil merupakan kebijakan strategis untuk diterapkan. Sebab, Komponen kekuatan pertahanan, terutama kombatan yaitu yang terdiri dari TNI, dan komponen cadangan, harus terus dibangun, dipelihara, dan dikembangkan secara terpadu dan terarah, dengan memantapkan kemanunggalan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara dengan seluruh rakyat Indonesia, yaitu yang dilaksanakan dengan pembinaan Teritorial (Kewilayahan).
10
Oleh karena itu, para wamil memiliki peran yang sangat
stratgis diwilayahnya masing-masing. Hal ini terkait dengan peran untuk mencegah maupun mengantisipasi konflik internal (masyarakat) secara cepat, tanggap, dan solutif sehingga konflik yang terjadi dimasing-masing wilayah tidak membara hingga banyak merugikan negara. Sehingga dalam hal ini stabilitas nasional akan selalu tetap terjaga. Dikarenakan para wajib militer dapat dipastikan telah mengetahui kondisi masing-masing daerahnya disertai dengan bekal dan pengetahuan kemiliteran dalam mencegah dan mengatasi konflik/masalah. Dengan demikian, satu daripada beberapa manfaat wamil dalam hal ini adalah untuk menciptakan stabilitas nasional. Wajib Militer juga telah diterapkan di banyak negara, seperti di Filipina, Rusia, China, Israel, Korea Utara, Korea Selatan, Thailand, Myanmar, Vietnam, Malaysia, Meksiko, Mesir, Turki, Venezuela, Brazil, Syria, Taiwan, Singapura, Libya, dll. Diberbagai Negara tersebut salah satu kegunaan dari pada wamil adalah sebagai preventive action action yang mana harus dipersiapkan manakala serangan dari negara lain akan tiba, baik dari udara, laut, dan darat. Preventive action termasuk action termasuk juga pada bagian self bagian self defense setiap defense setiap negara yang telah diakui didepan hukum internasional.
10
Makmur Supriyatno, Tentang Ilmu..., Op cit, hlm.400
ARGUMENTASI KONTRA
Diantara beberapa argumentasi yang mendukung penerapan wajib militer tersebut, namun disisi lain terdapat argumentasi ar gumentasi yang menunjukkan menunjukkan tidak setuju wa mil diterapkan di Indonesia. Diantaranya ditinjau secara filosofis bahwa bentuk bela oleh warga negara negara tidak hanya dapat dilakukan melalui wajib militer. Bahkan wamil inipun bukan merupakan suatu hal yang urgen jika dikaitkan dengan politik luar negeri Indonesia yang lebih mengedepankan perdamaian dalam mengatasi konflik. Secara yuridis, tanpa menerapkan wamil sejatinya warga negara telah menjalankan peran dalam upaya bela negara yakni melalui pengabdian sesuai profesi dalam bidangnya masing-masing yang semata-mata merupakan wujud pengabdian terhadap bangsa dan negara. Selain itu, menerapkan wamil secara tidak langsung dapat mengurangi hak asasi warga negara. Secara sosiologis, diberbagai negara yang melaksanakan wamil cenderung pada kenyataannya tidak efektif dan menuai protes oleh kalangan warga negaranya karena bersifat memaksa dan dirasa diera kekinian pendidikan bela negara bagi warga negara tidak tepat jika melalui militer. Selain itu, di Indonesia sendiri yang sebenarnya menimbulkan masuknya ancaman adalah karena terbuka lebarnya negara asing untuk turut menguasai negara. O leh karena itu, solusi mengatasi ancaman tersebut bukan melalui penerapan wamil melainkan membenahi sistem serta regulasi yang menjadi peluang masuknya penguasaan asing yang dapat mengancam kedaulatan Negara. Benar bahwasanya setiap warga negara wajib untuk ikut serta dalam membela, memajukan dan mempertahankan keutuhan NKRI sebagai wujud warga negara yang cinta terhadap tanah airnya, akan tetapi apakah hanya dengan ikut Wajib Militer seseorang warga negara dapat menunjukkan sikap cinta terhadap tanah airnya? Sebenarnya banyak jalan yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan mengimplementasikan rasa nasionalisme/kecintaan warga negara untuk tanah air. Cara itu antaralain dengan menekuni dan melakukan dengan sebaik mungkin hal yang menjadi keahlian/profesi dan dengan niat untuk memajukan serta mengabdi bagi bangsa dan negara. Selalu bersikap jujur, kooperatif, menghindari KKN, taat hukum dan sikap yang menunjukkan sebagai warga negara yang baik. Bahkan Mantan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dalam pengukuhun gelar Guru Besar dalam Ilmu Ketahanan Nasional di Universitas Pertahanan menyatakan, “untuk mencapai tujuan nasional, Indonesia bisa menggunakan kekuatan militer (pertahanan), kekuatan ekonomi,
serta kekuatan politik dan diplomasi secara efektif dan terpadu. Jadi bukan semata-mata militer.11 Konsep wajib militer merupakan konsep yang dibangun dalam rangka upaya pertahanan negara. Pertahanan Negara ini dilaksanakan dengan menanamkan dan melakukan upaya bela negara. Namun, bela negara yang perlu kita pahami tidak hanya melalui militer/angkat senjata, akan tetapi bela negara oleh seluruh komponen negara terkhusus masyarakat sipil (yang merupakan target wamil) dengan mengoptimalkan peran sebaik mungkin sesuai keahlian/profesinya masing-masing guna membangun dan mempertahankan negara yang berdaulat. Apabila tiap-tiap warga negara konsisten dan setia dengan keahlian/profesinya masing-masing maka penulis yakin berbagai ancaman dapat diatasi dan ditanggulangi dalam rangka membela dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan RI. Asumsi ini dapat dipahami menggunakan logika sederhana yang mana ketika kemungkinan terjadi ancaman baik eksternal maupun internal maka setidaknya dapat ditanggulangi oleh warga negara yang memiliki suatu keahlian. Misal, terjadi penyadapan terhadap sistem jaringan/teknologi pertahanan negara maka bagi warga negara yang memiliki keahlian dalam hal tersebut harus dan wajib untuk menanggulanginya. Contoh yang lain, ketika terjadi ancaman berupa bencana alam maka bagi warga negara yang berprofesi sebagai personil penanggulangan bencana harus optimal menjalankan tugasnya. Memahami beberapa contoh co ntoh itulah yang kemudian mengindikasikan penulis yakin bahwa bela negara tidak sekedar hanya dilakukan melalui wajib militer. Dalam konteks keindonesiaan, kita pahami bersama bahwa politik luar negeri Indonesia lebih mengutamakan ketertiban, perdamaian dan keadilan sosial. Sesuai esensi pembukaan UUD NRI 1945 bahwa salah satu tujuan negara ialah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam hal ini, nilai filosofis yang dapat dipetik adalah dalam pergaulan dunia Negara Indonesia lebih mengedepankan ketertiban, perdamaian, serta keadilan. Sehingga jika memang hal buruk terjadi (serangan/konflik) Indonesia lebih mengedepankan proses diplomasi/konsolidasi untuk mengambil jalan tengah. Logika sederhananya, penyelesaian konflik dengan jalan perang/fisik sangat menelan banyak kerugian. Contoh konkrit adalah negara Israel, dalam sebuah pemberitaan saluran TV Israel pada hari Selasa (15/7/2014) menyebutkan bahwa Israel menanggung beban perang terhadap Jalur Gaza sebanyak 110 11
Susilo Bambang Yudhoyono, Yudhoyono, Perdamaian dan Keamanan dalam Dunia Dunia yang Berubah: Berubah : Tantangan Penyusunan Grand Strategi Strategi bagi Indonesia, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Unhan, Sentul 12 Juni 2014, hlm, 10-11
juta shekel Israel perharinya (sekitar 32 juta dolar AS atau 377 miliar rupiah). Sejak memulai perang, Pemerintah Israel telah menghabiskan sekitar 1 miliar shekel atau sekitar 29 miliar dolar AS (1 shekel Israel = 0,29 dolar AS). Selain itu disebutkan, penurunan tajam nilai perdagangan di wilayah selatan Israel terjadi mencapai 60-70%, penurunan aktivitas transportasi 20%, dan penurunan jumlah kunjungan wisatawan hingga 50%, yang tentunya mengganggu perekonomian Israel secara makro. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa solusi penyelesaian konflik melalui jalan militer bukan merupakan langkah yang tepat dan urgen dalam tertib hidup masyarakat dunia yang saling menjunjung tinggi perdamaian.
12
Pada dasarnya jika ditinjau secara yuridis, tanpa menerapkan wajib militerpun upaya pertahanan nasional di Indonesia telah sesuai de ngan amanah konstitusi Pasal 27 dan Pasal 30 UUD NRI 1945 mengenai hak dan kewajiban warga negara (sebagai komponen pendukung) pendukung) dalam upaya bela negara. Sebab, konsep bela negara yang dipahami dalam arti luas pada status quo-nya quo-nya sekarang masyarakat sipil telah menjalankan peran sesuai keahlian/profesinya masing-masing dalam rangka bela negara. Dan hal tersebut telah disiapkan sejak dini sejak pendidikan dasar, menengah, lanjut dan pendidikan profesi sesuai bidang keahlian masing-masing. Namun dalam hal ini perlu dorongan/motivasi dari pemerintah terhadap warga negara agar berperan semaksimalnya dan setia mengabdi kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu, hal ini selaras dengan argumentasi pada tataran filosofis bahwa upaya bela negara tidak hanya dapat dilakukan melalui wajib militer . Dalam suatu sistem pertahanan nasional, warga negara yang berprofesi sebagai TNI/POLRI berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan. TNI/POLRI wajib berperan dan bertugas dengan optimal dengan diperkuat oleh seluruh warga negara sebagai komponen pendukung yang berprofesi sesuai bidang keahliannya masing-masing. Maka Negara Indonesia sejatinya sedang membangun Ketahanan Nasional dalam upaya menjaga keutuhan dan kedaulatan RI. Oleh karena itu, berdasar uraian tersebut menerapkan wamil bukan merupakan hal yang urgen. Sebab masih terdapat alternatif konsep bela negara lain dengan tanpa menerapkan wamil sekalipun. Menerapkan wamil justru akan menghambat proses alami bela negara yang telah berjalan, bahkan secara tidak langsung terdapat hak asasi warga negara yang terkurangi/terlanggar. Menerapkan wajib militer, sejatinya negara menerapkan hukum wajib terhadap warga negara. Suatu kewajiban apabila tidak dilaksanakan pasti ada sanksi bagi pelanggarnya. Secara umum, sanksi daripada hal ini tidak main-main yaitu pidana penjara. Lantas, dalam keadaan semacam ini bagaimana dengan warga negara yang hati 12
http://www.dakwatuna.com diakses pada tanggal 9 Juni 2015
nuraninya tidak sesuai dengan profesi kemiliteran sementara dipaksa wajib mengikuti pendidikan militer?. Sehingga, pada dasarnya kebijakan ini telah melanggar hak kebebasan warga negara. Contoh yang terjadi adalah di Korea Selatan sebagai salah satu negara yang menerapkan wamil, secara tidak langsung Korea Selatan melanggar hak dari 388 orang yang menolak dinas militer, semuanya Saksi Yehuwa. Menurut Butir Pasal 18 ICCPR, ”hak orang untuk menolak dinas militer atas dasar hati nurani sama dengan hak untuk memiliki kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama. Pemerintah Korea Selatan terus melanggar hak warga negara untuk memiliki kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama dari ratusan pemuda yang dipenjarakan, dan itu melanggar peraturan yang ditetapkan ICCPR.13 Hal tersebut penulis rasa tidak jauh berbeda akan menjadi permasalahan di Indonesia apabila wamil diterapkan mengingat kondisi penduduk yang sangat beragam. Sehingga sangat bertentangan dengan Pasal 28E ayat 2 UUD NRI 1945 bahwa ”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan menyatakan pik ir an dan sik sik ap, ” jo Pasal 18 ICCPR yang telah diratifikasi dalam UU No 12 sesuai dengan dengan h ati n ur anin ya Tahun 2005. Sebab, bagi warga negara yang secara hati nurani passion-nya passion-nya bukan militer maka secara tidak langsung wajib militer merupakan kebijakan yang sifatnya memaksa hati nurani warga negara. Selain itu secara sosiologis, wajib militer dapat menimbulkan dampak-dampak negatif di dalam masyarakat jika penerapan tidak dengan mekanisme yang jelas. Seperti yang terjadi di Korea Selatan pada bulan juli 2014 lalu dilansir dari BBC.UK anggota dari wajib militernya militernya tewas bunuh diri diri karena tekanan mental secara psikologi, psikologi, kasus lain juga juga terjadi di Korea Selatan dua orang o rang wamilnya melepaskan tembakan kepada kelima a nggota lainnya karena konflik yang sepele. Bahkan rata-rata kebijakan wamil diberbagai negara mengalami reaksi penolakan oleh warga negaranya. Sekitar 50 orang pemuda Israel telah mengirimkan petitsi kepada perdana menteri Israel berisi penolakan masuk wajib militer sebagai protes atas pendudukan pendudukan Israel di wilayah Palestina. Penolakan mereka dirancang untuk memprotes penjajahan berkelanjutan dan intrusi militer ke dalam kehidupan sipil, sesuatu yang berarti menetapkan chauvinisme, militerisme, kekerasan, ketidakadilan, dan rasisme lebih lanjut.14 Dengan demikian mengindikasikan bahwa sebenarnya masyarakat dunia tidak sepakat dengan konsep bela negara melalui militer yang justru akan berdampak negatif.
13 14
http://www.jw.org diakses pada tanggal 12 Juni 2015 http://www.hidayatullah.com diakses pada tanggal 9 Juni 2015
Di Korea Selatan pun kebijakan wamil ini ditentang oleh warga negaranya. Dalam 4 kasus yang melibatkan sebanyak 501 orang yang menolak dinas militer, Komite Hak Asasi Manusia PBB (CCPR) menetapkan bahwa Republik Korea telah melanggar hak orang-orang ini sebab telah menghukum dan memenjarakan mereka. Komite itu menyatakan bahwa ”hak orang untuk menolak dinas militer atas dasar hati n urani sama dengan hak untuk memiliki kebebasan berpikir, berhati nurani, dan beragama. Hak ini memberikan kepada setiap individu pengecualian dari wajib militer, jika itu tidak selaras dengan agama dan kepercayaan sang individu. Sejumlah negara memprotes pemerintah Korea Selatan yang tidak mengakui hak asasi manusia untuk melakukan penolakan atas dasar hati nurani. Pada pertemuan Tinjauan Periodik Universal PBB belum lama ini, delapan negara Hungaria, Prancis, Jerman, Polandia, Slovakia, Spanyol, Amerika Serikat, dan Australia mendesak Korea Selatan untuk mengakhiri penindasan orang yang menolak dinas militer atas dasar hati nurani dan untuk menerapkan dinas sipil non-militer bagi mereka. Pada 1998 PBB mengeluarkan resolusi ke-88 yang berisi penolakan terhadap wajib militer. Istilah yang diberikan PBB yaitu Conscientious Objectors. Objectors. Harafiahnya berarti penolakan hati nurani. PBB mencoba mengakui hak asasi manusia yang mempunyai keyakinan agamanya, bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata. Beberapa negara sudah menerapkan dan mencabut wajib militer. Republik Ceko mencabut wajib militer sejak Desember 2004. Hongaria turut membekukan wajib militer pada November 2004. Kemudian Bosnia juga mencabut wajib militer pada Januari 2006. Jerman baru mencabut wajib militer tahun 2011. Bagi negara yang belum menerapkan Conscientious Objectors Objectors tetapi tetap menjalankan wajib militer, PBB menyarankan pemberian kewajiban pengganti yang tidak menyalahi Conscientious Objectors. Objectors. Di Amerika serikat bagi yang menolak wajib militer maka dapat mengganti dengan kerja sosial. Beberapa yang menerapkan seperti Perancis yang memberikan tugas kedinasan lain bagi yang menolak wajib militer. Oleh karena itu, menimbang berbagai argumentasi tersebut penulis mengajukan konsep bela negara tanpa dengan menerapkan wamil antara lain menanamkan nilai nasionalisme dan patriotisme secara dini pada tiap-tiap pembinaan (pendidikan formal/non formal, pendidikan profesi, pendidikan/pelatihan teknis, dll.), membangun peran pemerintah dalam mendorong/mengoptim mendorong/mengoptimalisasikan alisasikan para abdi negara (Warga Negara selaku Komponen Pendukung) yang memiliki peran sesuai profesinya masing-masing untuk setia bekerja dalam rangka membangun negara sebagai salah satu upaya membela
dan menjaga keutuhan serta kedaulatan bangsa, serta membenahi sistem serta regulasi yang dapat menjadi peluang dapat mengancam kedaulatan Negara. Hal tersebut sebagai antisipasi atas neo-kolonialisme yang mengancam kedaulatan. Dengan demikian tanpa menerapkan wamil pun bela negara dapat dibangun dan dioptimalkan dengan baik. PENUTUP
Dari perspektif Pro, bahwa bela negara merupakan suatu naluriah dan kelaziman yang mesti dilakukan oleh suatu bangsa terhadap negaranya. Penerapan Wajib Militer dapat memupuk jiwa kepahlawanan dan kebangsaan untuk senantiasa cinta dan setia terhadap tanah air. Bahkan sebagai negara yang dibangun dengan pilar demokrasi, wamil merupakan bentuk/pola pembangunan pertahanan negara yang melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam upaya bela negara. Menerapkan wamil merupakan upaya melaksanakan amanah Pasal 27 dan 30 UUD NRI 1945, bahwa warga negara memiliki hak dan kewajiban serta dalam kedudukannya sebagai komponen pendukung upaya bela negara. Dengan menerapkan wajib militer dapat meningkatkan kesiap-siagaan terhadap berbagai
kemungkinan
ancaman
terhadap
kedaulatan
RI
mengingat mengingat
dan
mempertimbangkan kondisi geografis dan sosiografis RI. Selain itu, kegunaan dari pada wamil adalah sebagai preventive sebagai preventive action yang action yang mana harus dipersiapkan manakala serangan dari negara lain akan tiba, baik dari udara, laut, dan darat. Preventive action termasuk action termasuk juga pada bagian self bagian self defense setiap defense setiap negara yang telah diakui didepan hukum internasional Sedangkan dari persepektif Kontra, bentuk bela negara oleh warga negara negara tidak hanya melalui wajib militer. Bahkan wamil inipun bukan merupakan suatu hal yang urgen jika dikaitkan dengan politik luar negeri Indonesia yang lebih mengedepankan perdamaian dalam mengatasi konflik. Tanpa menerapkan wamil sejatinya warga negara telah menjalankan peran dalam upaya bela negara yakni melalui pengabdian sesuai profesi dalam bidangnya masing-masing yang semata-mata merupakan wujud pengabdian terhadap bangsa dan negara. Selain itu, menerapkan wamil justru secara tidak langsung dapat mengurangi hak asasi warga negara. Bahkan diberbagai negara yang melaksanakan wamil pada kenyataannya tidak efektif dan menuai protes oleh warga negaranya karena penerapannya bersifat memaksa dan dirasa diera kekinian pendidikan bela negara bagi warga negara tidak tepat jika melalui militer. Selain itu, di Indonesia sendiri yang sebenarnya menimbulkan masuknya ancaman adalah karena terbuka lebarnya negara asing untuk turut menguasai negara. Oleh karena itu, solusi mengatasi ancaman tersebut bukan melalui penerapan wamil melainkan membenahi sistem serta regulasi yang menjadi peluang masuknya masuknya penguasaan asing yang dapat mengancam kedaulatan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Rio Armanda Agustian & Fitri Julianti.2013. Ju lianti.2013. Pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan, Kewarganegaraan, Pangkalpinang: UBB Press, Supriyatno, Makmur.2014.Tentang Makmur.2014. Tentang Ilmu Pertahanan, Jakarta: Pertahanan, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia Yudhoyono, Yudhoyono, Susilo Susilo Bambang, Perdamaian Bambang, Perdamaian dan Keamann dalam Dunia Dunia yang Berubah : Tantangan Penyusunan Grand Strategi bagi Indonesia, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Unhan, Sentul 12 Juni 2014
Peraturan Perundang-undangan
UUD NRI 1945 UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Nasional
Website: 1
http://www.dakwatuna.com diakses pada tanggal 9 Juni 2015
1
http://www.jw.org diakses pada tanggal 12 Juni 2015
1
http://www.hidayatullah.com diakses pada tanggal 9 Juni 2015