Presiden Soekarno dan Nasakom Pendapat bahwa Soekarno telah menetapkan jalan ke kiri di bawah Demokrasi Terpimpin memang merupakan hal yang menarik. Tetapi apa yang menjadi tujuan akhir politik presiden yang kelihatannya pro PKI dan antitentara ini? Dan apakah motivasinya? Apakah ia memang memajukan apa dan hanya melindungi PKI, dan sewaktu-waktu bertindak untuk menjaga keseimbangan, jika tekanan kepada partai ini akan menyebabkan pergeseran? Bagaimanapun, tentara mempunyai kekuatan senjata, dan dalam pengertian ini ia selamanya lebih unggul dari saingan-saingan politiknya, dan bisa mempergunakannya terhadap apa pun usaha Soekarno untuk membendungnya. Dapat juga dicatat, meskipun Soekarno sejak tahun 1960 secara terus-menerus berbicara tentang kebaikan sautu pemerintahan Nasakom, dan sering didengar bahwa akan dilaksanakan dengan jalan perombakan kabinet, ternyata ini tidak pernah terjadi. Apakah ia memang ingin melaksanakannya, tetapi kemudian merasa kurang mampu untuk melakukannya ? Atau apakah ia sengaja membuka kemungkinan kabinet Nasakom – tetapi tetapi tidak lebih dari itu, sekedar merupakan kemungkinan kemungkinan saja? Setidak-tidaknya dapat dinyatakan tujuan Soekarno adalah membawa PKI pada gengsi yang lebih besar, tetapi sekali-kali tidak membawanya lebih dekat pada kekuasaan yang nyata. Untuk PKI, langkah terakhir ini tertahan-macet serlamanya, sehingga kemajuan-kemajuan yang didapatnya setahap demi sethap selama tahun-tahun Demokrasi Terpimpin, jika dibandingkan, tidak banyak berarti. Sekiranya mencapai kekuasaan, seharusnya mrreka sekarang sudah termasuk dalam rezim itu. Secara ideologis, mereka terkurung, menyokong Soekarno dengan imbalan dijinakkan dalam prosesnya. Menjelang tahun 1963, PKI semakin khawatir, meningkat jumlah anggota dan bertambahnya grngsi telah disertai pula dengan lunturnya disiplin partai, merosotnya moral dan sirnanya élan revolusionernya. Memang sulit memberikan kepastian tentang kecenderungan ini. Menjelang tahun 1963, PKI sungguh lebih kuat dari sebelumnya, dan tentara agak kurang kuat atau sekurang-kurangnyanya tidak bersikap mendua di bawah kontrol pimpinan antikomunis yang ketat. Ketika itu, seluruh perimbangan kekuatan politik dalam negeri berkaitan dengan masalah-masalah politik luar negeri. 1
Persoalan Irian Barat yang selesai pada tahun 1962 disusul dengan konfrontasi terhadap Malaysia ( John D Legge, 1985 : 374 – 375 ) Nasakom adalah kembangkitan kembali dari tulisannya yang lama tentang “ Nasionalisme, Islam, dan Marxisme.”. Tetapi apabila diteliti lebih cermat ternyata fungsinya sangat berbeda. Tulisannnya pada tahun 1926 itu direncanakan tahun-tahun perjuangan dan itu sebenarnya dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan-perbedaan dan membina usaha bersama Nasakom adalah penemuan ketika ia berkuasa. Pada permulaan tahun 1960-an, sesungguhnya Soekarno masih berpikir dalam rangka mengatasi konflikdan perpecahan, tetapi dengan cara yang agak berlainan. Ia tidak lagi yakin mampu mempersatukan kekuatan yang saling berlawanan dalam dunia politik Indonesia, dan ia melihat hal ini dengan cermat, tidak dalam bentuk idealistic, tetapi dalam bentuk keterpaksaan praktis dan tekanan-tekanan praktek politik sehari-hari. Ia melihat perlunya merukunkan aliran-aliran politik yang besar, tetapi keinginan adalah menjerat mereka dan selanjutnya selain mempersatukan mereka juga menempatkannya dalam suatu keseimbangan. Kadar persatuan mereka tergantung pada ukuran Soekarno sendiri. Dan Nasakom harus dilihat dalam pengertian ini. Ia adalah suatu taktik yang diperhitungkan bukan untuk mempersatukan kekuatan-kekuatan yang saling bersaing, tetapi untuk memperatahankan kedudukannya sebagai pemegang neraca dan juru pisah. Makna Nasakom yang sesungguhnya tidak pernah dijelaskan secara terang. Pernah PKI menanggapi bahwa Nasakom juga berarti penciptaan keseimbangan antara nasionalisme, agama dan komunisme pada semua tingkat eksekutif pemerintahan dan dewan-dewan perwakilan, sehingga juga dalam pimpinman komando tertinggi militer ketiga unsur ini diwakili. Dalam pengertian itu PKI menuntut penasakoman Angkatan Darat. Angkatan Darat menolak dengan alasan bahwa istilah itu hanya berarti kerja sama dalam semangatnya yang umum, yang memberitahukan jalannya urusan negara. Kesalahan penafsiran ini sesuai dengan siasat Soekarno, hal ini tetap tidak diperjelas selama mungkin, sehingga tetap ada keragu-raguan. Sebab, dengan menampilkan gagasan Nasakom, tujuan Soekarno adalah untuk mengontrol kekuatan-kekuatan yang saling bersaing.. Tidak untuk mempersatukan mereka, kecuali lewat dirinya” Saya Nasakom itu,” jawabnya, demikian perrnah terbetik ketika ia menolak tuntutan PKI untuk disertakan dalam kabinet tahun 1063. ( John D Legge, 1985 : 400 – 401 ) 2
Reorganisasi ABRI tahun 1962 menetapkan pengintegrasian Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian dalam satu wadah yakni Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Keempat Angkatan secara organisatoris langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai Panglima Tertinggi ABRI membentuk lembaga-lembaga baru yang berfungsi samdengan Angkatan. Sehingga terdapat enam badan pertahanan keamanan yang menyelenggarakan fungsi yang hampir serupa, yang masing-masing- masing berdiri sendiri tanpa koordinasi dan integrasi yang tegas. Keenam badan tersebut adalah Komando Operasi Tertinggi (Koti), Kompartemen Hankam, Departemen/Angkatan Darat, Departemen/ Angkatan Laut, Departemen / Angkatan Udara, dan Departemen / Angkatan Kepolisian. Kebijakan Presidem/ Panglima Tertinggi ABRI menyebabkan organisasi ABRI terkotak-kotak dengan wawasan matra yang sempit. Akibatnya terjadi disintegrasi dalam tubuh ABRI karena masing-masing Angkatan membentuk doktrin, pasukan elite, dan badan-badan inteljen masing-masing. Pada awal Orde Baru keadaan itu menyadarkan pimpinan ABRI untuk menyempurnakan struktur organisasi atau integrasi ABRI. Untuk menyempurnakan dan memperjelas fungsi Angkatan dan struktur organisasi ABRI, Menutama Hankam, Jenderal Soeharto memerintahkan Mayor Jenderal M.M.R. Kartakusuma, Kepala Staf Hankam untuk menyusun organisasi ABRI baru. Hasilnya, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 132 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan Keamanan. Dalam keputusan itu organisasi ABRI dibagi atas tingkat, yaitu departemen dan angkatan. Dalam Surat Keputusan tersebut, disebutkan bahwa tugas pokok Departemen Pertahanan Keamaman (DepHankam) adalah pertama menyelenggarakan pengendalian secara integratif fungsional semua kegiatan-kegiatan negara dan masyarakat untuk mengamankan revolusi / Kedua, secara koordinatif-struktural menyelenggarakan pengendalian terhadap Angkatan-angkatan (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkaytan Udara dan Angkatan Kepolisian) dan badan-badam hukum lainnya.
3
Pemegang kekuasaan tertinggi Angkatan Bersenjata dan pimpinan Hankamnas adalah Presiden dibantu oleh Menteri Pertahanan –Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata. Rantai komando berjalan dari Presiden melalui MenHankam/Pangab. Masing-masing Angkatan mempunyai tugas penyelenggaraan dan pembinaan Hankamnas, menurut matranya masingmasing. Setiap Angkatan adalah bagian organ Departemen Pertahan Keamaman yang bertanggung jawab untuk memberikan bantuan dalam penyelenggaran dan pengamanan kebijaksanaan dalam bidang Hankam sebagaimana yang telah diputuskan Dewan Pertahanan Nasional (Depertan). Dalam keputusan tersebut, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah merupakan bagian orghanik Departemen Hankam yang meliputi Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing Angkatan dipimpin oleh Panglima Angkatan, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas kewajibannya kepada MenHankam/Pangab. Di samping membawahi Angkatan, MenHankam/Pangab juga membawahi komando utama operasional Hankam/ABRI. Komando utama operasional mempunyai fungsi melaksanakan operasi ofensif strategis dan operasi defensifstrategis senagai cara menghadapi agresi .invasi lawan. Komando –komando utama operasional Hankam/ABRI adalah Komando yang merupakan mandala atau kompartemen strategis dengan tugas pokok defensif-strategis yang luas dan berlanjut yang merupakan komando gabungan. Komposisinya terdiri atas dua angkatan atau lebih dan dibentuk atas dasar wilayah, sesuai konsep strategis. Faktor yang mempengaruhi lahirnya Keppres No 132/1967 ialah adanya ketentuan mengenai pelaksanaan Panca-tertib, khususnya terib Hankam dan usaha-usaha efisisensi, penyederhanan ekonomi /penghematan dengan jalan menghilangkan usaha-usaha tumpang tindih. Selain itu, Keppres tersebut tidak hanya membuat penyederhanaan dan pengematan, tetapo juga memberikan effisiensi dan efektifitas kerja. Dengan berkembangnya teknologi modern, secara praktis tidak ada lagi tugas operasional yang melibatkan hanya satu Angkatan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan selalu memerlukan kegiatan gabungan ketiga angkatan perang dan kepolisian. Oleh karena itu, lahirnya Keppres 132/1967 menjamin adanya suatu komando dan menghilangkan kesimpangsiuran dalam penugasan bagi masing-masing Angkatan ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI.Jilid IV, 2000 : 17 – 20 ). 4
Hampir satu tahun ABRI melaksanakan reorganisasi berdasarkan Keputusan Presiden No. 132 Tahun 1967, namun dianggap belum berhasil menciptakan organisasi yang kompak. Organisasi berdasarkan Keprres 132/1967 masih terlalu luas, kurang efisien dan efektif, karena itu dievaluasi kembali Pimpinan evaluasi dierahkan kepada Mayor Jenderal Soemitro, Asisten Operasional Pangad, yang kemudian diangkat sebagai Kepala Staf Hankam menggantikan Mayor Jenderal H.M.M.R. Kartakusuma. Untuk itu pada tanggal 4 Oktober 1969 dikeluarkan Surat Keputusan Presiden No 70 Tahun 1969. Tujuan penyempurnaan ini ialah agar pada akhir tahun 1973 terdapat landasan dan pangkal tolak pokok bagi pembangunan sistem Hankamnas dan ABRI, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama ABRI memiliki sustu sistem Hankamnas yang modern bagi aparatur maupun doktrinter. Kepurusan Presiden No 79/1969, menyatakan bahwa ABRI merupakan unsur organik Departemen Hankam yang sekaligus merupakan kekuatan kekuatan sosial yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Hankamnas. Sasaran utama dalam penyempurnaan organisasi Hankamnas adalah integhrasi ABRI. Integrasi yang dimaksud adalah kekompakan, keutuhan, kesatuan dan persatuan ABRI. Ciri-ciri integrasi ABRI antara lain mempunyai suatu landasan mental dan ideologi dan satu doktrin, dikendalikan oleh satu kebijakan yang terpusat, terutama menyangkut doktrin dasar dan doktrin induk peklasanannya. Pengendalian suatu kebijakan yang terpusat, untuk menghindari adanya peluang munculnya rivalitas dan kontroversi antar Angkatan atau pun pihak luar yang ingin memecah belah ABRI. Selain tidak menonjolkan kepentingan sendiri, ABRI secara keseluruhan tetap berada di dalam kepentingan nasional, dan mampu menyelesaikan tugas, serta secara politis merupakan satu kekuatan yang kompak di dalam melaksanakannya fungsi kekaryaannya sebagai kekuatan sosial. Prinsip dasar penyempurnaan organisasi ABRI 1969 adalah penentuan dan pembagian fungsi yang dilaksanakan sebagai wujud fungsionalisasi sesuai dengan kemampuan dan hakekat Angkatan. Konsekuensinya adalah pembedaan fungsi antara Angkatan Perang dan Kepolisian, sehingga ABRI terdiri dari APRI dan Kepolisian RI. Polri berfungsi bidang national security/ social approach, APRI di bidang national security/ defense apptoach. Semua fungsi yang bersifat 5
politis dan strategis yang mempengaruhi politik dan strategi nasional dipusatkan dalam satu tanngan yaitu MenHankam /Pangab. Sedangkan semua fungsi yang bersifat umum yang berlaku bagi lebih dari satu Angkatan dan tidak bersifat politis atau strategis, diatur secara sistem pembinaan seluruhnya kepada Angkatan-angkatan, di bawah pengawasan Hankam. Oleh karena itu maka struktur organisasi Departemen Hankam dibagi atas dua tingkat, yaitu tingkat departemental dan tingkat operasional Adanya perubahan-perubahan dalam arti penyempurnaan Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kerja ABRI/Hankamnas yang mulai dilaksanakan antara tahun 1969 – 1970, mempunyai pengaruh besar bagi pertumbuhan ABRI. Adapun tujuannya adalah untuk mencapai 8 sasaran utama. Pertama, pengalihan dan pemusatan wewenang departemental dan kekaryaan serta pengendalian operasional dari Angkatan-angkatan dan Polri kepada Menhankam/Pangab. Kedua, pemusatan fungsi-fungsi kekaryaan, territorial dan hukum dari Angkatan-angkatan dan Polri kepada Departemen Pertahanan dan Keamanan. Ketiga, Angkatan Bersenjata Tepublik Indonesia yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara begitu juga Polri mempunyai tugas terbatas pada pembinaan khas Angkatan/Kepolisian. Keempat, Polri diberi tugas dan tanggung jawab sebagai unsur penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat umum dan penegak hukum berdasarkan Keppres 52/1959. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian No 13/1961. Kelima,, Komando-komando Utama Teritorial Angkatan secara operasional diintegrasikan menjadi Komandokomando Utama Pertahanan Keamanan. Keenam, penggunaan operasional semua unsur tempur strategi dilakukan secara terintegrasi. Ketujuh, pengintegrasian dari semua unsur pembinaan tunggal antar Angkatan. Kedelapan, pembentukan Komando-komando wilayah Pertahanan. (Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,Jilid IV, 2000: 20 – 23 ) Berdasarkan pertimbangan bahwa belum tercapainya kemantapan integrasi fungsi-fungsi pertahanan keamanan, baik dalam segi pokok-pokok organisasi maupun dalam segi prosedur kerjanya, pemerintah memandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 1969. Sehubungan dengan ini, dikeluarkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia No 7 Tahun 1974 tanggal 18 Februari 1974, yang menyebutkan bahwa fungsi Hankamnas pada dasarnya diselengarakan oleh Departemen Peratahanan dan 6
Keamanan. Tugas pokoknya menyelenggarakan kebijakan dan pembinaan ketahanan nasional bidang Hankamnas, menyelenggarakan pimpimnan dan pembinaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebagai inti kekuatan Hankamnas dan sebagai kekuatan sosial serta menyelenggarakan, memimpin dan mengendalikan operasi-operasi pertahanan keamanan. Strategi nasional yang hendak dilakdsanakan adalah menyusun kekuatan Hankamnas yang mampu mendukung perjuangan kepentingan nasional di forum internasional untuk mengatasi ancaman-ancaman dari dari luar maupun daroi dalam negeri serta berbagai macam hambatan lainnya. Pelaksanaan politik dan strategi Hankamnas tersebut, yaitu ABRI sebagai kekuatan ini dan dan pembina kekuatan-kekuatan Hankamnas bertugas pokok meningkatkan kualitas operasional, administrasi dan manajemen, mengamankan Pelita II dan ikut mensukseskan pembangunan nasional, menghancurkan sisa-sisa G30S/PKI serta subversi lain, mengatasi hambatan-hambatan terhadap keamanan nasional dan mendukungprogram pembangunan nasional, ikut memelihara kestabilan politik di Asia Tenggara untuk mendukung politik luar negeri bebas aktif yang bertujuan menggalang ketahanan nasional negara-negara Asean, sebagai dasar dari ketahanan nasional Asia Tenggara. Selain itu terus meningkatkan kermampuan ABRI sebagai kekuatan Hankam dan sebagai kekuatan sosial. Departemen Hankam disusun dalam bentuk organisasi garis dan staf, dibagi dalam dua tingkat yaitu Tingkat Departemen dan Tingkat Komando Utama. Tingkat Departemen berbentuk eselon pimpinan terdiri dai Menterti Peratahan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata RI dan Wakil Wakil Panglima Angkatan Bersenjata RI. Eselon pembantu Pimpoinan terdiri dari atas Kepala Staf Operasi, Kepala Staf Administrasi, Kepala Staf Kekaryaan, Inspektorat Jenderal dan Perbendaharaan Dephankam. Disusul dengan Staf Operasi, Staf Afministrasi, Staf Kekaryaan dan lain-lain. Menhamkam/Pangab dijabat oleh Jenderal TNI M Panggabean. Markas Besar Angkatan dan Kepolisian Negara RI, terdiri dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Mabes TNI Angkatan Laut, Mabes TNI Angkatan Udara dan Mabes TNI dan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada eselon tersebut jabatan diduduki oleh Kasad, Kasal, Kasau dan Kapolri. 7
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merupakan bagian organic Departemen Hankam, terdiri dari Tentara Nasional Indonesia, disingkat TNI yang meliputi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, disingkat TNI AD, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, disingkat TNI AL, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, disingkat TNI AU serta Kepolisian nNegara Republik Indonesia, disingkat Polri. ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Jilid IV, 2000 : 23 – 35 ) Pertahanan keamanan negara diatur dalam Undang-Undang No 29 Tahun 1954. Setelah berlaku beberapa tahun Undang-undang tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan RI dan pertumbuhan ABRi serta perkembangan persyaratan pertahanan keamanan negara. Setelah melalui proses yang panjang dan menempuh kurun waktu selama 26 tahun sampai dengan tanggal 6 September 1982, Undang-Undang Pertahanan Keamanan baru disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Undang-undang tersebut adalah Undang-undang No 20/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI, kemudian dimuat dalam Lembaran Negara no 51 tanggal 19 September 1982. Materi-materi pokok yang menjiawai UU No 20/1982 ini memberikan landasan hukum bagi Angkatan Bersenjata sebagai komponen utama kekuatan pertahanan negara, maupun sebagai kekuatan sosial. Undang-undang No 20.Tahun 1982 berfungsi sebagai induk yang masih memerlukan undang-undang lain yang mengatur lebih lanjut berbagai aspek dari pelaksanaan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Sebagai pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 1982 di bidang organisasi diatur daldan dua Keppres, yaitu Keppres No 46 Tahun 1983 tentang Pokokpokok dan Susunan Organisasi Departemen Hankam dan Keprres No 60 Tahun 1983 tentang Pokok-okok dan Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata. Dengan pemisahan antara Departemen Hankam dan Markas Besar ABRI, maka berkurang beban administrasi bagi ABRI, sehingga Pangab dapat lebih menurahkan pada peningkatan kemampuan ABRI dan komando pengendalian operasional.
8
Ssuai Keppres No 46 Tahun 1983, tugas pokok dan fungsi Departemen Hankam adalah sebagai bagian dari pemerintahan negara yang dipimpin oleh seorang Menteri dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tugas pokok Menhankam adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemberintahan dan pembangunan di bidang pengelolaan pemahaman keamanan negara. Menhankam dijabat Jenderal Poniman. Dalam melaksanakan tugas pokok Departemen Hankam menyelenggarakan fungsi : merumuskan kebijakan pemerintah mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan pengelolaan pertahanan keamanan negara dan merenanakan segala sesuatu secara teratur dan menyeluruh. Juga menyelenggarakan pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara dan upaya mendayagunakan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan keamanan negara. Selain itu mengkoordinasikan kegiatan penyusunan dan pelaksanaan rencana strategi dalam rangka pengelolahan pertahanan keamanan negara, serta menyelenggarakan poengawasan atas pengelolaan sumberdaya nasional untuk kepentingan pertahanan keamanam negara. Sedangkan mengenai bentuk organisasi disusun dan bentuk departemen, terdiri dari Menteri, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktoral Jrnderal Perencanaan Umum dan Penganggaran, Direktur Jenderal Personel, Tenaga Manusoia dan Veteran, Direktorat Jenderal Materiil, Falisiltas dan Jasa, serta Badan dan Pusat. Semua unsur departemen tersebut wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkroninasasi, baik dalam lingkungan departemen sendiri maupun dalam hubungan antar departemen/instansi untuk kesatuan gerak yang serasi dengan tugas pokoknya . Pengorganisasian Departemen Hankam berbeda dengan departemen lain yaitu hanya terbatas sampai pada tingkat pusat, tidak mempunyai “perwakilan” pada tingkat daerah. Selain Keppres RI No 46 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok dan Susunan Organisasi Departemen Hankam, pemerintah juga mengeluarkan Keprres TI No 60 Tahun 1983 yang mengatur dan menyusun Organisasi ABRI. Tujuan dikeluarkannya Deppres ini adalah agar ABRI dapat menjalankan tugasnya secara berhasilguna dan berdaya guna, Di samping itu juga untuk mempertegas fungsi ABRI di bidang pertahanan keamanan dengan cirri angkatan bersenjata 9
yang keil dalam jumlah, tetapi tinggi dalam kualitas, sehingga mudah dikembangkan dan mampu mengikuti perkembangan sistem senjata moderm. Dalam Keppres tersebut disebutkan bahwa Angkatan Bersenjata Republkik Indonesia dipimpin oleh Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) yang bertanggung jawab langsung kepada Presidem. Tugas pokoknya adalah melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas pembinaan dan penggunaan ABRI serta melakukan pembinaan dan penggunaan setiap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara sesuai dengan peraturan-peraturan perundangundangan yang berlaku dan sesuai dengan kebijakan pemerintah Selain itu, Pangab bersama Kepala-kepala Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian Negara RI membantu Menteri Pertahanan Keamanan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang administrasi pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara. Disebutkan pula bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terdiri dari (1) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat beserta cadangannya; (2) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Lkaut beseta cadangannya; (3) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara beserta cadangannya dan (4) Kepolisian Negara. Keppres itu menyusun organisasi Angkatan Bersenjata Indonesia menjadi 3 (tiga) tingkat. Tingkat Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Mabes ABRI terdiri atas : Eselon Pimpinan yang dipimpin oleh Panglima ABRI (Pangab). Pembantu Pimpinan terdiri dari Kepala Staf Umum (Kasum), Kepala Staf Sosial Politik (Kasosspol), dan Inspektorat Jenderal dan Perbendaharaan (Irjen) Pangab dijabat Jenderal TNI Benny Moerdani, Kasum ABRI Letnan Jenderal TNI Himawan Sutanti, dan Irjen Marsekal Madya TNI Iskandar. Tingkat ini dilengkapi dengan Eselon Staf dan Eselon Pelayanan. ( Pusat Sejarah dan Trradisi TNI. Jilid IC., 2000 : 25 – 28 ) Reorganisasi ABRI 1962 mengagendakan masalah doktrin dan wawasan Angakatan yang merupakan salah satu sumber timbulnya persaingan antara Angkatan. Adanya perbedaan wawasan antara satu Angkatan dengan Angkatan lainnya sangat membahayakan keutuhan ABRI dan kesatuan bangsa. Kondisi itu disadari oleh pimpinan ABRI, bahwa integrasi ABRI selain wujud organisasi juga dalam sikap, pandangan dan tindakan. Hal-hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi Sidang Umum MPRS tahun 1966 untuk membicarakan 10
masalah ABRI yang kemudian melahirkan TAP MPRS No XXIV tentang kebijaksanaan dalam bidang pertahanan keamanan. Sebagai dasar pertimbangan kebijakan pertahanan keamanan adalah kedudukan ABRI sebagai alat revolusi dan alat negara. Menteri Utama bidang Hankam Jenderal Soeharto di depan DPR-GR tanggal 4 Mei 1966 dan 14 Mei 1966 mengatakan untuk memelihara kreutuhan dan kesatuan serta efisiensi dan efektifitas pertahanan keamanan yang meliputi empat matra pertahanan darat nasional, pertahanan maritime nasional, pertahanan udara nasional, serta keamanan dan ketertiban masyarakat), harus dilaksanakan secara gabungan. Penggabungan tersebut tidak tidak hanya terbatas di lingkungan Angkatanangkatan, tetapi juga antara keempat Angkatan dengan kesatuan-kesatuan organisasi rakyat di bidang yang bersangkutan. Fungsi beberapa lembaga seperti Cadangan Strategis Nasional, Logistik Militer Nasional, dan Inteljen Strategis, harus pula disusun secara gabungan, untuk mencapai keutuhan dan kesatuan serta efisiensi dan efektifitas. Sehubungan dengan hal itu, perlu dirumuskan doktrin pertahanan keamanan dan doktrin-doktrin perincian menurut matra dan fungsi tersebut. Penyusunan doktrin-doktrin tersebut harus bersumber pada falsafah Pancasila. Sarana-sarana yang dipergunakan untuk menyusun doktrin ialah sistem persenjataan fisik teknologis berintikan ABRI (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian) yang dipergunakan atas dasar flexible response yang efektif. Di samping sistem persenjataan sosial politik menjamin wadah dan memberikan dukungan kepada usaha pertahanan keamanan, juga perlu mengikusertakan seluruh rakyat atas dasar kewajiban dan kehormatan sesuai dengan kemampuan individualnya dalam segala bentuk pertahanan keamanan bersama ABRI. Pengakuan atas kekaryaan ABRI untuk mengabdikan dirinya dalam segala bidang pembinaan kepentingan bangsa dan ketahanan revolusi dengan mempertimbangkan terpeliharanya keserasian dan team work dalam lingkungan penugasan yang bersangkutan. Sarana-sarana tersbut menjamin adanya koordinasi aefektif dan terus-menerus dalam usaha pencegahan, deteksi dan tindakan terhadap setiap jenis subversif. Berdasarkan prtimbangan-pertimbangan di atas dan melalui proses yang panjang, yaitu dilaksanakannya Pra Seminar dan Seminar Hankam, maka 11
lahirlah Doktrin Hankamnas dan Perjuangan ABRI Catur Dharma Eka Karma (Cadek). Dengan dirumuskannya Cadek, maka perbedaan-per4bedaan yang tajam antara doktrin-doktrin Angkatan berhasil dihilangkan. Cadek secara umum dapat diartikan bahan tugas pokok ABRI bersifat empat matra, tetapi pada hakekatnya merupakan tugas tunggal untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta perjuangan bangsa Indonesia. Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI Catur Dharma Eka Karma, terdiri atas Mukadimah. Landasan Idiil, Azas-azas Pedoiman Pelaksanaan, dan Penutup. Dalam Mukadimah ditegaskan bahwa perjuangan rakyat dan negara bertujuan mewujudkan aspirasi bangsa berdasarkan Pancasila. Sebagai penegak dan penyelamat Pancasila, ABRI selalu mengabdi kepada revolusi dan amanat penderitaan rakyat, hidup dan berjuang bersama rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Dalam perjuangan tersbut, bersama dengan kekuatan sosial lainnya, ABRI turut serta menentukan haluan dan politik negara. Pada bagian akhir Mukadimah dinyatakan bahwa untuk mempercepat tercapainya tujuan revolusi, ABRI merasa perlu menyusun sebuah doktrin berwawasan Nusantara Bahari. Rumusan yang terdapat dalam Landasan Idiil pada garis besarnya berbeda dengan yang dihasilkan ole Pra Seminar Hankam. Rumusan dibagi atas Pembukaan, Revolusi Indonesia, dan Strattegi Nasional. Dalam pEmbukaan dirumuskan perjuangan bangsa, Pancasila dan perjuangan ABRI. Tentang perjuangan bangsa disebutkan bahwa kemerdekaan yang tercapai adalah hasil perjuangan dengan penegerahan tenaga rakyat yang memiliki tradisi keprajuritan. Sejak tahun 1945, perjuangan dilandasi oleg falsafah Pancasila dan UUD 1945, Pancasila dan UUD 1945 yang murni menjadi landasan idiil dan landasan perjuangan ABRI. Sebagai alat kekuasan negara, ABRI bertugas menyelamatkan revolusi dan tujuan revolusi, menyusun sistem Hamkamrata dan mempertinggi ketahanan nasional. Kepemimpin ABRI dalam melaksanakan pembinaan di bidang militerdan di bidang kekaryaan didasari oleh Pancasila. Asas-asas kepemimpinan itu adalah taqwa, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tuteuri handayani, waspada, purbawisesa dan legawa. Kemurnian Pancasila dan UUD 1945 dijadikan sendidan jiwa oembuinaan mental ABRI. Dengan demikian, ABRI berketatapan untuk mengkonkretkan dan 12
mengamalkan landasan idiil Pancasila di segala bidang kegidupab dan perjuangan ABRI.( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,Jilid IV, 2000 : 28 – 30 ) Doktrin Kekaryaan ABRI adalah perjuangan ABRI sebagai golongan karya atau kekuatan sosial. Kedudukan sebagai kekuatan sosial didasarkan atas dasar landasan idiil (Pancasila), landasan konsitusional (UUD 1945) dan landasan hukum ( Ketetapan-Ketetapan MPRS). Golongan Karya ABRI sebagai salah satu kekuatan sosial politik dan pengemban Demokrasi Pancasila mempunyai lapangan pengabdian semua bidang kehidupan dan penghidupan bangsa dan negara, Dalam pengertian trrsebut, karyawan ABRI adalah warga ABI militer atau sipil yang ditugaskan di lembaga atau instansi di luar bidang Hankam untuk menjalankan tugas non Hankam. Kegiatan yang dilakukan oleh Karyawan ABRI disebut Kekaryaan ABRI, sedangkan semua kegiatan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan ABRI di luar bidang Hankam disebut operasi karya. Tugas pokok ABRI sebagai golongan karya ialah ikut serta dalam segala usaha dan kegiatan di bidang politik, ekonomi, dan sosial dengan menjalankan fungsi pembinaan, pembangunan, pengembangan, peningkatan, dan pengamanan bidang-bidang trersebut. Kekaryaan ABRI ditujukan baik ke dalam dan ke luar tubuh ABRI. Landasan-landasan yang digunakan untuk melaksanakan kekaryaan antara lain kekuatan moril, spiritual, fisik, organisasi yang kompak, kedudukan yang formal dalam struktur negara, kepemimpinan, rasa tanggung jawab serta kemampuan kerja dan disiplin. Sebagai kekuatan sosial ABRI merupakan teman seperjuangan yang sejajar dan seferajat dengan kekuatan-kekuatan sosial lainnya yang Pancasilais Keikutsertaan ABRI di bidang non Hankam berarti memelopori kegioatan di bidang trersebut secara dinamis berdasarkan asas gotong royong. Pelaksanaan disesuaikan dengan situasi dan kondisi menurut kebutuhan tanpa mengesampingkan tugas-tugas di bidang Hankamnas. Landasan bagi pelaksanaan tugas-tugas tersebut baik di bidang Hankam maupun di bidang sosial politik ialah strategi dasar pemerintah yang berdasarkan strataegi nasional.
13
Berpedoman pada strategi kekaryaan ABRI, maka pola dasar kekaryaan ABRI ialah keikutsertaan karyawan ABRI membina bidang-bidang non-Hankam. Di bidang ideologi dan politik mereka membina dan meningkatkan kesadaran ideologi dan politik, kesatuan dan persatuan nasional, menciptakan iklim yang baik dan harmonis antara pemerintah dan rakyat, menegakkan dan mengamankan kewibawaan pemerintah, mensukseskan program pemerintah di bidang politik dan mengembangkan kerjasama dengan luar negeri berdasarkan politik bebas-aktif. Di bidang ekonomi dan keuangan karyawan ABRI juga ikut serta membina dan meningkatkan kesadaran dan ketahanan ekonomi, mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi, meningkatkan dan mengamankan ekonomi nasional, meningkatkan penelitian dan pengembangan ekonomi, menyehatkan keuangan negara dan mengembangkan kerjasama dengan dunia internasional. Di bidang rohani dan sosial budaya, meningkatkan kehidupan beragama, sistem pendidikan nasional dan kesejahteraan rakyat, mengembangkan budaya nasional dan memberantas inflitrasi budaya asing yang bertentangan dengan Pancasila, sereta meningkatkan kerjasama antar bangsa. Selain itu, kekaryaan ABRI dalam bidang media massa adalah membina kebebasan mimbar dan kebebasan pers serta membina dan meningkat olah raga. Agar tugas-tugas kekaryaan itu mencapai hasil diperlukan pola dasar pembinaan kekaryaan karyawan ABRI secara integral. Pembinaan dilakukan secara terpusat, sedangkan penempatan dan pengerahan karyawan ABRI didasarkan atas keahlian dan kecakapan di bidang masing-masing. Penggunaan potensi ABRI sebagai kekuatan sosial mengandung arti perlunya pemahaman yang mendalam terhadap Pancasila. UUD 1945 sebagai haluan negara, peningkatan pendidikan dan keadilan, penempatan karyawan secara tepat, adanya rencana dan program yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI.Jolod IV, 2000 : 35 – 36 ) Di samping ada doktrin kekaryaan, ada juga doktrin Pembinaan Kekaryaan ABRI. Tugas pokok Pembinaan Kekaryaan ABRI adalah membangun, memelihara, mengerahkan serta meningkatkan aktivitas dan kreatifitas karyawan ABRI sebagai insane ipoleksos di luar bidang Hankam. Tujuan pembinaan ialah menggalang kekuatan ketahanan di bidang ipoleksos serta menggalang pontensi dan sumber-sumber kekuatan nasional. Sasaran pembinaan meliuputi bidang ideologi dan politik, bidang ekonomi, keuangan, 14
serta bidang rohani dan sosial budaya yang difokuskan pada pengembangan dan pemanfatan unsur-unsur yang terdapat dalam bidang-bidang tersebut. Pembinaan faktor manusia dalam pembinaan kekaryaan ABRI meliput pengarahan, pengerahan dan pemanfayan potensi ABRI dam penggunaan tenaga menurut keahlian masing-masing. Pembinaan logistik meliputi pengerahan peralatan ABRI untuk pembangunan ekonomi nasional, sedangkan pembinaan organisasi meliputi pengendalian oleh Menteri Utama Bidang Hankam untuk tugas yang bersifat penyajian kekuatan dan oleh Menteri/Panglima Angkatan untuk tugas yang bersifat pembinaan kemampuan. Pelaksanaan pembinaan kekaryaan ABRI di bidang ideologi dan politik diarahkan kepada usaha membina dan memupuk Pancasila sebagai sarana dan wahana kepribadian ABRI yang merupakan sumber daripada Sumpah Prajurit, Saptamarga, dan Panca Satya serta mengamalkan Pancasila sebagai ideologi negara dan mempertahankannya yang dilakukan dengan cara mengembangkan asas gotong royong dan demokrasi. Dalam hubungan ini, pimpinan ABRI harus berada di tangan tentara/prajurit/ bhayangkara yang Pancasilais. Pembinaan ideologi dan politik menyangkut pula usaha meyakinkan ke dalam dan ke luar bahwa melaksanakan UUD 1945 secara murni adalah jalan yang tepat untuk mencapai tujuan revolusi. Selain itu dimaksudkan pula untuk memperluas landasan bagi pelaksanan UUD1945 melalui integrasi antarAngkatan dan integrasi ABRI-rakyat. Unsur lain yang termasuk pembinaan ideologi ialah pembinaan politik dalam negeri dan politik luar negeri. Politik dalam negeri menyangkut masalah golongan-golongan dan kekuatan sosial dalam masyarakat, masalah pemilihan umum, dan masalah pemerintahan. Pembinaan kekuatan sosial dilaksanakan dengan cara menertibkan golongan dan kekuatan tersebut sehingga kaum Pancasilais tertampung di dalamnya serta mencegah dan menghancurkan golongan politik yang berideologi anti Pancasila. Kekaryaan ABRI di bidang ekonomi dilakukan dengan cara turut serta menggali dan menmanfaatkan sumber-sumber alam dan tenaga manusia serta mengembangkan prinsip berdiri di atas kaki sendiri. Dalam hubungan ini, Kekaryaan ABRI diarahkan kepada usaha menunjang dan mengembangkan 15
kebutuhan masyarakat, antara lain dengan cara berperan aktif di lembagalembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif agar melalui lembaga-lembaga tersebut dapat membina kehidupan ekonomi nasional. Pelaksanaan pembinaan kekaryaan ABRI di bidang budaya antara lain menolak budaya asing yang bertentangan kepribadian Indonesia dan mengarahkan perkembangan budaya untuk memperkuat kepribadian nasional. Usaha lain ialah rehabilitasi dan stabilisasi bidang pendidikan, pengajaran dan budaya serta mengembangkan panca daya (cita, cipta, rasa, karsa, karya) dalam pendidikan individu dan membina kebnebasan mimbar dan pers yang tidak menyimpang dari UUD 1945 dan Pancasila. Dengan doktrin tersebut diharapkan pemantapan integrasi keempat Angkatan dalam melaksanakan darma baktinya. Doktri Catur Dharma Eka Karma merupakan hasil usaha perpaduan dan integrasi konsepsi dan doktrin keempat Angkatan, Lemhanas dan Depved. Dengan demikian, ABRI dalam mengembangkan tugas-tugasnya dapat lebih sempurna terutama dalam mencapai tujuan nasional bangsa seperti termaktub dalam Mukadimah UUD 1945. ( Pusat Sejarah dan Tardisi TNI, Jilif IV, 2000 : 38 – 40 ) Untuk melaksanakan integrasi, pimpinan ABRI melaksanakan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan mental/pendidikan, pendekatan doktrin dan pendekatan organisasi. Pendekatan pendidikan sebagai salah satu integrasi ABRI secara fisikj, mulai dari tidak pembentukan perwira, sebagai dasar untuk membentuk kader penerus Angkatan Bersenjata baik mental maupun fisik. Secara formal pelaksanaan integrasi di bidang pendidikan tersebut dengan keluarnya Surat Keputusan Presiden /Panglima Tertinggi No 155 dan 185 Tahunb 1065. Pelaksanaan Surat Keputusan ini inilah oleh Staf Angkatan Bersenjata (SAB). Panitia berhasil merumuskan tujuan pokok, landasan idiiil, landasan strktural, dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta saran-saran tindakan dalam pembentukan Akabri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan Akabri tersebut antara lain (1) Tingkatan apresiasi pokiran dan perasaan integrasi Angkatan Bersenjata di dalam kalangan Angkatan Darat, Laut, Udara dan Kepolisian 16
sendiri serta hasil wujud format fisik yang telah dicapai dewasa ini serta di masa yang akan datang; (2) Setiap Akademi Angkatan merupakan sumber utama perwira-perwira jabatan yang mempunyai sistem dan metode pendidikan sendiri-sendiri; (3) Keempat Angkatan mempunyai doktrin yang berbeda ; dan (4) Letak Akademi Angkatan yang terpisah satu sama lain dengan fasilitas dan keadan yang berbeda. Pemusatan Akademi Angkatan pada satu kompleks akan tercipta suasana akrab dan iklim saling mengerti. Dengan pertimbangan tersebut, panitian menyarankan tindakan realisasi pengintegrasian dilakukan secara bertahap, yakni integhrasi formal dan integrasi total. Integrasi formal adalah merupakan peresmian berdirinya Akabri dan dihapusnya Akademi Militer Nasional, Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, dan Akademi Angkatan Kepolisian.. Status selanjutnya sebagai Akademi Bagian yakni Bagian Darat, Bagian Laut, Bagian Udara, dan Bagian Kepolisian. Falsafah pendidikan ABRI belandasakan Pancasila, jiwa dan semangat Proklamasi 1945, Saptamarga dan Sumpah Prajurit serta Falsafah Perang Bangsa Indonesia. Adapun tujuan umum pendidikan ABRI adalah membentuk prajurit Indonesia yang memiliki sifat-sifat sebagai insane politik dan sebagai prajurit ABRI. Sedangkan tujuan pendidikan Akabri adalah untuk memberikan ilmu pengetahuan dan kemampuan dasat yang diperlukan oleh perwira ABRI. Semua itu disesuaikan dalam bidangnya serta dapat ditempatkan pada tiap-tiap Angkatan. Sistem Pendidikan serta pola pelaksanaan Pendidikan Akabri ialah kesatuan organic segenap gagasan, cara, usaha, dan ikhtiar. Sisrim pendidikan yang digunakan ialah Tri Tunggal Pusat. Di bidang organisasi Akabri, dalam naskah realisasi dijelaskan bahwa pelaksanaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama ialah penyatuan Akademi Angkatan menjadi Akademi Angkanan Bersenjata Republik Indonesia yang tediri dari Akabri Bagian Umum, Akabri Bagian Darat, Akabri Bagian Laut, Akabri Bagian Udara, dan Akabri Bagian Kepolisian Tahap kedua dibentuk setelah persiapan untuk pelepasan masing-masing Akademi Angkatan guna dilebur ke dalam satu organisasi dianggap cukup 17
menarik untuk dilaksanakan. Dalam tahap kedua ini tiap-tiap Menteri/Panglima yang tadinya mempunyai garis komando berubah menjadi garis koordinasi teknis. Adapun organisasi tahap ketiga dibentuk setelah adanya integrasi total di mana keempat Akademi disatukan ke dalam satu kompleks. Salah satu sarana yang tidak kalah pentingnyua dalam merealisasi integrasi di bidang pendidikan ialah adanya kurikulum yang seragam. Kurikulum Akabri pada dasarnya dibagi atas : Kurikulum Umum dan Kurikulum Bagian (Khas Angkatan). Tujuan kurikulum secara kesluruhan adalam membentuk Panca Insani Prajurit Indonesia, yakni Insan Hamba Tuhan, Insan Revolusi, Insan Politik, Insan Sosial dan Insan Militer ( Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Jilid IV, 2000 : 40 – 46 ) Identitas ANRI sebagai pejuang dan kemanunggalannya dengan rakyat secara otomatis mendorong serta menjadikan ABRI sebagai dinamisator dan stabilisator dalam kehidupan bangsa dan negara kita. Ikrar ABRI yang telah mendarah daging dalam dirinya, yaitu mendukung serta membela Pancasila dan dan UUD 1945, membuat ABRI menjadi penjunjung Demokrasi Pancasila. Sejarah telah beberapa kali membuktikan hal itu ABRI sebagai dinamisator , 1
2
3
Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat , untuk merasakan dinamika masyarakat, dan untuk memahami serta merasakan aspirasi serta kebutuhan-kebutuhan rakyat, memungkinkan ABRI untuk untuk secara nyata membimbing, menggugah dan mendorong masyarakat untuk lebih giat melakukan partisipasi dalam pembangunan. Kemampuan tersebut dapat mengarah kepada dua jurusan. Di satu pihak hal tersebut merupakan potensi nyata ABRI untuk membantu masyarakat menegakkan azas-asas serta tata cara kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk rencana-rencana serta proyek-proyek pembangunan. Di lain pihak hal itu menyebabkan ABRI dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi-aspirasi dan pendapat-pendapat rakyat. Untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran nasional dan untuk 18
4
Mensukseskan pembangunan diperlukan suatu disiplin sosial dan Disiplin nasional yang mantap. Oleh karena disiplin ABRI bersumber pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, sehingga secara tidak langsung juga bersumber pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka ABRI dapat berbuat banyak dalam rangka pembinaan sewreta peningkatan disiplin nasional tersebut. Sifat ABRI yang modern serta penguasaan ilmu dan teknologi serta peralatan yang maju, memberikan kemampuan kepada ABRI untuk melopori usaha-usaha modernisasi.
ABRI sebagai stabiltator 1
2
3
4
Kemampuan ABRI untuk berkomunikasi dengan rakyat, untuk Merasakan dinamika masyarakat dan untuk memahami aspirasi – aspirasi yang hidup dalam masyarakat, membuat ABRI menjadi salah satu jalur penting dalam rangka pengawasan sosial. Kesadaran nasional yang tinggi yang dimilki setiap prajurit ABRI merupakan suatu penangkal yang efektif terhadap pengaruh sosial yang bersifat negatif dari budaya serta nilai-nilai asing yang membanjiri masyarakat Indonesia. Sifat ABRI yang realistis dan pragmatis dapat mendorong Masyarakat agar menanggulangi masalah-masalah berlandaskan Tata pikir yang nyata dan berpijak pada kenyataan situasi serta Kondisi yang dihadapi, dengan mengutamakan nilai kemanfatan bagi kepentingan nasional. Kemudian rakyat akan dapat secara tepat ,menentukan prioritas-prioritas permasalahan dan sasaran-sasaran yang diutamakan. Dengan demikian akan dapat dinetralisirasi atau dikurangi Ketegangan-ketegangan, gejolak-gejolak dan keresahan-keresahan yang pasti akan melanda masyarakat yang sedang giatnya melaksanakan pembangunan dan karenanya mengalami Perubahan sosial yang sangat cepat.( Nugroho Notosusanto (ed) , 1984 : 175 – 177 )
19