(benign prostatic hyperplasia)
Anisah K.U Chodijah benajir Endah sarwendah Imam maula Khaerunisa M. farhan M.ikhwan
Mayang setyo M Nurningsih Nurfatimah Siti Alimah sari Sopiah Wardatul wasilah
Tn. A (75 tahun) datang ke Rumah Sakit dengan keluhan frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah, dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi dan sejak 1 hari yang lalu terjadi retensi urin. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya pembesaran prostat.
Definisi penyakit Etiologi Tanda dan Gejala penyakit Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan diagnostik Komplikasi Penatalaksanaan diagnosis Asuhan keperawatan pada pasien
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra(Smeltzer dan Bare, 2002 ).
Jadi BPH (benign prostatic hyperplasia ) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra .
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Namun ada beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat.
1. 2. 3.
4. 5.
Teori Hormonal Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan) Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuragnya sel yang mati Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Patofis Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Rectal Gradding Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : - Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum. - Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum. - Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum. - Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum. - Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum Clinical Gradding - Normal : Tidak ada sisa - Grade I : sisa 0-50 cc - Grade II : sisa 50-150 cc - Grade III : sisa > 150 cc - Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
Untuk mengkaji adanya perubahan obsruksif dan iritatif pada kandung kemih, Penatalaksanaan : Posisi klien supine Hasil : Inspeksi : adanya penonjolan pada daerah suprapubik, menandakan adanya retensi urin Palpasi : akan terasa adanya ballottement dan ini akan menmbulkan klien ingin buang air kecil, menandakan adanya retensi urin. Perkusi : terdengar adanya suara redup, menandakan adanya residual urin. : Retensi urin dan residual urin dapat disebabkan adanya konstruksi muscular destrussor tidak adekuat (lemah)
Digunakan untuk mengkaji uretra (untuk mengkaji kemungkinan adanya penyebab lain), Penatalaksanaan : - Posisi klien supine - Penis diinspeksi dan dipalpasi terhadap adanya ulserasi,nodulus,tanda-tanda inlamasi, dan rabas.
. DRE digunakan untuk mengkaji ukuran, bentuk, dan konsestensi kelenjar prostat. Penatalaksanaan : kandung kemiih dikosongkan sebelum pemeriksaan. Posisi klien knee-chest Hasil : hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pembesaran prostat, berwarna kemerahan, dan tidak nyeri tekan. : hyperplasia jaringan penyanggal stromal dan eleman grandular pada prostat. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal
Pemeriksaan . colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH. Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal didalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.
Pencitraan traktus urinarius pada BPHmeliputi pemeriksaan terhadap traktus urinariusbagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat,obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli,trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli. pemeriksaan uro-dinamika(pressure flow study ) dapat mem-bedakanpancaran urine yang lemah itu disebabkan karenaobstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) ataukelemahan kontraksi otot detrusor.
Komplikasi terjadi seiring dengan semakin beratnya perjalanan penyakit. Obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
- Perdarahan pasca operasi dan retensi bekuan darah - ISK - Ejakulasi retrogard, Impotensi - Inkontinensia - Striktur Uretra
1.
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis. Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
2. Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan : a. b. c. d.
Observasi (Watchful waiting ) Medikamentosa Terapi Bedah Terapi Invasif Minimal
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
a. b. c.
d.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: Sering miksi (frekwensi) Miksi pada malam hari (nokturia) Perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi) Nyeri pada saat miksi (disuria)
Asuhan Keperawatan
a. Analisis Data 1.
Obstruksi Akut / Kronis. Klien mengeluh BAK terputusputus, nyeri saat BAK, merasa belum puas saat BAK karena merasa masih penuh dan sejak 1 hari yang lalu tidak bisa BAK
- Volume urine 500ml/24 jam - Teraba distensi kandung kemih 2.
Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri Klien mengatakan bahwa klien mengalami nyeri saat BAK.
- Pemeriksaan colok dubur di dapatkan adanya pembesaran prostat
1. 2.
3.
Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan pembesaran prostat Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri (Akut) berhubungan dengan iritasi otot detrusor, distensi kandung kemih ditandai dengan keluhan nyeri, penyempitan lumen urethra prostatika, wajah meringis. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine dan inkontinensia urine ditandai dengan obstruksi jalan kemih, pembesaran prostat, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
Dx
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Tujuan :
Mandiri
Tidak terjadi obstruksi
1.
Dorong pasien untuk berkemih
Rasional 1.
Meminimalkan retensi urina
KH:
tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
distensi berlebihan pada kandung
Berkemih dalam jumlah yang cukup,
dirasakan.
kemih
tidak teraba distensi kandung kemih
2.
Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
3.
2.
pilihan intervensi 3.
Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi (antispamodik)
Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan
Awasi dan catat waktu serta
yang dapat mempengaruhi fungsi
jumlah setiap kali berkemih 4.
Untuk mengevaluasi obstruksi dan
ginjal 4.
Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
Tujuan/Kriteria Hasil
Dx 2.
Tujuan : Rasa Nyeri Berkurang
Intervensi
Mandiri
1.
Kriteria Hasil : -
Melaporkan nyeri
-
hilang/terkontrol Klien tampak rileks
-
Mampu untuk
Kaji
1. nyeri,
perhatikan
lokasi,
intensitas (skala0-10), lamanya. 2.
3.
Plester selang drainase pada paha dan
4.
Pertahankan
tirah
baring
2.
Mencegah penarikan kandung kemih
3.
dan erosi pertemuan penis-skrotal Tirah baring mungkin diperlukan
bila
pada awal selama faseretensi akut.
diindikasikan.
Namun,
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung; membantu
memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
pasien melakukan posisi nyaman;
5.
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi.
kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan)
tidur/istirahat dengan tepat
Rasional
4.
ambulasi
dini
Meningkatkan
dapat
relaksasi,
mendorong penggunaan
memfokuskan kembali perhatian dan
relaksasi/latihan napas dalam; akivitas terapeutik
dapat meningkatkan koping
Dorong menggunakan rendam duduk,
kemampuan
5.
Meningkatkan relaksasi otot
1.
Pengaliran
sabun hangat untuk perineum Kolaborasi
1.
Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase
2.
Lakukan masase prostat
kendung
kemih
menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar 2.
Membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi.
Dx 3.
Tujuan/Kriteria
Intervensi
Rasional
Hasil
Tujuan : Berkemih dalam jumlah normal tanpa
Mandiri
1.
retensi
Kaji haluaran urine dan system 1. kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih
2.
Bantu pasien memilih posisi normal untuk
Kriteria Hasil : Menunjukkan
berkemih, contoh berdiri, berjalan ke kamar mandi, dengan frekuensi sering
perilaku yang
setelah kateter dilepas.
meningkatkan
3.
control kandung kemih/urinaria.
Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih; ketidakkmampuan berkemih dan
2.
Kateter biasanya dilepas 2-5 hari.
4.
Berkemih dengan dorongan mencegah retensi urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi)
5.
pengosongan
kemih membaik 6.
6.
suprapubik 7. Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai
7.
keeefektifan
kontinuitas kateter sampai tonus kandung
Ukur volume residu bila ada kateter
setelah kateter di lepas.
Mengawasi
kandung kemih. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya perubahan
5.
toleransi. Batasi cairan pada malam hari,
kemih. Mendorong pasase urine dan meningkatkan
3.
Dorong pasien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi lebih dari 2-4 jam per protocol
bedah, bekuan darah, dan spasme kandung
rasa normalitas.
urgensi. 4.
Retensi dapat terjadi karena edema area
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi jaringan ginjal untuk lairan urine. Membantu meningkatkan control kandung kemih/ssfingter/urine,meminimalkan inkontinensia.
Instruksikan pasien untuk latihan perineal
Kolaborasi
Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu (continuous bladder irrigation (CBI)) sesuai indikasi
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan
pada periode pascaoperasi dini.
kateter/aliran urine.
debris untuk mempertahankan patensi