PROPOSAL KEGIATAN KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGAM Peti Ampela (Pestisida Hayati dalam penanggulangan layu fusarrium ) Sebagai Inovasi Budidaya Terung Ungu
BIDANG KEGIATAN: PKM-GT
Diusulkan oleh:
Ita Pratiwi
(21030115120082)
Anna Alif Mu’alimah
(21030115120083)
Emiwati Simanjuntak
(21030112120084)
Naila Luthfi Muna
(21030115120085)
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara yang berpotensi tinggi dalam produksi di sektor pertanian dan perkebunan. Salah satunya adalah tanaman terung ungu yang kini telah banyak dibudidayakan. Hal ini karena manfaat kandungan gizi dalam terung ungu seperti flavonoid, antosianin serta hampir seluruh wilayah di Indonesia yang dapat ditanami oleh tanaman terung ungu. Namun dalam prosesnya, budidaya terung ungu menemui banyak kendala hama dan penyakit. Salah satunya yaitu penyakit layu pada daun dan batang tanaman yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum yang sangat rentan menyerang tanaman terung. Untuk menanggapi kondisi tersebut, diperlukan pestisida untuk mengatasi penyakit sekaligus mencegah tumbuhnya jamur Fusarium oxysporum . Selain itu, diperlukan modifikasi konsep pestisida yang ramah lingkungan,efisien dan ekonomis sehingga memiliki nilai plus dengan segi kuantitas dan kualitas jumlah produksi dapat maksimal. Melalui gagasan Peti Ampela, permasalahan tersebut dapat terjawab. Peti Ampela merupakan biopestisida untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada terung yang terbuat dari fermentasi bacteri Bacillus subtillis dengan EM4 (Effective Microorganisme 4). Peti Ampela mengandung EM4 yang merangsang kerja bakteri Bacillus subtilis secara optimal. Sehingga penyakit layu Fusarium ini dapat diatasi secara maksimal, serta dapat meningkatkan produksi terung ungu untuk memenuhi kebutuhan gizi. Realisasi gagasan tersebut memerlukan kolaborasi yang sinergis seluruh pihak, sejak tahap analisis diadakannya riset hingga memperkenalkan dan mengembangkan penggunaan Peti Ampela. Manfaat Peti Ampela secara umum adalah mengatasi penyakit layu fusarium tanpa memberi efek bahan kimia berbahaya kerena merupakan biopestisida. Adanya Peti Ampela ini di waktu mendatang diharapkan mampu membantu mengurangi timbulnya penyakit layu oleh jamur Fusarium oxysporum,sekaligus meningkatkan produksi terung ungu.
I.PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki potensi produksi yang tinggi di sektor pertanian dan perkebunan. Salah satunya adalah berbagai jenis sayuran yang dapat tumbuh di Indonesia yang notabennya sebagai daerah tropis, sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan baik. Keanekaragaman jenis sayuran yang tumbuh subur dan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari yang diambil daunnya seperti kangkung, bayam, sawi, dll; sayuran umbi seperti kentang, wortel, bawang merah, bawang putih; diambil daging buahnya seperti labu, tomat, paprika, terung, dll. Terung ungu merupakan sumber antioksidan dan sayuran rendah kalori. Selain itu, kandungan gizi bermanfaat seperti flavonoid, antosianin juga terdapat dalam terung ungu (Koko, 2008). Berdasarkan table hasil penelitian kandungan gizi pada terung berikut ini : Tabel 1. Kandungan gizi pada terung ungu
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa berbagai kandungan bermanfaat terdapat dalam sayuran terung ungu. Untuk itu, perlu adanya upaya dalam meningkatkan produksi terung di Indonesia. Hampir seluruh wilayah di Indonesia dapat ditanami tanaman terung ungu, sehingga potensi untuk mengembangkan budidaya terung ungu terbuka lebar. Dalam prosesnya, tentu saja budidaya terung ungu menemui banyak kendala hama dan penyakit. Salah satunya yaitu penyakit layu pada daun dan batang tanaman yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum yang memang sangat rentan menyerang tanaman terung. Gangguan penyakit layu fusarium merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi terung ungu, baik secara kuantitas maupun kualitas. Banyak ditemukan bahwa penyakit layu semacam ini sangat meresahkan para petani terung ungu, dan cara pengendaliannya dirasa kurang efektif. Salah satu langkah efisien yang dapat dilakukan yaitu dengan pembuatan pestisida hayati. Pestisida hayati ini sendiri dapat diproduksi dengan pengoptimalan bakteri Bacillus subtilis dan EM4 yang cukup mudah dan relatif cepat dalam pembuatannya. Keefektifan kerja baketri Bacillus subtilis juga tidak bisa diragukan lagi, mengingat bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram posistif yang memang dapat menghambat pertumbuhan kelompok jamur-jamuran (fungi). Cara untuk mendapatkan baketri ini pun cukup mudah dilakukan, karena bakteri ini banyak tumbuh di akar tanaman bambu dan padi. Dengan menambahkan EM4 pada campuran pestisida hayati yang dibuat, maka hal tersebut dapat merangsang kerja bakteri Bacillus subtilis secara optimal. Sehingga upaya dalam mengendalikan
penyakit layu Fusarium ini dapat dilakukan secara maksimal, serta dapat meningkatkan produksi terung ungu untuk memenuhi kebutuhan gizi di Indonesia. Tujuan Penulisan 1. Membantu pemerintah dalam mengembangkan sektor pertanian daerah di Indonesia 2. Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar dengan pemberdayaan masyarakat dan potensi daerah melalui sektor pertanian. 3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang metode pertanian yang mudah dan meningkatkan perekonomian serta dapat diterapkan.
Manfaat Penulisan Implementasi gagasan ini oleh pemerintah diharapkan mampu membantu upaya pengembangan potensi pertanian daerah di Indonesia. Selain itu, implementasi gagasan secara lebih luas di daerah lain dapat membantu meningkatkan perekonomian dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan gizi di Indonesia.
II. GAGASAN Kondisi kekinian pencetus Gagasan Penyakit layu fusairum disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum, merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti terutama oleh petani hortikultura karena berpotensi menimbulkan kerugian besar. Bahkan tidak jarang penyakit ini menjadi penyebab kegagalan budidaya. Pada tingkat serangan tinggi, penyakit layu fusarium bisa menghabisi seluruh tanaman, terutama terjadi pada musim hujan dan areal pertanaman mudah tergenang air. Perkembangan spora jamur Fusarium oxysporum. Jamur ini mampu menghasilkan tiga tipe spora, yaitu mikrokonidia, makrokonidia, dan klamidospora. Mikrokondidia spora diproduksi oleh cendawan
ini di dalam jaringan tanaman terserang. Sementara makrokonidia spora diproduksi dipermukaan tanaman yang mati setelah terserang atau terinfeksi. Sedangkan klamidospora merupakan spora yang terdapat pada tanah yang sudah terinfeksi. Klamidospora mampu bertahan selama 30 tahun di dalam tanah. Baik mikrokonidia, makrokonidia, dan klamidospora dapat menyebar dengan bantuan air, peralatan pertanian, maupun kegiatan budidaya. Klamidospora merupakan jenis spora yang sangat aktif menginfeksi tanaman sehat melalui luka pada akar, maupun titik tumbuh akar lateral. Setelah masuk xilem, miselium bercabang dan menghasilkan mikrokondidia yang akan terus berkecambah di dalam jaringan tanaman. Pertumbuhan mikrokonidia spora ini mempengaruhi pasokan air, sehingga tanaman menjadi lemas dan akhirnya mati. Pada tingkat serangan tinggi, penyakit layu fusarium bisa menghabisi seluruh tanaman, terutama terjadi pada musim hujan dan areal pertanaman mudah tergenang karena layu fusarium sebagian besarnya disebabkan oleh serangan jamur. Solusi yang Pernah Ditawarkan Penggunaan biopestisida sebagai upaya pengendalian hama atau penyakit pada tanaman sudah banyak dilakukan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.64/Permentan/OT.140/ 5 / 2013, tentang sistem pertanian organik, serta perumusan standar yang ditetapkan sebagai SNI 6729: 2013 tentang sistem pertanian organik. Salah satu pestisida hayati yang sering digunakan yaitu fungi mikoriza arbuskula (FMA). FMA sering digunakan sebagai pestisida hayati untuk tanaman kentang,tomat,sawi, kangkung dan beberapa jenis tanaman lainnya termasuk terong. Penelitian menunjukan pemberian FMA dapat meningkatkan aktivitas jamur antagonis Trichoderma sp di dalam tanah,sehingga persentase tanaman layu akibat jamur fusarium semakin rendah seiring seiring
meningkatnya
pemberian dosis FMA dan Trichoderma sp dengan cara memparasit cendawan patogen serta dapat menghasilkan senyawa antibiosis yang mampu menekan pertumbuhan dan menghambat penyebaran patogen. Selain itu cendawan
Trichoderma sp juga mampu menginduksi ketahanan tanaman dengan meningkatkan senyawa-senyawa penting pada tanaman sehingga patogen tidak dapat memasuki tanaman.Cendawan Trichoderma sp. mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolitik β 1,3 glukanase, kitinase dan selulase. Enzim-enzim inilah yang secara aktif merusak sel-sel cendawan patogen sehingga dengan mudah cendawan Trichoderma sp. dapat melakukan penetrasi ke dalam hifa cendawan inangnya (Talanca dkk,1998 dalam sofi,2012). Namun Potensi FMA sebagai agen antagonis tergantung pada kondisi lingkungan. Pada media tanpa inokulasi FMA, meskipun ditemukan FMA, namun tidak dapat berkembang dan menginfeksi tanaman inang, kecuali ditambahkan Trichoderma dalam jumlah persen yang kecil.Selain itu ada pengaruh waktu pemberian Trichoderma sp dalam mengatasi serangan penyakit layu Fusarium(Alfizar,2011). Kebermanfaatan Gagasan Peti Ampela merupakan biopestisida untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada terong yang terbuat dari fermentasi bacteri bacillus subtillis dengan EM4 (Effective Microorganisme 4). EM4 ini terdiri dari 95% lactobacillus yang berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim. Penggunaan EM4 ini merupakan pestisida nabati yang sebenarnya dapat diterapkan diberbagai daerah dan terbukti toksik terhadap Fusarium oxysporum. Penggunaan fermentasi bacteri bacillus subtillis dengan EM4 dapat meningkatkan kandungan humus tanah lactobacillus sehingga mampu memfermentasikan bahan organik menjadi asam amino. Dengan menyemprotkan Peti Ampela di daun terong, akan dihasilkan peningkatkan jumlah klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan mengurangi buah busuk pada terong. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau limbah, menggemburkan tanah, meningkatkan daya dukung lahan,
meningkatkan cita rasa produksi terong dan juga dapat memperpanjang daya simpan produksi terong.
Pihak Yang Dapat Mengimplementasikan Gagasan Upaya implementasi gagasan ini menjadi suatu proyek yang realistis diperlukan dukungan serta kolaborasi seluruh pihak, meliputi: a. Peneliti Lembaga penelitian perlu melakukan penelitian kembali dan mengkaji ulang tentang kualitas pestisida organik kepada masyarakat khususnya petani terong. b. Mahasiswa Mahasiswa melakukan sosialisasi/pelatihan dan pelaksanaan pembuatan biopestisida dari bakteri Bacillus Subtilis dan EM4 kepada masyarakat khususnya petani terong agar terampil. c. LSM Lembaga Swadaya Masyarakat membentuk kelompok-kelompok tani agar menjadi wadah dan pelaksana pembuatan biopestisida terong di masyarakat sekitar selain membuka peluang kerja. d. Pemerintah Pemerintah perlu memberikan kebijakan dan arahan kepada petani untuk memakai biopestisida hayati serta menyediakan anggaran bantuan modal usaha dan membuat membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada petani. e. Bank dan Koperasi
Bank dan Koperasi Memberikan kredit murah untuk memulai usaha bagi masyarakat yang akan mengembangkan produk tersebut. Langkah-langkah Strategi Implementasi Gagasan Biopestisida Bacillus subtilis dan EM 4 merupakan suatu terobosan baru dalam pengembangkan biopestisida hayati sebagai pengganti pestisida kimia untuk meningkatkan kualitas hasil produksi terong. Sinergi keterlibatan peran seluruh pihak akan menunjang pembangunan proyek ini secara optimal. Beberapa tahapan berikut untuk mewujudkan program tersebut. 1) Diadakannya riset atau cost and benefit analysis untuk memperjelas tujuan, biaya, manfaat, dan dampak dari Bacillus Subtilis dan EM 4 dalam mmberantas jamur Fusarium Oxysporum pada tanaman terong agar dapat meyakinkan para stakeholder yang melihat peluang ini. 2) Mengembangkan penelitian-penelitian gagasan ini terutama untuk skala industri dalam negeri berkerjasama dengan perusahaan yang bergerak di bidang pupuk dan pestisida. 3) Adanya campur tangan pemerintah untuk mendukung penggunaan biopestisida hayati yang ramah lingkungan dengan mengedepankan tercapainya go green. 4) Peranan CSR (Corporate Social Responsibility) dalam pendistribusian dana secara jelas. 5) Adanya UU yang mengatur penemuan yang bermanfaat bagi banyak orang diatur secara tegas dalam hal pematenan penemuannya. 6) Adanya pengawasan atas produk-produk pestisida kimia yang dapat membahayakan masyarakat dan merusak lingkungan. 7) Memperkenalkan dan mengembangkan penggunaan biopestisida hayati di tingkat petani, melalui penyadaran, pembantuan teknis, dan pembinaan keterampilan petani.
III. KESIMPULAN Biopestisda hayati Bacillus Subtilis dan EM 4 merupakan suatu terobosan baru dalam pengendalian penyakit layu fusarium pada terong untuk meningkatkan kualitas hasil produksi terong. Gagasan ini diharapkan mampu membantu upaya pengembangan
potensi
pertanian
daerah
dan
membantu
meningkatkan
perekonomian Indonesia. Bacillus subtilis merupakan bakteri gram posistif yang memang dapat menghambat pertumbuhan kelompok jamur-jamuran (fungi). Cara untuk mendapatkan baketri ini pun cukup mudah dilakukan, karena bakteri ini banyak tumbuh di akar tanaman bambu dan padi. EM4 berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim. Dengan menambahkan EM4 pada campuran pestisida hayati yang dibuat, maka hal tersebut dapat merangsang kerja bakteri Bacillus subtilis secara optimal. Penyemprotan biopestisida ini akan dihasilkan peningkatkan jumlah klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan mengurangi buah busuk pada terong. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau limbah, menggemburkan tanah, meningkatkan daya dukung lahan, meningkatkan cita rasa produksi terong dan juga dapat memperpanjang daya simpan produksi terong. Upaya implementasi gagasan ini menjadi suatu proyek yang realistis diperlukan dukungan serta kolaborasi seluruh pihak, antara lain: Pemerintah, peneliti, mahasiswa, LSM, bank dan koperasi agar program ini dapat terealisasi pada masyarakat.
Daftar Pustaka Triantoro, Koko. 2008. Pembuatan Manisan Berbahan Dasar Terong sebagai Makanan Khas Prodi IPA. Sofi. (2012). Uji Kultur Ganda. Scrib.com Diakses dari : https://www.scribd.com/doc/76918163/Uji-Kultur-GandaDah-Jadi Alfizar et al. (2011). Efforts to Control Wilt Disease Fusarium Oxysporum Using Biological Agents Fungi FMA and Trichoderma Harzianum. Peraturan Menteri Pertanian No.64/Permentan/OT.140/ 5 / 2013, tentang sistem pertanian. Diakses dari : http://perundangan.pertanian.go.id/admin/p_mentan/PERATURAN MENTERI PERTANI
Dr Ir Abimanyu Dipo Nusantara, MP. 2012. BEKERJA DENGAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA. Diakses dari: http://repository.unib.ac.id/7590/2/B09a%20Bekerja%20Dengan %20Fungi%20Mikoriza%20Arbuskula.pdf
Hartoyo, Budi. (2012). EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA PENGGUNAAN PUPUK FOSFOR ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN, BIOMASSA DAN PRODUKSI ASIATIKOSIDA PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI ANDOSOL. Diakses dari : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61094/2012bha.pdf?sequence=1