D. Perawatan Karies Sekunder Prinsip minimal intervensi dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Pada dasarnya terdiri dari penyingkiran jaringan karies dan pengisian kavitas dengan bahan adhesive. Pada enamel dapat terjadi remineralisasi melalui penggunaan flourida selama permukaan enamel halus dan tidak terakumulasi oleh plak. Sedangkan pada demineralisasi dentin masih terdapat beberapa mineral yang melekat pada matriks kolagen dan cukup untuk mengisolasi lesi dari aktivitas bakteri dengan menggunakan bahan restorative bioaktif sehingga akan terjadi remineralisasi. Pemilihan bahan restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan karies sekunder dan perolehan efek estetik yang diinginkan: a. Resin Komposit Resin komposit didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih material berbeda dengan sifat-sifat yang unggul. Material restoratif resin komposit yang digunakan dalam kedokteran gigi mempunyai komponen utama yaitu matriks resin, yang menggunakan monomer Bis-GMA dari reaksi antara bisphenol-A dan glycidylmethacrylate; filler anorganik dan bahan coupling (Van Noort, 2007). Suatu bahan coupling diperlukan diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-inisiator aktivator -inisiator diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultraviolet) dan mencegah polimerisasi dini (hidroquinon), dan mengandung pigmen untuk memperoleh warna yang cocok dengan struktur gigi (Anusavice, 2003). Resin komposit merupakan material pewarna gigi (tooth(toothcolored material ) yang sangat popular dan sering digunakan dalam kedokteran gigi, karena bahan ini dapat menggantikan semen silikat dan resin akrilik (Roberson et al, 2002). Menurut American Dental Association (ADA) indikasi resin komposit digunakan untuk pit untuk pit and fissure sealent , preventive resin, resin, lesi awal kelas I dan II menggunakan modifikasi konservatif preparasi gigi, restorasi moderat kelas I dan II, restorasi untuk kepentingan estetik dan restorasi pada pasien yang alergi atau sensitive terhadap logam (Roberson, 2002). Radiopak adalah sifat yang penting dari bahan restorasi posterior. Penambahan stronsium dan kaca barium dalam bahan pengisi ( filler filler ) dengan jumlah yang cukup membuat komposit berbasis resin memiliki sifat radiopak. Karakteristik tersebut sangat penting karena karies disekitar atau dibawah restorasi dapat menjadi lebih mudah dalam intepretasi secara radiografi, sehingga memudahkan dalam diagnosis karies sekunder terutama untuk gigi posterior (Roberson et al, 2002; Anusavice, 2003). Karakeristik estetik dari resin komposit yaitu memiliki warna yang sama dengan warna gigi. Untuk mencocokkan dengan
warna gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual ( shading ) dan translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang berbeda, sering kali terdiri dari oksida logam yang ditambahkan dalam jumlah sedikit (Anusavice, 2003). Berdasarkan petunjuk American Dental Association (ADA) untuk komposit berbasis resin yang digunakan dalam restorasi posterior harus memenuhi kriteria tidak lebih dari 10% bernilai “charlie” dalam mempertahankan warna dan tidak lebih dari 5% bernilai “charlie” untuk karies sekunder (Sakaguchi and Power, 2006). Kelebihan resin komposit: 1. Memunyai nilai estetik 2. Sifat yang baik dalam hal pemakaian 3. Memiliki resistensi yang baik terhadap keadaan kelas IV 4. Mempunyai daya absorpsi air yang rendah, 5. Melekat dengan mudah pada permukaan gigi 6. Warna yang mudah disesuaikan karena translusensi cahaya yang rendah, 7. Mudah dimanipulasi (Susanto, 2005) Kekurangan resin komposit: 1. Adanya efek pengerutan polimerisasi ( shrinkage polymerisation) 2. Elastisitas rendah 3. Dapat terjadi fraktur pada marginal ridge 4. Dapat terjadi kebocoran tepi pada resin komposit (Roberson et al, 2002) b. Semen Ionomer Kaca Semen Ionomer Kaca merupakan sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam oliakrilat. Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan perakat, pelapik, bahan restorative untuk restorasi konservatif kelas I dan II, serta untuk penutupan pit dan fissure. Semen ini menghasilakan ikatan adhesi yang sangat kuat dengan struktur gigi, akan sangat berguna untuk restorasi konservatif pada daerah yang tererosi. Selain itu, ion-ion florida yang dilepaskan dari bahan restorasi bergabung dengan kristalkristal hidroksiapatit dari struktur gigi didekatnya, untuk membentuk suatu struktur seperti fluoroapatit yang sedikit lebih tahan terhadap dekalsifiksi karena asam (Anusavice, 2003). Semen ionomer kaca dapat melepaskan fluoride dan ion perak dengan segera ke lingkungan rongga mulut dan memberikan efek antibakteri. Penghilangan plak dari area aproksimal menggunakan restorasi semen ionomer kaca mengahasilkan level bakteri yang lebih rendah dibandingkan tumpatan dengan amalgam (Martin and Mars, 1992).
Kelebihan GIC: 1. Dapat berikatan secara kimiawi dengan dentin dan email. 2. Dapat melepas fluoride, yang dapat memberi proteksi terhadap terjadinya karies sekunder. Kekurangan GIC: 1. Ikatan kimiawi GIC dengan enamel tidak lebih kuat disbanding ikatan fisis antara resin komposit dengan email yang telah dietsa asam. 2. GIC tidak sekuat atau tahan abrasi seperti resin komposit atau amalgam, sehingga ini menjadi alasan GIC tidak cocok digunakan pada area yang medapat tekanan oklusal. Meskipun terdapat versi GIC yang mengandung bubuk perak yang dinyatakan lebih tahan terhadap abrasi, ini tetap tidak cocok digunakan pada bagian approksimal pada gigi posterior. (Kidd and Smith, 1990) c. Teknik Penumpatan dalam Perawatan Karies Sekunder Karies sekunder dapat terjadi pada gigi yang telah direstorasi. Biasanya jaringan gigi yang sehat. Dapat juga di sebabkan karena bagian isthmus pecah sehingga menjadi pitu masuk bagi saliva, sisa makanan dan bakteri. Preparasi yang tidak tepat pada daerah proksimal hingga ke bagian yang mudah di bersihkan (self cleansing) juga mendorong terjadinya karies sekunder.
Patah pada isthmus Daerah isthmus pada tumpatan kelas II adalah daerah sempit yang menghubungkan dua daerah tumpatan yang lebih besar, sehingga apabila patah pada daerah ini menyebabkan lepasnya dinding proksimal. Pencegahan terhadap patah di daerah isthmus dapat dilakukan dengan memperhatikan letak pembuatan isthmus, yaitu pada sepertiga atau seperempat lebar kuspid mesio-distal dan lebar isthmus ideal sekitar sepertiga jarak buko-lingual. Dasar kavitas pada perbatasan dinding aksial dan oklusal dibuat bevel untuk memberi ketebalan uang cukup (untuk bahan amalgam) sehingga mampu menahan beban kunyah. Restorasi lepas seluruhnya Retensi sangat dibutuhkan pada setiap restorasi terutama kelas II. Untuk menghindari lepasnya restorasi karena kekuatan tarik maka pada bentuk kavitas klas II harus dibuat dovetail (Pradopo dan Saskianti, 2007). Pencegahan dengan teknik preventif resin komposit: Retensi diperoleh dari kontak yang rapat antara bahan resin dengan enamel yang dietsa sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro sepanjang dengan resin dengan demikian menurunkan insiden karies sekunder
Jika terjadi kerusakan pada restorasi maka tumpatan lama dihilangkan sebanyak mungkin, kemudian ulangi pengetsaan dan aplikasi kembali bahan penutup fisur.
DAPUS
Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 10. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta Kidd, E.A.M and Smith, B.G.N., 1990. Pickard’s Manual of Operative Dentistry. Oxford University Press: Oxford th Martin, M. V., Marsh, P. D., 1999. Atlas of Oral Pathology. 4 ed. Elsevier: London Pradopo, S., Saskianti, T., 2007. Mengatasi kegagalan restorasi kelas II pada gigi sulung. Dentika Dental Journal . Vol. 12: 75-80 th Roberson et al. 2002. Art and Science of Operative Dentistry Sturdevant’s. 4 edition. Mosby Inc.: St. Louis, Missouri th Sakaguchi, R.L., Power, J. M., 2006. Craig’s Restorative Dental Material . 12 Ed. Mosby Elsevier: St. Louis, Missouri Susanto, A.A., 2005. Pengaruh ketebalan bahan dan lamanya waktu penyinaran terhadap kekerasan permukaan resin komposit sinar. Maj. Ked. Gigi (Dent. J.). Vol. 38: 32-35 th Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Material. 3 ed. Mosby Elsevier: St. Louis, Missouri