BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di
masyarakat.
Tingginya prevalensi karies masih menjadi masalah utama dalam dunia kedokteran gigi, tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat pula terjadi pada anak-anak. Proses perkembangan karies dapat terjadi begitu gigi pertama erupsi. Karies gigi adalah suatu proses di dalam rongga mulut yang melibatkan interaksi antara permukaan per mukaan gigi dan hasil metabolisme bakteri yang mengakibatkan kehilangan mineral dan kerusakan jaringan keras gigi. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi oleh bakteri pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan apikal dan menimbulkan rasa nyeri. Berdasarkan latar belakang diatas, sebagai seorang mahasiswa kedokteran gigi, kita dituntut untuk mampu menguasai ilmu-ilmu kedokteran gigi klinik. Pada skenario ini khususnya membahas mengenai karies. Materi ini sangat penting karena menunjang penegakan diagnosis suatu kelainan. Dengan mengetahui gejala awal terjadinya karies, klasifikasi karies, serta rencana perawatannya maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat terhadap pasien yang memiliki penyakit karies. Maka dari itu, pada tanggal 5 September 2014 kelompok PBL 8 melakukan diskusi mengenai definisi karies, etiologi karies, klasifikasi karies, patogenesis karies, faktor resiko dan pengendalian karies, pemeriksaan, diagnosis, prognosis dan rencana perawatan terhadap pasien penyakit karies, epidemiologi karies dan material preventif untuk mencegah terjadinya karies. Hasil akhirnya, kami tuangkan dalam bentuk makalah ini. Selain sebagai tolak ukur sejauh mana kami mengerti, pembuatan makalah ini juga akan membantu kami untuk lebih memperdalam materi mengenai karies. karies .
Jabaran Skenario 1:
Cintya, wanita usia 21 tahun pada beberapa gigi depan atasnya terlihat bercak putih. Cintya mempunyai kebiasaan makan biskuit dan coklat, serta sering minum-minuman bersoda (cola). Kebiasaan tersebut ters ebut didapat dari lingkungan li ngkungan kerjanya, dan ada kecenderungan peningkatan kebiasaan seperti ini di masyarakat. Pada pemeriksaan ekstra oral tampak wajah, bibir, kelenjar submandibula tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral or al ada debris, plak pada regio 1, 2, 3, 4 serta kalkulus pada regio 3 dan 4. Hidrasi saliva lebih rendah dari 30 detik, dasar mulut kering, kecepatan aliran saliva lebih besar dari 5 ml per lima menit, pH plak 6,0 dan pH saliva 6,0 Cintya juga mengajak keponakannya Sisca (4thn) dengan gigi depan atasnya sudah terlihat hitam dan mengeluh sakit gigi sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan intra oral, beberapa giginya berlubang dan gigi depan atasnya merupakan sisa akar gigi.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu bercak putih? 2. Apa faktor penyebab timbulnya bercak putih? 3. Bagaimana penanganan bercak putih? 4. Apa hubungan kebiasaan makan dan minum bersoda dengan kesehatan gigi gigi dan mulut? 5. Apa hubungan sisa akar dengan karies? 6. Bagaimana pengaruh lingkungan kerja dengan patogenesis karies? 7. Apa itu debris, plak dan kalkulus? 8. Bagaimana hubungan antara debris, plak dan kalkulus dengan karies? 9. Bagaimana patogenesis karies? 10. Apa saja klasifikasi karies pada gigi sulung dan permanen? 11. Bagaimana pemeriksaan, diagnosis, prognosis, dan rencana perawatan karies di gigi sulung dan permanen? 12. Apa saja faktor resiko terhadap pembentukan karies beserta pengendaliannya? 13. Apa saja macam komposisi, sifat, dan cara pemakaian material preventif untuk karies gigi sulung dan permanen?
Jabaran Skenario 1:
Cintya, wanita usia 21 tahun pada beberapa gigi depan atasnya terlihat bercak putih. Cintya mempunyai kebiasaan makan biskuit dan coklat, serta sering minum-minuman bersoda (cola). Kebiasaan tersebut ters ebut didapat dari lingkungan li ngkungan kerjanya, dan ada kecenderungan peningkatan kebiasaan seperti ini di masyarakat. Pada pemeriksaan ekstra oral tampak wajah, bibir, kelenjar submandibula tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral or al ada debris, plak pada regio 1, 2, 3, 4 serta kalkulus pada regio 3 dan 4. Hidrasi saliva lebih rendah dari 30 detik, dasar mulut kering, kecepatan aliran saliva lebih besar dari 5 ml per lima menit, pH plak 6,0 dan pH saliva 6,0 Cintya juga mengajak keponakannya Sisca (4thn) dengan gigi depan atasnya sudah terlihat hitam dan mengeluh sakit gigi sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan intra oral, beberapa giginya berlubang dan gigi depan atasnya merupakan sisa akar gigi.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu bercak putih? 2. Apa faktor penyebab timbulnya bercak putih? 3. Bagaimana penanganan bercak putih? 4. Apa hubungan kebiasaan makan dan minum bersoda dengan kesehatan gigi gigi dan mulut? 5. Apa hubungan sisa akar dengan karies? 6. Bagaimana pengaruh lingkungan kerja dengan patogenesis karies? 7. Apa itu debris, plak dan kalkulus? 8. Bagaimana hubungan antara debris, plak dan kalkulus dengan karies? 9. Bagaimana patogenesis karies? 10. Apa saja klasifikasi karies pada gigi sulung dan permanen? 11. Bagaimana pemeriksaan, diagnosis, prognosis, dan rencana perawatan karies di gigi sulung dan permanen? 12. Apa saja faktor resiko terhadap pembentukan karies beserta pengendaliannya? 13. Apa saja macam komposisi, sifat, dan cara pemakaian material preventif untuk karies gigi sulung dan permanen?
1.3 Hipotesis Hipotesis : Bercak putih pada gigi Cyntia merupakan awal terjadinya karies, sedangkan gigi berwarna kehitaman pada Siska sudah mengalami karies sehingga dibutuhkan perawatan lanjutan.
1.4 Sasaran Belajar 1. Memahami definisi, etiologi, dan klasifikasi karies. 2. Memahami proses mekanisme dan histopatologis karies. 3. Memahami faktor resiko dan pengendalian karies. 4. Memahami pemeriksaan, diagnosis, prognosis dan rencana perawatan pada gigi karies. 5. Memahami epidemiologi karies 6. Memahami material preventif yang digunakan digunakan untuk gigi karies.
1.5 Tujuan Tujuan umum : Menambah dan memahami ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar karies yang nantinya akan membantu untuk menegakkan diagnosis saat melanjutkan pendidikan di tingkat profesi. Tujuan khusus : Memenuhi tugas makalah kelompok Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 1 skenario 1 yang berjudul “Gigi berbercak Putih” tentang karies.
BAB II ISI
2.1 Definisi, Etiologi, dan Klasifikasi Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies adalah sebuah jenis infeksi yang merupakan proses patologis pada jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi berbagai faktor (multifaktor) dalam rongga mulut, ditandai dengan hilangnya ion-ion mineral secara kronis dan berlanjut, baik dari email mahkota maupun permukaan akar. Proses ini dipicu oleh bakteri tertentu. Lesi awal hanya terlihat secara mikroskopis namun lama-kelamaan terlihat di permukaan email akan terlihat sebagai white spot / bercak putih atau bisa juga sementumnya menjadi lunak. Kelanjutan dari white spot ini adalah terjadinya peningkatan porositas yang menyebabkan jumlah stain (noda) lama-kelamaan menjadi kecoklatan. Apabila tidak diobati akan terus berlanjut sampai terbentuk kavitas, dan apabila dibiarkan akan timbul kerusakan pulpa yang bersifat irreversible. Biasanya lesi karies terjadi pada pit, fissure, dan permukaan interproksimal. Keberadaan lesi awal karies dapat dilihat dari keberadaan stains. Stains adalah pigmen yang tertimbun di permukaan gigi. Staining ini terbagi dua :
Extrinsic Stains : Terdapat pada permukaan permukaan gigi
Intrinsic Stains: Terdapat dalam substansi gigi
2.1.2 Etiologi Karies
Etiologi Karies Menurut Acidogenic Hipothesis dari Miller dan Black , penyebab karies gigi terdiri dari banyak faktor karena karies merupakan multifactorial disease. Faktor-faktor tersebut terdiri atas : host atau tuan rumah yang rentan, agent atau mikroorganisme yang kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai lingkaran yang saling tumpang tindih sehingga untuk terjadinya karies, setiap faktor tersebut harus saling mendukung.
1. Host (Gigi)
Faktor pertama yang dijadikan salah satu penyebab karies gigi ialah gigi itu sendiri. Gigi setiap orang memiliki struktur, morfologi serta susunan yang berbeda. Permukaan gigi yang kasar dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Selain itu kepadatan enamel juga mempengaruhi terjadinya karies. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten terhadap karies. Morfologi gigi atau anatomi gigi yang bervariasi juga
menjadi penyebab karies gigi, yakni ada bagian-bagian yang sulit dijangkau dan mengakibatkan adanya makanan terselip. Contohnya ialah pada pit and fissure. Selain itu, posisi gigi, seperti overlapping/tumpang tindih, dapat pula menyebabkan terselipnya makanan. Hal seperti ini dapat mengakibatkan timbulnya kemungkinan terjadinya karies gigi. Beberapa daerah gigi yang mudah terserang karies:
Pit dan fissure pada permukaan oklusal molar dan premolar
Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada orang dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium
Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper
Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan bridge
Seperti yang telah diketahui bahwa gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
2. Agent (Mikroorganisme)
Agent yang dimaksud ialah mikroorganisme/bakteri yang ada di dalam rongga mulut. Dalam rongga mulut terdapat banyak tipe bakteri yang mampu berkolonisasi dan memiliki kemampuan untuk membentuk plak secara terus-menerus. Bakteri yang pertama masuk melekat pada permukaan gigi dan memulai pembentukan plak ialah bakteri Streptococci. Bakteri ini memiliki reseptor yang baik untuk memudahkan pelekatan plak pada gigi serta memproduksi sticky matrix untuk meningkatkan kelekatan. Selain Streptococci, dikenal bakteri lain sebagai bakteri yang pertama kali melekat pada permukaan gigi, yaitu Actinomycetes. Organisme yang menyebabkan timbulnya karies disebut kariogenik. Bakteri yang paling kariogenik adalah streptococcus, seperti S.mutans, S.Sobrinus, dan juga Lactobaccilus.
3. Substrate (Makanan)
Faktor ketiga yang berperan sebagai salah satu penyebab karies gigi ialah substrat atau makanan yang diasup, terutama sukrosa. Sintesis polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat dibandingkan dengan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya.
Hubungan substrat (sucrosa) dengan karies gigi ialah sucrosa memudahkan S.Mutans berkoloni
dan
berkembang,
membantu
perkembangan
mikroorganisme
yang
menyebabkan pembentukan plak berlebihan serta menyediakan bahan-bahan untuk produksi asam.
4. Time (Waktu)
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Karena adanya saliva, karies tidak terjadi dalam hitungan hari atau minggu akan tetapi dalam bulan atau tahun.
Plak
Definisi Plak Plak adalah lapisan lengket yang melekat pada permukaan gigi dan gusi yang tersusun atas 70% mikroorganisme dan 30% matriks. Plak merupakan faktor penyebab dari karies dan penyakit periodonsium jika bergabung dengan faktor lain dalam periode waktu tertentu. Plak mulai terbentuk pada gigi dalam 4 jam setelah menyikat gigi. Kecepatan plak terbentuk pada setiap orang bervariasi pada tiap individu dan tiap gigi dalam satu mulut. Daerah utama terakumulasinya plak yaitu di batas gingival dan sulkus di mana gigi berbatasan dengan gusi.
Karakteristik Plak Plak gigi sebagai salah satu dari banyak mikroba biofilm. Merupakan biofilm natural pada gigi yang terbentuk dari kumpulan-kumpulan
bakteri-bakteri yang berbeda di dalam mulut. Tidak dapat dihilangkan dengan berkumur melainkan dengan disikat atau di flossing. Plak pada lingkungan mulut yang memiliki tingkat higienis yang rendah, biasanya
tercampur dengan food debris.
Pembentukan Plak
Pembentukan awal plak gigi memakan waktu ± 2 jam.
Koloni bakteri mulai menjadi koloni yang terisolasi yang membatasi permukaan mikroskopis gigi secara tidak beraturan.
Dengan bantuan asupan nutrient dari saliva dan makanan dari host
maka koloni
bakteri akan mulai bereproduksi dan jumlahnya akan bertambah 2 kali lipat setelah 2 hari.
Perubahan yang cepat akan terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 dan akumulasi plak akan stabil pada ± hari ke-21.
Lalu koloni-koloni yang terbentuk akan segera ditutupi oleh saliva.
Penebalan plak yang terjadi akan mengurangi difusi oksigen dibawah jumlah populasi oksigen yang ditoleransikan sehingga organisme yang hidup di dasar plak adalah fakultatif atau obligat anaerob.
Klasifikasi Plak Plak diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan warnanya: a) Red complex : Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola, Tannerella
forsythensis
Banyak terdapat pada plak subgingiva, pocket (pendalaman krevis gingival yang patologis) yang dalam, dan lesi lanjutan.
Menginvasi jaringan periodontal dan cementum
Memproduksi enzim proteolitik
b) Orange complex : Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, Prevotella
nigrisens, Peptostreptococcus micros, Campylobacter rectus
Seringkali berasosiasi dengan red complex
Ditemukan terlibat dalam infeksi nonperiodontal
c) Yellow
complex
&
green
complex
: Eikenella
corrodens,
Actinobacillus
actinomycetemcomitans phenotype a, Streptococcus sanguis
Tidak berasosiasi dengan orange dan red complex; merupakan spesies antagonis.
Merupakan grup spesies yang bermanfaat
Indeks Plak
Kalkulus
Definisi Kalkulus Kalkulus merupakan deposit plak yang termineralisasi yang keras dan menempel pada gigi, warnanya bervariasi dari kuning sampai coklat.
Karakteristik Kalkulus
Kalkulus merupakan mineralisasi dari bagian dalam plak dalam konsentrik layer.
Kalkulus sendiri tidak merugikan, tetutup oleh lapisan unmineralisasi, bakteri aktif metabolic yang terhubung dengan bagian luar kalkulus.
Merupakan gabungan dari colloid, crystalloid, food debris dan bakteri.
Warnanya kuning atau bening transparan pada permukaan gigi tapi pada gingival sulci warnanya bervariasi dari hijau ke hitam tergantung hemoglobin dalam sel darah pada gingival sulcus.
Tidak dapat dihilangkan dengan disikat atau flossing apabila telah menjadi keras set elah ± 48-72 jam.
Dipengaruhi oleh factor local seperti tingkah laku dan kelainan sistemik.
Klasifikasi Kalkulus Supragingival kalkulus (±30% termineralisasi)
Terbentuk pada bagian coronal gigi ke gingival margin dan biasanya terbentuk bersebrangan dengan saluran orifice dari major salivary gland.
Sering ditemukan pada ujung saliva pada permukaan lingual dari mandibular incisors dan pada fissure gigi.
Berwarna kuning-putih
Subgingival calculus (±60% termineralisasi)
Dibentuk dari kasium fosfat dan material organic turunan dari serum yang berkontribusi dalam proses mineralisasi dari subgingival plak.
Lebih susah dihilangkan daripada supragingival kalkulus karena lebih keras, tebal dan lebih dekat menempel dengan permukaan gigi.
Berwarna abu-abu sampai kehitaman.
Ikatan Kalkulus pada Gigi
Pada pertemuan gigi dengan kalkulus, enamel atau cementum tidak halus dan permukaannya bervariasi.
Bagian normal gigi yang tidak beraturan seperti perikymata dan sharpey’s fiber pada sementum
akan
membantu
perlekatan
kalkulus
pada
gigi
dan
melakukan
demineralisasi pada sementum dan enamel.
Pada electron micrograph terlihat ikatan yang kuat terjadi antara kalkulus dengan gigi karena adanya hubungan yang dekat diantara permukaan matriks gigi dengan matriks kalkulus yang struktur kristalinnya serupa.
Kriteria Kalkulus Gigi Scores
Criteria
0
Tidak ada kalkulus
1
Supragingival calculus menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi
2
Supragingival calculus menutupi sepertiga permukaan gigi, tapi tidak lebih dari dua per tiga permukaan atau ada kalkulus sub gingiva berupa flek di sekeliling leher gigi
3
Supragingival calculus menutupi lebih dari dua per tiga permukaan gigi. Adanya kalkulus sub gingiva berupa pita yang tidak terputus di sekitar leher gigi
Debris
Dalam kedokteran gigi, debris merupakan suatu akumulasi fragmen yang tidak dikehendaki seperti makanan, serpihan gigi, serbuk hasil pengeboran gigi, dan karies. Atau: Sisa-sisa dari sel yang telah mati atau makanan yang terdapat dalam lingkungan mulut. Lebih mudah untuk dibersihkan dengan cara berkumur.
Kriteria Klasifikasi Debris Scores
Criteria
0
Tidak ada debris.
1
debris tidak lebih dari sepertiga dari permukaan gigi.
2
Debris menutupi lebih dari sepertiga permukaan gigi, tapi tidak lebih dari dua per tiga permukaan gigi.
3
Debris menutupi lebih dari dua per tiga permukaan gigi.
2.1.3 Klasifikasi Karies 1. Pit dan Fissure Caries
Jenis karies ini lebih sulit dideteksi daripada karies yang terjadi pada permukaan lunak. Salah satu cara untuk mengetahui adanya karies jenis ini adalah dengan melihat ada atau tidaknya stain (noda) pada bagian fissure dan pit. Cara ini dipilih karena sulitnya membedakan ketajaman lengkung fissure dan pit akibat adanya karies dengan keadaan anatominya sendiri.Tahapan proses karies yang terjadi pada tipe ini adalah : 1) Small Pit. Masa dimana mikroorganisme mulai menyerang salah satu bagian gigi yang rentan, yaitu bagian Pit. 2) Bluish-white Area. Karena dentin lebih lunak daripada enamel, maka dengan mudah mikroorganisme akan menyerang kearah dentinoenamel junction, yang menyebabkan warna keputihan pada bagian enamel. 3) Open Cavity. Seiring dengan penyerangan mikroorganisme kearah dentinoenamel junction, maka akan terlihat sebagai kavitas besar yang berwarna coklat muda. 4) Pulpitis. Pulpa mulai diserang, yang mengakibatkan infeksi, yang disebut dengan pulpitis. 5) Apical Abscess. Pada masa ini, pulpa sudah mati dan gigi sudah tidak baik lagi karena pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.
Adapun tempat-tempat yang sangat rentan terserang karies adalah tempat-tempat dengan posisi yang rumit, yaitu :
Enamel pit dan fissure pada permukaan oklusal molar dan premolar, buccal pit pada molar, dan palatal pit pada insisivus atas
Permukaan enamel approximal pada bagian servical dari contact point
Enamel pada bagian cervical, koronal dari gingival margin
Pada pasien dimana penyakit periodontal terdapat di gingival recession. Area plaque pada permukaan akar yang terlihat
Pada bagian yang direstorasi , misalnya pada permukaan gigi yang bersebelahan dengan gigi tiruan dan bridge.
2. Smooth-Surface Karies
Karies jenis ini kebanyakan ditemukan pada bagian kontak interproksimal, namun juga dapat terjadi pada permukaan lunak yang lain. Karies ini ditandai dengan adanya bercak putih yang kemudian akan menghancurkan enamel. Jika berlanjut, keadaan ini akan menyebabkan terbentuknya lubang. Perawatan/tindakan yang dapat dilakukan pada masa awal karies adalah diet dan pemberian mineral untuk membantu proses remineralisai enamel. Pada masa ini, karies masih bersifat reversible.
3. Root Surface Caries
Proses terbentuknya karies jenis ini berbeda dengan pit dan fissure caries. Letak perbedaannya adalah pada tahap 1 dan 2 dari pit dan fissure. Masa awal karies ini adalah rusaknya bagian cementum dan dentin sehingga terbentuk kavitas pada bagian tersebut. Langkah berikutnya sama dengan tahapan pada pit dan fissure caries. Karies ini kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
4. Secondary Caries
Karies sekunder menurut Tarigan (1995) merupakan salah satu kegagalan tumpatan yaitu timbulnya proses karies baru di permukaan gigi, dinding kavitas, di tepi, dan dibawah tumpatan. Sedangkan, menurut Tarigan Kidd dan Vechal, karies sekunder adalah karies yang tetap terjadi dijaringan sekitar tumpatan sehingga menggagalkan tumpatan tersebut. Karies sekunder biasa disebut karies rekuren. Karies ini dapat terjadi akibat : preparasi kavitas yang kurang baik, restorasi yang kurang efektif, terdapat celah disekitar tambalan amalgam, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut. Terjadinya karies sekunder di bawah tambalan yang mungkin disebabkan karena kebocoran tambalan sehingga bakteri dapat berpenetrasi ke jaringan gigi dan kembali menyebabkan karies.
Kl asi fi kasi Kar ies Yang Di bedakan Berdasark an Cara M elu asnya Kari es
Penetrirende Karies
Ialah karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi yaitu merembes kedalam.
Unterminirende Karies
Ialah karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah samping, sehingga disebut juga dengan undermind karies.
Karies Superficialis
Ialah karies yang baru mengenai enamel saja, sedangkan dentin belum terkena.
Karies Media
Ialah karies yang sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
Karies Profunda
Ialah karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies ini dibagi lagi menjadi: •
Karies Profunda Stadium I: karies yang telah melewati s etengah dentin, pulpa belum meradang.
•
Karies Profunda Stadium II: masih dijumpai lapisan yang membatasi karies dengan pulpa, dan biasanya telah dijumpai radang pulpa.
•
Karies Profunda Stadium III: pulpa telah terkena, dan terjadi bermacam-macam radang pulpa.
Tipe karies yang lain adalah Rampant Caries, yang biasa terjadi pada anak-anak yang suka mengonsumsi makanan kecil atau pasien yang mengalami Xerostomia sebagai hasil dari radioterapi penyembuhan yang dilakukannya. Jenis karies dapat digolongkan berdasarkan waktu terbentuknya, yaitu: 1. Karies primer : terbentuk pada lokasi yang belum memiliki riwayat karies sebelumnya 2. Karies sekunder : terbentuk pada lokasi yang memiliki riwayat karies sebelumnya, Biasanya terdapat pada tepi tumpatan yang kurang sempurna 3. Karies residual
: karies yang tidak dihilangkan secara lengkap sebelum ditumpat
4. Karies radiasi: karies yang merupakan efek dari radiotherapi yang menyebabkan Xerostomia
Jenis Kari es Dapat Di gol ongkan Berdasark an Ti ngkat Pr ogresif itas
1. Karies akut: karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat 2. Karies kronis: karies yang berkembang secara lambat 3. Karies terhenti (arrested caries): lesi tidak berkembang
Kl asif ik asi Kavitas L esi Kari es (M enur ut G.J M ount dan W.R Hu me)
Lesi karies hanya terjadi di tiga tempat ( sites) pada mahkota atau akar gigi. Oleh karena itu, parameter pertama untuk klasifikasi kavitas adalah tiga tempat: -
Site 1: Pit, fisura dan kerusakan enamel pada permukaan
oklusal dari gigi posterior atau permukaan halus lainnya
-
Site 2 : Enamel Aproksimal, yang berkontak dengan gigi
di sebelahnya.
-
Site 3: Sepertiga servikal mahkota, atau diikuti resesi gingiva, akar terekspos
Kl asif ik asi menuru t G.V. Bl ack
•
Kelas I : Pada gigi anterior terdapat pada bagian singulum, sedangkan pada gigi posterior terdapat pada permukaan oklusal
•
Kelas II : Pada area interproksimal gigi posterior
•
Kelas III : Pada area interproksimal gigi anterior
•
Kelas IV : Pada
incisal corner
(sudut incisal edgenya lemah dan dapat menyebabkan
fraktur gigi) •
Kelas V : Pada area servical
•
Kelas VI : Pada cusp tip
Ukur an L esi
Ukuran lesi terbagi menjadi lima: -
Size 0
: Lesi paling awal yang dapat diidentifikasi sebagai tingkat
permulaan demineralisasi. Memerlukan perawatan non-invasif. -
Size 1: Kavitas permukaan minimal yang melibatkan dentin sedikit diluar perawatan
remineralisasi.
Beberapa
bentuk
restorasi
diperlukan
untuk
mengembalikan
permukaan yang halus dan mencegah akumulasi plak lebih lanjut. -
Size 2: Sedikit mengenai dentin. Kavitas ini masih menyisakan enamel yang disokong
dengan baik oleh dentin dan masih dapat beroklusi dengan normal. Struktur gigi yang masih tersisa cukup kuat untu menyokong restorasi. -
Size 3: Lesitelah membesar. Struktur gigi yang tersisa telah lemah, cusp ataupun
incisal edge telah rusak, dan sudah tidak dapat beroklusi dengan baik. -
Size 4: Karies besar atau kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar.
Teori menur ut M ount :
-
D0. Tidak ada kelainan.
-
D1. Lesi kering. Belum ada kavitas.
-
D2. Lesi basah. Belum ada kavitas.
-
D3. Karies email.
-
D4. Karies dentin terbatas.
-
D5. Karies dentin meluas.
-
D6. Karies mencapai pulpa.
A. Progresi Lesi Karies
Lesi Awal Enamel (White Spot) Terjadinya pembentukan lesi enamel ketika terjadi penurunan pH pada permukaan gigi hingga berada dibawah imbangan remineralisasi. Ion-ion tersebut masuk ke dalam selubung prisma yang menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi tetap terjaga karena di bagian tersebut segera terjadi remineralisasi setelah penuruan pH akibat adanya peningkatan ion kalsium dan fosfat, fluoride dan buffer dari produk-produk saliva. Ciri-ciri klinis dari lesi ini meliputi : •
Hilangnya translusensi enamel dengan adanya bercak putih seperti kapur, khususnya pada saat kering.
•
Lapisan permukaan yang rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat pemeriksaan ( probing ), khusunya pada pit dan fisura
•
Meningkatnya daya serap (porositas), khususnya pada subpermukaan, yang dibarengi meningkatnya potensial untuk terjadinya bercak.
•
Berkurangnya kepadatan subpermukaan, yang dapat dideteksi secara radiografis atau dengan translumination.
•
Potensial remineralisasi, dengan meningkatnya resistensi untuk serangan asam lebih lanjut dengan penggunaan perawatan peningkatan remineralisasi. Bila demineralisasi dan remineralisasi terus berlanjut, permukaan lesi akan kolaps
akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah hinga pada akhirnya mengakibatkan kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada kedalaman kavitas, dan fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan kurang efektif.
Ketika sudah membentuk kavitas, maka dentin atau pulpa akan menjadi lebih aktif. Yang harus diingat adalah pulpa akan memperoduksi suatu respon terhadap asam yang menginvasi pada bagian luar tubula dentin. Sekali bakteri telah masuk melalui email ke dalam dentin, dan menjadi penghuni permanen kavitas, mereka dapat berkembang di dalam dentin. Selain didukung oleh substrat karbohidrat, bakteri juga memproduksi asam, untuk menguraikan hidroksiapatit di dentin yang lebih dalam. Tekstur dentin akan berubah, demikian pula dengan warna dentin akan berubah menjadi gelap akibat produk-produk bakteri atau stain dari makanan dan minuman.
Karies Enamel
Keterangan gambar : S, surface zone ; Body, body of lesion; DZ, Dark zone ; TZ, translusen zone in enamel; dead tract di dentin, translucent zone in dentin; reactionary dentine timbul akibat dari karies mencapai dentin dan memicu reaksi saraf. Proses demineralisasi berlanjut enamel mulai pecah. Sekali saja permukaan enamel rusak menjadi kavitas, gigi tidak bisa lagi memperbaiki dirinya sendiri . Berikut ini zona-zona pada kasus karies enamel dari dalam ke luar:
Zona 1: Translucent Zone
Zona ini tidak selalu terlihat, namun nampak sebagai bagian terluar dari lesi dan merupakan perubahan pertama dari enamel normal yang dapat dikenali. Zona ini merupakan zona yang mengalami demineralisasi sehingga strukturnya lebih berpori daripada enamel normal.
Zona 2 : Dark Zone
Zona ini lebih berporus daripada translucent zone; porusnya juga bervariasi, ukuran porusnya ada yang kecil dan besar, terletak di atas translucent zone. Quinoline (cairan/zat warna yang digunakan dalam polarisasi penampang melintang gigi) merupakan molekul yang besar. Quinoline tidak dapat masuk ke pori-pori pada zona ini sehingga penampakan zona ini menjadi gelap (dark)
Zona 3 : Body of lesion
Merupakan bagian terbesar dari sebuah karies enamel, terletak tepat di bawah lapisan permukaan enamel yang utuh. Saat dipolarisasi, areanya terlihat translucent dan garis Retziusnya akan nampak jelas.
Zona 4 : Surface Zone
Karakteristik penting dari karies enamel adalah lesi kecil yang diselubungi oleh lapisan permukaan yang nampak utuh, namun sebenarnya, pada lesi yang aktif, bagian ini ikut mengalami pelarutan secara langsung. Zona ini awalnya mengalami 1% demineralisasi (membentuk pori sebanyak 1% dari volume keseluruhannya). Namun jika dibiarkan, lamakelamaan dia akan rusak dan terbentuklah kavitas. Karies Dentin Dentin berbeda dengan enamel karena dentin memiliki jaringan hidup (terdapat odontoblastic proses dan serat saraf) yang dapat berekasi terhadap serangan karies yang disebut sebagai pertahanan kompleks pulpodentin. Karies yang sudah mencapi dentin terasa sakit karena setiap perubahan tekanan dari cairan tubuli dentin akan merangsang saraf afferent di tubuli. Dentin memiliki lebih banyak bahan organik (20% berat) yang sebagian besar merupakan protein kolagen.Perkembangan lesi pada karies dentin ini akan mempengaruhi perubahan tekstur dan warna dentin. Tekstur (kekerasan) dentin akan berubah selama demineralisasi.
Warna dentin tersebut akan berubah menjadi lebih gelap yang disebabkan oleh produk bakteri serta stain dari makanan. Ketika lesi sudah melewati dentin, akan menyebabkan enamel lemah dan akan terbentuk undermined caries. Enamel yang kolaps tersebut akan selanjutnya menyebabkan kavitas yang terbuka Lapisan termineralisasi pada dentin yang karies dapat dibagi menjadi dua lapisan: 1. Lapisan luar dentin karies (inffected) Jaringan mati (bagian yang ada tubuli dentin, tapi tidak ada odontoblastic processnya, ada pada bagian atas dekat DEJ). Komponen organik dan anorganiknya rusak secara ireversibel, tidak ada bagian odontoblasnya lagi.Bagian ini harus diangkat pada pembersihan jaringan karies. Pada bagian ini serat kolagennya rusak, kristal (baikyang di sepanjang tubulus maupun intertubulus) tersusun tidak teratur. Tubuli dentin yg kosong ini diisi oleh bakteri 2. Lapisan dalam dentin karies(affected) Merupakan jaringan hidup.degenerasi yang terjadi bersifat reversible.Lapisan ini harus dipertahankan sebanyak mungkin. Reaksi pertahanan dimulai saat karies mencapai dentin (iritasi odontoblas) sehingga terbnetuklah dentin tersier/dentin reaksi dan dentin sklerosis. Karena adanya perubahan alami yang berurutan, karies dentin dibagi menjadi 6 zona pada pemeriksaan histopatologisnya (dari dalam ke luar): 1. Normal Dentin paling dalam. Dentinnya masih bagus dan masih ada odontoblastic process. Intertubular dentinnya memiliki ikatan sialng kolagen dengan kepadatan apatit yang normal. Pada bagian ini tidak ditemukan bakteri. Bila dentin ini diberi rangsangan akan menimbulkan rasa sakit yg tajam. 2. Zona Sklerosis/Reactionary Dentin lapisan dentin yang terbentuk diantara dentin dan pulpa, sebagai suatu reaksi terhadap rangsang yang terjadi di daerah perifer. 3. Subtransparant Dentin/Zona Demineralisasi zona demineralisasi inertubular dentin dan mulai ada kristal-kristal di lumen tubuli dentin. Odontoblastic process di sini udah mulai rusak, tidak ada bakteri di sini, stimulasi menyebabkan sakit, masih bisa diselamatkan dengan remineralisasi 4. Transparent Zone lebih lunak (karena mineralnya sudah semakin berkurang), tubuli dentin berisi kristal-krital, stimulasi memberi rasa sakit, tidak ada bacteria, ada kolegen berikatan silang (sebagai panduan untuk remineralisasi)
5. Zona Invasi Bakteri/Turbid Dentin banyak terdapat bakteri (ditandai dengan melebarnya tubuli dentin), mineral hampir tidak ada, kolagen terdenaturasi (tidak ada lagi panduan untuk remineralisasi) 6. Zona Kerusakan/Dead Tract paling luar dari struktur dentin, kolagen sudah tidak ada, banyak sekali terdapat bakteri, lapisan ini harus dibuang.
2.2 Histopatologis dan Mekanisme Karies 2.2.1 Histopatologis Karies Histopatologi adalah ilmu yang mempelajari penampakan mikroskopis dari proses terjadinya penyakit, dalam hal ini adalah karies, dengan melihat keadaan enamel dan dentine. 1)
Caries enamel
Waktu yang diperlukan untuk White Spot agar dapat terlihat apakah 4 minggu. Secara histologi, keadaan ini tampak meruncing dengan dasarnya pada permukaan gigi, sedangkan bagian apeks menuju dentinoenamel junction dengan tampaknya 4 layer diatas. 2)
Fissure Caries
Proses pembentukan lesi pada jenis karies ini bergerak ke arah dentinoenamel junction, searah dengan enamel prisma. Penampakannya ditandai dengan
bentuk meruncing.
Karena lesi ini berkembang searah dengan dentinoenamel junction dan enamel prisma, pembentukannya akan menjadi semakin besar menuju dentin. 3)
Dentine Caries
Terbagi menjadi 5 zona, berurutan dari luar ke dalam, yaitu : - Zona 1, daerah yang mengalami dekomposisi total. - Zona 2, daerah yang menuju dekalsifikasi dentin dan telah diserang oleh bakteria. - Zona 3, daerah yang merupakan dekalsifikasi dentin yang tidak diserang lagi oleh bakteria. - Zona 4, daerah dentin yang transclucent. - Zona 5, daerah dentin yang normal namun proses odonthoblastic menunjukkan degenerasi awal.
2.2.2 Mekanisme Karies a. Interaksi Ion Asam dengan Apatit Demineralisasi dan remineralisasi terjadi secara dinamis pada permukaan gigi. Namun apabila terjadi ketidakseimbangan antara keduanya dapat terjadi karies, yakni jika demineralisasi lebih besar daripada remineralisasi. Interaksi faktor-faktor etiologi karies Demineralisasi
Remineralisasi
Plak + karbohidrat
Saliva + kehigienisan + fluoride Faktor pelindung alami
Faktor – faktor yang berperan terhadap keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi Faktor destabilisasi
Faktor penstabil
Diet + plak = asam plak
Saliva & kapasitas buffer
Penurunan produksi saliva
Tingkat Ca 2+ dan PO43-
Tingkat buffer dan pembersihan mulut
Sistem buffer dan remineralisasi
yang rendah Saliva yang bersifat asam dan asam Protein pembersih mulut / glikoprotein yang bersifat erosif Pemaparan terhadap fluoride
- Demineralisasi Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit (HA) Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral, HA seimbang dengan lingkungan lokal (saliva) yang banyak mengandung ion-ion Ca 2+ dan PO43-. HA bersifat reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5; atau biasa dikenal dengan pH kritis HA. H+ bereaksi secara khusus dengan fosfat dengan segera didekat permukaan kristal. Proses tersebut dapat dapat dideskripsikan sebagai konversi PO 43- menjadi HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H + menjadi penyangga. HPO 42- kemudian tidak dapat berperan kembal pada keseimbangan HA karena mengandung PO 43- lebih daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA pun larut. Inilah yang disebut deminerilasi. - Remineralisasi Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH di netralkan dan terdapat ion Ca 2+ dan PO43- dalam jumlah yang cukup. Pelarutan apatit dapat menjadi netral dengan menyangga (buffering ), dengan kata lain Ca2+ dan PO43- pada saliva dapat mencegah proses pelarutan tersebut. Ini dapat membangun kembali bagian-bagian kristal apatit yang larut. Inilah yang disebut remineralisasi. Secara umum, karies gigi dapat terjadi jika proses demineralisasi lebih tinggi dibanding proses remineralisasi. b. Reaksi lanjutan ion-ion asam dengan apatit Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yag disebabkan adanya ion kalsium dan fosfat dalam saliva. Pada mulanya apatit enamel terdiri atas ion karbonat dan magnesium namun mereka sangat mudah larut bahkan pada keadaan asam yang lemah. Sehingga terjadi pergantian, yakni hidroksil dan floride menggantikan karbonat dan magnesium yang telah larut, menjadikan email lebih matang dengan resistensi terhadap asam
yang lebih besar. Tingkat kematangan atau resistensi asam dapat ditingkatkan dengan kehadiran flouride. Lihat bagan di bawah ini.
Pada saat pH menurun, ion asam bereaksi dengan fosfat pada saliva dan plak (atau kalkulus), sampai pH kritis disosiasi HA tercapai pada 5,5. Penurunan pH lebih lanjut menghasilkan interaksi progresif antara ion asam dengan fosfat pada HA, menghasilkan kelarutan permukaan kristal parsial atau penuh. Flouride yang tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi dengan Ca2+ dan HPO42- membentuk FA (Flouro Apatit). Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk kelarutan FA, maka FA akan larut. Jika ion asam dinetralkan dan Ca 2+ dan HPO 42 dapat ditahan, maka remineralisasi dapat terjadi.
c.
Kemungkinan lanjutan
Ini terlihat dari diagram siklus pH, yakni tergantung dari kekuatan asam yang ada, frekuensi dan durasi dari produksi dan potensial remineralisasi pada setiap situasi khusus, maka salah satu kemungkinan lanjutan dibawah ini dapat terjadi: - Enamel dapat melanjutkan kematangannya, menjadi lebih resisten terhadap asam - Karies kronis dapat berkembang Demineralisasi lambat dengan remineralisasi aktif (lesi subpermukaan/ subsurface lesion) - Karies besar dapat timbul Demineralisasi tinggi dengan remineralisasi lemah - Erosi dapat terjadi Demineralisasi sangat tinggi, tanpa remineralisasi sama sekali
2.2.2 Perkembangan Lesi Karies 1. Early Enamel Lesion Permulaan lesi enamel terjadi ketika pH permukaan gigi berada di bawah imbangan remineralisasi. Ion-ion asam masuk ke dalam selubung prisma yang menyebabkan demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap terjaga karena remineralisasi terjadi segera setelahnya, akibat peningkatan ion kalsium dan fosfat, flouride, dan buffer dari produk-produk saliva. 2. Advancing Coronal Lesion Bila demineralisasi dan remineralisasi berlanjut, permukaan lesi akan kolaps akibat terurainya apatit atau fraktur pada kristal yang sudah melemah, berakibat kavitasi permukaan. Plak kemudian dapat tertahan pada kedalaman kavitas, dan fase remineralisasi kemudian akan menjaid lebih sulit dan kurang efektif. 3. Caries into dentine Zona-zona pada lesi karies dentin ada dua, yaitu zona terinfeksi (lapisan luar) dan zona yang lebih dalam (pulpa) tapi masih terpengaruh. Zona terinfeksi memiliki karakteristik yaitu level kontaminasi bakteri yang tinggi, hancurnya struktur tubular dentin (baik separuh maupun sebagian), dan hilangnya sensitivitas dentin. Zona yang lebih dalam masih memiliki mineral yang cukup untuk mempertahankan struktur tubular dentin dan sensitivitasnya, walaupun sebagian mineral telah hilang.
4. Root Surface Caries Demineralisasi dapat pula terjadi di permukaan akar, dan terdapat perbedaan perbedaan dengan demineralisasi di email. Perbedaanya, pada karies enamel lesi awalnya dapat diidentifikasi berupa bercak putih. Lesi awal pada karies akar mungkin sulit untuk dideteksi karena hampir tidak ada perubahan warna/ secara minimal saja, hanya tekstur permukaan yang berubah. Permukaaan lesi karies akar dapat dikeraskan kembali melalui aplikasi fluoride atau mineralisasi. Lesi lebih lanjut akan berwarna lebih gelap karena aktivitas bakteri.
2.3 Faktor Resiko dan Pengendalian Karies 2.3.1 Faktor Resiko Karies Menurut Soames dan Southam pada Oral Pathology (2005), tidak semua gigi atau permukaan gigi rentan terhadap karies, walaupun tingkat kemajuan lesi karies konstan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemajuan dan letak karies terdiri dari faktor intrinsic dan ekstrinsik. Faktor intrinsic pada gigi antara lain, a. Komposisi enamel. b. Struktur enamel – perkembangan hypoplasia enamel dan hipomineralisasi dapat mempengaruhi tingkat kemajuan karies tetapi tidak menjadi awal karies. c. Morfologi gigi – Pit dan fisura yang dalam dan sempit mendukung retensi plak dan makanan. Sedangkan faktor ekstrinsik pada gigi antara lain, a. Saliva – tingkat aliran, viskositas, kapasitas buffer, ketersediaan ion kalsium dan fosfat untuk mineralisasi, dan ketersedian agen antimikroba seperti immunoglobulin, ion tiosianat, laktoferin, dan lisosom dapat mempengaruhi karies. b. Makanan – hal yang terpenting adalah frekuensi makanan dan minuman manis yang dimakan. Mengunyah permen yang tidak mengandung gula atau seporsi kecil keju setelah makan dapat melindungi gigi dari karies. c. Penggunaan fluoride – sebagai tambahan pada efek intrinsic, fluoride masuk ke sel bakteri dan menghambat enzim yang diperlukan untuk metabolisme gula. Untuk mengetahui aktifitas karies pada seorang pasien, harus dilihat berapa banyak lesi yang muncul (baik yang memiliki kavitas ataupun tidak) dan dimana
letaknya. Sejarah karies seperti angka banyaknya lesi dan tumpatan pada 2-3 tahun terakhir juga berguna. Peningkatan dua atau lebih lesi dalam setahun yang terdeteksi secara klinis ataupun radiografi menandakan tingkat kemajuan lesi yang tinggi. Pemnbentukan lesi pada lokasi dimana aliran saliva relative cepat juga menandakan resiko tinggi peningkatan karies. Setelah mengetahui status aktifitas karies pasien yang tinggi, suatu tindakan harus dilakukan untuk mengetahui faktor resiko yang relevan sehingga dapat diketahui cara untuk memperlambat kemajuan karies. Faktor resiko karies menurut Kidd (2005) A. Riwayat medis -
Obat-obatan yang mengandung gula
-
Obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan mulut kering
-
Radioterapi untuk tumor pada kepala dan leher
-
Sindrom Sjögren
-
Disabilitas
B. Riwayat kesehatan gigi -
Riwayat restorasi berulangkali
-
Pergantian restorasi yang sering
-
Kebutuhan mendadak untuk multiple restoration
C. Oral hygiene -
Frekuensi yang rendah dalam membersihkan gigi
-
Pasta gigi tidak mengandung fluoride
-
Pasta secara keseluruhan terbilas dari mulut
-
Penggunaan alat seperti orthodontic atau gigi tiruan parsial
D. Diet (makanan) -
Seringnya memakan makanan atau minuman yang mengandung gula
E. Fluoride -
Tidak ada suplemen fluoride seperti pada pasta gigi
-
Jarang menyikat gigi
F. Saliva -
Aliran saliva yang terstimulasi dan tidak terstimulasi yang rendah
G. Faktor social dan demografis -
Kemiskinan
-
Status pendidikan yang rendah
-
Tidak memiliki pekerjaan
-
Agama dan etnis mungkin berpengaruh
-
Ketidaktersediaan fluoride pada air
2.3.2 Pengendalian Karies Proses karies adalah aktivitas metabolic pada plak (biofilm). Hasilnya dapat berupa sejumlah kehilangan mineral yang dapat mengakibatkan lesi karies yang dapat terlihat atau tidak ada sama sekali. Plak merupakan penyebab karies, dan gigi yang seluruhnya bebas dari plak tidak akan mengalami kerusakan. Namun meskipun plak merupakan penyebab utama karies, terdapat faktor lain yang berpengaruh. Hal ini mengapa karies disebut dengan penyakit
multifaktoral.
Faktor
ini
dapat
meningkatkan
atau
menurunkan
tingkat
demineralisasi. Langkah yang paling mudah dan efektid untuk mengendalikan perkembangan dan kemajuan karies pada tingkat individu adalah dengan membersihkan plak dengan pasta gigi berfluoride. Terdapat efek sinergis juga antara plak dan diet, dapat dilihat bahwa resiko karies meningkat dengan meningkatnya plak pada tingkat apapun konsumsi gula. Namun saat konsumsi gula tinggi, penghilangan plak dapat mengendalikan perkembangan dan kemajuan karies. Penghilangan Plak secara Mekanik
1. Melihat plak dengan disclosing agent dan cermin Karena plak bersifat translusen dan memiliki warna sama dengan gigi maka harus diberi warna agar terlihat dengan jelas. Cairan, tablet atau kapsul yang mengandung eritrosin atau pewarna sayur disebut disclosing agent yang digunakan untuk mewarnai plak. Setelah pasien diajarkan bagaimana mengidentifikasi plak, disclosing agent harus digunakan setelah menyikat gigi agar terlihat di daerah mana yang oral hygienenya kurang. 2. Sikat gigi a. Sikat gigi manual Pada umumnya, sikat gigi yang digunakan harus memil iki: o
Pegangan yang sesuai untuk umur dan keterampilan
o
Besar kepala yang sesuai dengan mulut pengguna; sikat dengan kepala yang kecil direkomendasikan pada umumnya.
o
Kombinasi yang rapi filament nilon bulat yang medium hard
o
Bentuk yang meningkatkan penghilangan plak; sikat dengan bulu sikat yang diatur dengan tinggi dan sudut yang berbeda lebih efektif dibandingkan dengan sikat gigi dengan bulu sikat rata.
Sikat gigi harus diganti secara teratur. Sekurangnya setiap 3 bulan atau lebih cepat jika bulu sikatnya sudah membengkok secara permanen. Sikat yang menunjukkan tanda-tanda wear tidak dapat membersihkan dengan efektif. b. Sikat gigi bertenaga Umumnya sikat gigi bertenaga memiliki kepala yang kecil dan bulat yang dapat membentuk gerakan memutar atau counter-rotational. Beberapa memiliki timer yang dapat menunjukkan berapa lama pengguna menghabiskan waktu untuk menyikat gigi. Sikat gigi bertenaga lebih efektif menghilangkan plak dan mengurangi gingivitis daripada sikat gigi manual. 3. Metode menyikat gigi Metode menyikat gigi yang diklasifikasikan berdasarkan tipe gerakan yang dilakukan sikat gigi: -
Scrub method dilakukan dengan gerakan menggosok secara horizontal dan direkomendasikan untuk anak kecil dan permukaan oklusal gigi
-
Pada metode Bass digunakan gerakan vibratory.
a. Metode Bass o
Sikat dipegang agar bulu sikat mengarah secara apical dan diletakkan pada gingival margin dengan sudut 45º terhadap sumbu memanjang gigi.
o
Sikat gigi ditekan agar bulu sikat membengkok dan ujungnya berada diantara gigi. Kemudian digerakkan dengan arah anterior posterior dengan gerakan memutar pegangannya, menjaga agar ujung bulu sikat berada pada posisinya.
o
Untuk membersihkan permukaan lingual dari gigi anterior atas dan bawah, sikat gigi dapat di arahkan ke posisi vertical.
Metode ini disarankan kepada pasien dengan ruang interdental terbuka karena memfasilitasi penekanan filament sikat gigi. Metode Bass efektif untuk menghilangkan plak yang ada pada gingival margin.
b. Permukaan oklusal Menyikat dengan gerakan horizontal harus digunakan pada permukaan oklusal. 4. Membersihkan daerah interdental a. Dental floss atau tape Penting untuk mengajarkan pasien untuk menggunakan dental floss denggan benar karena dapat melukai jaringan gingiva. Benang gigi arahkan perlahan melewati titik kontak dan meliputi permukaan interproksimal lalu digerakkan dengan arah vertical pada permukaan untuk menghilangkan plak. b. Sikat interdental Digunakan saat ruang interdental yang luas dan digunakan juga saat membersihkan sekitar bridge. Sikat ini berbentuk seperti miniature sikat botol dan tersedia dalam berbagai ukuran. c. Single-tufted brushes Terkadang sulit untuk mencapai permukaan distal dari gigi posterior. Bulu sikat tunggal merupakan alat yang berguna untuk membersihkan area ini. 5. Pengendalian plak secara professional Pada pasien dengan karies aktif namun untuk beberapa alasan tidak menguasai cara mengontrol plak dengan dirinya sendiri atau pasien dengan penurunan sekresi saliva (dibawah 0.3 ml/min), tambahan pengendalian plak dengan bantuan professional dapat memberikan pasien support tambahan. Prosedur klinis adalah sebagai berikut: o
Lihat plak.
o
Hilangkan plak dengan pasta pengilap abrasive rendah yang yang mengandung fluoride. Handpiece digunakan dengan sikat berujung runcing untuk fissure dan rubber cup untuk permukaan yang halus. Untuk permukaan proksimal, pasta digunakan dengan toothpick atau sikat interdental atau dental floss.
o
Lihat lagi dan cek apakah seluruh plak sudah hilang.
o
Berikan varnish Duraphat pada bagian dengan lesi aktif. Durafat mengandung sodium fluoride dalam larutan alcohol varnish biasanya. Idealnya digunakan pada gigi yang kering dan bersih, dengan sikat atau aplikator spons tetapi akan menempel pada gigi meskipun pada keadaan lembab. Varnish ini memiliki konsentrasi fluoride yang tinggi (22 mg/ml) dan kontraindikasi dengan anakanak dibawah 6 tahun yang dapat menelan produk.
o
Review pasien setiap 2-3 minggu secara berkala.
6. Saran kepada pasien Frekuensi sikat gigi
Sikat gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berfluoride. Konsentrasi fluoride
Untuk anak-anak dibawah 7 tahun, orang tua memberikan sedikit jumlah pasta (sebesar biji jagung) pada sikat gigi untuk mencegah fluorosis. Rinsing behaviour
Hindari membilas dengan volume air yang banyak. Lebih baik untuk membasahi sikat gigi lalu bersihkan pasta yang berlebih dengan itu lalu buang dengan meludah. Sarankan kepada anak kecil untuk membuang kelebihan pasta gigi dibandingkan dengan menelannya, untuk mencegah fluorosis. Waktu menyikat gigi
Menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur agar sisa pasta gigi tersisa dalam mulut karena aliran saliva berkurang. Menyikat gigi pada pagi hari sebelum makan dan sesudah makan. Tetapi apabila sarapan pagi mengandung makanan atau minuman yang asam, tidak boleh langsung menyikat gigi agar mencegah terjadinya sensitifitas pada area dentine yang terekspos.
2.4 Pemeriksaan, Diagnosis, Prognosis dan Rencana Perawatan 2.4.1 Diagnosis dan Pemeriksaan Diagnosis adalah identifikasi suatu penyakit berdasarkan tanda-tanda dan gejalanya. Setelah ditetapkan diagnosis maka baru bisa dilanjutkan dengan prognosis dan penetapan rencana perawatan. Diagnosis dan tingkatan karies
D1 terdapat lesi enamel dengan permukaan yang utuh D2 terdapat kavitas pada enamel D3 terdapat lesi pada dentin D4 terdapat lesi sampai pulpa
Persyaratan untuk diagnosis karies
1. Pencahayaan yang baik, gigi yang kering dan bersih. Bersihkan gigi (sikat fissure agar mengeluarkan plak karena white spot mudah untuk dikeluarkan) 2. Isolasi setiap kuadran dengan menggunakan cotton roll agar gigi tidak basah lagi karena saliva. White spot akan terlihat lebih jelas saat gigi kering. 3. Sharp eyes dapat digunakan pada tanda-tanda awal demineralisasi, sedangkan sharp probe jangan digunakan untuk deteksi karies awal karena malah dapat membentuk lubang sehingga membuat plak terjebak. 4. Dapat dilakukan Radiografi bitewings. Berbagai cara untuk diagnosis karies pada tahap awal : 1.
Identifikasi demineralisasi di bawah permukaan gigi, ini didapat dari hasil pemeriksaan secara klinis dan radiograf
2.
Tes bakteri yang didapat dari pemeriksaan laboratorium
3.
Penilaian kondisi lingkungan seperti pH saliva, aliran saliva, dan buffer saliva, didapat dari pemeriksaan laboratorium
4.
Identifikasi faktor resiko serta oral hygiene pasien.
Menurut Pitford (1993) diagnosa karies gigi dapat ditegakkan dengan dua cara : a. Pemeriksaan Subyektif yaitu dengan melakukan anamnesa pada pasien. b. Pemeriksaan Obyektif yaitu dengan cara klinik,yaitu terbagi atas : 1) Pemeriksaan Visual Langsung Setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dari plak,dapat dilihat tanda karies antara lain : a. bercak putih diemail b. hilangnya kontur permukaan gigi c. dentin karies biasanya berwarna kuning atau coklat 2) Transluminasi Jika gigi disinari, lesi karies akan terlihat sebagai bayangan hitam.
3) Penggunaan Sonde Sonde dapat digunakan untuk menelusuri permukaan gigi dan mendeteksi pit dan flour yang
melunak karena karies.
4) Pemakaian Benang Gigi Benang gigi dapat dilewatkan diantara permukaan Proksimal dan jika benang gigi menjadi rusak ini menandakan adanya tepi email yang kasar dari suatu kavitas karies. 5) Radiografi Sinar X akan diserap oleh jaringan keras, sehingga jika sinar X diarahkan ke gigi akan terbentuk suatu gambaran pada film yang ditempatkan di belakangnya.
2.4.2 Prognosis Prognosis yaitu prediksi kemungkinan perawatan, durasi, dan hasil akhir suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dan pathogenesis dan kehadiran faktor resiko penyakit. Prognosis ditetapkan setelah diagnosis dan sebelum rencana perawatan. Terdapat 6 kelas dalam prognosis, yaitu : a. Excellent prognosis (Prognosis Sangat Baik) Tidak ada kehilangan tulang (bone loss), kondisi gingival yang sangat baik, pasien sangat kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan. b. Good prognosis (Prognosis Baik) Satu atau lebih mengikuti hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang adequat, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan pemeliharaan gigi yang adequat, pasien kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan, (jika ada) faktor sistemik tersebut terkontrol. c. Fair prognosis (Prognosis Sedang) Satu atau lebih mengikuti hal-hal sebagai berikut: dukungan tulang yang sedikit adequat, beberapa gigi goyang, furcation involvolment grade I, kemungkinan pemeliharaan yang adequat, kerja sama pasien diterima, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang terbatas.
d. Poor prognosis (Prognosis Kurang) Satu atau lebih mengikuti hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang moderat-cepat, terdapat kegoyangan gigi, furcation involvolment grade I dan II, kesulitan dalam pemeliharaan dan atau kerja sama pasien yang raguragu, terdapat faktor sistemik/ lingkungan. e. Questionable prognosis (Prognosis Dipertanyakan) Satu atau lebih mengikuti hal-hal sebagai berikut: Kehilangan tulang yang cepat, furcation involvolment grade II dan III, kegoyangan gigi, daerahnya sulit dijangkau, terdapat faktor sistemik/ lingkungan. f. Hopeless prognosis (Prognosis tidak ada harapan) Satu atau lebih mengikuti hal-hal sebagai berikut: kehilangan tulang yang
cepat,
daerahnya
tidak
dapat
dilaukan
pemeliharaan,
indikasi
pencabutan, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang tidak terkontrol. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan saat menentukan prognosis :
2 . 4 . 2
P
2.4.3 Rencana Perawatan Rencana perawatan pasien dibagi menjadi 2, yaitu: perawatan invasif yaitu perawatan dengan adanya tindakan kuratif dan perawatan non-invasif yang merupakan perawatan preventif atau pencegahan. Perawatan invasif yang dilakukan perlu beberapa metode yang meliputi: pembatasan pertumbuhan dan metabolisme bakteri pathogen dan meningkatkan ketahanan permukaan gigi terhadap mineralisasi. Berikut ini adalah perawatan karies gigi yang ditentukan berdasarkan stadium saat karies terdeteksi:
1.
Filling Filling atau penambalan dilakukan untuk mencegah progresi dan perluasan karies. Bahan yang digunakan sebagai filling bermacam-macam tergantung lokasi gigi dan sudah sampai dimana karies
berada. Contoh :
amalgam, resin komposit, dan glass ionomer. 2.
Perawatan Saluran Akar (PSA) PSA dilakukan jika telah terjadi pulpitis dengan cara pulp capping. Pulp capping adalah suatu aplikasi dari suatu bahan pelindung di atas pulpa yang terekspos. Bahan yang biasa digunakan adalah kalsium hidroksida atau zinc oxyde eugenol. Kalsium hidroksida sering digunakan karena dapat merangsang pembentukan dentin sekunder. Pulp capping dilakukan secara direct atau langsung diatas pulpa atau secara indirect, dilakukan diatas dentin yang tersisa.
3.
Ekstraksi pada Dewasa atau Crown pada Anak Ekstraksi atau pencabutan dilakukan jika jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi yang telah diekstraksi lebih baik secepatnya diganti dengan gigi tiruan, karena kalau tidak, gigi pasangan oklusinya (atas atau bawahnya) akan beresiko terkena karies karena saliva tidak melakukan teardrop self cleansing. Kerusakan parah pada gigi sulung anak dapat diatasi dengan pembuatan crown. Mempertimbangkan beberapa hal bahwa bila gigi anak diekstraksi (kecuali sudah sangat parah dan tidak berfungsi) akan mempersulit mereka untuk mencerna, dan apabila dibuatkan gigi tiruan akan terasa kurang bermanfaat karena gigi mereka akan dengan cepat atau lambat akan digantikan dengan gigi permanen, maka penggunaan crown adalah keputusan yang bijaksana.
Beberapa cara perawatan non-invasif antara lain: 1. Plaque control Plaque control merupakan cara menghilangkan plaque dan mencegah akumulasinya. Tindakan tersebut merupakan tingkatan utama dalam mencegah terjadinya karies dan radang gusi. Menurut Wirayuni (2003), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan plaque control, antara lain:
a) Scalling Scalling yaitu tindakan membersihkan karang gigi pada semua permukaan gigi dan pemolesan terhadap semua permukaan gigi. b) Penggunaan dental floss (benang gigi) Dental floss ada yang berlilin ada pula yang tidak yang terbuat dari nilon. Floss ini digunakan untuk menghilangkan plaque dan memoles daerah interproximal (celah di antara dua gigi), serta membersihkan sisa makanan yang tertinggal di bawah titik kontak. c) Diet Diet merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang mengandung karbohidrat seperti: dodol, gula, permen, demikian pula makanan yang lengket hendaknya dihindari. Adapun yang disarankan dalam plaque control adalah makanan yang banyak mengandung serat dan air. Jenis makanan ini memiliki efek self cleansing yang baik serta vitamin yang terkandung di dalamnya memberikan daya tahan pada jaringan penyangga gigi. d) Kontrol secara periodik Kontrol dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui kelainan dan penyakit gigi dan mulut secara dini. e) Fluoridasi Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia sebagai bahan yang dapat membuat lapisan email tahan terhadap asam. Menurut YKGI (1999), penggunaan fluor ada dua macam yaitu secara sistemik dan lokal. Secara sistemik dapat dilakukan melalui air minum mengandung kadar fluor yang cukup, sehingga fluor dapat diserap oleh tubuh. Secara lokal dapat dilakukan dengan diteteskan/dioleskan pada gigi, kumur-kumur dengan larutan fluor dan diletakkan pada gigi dengan menggunakan sendok cetak. f) Menyikat gigi
g) Pit and Fissure Sealant Merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah permukaan gigi dari karies. Kegunaan pit and fissure sealants adalah : o Mengisi pit dan fissure pada gigi dengan resin sehingga lebih tahan terhadap as am o Bakteri S.Mutans dan bakteri kariogenik lainnya jadi kehilangan tempat tinggal o Sealants membuat pit dan fissure jadi lebih mudah dibersihkan
2.5 Epidemiologi Karies Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan kesehatan dan penyakit pada suatu populasi dengan menjabarkan frekuensi dan tingkat keparahan dari masalah kesehatan yang terjadi serta dikaitkan degan beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, kondisi geografis, status ekonomi, ras, nutrisi, dan diet. Pada penyakit karies, ahli epidemiologi berperan dalam melakukan analisis dan penilaian tingkat keparahan, penyebab, serta mengukur strategi preventif dan menejemen. Pengukuran Aktivitas Karies
Prevalensi Prevalensi merupakan ukuran suatu populasi yang terkena penyakit atau yang berada pada suatu kondisi dalam periode waktu tertentu.
Insidensi Insidensi merupakan pengukuran tingkat kecepatan perkembangan penyakit yang diuji sebanyak dua kali pada suatu periode tertentu, yaitu di awal dan di akhir periode. Sebelum
dilakukan
pengukuran
prevalensi
dan
insidensi,
diperlukan
suatu
pengukuran kualitatif yang mencerminkan besarnya penyebaran penyakit pada suatu populasi. Perhitungan tersebut disebut sebagai index karies gigi, yaitu angka yang menunjukkan jumlah karies gigi seseorang atau sekelompok orang. Terdapat beberapa jenis index karies gigi, dianataranya adalah : 1. DMF Index untuk Gigi Permanen Variabel dari index ini terdi atas :
Decayed
: Jumlah gigi yang tidak diobati (D)
Missing
: Jumlah gigi yang tanggal atau tidak ada (M)
Filling
: Jumlah gigi yang telah ditumpat (F)
Index ini memberikan jumlah dari individuals decayed, missing, dan filled permanent teeth (DMFT) atau surface (DMFS). Contohnya pada seorang individu dengan dua decayed, tiga filled teeth, dan satu missing tooth memiliki index karies DMFT 6. Semua gigi dengan pengecualian dari molar ketiga yang disertakan, untuk orang dewasa, DMFT berkisar dari nol sampai 28, dan DMFS berkisar dari nol sampai 128 dengan molar dan premolar memiliki 5 permukaan dan gigi insisif dan gigi kaninus memiliki 4 permukaan. Untuk langkah-langkah berbasis populasi, jumlah dari semua nilai DMFT/S dibagi dengan jumlah individu dalam total sampel
DMF-T untuk individual = D + M + F Range nilai DMF untuk individual yaitu 0-28 dalam bilangan bulat
DMF-T rata-rata untuk kelompok =
Kategori rerata DMF-T menurut WHO: - 0,0-1,1 = sangat rendah - 1,2-2,6 = rendah - 2,7-4,4 = sedang - 4,5-6,5 = tinggi - 6,6 > = sangat tinggi.
2.
def Index untuk Gigi Sulung Index ini merupakan index untuk mengetahui masalah karies pada individu atau suatu populasi. Index ini memiliki kemiripan pada sistem perhitungan dengan index DMF, hanya saja terdapat variabel yang diubah istilah penyebutannya, yaitu :
Decayed
: Jumlah gigi yang tidak diobati (d)
Exfoliate
: Jumlah gigi yang tanggal atau tidak ada (e)
Filling
: Jumlah gigi yang telah ditumpat (f)
3. PUFA Index PUFA Index merupakan index yang menyajikan data suatu populasi untuk mengevaluasi prevalensi dan keparahan kondisi rongga mulut akibat karies gigi yang tidak diobati. Kriteria untuk indeks PUFA/pufa adalah sebagai berikut:
P/p
: Pulpal Involvement
Pulpal Involvement merupakan variabel yang menandai kondisi struktur mahkota gigi yang telah hancur dan ruang pulpa yang terekspos
U/u
: Ulceration
Ulceration merupakan variabel yang menandai kondisi gigi yang mengalami dislokasi fragmen gigi
F/f
: Fistula
Fistula merupakan salah satu variabel dari PUFA index yang menggambarkan suatu kondisi adanya pus yang berasal dari abses pada sinus
A/a
: Abses
Sistem perhitungan pada index ini hampir sama dengan DMF index, yaitu dengan menjumlah keseluruhan nilai dari masing-masing variabel. Skor dari PUFA Index pada gigi permanen adalah 0-32 dan pada gigi sulung 0-20.
2.6 Material Preventif 2.6.1 Obat Kumur
Larutan cair yang digunakan sebagai pembilas, sebagai dasar untuk meningkatkan kesehatan oral, estetik, dan kesegaran napas.
a. Fungsi Untuk mengirimkan komposisi aktif yang berperan dalam membersihkan permukaan gigi atau jaringan. b. Komposisi Mouthwash terdiri atas tiga bahan utama: 1) Agen aktif Agen aktif digunakan untuk aktivitas antikaries, efek antimikrobial, mengirimkan fluoride, atau mengurangi adhesi plak. Agen aktif dilarutkan dalam cairan air dan / atau alkohol. Alkohol digunakan untuk melarutkan beberapa bahan aktif, meningkatkan rasa, dan sebagai pengawet. 2) Surfaktan Surfaktan ditambahkan untuk membuang debris dari gigi dan melarutkan bahan lain. Surfaktan dapat berupa kopolimer blok nonionik, kimia anionik seperti lauryl sulfate, atau cetyl pyrinidium chloride, yang merupakan kationik dan memiliki sifat antibakterial. 3) Agen flavoring (perisa) Agen flavoring ditambahkan untuk menyegarkan nafas. Agen flavoring yang biasanya dipakai adalah eukaliptus, menthol, thymol, dan metil salisilat. c. Faktor penting Dua faktor yang harus diperhitungkan dalam mengevaluasi mouthwash adalah keasamannya dan kandungan etanol dalam cairannya. Dua bahan aktif dalam mouthwash yang memberikan efek positif adalah klorheksidin dan fluoride. 1) Klorheksidin Klorheksidin adalah agen antibakterial yang utama digunakan pada pasien dengan infeksi jaringan lunak atau gum seperti gingivitis atau perikoronitis. Konsentrasi yang diperbolehkan 0,1-0,2%. Klorheksidin glukonat telah menunjukkan dapat mengurangi penggunaan aerosol sebagai bahan pembilas sebelum operasi. Klorheksidin juga efektif mengurangi inflamasi jaringan lunak. 2) Fluoride Fluoride berguna sebagai bahan antikaries. Prosesnya yaitu, lapisan materi kalsium fluorida terdeposit di permukaan gigi. Saat itulah, struktur mineral di bawahnya diubah dari hidroksiapatit menjadi fluoroapatit, yang
lebih keras dan lebih tahan terhadap demineralisasi. Peningkatan konsentrasi dan waktu meningkatkan penyerapan fluoride. d. Efek Mouthwash dapat menghaluskan permukaan material resin, efek residual staining (yang mengandung eugenol), dan dapat menimbulkan kanker (mouthwash yang mengandung kandungan ethanol yang tinggi).
2.6.2 Fluoride Varnish
Flouride yang mengandung varnish memungkinkan terjadinya penyebaran fluoride secara topical keseluruh permukaan gigi yang berisiko terkena karies. Fluoride varnish ini disepakati sebagai cavity varnishes yang digunakan selama restorasi dan disepanjang permukaan akar pada gigi sensitive dengan pengenduran gingiva. Material ini terdiri atas dua bahan penyusun, yaitu sodium fluoride (5%; 2,26% F -atau 22,600 ppm) dan difluorsilane (1%; 0,1% F -atau 1,000 ppm). Flouride yang terdapat dalam material ini, terlarut dalam suatu pelarut organik yang dapat mengalami evaporasi ketika digunakan. Mekanisme kerja flouride pada flouride varnish ini sama dengan mekanisme kerja flouride pada obat kumur (mouthwash); kalsium flouride disimpan pada permukaan gigi dan kemudian dikonversi melalui reaksi remineralisasi menjadi fluorapatit. Material ini bersifat netral (pH 6- pH8). Sifat ini berasal dari komposisi utamanya, yaitu sodium fluoride. Selain itu, material ini juga bersifat antietsa dan antinoda pada restoras. Material ini digunakan pada indikasi klinis insidensi karies yang tinggi pada seorang pasien. Namun,
material ini
memiliki beberapa aspek negatif, berupa diskolorasi gigi selama kurang dari 24 jam dan rasa yang agak pahit. Adapun beberapa langkah yang harus dilakukan pada proses penggunaan material ini adalah :
Gosoklah gigi terlebih dahulu
Keringkan gigi dengan kasa kapas atau udara
Cegah gigi terkontaminasi ulang oleh saliva dengan cara menggunakan cotton rolls
Gunakan fluoride varnish dengan ukuran 0.3-0.6 ml dengan menggunakan sikat kecil atau aplikator
Jangan menggosok gigi setelah pemakaian pada hari itu
Prosedur oral hygiene yang normal dapat dilakukan kembali pada hari berikutnya
2.6.3 Fluoride Gel
Fluoride gel merupakan suatu material preventif yang digunakan secara topikal untuk menurangi insidensi karies pada pasien . Material ini bersifat sangat asam dan mengandung kadar fluoride yang sangat tinggi . Material ini sering disebut sebagai 1.23% APF , yang mangacu pada konsentrasi fluoride (1,23% fluoride ion atau 12,300 ppm) dan senayawa kimia berupa acidulated phosphate fluoride yang memiliki pH 3,5 . Acidulated phophate fluoride ini, mengandung 2 % sodium fluoride, 0,34% hidrogen fluoride, dan 0,98% phosphoric acid . Dengan sifatnya yang asam ini, fluoride jenis ini dapat mengetsa material restorative yang digunakan oleh seseorang . Seperti penggunaan fluoride varnish, gel fluoride ini juga digunakan untuk indikasi klinis insidensi kariesyang cukup tinggi. Namun, penggunaan fluoride jenis ini kini sudah dibatasi karena efek yang ditimbulkannya, seperti mual-mual, nyeri gastrointestinal, kerusakan oral mukosa, kerusakan ginjal atau muntah-muntah. Sifat asam pada gel fluoride ini menyebakan laju aliran saliva meningkat dan jumlah gel yang teringesti pun menjadi bertambah . Batas kadar fluoride yang diperbolehkan teringesti oleh anaka-anak adalah 7,7 mg setiap penggunaan, sedangkan pada orang dewasa adalah 10,3 mg setiap penggunaan . Adapun beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah fluoride yang teringesti dari penggunaan gel fluoride ini adalah :
Pastikan pasien duduk dalam posisi yang tepat
Kurangi jumlah penggunaan gel fluoride, terutama bagi anak-anak
Letakkan atau tempatkan alat penghisap selama proses perawatan(penggunaan) untuk menghisap kelebihan saliva
Berilah kesempatan bagi pasien untuk meludah setiap tray dikeluarkan dari dalam mulut
Adapun cara penggunaan gel fluoride ini adalah : o
Bersihkan gigi terlebih dahulu dan keringkan (bebas dari saliva)
o
Letakkan gel fluoride pada tray yang lembut setelah dental prophylaxis
o
Letakkan gel fluoride pada maxillary dan mandibullary tray, dan kemudian tekan daerah bukal dan lingualnya agar gel dapat masuk ke dalam celah di antara gigi
o
Suruhlah pasien untuk menggigit tray secara perlahan-lahan selama 4 menit
o
Setelah proses pengaplikasian, pasien dilarang untuk makan ataupun minum selama 30 menit
2.6.4 Pit and Fissure Sealant
Bahan Matriks Resin Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat (bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA, suatu faktor yang mengurangi pengerutan polimerisasi. Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat polimer. Bis-GMA,
urethane
dimetrakilat
(UEDMA),
dan
trietil
glikol
dimetakrilat
(TEGDMA) adalah dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya bis-GMA amatlah kental pada temperature ruang. Penggunaan monomer pengental penting untuk memperoleh tingkat pengisi yang tinggi dan menghasilkan konsistensi pasta yang dapat digunakan secara klinis. Pengencer bisa berupa monomer metakrilat dan monomer dimetakrilat. Kebanyakan bahan resin saat ini menggunakan molekul bis-GMA, yang merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-A dan glisidil metakrilat. Reaksi ini dikatalisasi melalui sistem amine-peroksida Partikel Bahan Pengisi Dimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari komposit juga lebih kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat mekanis seperti kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik, begitu juga ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan volume fraksi bahan pengisi. Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa dengan atau tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca mikroskopis, partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant lebih tahan terhadap abrasi . Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari komponen silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah digunakan secara luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan kimia yang kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi
disebabkan oleh sejumlah kaca dan porselen yang mengandung logam berat seperti barium, strontium dan zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi pengerutan pada saat polimerisasi dan menambah kekerasan Bahan Coupling Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke partikel yang lebih kaku. Ikatan antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antar bahan pengisi dan resin. γ metakriloksipropiltrimetoksi silane adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling Penghambat Untuk
mencegah
polimerisasi
spontan
dari
monomer,
bahan
penghambat
ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan bereaksi dengan radikal bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi. Bahan penghambat yang umum digunakan adalah butylated hydroxytoluene Sifat Bahan Resin Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan bahan resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan resin bersifat radiopaque . Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan. Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus bagus karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan tempat menempelnya plak. Indikasi Fisure Sealant Berbasis Resin a. Digunakan pada geligi permanen b. Kekuatan kunyah besar c. Insidensi karies relatif rendah d. Gigi sudah erupsi sempurna
e. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrol f. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang membutuhkan waktu lebih lama. Pengerasan Sealant Berbasis Resin Terdapat dua tipe bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran komponen katalis dan yang mengalami polimerisasi hanya setelah sumber sinar yang sesuai. Sampai sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 nm) telah digunakan, tetapi telah banyak digantikan oleh sinar tampak (biru) dengan panjang gelombang 430-490 nm . Pengerasan Sealant Berbasis Resin secara Otomatis Proses ini kadang disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self curing. Bahan yang dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil peroksida dan lainnya mengandung amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi tambahan dimulai Sealant bis-GMA dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator yang terdiri atas dua sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe monomer dan inisiator benzoil peroksida, dan komponen kedua berisi tipe monomer bis-GMA dengan akselerator 5% amina organik. Monomer bis-GMA dilarutkan dengan monomer metal metakrilat. Sebuah bahan sealant komersil berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel quartz dengan diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum diaplikasikan ke gigi dan berpolimerisasi ikatan silang sebagai reaksi sederhana Pada bahan ini operator tidak memiliki kemampuan mengendalikan waktu kerja setelah bahan diaduk. Jadi pembentukan kontur restorasi harus diselesaikan begitu tahap inisiasi selesai. Jadi proses polimerisasi terus-menerus terganggu sampai operator telah menyelesaikan proses pembentukan kontur restorasi Pengerasan Sealant Berbasis Resin Dengan Sinar (Light Curing Sealant) Radikal bebas pemula reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan activator amin terdapat dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua komponen tersebut tidak bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm) merangsang fotoinisiator berinteraksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan. Foto-inisiator yang digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar modern biasanya berasal dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter sinar ultra merah dan spectrum sinar tampak dengan panjang gelombang 500 nm. Waktu polimerisasi sekitar 20-60 detik. Untuk mengimbangi penurunan intensitas sinar, waktu pemaparan harus diperpanjang 2 atau 3 kali.
Saat ini telah tersedia bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe yang akan berpolimerisasi setelah diaktivasi dengan sinar. Sealant bis-GMA berpolimerisasi dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem tanpa diperlukan adanya pencampuran. Tiga bahan kental monomer bis-GMA dilarutkan dengan 1 bagian monomer metil metakrilat. Dengan aktivator berupa 2% benzoin metil eter. Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin 1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis 2. Pembilasan dengan air 3. Isolasi gigi, Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam 4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara. 5. Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
6. Pembilasan dengan air selama 60 detik 7. Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura (selama 20-30 detik) 8. Aplikasi bahan sealant
Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi selama 60-90 detik.
Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
2.6.5 Glass Ionomer Sealant
Glass ionomer sealant sebagai bahan preventif mampu menghasilkan fluoride yang dapat melapisi permukaan gigi agar terhindar dari karies. Diutamakan pada pasien yang memiliki resiko karies yang tinggi.
Komposisi Komposisi bubuk:
Silica 41,9%
Alumina 28,6%
Aluminium fluoride 1,6%
Calcium fluoride 15,7%
Sodium fluoride 9,3%
Aluminium phosphate 3,8%
Komposisi cairan:
Asam poliakrilik 40-50%
Sifat: Sifat kekerasan baik Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam
dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin Modulus elastisitas hampir sama dengan dentin Kekuatan ikatan mencapai 2-3 Mpa Koefisien pemuaian sesuai dengan struktur gigi Memiliki solubilitas yang rendah Opasitas tinggi Kekuatan ikatan lebih rendah daripada komposit resin
2.1.1
Kelebihan:
Sifat anti-karies karena mampu melepas fluor dalam jangka waktu lama Ikatan fisika kimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga
mengurangi kebocoran tepi tumpatan Tidak melibatkan proses pengetsaan
2.1.2
Kekurangan:
Sifat kekerasan jauh inferior dibandingkan kekerasan bahan resin
Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan kemampuan adhesi
Manipulasi: 1. Pembersihan pit and fissure pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure menggunakan brush dan pumis. Syarat pumis yang digunakan:
o
Memiliki kemampuan abrasif ringan
o
Tanpa ada pencampur bahan perasa
o
Tidak mengandung minyak
o
Tidak mengandung fluor
o
Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak, dan stain
o
Memiliki kemampuan poles yang baik
2. Pembilasan dengan air. Syarat air: o
Bersih
o
Tidak mengandung mineral
o
Tidak mengandung bahan kontaminan
3. Isolasi gigi menggunakan cotton roll atau rubber dam 4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara. Syarat udara: o
Kering
o
Tidak lembab
o
Tidak mengandung minyak
o
Sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi
5. Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel, mempersiapkan semen untuk beradaptasi dengan baik dengan permukaan gigi, serta memberikan perlekatan yang baik. 6. Pembilasan dengan air selama 60 detik 7. Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner dilakukan (20-30 detik) 8. Aplikasi Glass Ionomer Sealant pada pit dan fissure 9. Segera aplikasi bahan varnish 10. Evaluasi permukaan oklusal dengan articulating paper. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pemeriksaan radiografik digunakan untuk membantu seorang dokter maupun dokter gigi untuk menegakkan diagnosa dan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan atau terapi. Hasil gambaran radiografik dapat membantu seorang dokter atau dokter gigi untuk mengetahui keadaan jaringan yang diperiksa. Namun, penggunaan radiasi harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan oleh lembaga-lembaga pengontrol dan harus memperhatikan proteksi bagi pasien, tenaga medis, serta lingkungan mengingat bahwa radiasi memiliki efek postif dan efek negatif.