PENGELOLAAN PESISIR & KELAUTAN
MALAYSIA & THAILAND
(Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Pesisir dan Kelautan)
oLEH :
AHMAD HIDAYAT
(16/402649/PGE/01236)
PASCASARJANA GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
PENGELOLAAN PESISIR DAN KELAUTAN NEGARA MALAYSIA
Kondisi Geografis
Secara astronomis Malaysia terletak antara 0°52'LU – 7°22'LU dan antara 99°38'BT – 119°11'BT. Berdasarkan letaknya, wilayah Malaysia dapat dibagi atas Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia Barat terletak di Semenanjung Malaka Adapun batas-batas wilayah Malaysia Barat adalah berikut ini :
Sebelah Utara : Thailand
Sebelah Selatan : Indonesia dan Singapura
Sebelah Timur : Laut Cina Selatan dan Laut Natuna
Sebelah Barat : Selat Malaka dan Pulau Sumatra (Indonesia)
Malaysia Barat terdiri atas 11 negara bagian yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Malaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Selangor, dan Trengganu. Sementara itu, wilayah Malaysia Timur terletak di Pulau Kalimantan. Adapun batas-batas wilayah Malaysia Timur adalah berikut ini :
Sebelah Utara : Laut Cina Selatan dan Brunei Darussalam.
Sebelah Selatan : Kalimantan (Indonesia)
Sebelah Timur : Laut Sulu dan negara Filipina
Sebelah Barat : Laut Natuna dan Laut Cina Selatan.
Sumber: ICZMproject 2010
Malaysia Timur terdiri atas dua negara bagian, yaitu Sabah dan Serawak. Kedua wilayah tersebut dipisahkan oleh Laut Cina Selatan sejauh + 1.036 km. Kondisi iklim di Malaysia tidak jauh berbeda dengan kondisi iklim di Indonesia. Malaysia mengenal dua musim yang merupakan dampak peralihan arah angin monsun. Kepadatan penduduk di Malaysia tidak merata, wilayah Malaysia Barat mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah Malaysia bagian Timur.
Potensi Alam :
Tanahnya subur karena memiliki banyak gunung api dan curah hujan yang cukup tinggi.
Kaya hasil pertanian dan perkebunan, seperti padi, buah dan sayuran tropis, karet, kelapa, dan kelapa sawit.
Memiliki wilayah hutan tropis yang masih cukup luas di wilayah Malaysia Timur.
Potensi Sosial Budaya Penduduk Malaysia yang terdiri atas banyak suku dengan beragam budaya serta bahasa merupakan potensi sosial budaya yang perlu terus dikembangkan dan dilestarikan. Selain itu meskipun menerapkan hukum Islam, namun pemerintah memberi perlindungan dan kebebasan bagi orang-orang nonmuslim dalam beribadah atau menjalankan tradisinya masing-masing.
Potensi Industri dan Perdagangan Industri yang berkembang di Malaysia adalah industri pengolahan bahan mentah, seperti industri pengolahan makanan, pemotongan kayu, pengolahan karet, pengolahan minyak kelapa sawit, tekstil, dan berbagai barang kerajinan. Pada perkembangan sekarang ini, Malaysia telah memproduksi komponen elektronika, berbagai produk olahan minyak bumi, serta otomotif. Tingginya upah buruh di Malaysia menjadikan negara ini menjadi tujuan para tenaga kerja dari luar negeri, seperti dari Indonesia, Vietnam, ataupun Filipina. Kegiatan perdagangan luar negeri masih didominasi komoditas bahan mentah, seperti minyak dan gas alam, kelapa, kelapa sawit olahan, karet, timah putih, dan berbagai jenis kayu.
Kondisi Ekonomi
Sektor Pertambangan, hasil tambang adalah timah dengan pusatnya di Ipoh dan Kualalumpur. Tambangtambang yang lain yaitu besi, bauksit, emas, dan batu bara. Daerah penambangan minyak bumi dan gas alam terdapat di daerah Serawak dan lepas pantai Semenanjung Malaysia (Miri dan Lutong). Pengolahan timah terbesar di Asia Tenggara terdapat di Penang.
Sektor Pertanian dan Perkebunan, Malaysia termasuk negara agraris (pertanian). Dataran alluvial yang subur menghasilkan padi sebagai tanaman pangan utama. Tanaman perdagangan juga merupakan tanaman ekspor di antaranya karet, kelapa sawit, dan nanas. Lada hitam dihasilkan dari Serawak. Hasil hutan berupa kayu merupakan barang ekspor yang dihasilkan dari daerah Sabah. Perkebunan yang paling besar di Malaysia adalah perkebunan karet. Keseluruhan hasilnya mencapai 40% dari hasil karet seluruh dunia. Hasil –hasil pertanian lainnya adalah singkong dan beras.
Sektor Industri, Kawasan perindustrian yang terbesar dipusatkan di Pethaling Jaya dan Shah Alam, yaitu terdiri dari industri perakitan mobil, alat-alat rumah tangga, bahan makanan, ban dan barang-barang dari plastik.
Sektor Perhubungan dan Pariwisata, Kualalumpur sebagai ibu kota dan sebagai kota raya. Kota raya lain adalah Penang. Kedudukan Selat Malaka menjadi penting, karena merupakan jalan lalu lintas laut dari negara-negara barat ke timur, di samping adanya Singapura sebagai pelabuhan penting di Asia Tenggara. Bandar udara internasional di Malaysia terdapat di Kuala Lumpur dan Penang, sedangkan pelabuhan laut yang terbesar di Kelang. Kawasan pariwisata yang terkenal terdapat di Langkawi yaitu pulau mini yang bergunung-gunung serta pantainya sangat indah. Objek wisata yang terkenal di Malaysia antara lain: museum nasional Kukit Nanas, Cameron, Highland di Pahang, Genting Highlands, Taman Negara, Temple Park, dan Taman Nasional Kinibalu. Kota-kota pelabuhan penting di Malaysia, yaitu Kualalumpur (ibu kota Federasi Malaysia), Kucing (ibu kota Negara bagian Serawak), Teluk Anson, Penang, Kinibalu, Swettenham, dan Weld)
Sektor Perdagangan, kegiatan perdagangan berupa impor yaitu beras, mesin-mesin, alat-alat transportasi, bahan-bahan kimia, dan bahan-bahan elektronika serta ekspor berupa: karet, kayu olahan, kopra, timah, besi, dan minyak tanah. Mitra dagang Malaysia yang utama : Jepang, Inggris, USA, Indonesia, Singapura dan Australia.
Kondisi Politik dan Pemerintahan
Federasi Malaysia adalah sebuah monarki konstitusional. Kepala negara persekutuan Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agong, biasa disebut Raja Malaysia. Yang di-Pertuan Agong dipilih dari dan oleh sembilan Sultan Negeri-Negeri Malaya, untuk menjabat selama lima tahun secara bergiliran; empat pemimpin negeri lainnya, yang bergelar Gubernur, tidak turut serta di dalam pemilihan.
Sistem pemerintahan di Malaysia bermodelkan sistem parlementer Westminster, warisan Penguasa Kolonial Britania. Tetapi di dalam praktiknya, kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif, dan judikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah selama zaman Mahathir, kekuasaan judikatif itu dibagikan antara pemerintah persekutuan dan pemerintah negara bagian. Sejak kemerdekaan pada 1957, Malaysia diperintah oleh koalisi multipartai yang disebut Barisan Nasional (pernah disebut pula Aliansi).
Kekuasaan legislatur dibagi antara legislatur persekutuan dan legislatur negeri. Parlemen bikameral terdiri dari dewan rendah, Dewan Rakyat (mirip "Dewan Perwakilan Rakyat" di Indonesia) dan dewan tinggi, Senat atau Dewan Negara (mirip "Dewan Perwakilan Daerah" di Indonesia). 222 anggota Dewan Rakyat dipilih dari daerah pemilihan beranggota-tunggal yang diatur berdasarkan jumlah penduduk untuk masa jabatan terlama 5 tahun. 70 Senator bertugas untuk masa jabatan 3 tahun; 26 di antaranya dipilih oleh 13 majelis negara bagian (masing-masing mengirimkan dua utusan), dua mewakili wilayah persekutuan Kuala Lumpur, masing-masing satu mewakili wilayah persekutuan Labuan dan Putrajaya, dan 40 diangkat oleh raja atas nasihat perdana menteri. Di samping Parlemen di tingkatan persekutuan, masing-masing negara bagian memiliki dewan legislatif unikameral (Dewan Undangan Negeri) yang para anggotanya dipilih dari daerah-daerah pemilihan beranggota-tunggal. Pemilihan umum parlemen dilakukan paling sedikit lima tahun sekali, dengan pemilihan umum terakhir pada Maret 2008. Pemilih terdaftar berusia 21 tahun ke atas dapat memberikan suaranya kepada calon anggota Dewan Rakyat dan calon anggota dewan legislatif negara bagian juga, di beberapa negara bagian. Voting tidak diwajibkan.
Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri; konstitusi Malaysia menetapkan bahwa perdana menteri haruslah anggota dewan rendah (Dewan Rakyat), yang direstui Yang di-Pertuan Agong dan mendapat dukungan majoritas di dalam parlemen. Kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara dan bertanggung jawab kepada badan itu, sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara.
Pemerintah negara bagian dipimpin oleh Menteri Besar di negeri-negeri Malaya atau Ketua Menteri di negara-negara yang tidak memelihara monarki lokal, yakni seorang anggota majelis negara bagian dari partai majoritas di dalam Dewan Undangan Negeri. Di tiap-tiap negara bagian yang memelihara monarki lokal, Menteri Besar haruslah seorang Suku Melayu Muslim, meskipun penguasa ini menjadi subjek kebijaksanaan para penguasa. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan peranan yang amat penting dalam melakukan perubahan.
Kondisi Sosial Masyarakat
Malaysia merupakan salah satu negeri di Asia Tenggara yg mempunyai tingkat keberangaman etnis & kebudayaan yg pass tinggi. Yakni etnis melayu yg menduduki prosentasi warga yg paling tidak sedikit, di Malaysia adalah jumlahnya 48,5%. Sesudah Melayu masihlah ada sekian banyak etnis pribumi yg memiliki prosentase sejumlah 10,5%. Sejumlah 14,7% sisanya ialah warga bukan pribumi yakni etnis Tionghoa dan India . Sementara itu dalam agama, Islam ialah agama mayoritas etnis melayu yg pula mayoritas agama di Malaysia memiliki prosentase 53%. Sisanya ialah Budha 29%, Hindu 9%, serta agama lain sebagaimana Kristen, Tao, Konfusius jumlahnya 9%. Lewat etnisitas tersebut, pemerintah Malaysia membagi etnis tersebut berdasarkan etnis bumi putra atau pribumi & etnis non-pribumi.
Pembagian tersebut memasukkan Melayu serta sekian banyak etnis minoritas lain,seperti Iban, Kadazan, Melanou, Bidayuh dan seterusnya jadi etnis pribumi. Sementara itu etnis Tionghoa serta India ialah etnis non-pribumi. Pembagian ini didasarkan terhadap argumen historis di mana etnis melayu sudah tinggal di Malaysia sejak era pra-sejarah. Label etnis pribumi ini terkecuali sekadar label, tetapi berarti pemberian hak spesial pada etnis pribumi dari etnis non-pribumi. Terhadap awalnya, pelabelan ini dilakukan oleh Inggris pada era kolonialisme. Terdapat dua ambisi Inggris lakukan pelabelan itu merupakan, mula-mula, pelabelan tersebut memudahkan proses kolonialisasi di Malaysia.
Kedua, pelabelan yg tercantum dalam kesepakatan bargaining ini dipakai sebagai aturan bermain dalam kehidupan baik dalam gerakan politik, sosial serta ekonomi. Aturan main-main tersebut dilihat butuh oleh pemerintah Inggris menanggapi masalah yg timbul antara etnis pribumi serta etnis non-pribumi khususnya Tionghoa. Persengketaan etnis pribumi & etnis Tionghoa sudah berlangsung pada saat Malaysia belum meraih kemerdekaannya sampai waktu ini. Warga melayu memandang warga Tionghoa juga sebagai orang yang agresif, serta tdk memanfaatkan moral dalam berbisnis serta berdagang. Sementara itu etnis Tionghoa menonton etnis melayu yang merupakan sekumpulan orang yg pemalas, senang berkhayal serta tak mempunyai motivasi dalam bekerja.
Friksi-friksi inilah yg acap kali memunculkan konflik diantara kedua etnis ini. Oleh sebab itu, terdapat seperangkat aturan yang harus dipatuhi oleh etnis di Malaysia, tidak hanya persengketaan antar etnis yg berlangsung di Malaysia, melainkan susahnya bagi masing-masing etnis buat membaur satu sama lain. Etnis di Malaysia memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok bersama etnisitasnya. Pada akhirnya terciptalah pembagian daerah-daerah bersama etnisitasnya. Sebagai contoh yakni Kampung Melayu, juga sebagai ruang tinggal etnis melayu. Di sini etnis melayu tergabung dalam satu satuan politik, satu satuan ekonomi, satu satuan genealogi dan keagamaan.
Konstitusi pun dengan cara eksplisit memberikan grants terhadap etnis bumi putra akan hak-hak atas tanah, kuota dalam pemerintahaan, pendidikan publik dan seterusnya. Sementara itu, etnis non pribumi sama seperti Tionghoa diberi peluang untuk mengembangkan bidang perekonomian. Etnis non pribumi pun mendapat hak dengan secara langsung menjadi penduduk negeri Malaysia saat dilahirkan di Negara tersebut. Meski begitu, saat ini presentase pemberian hak khusus pada etnis melayu sudah sedikit menyusut dikarenakan adanya insiden 13 Mei. Insiden ini dipicu dengan besarnya hak-hak khusus yang dimiliki oleh etnis melayu. Untuk meredam serta mengakhiri konflik ini, pemerintah mengubah hak khusus yang dimiliki oleh etnis melayu dengan memberikan bidang perekonomian.
Permasalahan di pesisir Malaysia
Malaysia sebagian besar dikelilingi oleh laut sehingga membuat pengelolaan wilayah pesisir menjadi prioritas utama di Malaysia, terutama untuk alasan keamanan dan konservasi. Diharapkan pesisir akan memberikan ruang, sumber daya (baik biologis dan fisik) dan infrastruktur untuk pembangunan pembangunan di sepanjang pantai telah berpusat pada perdagangan dan industri sehingga terjadinya perubahan fungsi lahan dan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan.Permasalahan pesisir malaysia di uraikan di bawah ini:
Kurangnya intekgrasi antar pemegang kepentingan
Konstitusi Malaysia tahun 1957, dibagi menjadi badan eksekutif, administratif dan legislatif, yang didalamnya terdapat sistem pemerintahan, Federal, Pemerintah Negara dan Daerah (kota dan kabupaten berwenang). Setiap otoritas ditugaskan untuk pengelolaan dan pengawasan sumber daya (Biofisik). Di mana sumber daya pesisir diantaranya air dan tanah hal ini jatuh dalam yurisdiksi Pemerintah Negara, yang memerlukan, zonasi perencanaan pembangunan dan kekuatan. Sedangkan sumber daya biologis dikelola oleh pemerintah Federal dan Negara. Tidak adanya integrasi dalam pengolahan sumberdaya pesisir antara pemerintahan dan federal sehingga program dalam pengelolaan pesisir tidak berhasil. Seharusnya dalam ICZM sebagai daerah pesisir dalam pengelolaannya melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah (semua tingkatan), organisasi non-pemerintah, lokal masyarakat (di tingkat kabupaten dan kota), pemilik tanah, bisnis dan investor, menggabungkan partisipasi di semua tingkat pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan rencana. Dengan tujuan untuk digunakan dalam konservasi wilayah pesisir, penentuan prioritas, masalah, potensi dan memudahkan manajemen pengelolaan.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Masalah populasi mungkin paling berpengaruh terhadap perencanaan pemerintah dalam pengelolaan pesisir dan kelautan untuk memastikan bahwa daerah pemukiman, dan untuk industri dan pertanian tidak ditempatkan di daerah yang kritis dan sensitif. Rencana Kedelapan Malaysia telah mencatat kebutuhan untuk mengatasi masalah lingkungan daerah sensitif, yang akan memiliki dampak pembangunan yang minimal atau rendah, untuk memastikan stabilitas lingkungan.
Pertambangan minyak bumi dan mineral
Minyak dan gas dapat ditemukan di darat dan lepas pantai dari pantai barat dan timur. Pada 1991 ada 13 ladang minyak. Sehingga berpotensi bahaya termasuk polusi, pencemaran dan degradasi pesisir dari kegiatan pengeboran, produksi dan kilang. Eksplorasi mineral yang diambil melalui tambang terbuka atau tertutup. Seringkali menggunakan bahan kimia berbahaya dan beracun yang digunakan untuk ekstraksi batuan, seperti sianida, yang berpotensi berbahaya bagi manusia dan kesehatan hewan. masalah lain yang terkait dengan pertambangan meliputi, limbah, polusi, degradasi lingkungan dan degradasi lahan.
Pariwisata dan pengembangan rekreasi
Kegiatan pariwisata dan rekreasi cenderung tertarik pada wilayah pesisir, yang menyebabkan persaingan penggunaan lahan, dan akses ke pantai. Kegiatan pariwisata dapat menyebabkan permasalahan lingkungan. Sehingga harus mempertimbangkan dalam pengelolaan pariwisata yang mencakup, modifikasi habitat, kerusakan atau degradasi lahan dan manajemen dalam pengelolaan limbah akibat kegiatan pariwisata.
Pengembangan Industri
Pengembangan industri seperti dilansir Dokumen Status ICZM secara luas tersebar di sepanjang pantai dengan setidaknya 33 kawasan industri yang terletak 3km dari garis pantai. Hal ini menimbulkan masalah yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat, degradasi lingkungan yang berdampak pada penurunan kualitas dari wilayah pesisir. Pemetaan zonasi dan penempatan industri jatuh dalam lingkup pemerintah Negara, meskipun hal ini sekarang dapat diatasi dengan pedoman dan prosedur penilaian yang ditetapkan oleh beberapa instansi pemerintah.Di beberapa negara bagian di Malaysia masalah ini ditangani oleh departemen lingkungan hidup dengan instansi pemerintah lainnya, misalnya departemen kesehatan, departemen irigasi dan drainase dan pemerintahan lokal (kota atau kabupaten dewan).
Pertanian budidaya perikanan
Di berbagai daerah pesisir Malaysia telah bergerak ke arah reklamasi lahan marginal, terutama kawasan mangrove untuk perkebunan kelapa yang terletak sebagian besar di sepanjang pantai barat Semenanjung. Ini diikuti dengan bududaya tanaman padi, dan pengembangan kelapa sawit. Di Sabah dan Sarawak, tanaman berkembang kelapa sawit, kakao, kelapa, karet, padi dan campuran hortikultura dapat ditemukan sepanjang pantai.
Ada juga konflik antara nelayan artisanal dan perikanan komersial dalam pengelolaan sumber daya perikanan. Banyak kesalahan telah ditempatkan pada penangkapan ikan komersial, yang telah mengakibatkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir dan penipisan sumber daya.
Erosi pantai
Terlepas dari bahaya yang ditimbulkan oleh fenomena alam, kegiatan antropogenik memberikan kontribusi signifikan terhadap erosi garis pantai. Kegiatan dan proyek mulai dari pengerukan saluran, konstruksi (pelabuhan, bendungan), reklamasi dan penambangan pasir telah menyebabkan perubahan ke pantai alami, yang pada dasarnya sangat mempengaruhi sumber daya biofisik dan fungsi ekologis pesisir. Menurut sebuah studi yang dilakukan di pantai di Malaysia, sekitar 29% dari luas wilayah daerah menghadapi masalah erosi Sehingga kegiatan rehabilitasi telah menjadi prioritas dan telah tercermin dalam Ketujuh dan Kedelapan Rencana Malaysia. Di antara langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi hal ini, termasuk langkah-langkah perbaikan jangka pendek dengan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan perencanaan dan pengendalian, khususnya, dalam pembangunan tata ruang.
Pembangunan Transportasi dan navigasi
Selat Malaka merupakan salah satu rute navigasi tersibuk. ratusan kapal melewati sepanjang selat sempit menuju Malaysia, Indonesia atau port Singapura. Sehingga potensi pencemaran sangat tinggi di wilayah pesisir Malasia seperti tumpahan minyak, dan polusi.
Untuk mengatasi permasalahan pesisir Malaysia pemerintahan membuat peraturan seperti di bawah ini
Strategi Erosi Pantai Nasional (1987)
Kebijakan ini disiapkan pada tahun 1987, dengan pembentukan Dewan Kontrol Erosi pesisir dan Rekayasa Pesisir Technical Centre di Departemen Drainase dan Irigasi. Dewan ini dibentuk untuk memberikan saran tentang kontrol erosi pantai, dan pengembangan program dan koordinasi kegiatan pembangunan yang berlangsung dari pemerintah dan sektor swasta.
Kebijakan Pertanian Nasional(1998-2010)
Kebijakan ini menekankan pada keamanan pangan, dan konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Di antaranya menyodorkan kebijakan yang diambil, termasuk adopsi praktek pengelolaan yang berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya, dengan peraturan yang diperkuat untuk meminimalkan dampak negatif pada lingkungan.
Kebijakan Kehutanan Nasional (1978)
Kebijakan ini berfokus pada tujuan untuk melindungi dan mengelola hutan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan.dan melakukan konservasi lahan hutan yang rusak akibat kegiatan pembangunan.
Kebijakan Keanekaragaman Hayati Nasional (1998)
Strategi dan rencana aksi untuk membantu melestarikan dan mengelola keanekaragaman hayati baik dari darat dan laut / ekosistem air dirumuskan dalam kebijakan ini. Dalam menilai status keanekaragaman hayati kebijakan ini berfokusnya pada:
Meningkatkan basis pengetahuan ilmiah,
Memperkuat kerangka kelembagaan,
Meningkatkan kesadaran kelembagaan dan masyarakat.
Kebijakan Master Plan Pariwisata Nasional
Rencana ini mengacu pada pengembangan kawasan wisata pantai, dan promosi situs warisan budaya dan alam.
Pengelolaan Pesisir dan Kelautan
Malaysia memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tertutup 475.600 km2, atau 1,5 kali lebih besar dari pada luas wilayah malaysia. Malaysia adalah satu-satunya negara menerapkan Zona Pesisir Manajemen (CZM) melalui sistem federal yang memiliki tiga tingkat Pemerintah: federal, negara bagian dan lokal. Ada tiga wilayah, yaitu Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan dan diatur langsung oleh Pemerintah Federal Malaysia, yurisdiksi Kementerian Wilayah federal yang dibentuk oleh Perdana Menteri Malaysia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta wilayah pesisir Malaysia di bawah ini.
Sumber: www.mmea.gov
Pengelolaan pesisir dan kelautan negara malaysia tertuang dalam Malaysia Kesembilan (2006-2010) yang di dalamnya memuat rencana sumber daya alam dan lingkungan berfokus pada mempertahankan hidup bersih dan sehat. Pendekatan sumber daya serta memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi. pelaksanaan CZM dicapai melalui empat tujuan:
Dorongan dan memperkuat partisipasi pemangku kepentingan dan kerjasama antara perencanaan dan pelaksanaan lembaga.
Penting untuk melakukan konservasi dan keberlanjutan sumber daya alam termasuk rehabilitasi hutan dan pengurangan eksploitasi pada flora dan fauna.
CZM membutuhkan pengurangan polusi, terutama udara dan pencemaran air dari limbah padat, bahan beracun dan zat berbahaya.
Pembentukan rencana induk untuk perencanaan penggunaan lahan, zonasi dan manajemen untuk mengurangi dampak banjir.
CZM di Malaysia didirikan dalam menanggapi masalah-masalah yang dialami pesisir seperti erosi pantai, pencemaran pantai, eksploitasi berlebihan. Pemerintah Malaysia mulai melakukan Studi sepanjang 4.809 km dari garis pantai. Hasil dari studi tersebut menyimpulkan bahwa 1.390 km (864 mil) garis pantai mengalami erosi. Menyusul rekomendasi dari proyek ini, dua lembaga penting yang didirikan pada tahun 1987: CEC dan NCECC, NCECC terdiri dari berbagai instansi yang menangani erosi di wilayah pesisir. Badan-badan ini adalah Departemen Keuangan, Kementerian Sains, Teknologi dan Lingkungan, Departemen Drainase dan Irigasi, Departemen Pekerjaan Umum, Gubernur Sabah, Sarawak dan dua negara lainnya secara bergilir, dan profesional. Program pesisir dibuat oleh NCECC harus disetujui dan direkomendasikan oleh CEC sebelum dilaksanakan. CEC bertanggung jawab untuk melakukan pengendalian erosi pantai, memberikan dukungan teknis kepada NCECC dan Pemerintah lainnya
Pelaksanaan ICZM dimulai pada tahun 1996 di Semenanjung Malaysia dan Sabah. Tujuan dari manajemen berkelanjutan dari zona pesisir Sabah yang meliputi 4 tugas:
Penentuan zona pesisir di Sabah;
Lingkungan yang berkelanjutan ;
Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sistem Informasi Geografis (GIS);
Penerapan lingkungan dan komputerisasi alat untuk perencanaan tata ruang
Manajemen pesisir terpadu menganggap masalah lingkungan sebagai penyebab isu permasalahan utama daerah pesisir dan kelautan hal ini disebabkan kurangnya koheren dan terpadu antara kebijakan dan manajemen, kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat. Permasalahan yang dihadapi ICZM di Malaysia seperti
Wilayah yurisdiksi yang sama untuk pengawasan dan penegakan;
Pengiriman dengan opsi kebijakan yang telah menjadi tidak jelas;
Tumpang tindih fungsi antara beberapa kementerian federal dan pemerintah negara bagian di pengelolaan wilayah pesisir; dan
Tidak ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk berurusan dengan skala penuh dari masalah pencemaran laut
Ketidakmampuan Departemen Lingkungan Hidup untuk menangani insiden di ZEE
Pembiayaan juga merupakan hambatan untuk menerapkan pendekatan pengelolaan pesisir Malaysia dalam pencapaian tujuan. Pemerintah Malaysia berinvestasi hanya 1 persen dari PDB pada manajemen lingkungan. Selain itu, ada perbedaan yang signifikan dalam alokasi pendapatan Pemerintah. Pemerintah Federal memperoleh 84 -88 persen, sedangkan tiga belas negara memperoleh hanya 12 persen.
Pengelolaan perikanan di negara Malaysia diawasi oleh empat departemen Departemen Perikanan (DOF), Pengembangan Perikanan Authority of Malaysia (FDAM), Angkatan Laut Pantai polisi penjaga dan Kelautan. DOF adalah badan utama yang bertanggung jawab untuk keseluruhan perencanaan manajemen dan pelaksanaan termasuk taman laut. FDAM adalah bertanggung jawab untuk peningkatan kehidupan nelayan, nilai tambah pengolahan dan pemasaran. Kedua lembaga lainnya yang mengkoordinasikan operasi pengawasan dan penegakan hukum, namun hukum perikanan harus mengikuti UU Perikanan 1985 karena memenuhi administrasi dan manajemen, termasuk konservasi dan pengembangan perikanan kelautan dan perlindungan mamalia laut dan penyu. Selain itu, hukum berkaitan dengan pembentukan taman laut dan cadangan laut.
Kebijakan pengelolaan perikanan laut dibagi ke empat zona menurut jarak dari garis pantai :
Zona A : kurang dari 5 mil laut ( nm ) dicadangkan untuk nelayan skala kecil menggunakan kapal tradisional.
Zona B : antara 5-12 nm untuk kapal penangkap ikan kurang dari 40 tenaga kuda.
Zona C : lebih besar dari 12 nm untuk kapal komersial lebih dari 40 gross ton ; dan
Zona C2 : melampaui 30 nm untuk kapal laut dalam lebih dari 70 gross ton
Sumber: Sabah ICZMproject 2010
Menurut Rencana Pertanian Nasional Tahun 1992 sampai 2010, untuk mendorong pertumbuhan hasil dari sektor kelautan. industri perikanan harus meningkatkan produksi produk dan olahan untuk mendukung pengembangan kegiatan manufaktur berbasis sumber daya perikanan terpadu dan layak. Produk-produk ini memperluas ke pasar lokal dan asing, tidak boleh melebihi sumber daya yang berkelanjutan agar tidak overexploitation. Pemerintah Malaysia akan mengambil berbagai tindakan untuk mencapai tujuan peningkatan sektor kelautan menggunakan kebijakan mengendalikan peningkatan kapasitas perikanan, untuk mempromosikan off-shore perikanan, untuk menempatkan moratorium izin nelayan, untuk meningkatkan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pesisir. Mereka mengendalikan alat tangkap non tradisional di zona A untuk konservasi alasan pembibitan. Selain itu Pemerintah Malaysia meningkatkan partisipasi stakeholder dalam pengelolaan perikanan.
Program terbaru dalam manajemen berbasis masyarakat adalah praktek pencegahan kemiskinan di Malaysia. Meskipun, pemerintah telah mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan penegakan: monitoring, kontrol dan pengawasan kebijakan ICZM seperti yang ditunjukkan dalam Rencana Malaysia Kesembilan baik untuk konservasi dan kelestarian sumber daya alam. Malaysia juga menghadapi masalah polusi perairan laut, erosi pantai, over fishing, perusakan terumbu karang polusi air. Malaysia kehilangan sedikitnya 100.000 hektar kawasan mangrove dari kegiatan pengembangan lahan dan budidaya.
PENGELOLAAN PESISIR DAN KELAUTAN NEGARA THAILAND
Thailand adalah sebuah kerajaan konstitusional di mana pemerintahan kerajaan Thailand memiliki kekuatan besar. Raja adalah kepala negara. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri, yang adalah kepala pemerintahan dan dipilih oleh Majelis Nasional. Dewan menteri dipimpin oleh perdana menteri. Thailand memiliki tujuh puluh dua provinsi, masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur yang ditunjuk oleh pemerintah nasional. Semua lembaga tingkat kabupaten dan provinsi sangat dipengaruhi oleh pemerintah nasional. Kerajaan Persatuan Thailand dibentuk pada pertengahan abad ke-14 yang dikenal sebagai Siam sampai tahun 1939. Thailand merupakan satu-satunya negara asia tenggara yang tidak pernah dijajah oleh kekuatan Eropa. Revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menghasilkan pemerintahan monarki konstitusional, dengan sekutu Jepang saat Perang Dunia II, Thailand menjadi sekutu AS saat konflik tersebut.
Peta Administrasi Negara Thailand
Kondisi Geografis Negara Thailand
Kerajaan Thailand terletak di Asia Tenggara. Berbatasan dengan Myanmar disebelah Barat dan Utara. Laos di Timur laut, dan Kamboja di Tenggara. letak geografis Thailand berada pada 5°-21° LU dan 97°-106° BT. Thailand juga meluas ke selatan di sepanjang Semenanjung Melayu. Berbatasan dengan Laut Andaman di Barat dan Teluk Thailand di sebelah Timur dan mencapai Malaysia keselatan. Thailand memiliki iklim tropis: hujan dan hangat selama musim hujan barat daya (Mei-September): kering dan dingin selama musim hujan Timur Laut (November-Maret), dan panas dan lembab sepanjang tahun di tanah genting Selatan.
Daerah pegunungan utara
Pegunungan di bagian utara dan barat secara geomorfologi merupakan kelanjutan Pegunungan Myanmar. Ketinggian rata-rata 1.000 – 2.000 meter. Puncak tertingginya adalah Gunung Doi Inthanon (±2.595 m), juga merupakan titik tertinggi di Thailand. Puncak-puncak lainnya adalah Gunung Doi Angka (±2.581 m) dan Chieng Dao (±2.482 m).
Plato Khorat
Plato Khorat terhampar di bagian timur Thailand, dengan ketinggian bervariasi. Plato tersebut berupa pegunungan kapur tandus dengan irigasi yang kurang baik. Hamparan plato dibatasi oleh Sungai Mekong di sebelah timur.
Dataran rendah bagian tengah
Dataran rendah di wilayah tengah Thailand merupakan lembah sungai Chao Phraya. Wilayah ini sangat subur, karena dialiri oleh Sungai Chao Phraya dan beberapa anak sungainya (Sungai Puig, Wang, Yom, dan Nan) yang bermuara ke Teluk Thailand. Dataran rendah Chao Phraya merupakan daerah pertanian yang sangat penting bagi Thailand. Di tepi Sungai Chao Phraya berdiri dua kota penting, yaitu Bangkok dan Thonburi.
Lembah dan perbukitan tenggara
Lembah dan perbukitan di bagian tenggara ini merupakan kelanjutan dari sistem Pegunungan Kamboja yang disebut Pegunungan Kardamon. Di wilayah itu terdapat dua buah bukit, yaitu Khao Kampeng dan Dangrek. Puncak tertingginya adalah Gunung Khao Soi Dhao (±1.000 m).
Tanah Genting Kra
Bagian selatan Thailand adalah bagian dari Semenanjung Malaysia, berupa dataran sempit antara Laut Andaman dan Teluk Siam. Daerah paling sempit di wilayah ini disebut "Tanah Genting Kra", yang semakin melebar ke Semenanjung Malaysia. Di wilayah ini terdapat beberapa aliran sungai penting, yaitu Sungai Mekong, Mae Klong, Chao Phraya, dan NamMun.
Iklim
Thailand memiliki iklim musim tropis dengan dua musim. Suhu rata-rata wilayah bagian selatan 270C, sedangkan bagian utara 150C. Musim hujan berlangsung bulan Mei – September akibat hembusan angin musim dari arah barat daya yang banyak mengandung uap air. Musim kemarau berlangsung bulan November – Februari akibat hembusan angin dari arah Indocina melalui Vietnam dan Laos. Curah hujan tahunan di wilayah Thailand antara 2.000 – 3.000 mm. Kondisi itu menjadikan Thailand sebagai negara agraris utama di Asia Tenggara.
Kondisi Ekonomi Thailand
Perekonomian Thailand telah berkembang pesat sejak akhir 1980-an terlepas dari kekacauan politik. Pada tahun 1994, PDB Thailand $ 355.2 Milyar dengan tingkat pertumbuhan PDB sebesar 8 %. Pertanian menyumbang 10 persen dari PDB pada tahun 1993, mempekerjakan 56,7 persen dari angkatan kerja. Tanaman utama untuk diperdagangkan adalah, beras, merupakan komoditas ekspor pertanian. Kayu sebelumnya merupakan sumber utama pendapatan dari hasil ekspor, namun penebangan hutan yang tidak terkendali dilarang pada tahun 1989 setelah deforestasi menyebabkan banjir besar. Industri yang tersedia 39,2 persen dari PDB pada tahun 1993, mempekerjakan 17,5 persen dari angkatan kerja. Pabrik atau manufaktur Thailand memberikan kontribusi terhadap pendapatan ekspor utama negara itu pada tahun 1993.
Dengan infrastruktur yang maju, ekonomi usaha bebas, dan kebijakan pro-investasi Thailand sepertinya telah bangkit dari Krisis Finansial Asia tahun 1997-1998. Negara ini memiliki kinerja terbaik tahun 2002-2004 di Asia Timur. Didorong oleh meningkatnya konsumsi dan pertumbuhan ekspor yang kuat, perekonomian Thailand tumbuh 6.9% di 2003 dan 6.1% di 2004 walau ekonomi global agak terhambat. Bangkok telah berusaha mendapatkan perjanjian perdagangan dengan berbagai partner sebagai usaha untuk meningktakan ekspor dan mempertahankan pertumbuhan yang tinggi. Pada tahun 2004, Thailand dan AS memulai negosiasi untuk perjanjian Perdagangan Bebas. Akhir Desember 2004, tsunami hebat mengambil 8.500 nyawa di Thailand dan menyebabkan kerusakan properti yang luar biasa di provinsi bagian selatan Krabi, Phangnga, dan Phuket.
Pertumbuhan melambat sampai 4.4% di 2005. Penurunan dapat dilihat di harga minyak yang tinggi, permintaan sedikit dari pasar Barat, kekeringan hebat di beberapa wilayah, penurunan di sektor pariwisata akibat tsunami, dan rendahnya kepercayaan diri konsumen. Namun, pemerintahan Thaksin yang mengembangkan kebijakan ekonomi, termasuk rencana untuk mega-proyek bernilai multimiliar dolar dalam infrastruktur dan pembangunan sosial, membangkitkan kekhawatiran akan disiplin fiskal dan kesehatan institusi finansial. Di sisi positif, ekonomi Thailand membaik di kuarter ketiga tahun 2005. Pabrik yang berorientasi ekspor khususnya produksi mobil dan output pertanian menunjukan kemajuan. Di 2006, perekonomian seharusnya mendapatkan keuntungan dari datangnya investasi dan perbaikan disektor pariwisata, namun epidemik flu avian dapat mempengaruhi prospek ekonomi di seluruh wilayah secara signifikan.
Pertumbuhan Ekonomi Negara Thailand
Kondisi Budaya Negara Thailand
Masyarakat Thailand sangat toleran terhadap berbagai budaya bangsa sepanjang tidak menyinggung kehidupan kerajaan dan Buddha. Bahasa Thai merupakan bahasa bunyi (fonal language) dan memiliki huruf tersendiri. Bahasa Thai termasuk bahasa yang sulit karena terkadang satu kata bila diucapkan dengan intonasi yang berbeda maka akan berbeda pula artinya. Raja Thailand, Raja Bhumibol Adulyadhej (Rama IX) yang telah berkuasa selama lebih dari 50 tahun merupakan salah satu penguasa kerajaan terlama di dunia. Dengan julukan Jiwanya Negara, Raja Rama IX dipuja sebagai raja yang memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Thailand. Dalam kehidupan nya, Raja sangat dekat dan selalu terlibat dalam urusan kesejahteraan terutama dalam bidang pertanian, pengelolaan sumber daya alam, konservasi, dan lain-lain. Dengan kecakapannya, Ratu Sirikit telah mendampingi Raja selama lebih dari 40 tahun. Dia telah bekerja tanpa lelah untuk meningkatkan citra dan kemampuan wanita dalam menunjang kehidupan keluarga. Ratu juga aktif dalam kegiatan sosial lainnya.
Kepesisir Negara Thailand
Pantai Thailand yang panjang adalah 3.219 kilometer (2.000 mil).Termasuk garis pantai terpendek di Laut Andaman dan garis pantai terpanjang di Teluk Thailand. Thailand mengklaim laut teritorial 12 mil laut pada tahun 1966, 200 mil Zona Ekonomi Ekslusif bahari pada tahun 1981, dan mengklaim yurisdiksi atas landas kontinen hingga kedalaman 200 meter (656 kaki) atau kedalaman eksploitasi.
Phang Nga Bay Thailand
Wilayah pesisir Thailand yang kaya dengan berbagai sumberdaya pesisir dan pantai yang luas yang cocok untuk pengembangan pariwisata. Hutan mangrove berlimpah dan komunitas terumbu karang menyediakan habitat perikanan, perlindungan satwa liar, perlindungan pantai, dan situs rekreasi. Namun, selama periode pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama selama jangka waktu Rencana Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional Keenam (1987-1991), berbagai konflik muncul karena persaingan pengguna sumberdaya pesisir. Isu-isu pengelolaan pesisir utama yang memunculkan kebutuhan untuk ICM di Thailand adalah kerusakan terumbu karang, penggundulan hutan bakau, penurunan saham perikanan, dan berbagai konsekuensi lingkungan yang merugikan dari pembangunan ekonomi yang pesat dan pertumbuhan pariwisata.
Sekitar 55% terumbu karang utama Thailand di Laut Andaman, dan sisanya terletak di bagian barat dan timur Teluk Thailand. Tidak hanya terumbu karang karang penting sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat desa setempat, tetapi mereka juga berfungsi sebagai tempat penampungan ikan dan krustasea dan sebagai tempat rekreasi bagi wisatawan.
Permasalahan atau isu-isu kepesisiran di Negara Thailand
Kondisi terumbu karang di Thailand telah terdegradasi pada tingkat yang sangat cepat, dengan lebih dari 60 persen dari semua kelompok terumbu karang utama rusak atau terdegradasi. Kerusakan terumbu karang ini telah dihasilkan dari aktivitas manusia seperti bahan peledak dan metode penangkapan ikan dengan pukat, jangkar perahu, sumber polusi dari daratan , dan pertambangan timah di daerah pesisir. Dari tahun 1975 sampai tahun 1979, sekitar 25.392 % (62.744 hektar) pohon mangrove hancur dan lahan yang dikonversi untuk budidaya udang, peternakan pertanian, dan lokasi industri. Sekitar 5.300 % (13.100 hektar) hutan mangrove di Ban Don Bay telah dikonversi menjadi tambak udang karena profitabilitas yang tinggi pembudidayaan udang.
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan dan perikanan skala kecil di Thailand memiliki kerusakan terumbu karang dan padang lamun. Perikanan budidaya udang pantai merupakan salah satu perikanan Thailand yang paling penting. Konsumsi nasional dan ekspor luar negeri meningkat dari 22.000 metrik ton (24.000 ton) di 1987 dan 146,000 metrik ton (162.000 ton) pada tahun 1991. Seperti dijelaskan sebelumnya, ekspansi yang cepat dari budidaya udang menggerogoti/merambah komunitas mangrove. Pada tahun 1989, hanya 180.560 hektar (446.160 hektar) hutan mangrove di Thailand. Sekitar 64 persen dari tutupan mangrove yang asli telah diubah, terutama untuk budidaya udang.
Industri pariwisata di Thailand telah tumbuh secara signifikan sebagai akibat dari atraksi alam pesisir negara dan kepentingan pemerintah dalam mempromosikan pariwisata internasional. Namun, pariwisata di Thailand, meskipun penting bagi penerimaan devisa, telah menghasilkan sejumlah dampak lingkungan dan sosial budaya yang merugikan. Efek lingkungan yang paling serius telah terjadi di pantai dengan dibangunnya resort besar di Pattaya, Phuket, dan Ko Samui. Pattaya, yang terletak di pesisir timur sepanjang Teluk Thailand, adalah sebuah desa kecil, pantai yang tenang di awal 1960-an. Pattaya menarik kurang dari 400.000 wisatawan pada pertengahan 1970-an tetapi lebih dari 900.000 satu dekade kemudian. Peningkatan ini dilunasi dalam pariwisata didampingi oleh pembangunan yang tidak direncanakan dan tak terbatas dari hotel dan infrastruktur, mengakibatkan kerusakan pantai dan kemunduran kualitas air pesisir.
Ekspansi yang cepat dari akomodasi dan infrastruktur mengakibatkan degradasi pantai, pencemaran perairan dekat pantai dari limbah cair, dan erosi pantai. Ko Samui, sebuah pulau di Teluk Thailand, sebuah rumah tempat peristrahatan baru dikembangkan, pantai pasir putih, pulau indah alami menarik 300.000 wisatawan pada tahun 1987. Ko Samui juga populer sebagai tujuan liburan dalam negeri. Menyusul peningkatan masuknya pengunjung ke Ko Samui, konstruksi bangunan yang luas pada garis pantai dan tekanan dari populasi wisata meningkat, mulai menghasilkan efek yang merugikan pada lingkungan pesisir serupa dengan yang terjadi di dua resort lainnya.
Pengelolaan Wilayah Kepesisiran dalam Penerapan ICM di Negara Thailand
Sebelum karya ICM dari ASEAN-USAID Coastal Resources Manajemen Proyek (CRMP), metode pengelolaan wilayah pesisir Thailand sebagian besar berorientasi pada isu-isu sektoral. Departemen Perikanan (DOF) telah merumuskan rencana pengembangan perikanan untuk perikanan skala kecil dan komersial sesuai dengan tindakan perikanan pada 1974. Namun, pemerintah kerajaan Thailand mengakui bahwa program perikanan nasional saja tidak bisa mengelola dan mengendalikan sumber daya akses terbuka perikanan. Pada tahun 1993, DOF dengan bantuan dari Universitas Kasetsart, membuat program pengelolaan perikanan berbasis masyarakat untuk mengadvokasi keterlibatan nelayan lokal dalam perencanaan, pengelolaan, dan pelaksanakan proses.
Pada sektor pengelolaan terumbu karang, usaha dapat jelas terfragmentasi sebelum National Coral Reef Strategi Manajemen (NCRSM) telah disetujui pada bulan Maret 1991. Ada tiga hukum nasional yang berbeda sektoral dan lembaga utama yang berhubungan dengan perlindungan terumbu karang. Perikanan bertindak tahun 1949, dengan DOF sebagai badan utama, diklasifikasikan semua terumbu karang sebagai kawasan lindung melarang setiap kegiatan yang merugikan lingkungan di habitat ikan karang. Sembilan dari lima belas taman nasional laut di Thailand mengandung gugus terumbu karang besar. Menurut Undang-Undang Taman Nasional tahun 1961, Departemen Kehutanan diberi wewenang untuk merencanakan dan mengelola taman laut. Berdasarkan Peningkatan dan konservasi Nasional Mutu Lingkungan bertindak (NEQA) tahun 1975, kantor Dewan Lingkungan Nasional (ONEB) menerbitkan Panduan Kualitas Air pesisir untuk pulau Phuket, termasuk kerangka pelestarian terumbu karang. Strategi kelas terumbu karang sesuai dengan tiga kategori zonasi: zona manajemen lokal (terumbu karang adalah kondisi baik dan daerah pedesaan). Pariwisata dan zona rekreasi (terumbu karang digunakan secara intensif untuk pariwisata).
Pada Oktober 1989, Lokakarya Manajemen Terumbu Karang Nasional diadakan di Bangkok. Terinspirasi oleh data teknis tentang perlindungan terumbu karang yang dikumpulkan dari studi baseline ASEAN-Australia dan oleh pelajaran tentang perlindungan berbasis komunitas terumbu karang belajar dari studi percontohan Phuket. Temuan lokakarya akhirnya menyebabkan pertimbangan tingkat kabinet tindakan perlindungan terumbu karang mendesak. Pada pertengahan tahun 1990, kabinet Thailand menyetujui empat langkah mendesak:
(1) otoritas penegakan regulasi perikanan untuk angkatan laut dan departemen pelabuhan
(2) patroli terumbu karang lepas pantai
(3) pemasangan tambatan pelampung dan kegiatan pendidikan, dan
(4) pengalokasian dana.
Kemudian, pada tahun 1991, kebijakan kantor lingkungan dan perencanaan menyiapkan Manajemen Strategi Nasional terumbu karang, yang menawarkan pendekatan yang ebih aktif, harmonis, dan integratif untuk mengelola terumbu karang Thailand melalui kemitraan dengan masyarakat lokal dan sektor swasta.
Tidak ada satu rencana komprehensif atau lembaga inti dapat menyelesaikan konflik antara penggundulan hutan bakau dan perluasan budidaya udang. Misalnya, DOF memiliki kewenangan atas sumberdaya perikanan dan pertanian budidaya sedangkan Departemen Kehutanan Kerajaan (RFD) mengelola dan mengendalikan hutan mangrove. Dengan ada kerja sama antar departemen, efisiensi dicapai antara DOF dan RFD tersebut.
Rencana Pembangunan Sosial dan Ekonomi Nasional Thailand kelima dan keenam (berturut-turut 1982-1986 dan 1987-1991, ) menekankan promosi pariwisata internasional. Otoritas Pariwisata Thailand (TAT) merupakan lembaga kunci dalam Rencana Pembangunan Pariwisata, dan departemen ilmu pengetahuan, teknologi dan energi, ONEB, Departemen Perindustrian dan lembaga lainnya juga terlibat. Selama ledakan pariwisata Thailand upaya promosi pariwisata praktis negara itu mulai didesentralisasikan Misalnya, rencana pengembangan pariwisata provinsi untuk provinsi Surat Thani, termasuk pulau Ko Samui, dirancang pada tahun 1984. Tujuannya adalah untuk mengejar rencana pembangunan yang komprehensif dengan kontrol pemerintah daerah lebih besar atas administrasi dan manajemen pembangunan pariwisata.
Proyek pesisir Timur adalah proyek pertama yang komprehensif dan rinci pengelolaan pesisir di Thailand. Pedoman rinci menyerukan pembangunan ekonomiyang sehat lingkungan sepanjang pantai Pattaya. Proyek Songkhla Lake Basin, dilakukan karena kekhawatiran bahwa proyeksi pembangunan perkotaan dan industri dapat merusak kualitas air di wilayah sungai. Menghubungkan tiga sub perencanaan pada sumber daya alam, sosial ekonomi, dan lingkungan.
Di antara upaya ICM lainnya di Thailand, Rencana Aksi pulau Phuket 1986-1989 dan 1992 Rencana Pengelolaan Terpadu Ban Don Bay dan Phangnga Bay (IMPBP) merupakan upaya teknis suara dan komprehensif di ICM. The University of Rhode Island dan USAID Internasional Coastal Resources Management Program yang bekerja di Sri Lanka, Thailand, dan Ekuador untuk membantu mengatur program ICM nasional dan membangun kapasitas lokal ICM, memberikan bantuan teknis kepada Phuket Island (Crawford, Cobb, dan Friedman1993). Studi ini meneliti isu-isu pariwisata terkait seperti konflik penggunaan lahan, pengolahan air limbah, dan degradasi terumbu karang. Berdasarkan penyelidikan ini, Rencana Aksi pulau Phuket dikembangkan dengan anggaran 111.37 juta, dan didanai untuk implementasi pada tahun 1992.
Setelah studi percontohan Pulau Phuket, Ban Don Bay dan Phangnga Bay diwilayah selatan dipilih oleh Proyek Pengelolaan Sumber Daya Pesisir ASEAN-USAID sebagai daerah studi percontohan yang lebih luas karena penggunaan konflik sumber daya yang serius dan pertimbangan sosial ekonomi disana (Thailand 1992). Untuk peluncuran rencana pengelolaan pesisir multi disiplin, Thaiand diproduksi. Dengan dukungan dari Japan Internasional Cooperation Agency (JICA), Studi Pembangunan daerah sub bagian atas Thailand dengan garis besar pembangunan internasional, dan desentralisasi. IMPBP adalah untuk kondisi sumberdaya alam di wilayah ini, menilai konflik pemanfaatan sumberdaya, menyarankan solusi untuk masalah penggunaan sumberdaya, dan mengusulkan rencana aksi dan proyek tertentu.
Evaluasi dan Tanggapan Pemerintah Thailand
Meskipun banyak aturan hukum dari sejumlah instansi pemerintah, tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan pengelolaan lingkungan, hal ini belum cukup karena masing-masing muncul untuk bertindak sesuai dengan mandat yang didefinisikan secara sempit. ONEB telah memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pengelolaan lingkungan negara, tetapi itu bukan badan koordinasi tunggal koheren yang membidangi masalah pesisir. Kurangnya kerjasama antar instansi tampak jelas dalam konflik pemanfaatan ruang antara pelestarian hutan mangrove dan perluasan tambak udang. Meskipun kebutuhan mendesak untuk manajemen terpadu untuk menyelaraskan masalah penting ini, tidak ada perencanaan tunggal atau otoritas yang efektif dalam merancang ekspansi berkelanjutan minimal tambak udang dengan degradasi ekosistem mangrove. Namun, Thailand mengalami beberapa keberhasilan dalam pelajaran dari aplikasi ICM selama studi percontohan di pulau Phuket. Perlindungan terumbu karang berbasis masyarakat dan pengelolaan limbah telah berhasil dilaksanakan disana melalui pendidikan masyarakat lokal dan kampanye kesadaran di Patong.
Aktivitas pendidikan kesadaran publik meliputi pelatihan pemandu pendamping, pendidikan pada pembuatan tambatan pelampung, dan pembentukan tanda-tanda informasi. Selain itu, manajemen limbah padat adalah masalah lingkungan penting di Patong. Masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Kabupaten Patong Sanitary (PSD) saja karena staf yang tidak memadai, dasar keuangan yang lemah, dan peralatan yang tidak memadai. ONEB ini memulai Proyek Demonstrasi Solid Strategi Pengelolaan Sampah di Patong untuk merangsang kesadaran publik dan kerjasama dari turis dan warga. Hotel dan bungalow membangun insinerator mereka sendiri untuk membuang limbah. ONEB, keterlibatan publik secara sukarela dalam kampanye pelestarian sumberdaya pesisir di daerah ini berhasil. Dalam hal peningkatan kapasitas di ICM, Thailand mendirikan kampanye kesadaran publik dengan operator pengolahan limbah lokal dan kelompok sektor swasta seperti pengelola hotel, pemandu wisata, dan operator tur perahu. Teknis, administratif, dan keuangan bantuan diberikan oleh organisasi internasional seperti ASEAN-USAID, Universitas Rhode Island, Bank Pembangunan Asia, dan JICA.
Negara ini juga mempromosikan pelatihan pejabat tingkat tinggi dalam perencanaan ICM sebagai program nasional. Dalam bidang akademis, program pascasarjana dalam pengelolaan sumber daya pesisir (CRM) didirikan di Prince of Songkls University (PSU ) dengan bantuan dana dari USAID, dan program gelar master dalam urusan kelautan didirikan di Universitas Chulalongkorn pada tahun 1992. PSU membuka pusat baru yang disebut Coastal Resources Instutite (CORIN). The CORIN telah menerapkan pelatihan fakultas di negara Amerika, program ICM pelatihan untuk staf CORIN, dan strategi ICM di teluk lokal, sehingga mendapatkan pengalaman dalam pengelolaan kawasan khusus. Lebih strategis, IMPBP membutuhkan langkah-langkah pengembangan kapasitas yang kuat dalam beberapa rencana aksi. Beberapa langkah lebih penting meliputi Rencana Aksi Manajemen mutu air, yang menetapkan kursus pelatihan lingkungan, menilai kapasitas pelatihan di dalam negeri dan luar negeri, dan melakukan seminar pendidikan dan menggabungkan konsep dasar pengelolaan perikanan ke kurikulum sekolah, dan Rencana Aksi Pariwisata yang melakukan empat seminar per tahun, mengadakan seminar dengan masalah khusus, memulai penelitian yang melibatkan peserta lokal, menggabungkan prinsip-prinsip konservasi dalam kurikulum sekolah setempat dan membangun informasi wisata dan pusat konservasi dipulau Ko Samui.
Daftar Pustaka
Bunpapong, S., and S. Ausavajitanon. 1991. Saving what's left of tourism development at Patong Beach, Phuket. Tahiland. In coastal zone'91 , ed. O.T.Magoon et.al., 1688-1697. New York; American Society of Civil Engineers.
Department of Statistics Malaysia Official Portal
Dobias, R. J. 1989. Beaches and tourism in Thailand. In Coastal Area Management in Southeast Asia: Policies, Management Strategies and Case Studies, ed. T.E. Chua and D. Pauly. 43-55. ASEAN-USAID Coastal ResourcesManagement Project. ICLARM Proceeding No. 2. Manila. Philippines:Internasional Centre for Living Coastal Resources Management.
KongsangChai, J. 1987. The conflicting interest of mangrove resources use in Thailand. Paper presented at UNDP/UNESCO Regional Project RAS/79/002,workshop for Mangrove Zone Managers, September 9-10. Phuket, Thailand, New Delhi, India: Vijayalakshmi Printing Works.
Malaysia Labuan IOFC, An Internasional Offshore Financial Centre, MIDA, Quaterly Newsletter, May-December 1996, ISSN No. 0128-7834
Malaysia. 2001. Rancangan Malaysia Kelapan. Unit Perancang Ekonomi, Jabatan Perdana Menteri
Mazlin B. Mokhtar, and Sarah Aziz Bt. A. Ghani Aziz.2003." Integrated coastal zone management using the ecosystems approach, some perspectives in Malaysia." Ocean & Coastal Management 46 407–419
Pintukanok, A., and S. Borothanarat. 1993. National Coastal resources managementin Thailand. In World Coast Confrence 1993: Proceedings, vols. 1 dan 2.CZM Centre publication No 4. The Hague: Ministry of Tranport, Public Works, and Water Management, National Institute for Coastal and Marine Management Coastal Zone Management Centre.
Piyakarnchana, T., et al. 1991. Environmental education curricula at the tertiary levels in Thailand: Case study of marine science and marine affairs program.In Coastal Area Management Education in the ASEAN Region, ed. T. E.Chua. 55-63. ASEAN-USAID Coastal Resources Management Project.ICLRM Conference Proceedings No. 8. Manila, Philipines: International Centre for Living Aquatic Resources Management.
Pomeroy, R. S. 1995. Community-based and co-management institutions for sustainable coastal fisheries management in Southeast Asia. Ocean & Coastal Management 27 (3): 143-162.
Prime Minister's Office of Malaysia https://www.pmo.gov.my/
Yohanes Anselmus Batmomolin. S.Pi http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/Politik%20Luar%20Negeri/3)%20Keanggotaan%20Indonesia%20dalam%20Organisasi%20Internasional/1)%20ASEAN/Profil%20NegaraNegara%20ASEAN/Thailand.pdf