PENGARUH THE ACCELERATED LEARNING CYCLE TERHADAP KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH PROGRAM LINIER SISWA SMA Oleh : Florentia Thristianti Universitas Pendidikan Indonesia, 2010 belajar matematika, terutama dalam materi program linier. Dalam kurikulum pendidikan Indonesia, terangkum dalam standar isi, program linier merupakan materi ajar untuk peserta didik pada tingkat SMA kelas XII. Berdasarkan teori perkembangan Piaget, seharusnya dalam tahap ini, peserta didik sudah mampu untuk melakukan proses abstraksi dan berpikir dengan logis untuk menyelesaikan masalah yang tersaji. Namun, pada kenyataannya masih sering terjadi kesalahan dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan program linier. Materi program linier sendiri merupakan materi yang cukup menarik, karena program linier adalah salah satu materi yang melibatkan dunia abstrak matematika dan matematika pada dunia nyata secara praktis. Dalam program linier, kita membawa permasalahan dunia nyata, misalnya permasalahan produksi dan konsumsi dalam bidang ekonomi, ke dalam dunia abstrak matematika yang idealis. Seharusnya, pada materi yang aplikatif seperti ini, peserta didik menjadi lebih mudah memahami dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi program linier, tapi pada kenyataannya masih terdapat banyak kesulitan yang dialami oleh peserta didik. Kesalahan dalam proses penyelesaian masalah program linier, secara umum dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu, kesalahan fakta, kesalahan konsep, kesalahan operasi, dan
A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan tertua yang ada di bumi, bahkan ada ungkapan yang mengatakan dengan berani bahwa matematika adalah ibu bagi ilmu pengetahuan. Sebagai salah satu ilmu pengetahuan tertua dan ibu bagi ilmu pengetahuan, matematika menjadi wajib dipelajari bagi setiap orang. Mata pelajaran matematika diberikan pada peserta didik pada setiap jenjang pendidikan karena diharapkan matematika dapat membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Selain kemampuan-kemampuan yang telah disebutkan, peserta didik juga diharapkan menjadi pribadi yang memiliki kemampuan bekerja sama. Dengan menggunakan kemampuan-kemampuan yang dipicu oleh pembelajaran matematika di sekolah, siswa dapat memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Matematika juga dapat dikatakan sebagai suatu ilmu yang idealis, karena matematika mengidealisir hal-hal dalam kehidupan nyata ke dalam bentuk-bentuk yang paling ideal dan paling umum, sebagai contoh tak ada benda garis yang betul-betul berdimensi dua dalam dunia nyata, namun dalam matematika garis adalah suatu hal yang sangat nyata. Idealisme matematika ini yang sering kali menyesatkan para peserta didik dalam
1
2
kesalahan prinsip. Kesalahan fakta adalah kesalahan yang terkait dengan kurangnya pemahaman informasi yang tersedia dalam soal. Kesalahan konsep berkaitan dengan kurangnya pemahaman mengenai konsepkonsep yang berkaitan dengan soal atau kurang memahami materi prasyarat yang digunakan dalam proses penyelesaian masalah. Kesalahan operasi terjadi saat proses perhitungan atau salah mengenali operator matematika. Kesalahan prinsip adalah kesalahan dalam memahami prinsip matematika atau kesalahan dalam menerapkan prinsip yang diperlukan dalam mengerjakan soal. Kesalahan yang banyak terjadi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2012), terjadi karena kesalahan fakta dalam menentukan daerah yang merupakan himpunan penyelesaian sistem pertidaksamaan program linier, kesalahan pemodelan matematis dari soal cerita, dan kesalahan pemahaman soal jika soal yang diberikan adalah soal yang tidak biasa. Selain itu, terdapat banyak kesalahan yang terjadi karena kesalahan penggunaan dan kurangnya pemahaman notasi pertidaksamaan dan persamaan. Dalam suatu proses pembelajaran, guru harus siap untuk mengkondisikan suatu situasi belajar yang cukup baik bagi para peserta didik. Situasi belajar yang baik meliputi, bahan ajar, suasana, media, dan subyek pembelajaran. Artinya, sebagai seorang guru, kita harus dapat mengkondisikan kelas sebelum masuk ke materi yang selanjutnya. Terlihat bahwa pengembangan bahan ajar dengan baik merupakan salah satu faktor penting dalam terciptanya sebuah situasi belajar yang baik. Guru sebagai salah satu subyek pembelajaran harus mampu mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan
dengan metode pembelajaran yang akan digunakan. Situasi belajar yang baik harus didukung dengan hadirnya emosi positif peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan. Guru sebagai penyelenggara langsung kegiatan belajar di kelas, diharapkan mampu untuk menghadirkan emosi positif itu. Sebuah tugas yang agak berat, mengingat estimasi negatif terhadap pelajaran matematika yang berkembang di kalangan masyarakat umum. Dengan emosi positif, diharapkan peserta didik dapat memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang akan diajarkan dalam materi program linier. Salah satu konsep belajar yang mendukung terbentuknya emosi positif dalam proses kegiatan belajar mengajar, adalah The Accelerated Learning Cyle. Konsep ini juga merupakan salah satu konsep pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana pembelajaran yang akan terjadi diharapkan menjadi pembelajaran bermakna. Peranan guru dalam metode ini adalah sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk memahami materi program linier yang akan diajarkan melalui pengalaman yang didapatkan selama proses pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan konsep The Accelerated Learning Cycle yang diharapkan mampu mengatasi kesalahan umum yang sering terjadi dalam proses penyelesaian masalah program linier. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan pada poin A, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
3
1. Bagaimana pengaruh The Accelerated Learning Cycle terhadap kemampuan penyelesaian masalah program linier secara teoritis? 2. Bagaimana cara mengembangkan bahan ajar program linier yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle dan indikator kemampuan penyelesaian masalah? 3. Bagaimana bentuk bahan ajar yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle pada materi Program Linier? C. Batasan Masalah Dalam makalah ini, pembahasan masalah dibatasi pada pengembangan bahan ajar materi program linier yang diajarkan pada SMA/sederajat yang mengacu pada The Accelerated Learning Cycle dan indikator kemampuan penyelesaian masalah. D. Tujuan Pengkajian Materi Pengkajian bahan ajar materi program linier yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle ini bertujuan; 1. Mengembangkan bahan ajar materi program linier yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle dan indikator kemampuan penyelesaian masalah. 2. Mengetahui bahan ajar materi program linier seperti apa yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle.
E. Manfaat Pengkajian Materi Pengkajian mengenai bahan ajar yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle dalam pembelajaran program linier ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Guru, dapat menjadikan rumusan siklus pembelajaran ini sebagai salah satu alternatif pembelajaran dan sebagai salah satu bahan referensi untuk mengembangkan bahan ajar. 2. Peneliti, sebagai landasan untuk meneliti dan mengembangkan lebih lanjut mengenai siklus pembelajaran khususnya yang berdasar pada rumusan The Accelerated Learning Cycle dan pengembangan bahan ajar yang bersesuaian. F. Learning cycle Learning cycle sebagai sebuah acuan pembelajaran, memberikan cukup ruang bagi guru untuk melakukan improvisasi dan pengembangan yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam prakteknya, pembelajaran dengan menggunakan metode yang terkait learning cycle dapat menggunakan berbagai bentuk pembelajaran misalnya, ceramah, diskusi, percobaan, membaca, dll pada setiap fase yang harus dilalui. Dalam setiap fase, dapat dilakukan kombinasi satu atau lebih bentuk pembelajaran sesuai dengan kebutuhan namun, perlu diperhatikan bahwa yang dapat dimodifikasi adalah isi dalam setiap fase bukan langkah-langkah umumnya. Guru juga dapat memulai siklus dengan fase manapun yang sesuai dengan
4
kegiatan pengalaman apa yang ingin diciptakan. Selain memberi ruang pada guru untuk mengembangkan metode pembelajaran yang akan digunakan, learning cycle juga memberi ruang bagi para peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kenyamanannya. Peserta didik dapat menciptakan sendiri kondisi nyaman yang sesuai dengan dirinya dan juga dapat mengekspresikan logika pemikirannya sendiri dalam proses pembelajaran maupun proses pemecahan masalah. Hal ini adalah hal yang sangat penting, karena dalam penyelesaian masalah setiap peserta didik memiliki keunikan dalam setiap cara mereka sendiri-sendiri. Learning cycle menjamin bahwa kreatifitas dan keunikan cara berpikir peserta didik tidak akan terpengaruh walaupun mereka akan belajar mengenai logika yang umum digunakan. Learning cycle sendiri pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) di Universitas California, Berkeley pada sekitar akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960 (Lawson, Abraham, & John, 1989). Learning cycle adalah rumusan tahapan pembelajaran yang mengedepankan terciptanya lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Pertama kali dirumuskan oleh Karplus, learning cycle awalnya hanya memiliki tiga tahapan utama yaitu tahap penemuan, tahap penjelajahan dan tahap evaluasi (Lawson, Abraham, & John, 1989). Selanjutnya, semua learning cycle yang muncul adalah berupa pengembangan dari tiga tahapan yang ditemukan oleh Karplus ini. Sesuai dengan perkembangan jaman dan berkembangnya kebutuhan manusia, learning cycle banyak berubah, beberapa learning cycle yang dikenal adalah
learning cycle Kolb’s, 5E, dan 7E. Semua variasi learning cycle sebenarnya hanya merupakan pengembangan dari tiga tahap awal yang dikemukakan oleh Karplus. Semua learning cycle tersebut sangat baik sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ingin dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Dalam, makalah ini, learning cycle yang akan dibahas adalah The Accelerated Learning Cycle. 2
The Accelerated Learning Cycle Inti dari pembelajaran dengan menggunakan konsep The Accelerated Learning Cycle adalah untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang memunculkan emosi positif dan mengubah persepsi yang salah terhadap pembelajaran matematika. Selain untuk mengubah persepsi peserta didik terhadap matematika dan materi pelajaran yang akan dipelajari, The Accelerated Learning Cycle juga berpengaruh dalam merubah persepsi peserta didik terhadap kemampuan dirinya sendiri. Saat emosi positif berhasil terpicu, peserta didik diharapkan lebih mampu memahami tentang konsep yang akan dipelajari. Perumusan langkah-langkah The Accelerated Learning Cycle memiliki beberapa versi, tiga versi yang paling dikenal adalah versi Smith dengan sembilan langkah, versi Lion dengan tujuh langkah, dan versi Kinard-Parker dengan lima langkah. The Accelerated Learning Cycle yang akan dikaji adalah Learning cycle dengan rumusan langkah versi Kinard-Parker (2007) yang memiliki lima langkah, yaitu: 1. Fase Persiapan Tujuan dari fase persiapan ini adalah untuk mempersiapkan hati dan pikiran siswa sebelum memulai pelajaran. Guru
5
dan siswa bersama-sama membangun emosi positif sebelum memulai pelajaran. 2. Fase Koneksi Pada fase koneksi, siswa mulai mempelajari materi baru dan menghubungkannya dengan materi sebelumnya. Selain mengkoneksikan materi, siswa juga harus dapat mengkoneksikan materi tersebut dalam berbagai tingkatan: emosi, intelektual, dan bahkan fisik. Bahkan, siswa dapat mengkoneksikan materi yang akan dipelajari secara audio, visual, dan kinetis. Guru berperan sebagai fasilitator agar siswa dapat melalui fase ini dengan baik. 3. Fase Presentasi Kreatif Fase ini mengakomodasi siswa untuk menemukan dan membangun semua informasi-informasi baru yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Presentasi ini bisa saja dilakukan oleh siswa yang telah siap atau dilakukan oleh guru. Hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh guru adalah presentasi yang ditampilkan harus interaktif, kreatif, dan mudah diingat. 4. Fase Aktivasi Dalam fase aktivasi, siswa mulai menggunakan pengetahuan dan informasi baru yang telah mereka terima dalam berbagai aktivitas yang difasilitasi oleh guru. Aktivitas tersebut bisa berupa lembar kerja sederhana, permainan berkelompok, simulasi, sintesa materi, dll. 5. Fase Integrasi Siswa mulai bisa mentransfer pengetahuan dan ilmu yang didapatnya pada kenyataan. Siswa juga dapat mulai merefleksikan semua kegiatan yang sudah dilakukan dan memahami maknanya. Diharapkan, pada akhir fase ini, siswa dapat menghubungkan mengenai materi yang ia dapat dengan dunia nyata dan juga
pada materi lain yang akan atau sudah dipelajari secara umum. 3
Kemampuan Penyelesaian Masalah A. Masalah Sejak dahulu, masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa masalah sering membawa kita pada suatu hal yang baru seperti yang diungkapkan oleh Descartes dalam Polya (1962:1) “Each problem that I solved became a rule which served afterwards to solve other problems”. Masalah juga sering membawa manusia kepada situasi tak terduga yang membuat manusia melakukan hal-hal yang tak terduga dan menakjubkan. Terselesaikan atau tidak, dapat disimpulkan bahwa masalah berada di dalam kehidupan manusia dan berperan besar di dalamnya. Menurut Polya (1962), masalah memiliki arti yang sangat komprehensif karena tindakan yang diambil untuk menyikapi satu masalah dapat berbeda dengan banyaknya pertimbangan yang harus dipikirkan. Sementara, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan. Dari kedua pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan suatu hal yang mengharuskan kita untuk mengambil tindakan yang sesuai dan perlu untuk mencapai suatu hasil yang jelas. Tingkatan permasalahan diukur dari kesulitan dan kerumitan suatu tindakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut, semakin rumit suatu tindakan yang harus diambil semakin rumit pula masalah tersebut. Walaupun skala kerumitan dan kesulitan adalah hal yang relatif, tergantung dari berbagai dugaan dan pikiran yang akan digunakan, tapi jelas bahwa jika tidak ada kesulitan
6
atau kerumitan maka, tidak ada masalah yang terjadi. Sementara tingkatan kerumitan masalah adalah suatu hal yang relatif, menurut Polya (1962), masalah dapat terbagi kedalam dua jenis yaitu; a. Masalah Penemuan Tujuan dari masalah jenis ini adalah untuk menemukan obyek tertentu, hal yang tidak diketahui dari suatu persoalan, atau untuk memenuhi kondisi yang sesuai dengan data yang tidak diketahui. Masalah jenis ini harus memiliki spesifikasi kondisi yang jika terpenuhi akan membawa kita kepada obyek yang sebelumnya tidak diketahui. b. Masalah Pembuktian Tujuan dari masalah pembuktian adalah untuk menghilangkan keraguan terhadap sebuah pernyataan dan memberi keputusan akhir, apakah pernyataan tersebut disetujui atau tidak. B. Kemampuan Penyelesaian Masalah Kemampuan penyelesaian masalah adalah salah satu kemampuan yang penting dalam kehidupan. Banyak penelitian yang menekankan mengenai kemampuan ini sebagai salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh manusia. Bahkan, kemampuan penyelesaian masalah sudah menjadi aspek penting dalam pelajaran matematika dan masuk ke dalam kurikulum matematika di beberapa negara. National Council of Teachers of Mathematics mengungkapkan bahwa pemecahan masalah, analisa, dan komunikasi adalah proses yang harus ada dalam setiap pelajaran matematika dan dimodelkan oleh guru dan penyelesaian masalah harus menjadi salah satu fokus dalam kurikulum (Posamentier & Krulik, 2009). Pernyataan tersebut ada benarnya
karena penyelesaian masalah bukan hanya suatu kemampuan yang menjadi subtopik dalam pelajaran matematika, tapi juga alat untuk mengajari kemampuan dan konsep lain dalam matematika. Menyelesaikan masalah dapat dikatakan adalah hal yang praktikal dan dapat dikuasai dengan meniru dan berlatih. Peserta didik dapat meniru apa yang dilakukan teman atau gurunya dalam menghadapi suatu persoalan matematika. Setelah proses meniru, peserta didik harus berlatih untuk dapat melakukan penyelesaian masalah dengan lebih sempurna, bahkan untuk memodifikasi cara penyelesaian masalah yang telah ia pelajari dengan cara yang lebih sesuai dengan pola pikir dan logikanya. Proses penyelesaian masalah artinya mencari jalan keluar dari suatu persoalan, cara untuk menaklukan rintangan, dan mencapai tujuan yang sullit dicapai. Sebagai sebuah proses, penyelesaian masalah memiliki prosedur standar yang merumuskan langkah-langkah prosesnya, salah satu prosedur yang paling banyak dikenal adalah Heuristic yang dikemukakan oleh Polya (Posamentier & Krulik, 2009). Heuristic adalah proses dimana peserta didik melakukan berbagai percobaan untuk mencapai solusi dari suatu masalah. Prosesnya secara umum adalah; Pertama, peserta didik harus membaca dan memikirkan suatu persoalan secara matang. Kedua, peserta didik diharapkan mencerna dan memahami informasi apa saja yang terkandung dalam persoalan tersebut. Ketiga, peserta didik diharapkan dapat menentukan strategi penyelesaian masalah yang akan digunakan. Keempat, peserta didik harus memeriksa dan melakukan refleksi atas apa yang telah ia lakukan pada langkah-
7
langkah sebelumnya dan pada hasil yang ia peroleh. 4
Program Linier Secara umum dapat dikatakan bahwa program linier merupakan salah satu teknik penyelesaian riset operasi dalam hal ini adalah khusus menyelesaikan masalahmasalah optimasi (memaksimalkan atau meminimumkan) tetapi hanya terbatas pada masalah-masalah yang dapat diubah menjadi fungsi linier. Demikian pula kendala-kendala yang ada juga berbentuk linier. Persoalan program linier adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel (variabel pengambilan keputusan) sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan atau objektif (objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan (kendala-kendala) yang ada yaitu pembatasan ini harus dinyatakan dengan ketidaksamaan yang linier (linear inequalities). Program linier yang dipelajari di SMA memiliki persoalan yang sama dengan persoalan program linier secara umum, yaitu merupakan penentuan nilai optimum dari suatu persoalan linier. Selain pencarian nilai-nilai optimum, program linier yang dipelajari di SMA juga mempelajari mengenai pemodelan persoalan program linier. Persoalanpersoalan program linier yang masih berbentuk kalimat atau pernyataanpernyataan umum harus diubah menjadi pernyataan-pernyataan yang menggunakan peubah-peubah dan notasi matematika. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan program linier di SMA adalah metode grafik. Setelah peserta didik mengubah persoalan yang
berupa kalimat atau pernyataan umum menjadi sebuah model matematika, peserta dapat menentukan fungsi pembatas yang membentuk daerah hasil, menggambar, dan menentukan grafik daerah hasil tersebut. Setelah daerah hasil berhasil digambar, selanjutnya peserta didik dapat menentukan titik-titik ekstrim dari himpunan penyelesaian dari batasannya. Titik-titik ekstrim tersebut dapat dikatakan secara praktis adalah titik-titik sudut dari gambar daerah hasil yang telah dibuat berdasarkan fungsi batasannya. Kemudian, titik-titik ekstrim harus diselidiki optimalitasnya. Penyelidikan optimalitas, dapat dilakukan dengan menggunakan garis selidik atau dengan menyelidiki nilai fungsi objektif pada setiap titik ekstrim. G. Hubungan The Accelerated Learning Cycle dan kemampuan penyelesaian masalah. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, Accelerated Learning Cycle terbukti memberikan pengaruh pada kemampuan penyelesaian matematis siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2012), menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh perlakuan Accelerated Learning Cycle memiliki kemampuan penyelesaian masalah lebih dari siswa yang tidak, dengan perbedaan rata-rata sebanyak 1,74 poin. Selain itu, terdapat juga penelitian Erlan (2000) yang juga menunjukkan bahwa Accelerated Learning Cycle meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah matematis. Secara teoritis, dapat dilihat hubungan antara Accelerated Learning Cycle dengan kemampuan penyelesaian masalah pada tiap fase. Pada fase persiapan dimana guru dan siswa harus membangun emosi positif, disini guru
8
dapat memancing rasa keingintahuan dan penasaran siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau kasus sederhana yang terkait dengan materi prasyarat program linier. Siswa diharapkan dapat memeriksa kecukupan data dan prosedur yang diperlukan dalam mengatasi kasus sederhana yang diajukan oleh guru, sebelum melakukan prosedur pemecahan masalah yang diperlukan. Fase koneksi mendukung siswa dalam menentukan prosedur yang diperlukan dalam proses penyelesaian masalah. Siswa harus mampu memilah materi prasyarat mana yang diperlukan untuk melakukan suatu proses penyelesaian masalah. Selain itu, siswa juga dapat menentukan gambaran lengkap mengenai suatu masalah. Fase presentasi kreatif memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah dengan menyajikan informasi-informasi baru yang diperlukan dan mungkin mempermudah dalam proses penyelesaian masalah. Dalam fase ini, siswa dapat merancang prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan informasi baru yang telah mereka terima dan membandingkannya dengan prosedur yang mereka pilih pada fase sebelumnya. Pada fase aktivasi, siswa dihadapkan pada suatu permasalahan non-rutin yang mengharuskan mereka, melakukan proses penyelesaian masalah secara utuh. Fase ini mengharuskan siswa untuk menggunakan semua informasi yang telah mereka miliki, data yang tersedia, dan prosedur yang telah mereka miliki, dalam merancang suatu strategi penyelesaian masalah dan menjalankan rencana dan strategi yang telah dibuat. Fase integrasi, siswa harus merefleksikan semua kegiatan dan pengalaman belajar yang telah dilakukan
selama kegiatan pembelajaran. Siswa melakukan pemeriksaan kembali mengenai rencana yang telah mereka buat, proses pelaksanaan rencana tersebut, sampai hasil yang mereka peroleh. Kegiatan refleksi ini diakhiri dengan pengambilan kesimpulan umum dan penilaian siswa terhadap strategi dan hasil kerja mereka. Dilihat dari semua fase dan hubungan dengan kemampuan penyelesaian masalah, terlihat bahwa setiap fase Accelerated Learning Cycle memfasilitasi minimal satu indikator penyelesaian masalah. Namun, dari semua indikator yang terfasilitasi secara teoritis, terdapat dua buah indikator kemampuan penyelesaian masalah yang sangat menonjol, yaitu indikator merencanakan dan melakukan penyelesaian. H. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus (PP No 19 Tahun 2005 Pasal 20). RPP paling luas melingkupi satu kompetensi dasar yang kemudian dikembangkan menjadi satu atau lebih indikator untuk satu kali pertemuan. RPP bersifat fleksibel dan dapat dikembangkan sesuai dengan metode pembelajaran yang akan digunakan. Komponen-komponen dalam Rencana Pembelajaran pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan metode yang akan digunakan. Dalam makalah ini, metode yang akan digunakan adalah The Accelerated Learning Cycle. RPP disusun untuk pembelajaran siswa kelas XII SMA, materi yang akan menjadi fokus adalah program linier.
9
Sesuai dengan kompetensi dasar yang ada dalam standar isi, materi program linier mencakup tiga buah kompetensi dasar, maka penulis membuat tiga buah RPP yang sesuai dengan metode The Accelerated Learning Cycle. Beberapa kekhasan RPP yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle adalah seperti halnya pembelajaran dengan konsep learning cycle, dengan beberapa penyesuaian, guru dapat memulai pembelajaran dari fase manapun dari langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran, sesuai dengan fase-fase pada The Accelerated Learning Cycle (Kinard & Parker, 2007), pelaksanaan terbagi dalam lima fase, yaitu fase persiapan, koneksi, presentasi kreatif, aktivasi, dan integrasi. Selain itu, tugas guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai pemimpin yang mengarahkan peserta didik untuk mencapai kesimpulan yang tepat dari pengalaman belajar mereka selama proses belajar dikelas. Fase persiapan, secara garis besar merupakan kegiatan untuk mempersiapkan siswa sebelum mengalami pengalaman belajar dengan materi baru. Kegiatan persiapan yang dilakukan dapat berupa pemberian motivasi dan pembangkitan emosi positif melalui permainan sederhana dan menyenangkan. Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah pemberian apersepsi oleh guru mengenai materi yang akan diberikan. Setelah fase persiapan selesai dan emosi positif peserta didik mulai terbentuk, guru dapat melanjutkan ke fase koneksi. Pada fase koneksi, peserta didik dibimbing untuk mengingat kembali materi prasyarat yang dibutuhkan untuk mempelajari materi inti. Peserta didik dapat distimulasi dengan pertanyaanpertanyaan dari guru sehingga mereka
dapat menghubungkan materi prasyarat dengan materi inti dengan tepat. Fase presentasi kreatif adalah dimana guru dapat memberikan penyampaian yang kreatif, menarik, dan tepat mengenai materi inti. Presentasi diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk lebih ingin tahu mengenai materi inti, dan memahaminya dengan tepat. Selain presentasi, dapat pula dilakukan diskusi dan tanya jawab mengenai materi inti. Presentasi tidak terbatas hanya dilakukan oleh guru, peserta didik juga dapat melakukannya. Jika presentasi dilakukan oleh peserta didik, maka tugas guru adalah sebagai penjaga agar penyampaian dan pemahaman peserta didik tetap berada di koridor yang tepat. Fase aktivasi dilakukan setelah fase presentasi kreatif, selama fase aktivasi peserta didik melakukan kegiatan pemecahan masalah, atau melakukan aplikasi yang sesuai dengan materi inti, bahkan jika memungkinkan melakukan praktek. Peserta didik juga diharapkan dapat mengkomunikasikan hasil kegiatan mereka baik dalam kelompok kecil ataupun dalam lingkup kelas. Fase yang terakhir adalah fase integrasi, selama fase ini terdapat dua kegiatan utama yang harus dilakukan yaitu, kegiatan refleksi dan penarikan kesimpulan umum. Saat refleksi, peserta didik diharapkan merenungkan pengalaman belajar yang telah mereka alami selama kegiatan belajar. Kemudian, guru diharapkan memimpin peserta didik untuk menarik kesimpulan umum dari semua pengalaman belajar yang dialami siswa. I. Lembar Kerja Siswa Dalam The Accelerated Learning Cycle lembar kerja siswa berfungsi sebagai
10
alat bantu bagi siswa saat melakukan fase aktivasi. Lembar kerja siswa juga merupakan pendukung kegiatan belajar dan dibuat berdasarkan RPP yang telah dibuat sebelumnya. Lembar kerja dibuat untuk menstimulasi peserta didik agar dapat lebih memahami materi program linier dan juga untuk meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah program linier. J. Instrumen Tes Tes adalah suatu tugas atau rangkaian tugas yang dapat berbentuk soal atau perintah lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap seseorang (Arifin, 2010). Instrumen tes digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap suatu hal yang ingin dinilai hasilnya. Dalam makalah ini, evaluasi yang ingin dilakukan adalah evaluasi pembelajaran, yaitu sejauh mana The Accelerated Learning Cycle berpengaruh terhadap kemampuan penyelesaian masalah. Jadi alat ukurnya akan disesuaikan dengan indikator pada kemampuan penyelesaian masalah. Secara khusus, tujuan dari evaluasi pembelajaran dalam makalah ini adalah untuk mengetahui tingkat kemajuan kemampuan penyelesaian masalah peserta didik dan kesesuaian hasil belajarnya. K. Komponen Alat Evaluasi 1. Validitas Validitas menunjukkan suatu derajat kesempurnaan. Menurut Thorndike dalam Arifin, 2010, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik. Terdapat tiga faktor yang memengaruhi validitas, yaitu, faktor
instrumen, faktor administrasi, dan faktor jawaban. Validitas terukur dalam koefisien validitas, yaitu koefisien korelasi antara alat evaluasi yang akan diukur dengan alat evaluasi lain yang telah diasumsikan memiliki validitas tinggi. Validitas butir soal dapat diukur dengan menggunakan rumus koefisien korelasi dengan menggunakan angka kasar (raw score)
rxy
n xi y xi y (n xi 2 ( xi )2 )(n y 2 ( y ) 2 )
Keterangan: = Koefisien validitas rxy
n xi y
= Jumlah siswa = Jumlah skor total ke i
dikalikan skor setiap siswa xi = Jumlah total skor soal ke-i
y
= Jumlah skor total siswa
xi 2
= Jumlah total skor kuadrat
y2
= Jumlah total skor kuadrat
ke-i siswa Nilai
rxy berada
pada
interval
bila persamaan regresinya linier. Jika , maka tidak terdapat hubungan linier. artinya terjadi hubungan berkebalikan atau korelasi negatif dan artinya terjadi hubungan sejajar atau korelasi positif. Klasifikasi koefisien korelasi terbagi dalam kategori sebagai berikut; artinya validitas sangat tinggi artinya validitas tinggi
11
artinya validitas sedang artinya validitas rendah artinya validitas sangat rendah artinya tidak valid 2. Reabilitas Reabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen. Reabilitas berfungsi sebagai penjamin keterpercayaan bahwa suatu instrumen yang digunakan sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Koefisien reabilitas dinyatakan dengan yang dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan product-moment dari Pearson atau rumus Spearman-Brown. Klasifikasi koefisien reabilitas terbagi dalam kategori sebagai berikut; artinya reabilitas sangat tinggi artinya reabilitas tinggi artinya reabilitas sedang artinya reabilitas rendah artinya reabilitas sangat rendah 3. Daya Pembeda Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kuran menguasai kompetensi berdasarkan criteria tertentu. Untuk menghitung daya pembeda dapat menggunakan rumus; ( )
Indeks daya pembeda; 0,4 ke atas : Sangat baik 0,30 – 0,39 : Baik 0,20 – 0,29 : Sedang Dibawah 0,19 : Buruk 4. Indeks Kesukaran Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal kesukarannya proporsional, barulah soal tersebut dikatakan baik. Perhitungan indeks kesukaran dibedakan dalam perhitungan soal objektif dan soal uraian, karena dalam makalah ini, alat evaluasi yang digunakan berbentuk soal uraian, maka diuraikan cara menghitung indeks kesukaran soal uraian. Indeks kesukaran soal uraian dihitung dengan cara menghitung persentase peserta didik yang gagal menjawab benar, atau berada dibawah batas lulus dari rubrik yang telah dibuat.Untuk menafsirkan indeks kesukarannya digunakan kriteria sebagai berikut; 1. Jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27%, termasuk mudah 2. Jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28% sampai 72%, termasuk sedang. 3. Jika jumlah peserta didik yang gagal lebih dari 72%, termasuk sukar.
12
L. Kesimpulan Accelerated Learning Cycle berpengaruh baik terhadap kemampuan penyelesaian masalah siswa, terbukti dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai Accelerated Learning Cycle dan kemampuan penyelesaian masalah yang menyimpulkan bahwa kemampuan penyelesaian masalah meningkat setelah peserta didik mendapat perlakuan Accelerated Learning Cycle. Selain itu, secara teoritis Accelerated Learning Cycle memfasilitasi indikator-indikator kemampuan penyelesaian masalah terutama perencanaan dan pelaksanaan prosedur penyelesaian masalah. Pengembangan bahan ajar berdasarkan The Accelerated Learning Cycle diawali dengan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan tahap-tahap dalam The Accelerated Learning Cycle. Tapi yang paling utama dalam metode ini adalah timbulnya emosi positif dari siswa terhadap materi ajar. Setelah RPP selesai dibuat, selanjutnya dapat dibuat Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS yang dibuat harus sesuai dengan fase penggunaannya. Instrumen evaluasi yang digunakan, berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tercantum dalam daftar isi dan juga disesuaikan dengan indikator kemampuan penyelesaian masalah. Bahan ajar yang sesuai dengan The Accelerated Learning Cycle berbentuk lembar kerja dan presentasi kreatif. Lembar kerja yang digunakan memiliki keunikan dalam kebebasan penggunaan metode penyelesaian masalah yang akan digunakan oleh siswa. Presentasi kreatif dapat dilakukan oleh guru ataupun oleh siswa, guru dapat menyiapkan presentasi kreatif berupa peragaan ataupun percobaan
yang melibatkan seluruh kelas. Pada intinya, bentuk bahan ajar yang digunakan harus dapat membangkitkan emosi positif siswa terhadap materi ajar dan juga dapat diintegrasikan dengan materi prasyarat dan materi lanjutannya. M. Saran Adapun beberapa saran dari penulis adalah; 1. The Accelerated Learning Cycle adalah konsep yang menarik untuk memperbaiki sentimen peserta didik kepada mata pelajaran matematika, sehingga sebaiknya, pengkajian dan pengembangan terhadap metode ini dilakukan lebih lagi. 2. The Accelerated Learning Cycle sebaiknya lebih disosialisasikan dan dapat dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang sesuai agar dapat dijadikan alternatif pembelajaran matematika di sekolah.