PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Andhika Ardiansyah 044020051
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2010
PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi kasus pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat )
Draft Skripsi Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung,
2010
Mengetahui,
Pembimbing,
Isnaeni Nurhayati, SE., MSi., Ak.
Dekan,
Ketua Program Studi,
Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP.
Dr. Liza Laila Nurwulan, SE., MSi., Ak.
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap“. (Q.s. 94 Al-Insyiroh: 6 – 8).
“Jika mengalami kesedihan… Janganlah mengeluh dan terlalu bersedih… Sebab dua hal tersebut… Bisa malemahkan semangat kita…”
Skripsi untuk Ibu
dan
ini
Kupersembahkan
Ayah Tercinta yang
selalu mendo’akan dan memberikan semangat dalam hidupku serta adikku dan teman-teman seperjuangan..
ABSTRAK
Pengawasan Fungsional merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan lingkungan eksternal. Sedangkan Sedangkan kinerja Pemerintah Daerah adalah kinerja kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta pada tingkat keberhasilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kinerja dikatan baik bila dapat tercapai dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, Instansi yang dijadikan sebagai objek penelitian oleh penulis adalah Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang beralamat di jalan Surapati No 4 Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Survey, dengan pendekatan deskriptif asosiatif. Data yang digunakan adalah data primer dari pegawai Bappeda, analisis statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Spearman dan uji hipotesis, teknik pengumpulan data digunakan wawancara, observasi, penyebaran kuesioner, dan studi literatur. Dari hasil pengujian statistik dapat diketahui bahwa nilai rata-rata Pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa Barat sebesar 128, yang artinya pelaksanaan telah memadai. Sedangkan Kinerja Pemerintah Daerah sebesar 63 yang artinya pelaksanaan kinerja pemerintah daerah telah dilaksanakan secara memadai. Dalam penyusunan hipotesis penulis dengan menggunakan analisis Rank Spearman, r s hitung (0,835) > r s tabel (0,544), yang artinya Ha diterima dan Ho ditolak, sedangkan dengan taraf signifikansi α = 0,05 maka t tabel 2,201. sehingga thitung (5,032) > t tabel (2,201) yang artinya Ha diterima. Hasil koefisien determinasi (KD) = (R²) x 100%. KD = 0,835² x 100% = 69,72% menunjukan bahwa Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah sebesar 69,6% sedangkan sebesar 30,28% dipengaruhi faktor lain seperti: faktor kepuasan kerja. Dengan demikian dapat dapat diinformasikan bahwa Pengawasan Fungsional Turut Berpengaruh Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, dalam hal ini dapat diterima.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana di Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan, dengan judul “PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH”. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkannya. membutuhkannya. Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan penelitian ini, baik dalam penyajian materi maupun dalam penyusunan tata bahasanya. Disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak merupakan suatu bahan masukan demi kesempurnaan isi yang terkandung dalam skripsi ini. Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat saran, dorongan dan bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada kedua orang tua ku, selaku orang tua penulis yang telah banyak memberikan dorongan, semangat, dan do’a yang tiada henti agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih juga yang sebesar–
besarnya kepada Ibu Isnaeni Is naeni Nurhayati, SE., MSi Ak, selaku pembimbing terima kasih atas segala bimbingan dan pengarahannya dalam memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis ucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, SE., MSc., Rektor Universitas Pasundan; 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan; 3. Dr. Liza Laila Nurwulan, SE., MSi., Ak., Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan; 4. Ibu Isnaeni Nurhayati, SE., MSi., Ak., pembimbing dan sekaligus dosen wali penulis; 5. Bapak Hilman Firmansyah, SIP., Kepala perpustakaan Pusat; 6. Hj.Euis.I.Z.A.Md selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Kepegawaian Inspektorat Provinsi Jawa Barat. yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan Survey; 7. Bapak dan ibu yang telah memberikan motivasi selama penulis menjalankan perkuliahan, serta adikku, terima kasih atas do’a, dan pengarahannya; 8. Teman-teman
D16-B
kebersamaannya;
hary,
fajar,
dayon,
,
terima
kasih
atas
9. Untuk teman-teman, Ahmad Bahtiar, Arul, Ilmi, Yopie, Tamie, Risna, Amoy, Eka, Faisal, Nugros, Dimas, Zevi, Fajar, Arif, Z, Wiwit, Eka, Igor, Dude, Sandi, Rudian; 10. Untuk teman-teman, Eto, Gery, Novan, Erwin, Aris, Martin, Uphe, Dina, Nopial, Fery (bos), Fitri, Vina; 11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata semoga semua amal baik yang telah diberikan mereka kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya, amin. Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.
Bandung, Juni 2010
Penulis
Andhika Ardiansyah
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN MOTTO ABSTRAKSI ........................................... ................................................................. ............................................. ............................................ ..................... i KATA PENGANTAR .......................................... .............................................................. ......................................... ................................ ........... ii DAFTAR ISI ............................................. ................................................................... ............................................ .......................................... .................... v DAFTAR GAMBAR ............................................. ................................................................... ............................................ ............................ ...... ix DAFTAR TABEL ........................................... ................................................................. ............................................ .................................... .............. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................... ................................................................ ........................................... ............................ ...... xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ............................................ ................................................................... ......................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ............................................ ................................................................... ................................ ......... 6 1.3 Maksud dan tujuan penelitian ............................................. .............................................................. ................. 7 1.4 Kegunaan Penelitian .......................................... ................................................................ .................................. ............ 8 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. ............................................................... .................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1
2.2
Kajian Pustaka 2.1.1
Pengertian Pengawasan Fungsional ....................................... ....................................... 10
2.1.2
Aparat Pengawasan Fungsional .......................................... .............................................. .... 13
2.1.3
Standar Audit Aparat Aparat Pengawasan Fungsional Fungsional Pemerintah .. 14
2.1.4
Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Fungsional Pemerintah Daerah .... 28
Pengertian Kinerja 2.2.1
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Instansi Pemerintah Pemerintah ............... 33
2.2.2
Pengertian Sistem Akuntabilitas kinerja ................................ ................................ 34
2.2.3
Perencanaan Strategik ............................................. ............................................................. ................ 39
2.2.4
Perencanaan Kinerja ........................................... ............................................................... .................... 41 2.2.4.1 Fungsi Indikator Kinerja ........................................ ........................................ 41 2.2.4.2. Indikator Kinerja .............................................. .................................................... ...... 43
2.2.5
2.3
Pengukuran kinerja ............................................. ................................................................ ................... 47
Program-program Pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah 2.3.1
Langkah_langkah Kebijakan Kinerja Pemerintah Daerah ..... 49
2.3.2
Prinsip-prinsip Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah ........................................... ................................................................. ...................... 52 52
2.3.3 2.4
Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah ..... 53
Penilaian Kinerja 2.4.1
Tujuan Penilaian Kinerja ............................................ ........................................................ ............ 56
2.4.2
Kendala-kendala Penilaian Kinerja ........................................ ........................................ 59
2.5
Efektivitas Kinerja ............................................. .................................................................... ........................... .... 60
2.6
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ............................................ ............................................... ... 61
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN PENELITIAN 3.1
Objek Penelitian 3.1.1. Unit Penelitian ........................................... .................................................................. ............................. ...... 69 3.1.2
Proses Pemilihan Objek Penelitian ........................................ ........................................ 69
3.1.3
Metode Penelitian ............................................. ................................................................... ...................... 70
3.1.4
Pendekatan Penelitian ............................................................. ............................................................. 71
3.2. Definisi Variabel dan Operasional Operasional Variabel 3.2.1
Definisi Variabel .................................................. ..................................................................... ................... 72
3.2.2
Operasionalisasi Variabel .......................................... ...................................................... ............ 73
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1
Populasi Penelitian .......................................... ................................................................ ........................ .. 77
3.3.2
Ukuran Sampel ............................................. ..................................................................... .......................... .. 78
3.3.3
Teknik Sampling ...................................... ............................................................. .............................. ....... 81
3.3.4
Sumber Data Penelitian ............................ ................................................... .............................. ....... 82
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Instrumen Penelitian ............................................ ................................................................ .................... 85 3.4.2 Model Penelitian ........................................... ................................................................. .......................... .... 87 3.5. Metode Analisis yang Digunakan Digunakan 3.5.1
Analisis Data ........................................... ................................................................. ............................... ......... 87
3.5.2
Pengujian Data ........................................... ................................................................. ............................. ....... 92
3.6. Rancangan Analisis Analisis dan Uji Hipotesis 3.6.1 Rancangan Pengujian Hipotesis Hipotesis ........................................... ............................................... .... 95 3.6.2
Proses Penelitian ..................................................... .................................................................. ............. 100
BAB IV HASIL PENELITIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Inspektorat Provinsi Jawa Barat ..................... ..................... 103 4.1.1.1 Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat ................................ ................................ 107 4.1.1.2 Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat ............................... ............................... 107 4.1.1.3 Rencana Strategis Inspektorat Provinsi Jawa Barat .......... 107 4.1.1.4 Struktur Organisasi dan da n Deskripsi Jabatan J abatan ........................ ........................ 109 4.1.2 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional 4.1.2.1 Standar Umum .............................................. .................................................................. .................... 128 4.1.2.2 Standar Koordinasi dan Kendali Mutu............................... ............................... 130 4.1.2.3 Standar Pelaksanaan ........................................... .......................................................... ............... 132 4.1.2.4 Standar Pelaporan........................................ Pelaporan.............................................................. ........................ 138 4.1.2.5 Standar Tindak Lanjut ............................................ ....................................................... ........... 140 4.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah 4.1.3.1 Tujuan Kinerja Pemerintah Daerah .................................... .................................... 141 4.2
Pembahasan
4.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................ ........................ 143 4.2.1.1 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel X ................. 143 4.2.1.2 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel Y ................. 145 4.2.1.3 Hasil Pengujian Reliabilitas ............................................ .............................................. .. 147 4.2.2 Analisis Data 4.2.2.1 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional ...................... 148
4.2.2.2 Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Daer ah ................................. ................................. 161 4.2.2.3 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ............................................. ............................................... .. 168
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................. .................................................................... ......................................... .................. 172 5.2 Saran .......................................... ................................................................ ............................................. ................................. .......... 173
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL No
Judul Tabel
Halaman
X ) Pengaruh Pengawasan Fungsional ..... 73 Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel ( X
Tabel 3.2. Operasionalisasi Variabel (Y ) Kinerja Pemerintah Daerah ...........…76 Tabel 3.3. Rincian Jumlah Populasi Sasaran
….......................................... ….............................................. .... 78
Tabel 3.4. Skor pernyataan Variabel X dan Variabel Y ....................................86 ....................................86 Tabel 3.5. Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien Koefisien korelasi korelasi ........... 98 Tabel 4.1
Hasil Uji Validasi Variabel X (Pengawasan Fungsional) ............... 144
Tabel 4.2 Hasil Uji Validasi Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) ...........146 Tabel 4.3 4.3
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pengawasan Fungsional) ...........147
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) ...... 148 Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Skor Jawaban Kuesioner Variabel X ( Pengawasan Fungsional) ........................................... .............................................................. ...................149
Tabel 4.6
Rata-rata (Mean) Kuesioner Variabel X ........................................ ........................................159
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Skor Jawaban Kuesioner Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) ................................................ ......................................................... .........161
Tabel 4.8
Rata-rata (Mean) Kuesioner Variabel Y ........................................ ........................................166
Tabel 4.9
Korelasi Variabel X dan Y .................................. ....................................................... ........................... ......168
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul Gambar
Halaman
Gambar 3.1 Model Penelitian…………………………………………………. 87 Gambar 3.2 Proses Penelitian……………………………………………...… 101
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Tugas Bimbingan Skripsi
Lampiran 2
: Surat Permohonan Survey.
Lampiran 3
: Surat Persetujuan Survey.
Lampiran 4
: Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi.
Lampiran 5
: Bagan Struktur Organisasi Inspektorat Provinsi Jawa Barat.
Lampiran 8
: Permohonan Pengisian Angket/Kuesioner.
Lampiran 9
: Kuesioner Penelitian.
Lampiran 10 : Tabel Frekuensi Skor Skor Variabel (X) Pengawasan Fungsional Lampiran 11 : Tabel Frekuensi Skor Variabel (Y) Kinerja pemerintah pemerintah daerah. Lampiran 13 : Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di penghujung abad ke-20, dunia dilanda arus globalisasi, transparansi, dan tuntutan hak azasi manusia. Tidak satupun negara yang luput dari gelombang perubahan
tersebut.Seluruh
negara,
terutama
negara-negara
berkembang,
menghadapi berbagai tantangan baru yang membawa konsekuensi pada perubahan atau pembaharuan yang akan mempengaruhi kehidupan umat manusia, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial sosia l budaya.Menghadapi perkembangan dunia yang demikian pesat, dan seiring dengan derasnya aspirasi reformasi di dalam negeri, maka peranan penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi publik yang baik menjadi semakin penting. Salah satu elemen yang penting dalam tata pemerintahan
yang baik
adalah
adanya akuntabilitas
publik, disamping
transparansi, tegaknya hukum, dan peraturan. Karena itu, pengawasan yang merupakan unsur penting dalam proses manajemen pemerintahan, memiliki peran yang sangat strategis untuk terwujudnya akuntabilitas publik dalam pemerintahan dan pembangunan. Melalui suatu kebijakan pengawasan yang komprehensif dan membina, maka diharapkan kemampuan administrasi publik yang saat ini dianggap lemah, terutama di bidang control pengawasan, dapat ditingkatkan kapasitasnya dalam rangka membangun infrastruktur birokrasi yang lebih kompetitif. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang pada saat ini
sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk menuju Indonesia baru yang pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pembangunan
dilaksanakan
secara
bertahap
dengan
tujuan
untukmeningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia serta meletakkan landasan yang kuat bagi pelaksanaan pembangunan tahap berikutnya yang bersifat multidimensional, yang meliputi bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan serta ser ta teknologi. Untuk mencapai tujuan daripada organisasi itu secara optimal, maka diperlukannya aspek manajemen suatu organisai tersebut agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu pula pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilakukan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan. Melalui pengawasan dapat diperoleh informasi mengenai kehematan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan kegiatan. Informasi tersebut
dapat
digunakan
untuk
Sebagaiman
pada
Ketetapan
Nomor
IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka Pengawasan merupakan aspek penting dalam manajemen kepegawaian, melalui Sosialisasi Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/46/M.PAN/4/2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintah ditegaskan bahwa pengawasan merupakan salah satu unsur terpenting dalam rangka peningkatan Pendayagunaan Aparatur Negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintah dan
pembangunan menuju terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa. Berkaitan dengan instruksi Presiden pembukaan penataran pengawasan bagi pejabat pemerintah lebih jelas menetapkan upaya pengembangan pengawasan dalam rangka menanamkan kesadaran dan menumbuhkan budaya pengawasan serta fungsi pengawasan sebagai suatu proses yang terjalin secara wajar, efektif, dan membudaya. Dalam prakteknya pengawasan dalam setiap bidang pekerjaan atau kegiatan dituntut satu tata cara, metode, teknik pengawasan dengan efektif dan efisien. Upaya dalam mewujudkan hal itu, maka dapat menciptakan kondisi dan iklim kerja yang mendukung serta menciptakan pengawasan sebagai suatu proses yang wajar dalam suatu organisasi pemerintah dilingkungan pendidikan dilakukannya pengawasan secara maksimal Sumber Daya Manusia menempati posisi strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci keberhasilan bagi segenap bidang pembangunan yang diselenggarakan di daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai merupakan sarana penentu dalam mencapai tujuan organisasi pemerintahan. Pembinaan mutu penyelenggara pemerintahan daerah perlu dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan sehingga Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam proses tersebut mampu menjawab tantangan pembangunan daerah serta dapat memperbaiki kinerja Sumber Daya Manusia-nya yang selama ini rendah Abdul Halim (2004:313) mengungkapkan permasalahan yang dihadapi
oleh aparat pengawasan kinerja pemerintah daerah, yaitu :
“adapun
permasalah
–
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
aparat
pengawasan kinerja pemerintah daerah selama ini pada umumnya adalah sebagai berikut : 1. Tidak jarang pejabat bermasalah tidak mendapat sangsi atas tindakan yang telah dilakukan. 2. Terkait dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. 3. Masih lemahnya mental dan budaya aparat pengawasan fungsional. 4. Kurangnya kualitas sumber daya manusia di instansi pemerintahan. 5. Rendahnya
tunjangan
pejabat
yang
diberikan
kepada
aparat
pengawasan fungsional. 6. Kurangnya koordinasi antara sesama aparat pengawasan fungsional intern. J.B. Sumarlin (2004) menyatakan bahwa dengan semakin besarnya
tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasan akan semakin meningkat. Pengawasan perlu dilaksanakan secara optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi audit (organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan tujuan/program secara efektif, efisien dan ekonomis. Namun pengalaman menunjuukan bahwa banyaknya aparat pengawasan justru menimbulkan inefisiensi, karena timbulnya pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih diantara berbagai aparat pengawasan intern pemerintah, serta antara aparat pengawasan intern pemerintah dengan aparat pengawasan ekstern pemerintah (BPK)
Penelitian terdahulu yang direplikasi berjudul “Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Kabupaten Cianjur”
Novi
Krisnawati (2006) Variabel yang digunakan peneliti terdahulu sama dengan
peneliti sekarang, variabel Independen yaitu Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintahan. Variabel Dependen yaitu Kinerja Pemerintah Daerah adalah kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan. H 0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. H a : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah. Populasi yang digunakan jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Jadi dalam penelitian ini seluruh sampel yang berjumlah 30 orang dijadikan sampel penelitian.teknik sampling Metode penelitian
yang akan
digunakan adalah metode survei dan deskriptif analisis. metode deskriptif kuantitatif, Pada penelitian sebelumnya nilai rank spearman (r s) pengawasan fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah 0.925, dan koefisien determinasinya adalah 92.5%.
Kabupaten Cianjur sebesar
Artinya bahwa Pengawasan fungsional dapat berperan terhadap Variabel Y Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur sebesar 75.56%. Hal ini berarti sisanya ada 24.44% Penelitian ini memiliki perbedaan keterbatasan
dalam peneilitian
terdahulu adalah tempat penelitiannya Di Kabupaten Cianjur sedangkan sekarang adalah di Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Peneliti sekarang memiliki memiliki perbedaan pada Sub Indikator yang terdahulu adalah Persiapan pemeriksaan, Pelaksanaan pemeriksaan dan Penyusunan laporan pemeriksaan sedangkan peneliti sekarang Sub Indikator adalah Standar umum, Standar koordinasi dan kendali mutu, Standar pelaksanaan, Standar pelaporan dan Standar tindak lanjut. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka penulis cukup tertarik untuk mengambil teme judu skripsi “Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengawasan fungsional di pemerintah Provinsi Jawa Barat? 2. Bagaimana pelaksanaan kinerja pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat? 3. Berapa
besar
pengaruh
pengawasan
pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat?
fungsional
terhadap
kinerja
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian yang dilakukan ini adalah mengadakan studi perbandingan untuk mengetahui relevansi antara teori yang ada dengan praktik yang sebenarnya tentang bagaimana pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. penelitian ini juga dirmaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar S1. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana pengawasan fungsional di pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 2. Mengetahui bagaimana peran kinerja pada pemerintahan daerah Provinsi Jawa Barat . 3. Mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat 1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu secara praktis dan teoritis yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1.4.1Kegunaan Praktis
Penelitian ini merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan manfaat baik bagi penulis, maupun bagi pembaca pada umumnya. Adapun manfaatmanfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis a. Sebagia suatu pengalaman yang berharga karena penulis dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah b. Sebagi saran untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya dalam menambah wawasan untuk menyikapi isu-isu kekinian dalam mengembangkan akuntansi khususnya akuntansi sektor piblik itu sendiri 2. Bagi Pembaca Bagi pembaca pada umumnya diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan
dan
sumber
pemikiran
yang
bermanfaat
dalam
membangun bangsa ini lebih baik untuk kedepannya melalui ilmu akuntansi. 3. Bagi Instansi pemerintah Daerah Bagi
instansi
pemerintah
daerah
dapat
dijadikan
sumber
pengetahuan dan dan pada akhirnya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi instansi itu sendiri
1.4.2 Kegunaan Teoritis
Penulis sangat berharap hasil dari penelitian yang dilakukan dapat berguna bagi dunia akuntansi khususnya dan disiplin ilmu lain pada umumnya. Penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengawasan fungsional dan
kinerja pemerintah daerah
dan mengetahui mengetahui sejauh mana pengawasan pengawasan fungsiol
dalam kinerja pemerintah daerah
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat di jalan Surapati Surapati No. 4 Bandung adapun waktu penelitian yang dilaksanakan yaitu dari tanggal disyahkannya proposal penelitian hingga selesai.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka.
Teori yang akan dikaji paba Bab II ini adalah teori yang berkaitan dengan akuntansi sektor publik, diantaranya tentang Pengawasan Fungsional dan Kinerja Pemerintah Daerah. 2.1.1. Pengertian Pengawasan Fungsional.
Menurut Revrisond Baswir (2002:118) dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan Indonesia” definisi pengawasan secara umum adalah: “Segala
kegiatan
dan
tindakan
untuk
menjamin
agar
penyelenggaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta rencana yang telah digariskan”
Sedangkan pengertian pengawasan menurut
Abdul Halim (2002:145)
yaitu : “pengawasan adalah suatu proses kegiatan penilaian terhadap objek pengawasan kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan” sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan bukan berupa pemeriksaan tetapi
pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran sas aran yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah. adapun pengertian pengawasan fungsional
berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2002 tentang pertimbangan
dan
pengawasan
atas
penyelenggara
pemerintah
daerah
mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian” pengertian pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2002:351)
menyatakan sebagai berikut : “Segala kegiatan dan bentuk tindakan untuk menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan dengan sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan”
menurut Baldrik Siregar dan Bonni Siregar (2001:351) pengawasan fungsional adalah : “Pengawasan oleh aparatur pengawasan fungsional adalah pengawasan oleh instansi independen dari unsure yang diawasi seperti badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BKP) Inspektor Jendral Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Negara dan Inspektorat Wilayah.” Secara khusus tujuan pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2004:306)
adalah : 1. Menilai ketaatan terhadap perundang – undangan yang berlaku. 2. Menilai apakah kegiatan berjalan dengan pedoman akuntansi yang berlaku 3. Menilai apakah yang dilaksanakan secara ekonomis, efisien dan efekti. 4. Mendeteksi adanya kecurangan.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, jelas bahwa penekanan dari pengawasan lebih pada upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan di
dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disesuaikan dengan peraturan perundangundangan, peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah. Bila ternyata kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan diharapkan agar dapat segera dideteksi atau diambil tindakan koreksi sehingga pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan Statement of Auditing Standars (SAS) dalam Sawyer (2005:58) mendefenisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan control. Komponen ini meliputi seikap manajemen di semua tingkatan terhadap operasi secara umum dan konsep control secara khusus. 2. Penentuan Resiko. Komponen ini telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal yang telah berkembang. 3. Aktivitas Kontrol. Komponen ini mencakup aktivitas-aktivitas yang dulunya dikaitkan dengan konsep control internal. 4. Informasi dan Komunikasi. Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. 5. Pengawasan. Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan manajemen control. Terdapat hubungan langsung antara tujuan, yang merupakan hal yang diperjuangkan untuk dicapai perusahaan dan komponen-komponen tersebut, yang mencerminkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tidak semua tujuan dan komponen ini relevan untuk audit laporan keuangan. Kontrol interna, sebaik apa pun dirancang dan dioperasikan, hanya bisa memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tujuan.
2.1.2 Aparat Pengawasan Fungsional
Menurut Revrisond Baswir (2000:138) aparat pengawasan fungsional adalah ; 1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2. Inspektorat
Jendral
Departemen,
Aparat
Pengawasan
Lembaga
Pemerintah Non Departemen dan Instansi Pemerintah lainnya. 3. Inspektorat Wilayah Provinsi. 4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Selanjutnya uraian mengenai aparat pengawasan fungsional menurut Baldric Siregar dan Bonni Siregar (2001.353 – 354) adalah : 1. Badan Pengawasan Keuanga dan Pembangunan (BPKP) BPKP merupakan instansi pengawasan dan pemeriksa yang berada dilingkungan pemerintah. BPKP harus melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden. Laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan disampikan kepada mentri atau pejabat lain yang bersangkutan. Apabila laporan hasil pengawasan berkaitan dengan pemeriksaan, maka dalam tembusan laporan tersebut disampaikan dalan badan pemeriksaan keuangan (BPK). Apabila diperkirakan terdapat tindakan pidana korupsi, BPKP harus melaporkan kepada jaksa agung. Tugas pokok BPKP meliputi ; 1). Merumuskan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pembangunan 2). Melaksanakan pengawasan umum terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan 2. Inspektorat Jendral Departemen atau Unit Pengawasan Lembaga Negara merupakan instansi yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap seluruh unsure organisasi yang ada di lingkungan departemen atau lembaga Negara yang bersangkutan. Tugas pokok Inspektorat Jendral atau Unit pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap tugas rutin dan pembangunan
semua unsure yang ada di di lingkungan departemen atau lembaga Negara agar pelaksanaan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Inseptorat Wilayah Provinsi Adalah instansi pengawasan yang melakukan pengawasan terhadap akativitas pemerintah provinsi. Instansi ini bertanggung jawab kepada Gubernur. Instansi ini mempunyai tugas melakukan pengawasan umum atas aktivitas pemerintah daerah, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat pembangunan agart dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan melakukan pengawasan terhadap tugas Departemen Dalam Negri di provinsi. 4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya Adalah instansi yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas Pemerintah Daerah. Termasuk Kecamatan, Kelurahan atau Desa selain itu Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya juga melakukan pengawasan terhadap tugas departemen Dalam Negri di Kabupaten atau Kotamadya.
2.1.3 Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah
Berdasarkan Keputusan BPKP No. KEP-378/K/2004 tanggal 30 Mei 2004 Tentang Penetapan Berlakunya Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah. Redwan Jaafar dan Sumiati (2006:29) dalam bukunya berjudul “Kode Etik dan Standar Audit” mengemukakan : “Standar Audit APFP merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang diperlukan APFP serta akuntan public yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi suatu APFP, untuk menjamin mutu hasil audit dan konsitensi pelaksanaan tugas audit”
Selanjutnya Redwan Jaafar dan Sumiati (2006:29) bahwa maksud dan tujuan standar audit APFP adalah sebagai berikut :
1. Standar audit APFP ini menjadi acuan dalam menetapkan batasbatas tanggungjawab pelaksanaan tugas audit yang dilakukan oleh APFP dan auditornya sesuai dengan jenjang dan ruang lingkup tugas audit. 2. Tujuan standar audit ini adalah untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Standar ini juga bertujuan untuk mendorong efektivitas tindak lanjut temuan hasil audit serta konsistensi penyajian laporan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainnya.
Menurut Redwan Jaaftar dan Sumiati (2004: 33) mengemukakan : “Standar audit audit aparat pengawasan fungsional pemerintah (APFP)
merupakan
prinsip-prinsip dasra persyaratan persyar atan yang diperluka untuk menjamin mutu hasil audit dan konsistensi pelaksanaan tugas audit APFP. Menurut Badan Pengawasan Daerah Jawa Barat (2002:2) dan Redwan Jaaftar dan Sumiati (2004: 33) dalam bukunya yang berjudul “Kode Etik dan Standar Audit” dan standar audit terdiri dari 24 butir standar yang terbagi atas lima katogori yaitu : 1. Standar Umum a). Keahlian b). Independensi c). Kecermatamn profesi d). Kerahasian 2. Standar Koordinasi dan Kendalian Mutu a). Program kerja pengawasan b). Koordinasi pengawasan c). Kendali mutu 3. Standar Pelaksanaan a). Pelaksanaan dan supervise b). Pengendalian Internal c). Bukti audit
d). Ketaatan peraturan perundang – undangan e). Kertas kerja audit 4. Standar Pelaporan a). Kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum b). Konsistensi c). Pengungkapan yang memadai d). Pernyataan pendapat e). Laporan audit operasional f). Kesesuaian dengan standar audit APFP g). Tertulis dan segera h). Distribusi laporan 5. Standar Tindak Lanjut a). Kominikasi dengan auditan b). Pemantauan tindak lanjut c). Status temuan d). Penyelesaian hukum Uraian diatas masing-masing standar audit adalah sebagai berikut : 1. Standar Umum Standar umum audit merupakan persyaratan bagi APFP dan para auditornya untuk dapat melaksanakan penugasan audit secara kompeten dan efektif. Standar umum ini terdiri dari empat pernyataan, yaitu : a. Keahlian Standar ini menegaskan bahwa audit hanya dapat dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki kemampuan, baik secara teori maupun praktik dibadang audit.standar ini juga menegaskan bahwa kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam
bidang keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar audit ini, jika ia tidak memiliki kemampuan pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang audit. b. Independensi Standar ini bertujuan untuk menghasilkan pendapat audit atau kesimpulan audit yang objektif. Dalam pembuatan laporan pendapat atau simpulan auditor harus bebas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan,
untuk
mencapai
tujuan
tersebut
standar
ini
mengharuskan APFP dan para auditornya untuk memiliki intergritas, yaitu
sikap
kepribadian
yang
jujur,
bijaksana,
berani
dan
tanggungjawab sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat. c. Kecermatan Profesi Standar ini menghendaki auditor untuk melaksanakan tugasnya dengan cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan ini menekankan bahwa auditor bertanggungjawab untuk mendalami dan mematuhi standar audit APFP dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan fungsi APFP salah satu wujud penerapan kecermatan dan keseksamaan adalah reviu secara kritis pada tingkat supervise terhadap pelaksanaan audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan oleh mereka yang membantu audit. d. Kerahasiaan
APFP dan para auditornya harus menjaga kerahasiaan hal-hal yang berkaitan dengan audit maupun informasi yang dihasilkan dari audit tersebut. Kecuali dalam ha-hal yang berkaitan dengan pemerintah dan pihak yang berwenang, menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu penugasan audit untuk hal-hal di luar lingkup pembentukan pendapat, penyusunan temuan dan dan rekomendasi audit. 2. Standar Koordinasi dan Kendali Mutu a. Program Kerja Pengawasan Program kerja pengawasan (PKP) merupakan alat bantu bagi APFP untuk mencapai hasil pengawasan yang efektif. PKP ini merupakan masukan yang sangat berguna bagi penyusunan rencana induk pengawasan dan rencana pengawasan kerja tahunan. b. Koordinasi Pengawasan Agar tujuan audit bisa dicapai secara maksimal, harus dilakukan koordinasi secara terus menerus antara APFP baik dalam bentuk rapat koordinasi pengawasan maupun bentuk koordinasi lainya. Koordinasi antara APFP terutama dalam hal ini perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pembahasan tindak lanjut dan pembentukan tim audit. Koordinasi pengawasan dilakukan dengan maksud mendorong sinergi pelaksanaan tugas APFP. c. Kendali Mutu Sistem kendali mutu yang memadai meliputi struktur organisasi dan seperangkat
kebijakan
serta
prosedur
yang
dirancang
untuk
memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan audit APFP telah mengikuti standar yang ditentukan. APFP harus memantau sistem kendali mutu audit yang ada secara terus-menerus pemantauan sistem kendali mutu secara intern dilakukan oleh suatu bagian yang tidak terlibat dalam tugas audit. Untuk lebih mengefektfkan sistem kendali mutu juga dilakukan secara berkala oleh pihak ekstern. 3. Standar Pelaksanaan a. Perencanaan dan Supervisi Perencanaan dan supervise adalah penting untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu pekerjaan audit. Rencana audit harus dibuat untuk setiap penugasan berdasarkan pengetahuan mengenai kegiatan dan seluk-beluk usaha auditan, bila perlu rencana tersebut harus diperbaiki selama proses audit. Supervise berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. b. Pengendalian Intern Standar
ini
mewajibkan
untuk
mempelajari
dmenilai
struktur
pengendalian auditan. Dalam Dala m audit keuangan, tujuan penilaian struktur pengendalian intern adalah untuk menetukan luas dan lingkup pengujian yang perlu dilakukan. Sedangkan dalam audit operasional tujuan penilaian struktur pengendalian intern adalah untuk menentukan
keekonomisan, efisiensi dan efektivitas operasi auditan. Auditor perlu melakukan pengujian terhadap penerapan dan perancangan struktur pengendalian intern untuk memastikan bahwa rancanagan tersebut telah diterapkan sebagimana mestinya. c. Bukti Audit Bukti audit disebutkan relevan jika bukti tersebut secara logis mendukung
atau
menguatkan
pendapat
atau
argument
yang
berhubungan dengan tujuan dan simpulan audit. Bukti audit dikatan kompeten jika bukti tersebut sah sa h dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Bukti yang sah ialah bukti yang memenuhi persyaratan hokum dan undang-undang bukti yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu sendiri. Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang dapat dijadikan sebagian dasar untuk pemeriksaan simpulan audit untuk menetukan kecukupan bukti audit, auditor harus menerapkan pertimbangan keahlian secara sehat dan objektif. d. Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan Dalam audit terhadap entitas pemerintah, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan mendapat perhatian yang sangat penting dengan alasan : 1. Para pengambil keputusan di sector pemerintah perlu mengetahui bahwa : a. Peraturan perundang-undangan sudah diikuti.
b. Penerapan
peraturan
perundang-undangan
tersebut
telah
membuahkan hasil yang diinginkan. c. Terdapat alasan yang jelas untuk pengusulan revisi peraturan yang sedang berlaku. 2. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan merupakan salah satu bentuk utama dari akuntabilitas pemerintah. e. Kertas Kerja Audit Hal-hal penting berupa metodologi audit yang dipilih, prosedur audit yang ditempuh, bukti audit yang dikumpulkan, kesimpulan audit yang diperoleh selama audit harus di dokumentasikan ke dalam kertas kerja audit (KKA). Sedangkan pedoman pemeliharaan KKA harus meliputi : 1. Status pemilikan KKA 2. Sistem kearsipan KKA yang berisi penentuan lokasi penyimpanan KKA dan lama penyimpanan KKA 3. Aturan tingkat kerahasiaan
4. Standar Pelaporan a. Kesesuaian dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum Bahwa pengertian prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah meliputi baik prinsip dan praktik akuntansi maupun metode penerapannya. Standar ini mengharuskan auditor menyatakan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan sesui dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, jika laporan keuangan disusun dengan basis akuntansi komprehensif auditor harus mengungkapkan dalam laporan audit dengan pernyataan pendapat bahwa laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif tersebut. Jika
terdapat
memungkinkan
pembatasan auditor
terhadap
untuk
lingkup
memberikan
audit
yang
pendapat
tidak
mengenai
kesesuaian tersebut, maka diperlukan pengecualian yang semestinya dalam laporan audit.
b. Konsisten Tujuan standar ini adalah memberikan jaminan adanya daya banding, jika daya banding laporan keuangan diantara dua priode secara material
berbeda
karena
perubahan
prinsip,
auditor
harus
mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Daya banding akan diperoleh jika penyajiaanyasuatu laporan keuangan criteria yang sama. Standar ini mengharuskan auditor mengungkapkan setiap perubahan penerapan akuntansi yang berlaku umum, baik perubahan yang mempengaruhi konsistensi maupun perubahan yang tidak mempengaruhi konsintensi. c. Pengungkapan yang Memadai Standar ini mengharuskan auditor mempertimbangkan kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pengungkapan informasi memadai atas hal-hal material mencangkup pengungkapan mengenai
bentuk, susunan dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan. Bila terdapat pengungkapan yang tidak memadai dalam laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pendapat yang diperoleh tanpa ikin dari auditan, sepanjang tidak mengungkapan informasi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. d. Pernyataan Pendapat Standar ini mengharuskan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor tidak memberikan pendapat secara keseluruhan, maka alasan yang tepat dapat dinyatakan. Tujuan standar ini adalah mengungkapkan tingkat tanggungjawab auditor bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Jika nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat penjelasan mengenai sifat pekerjaan dan tingkat tanggung jawab yang dipikulmya. Menurut Standar Profesional Akuntansi Akuntansi Publik
yang dikutif oleh
Jedwan Jaafar dan Sumiati (2006:56) ada lima jenis pendapat akuntan yaitu : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit standar ( unqualified opinion with explanatory language )
3. Pendapat wajar dengan pengecualian ( qualified opinion)
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion ) 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat ( disclaimer of opinion) e. Laporan Audit Operasional Standar ini mengatur bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara objektif dan disertai informasi yang jelas mengenai pokok masalah yang terkait, sehingga auditan dapat memahami temuan dan rekomendasi tersebut secara utuh. Laporan audit harus berisi rekomendasi yang kontruktif. Jika rekomendasi tidak dapat diberikan, alasan yang memadai harus dimuat dalam laporan auditan harus lebih memperhatikan tercapainya perbaikan
atas
kelemahan
auditan
dari
pada
hanya
sekedar
terlaksananya rekomendasi audit tertentu. Temuan dan rekomendasi harus memuat unsur-unsur sebagi berikut : 1. Kriteria yang harus dicapai 2. Kondisi atau penyimpangan yang terjadi 3. Penyimpangan antara kondisi dibandingkan dengan criteria 4. Sebab-sebab terjadinya penyimpangan 5. Akibat penyimpangan 6. Rekomendasi f.
Kesusuaian dengan Standar Audit APFP Laporan ini harus memuat pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit APFP. Karena standar audit mengacu
kepada SPAP, maka untuk audit keuangan pernyataan kesesuaian dengan standar audit APFP mengandung arti kesesuaian dengan SPAP. g. Tertulis dan Segera Lapoaran audit dibuat secara tertulis, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas temuan dan simpulan auditor. Laporan tertulis juga dapat dijadikan bahan untuk perencanaan berikutnya, disamping itu tindak lanjut atas rekomendasi dapat lebih memiliki dasar dan memudahkan pembuktian jika terjadi tuntutan dari pihak yang dirugikan. Keharusan membuat laporan secara tertulis t idak berarti membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditan, bentuk dan isi laporan harus disususn sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. h. Disribusi Laporan Standar ini mengharuskan auditor mendistribusikan laporan audit kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, auditor harus memastikan bahwa laporan tidak jatuh ketangan pihak yang tidak berwenang. 5. Standar Tindak Lanjut a. Komunikasi dengan Auditan Komunikasi mengenai tanggung jawab penyelesaian tindak lanjut dimaksudkan untuk menegaskan bahwa auditan bertanggungjawab untuk menindak lanjuti temuan dan rekomendasi audit. kesalahan atau kekeliruan
yang
tidak
segera
dibenahi
atau
diperbaiki
dapat
memperburuk keadaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar. sebelum audit berakhir, auditor memperoleh pernyataan atau penegasan penegasa n tertulus dari auditan bahwa hasil audit akan ditindak lanjuti. b. Pemantauan Tindak Lanjut APFP
harus
memelihara
data
temuan
audit
untuk
keperluan
pemantauan tindak lanjut dan pemutahkiran data temuan se suai dengan informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh auditan. Pemantauan dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilaksanakan oleh auditan sesuai dengan rekomendasi. Manfaat audit tidak hanya terletak pada banyaknya temuan yang dilaporkan, namun juga terletak pada efektivitas tindak lanjut temuan tersebut. temuan yang tidak ditindak lanjuti dapat merupakan indikasi lemahnnya pengendalian auditan dalam mengelola sumber daya yang diserahkan kepadanya. c. Status Temuan APFP harus mengidentifikasi status temuan audit guna menunjang penyusunan laporan status temuan, te muan, hal tersebut dilakukan dila kukan dalam upaya penuntasan tindak lanjut temuan. Laporan status temuan disampaikan oleh APFP kepada pihak yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku. Laporan tersebut memuat antara lain : 1. Temuan dan rekomendasi 2. Sebab-sebab belim ditindak lanjutinya temuan
3. Komentar dan rencana pihak auditan untuk menuntaskan temuan d. Penyelesaian Hukum Temuan yang berindikasi adanya tindakan melawan hukum merupakan temuan yang mengungkapkan kesalahan atau kesengajaan yang merugikan Negara, atau tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku yang dapat mengandung unsur tuntutan pidana atau pidata. Tindak lanjut temuan hasil audit yang berindikasi tindakan melawan hukum perlu ditangani oleh instansi terkait dengan cepat dan lugas,
sehingga
penyelesainnya
tidak
berlarut-larut.
APFP
berkewajiban untuk melaporkan temuan tersebut melalui jalur yang telah
ditetapkan
dan
wajib
membantu
aparat
hukum
dalam
menyelesaikan kasus tersebut. Auditor harus melakukan kerja sama dengan aparat hukum terkait dan memiliki sebab-sebab tidak atau belum adanya proses hukum.
Standar audit APFP menjadi acuan dalam menetapkan batas-batas tanggung jawab pelaksanaan tugas tugas audit audit
yang dilakukan oleh APFP dan
auditornya sesuai dengan jenjang dan ruang lingkup tugas auditny. Standar audit APFP bertujuan untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Standar audit bertujuan untuk mendorong aktivitas akti vitas tindak lanjut temuan hasil audit serta konsistensinya penyajian laporan keuangan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainya.
2.1.4 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah
Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan. Dengan tujuan agar pelaksanaan tugas umum dan pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan perundang – undangan undangan yang berlaku.
Menurut Revrisond Baswir (2001:138) dapat digolongkan kedalam bentuk katogori sebagi berikut : a). Kegiatan Pengawasan Tahunan. b). Kegiatan Pengawasan Khusus. c). Kegiatan Pengawasan Hal – hal tertentu.
1. Kegiatan Pengawasan Tahunan
Kegiatan
pengawasan
tahunan
didasarkan
pada
program
kerja
pengawasan tahunan (PKPT) manfaat yang diharapkan dari keberadaan PTKP ini adalah sebagai berikut : a. Dihindarinya
sejauh
mungkin
tumpang
tindih
pelaksanaan
pemeriksaan. b. Terarahnya ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan sesuai dengan petunjuk Menko Ekuin/Wasbag. Ekuin/Wasbag. c. Dikuranginya pemeriksaan
inefesiensi dan pemborosan penggunaan tenaga yaitu
dengan jalan
menentukan standar
pemeriksaan (HP) untuk setiap jenis pemeriksaan.
hasil
d. Karena rencana kerja dikaitan dengan hasil pemeriksaan yang tersedia,
maka
penyusunan
rencana
kerja
yang
melebihi
kemampuan yang diharapkan dapat dihindari. Dalam pelaksanaanya PKPT dikoordinasikan oleh BPKP yaitu dengan penerbitan nama pengawasan fungsional pemerintah, dapat dihindari dengan jalan sebagi berikut : a. Penerbitan
nama
pengawas
aparat
pengawasan
fungsional
pemerintah. b. Mengeluarkan pedoman pemeriksaan. c. Memantau pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). d. Menyelenggarakan rapat koordinasi aparat pengawasan fungsional pemerintah untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan PKPT.
2. Kegiatan Pengawasan Khusus
Pengawasan khusus biasanya ditujukan terhadap penyimpangan penyimpangan dan atau masalah – masalah dalam bidang administrasi dalam lingkungan pemerintah, yang dinilai mengundang dampak luas terhadap jalannya pemerintah dan kehidupan masyarakat. Pengawasan khusus ini dapat dilakukan sendiri oleh BPKP atau oleh tim pemeriksa gabungan yang terbentuk oleh kepala BPKP.
3. Kegiatan Pengawasan Hal-hal Tertentu
Sedangkan
pengawasan
hal-hal
tertentu
dilaksanakan
oleh
Inspektur Jendral Pembangunan atas petunjuk Presiden dan atau Wakil Presiden. Hasilnya dilaporkan kepada Presiden atau Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menko Ekuin/ Wasbag serta kepala BPKP.
2.2 Pengertian Kinerja
Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan pegawai pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi atau badan usaha, selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan efektivitas dan efisiensi. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian mengenai kinerja menurut beberapa ahli. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 67) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Sedangkan Pengertian kinerja menurut Indra Bastian (2002:329) menyatakan bahwa : “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”.
Pengertian kinerja menurut Malayu S.P Hasibuan (2002: 94) mengatakan bahwa : “Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan dan tepat waktu”.
Sedangkan menurut Bernardin dan Russsell yang dikutip oleh Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003: 224) bahwa kinerja adalah: “Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian kinerja di sini tidak bermaksud menilai karakteristik individu tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu tertentu”.
Menurut pendapat T.R Mitchell yang dikutip oleh Sedarmayanti (2001:51) mengatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu : 1. “Quality of work , kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 2. Promptness , ketangkasan atau kegesitan pegawai dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. 3. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya. 4. Capability, Capability, kemampuan individu untuk mengerjakan sebagian tugas dalam suatu pekerjaan baik kemampuan intelektual (yakni kemampuan yang diperlakukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan kekuatan dan keterampilan serupa) dan kemampuan fisik. 5. Communication, Communication, komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan menumbuhkan motivasi antar pegawai sehingga terbina suatu kerjasama yang harmonis”.
Salah satu kemajuan Instansi yang paling diharapkan adalah terciptanya kinerja pegawai dalam instansi, dibutuhkan teknik penggerakan dan motivasi yang sesuai dengan kebutuhan instansi dan kondisi pegawai yang bekerja didalam
instansi tersebut. Disinilah letak kunci kearah peningkatan kinerja pegawai yang harus dicapai. Pencapaian pegawai kearah kinerja yang menimbulkan efektivitas dan efisiensi kinerja yang dibutuhkan, perlu dibina atas dasar adanya perpaduan pandangan antara pegawai dengan pimpinan, ke arah kerjasama yang harmonis serta adanya suasana yang menimbulkan rasa tanggungjawab. Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk a. “Kemampuan ( ability berprestasi ( capacity capacity to perform). b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). opportunity to perform)” . c. Kesempatan untuk berprestasi ( opportunity (http://willemkana.com/wp-content/uploads/2008/08/teori-prestasikerja1.doc) kerja1.doc) Kinerja bagian produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata ”Produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi. Menurut beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas dan efektivitas kinerja, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas kinerja yang tinggi dalam suatu instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. Berbicara tentang kinerja personil, erat kaitannya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standard performance . Ungkapan tersebut menyatakan bahwa standar kinerja
perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar termaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
2.2.1
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
Menurut Instruksi Presiden No. 7 tahun 2004 , pelaksanaan penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mempersiapkan dan menyusun Perencanaan Strategis (Strategic Planning). 2. Merumuskan Visi, Misi, Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (Success Key Factors), Tujuan, Sasaran dan Strategi instansi pemerintah. 3. Merumuskan Indikator Kinerja (Performance Indicators) instansi pemerintah dengan berpedoman pada pada Kegiatan yang Dominan, Kegiatan yang menjadi Isu Nasional dan Vital bagi pencapaian Visi dan Misi instansi pemerintah. 4. Memantau dan mengamati pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi dengan seksama. 5. Mengukur Pencapaian Kinerja dengan : 1) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Rencana atau Target; 2) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja Tahun-tahun sebelumnya; 3) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja di Negaranegara lain atau dengan Standar Internasional; 4) membandingkan Pencapaian Tahun Berjalan dengan Tahun-tahun sebelumnya; 5) membandingkan Kumulatif Pencapaian Kinerja dengan Target
Selesainya Rencana Strategis. 6. Melakukan Evaluasi Kinerja dengan : 1) menganalisis Hasil Pengukuran Kinerja; 2) menginterpretasikan Data yang Diperoleh; 3) membandingkan Pencapaian Program dengan Visi dan Misi Intansi Pemerintah. 2.2.2
Pengertian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Akuntabilitas adalah “kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan pertanggungjawaban”. pertanggungjawaban”. Sjahruddin Rasul (2004:15) menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan
secara sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat J.B. Ghartey (2004:18) menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan.
Ledvina
V.
Carino
(2005:43) mengatakan
bahwa
akuntabilitas
merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih masi h berada pada jalur otoritasnya atau at au sudah keluar jauh dari
tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja.
Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya. Kinerja Instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan
keberhasilan
dan
kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah
instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan
dan
kegagalan
pelaksanaan
misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi, terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategik, perencanaan kinerja, dan pelaporan kinerja.
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, te ratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Penerapan sistem tersebut bertujuan agar
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik KKN.. Sistem AKIP yang telah dikembangkan, diharapkan dapat merupakan suatu sistem yang komprehensif untuk memperbaiki proses-proses pengambilan keputusan mulai dari Perumusan Kebijakan Stratejik; Perencanaan Kinerja Tahunan; Pengukuran Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja berikut Evaluasi dan Tindak Lanjut atas Evaluasi berupa Perbaikanperbaikan/ Pemecahan masalah yang dihadapi oleh setiap instansi pemerintah secara berkelanjutan. Dengan demikian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ada dapat merupakan : 1. Sarana/instrumen penting dan vital untuk melaksanakan reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. 2. Sarana yang efektif untuk mendorong seluruh Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pimpinan Unit Kerja untuk meningkatkan Disiplin dalam menerapkan
prinsip-prinsip
good
governance
dan
fungsi-fungsi
manajemen modern secara taat asas. 3. Sarana yang efektif untuk mendorong pengelolaan dana dan sumber daya lainnya menjadi efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public secara terukur dan berkelanjutan. 4. Sarana untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dari setiap Pemimpin instansi pemerintah atau Unit Kerja dalam menjalankan Misi, Tujuan, dan Sasaran Organisasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Tahunan. 5. Sarana untuk mendorong usaha penyempurnaan struktur organisasi, kebijakan publik, sistem perencanaan dan penganggaran,ketatalaksanaan,
metode kerja dan prosedur pelayanan masyarakat, mekanisme pelaporan serta pencegahan praktik-praktik KKN; 6. Sarana untuk mendorong kreativitas, produktivitas, sensitivitas, disiplin dan tanggung jawab aparatur negara dalam melaksanakan tugas/jabatan berdasarkan aturan/kebijakan, prosedur dan tata kerja yang telah ditetapkan.
Manfaat Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut : 1. Mempertajam penetapan prioritas program-program pembangunan nasional dan daerah 2. Meminimalisasi
duplikasi
pembiayaan
kegiatan
rutin
dan
pembangunan sekaligus dapat meningkatkan kinerja secara terukur dan berkelanjutan 3. Tersedianya mekanisme pencatatan pemanfaatan sumber daya nasional dalam pelaksanaan seluruh program dan kegiatan nasional dan daerah secara lebih akurat 4. Mempercepat dan meningkatkan keakurasian dalam penyusunan, revisi,perhitungan APBN sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara 5. Mencegah penggunaan dana APBN/APBD untuk kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; 6.
Tersedianya sarana dan metoda kerja baru dalam pengendalian sistem sistem manajemen (built in control system) syste m) yang lebih handal;
7.
Dapat mengurangi jenis dan jumlah laporan yang harus disiapkan oleh pejabat di setiap instansi pemerintah, sehingga waktu kerja pimpinan dapat difokuskan untuk peningkatan kinerja instansi sesuai dengan harapan masyarakat.
Keunggulan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut : 1. Sebagai alat atau media laboran pertanggungjawaban instansi
pemerintah yang Nadal, baik secara hirarkis maupun fungsional kepada
Presiden
selaku
penanggung
jawab
penyelenggaraan
pemerintahan negara 2. Sistem AKIP pada dasarnya merujuk pada best practices serta menggunakan pendekatan manajemen stratejik dan pengukuran kinerja, sehingga diharapkan dapat mendorong perubahan paradigm penyelenggaraan pemerintahan yaitu antara lain: 1) Dari orientasi Input dan Proses ke arah Efektivitas Hasil dan Manfaat (outcomes); 2) Dari orientasi Jangka Pendek (tahunan) ke orientasi Jangka Menengah (lima tahunan) yang Terukur dan Berkelanjutan; 3) Dari budaya Aparat yang Birokratis ke arah budaya entrepreneurship;
4) Dari kebiasaan Menunggu Perintah atau Petunjuk Atasan ke arah Kemandirian Berdasarkan Komitmen, Konsistensi pada Visi dan Misi organisasi, serta Profesionalitas Aparat Negara; 3. Sistem AKIP merupakan upaya upaya Preventif yang terbukti terbukti Efektif untuk mencegah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di berbagai Negara 4. Memudahkan bagi Presiden untuk menilai Kinerja instansi-instansi pemerintah 5. Memudahkan integrasi Sistem Perencanaan Nasional dengan Penganggaran, Penentuan Prioritas Pembiayaan Program dan Kegiat an atas dasar Kinerja setiap instansi pemerintah; 6. Membantu Presiden untuk meningkatkan Kualitas Laporan Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam konteks Akuntabilitas Publik yang lebih Transpara n. 2.2.3 Perencanan Strategik
Dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar mampu menjawab
tuntutan lingkungan strategik lokal, nasional,dan global, dan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dokumen Rencana strategik setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi ( cara mencapai tujuan dan sasaran ) yaitu :
1. Visi
a). Visi berkaitan dengan pandangan pandangan ke depan menyangkut ke mana mana instansi pemerintah harus dibawa dan harus diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisifatif, inopatif, serta produktif. Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang bersisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi pemerintah.
b). Rumusan visi hendaknya hendaknya :
1) Mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah sebuah organisasi. 2) Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas. 3) Memiliki orientasi terhadap masa masa depan sehingga segenap jajaran harus berperan dalam mendepenisikan dan membentuk masa masa depan organisasinya, 4) Mampu menumbuhkan menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan organisasi, 5). Mampu menjamin keseimbangan kepemimpinan organisasi c). Rumusan visi yang jelas diharapkan mampu :
1. Menarik komitmen dan menggerakkan orang. 2. Menciptakan makna bagi kehidupan anggota organisasi . 3. Menciptakan standar keunggulan. 4. Menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan. Visi instansi perlu
ditanamkan pada setiap unsur organisasi sehingga menjadi visi
berasama ( shared vision) yang pada gilirannya mampu mengerahkan mengerahkan dan menggerakan segala sumber daya instansi. 2. Misi : Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah di tetapakan. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Misi suatu instansi harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Misi juga terakait dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi pemerintah dari peraturan perundangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai dengan strategi yang telah dipilih. Perumusan misi instansi pemerintah harus memperhatikan
masukan
pihak-pihak
yang
berkepentingan
(stakeholders),dan memberikan peluang untuk perubahan/penyesuaian sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategik.
2.2.4 Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja merupakan “proses penetapan kegiatan tahunan dan insikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategik. Hasil dari proses ini berupa rencana kinerja tahunan”.
Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategik,
yang
akan
dilaksanakan
oleh
instansi
pemerintah
melalui
berbagaikegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian kerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang susunan rencana kerja dilakukann seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan
komitmen
bagi
instansi
untuk
mencapainya
dalam
tahun
tertentu.Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan indikator kinerja sasaran,dan rencana capaiannya ; program; kegiatan, serta kelompok indikator kinerja dan rencana capaiannya.
2.2.4.1 Fungsi Indikator Kinerja
Indikator
Kinerja
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah
kegiatan selesai dan berfungsi. Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu dikembangkan agar dalam kinerjanya dapat mencapai suatu tujuan yang tepat dengan sesuai peraturan perundang – undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk dapat suatu kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap kinerja pemerintah daerah yang akurat.
Secara umum indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagia berikut :
a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan. b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan / program / kegiatan dan dalam menilai kinerjanya termasuk kinerja instansi pemerintah yang melaksanakannya. c. Membangun bagi dasar pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja organisasi atau unit kerja
Dalam indikator kinerja terhadap syarat-syarat indikator kinerja adalah sebagai beikut :
a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. b. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpilan yang sama. c. Relevan yaitu harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan
d. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak. e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan. f.
Efektif yaitu data atau informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
2.2.4.2 Indikator Kinerja
Menurut Indra Bastian (2001:337) dalam bukunya Akuntansi bukunya Akuntansi Sektor Publik di Indonesia Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan sebagai berikut :
1. Masukan (Input) terdiri dari yaitu :
-
Penggunaan Dana Sumber daya Manusia Material
2. Keluaran (Output) terdiri dari yaitu :
-
Pencapaian Kebijakan Tujuan
3. Hasil (Outcomes) terdiri dari yaitu :
-
Pelaksanaan Program dan Kegiatan Laporan Akuntabilitas Kinerja
4. Manfaat (Benefits) terdiri dari yaitu :
-
Tepat Lokasi Tepat Waktu
5. Dampak (Impact) terdiri dari yaitu :
-
•
Masukan
Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Meningkatkan Prestasi Kerja Efisiensi Efektivitas
(Inputs)
Adalah
segala
sesuatu
yang
dibutuhkan
agar
pelaksanaan kegiatan dan proram dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material , kebijakan atau peraturan perundang-undang. Yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan dengan meninjau distribusi sumber daya suatu lembaga dapat menganalisis apakah alkasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategi yang telah ditetapkan -
Penggunaan Dana yaitu suatu yang sudah di tetapkan oleh pemerintah daerah untuk merealisasi program kerja yang sudah di rencanakan.
-
Sumber daya Manusia
yaitu suatu bentuk rencana yang sudah
ditetapkan dalam alokasi sumber daya manusia yang srtategi
-
Material yaitu sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja dalam melaksanakan program kerja pemerintah.
•
Keluaran (Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik dan atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan menbandingkan keluaran, instansi dapat menganalisis apakah kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolak ukur dikaitan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baikdan terukur. Oleh karena itu, keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. -
Pencapaian Kebijakan Tujuan yaitu suatu kegiatan yang dimana dalam program kerja pemrintah yang sudah ada harus dijalankan semestinya.
•
Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi keutuhan dan harapan masyarakat. Walaupun produk telah berhasil dicapai dengan baik, belum tentu
secara
outcome kegiatan
tersebut
telah
tercapai.
Outcome
menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikatot outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan keguanaan yang besar bagi masyarakat banyak. -
Pelaksanaan Program dan Kegiatan yaitu hasil dari keluaran yang sudah tercapai dalam kegiatan dapat menghasilkan hasil yang baik.
-
Laporan Akuntabilitas Kinerja yaitu suatu ukuran ukuran sebarapa jauh dalam menjalankan tugas, suatu kegiatan/program kerja dan hasilnya sesuai format pelaporan yang berlaku.
•
Manfaat (Benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.menggambarkan manfaat yang diperoleh baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan jangka panjang. Indikator manfaat menunjukan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal. -
Tepat Lokasi yaitu
suatu bentuk laporan dimana dalam
penyusunan harus secara sistematis serta sesuai dengan keinginan masyarakat. -
Tepat Waktu yaitu bentuk kegiatan yang telah dikerjakan harus di sajikan dalam bentuk laporan harus sesuai
•
Dampak (Impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh pencapaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Indikator kinerja ini memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak juga baru dapat diketahui dalam jangka waktu menengah atau jangka panjang. Hal ini menunjukan dasar pemikiran dilaksanakan dila ksanakan kegiatan kegiata n yang menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan secara sektoral, regional dan nasional. -
Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat yaitu tingkat kepercayaan dalam menunjang kinerja yang ada sesuai kepentingan masyarakat yang ada.
-
Meningkatkan Prestasi Kerja yaitu bentuk apresiasi atau prestasi dalam berkarir.
-
Efisiensi yaitu manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dalam menjalankan tugasnya.
-
Efektivitas yaitu pencapaian kinerja untuk melaksanakan tugasnya sesuai target yang diterapkan sehingga sesuai dalam berkarir.
2.2.5
Pengukuran Kinerja
Pengukuran berkesinambungan
kinerja untuk
adalah menilai
proses keberhasilan
sistematis dan
dan
kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja mencakup : 1) Kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana
tingkat pencapaian) dari masing-masing kelompok. 2) Tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat pencapaian) dari masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan sumber : www.setneg.go.id
Masih menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001:68) mengatakan bahwa enam karakteristik dari pegawai yang memiliki motivasi prestasi tinggi, yaitu : 1.Mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi
2.Berani mengambil resiko 3.Memiliki tujuan yang realitas 4.Memiliki rencana kerja 5.Memanfaatkan umpan balik 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan”. 2.3 Program-program pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah,
meliputi 1) Program Penerapan Kepemerintahan yang baik, bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan.
2) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, bertujuan
untuk
menyempurnakan
dan
mengefektifkan
sistem
pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN. 3) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan
pusat,
pemerintahan
provinsi
dan
pemerintahan
kabupaten/kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. 4) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur, bertujuan utuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber daya manusia aparatur
sesuai
dengan
kebutuhan
kepemerintahan dan pembangunan.
dalam
melaksanakan
tugas
5) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bert ujuan untuk mengembangkan
manajemen
pelayanan
publik
yang
bermutu,
transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut, dan adil kepada seluruh masyarakat guna menunjang kepentingan masyarakat dan dunia
usaha,
serta
mendorong
partisipasi
dan
pemberdayaan
masyarakat. 6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara, bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu.
2.3.1 Langkah-Langkah Kebijakan Kinerja Pemerintah Daerah
Untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui reformasi birokrasi, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah melanjutkan kegiatan-kegiatan penting yang telah dilakukan sebelumnya dan melakukan kegiatan baru yang bersifat terobosan, sebagai berikut: 1. Pemerintah terus meningkatkan penanggulangan penanggulangan penyalahgunaan penyalahgunaan
kewenangan, melalui : a) peningkatan
komitmen
para
penyelenggara
negara
dalam
pemberantasan korupsi disertai pemberian sanksi yang seberat beratnya kepada pelaku korupsi sesuai dengan ketentuan yang yang berlaku. b) penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik di semua tingkatan dan kegiatan instansi pemerintahan.
c) penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan manajemen berbasis kinerja. d) penataan dan peningkatan efektivitas pengawasan melalui koordinasi dan peningkatan sinergi antara pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat serta percepatan tindak lanjut atas hasil pengawasan. e) pembangunan budaya kerja organisasi dalam birokrasi agar aparatur berperilaku semakin profesional, bermoral, produktif dan bertanggung jawab. f) peningkatan pemberdayaan dan sinergi antara penyelenggara negara, dunia usaha, dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. 2. Pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara
sebagai landasan utama untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatankegiatan sebagai berikut: a) melanjutkan
penataan
kelembagaan
pemerintahan
agar
lebih
proporsional serta dapat berfungsi secara lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsi. b) peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan (manajemen) termasuk prosedur kerja di berbagai tingkatan dan kegiatan instansi Pemerintah.
c) penataan dan peningkatan kapasitas pegawai agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, antara lain melalui berbagai diklat dan melalui berbagai pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing instansi Pemerintah. d) meningkatkan koordinasi dan integrasi tugas pokok dan fungsi serta program masing-masing instansi, sesuai dengan tahapan pelaksanaan rencana. e) peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan prestasi. f) pengembangan dan pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan. Sejalan dengan
peningkatan
kesejahteraan
pegawai,
Pemerintah
terus
mengupayakan peningkatan gaji pegawai secara proporsional, adil, dan layak. 3.
Pemerintah
meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pembangunan melalui : a) peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah termasuk pelaksanaan pelayanan public. b). peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.
2.3.2 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara, pelaksanaan AKIP harus berdasarkan antara lain pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan. 2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumbersumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. 4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh. 5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat. 6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Selain
prinsip-prinsip
tersebut
di
atas,
agar
pelaksanaan
sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan komitmen yang kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2.3.3 Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Sjahruddin Rasul (2002:46) menyatakan bahwa siklus akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen
berbasis kinerja. Adapun tahapan dalam dala m siklus manajemen berbasis kinerja adalah sebagai berikut: 1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi dan misi organisasi dan strategic performance objectives. 2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yang telah ditetapkan yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi. 3. Pengumpulan data kinerja (termasuk proses pengukuran kinerja), menganalisisnya, mereviu, dan melaporkan data tersebut. 4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebut untuk mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahanperubahan dan koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan( fine-tuning) fine-tuning) atas kegiatan organisasi. Begitu perubahan, koreksi, dan penyelarasan yang dibutuhkan telah ditetapkan, maka siklus akan berulang lagi. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahaptahap sebagai berikut :
1. Penetapan perencanaan stratejik. 2. Pengukuran kinerja. 3. Pelaporan kinerja. 4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan. Sumber : www.setneg.go.id 2.4 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yag telah ditetapkan selama periode tertentu. Penilaian kinerja juga merupakan proses formal untuk melakukan evaluasi kinerja secara periodik. Penilaian kinerja
dapat memotivasi pegawai agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian kinerja yang tepat dan konsisten. Penilaian kinerja dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan dengan pekerjaan
(job related )
dan
adanya
standar
pelaksanaan
kerja
( performance performance standar ) agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan.
Menurut Panggabean (2002) mendefinisikan Penilaian kinerja adalah sebagai berikut : “Penilaian kinerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi kinerja seseorang secara periodik. Proses penilaian kinerja ini ditunjukkan untuk memenuhi kinerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi”.
Menurut Hendri Simaora (1997:415) mendefinisikan Penilaian kinerja adalah sebagai berikut : “Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan”. Menurut Panggabean
(2002). Tahapan pada proses penilaian adalah
meliputi : 1. “Identifikasi Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsurunsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian.
Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. 2. Observasi Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat. 3. Pengukuran Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat prestasi karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi. 4. Pengembangan Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap prestasi kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan hasil kerja karyawan.
Menurut Veithzal Rivai dan Ahmad Fauzi (2005:129) mengatakan bahwa : “Sistem kinerja yang baik sangat bergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan harus memenuhi syara-syarat sebagai berikut : 1. Praktis Keterkaitan langsung dan pekerjaan seseorang adalah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. 2. Kejelasan standar Standar merupakan tolak ukur seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar memperoleh nilai tinggi, standar itu harus pula mempunyai kompetitif 3. Kriteria yang objektif Suatu penilaian kinerja dapat dapat dikatakan efektif apabila instrument penilaian kinerja tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: a. Reliability Ukuran kinerja harus konsisten. Jika ada dua penilaian mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hasil serupa menyangkut hasil mutu kerja. b. Relevansi Ukuran kerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin. c. Sensitiviti
Beberapa ukuran mampu mencerminkan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja. d. Practicality Kriteria harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data dan tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien”.
2.4.1 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan Penilaian kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal. 1. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja organisasi dimana ukuran kinerja ini nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini nantinya dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu organisasi sehingga tujuan dan sasaran program kerja dapat tercapai. 2. Penilaian kinerja suatu organisasi digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Penilaian kinerja suatu organisasi dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban kepada atasan dan memperbaiki komunikasi kelembagaan”. (http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s2007-25403057-8970-mbnqa-chapter2.pdf ).
Secara umum, tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut : a) Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakterisasikan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan dalam tindakan. b) Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi yang dinilai. c) Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan pribadi. d) Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan untuk mempertinggi keterampilan seseorang) yang mengikuti proses penilaian. e) Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan pegawai, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana
ada keharmonisan antara sasaran individu dengan organisasi. (htt p://digi lib .petra.ac.id/ji .petra.ac.id/ji unkp e/s1/tmi/200 e/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2 7/jiunkpe-ns-s1-200 0077-25 25403 40305 05778970-mbnqa-chapter2.pdf ).
Bagi pegawai, penilaian kinerja dapat menimbulkan perasaan puas dalam diri mereka, karena dengan cara ini hasil kerja mereka dinilai oleh organisasi dengan sewajarnya dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam individu pegawai dapat diketahui. Kelemahan-kelemahan tersebut harus diterima secara sadar oleh pegawai sebagai suatu kenyataan dan pada akhirnya akan menimbulkan dorongan untuk memperbaiki diri. Pada
dasarnya
penilaian
kinerja
merupakan
faktor
kunci
guna
mengembagkan suatu instansi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya yang ada dalam instansi.
Menurut Richard William (dalam Wungu, 2003:48) menunjuk adanya sembilan kriteria faktor penilaian kinerja pegawai, yaitu : 1. “ Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif. 2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3. Defined spesific , meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi. 4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif. 5. Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria. 6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan. 7. Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif. 8. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. 9. Up to date , sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi”.
Kinerja sebagai hasil kerja (output ) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai. Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi dapat dikategorikan sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan ( input ) dan ability bersama-sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor penilaian dalam kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian dari kelompok keluaran (output ). ).
2.4.2 Kendala-kendala penilaian kinerja
Penilaian kinerja harus bebas diskriminasi. Apapun bentuk penilaian yang dilakukan haruslah adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan hubungan kerja. Kendala-kendala penilaian kinerja pegawai dalam bukunya Herry Simamora (1999) yaitu : 1. “ Hallo Effect Penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negative maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai.
2. Liniency Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya. 3 Stickness Penilaian kinerja yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang sebenarnya. 4. Central tendency Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai rata-rata (sedang) kepada pegawai. 5. Personal Biases Penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior lebih tua usia, yang berasal dari suku bangsa yang sama”.
Selain itu Veithzal Rivai (2004:317) menjabarkan kendala-kendala yang lainnya sebagai berikut : 1. “Kendala hukum (penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal). 2. Bias oleh penilaian setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias pada umumnya terjadi adalah : a. Kesalahan kecenderungan terpusat (beberapa penilai tidak suka menempatkan pegawai keposisi ekstrim dalam arti pegawai yang dinilai sangat positif atau sangat negatif). b. Bias karena terlalu lunak atau terlalu keras (hal ini terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah ataupun ketat dalam mengevaluasi kinerja pegawai). c. Self prejudice (sikap tidak suka seorang pegawai terhadap sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang pegawai). d. Pengaruh kesan terakhir (ketika penilai diharuskan menilai kinerja pegawai pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan dengan tindakan pegawai pada saat ini yang sebetulnya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau)”.
2.5 Efektivitas Kinerja
Masalah efektivitas merupakan hal yang penting dalam melaksanakan aktivitas. Agar aktivitas dapat diukur, maka tujuan dari kegiatan tersebut ditetapkan dengan jelas, karena tanpa adanya tujuan, kita tidak dapat menilai tercapai atau tidaknya efektivitas tersebut.
Efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan. Apabila suatu Instansi berhasil mencapai tujuan, maka Instansi tersebut bisa dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang seberapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh tujuan tersebut, tetapi efektivitas hanya melihat apakah suatu program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sebenarnya istilah efektivitas berkaitan erat dengan istilah efisiensi, efektivitas dapat diukur dengan seberapa jauh tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi berhasil mencapai apa yang telah menjadi tujuan. Menurut Hans Kartikahardi (2004:182) yang dikutip oleh Sukirno Agoes, yang dimaksud dengan efektivitas adalah : “Efektivitas diartikan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran dalam berbagai kegiatan sampai dengan tujuan yang ditetapkan baik ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja, kualitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan”.
Menurut Abdul Halim Et. All (2001:205) mengemukakan bahwa pengertian efektivitas adalah : “Efektivitas
adalah
hubungan
antara
output
dengan
pusat
pertanggung jawaban, semakin besar kontribusi output terhadap tujuan, maka semakin efektif suatu unit tersebut”.
Sedangkan
pengertian
efektiitas
menurut
Mardiasmo
(2002:232)
menyatakan bahwa: “Efektivitas
adalah
menggambarkan
tingkat
pencapaian
hasil
program dengan target yang ditetapkan, secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output (target)”.
Dari uraian-uraian diatas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan hubungan antara masukan dan tujuan yang hendak dicapai. Efektivitas selalu berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dimana suatu organisasi juga dikatakan telah beroperasi secara efektif apabila organisasi tersebut telah mencapai hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan.
2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Saat sekarang kinerja kinerja pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah dituntut untuk lebih baik. Dalam banyak hal memang harus diakui bahwa kinerja pelayanan publik pemerintah masih buruk. Hal ini disebabkan antara lain adalah ; pertama ; pertama,, tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan. Kedua, Kedua, buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang rule ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal ( rule driven) dan petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan. Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat yang selalu berkembang. Ketiga, budaya aparatur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan. Keempat, budaya paternalistrik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama, bukan kepentingan masyarakat.Masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan
pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah pelayanan publik sudah menjadi program pemerintah yang harus secara terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya. Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan publik ternyata tidak otomatis mengatasi masalah yang terjadi, sebab dari hari ke hari keluhan masyarakat bukannya berkurang bahkan semakin sumbang terdengar. Hal ini menunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public services masih belum memenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu pelayanan. Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi pemerintah untuk memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah. adapun pengertian pengawasan fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2002 tentang pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggara pemerintah daerah mengemukakan bahwa: “Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian”
Sumber Daya Manusia menempati posisi strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci keberhasilan bagi segenap bidang pembangunan yang diselenggarakan di daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai merupakan sarana penentu dalam mencapai tujuan organisasi pemerintahan. Pembinaan mutu penyelenggara
pemerintahan daerah perlu dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan sehingga Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam proses tersebut mampu menjawab tantangan pembangunan daerah serta dapat membangun. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Novi Krisnawati (2006) pengawasan adalah merupakan usaha atau kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya apakah pekerjaan atau kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pengawasan adalah a dalah bukan tujuan untuk mencari kesalahan atau siapa yang salah, sa lah, akan tetapi tujuan pengawasan adalah untuk memahami apa yang salah demi untuk dilakukan tindakan korektif. Sehingga dapat tercapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh
karena
itu
segala
kegiatan
pengawasan
mutlak
untuk
dilaksanakan. tugas pegawai dan kinerja pegawai dalam pencapaian tujuan yang diharapkan Meningkatkan kinerja pegawai dibutuhkan kemampuan dari pucuk pimpinan untuk memperhatikan kecakapan hubungan antar staf atau pegawai dalam melaksanakan pengawasan yang mana merupakan seluruh segenap aktivitas mengawasi, memeriksa, mencocokkan, mengendalikan segenap kegiatan pegawai yang tentunya akan mengarah kepada pembinaan para pegawai, sehingga pegawai dapat pula memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing serta mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan sebelumnya dan demikian tentunya akan berpengaruh pada peningkatan kinerja pegawai.Sehubungan dengan sifat dari pekerjaan serta keadaan yang selalu dinamis dan selalu berkembang sebagai akibat tuntutan pelaksanaan pembangunan agar berjalan tertib dan lancar maka diperlukan pegawai yang benar-benar cakap, terampil dan tangguh dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya, terutama Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkup Badan. H 0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. H a : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah. dimana penelitian ini memiliki perbedaan keterbatasan dalam peneilitian terdahulu adalah tempat penelitiannya di kabupaten cianjur sedangkan sekarang adalah di di Inspektorat Inspektorat
Provinsi Jawa Barat. Adapun faktor apa apa saja yang
mempengaruhi tentang Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah tersebut. perbaiki kinerja Sumber Daya Manusia-nya yang selama ini rendah. Menurut PP Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam surat keputusan tersebut, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah diberikan arahan mengenai
prinsip-prinsip
pelayanan
publik,
yaitu
antara
lain
prinsip
kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan tanggung jawab serta kedisiplinan.
Menurut Revrisond Baswir (2001:143) “terciptanya kondisi yang mendukung
kelancaran
dan
ketepatan
pelaksanaan
tugas-tugas
umum
pemerintahan dan pembangunan, kebijaksanaan, rencana dan perundangundangan yang berlaku yang dilakukan oleh atasan langsung.”
Kinerja (performance) adalah prestasi yang dicapai oleh suatu instansi sebagai suatu kesatuan yang utuh selama priode tertentu. Indra Bastian dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan Indonesia”
Guide menyatakan bahwa: Larry D Stout (1993) Performance Measurement Guide menyatakan “ Pengukuran atau Penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplisbment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses” Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 1 butir (4) PP No. 79 tahun 2005 disebutkan bahwa ”pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam hal ini maka yang menghubungkan antara pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah dalam bukunya “ Akuntansi Pemerintahan Indonesia”
Revrisond Baswir (2004:138) menyatakan bahwa “Pelaksanaan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintah. pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan kinerja umum pemerintah dan pembangunan dengan tujuan agar kinerja pemerintahan dalam pembangunan itu berlangsung sesuai dengan dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam jangka waktu priode tertentu” Namun, suatu kebijakan tidak begitu saja saj a dapat diimplementasikan dengan baik. Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik terus meningkat seiring dengan meningkatnya dinamika masyarakat itu sendiri. Bila tidak diimbangi dengan konsestensi pelaksanaan
kebijakan atau betapa banyak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah maka hasilnya tetap saja dirasakan kurang memuaskan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
1) menyatakan
bahwa
pengawasan
atas
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a) pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah. b) pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. 2) menyatakan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai dengan peraturan peurundang-undangan. Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu dikembangkan agar dalam kinerjanya dapat mencapai mencapai suatu tujuan yang tepat dengan sesuai peraturan perundang – undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk dapat suatu kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap kinerja pemerintah daerah yang akurat dapat dipercaya dan tepet sasaran, serta terciptanya kinerja pemerintah daerah yang sentralistik kepada desentralistik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis membuat hipotesis bahwa pengawasan fungsional berpengaruh terhadap kinerja kinerja pemerintah daerah.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah Pengaruh Pengawasan Pengawasan Fungsional Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pengaruh tersebut dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Pengawasan fungsional Penelitian yang dilakukan banyak ditekankan pada perbandingan antara mekanisme pengawasan fungsional dan kinerja pemerintah daerah dengan membandingkan terhadap teori-teori yang ada pada buku. Dengan demikian dapat diketahui sejauh mana pengawasan fungsional berpengaruh dalam kinerja pemerintah daerah. Dalam hal ini peneliti penyusunan skripsi ini penulis lakukan di Inspektorat di wilayah Jawa Barat. Untuk mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien diperlukan adanya pengawasan, Dan juga untuk mengetahui sejauhmana hasil dari pengawasan fungsional tersebut dalam kinerja Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam pencapaian tujuan dan melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan perencanaan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 3.1.1 Unit Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi unit penelitian ini adalah pegawai Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang beralamat Jalan Surapati No.4 Bandung.
3.1.2 Proses Pemilihan Objek Penelitian
Untuk menentukan objek penelitian, penulis melakukan langlah-langkah sebagai berikut : 1. Penulis menanyakan kepada Kantor Inspektorat di Provinsi Jawa Barat mengenai kemungkinan diadakannya penelitian di instansi tersebut. Dalam hal ini penulis memperoleh informasi mengenai objek yang memungkinkan untuk diteliti dan telah mendapat mendapat persetujuan dari pihak Inspektorat tersebut. 2. Penulis mengajukan usulan penelitian mengenai objek tersebut kepada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan dan akhirnya penulis mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian terhadap objek yang penulis teliti. 3. Penulis melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan objek penelitian. Penulis membaca beberapa teori, literatur-literatur dan sumber lainnya yang dapat dijadikan bahan dan dapat memberikan gambaran mengenai objek penelitian. 4. Penulis mengadakan penelitian di Kantor Kantor Inspektorat di di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan objek penelitian. 5. Penulis menyusun data yang diperoleh dalam bentuk skripsi. 3.1.3
Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (1994:1) mengartikan bahwa metode penelitian adalah sebagai berikut: “Cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang objektif, valid dan reliabel dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survey, adapun pengertian metode survey menurut Sugiyono Sugiyono (2006:7) adalah: “Penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah dari data sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan hubungan-hubungan antar variabel var iabel sosiologis maupun psikologis”. psi kologis”. Ada dua cara dalam pendekatan survey, yaitu kuesioner (pernyataan tertulis) dan wawancara (pertanyaan lisan). Menurut Sugiyono (2008:199) yang dimaksud dengan kuesioner adalah sebagai berikut: ”Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”. Menurut Sugiyono (2008:194) wawancara adalah: ”Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui halhal dari responden yang lebih mendalam mendalam dan jumlah jumlah respondennya sedikit atau kecil”. 3.1.4
Pendekatan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan kuantitatif deskriptif-asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran secara terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang diteliti, yaitu Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Inspektorat Provinsi Jawa Barat melalui pengujian hipotesis.
Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono, (2008: 53) adalah sebagai berikut: “Metode yang digunakan untuk mencari jawaban dari rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri baik hanya pada satu variable atau lebih”. Pengertian metode Asosiatif menurut Sugiyono, (2008: 55) adalah sebagai berikut: “Metode dalam meneliti ada tidaknya hubungan secara signifikan antara dua variabel atau lebih”. Dalam menguji hiptesis, penulis melakukan penelitian atas dasar kuesioner dengan menggunakan perhitungan persentase, data yang berupa jawaban jawaban atas kuesioner inilah yang dijadikan dasar bagi penulis dalam menarik kesimpulan 3.2. Definisi Variable dan Operasional Variabel 3.2.1 Definisi Variabel
Definisi variabel penelitian dijelaskan oleh Sugiyono (2004:39) “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan ”
1. Variabel Independen (bebas) yang dianggap berpengaruh terhadap variabel lainya dalam penelitian ini adalah : Pengawasan Fungsional (X) adalah Pengawasan yang dilakukan oleh
aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintahan.
2. Variabel Dependen (Terikat) yang dipengaruhi oleh variabel bebas adalah : Kinerja Pemerintah Daerah (Y) adalah kinerja merupakan seperangkat
hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. kinerja merujuk pada tingkat ti ngkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
3.2.2 Operasional Variabel
Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang hendak diteliti dan untuk menyamankan pandangan yang berkaitan dengan variabel-variabel, maka penulis memandang perlu untuk menetapkan operasionalisasi variabel penelitian. Adapun operasional variabel penelitian terbagi dua yaitu : Pengawasan Fungsional dan Kinerja Pemerintah Daerah. Untuk pengawasan fungsional yang menjadi sub indikator adalah Standar APFP yang terdiri dari standar umum, standar koordinasi dan kendali mutu, standar pelaksanaan, standar pelaporan dan standar tindak lanjut. Disini penulis mengacu pada standar APFP apakah pemeriksaan / audit yang dilakukan Bawasda/Inspektorat atas kinerja pemerintah daerah yang berpedoman kepada standar audit yang telah ditetapkan. Adapun sasaran pemeriksaan terhadap kinerja pemerintah daerah meliputi sub indikator terdiri dari masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.
Tabel 3.1 Operasional Variabel (X) Pengawasan Fungsional
Variabel
Indikator
Variabel (X)
1. Standar
Pengawasan
Umum
Fungsional
Sub Indikator
-
Keahlian dan penelitian - Independensi - Kecermatan profesi - Kerahasiaan
Ordinal
2. Standar Koordinasi dan Kendali
Program kerja pengawasan - Koordinasi pengawasan - Kendali mutu
Skala
Ordinal
Mutu 3. Standar Pelaksanaa
-
n -
-
4. Standar
-
Pelaporan -
Perencanaan dan supervisi Pengendalian intern Bukti audit Ketaatan terhadap peraturan perundang-undang Kertas kerja audit
Kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum Konsisten Pengungkapan yang memadai Pernyataan pendapat Laporan audit operasional
Ordinal
Ordinal
-
Kesesuaian dengan standar audit APFP Tertulis dan segera Distribusi laporan
-
Ordinal -
Komunikasi dengan auditan Pemantauan tindak lanjut Status temuan Penyelesaian hukum
5. Standar Tindak
-
Lanjut
Sumber : Redwan Jaafar dan Sumiyati (2004:33) Bawasda (2002:2)
Tabel 3.2 Operasional Variabel (Y) Kinerja Pemerintah Daerah
Variabel Variabel (Y) Kinerja Pemerintah Daerah
Indikator 1. Masukan (Input)
2. Keluaran (0utput)
Sub Variabel - Penggunaan dana
Skala Ordinal
-
Sumber manusia
daya
-
Material
Ordinal
-
Pencapaian kebijakan tujuan
Ordinal
3. Hasil (Outcomes)
-
4. Manfaat (Benefits)
5. Dampak (Impact)
Pelaksanaan program dan kegiatan
Ordinal
Laporan akuntabilitas kinerja
Ordinal
-
Tepat lokasi
-
Tepat waktu
-
Meningkatkan kepercayaan masyarakat
-
Meningkatkan prestasi kerja
-
Efisiensi
-
efektivitas
Sumber : Indra Bastian (2001:337)
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008: 115) populasi adalah sebagai berikut: “Objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Populasi terdiri dari orang, dokumen atau catatan yang dapat dipandang sebagai objek penelitian. Populasi sasaran adalah subjek yang berhubungan dengan pengawasan pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 15 pegawai yang terdiri dari Tabel 3.3 Rincian Jumlah Populasi Sasaran
Pegawai
Jumlah
Kepala Inspektorat
1 Orang
Sekretaris
1 Orang
Ka Bidang
4 Orang
Ka Sub Bidang Auditor
9 Orang
Jumlah
3.3.2
15 Orang
Ukuran Sampel
Selain populasi sasaran, penulis juga harus menentukan ukuran sampel, karena sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri (karakteristik), yang dimiliki oleh populasi tempat sampel itu diperoleh. Ukuran sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil untuk melaksanakan penelitian. Bersarnya sampel yang di ambil dapat dilakukan secara statistik maupun berdasarkan estimasi penelitian. Penentuan sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang diambil untuk melaksanakan penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan sampel yang akan dijadikan responden untuk meneliti variabel Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Pengertian sampel menurut Sugiyono, (2008:116) adalah: “Bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sedangkan pengertian sampel menurut Riduwan dan Akdon, (2007:240) adalah: “Bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang akan diteliti”. Yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang di miliki oleh populasi itu sendiri di mana sampel itu di ambil. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah yang menentukan besarnya sampel yang di ambil dalam melaksanakan suatu penelitian. Sampel dari penelitian adalah orang-orang yang bekerja atau pegawai pada Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga perlu diperhatikan sampel yang dipilih harus respresentatif artinya segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang dipilih. Dalam penelitian ini penulis menentukan ukuran sampel secara statistik berdasarkan pendapat Slovin, (1960) menurut Husen Umar (2003:78) dengan rumus:
n =
N
1 + Ne
2
Di mana: n = Ukuran sampel N e
= Ukuran populasi = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misal 10%
Dari populasi yang berkaitan dengan Pemberian Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah yang berjumlah 15 orang, maka penulis mengambil sampel adalah 13. dengan adanya hambatan atau keterbatasan penulis sebenarnya penulis memberikan kuesionernya 15 tetapi yang dikembalikan oleh pihak instansi adalah 13 maka penulis menggambil ukuran sampel tersebut t ersebut untuk dijadikan responden penelitian.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dari jumlah populasi sebanyak 15 orang maka diambil 13 Responden. responden terdiri dari 1 orang Kepala Inspektorat, 1 orang orang Sekretaris, 4 orang Ka Bidang, 9 orang Ka Ka Sub Bidang Auditor. 3.3.3
Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang tidak menyeluruh, yaitu tidak mencakup seluruh objek penyelidikan (populasi), akan tetapi hanya sebagian saja dari populasi ( N ) . Teknik sampling merupakan cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh yaitu tidak mencakup seluruh objek penelitian, akan tetapi hanya sebagian saja dari jumlah populasi yang ada. Pengambilan
sampel
ini
memungkinkan penulis untuk melakukan perhitungan statistik untuk menentukan kedua variabel yang akan di teliti. Pada metode ini penulis menggunakan pendekatan purposive sampling. Menurut Sugiyono, (2004:78) : “Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.
3.3.4
Sumber Data Penelitian
Data adalah fakta atau keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh sumbersumber data yang digunakan data primer yakni: -
Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pengamatan langsung pada instansi pemerintah tempat penulis melakukan penelitian. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data primer dari perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Adapun data primer dapat diperoleh dengan cara:
-
Observasi langsung
-
Wawancara dengan pejabat-pejabat terkait dengan masalah yang akan diteliti
-
Mengamati dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang ada di instansi. Menurut Sugiyono, (2004:129), data primer adalah : “Sumber data yang langsung memberikan data pada pengumpul data”.
Data yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini sebagai dasar untuk menguji hipotesis adalah data yang diperoleh langsung dari subjek yang diteliti. 3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Penelitian Lapangan (Field Research) dan Penelitian Kepustakaan ( Library Library Research).
a. Penelitian Kepustakaan ( Library Library Research Research) Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, literatur-literatur serta buku-buku lainnya yang penulis anggap perlu dan berhubungan dengan pokok masalah yang penulis bahas. Tujuan penelitian kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data sekunder sebagai landasan teoritis yang akan diperbandingkan dengan penerapan sebenarnya pada kegiatan perusahaan. b. Penelitian Lapangan (Field Research ) Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan observasi langsung ke instansi yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data serta informasi melalui: 1. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi secara langsung melalui tanya jawab dengan Nabuko dan Acmad (1991:83) menyatakan bahwa: “Wawancara adalah proses tanya jawab dalam
penelitian yang berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan”. Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang berwenang maupun dengan pegawai Kantor Inspektorat Jawa Barat yang berhubungan dengan masalah yang diajukan penulis. 2. Observasi Teknik
pengumpulan
data
yang
dilaksanakan
dengan
melakukan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dengan mencermati dokumen-dokumen yang ada. Teknik ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa data yang diperoleh sebelumnya adalah benar dan memperoleh gambaran yang nyata mengenai kegiatan yang dilaksanakan. Penulis mengadakan peninjauan secara langsung ke Inspektorat wilayah Jawa Barat yang akan diteliti untuk memperoleh data primer dan personil pada tiap bagian. 3. Kuesioner Teknik ini, adalah pengumpulan data utama dengan cara memberikan daftar pernyataan tertulis kepada responden mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup dengan jawaban telah disediakan, responden tinggal memilih jawaban yang dianggap sesuai pendapatnya.
4. Dokumentasi Merupakan teknik penelitian dimana peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan sehubungan dengan penelitian berupa surat keputusan dan formulir yang digunakan instansi. 3.4.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam proses penelitian guna memperoleh data. Suharsimi Arikunto, Ari kunto, (dalam Ridwan, 2007:24) mengemukakan pengertian instrument penelitian sebagai berikut: “Suatu alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar penelitian menjadi sistematis dan mudah”. Instrument untuk mengukur pengaruh pengawasan fungsional yaitu dengan menggunakan motede pertanyaan tertutup, dimana kumungkinan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberikan alternatif jawaban lain. Selain kuesioner juga dengan menggunakan observasi. Instrumen untuk mengukur kinerja pemerintah daerah sama dengan metode yang dikemukakan sebelumnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Karena data yang diperoleh dalam penelitian ini berbentuk ordinal, maka dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert . Menurut Ridwan dan Akdon, (2007:12) mengemukakan pengertian Skala Likert sebagai sebagai berikut: “Skala yang didasarkan pada ranking yang diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya”.
Dengan menggunakan Skala Likert dalam penelitian tersebut, maka variabel dalam penelitian ini dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam pembuatan pertanyaan dan pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Tabel 3.4 Skor Pernyataan Variabel X (Pengawasan Fungsional) dan Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) Pernyataan
Untuk skor pertanyaan
Sangat Setuju
5
Setuju
4
Ragu-ragu
3 2 1
Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
(Sumber: Hasil Olah Data Penulis) Penelitian ini pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam, maka dalam penelitian ini harus ada alat ukur yang baik. Adapun instrument yang digunakan digunakan dalam penelitian ini:
3.4.2 Model Penelitian
Model penelitian adalah merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh Pengawasan Fungsional Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah”. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 Pengawasan Fungsional
Kinerja Pemerintah Daerah
Dari pernyataan matematis tersebut di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis bahwa Pengawasan Fungsional mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. 3.5 Metode Analisis yang Digunakan 3.5.1 Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat dipercaya yang nantinya akan digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah diinterpretasikan. Data yang di himpun dari hasil penelitian akan penulis bandingkan antara data yang ada di lapangan dengan data kepustakaan, kemudian dilakukan analisis untuk menarik kesimpulan. kesi mpulan. Menurut Sugiyono (2008:142) menyatakan bahwa: “Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul.
Kegiatan
dalam
analisis
data
adalah
mengelompokkan
data
berdasarkan variabel dan jenis responden, menstabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan”. Dalam melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan untuk mencapai suatu kesimpulan, penulis melakukan pengolahan dan penganalisisan data.Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Penulis melakukan pengumpulan dengan cara sampling di mana yang diselidiki adalah sampel yang merupakan sebuah sub himpunan dari pengukuran-pengukuran pengukuran-pengukuran yang dipilih dari populasi yang menjadi perhatian dalam penelitian. 2. Setelah metode pengumpulan data ditentukan kemudian ditentukan alat untuk memperoleh data dari elemen-elemen yang akan diselidiki, alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar penyusunan atau kuesioner. 3. Daftar kuesioner kemudian disebar ke bagian-bagian yang telah ditetapkan. Berdasarkan setiap item dari masing-masing indikator akan dijabarkan dalam sebuah daftar pernyataan (kuesioner) yang kemudian kuesioner ini dibagikan kepada bagian bagian yang bersangkutan dengan masalah yang diuji, dimana masing-masing indikator akan memiliki lima jawaban dengan masing-masing nilai berbeda, tiap-tiap jawaban akan diberi skor, dimana hasil skor akan menghasilkan skala pengukuran ordinal. Menurut Sugiono, (2006:86) menyatakan bahwa: “Jawaban setiap instrument yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa katakata dengan diberi skor, misalnya : Sangat Setuju/sangat positif diberi skor Setuju/sering/positif diberi skor Ragu-ragu/netral diberi skor Tidak Setuju/negarif diberi skor Sangat Tidak Setuju/sangat positif diberi skor
5 4 3 2 1”.
4. Apabila data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data, disajikan dan dianalisis. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik. Untuk menilai variabel X dan variabel Y, maka analisis yang digunakan
berdasarkan rata-rata (Mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata ini dapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian dibagi dengan responden. Mean) menurut Sugiyono (2002:43) adalah: Rumus rata-rata ( Mean
Untuk Variabel X M e =
∑ Xi n
Untuk Variabel Y M e =
∑ Yi n
Di mana: M e = Mean (Rata-rata) Σ = Sigma (Jumlah)
ke i sampai ke n X i = Nilai X ke Y i = Nilai Y ke i sampai ke n n = Jumlah individu/Responden
Setelah mendapat rata-rata dari masing-masing variabel kemudian dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai yang paling rendah dan nilai yang paling tinggi dari hasil kuesioner. Nilai terendah dan nilai tertinggi masing-masing peneliti ambil dari banyak pertanyaan dalam kuesioner (30 dan 15 pertanyaan) dikalikan dengan skor terendah (1) untuk nilai terendah dan skor tertinggi (5) untuk nilai tertinggi. Sedangkan Rumus kelas interval menurut Sugiyono (1999:29) adalah sebagai berikut: 1 + 3,3 Log.n Keterangan : n = Jumlah Responden
Kemudian rentang data dihitung dengan cara nilai teritnggi dikurangi dengan nilai terendah. Nilai terendah dan tertinggi diambil dari banyaknya pertanyaan dalam kuesioner dikalikan dengan skor terendah (1) untuk nilai terendah dan skor tertinggi (5) untuk menilai tertinggi. Sedangkan untuk menghitung panjang kelas dengan cara rentang data dibagi dengan jumlah kelas. Nilai variabel X terdapat 30 pertanyaan, nilai tertinggi Variabel X adalah 5 sehingga (5x30)=150, sedangkan nilai terendah adalah 1, maka (1x30)=30. atas dasar nilai tertinggi dan terendah tersebut, maka dapat ditentukan tentang interval yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kriteria. Dengan demikian dapat ditentukan panjang interval kelas masing-masing variabel adalah sebagai berikut : Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kriteria untuk menilai pengawasan fungsional (Variabel X ) penulis tentukan sebagai berikut: • Nilai 30-53, untuk kriteria “Tidak Memadai” • Nilai 54-77, untuk kriteria “Kurang Memadai”
Memadai” • Nilai 78-101, untuk kriteria “Cukup Memadai” • Nilai 102-125, untuk kriteria “Memadai” • Nilai 126-150, untuk kriteria “Sangat Memadai”
Untuk Nilai variabel Y terdapat 15 pertanyaan, nilai tertinggi Variabel X adalah 5 sehingga (5x15)=75, sedangkan nilai terendah adalah 1, maka (1x15)=15. atas dasar nilai tertinggi dan terendah tersebut, maka dapat ditentukan tentang interval yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah
kriteria. Dengan demikian dapat ditentukan panjang interval kelas masing-masing variabel adalah sebagai berikut: Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kriteria untuk menilai Kinerja Pemerintah Daerah (Variabel Y ) penulis tentukan sebagai berikut: • Nilai 15-26, untuk kriteria “Tidak positif” • Nilai 27-38, untuk kriteria Positifi” • Nilai 39-50, untuk kriteria “netral” • Nilai 51-62, untuk kriteria “Negatif” • Nilai 63-75, untuk kriteria “Sangat positif”
Perhitungan dari hasil kuesioner dilakukan setelah adanya analisis data antara lapangan dengan kepustakaan agar hasil akhir analisis dapat teruji dan dapat diandalkan. 3.5.2 Pengujian Data
1)
Uji Validitas Menurut Sevilla yang dikutip oleh Husein Umar (2000:58) Validitas
adalah: “Validitas merupakan suatu derajat ketepatan dan kecermatan alat ukur penelitian tentang isi dan arti sebenarnya yang diukur dalam pengujian validitas, tiap butir digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir”. Yang dimaksud dengan Uji validitas adalah suatu data dapat dipercaya kebenarannya sesuai dengan kenyataan. Dalam hal ini Masrun yang dikutip oleh Sugiyono, (2002:124) menyatakan bahwa:
“Teknik korelasi untuk menentukan validitas m rupakan teknik yang paling anyak di m mpunyai orelasi po itif denga kriterium ya g tinggi, enunjuka bahwa it m tersebut tinggi pula”.
item ini ampai sek arang unakan. an item yang (skor total) serta korelasi mempuny i validitas yang
Syarat minimum untuk d ianggap m menuhi sy rat adalah jika r = 0,3. Jadi kalau kor elasi antar butir den an skor total kurang dari 0,3 instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. product
aka butir alam
etode yang digunaka adalah korelasi
oment , ada pun rumus ntuk men ari nilai korelasi terse ut adalah:
2) Uji R liabilitas M nurut Sugi yono (200 :172) men emukakan bahwa : “ ji reliabilitas digunak n untuk mengetahui pakah alat al at pengumpu data m nunjukkan tingkat
etepatan, tingkat k akuratan, kestabilan atau
konsisten dal m mengungkapkan ge jala tertent ”. Uji reliabilitas digunaka untuk m ngetahui a pakah alat pengumpu data menunjuk kan tingka ketepatan, tingkat k eakuratan, kestabilan atau konsi tensi dalam me gungkapk n gejala te tentu. M nurut Suh rsimi Arik unto, (200 :171) Unt k menguji reliabilitas maka digunaka rumus Al ha sebagai berikut:
r 11
⎡ k ⎤ ⎡ ∑ σ b ⎤ ⎢ (k − 1) ⎥ ⎢1 − σ ⎥ ⎣ ⎦ ⎢⎣ t ⎦⎥ 2
2
Keterangan: r 11 11 k
=
eliabilitas Instrumen
= banyaknya butir perta yaan
2
Σ σ b = jumlah varians butir 2
σt
= varians total
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:171) Untuk memperoleh jumlah varians butir, harus dicari terlebih dahulu varians setiap butir yaitu adalah sebagai berikut:
(∑ x ) 2
∑ x σ
b2
=
2
−
N
N
Keterangan: Σx2 = jumlah kuadrat varians tiap butir N = jumlah responden Syarat minimum yang dianggap memenuhi syarat adalah kalau koefisien alpha cronbach’s yang didapat 0,6. Jika koefisien yang didapat kurang dari 0,6
maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel. Apabila dalam uji coba instrumen ini sudah valid dan reliabel, maka dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data. 3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 3.6.1 Rancangan Pengujian Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui korelasi dari kedua variabel yang diteliti. Dalam hal ini adalah korelasi antara Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Kinerja Daerah yang menggunakan pengujian statistik. Langkah-langkah rancangan pengujian hipotesis terdiri dari: 1. Penetapan Hipotesis Nol ( Ho Ho) dan Hipotesi Alternatif ( Ha Ha)
Skala yang digunakan untuk mengukur kedua variabel penelitian adalah menggunakan skala ordinal. Skala tersebut lalu dimasukkan ke dalam ukuran penelitian
sehingga
dapat
diukur
dengan
menggunakan
alat
statistika
nonparametrik. Dalam statistika nonparametrik data terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Penetapan Hipotesis Nol ( Ho) dan Hipotesis Alternatif ( Ha) digunakan dengan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang ditelit i. Dimana hipotesis nol ( Ho) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara Variabel X dan Variabel Y dan dalam hal ini diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif ( Ha) merupakan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti yaitu variabel X dan variabel Y, dan dalam hal ini diformulasikan untuk diterima. •
Perumusan Ho dan Ha
H 0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. H a : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah. 2.
Pemilihan Statistik Uji dan Perhitungan Nilai Statistik.
Dalam melakukan pengujian hipotesis, penulis menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman. Metode ini menggunakan ukuran asosiasi yang menghendaki sekurang-kurangnya variabel yang diuji dalam skala ordinal, sehingga objek penelitian dapat di rangking dalam 2 rangkaian berurutan.
rumusan Rank Spearman (Sidney Siegel,1997:256-257) dengan rumus sebagai berikut: n
6∑ di 2 n −1 3
r = 1 − N s
− N
Di mana:
r = Koefisien s
Rank Spearman yang menunjukkan hubungan antara
unsur-unsur Variabel X dan dan Variabel Y di 2 = Selisih mutlak antara rangking atau varibel X dan dan variabel Y
N = Banyaknya responden.
Menurut Ety Rochaety, (2007:129) ( 2007:129) mengemukakan: “Korelasi rank spearmen digunakan oleh peneliti untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y”. Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka digunakan pedoman seperti yang tertera pada Tabel 3.5: Tabel 3.5 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
0,20 – 0,399
Lemah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
Sumber: Sugiono, 2008:250
Selanjutnya, Menurut signifikansi nilai
r , maka digu s
qbal Has n (2002:99) unuk
enguji ti gkat
akan uji t dengan ru usan sebagai berikut:
M nurut Sug yono, (200 2:151) unt k melihat besarnya pengaruh va iabel X terhada terhada Y , maka digunakan k oefisien diterminasi dengan rumu s: K d =
(r
2
x100%
s
Di mana: K = koefisi n determinan
r = koefisien korelasi s
3.
Penentuan tingkat sign fikansi
Se belum pen ujian dilak ukan, mak terlebih d hulu harus ditentukan taraf signifikansi/ taraf
yata. Hal ini dilak kan untu membua suatu re cana
pengujian agar dapa diketahui batas-batas untuk me entukan pilihan anta a Ho dan Ha
ingkat sig ifikasi ya g digunak n adalah
karena dinilai cuku mewakili hubunga pengawasan fungsional dan
,05 (5%) ngka ini dipilih
antara d a variabel penilaian yaitu
inerja pe erintah d erah, ini uga meru akan
tingkat si nifikasi y ng umumn ya diguna an dalam enelitian bidang ilmu-ilmu sosial. 5.
Penentuan kriteria pengujian
Setelah dilak kan analisis dan pe golahan data regresi linear sede hana dengan
enggunakan alat Ba tu softwa e SPSS 1 .0 (Statist ical Product &
Service Solution), dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria yang
ditetapkan yaitu dengan membandingkan nilai r s hitung dengan r s tabel untuk regresi linear sederhana yang peneliti rumuskan sebagai berikut : r s
hitung
< r s
tabel:
Tidak ada terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Jika H o diterima maka H a ditolak.
r s hitung ≥ r s
tabel:
Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
3.6.2 Proses Penelitian
Proses penelitian merupakan suatu rangkaian yang dilakukan secara terusmenurus, terencana dan sistematis dengan maksud untuk mendapatkan pemecahan masalah. Oleh karena itu langkah yang diambil dalam peneltian haruslah tepat dan saling mendukung antara komponen satu dan komponen lainnya. Proses penelitian yang dilakukan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Memilih dan menentukan judul Penulis memilih judul yang berhubungan dengan program studi akuntansi, serta masalah yang sering dihadapi dan menjadi kendala Kinerja Pegawai Negeri Sipil, sehingga perlu penanganan khusus dan dalam penelitian ini harus berdasarkan teori. 2. Latar belakang penelitian Dijelaskan mengapa penulis tertarik untuk meneliti dan membahas masalah tentang pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. 3. Identifikasi masalah
Penulis menulis masalah-masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah. 4. Metode Penelitian Menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini. 5. Pembahasan Penelitian Penulis melakukan pembahasan penelitian berdasarkan data-data dan informasi-informasi yang didapat dan dilandasi oleh teori. Adapun proses penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Meneta kan To ik
Lata Latarr bel belak akan an
Identifikasi masalah Tin auan auan Pustak Pustakaa Metode Penelitian
Pembahasan
Hasil Hasil Penelit Penelitian ian
Kesi Kesim m ulan ulan dan dan
Sumber: Hasil Olah Data Penulis Gambar 3.2 Proses Penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Sejarah Singkat Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Inspektorat Provinsi Jawa Barat berdasarkan beberapa keputusan Menteri Dalam Negeri, dimana keseluruhan keputusan Menteri Dalam Negeri ini dari tahun ke tahun diadakan peninjauan kembali karena semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan penyelenggaraan pemerintah didaerah serta untuk lebih meningkatkan penyelenggaraan pengawasan. Adapun sejarah Inspektorat adalah sebagai berikut : Sebelum tahun 1972 Pertama kali sebelum terbentuknya Inspektorat, pengawasan fungsional dilakukan oleh salah satu biro dari lima pada Sektretariat Wilayah Daerah (SETWILDA) Jawa Barat yang berkedudukan di gedung sate Bandung yaitu pada Biro Pengawasan.
Tahun 1972 – 1975 Karena kebutuhan akan penyelengaraan pengawasan semakin meningkat sejalan dengan peningkatkan roda pembangunan maka biro pengawasan memisahkan diri dari lingkungan SETWILDA dan membentuk suatu unit tersendiri, yang dinamakan Inspektorat Daerah (IRDA) sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 100 Tahun 1972.
Tahun 1975 – 1979 Bersama pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No.226 Tahun 1975 tentang susunan organisasi dan tata kerja, maka Inspektorat Daerah (IRDA) diubah namanya menjadi Inspektorat Wilayah Daerah Provinsi (IRWILDA) yang terdiri dari : 1. Bagian Tata Usaha 2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agrari 3. Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan dan Peralatan 4. Inspektorat Pembantu Bidang Pembangunan 5. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol dan Keuangan 6. Inspektorat Pembantu Bidang Umum
Tahun 1979 – 1991 Berdasarkan Keputusan Mendagri No.219 Tahun 1979 tentang organisasi dan tata kerja, maka selanjutnya Inspektorat Wilayah Daerah Provinsi (IRWILDA) dirubah menjadi Inspektorat Wilayah Provinsi (ITWILPROP) yang terdiri dari : 1. Bagian Tata Usaha 2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agrari 3. Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan dan Peralatan 4. Inspektorat Pembantu Bidang Pembangunan 5. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol dan Keuangan 6. Inspektorat Pembantu Bidang Umum
Tahun 1991 – 2000 Dalam perkembangan selanjutnya dengan semakin meningkatnya dan kompleksnya tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan di lingkungan Depdagri dan Pemda serta untuk peningkatan pelaksanaan kegiatan pengawasan dan
penyempurnaan
organisasi
tata
kerja
Inspektorat
Wilayah
Provinsi
(ITWILPROP) maka ditetapkan Keputusan Mendagri No.110 Tahun 1991 ITWILPROP terdiri dari : 1. Bagian Tata Usaha 2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agreria 3. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol 4. Inspektorat Pembantu Bidang Perekonomian 5. Inspektorat Pembantu Bidang Kesejahteraan Sosial 6. Inspektorat Pembantu Bidang Aparatur 7. Inspektorat Pembantu Bidang Pendapatan 8. Inspektorat Pembantu Bidang Kekayaan 9. Inspektorat Pembantu Bidang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Tahun 2000 – 2009 Dengan Peraturan Daerah Provinsi No.16 Tahun 2000 tentang lembaga teknis daerah provinsi Jawa Barat, maka ITWILPROP diganti namanya menjadi Badan Pengawasan Daerah Provinsi Jawa Barat (BAWASDA) yang terdiri dari : 1. Kepala Badan 2. Sekretariat
a. Sub Bagian Perencanaan b. Sub Bagian Kepegawaian c. Sub Bagian Umum 3. Bidang Pemerintah a. Sub Bidang Desentralisasi b. Sub Bidang Kelembagaan dan Ketatalaksanaan c. Sub Bidang Administrasi dan Kepegawaian 4. Bidang Perekonomian a. Sub Bidang Sarana Perekonomian b. Sub Bidang Bina Produksi 5. Bidang Kesejahteraan Sosial a. Sub Bidang Pelayanan Sosial Dasar b. Sub Bidang Pengembangan Sosial 6. Bidang Kekayaan Daerah a. Sub Bidang Pengelolaan b. Sub Bidang Pendayagunaan Aset Daerah c. Sub Bidang BUMD dan Yayasan 7. Bidang Keuangan a. Sub Bidang Pajak b. Sub Bidang Non Pajak c. Sub Bidang Belanja Daerah
Tahun 2009 – Sekarang Dengan Peraturan Daerah Provinsi No.22 Tahun 2008 tentang teknis Daerah Provinsi Jawa Barat. Maka BAWASDA diganti namanya menjadi INSPEKTORAT Provinsi Jawa Barat
4.1.1.1 Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat, yaitu : "Melalui Pengawasan Berwawasan Pembinaan Meningkatkan Efektifitas Pemerintah Daerah Jawa Barat Tahun 2013" 4.1.1.2 Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat, yaitu :
1. Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi yang baik, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, serta akuntabilitas; 2. Mengembangkan profesionalisme dan kompetisi Inspektorat Provinsi Jawa Barat.
4.1.1.3 Rencana Strategis Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Sejalan dengan visi dan misi serta sesuai dengan faktor kunci keberhasilan, maka ditetapkanlah tujuan dan sasaran pelaksanaan penyelenggaraan pengawasan fungsional oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, yakni sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut : Tujuan
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang profesional, efisien, efektif dan akuntabel. b. Mengembangkan profesionalisme dan kompetensi Inspektorat Provinsi Jawa Barat.
Sasaran
a. Meningkatnya
akuntabilitas
dan
kualitas
pengelolaan
manajemen
pemerintahan di daerah Provinsi Jawa Barat. b. Mendorong terciptanya kualitas aparatur pemerintah yang profesional dan bersih; c.
Meningkatkan koordinasi dan sinergitas serta kualitas pelaksanaan dan hasil pengawasan;
d. Meningkatnya kualitas, baik skill, knowledge maupun attitude aparatur pengawasan; e.
Meningkatnya kesejahteraan aparatur pengawasan
f.
Terciptanya kondisi kerja yang kondusif melalui penyelenggaraan administrasi perkantoran;
g. Terpenuhinya kebutuhan akan alat–alat pengawasan ( audit tools) yang representatif. h.
Terciptanya kondisi kerja yang kondusif melalui sarana dan prasarana gedung kantor yang memadai.
i.
Sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan Inspektorat yang akuntabel.
4.1.1.4 Struktur organisasi dan Deskripsi Jabatan
Berdasarkan Keputusan Peraturan Daerah Provinsi No.22 tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintahan, maka struktur organisasi Inspektorat Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: 1. Inspektorat a. Penyelenggaraan perencanaan program pengawasan; b. Penyelenggaraan
perumusan
kebijakan
dan
fasilitas
pengawasan; c. Penyelenggaraan
pemeriksaan,
pengusutan,
pengujian,
monitoring, evaluasi, review dan penilaian tugas pengawasan; d. Penyelenggaraan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 2. Inspektur a. Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Inspektorat; b. Menyelenggarakan perumusan dan penetapan kebijakan teknis Inspektorat; c. Menyelenggarakan perumusan serta penetapan program kerja dan rencana pengawasan; d. Menyelenggarakan
pengawasan
meliputi
kesekretariatan,
pengawasan pemerintah, pembangunan dan dan kemasyarakatan;
e. Menyelenggarakan koordinasi penyusunan rencana strategi, pelaksanaan tugas-tugas teknis serta evaluasi dan pelaporan yang meliputi kesekretariatan serta pengawasan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan; kemasyarakatan; f.
Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis operasional pengawasan pemerintah, pembangunan dan dan kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan pembinaan pengawasan meliputi ketaatan, efesiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; h. Menyelenggarakan
pemberian
peringatan
dini
dan
meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah; i.
Menyelenggarakan pemeliharaan dan peningkatan kualitas tata kelola pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah;
j.
Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
k. Menyelenggarakan
perumusan
dan
penetapan
Rencana
Strategi, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), LKPJ dan LPPD Inspektorat; l.
Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
m. Menyelenggarakan hasil evaluasi pengawasan sebagai bahan perumusan kebijakan;
n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 3. Sekretaris a. Penyelenggaraan
penyiapan
bahan
koordinasi
serta
pengendalian rencana dan program kerja pengawasan; b. Penyelenggaraan penghimpunan, pengelolahan, penilaian dan penyimpanan laporan hasil pengawasan aparat pengawasan fungsional daerah; c. Penyelenggaraan inventarisasi, penyusunan dan koordinasi penatuusahaan proses penanganan pengaduan. 3.1.Sub Bagian Perencanaan a. Pelaksanaan penyusunan perencanaan dan program kerja sub bagian perencanaan, sekretariata dan inspektorat; b. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program pengelolahan administrasi keuangan dan perlengkapan; c. Pelaksanaan penyusunan anggaran inspektorat. 3.2.Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan a. Pelaksanaan inventarisasi hasil pengawasan dan penghimpun tindak lanjut hasil pengawasan; b. Pelaksana administrasi laporan hasil pengawasan; c. Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan; d. Pelaksanaan penyusunan laporan hasil pengawasan. 3.3.Sub Bagian Administrasi dan Umum
a. Pelaksanaan pengelolaan administrasi; b. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian; c. Pelaksanaan pengelolaan urusan keuangan; d. Pelaksanaan urusan perlengkapan dan rumah tangga.
4. Inspektur Pembantu Wilayah I a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu wilayah I; b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan di wilayah I; c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah II; d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah I bidang pemerintahan; e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah II bidang pembangunan; f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah I bidang kemasyarakatan; g. Menyelenggarakan
fasilitasi
pengawasan
wilayah
I
bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan; kemasyaraktan; h. Menyelenggarakan
pemeriksaan,
pengusutan,
pengujian,
dan
penilaian tugas pengawasan di wilayah I bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan;
i.
Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan inspektur pembantu wilayah I;
j.
Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur pembantu wilayah I;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di wilayah I; l.
Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur wilayah I n. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait; o. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
4.1. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan a. Pelaksanaan pengusulan program pengawasan di wilayah kerja bidang pemerintah; b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan; c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasa;
d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi, monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pemerintah; e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang pemerintah. 4.2.Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan a. pelaksanaan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan; b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah di bidang kemasyarakatan; c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasan; d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi, monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang kemasyarakatan; e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang kemasyarakatan. 4.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan a. Pelaksanaan pengusulan program pengawasan di wilayah kerja bidang pembangunan b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah di bidang pembangunan; c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasan; d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi, monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pembangunan;
e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang pembangunan.
5. Inspektur Pembantu Wilayah II a. Menyelenggarakan
pengkajian
program
pengkajian
bahan
kerja
inspektur
pembantu wilayah II; b. Menyelenggarakan
kebijakan
teknis
pengawasan di wilayah II; c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah II; d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah II bidang pemerintahan; e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah II bidang pembangunan; f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah II bidang kemasyarakatan; g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah II bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan; kemasyaraktan; h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan di wilayah II bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; i.
Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan inspektur pembantu wilayah II;
j.
Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur pembantu wilayah II;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di wilayah II; l.
Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait; n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 5.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan a. Melaksanakan
penyusutan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pemerintahan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pemerintahan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pemerintahan; d. Melaksanakan pengawasan bidang pemerintahan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pemerintah; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pengawasan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pemerintahan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
5.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pembangunan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pembangunan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pembangunan; d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pembangunan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pengawasan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pembangunan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
5.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang kemasyarakatan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang kemasyarakatan; d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang kemasyarakatan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang kemasyarakatan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang kemasyarakatan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6. Inspektur Pembantu Pembantu Wilayah Wilayah III a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu wilayah III; b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan di wilayah III; c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah III; d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah III bidang pemerintahan; e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah III bidang pembangunan; f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah III bidang kemasyarakatan; g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah III bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan; kemasyaraktan; h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan di wilayah III bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; i.
Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur pembantu wilayah III;
j.
Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di wilayah III;
k. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
l.
Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
m. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 6.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pemerintahan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pemerintahan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pemeritahan; d. Melaksankanan pengawasan bidang pemerintahan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pemerintahan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pemerintahan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pemerintahan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pembangunan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pembangunan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pembangunan; d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pembangunan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pengawasan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pembangunan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan a. Melaksanakan
penyusunan
program
pemerintah bidang kemasyarakatan;
kerja
seksi
pengawas
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang kemasyarakatan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang kemasyarakatan; d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang kemasyarakatan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang kemasyarakatan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang kemasyarakatan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7. Inspektur Pembantu Pembantu Wilayah Wilayah IV a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu wilayah IV;
b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan di wilayah IV; c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah IV; d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang pemerintahan; e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang pembangunan; f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang kemasyarakatan; g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah IV bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan; kemasyaraktan; h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan di wilayah IV bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; i.
Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan inspektur pembantu wilayah IV;
j.
Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur pembantu wilayah IV;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di wilayah IV; l.
Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 7.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pemerintahan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pemerintahan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pemeritahan; d. Melaksankanan pengawasan bidang pemerintahan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pemerintahan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pemerintahan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pemerintahan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan
a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang pembangunan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang pembangunan; c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang pembangunan; d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang pembangunan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang pengawasan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang pembangunan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan a. Melaksanakan
penyusunan
program
kerja
seksi
pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan; b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan pemerintah bidang kemasyarakatan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang kemasyarakatan; d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan; e. Melaksanakan
pemeriksa,
pengusutan,
pengujian,
evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang kemasyarakatan; f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan bidang kemasyarakatan; g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas pemerintah bidang kemasyarakatan; h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengembalian kebijakan; i.
Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j.
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
8. Wilayah Kerja Setiap inspektur pembantu yang dibantu oleh masing-masing seksi pengawasan sesuai bidang tugasnya melaksanakan pengusutan, pemeriksaan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan terhadap OPD di lingkungan pemerintah daerah dan pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai wilayah kerja masingmasing, yang ditentukan lebih lanjut oleh Inspektur 9. Kelompok Jabatan Fungsional Fungsional
a. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. b. Kelompok jabatan fungsional terdiri atas tenaga fungsional auditor dan jabatan fungsional lainya sejumlah tenaga fungsional yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. perundang-undangan. c. Kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh seirang tenaga fungsional senior yang ditunjuk. d. Jenis dan jejang jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Jumlah twnaga jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan beban kerja. f.
Rician tugas kelompok jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Tata Kerja a. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, inspektur, sekretaris, inspektur pembantu wilayah, kepala subbagian, kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional, wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sikronisasi, baik dalam lingkungan masing-masing maupun antara satuan organisasi di lingkungan inspektorat, serta instansi lain diluar inspektorat, sesuai dengan tugas pokok masing-masing. b. Inspektur wajib mengawasi bawahanya dengan ketentuan dalam hal terjadi penyimpangan, harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Inspektur bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya. d. Inspektur wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab pada atasan serta menyampaikan laporan berkala secara tepat waktu. e. Setiap laporan yang diterima oleh inspektur dari bawahanya wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih la njut. f.
Dalam penyampaian laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.
g. Dalam melaksanakan tugas, inspektur dan unit organisasi di bawahan wajib mengadakan rapat berkala dalam rangka pemberian bimbingan kepada bawahan.
4.1.2
Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat dengan cara observasi dan wawancara. Adapun informasi tersebut berupa pembahasan standar umum Audit Pengawasan Fungsional Pemerintah APFP APFP yang dilakukan oleh para Inspektorat Provinsi Jawa Barat sebagai berikut :
4.1.2.1
Standar Umum
1. Keahlian dan Pelatihan Para pelaksanaan pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa Barat selain latar belakang pendidikan yang dimiliki tidak sesuai dengan pengawasan dalam meningkatkan kemampuan teknis pengawasan fungsional telah mengikuti berbagai seminar yang dilaksankan di dalam maupun di luar organisasi. Seperti pelatihan yang dilaksanakan oleh BPKP. Hal ini menjadi pendukung sehingga para pengawas selain mendapatkan pengetahuan dan berbagai disiplin ilmu yang berkelanjutan yang penting dalam pelaksanaan pengawasan fungsional juga meningkatkan kecakapan dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan. Selain itu menjamin mutu hasil pemeriksaan dan konsistensinya standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah (SAAPFP). Juga menjadi acuan meningkatkan batas-batas tanggung jawab pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan jenjang dan ruang lingkupnya. lingkupnya. 2.Independensi Ditinjau dari status organisasinya, Inspektorat dalam menjalankan tugasnya memperoleh keleluasan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan padanya. Para pelaksanaan pengawasan fungsional dalam melaksanakan tugasnya tidak dipengaruhi oleh pendapat pribadi/golongan dalam mengambil keputusan atau tindakan yang sekiranya dapat mengurangi objektifitas dan kemandirian dalam melaksanakan tugasnya, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab Inspektorat temuan dalam dokumen tertulis. 3.Kecermatan Profesi
Dalam melakukan audit Inspektorat Provinsi Jawa Barat telah membuat program kerja pemeriksaan tahunan (PKPT), yang mana dalam pelaksanaanya dilaksanakan oleh para pengawas fungsional dengan dibentuk tim audit yang terdiri dari auditor yang memiliki keahlian sebagaimana telah sesuai dengan Standar audit pengawasan fungsional pemerintah (APFP). 4.Kerahasian Para pelaksana pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa Barat selalu menjaga kerahasiaan yang berkaitan dengan audit maupun informasi yang dihasilkan dari audit tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dengan telah dilaksanakannya : a. Penugasan auditor untuk menjadi ahli; b. Menyimpan dokumen dokumen pemerintah; c. Penyusunan konsep laporan dan penyelesaian laporan; d. Pemilikan kertas kerja; e. Hubungan dengan lembaga audit lainya, dan hubungan dengan media massa, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pendidikan telah disususn prosedur yang berkaitan dengan hal tersebut diatas. Yang manatidak setiap pegawai Inspektorat diijinkan memberikan informasi tanpa seijin pihak yang berwenang yang dalam hal ini Gubernur Gubernur Jawa Barat. 4.1.2.2 Standar Koordinasi dan Kendali Mutu
Sebelum melakukan pemeriksaan Inspektorat Provinsi Jawa Barat mengajukan usulan program kerja pengawasan tahunan (UPKPT) kepada Gubernur Jawa Barat. Setelah disetujui oleh gubernur, maka ditetapkanlah
program
kerja
pengawasan
tahunan
(PKPT)
sebagai
pedoman
sebagai
pelaksanaan pemeriksaan. Maka pada koordinasi dan kendali mutu yang terdapat dalam persiapan audit operasional Inspektorat terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Pembentukan Tim. a. Didasarkan pada : -
Surat perintah kepala Inspektorat atas nama Gubernur yang berisikan susunan tim, auditan, ruang lingkup, audit, waktu secara kewajiban yang dibebankan kepada tim.
-
Surat perintah untuk penanganan yang bersifat khusus yang berisikan susunan tim, auditan, ruang lingkup, audit, waktu secara kewajiban yang dibebankan kepada tim. b. Susunan, Wewenang dan Yanggungjawab Tim
-
Menetapkan personal tim
-
Mendatangani surat perintah tim atas nama gubernur
-
Melaksanakan review pelaksanaan audit
-
Menerima ekspose hasil audit dari koordinasi dan ketua tim
-
Mendatangani LHA
-
Memaraf surat gubernur
-
Mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan audit
2. Pemberitahuan pada auditan. a.
Sebelum survey pendahuluan dimulai, Kepala Inspektorat secara formal memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan auditan paling lambat lambat
dua minggu sebelum pelaksanaan b.
Pemberitahuan ini menyangkut kapan audit akan dilaksanakan, lamanya audit dan nama auditor yang akan ditugaskan
c.
Dalam pemberitahuan ini harus dilampirkan daftar permintaan informasi dan data yang akan diperlukan untuk survey pendahuluan.
3. Survey Pendahuluan. a. Survey pendahuluan adalah langkah dalam proses audit b. Dalam survey pendahuluan dikumpulkan seluruh data yang relevan dengan kegiatan audit selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk penyusunan PKA c. Survey pendahuluan harus memungkinkan tim audit dapat memahami bagaimana suatu kegiatan atau suatu kegiatan dan jenis pekerjaan dilaksanakan dan bagaimana pekerjaan itu berhubungan dengan bagian lain dari organisasi itu. d. Seluruh sumber daya informasi harus dimanfaatkan, baik uraian tugas, metodekerja, maupun data-data keuangan dan data-data lainya yang diperlukan. 4. Penyusunan Program Kerja Audit Program kerja audit adalah langkah-langkah prosedur dan teknik audit yang disusun secara sistematis yang harus diikuti atau dilaksanakan oleh auditor selama pelaksanaan audit untuk mencapai tujuan audit.
4.1.2.3 Standar Pelaksanaan 1. pertemuan Awal (Entry Briefing)
a. Pembicaraan pendahuluan hendaknya dipersiapkan dalam seksama dan dilakukan oleh penanggung jawab dan atau koordinasi bersama tim auditdengan jabatan audit/pimpinan audit. b. Agar pimpinan auditan mendapat gambaran yang tepat tentang audit operasional, hendaknya dijelaskan pengertian audit operasional dan manfaat yang diperoleh dari audit tersebut. c. Tim audit hendaknya mengungkapkan secara jelas tentang sasaran audit, masa yang di audit, waktu audit serta petugas audit. 2. Penilaian dan Pengujian SPM
Hakekatnya pengendalian manajemen adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengarah atau menjalankan operasi sesuai dengan standar atau tujuan yang diinginkan. Dengan demikian pegendalian manajemen mancakup sistem organisasi, prosedur, dan praktek dalam penanganan dan penyelesaian tugas-tugas manajemen secara efektif. a. Tujuan Pengujian pengendalian manajemen adalah untuk menilai tingkat efektivitas yang mengenal kemungkinan adanya kelemahan pengendalian manajemen auditan dan unsur-unsur yang penting adalah : -
Organisasi
-
Kebijakan-kebijakan pimpinan auditan
-
Prosedur kerja
-
Perencanaan
-
Akuntansi/catatan keuangan
-
Pelaporan
-
Audit eksternal.
b. Cara Pendekatan Pendekatan yang dapat dilakukan auditor adalah sebagai berikut : -
Penelahaan
pedoman
kerja
dan
kemudian
menguji
dengan
pelaksanaan. -
Pengamatan langsung yaitu menyelusuri dari awal sampai akhir tindakan-tindakan dan proses yang diterapkan dalam pelaksanaan sebenarnya.
c. Tujuan Pendekatan Tujuan pendekatan adalah untuk memperoleh informasi mengenai sebagai berikut : -
Bagaimana sebenarnya pelaksanaan kegiatan auditan.
-
Langkah-langkah atau prosedur yang diperlukan dan digunakan dalam proses auditan.
-
Hasil-hasil yang telah dicapai ditinjau dari : a. maksud dan tujuan auditan. b. ketentuan hukumannyadan hukumannyadan praktek-praktek yang lajim.
-
Efektivitas pengendalian manajemen.
d. Hal-hal yang dipertimbangkan Dalam pengujian pengendalian manajemen perlu diperhatikan unsur pengendalian manajemen organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, a kuntansi, personalia dan pelapor. 3. Pelaksanaan Audit Operasional
Audit operasional adalah suatu audit yang dimaksud sebagai penilaian terhadap cara pengelolahan suatu organisasi tersebut untuk melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Penilaian tersebut adalah penilaian yang sistematis dan objektif atas operasi manajemen untuk perbaikan dan pengembangannya di masa yang akan datang. Audit operasional ditekankan pada penilaian terhadap cara-cara manajemen pengelolahan sumber daya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bagi suatu kegiatan/program dari hasil audit diharapkan adanya saran konstruktif. 4. Temuan dan Pengembangan Temuan
Pengembangan temuan adalah pengumpulan dan pendalaman informasi khusus yang bersangkutan dengan auditan untuk dievaluasi dan dianalisis kerena diperkirakan akan berguna bagi pimpinan auditan. a.faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan temuan : - Pertimbangan harus ditekankan ditekankan pada situasi dan kondisi pada saat kejadian, bukan pada saat pemeriksaan dilakukan. - Harus dipertimbangkan sifat kompleksitas dan besarnya jumlah serta nilai yang dilibatkan dalam auditan.
- Temuan harus dianalisis secara jujur dan kritis untuk menghindari ungkapan yang tidak logis. - Kewenangan hukum auditan perlu dikemukakan pada laporan. 5. Pembahasan Hasil Audit dengan Koordinator dan atau Penanggungjawab
Review) ( Review Tujuannya sebagai berikut : -
Pelaksanaan audit lebih terarah dan terkendali.
-
Temuan dan rekomendasi mendapat pertimbangan yang lebih matang.
-
Koordinator atau pertanggungjawab audit memperoleh informasi yang cukupluas sebagai bahan pembahasan temuan dengan auditan.
6. Pembahasan Hasil Audit dengan Auditan
Tujuannya sebagai berikut : -
Mengkonsumsikan
dan
menyamankan
persepsi
tentang
suatu
masalah/temuan. -
Mempercepat penyususnan konsep laporan.
-
Mengurangi kemungkinan sanggahan terhadap laporan.
-
Lebih lengkap dan tepatnya konsep laporan.
-
Dapat lebih cepatnya dilakukan tindakan koreksi.
7. Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA)
a.Pengertian - KKA adalah catatan-catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan audit.
- KKA harus mencerminkan langkah-langkah audit yang telah dituangkan dalam pengujian yang dilakuakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan hasil audit. -
Setiap auditor wajib membuat KKA pada saat melaksanakan tugas
b.Manfaat -
Merupakan dasar penyusunan laporan hasil audit.
-
Merupakan alat atasan untuk mereview dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan para auditor.
-
Merupakan alat pembuktian dari laporan hasil audit
-
Menyajikan data untuk keperluan referensi.
-
Merupakan salah satu pedoman untuk audit berikutnya.
-
Merupakan alat bukti tertulis bagi auditor apabila terjadi pengaduan kepada auditor atas temuan yang dihasilkan pada saat audit.
8. Penyusunan Naskah Hasil Audit (NHA)
Naskah hasil audit adalah pelapor awal dari suatu rangkaian kegiatan audit yang disampaikan kepada auditan setelah pelaksanaan audit. Naskah hasil audit berisikan temuan yang meliputi kondisi, kriteria, sebab, akibat, komentar auditan serta rekomendasi. Naskah hasil audit juga berisi batas waktu auditan untuk melaksanakan tindak lanjut hasil audit serta di tandatangani oleh ketua tim dan disetujui oleh pimpinan auditan. 9. Exit Briefing Exit briefing adalah pertemuan antara tim audit yang dipimpin oleh
koordinator dan atau penanggungjawab dengan pimpinan auditan setelah
berakhirnya suatu rangkaian kegiatan auditan. Dalam exit briefing disampaikan pokok-pokok hasil pemeriksaan serta catatan-catatan yang lain berguna bagi auditan. 4.1.2.4. Standar Pelaporan
Sebagai kegiatan terakhir dari tugas adalah penyusunan laporan hasil audit (LHA) laporan tersebut adalah sarana komunikasi yang resmi dan sangat penting bagi auditor a uditor untuk menyampaikan informasi i nformasi tentang temuan. Kesimpulan dan rekomendasi kepada auditan atau yang perlu mengetahui informasi tersebut. LHA dibuat berdasarkan kertas kerja audit dan naskah hasil audit yang disusun selama melaksanakan audit agar informasi akurat dan objektif. 1. Syarat Laporan Persyaratan dari kriteria pelaporan hasil audit menjadi pedoman dasar bagi aparat pengawasan fungsional pemerintah yang antara lain menyatakan : a.dibuat secara tertulis b.dibuat segera c.menbuat ruang lingkup dan tujuan audit. 2. Materi Laporan Hasil Audit Sesuai dengan standar audit, laporan hasil audit harus disampaikan dalam bentuk tertulis pada berbagai pihak yang berkepentingan sebagai sarana komunikasi sebagai pelaksanaan audit.
LHA merupakan dokumen atau media komunikasi auditor untuk menyampaikan informasi tentang kesimpulan temuan dan rekomendasi hasil audit kepada pejabat yang berwenang dijelaskan sebagai berikut : a. Informasi Umum Tersedia informasi penting bagi pembaca laporan mengenai kegiatan program dan atau fungsi yang di audit sehingga informasi ini dapat digunakan untuk membantu memahami, menanggapi informasi utama dari laporan b. Informasi mengenai kegiatan, program dan fungsi auditan Tersedia informasi mengenai tujuan intansi atau program yang diaudit, sifat, ukuran kegiatan serta organisasi dan manajemen c. Informasi mengenai sifat audit Biasanya mengurangi identifikasi priode yang mencangkup oleh audit atau saat kondisi yang dilaporkan yaitu penjelaskan singkat mengenai ruang lingkup audit d.Temuan dan Rekomendasi 1.Temuan sebagai berikut : - Ketidak efesianan - Ketidak efektian - Pemborosan dan ketidak hematan - Pengeluaran yang tidak sepatutnya atau pendapatan penerimaan yang tidak sebanarnya - Ketidak taatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2.Rekomendasi Dari hasil audit, temuan akan mengungkapkan penyebab yang membawa akibat yang tidak diinginkan berkaitan dengan temuan tersebut rekomendasi
menyatakan
tindakan
yang
harus
diambil
untuk
menghilangkan faktor penyebab atau meminimaliskan akibat. 3. Panduan Dalam Menyusun Laporan a. Laporan ditandatangani oleh ketua tim penanggungjawab, setelah pekerjaan audit diselesaikan dengan tuntas b. Auditor harus mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi secara tepat sebelum menerbitkan LHA final. c. Laporan harus objektif jelas, singkat konstruktif dan tepat waktu. d. Laporan harus membuat tujuan, ruang lingkup dan hasil audit. e. Laporan dapat memuat rekomendasi untuk perbaikan dan pengakuan kinerja yang memuaskan serta pengakuan tindakan koreksi.
4.1.2.5. Standar Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah tindakan yang dilaksanakan oleh auditan sesuai dengan rekomendasi yang telah dikemukakan oleh auditor dalam Laporan Hasil Audit. Yang bertanggungjawab melaksanakan tindak lanjut adalah pihak auditan, sedangkan Inspektorat berkewajiban untuk memantau pelaksanaan tindak
lanjut
tersebut.untuk
memudahkan
pemantauan
tindak
lanjut,
Inspektorat harus mengadministrasikan seluruh kegiatan dengan tertib. Dalam memantau tindak lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai beriku :
a. Perlu adanya ketentuan yang mengharuskan pimpinan auditan untuk membuat pernyataan tertulis mengenai tindakan yang telah diambil atas rekomendasi yang telah diajarkan auditor. b. Copy dari pernyataan tertulis tersebut harus disampaikan kepada kepala Inspektorat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil tindakan selanjutnya. c. Dalam
laporan
auditor
harus
mengungkap
rekomendasi
yang
dimasukan dalam laporan hasil audit sebelumnya yang membahas pokok persoalan yang sama dalam rangka rangka pemantauan tindak lanjut. d. Apabila kondisi yang telah dilaporkan sebelum masih berlanjut karena pihak auditan tidak mengambil tindakan, maka harus ditegaskan kembali dalam rekomendasi yang dikemukakan dalam laporan hasil audit yang disampaikan sekarang. e. Jika dipandang perlu, auditor dapat menempatkan sesuatu bagian tersendiri dalam laporan hasil audit, yaitu bagian yang menguraikan kembali rekomendasi terdahulu yang belum anda tindak lanjutnya. 4.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah 4.1.3.1 Tujuan kinerja Pemerintah Daerah
Secara umum, tujuan kinerja pemerintah daerah adalah sebagai berikut : f) Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya
akan
diukur,
dan
dilaksanakan
dalam
suasana
yang
dikarakterisasikan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan dalam tindakan.
g) Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi yang dinilai . h) Bila
prestasi
kurang
optimal,
setelah
melalui
berbagai
langkah
sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan pengembangan pribadi. i) Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan untuk mempertinggi keterampilan seseorang) yang mengikuti proses penilaian. j) Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan pegawai, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana ada keharmonisan antara sasaran individu dengan organisasi.
Kinerja Instansi pemerintah sebagai hasil kerja (output ) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja di inspektorat Jawa Barat tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan kesel uruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai.
Dalam perencanaan kinerja di inspektorat penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana strategik, yang akan dilaksanakan oleh instansi Inspektorat pemerintah di wilayah Jawa Barat.
melalui berbagaikegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja
ditetapkan rencana capaian kerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang susunan rencana kerja dilakukann seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu.Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan indikator kinerja sasaran,dan rencana capaiannya ; program; kegiatan, serta kelompok indikator kinerja dan rencana capaiannya.
4.2
Pembahasan
4.2.1
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian atas data penelitian yang telah diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 13 responden. Pengujian data ini mencakup uji validitas dan uji reliabilitas dengan tujuan agar penulis tidak mengambil kesimpulan yang keliru mengenai gambaran keadaan yang sebenarnya terjadi. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product & Service Solution (SPSS ) for windows versi versi 14.0.
4.2.1.1 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel X
Validitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana alat pengukur tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur untuk mencari nilai validitasnya
dari sebuah item, maka digunakan korelasi skor item dengan total item-item tersebut. Uji validitas terdiri dari 30 pertanyaan untuk variabel X (Pengawasan Fungsional). Untuk mengukur Validitas setiap butir digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan skor jumlah tiap skor butir. Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi. Item yang mempunyai korelasi. Item-item yang mempunyai korelasi dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,3 0,3 jadi jika korelasi antar butir dan skor butir kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas untuk masing – masing variabel dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah ini, perhitungan uji validitas dalam penelitian dibantu dengan menggunakan alat statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For Windows. dan hasil perhitungan disajikan dalam lampiran. Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X Pengawasan Fungsional
Pernyataan 1 Pernyataan 2 Pernyataan 3 Pernyataan 4 Pernyataan 5 Pernyataan 6
Corrected Item-Total Correlation 0,503 0,383 0,859 0,540 0,793 0,706
Angka Kritis 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3.
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Pernyataan 7 0,302 Pernyataan 8 0,815 Pernyataan 9 0,884 Pernyataan 10 0,805 Pernyataan 11 0,805 Pernyataan 12 0,677 Pernyataan 13 0,815 Pernyataan 14 0,848 Pernyataan 15 0,673 Pernyataan 16 0,792 Pernyataan 17 0,440 Pernyataan 18 0,750 Pernyataan 19 0,875 Pernyataan 20 0,803 Pernyataan 21 0,579 Pernyataan 22 0,652 Pernyataan 23 0,798 Pernyataan 24 0,721 Pernyataan 25 0,884 Pernyataan 26 0,747 Pernyataan 27 0,664 Pernyataan 28 0,798 Pernyataan 29 0,492 Pernyataan 30 0,677 (Sumber: Pengolahan Data)
0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3.
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Kesimpulan: Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel tersebut diatas yaitu variabel X (Pengawasan Fungsional) bahwa semua item lebih dari nilai kritis yaitu 0,3, jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan yaitu sebanyak 30 item adalah valid.
4.2.1.2 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel Y
Validitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana alat pengukur tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur untuk mencari nilai validitasnya dari sebuah item, maka digunakan korelasi skor item dengan total item-item tersebut.
Uji validitas terdiri dari 15 pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah). Untuk mengukur Validitas setiap butir digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan skor jumlah tiap skor butir. Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi. Item yang mempunyai korelasi. Item-item yang mempunyai korelasi dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,3 0,3 jadi jika korelasi antar butir dan skor butir kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas untuk masing – masing variabel dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah ini, perhitungan uji validitas dalam penelitian dibantu dengan menggunakan alat statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For Windows. dan hasil perhitungan disajikan dalam lampiran. Tabel 4.2 Hasil uji Validitas variabel Y Kinerja Pemerintah Daerah
Pernyataan 1 Pernyataan 2 Pernyataan 3 Pernyataan 4 Pernyataan 5 Pernyataan 6 Pernyataan 7 Pernyataan 8 Pernyataan 9 Pernyataan 10 Pernyataan 11
Corrected Item-Total Correlation 0,394 0,475 0,444 0,422 0,890 0,890 0,890 0,671 0,785 0,725 0,580
Angka Kritis 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3. 0,3.
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Pernyataan 12 0,611 Pernyataan 13 0,859 Pernyataan 14 0,859 Pernyataan 15 0,604 (Sumber: Pengolahan Data)
0,3. 0,3. 0,3. 0,3.
Valid Valid Valid Valid
Kesimpulan: Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel tersebut diatas yaitu variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) bahwa semua item lebih dari nilai kritis yaitu 0,3, jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan yaitu sebanyak 15 item adalah valid.
4.2.1.3 Hasil Pengujian Reliabilitas
Uji
reliabilitas
instrumen
digunakan
untuk
menunjukan
sampai
sejauhmana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih. Dalam uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini penulis menggunakan alat Bantu statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For Window yaitu dengan menggunakan rumus Cronbach’s alpha. Diperoleh hasil
pengujian variable X sebagai berikut : a. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pengawasan Fungsional) Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X Reliability Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.965
.969
30
Hasil dari statistik reliabilitas variabel X diperoleh cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6 yaitu 0,969 > 0,6 yang menyatakan bahwa instrument tersebut reliabel. b. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) Dengan menggunakan alat Bantu software SPSS 14.0 for window diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y Reliability Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .923
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.935
15
Hasil dari statistik reliabilitas variabel Y diperoleh cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6 yaitu 0,935 > 0,6 yang menyatakan bahwa instrument tersebut reliabel.
4.2.2
Analisis Data
4.2.2.1 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan dan perbandingan dengan literatur-literatur tinjauan pustaka yang ada, maka pengawasan fungsional yang dilakukan di Kantor Inspektorat Jawa Barat.
Berikut hasil dari kuesioner untuk Pengawasan Fungsional pada Kantor Inspektorat Jawa Barat. Frekuensi jawaban responden terhadap variabel X dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Hasil Analisis Deskriptif Jawaban Kuesioner Pengawasan Fungsional (Variabel X) Tabel 4.5.1 Pernyataan 1 Auditor semestinya memiliki keahlian dan pelatihan teknis untuk menjaga profesi
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
4
30.8
30.8
30.8
5.00
9
69.2
69.2
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 69.2%, setuju 30.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Keahlian dan Pelatihan sangat di butuhkan di Inspektorat Jawa Barat. Tabel 4.5.2 Pernyataan 2 Audit Inspektorat harus memiliki sifat idenpendensi idenpendensi dalam melakukan tugasnya
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Indepedensi harus dijalankan sesuai tugasnya.
Tabel 4.5.3 Pernyataan 3 Auditor harus menggunakan kemahiran profesinya dengan cermat dan seksama
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
4.00
7
53.8
53.8
53.8
5.00
6
46.2
46.2
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 46.2%, setuju 53.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Kecermatan Profesi harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Tabel 4.5.4 Pernyataan 4 Auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan tugasnya
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
6
46.2
46.2
46.2
5.00
7
53.8
53.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 53.8%, setuju 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa kerahasiaan informasi sangat berkaitan dengan tugasnya. Tabel 4.5.5 Pernyataan 5 Auditor perlu memperhatikan kebijakan dalam program kerja kegiatan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa program kerja pengawasan perlu dilaksanakan dalam instansi pemerintahan. Tabel 4.5.6 Pernyataan 6 Pengawasan fungsional dilakukan secara terus-menerus
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.00
2
15.4
15.4
15.4
4.00
8
61.5
61.5
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 61.5%, tidak setuju 15.4% Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa koordinasi pengawasan harus dilakukan secara terus menurus.
Tabel 4.5.7 Pernyataan 7 Auditor melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kendali mutu yang ditentukan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
8
61.5
61.5
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7% Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pekerjaan harus sesuai dengan standar kendari mutu yang ditentukan. Tabel 4.5.8 Pernyataan 8 Pekerjaan audit direncanakan dengan baik dan di supervise dengan semestinya
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
8
61.5
61.5
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa perencanaan dan supervisi sudah dijalankan sesuai ketentuan. Tabel 4.5.9 Pernyataan 9 Auditor perlu malaksanakan pengendalian intern untuk menentukan luas lingkup pengujian yang akan dilaksanakan
Frequency Valid
4.00
8
Percent 61.5
Valid Percent 61.5
Cumulative Percent 61.5
5.00
5
38.5
38.5
Total
13
100.0
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengendalian intern di inspektorat sudah dilaksanakan. Tabel 4.5.10 Pernyataan 10 Bukti audit semestinya relevan, kompeten dan dapat dipercaya sebagai dasar yang memadai untuk memdukung pendapat, kesimpulan dan rekomendasi
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
6
46.2
46.2
46.2
5.00
7
53.8
53.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 53.8%, setuju 46.2 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya terdapat temuan bukti audit sudah sangat relevan. Tabel 4.5.11 Pernyataan 11 Auditor melakukan pengujian atas ketaatan auditan terhadap peraturan perundangundangan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
6
46.2
46.2
46.2
5.00
7
53.8
53.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 53.8%, setuju 46.2 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa ketaatan dan peraturan perundang-undangan sudah sesuai dilaksanakan. Tabel 4.5.12 Pernyataan 12 Auditor melakukan pengujian atas kemungkinan kemungkinan adanya kekeliruan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
8
61.5
61.5
69.2
5.00
4
30.8
30.8
Total
13
100.0
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5 %, ragu-ragu ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian atas kemungkinan adanya kekeliruan cenderung sedikit kesalahannya. Tabel 4.5.13 Pernyataan 13 Auditor melakukan pengujian atas ketidak wajaran
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
8
61.5
61.5
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel . tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian atas ketidak wajaran sudah sesuai dengan pelaksanaanya. Tabel 4.5.14 Pernyataan 14 Auditor melakukan pengujian selama tidak melawan hukum
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.00
2
15.4
15.4
15.4
3.00
1
7.7
7.7
23.1
4.00
7
53.8
53.8
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 7.7%, tidak setuju 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian selama tidak melawan hukum sudah terlaksanakan. Tabel 4.5.15 Pernyataan 15 Auditor menunjukan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
4.00
7
53.8
53.8
53.8
5.00
6
46.2
46.2
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel . tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 46.2%, setuju 53.8 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor menunjukan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang sudah diterapkan di Inspektorat provinsi jawa barat. Tabel 4.5.16 Pernyataan 16 Audit menyatakan laporan keuangan telah disusun dengan standar akuntansi pemerintah
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
7
53.8
53.8
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa audit menyatakan laporan keuangan telah disusun dengan standar akuntansi pemerintah. Tabel 4.5.17 Pernyataan 17 Laporan keuangan menunjukan laporan audit secara konsisten
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
6
46.2
46.2
46.2
4.00
5
38.5
38.5
84.6
5.00
2
15.4
15.4
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 38.5 %, ragu-ragu 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan keuangan menunjukan laporan audit secara konsisten sangat minimum. Tabel 4.5.18 Pernyataan 18 Laporan audit harus berisi pengungkapan pengungkapan yang memadai
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
2
15.4
15.4
15.4
4.00
7
53.8
53.8
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit harus berisi pengungkapan yang memadai. Tabel 4.5.19 Pernyataan 19 Laporan audit sudah memuat penjelasan pernyataan pendapat atas pekerjaan dan tanggungjawab auditor
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
8
61.5
61.5
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5 %, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit sudah memuat penjelasan pernyataan pendapat atas pekerjaan dan tanggung jawab auditor. Tabel 4.5.20 Pernyataan 20 Laporan audit manajemen harus memuat temuan yang secara objektif
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.00
2
15.4
15.4
15.4
4.00
6
46.2
46.2
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 46.2%, tidak setuju 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Laporan audit manajemen harus memuat temuan yang secara objektif Tabel 4.5.21
Pernyataan 21 Laporan audit manajemen memuat temuan secara konstruktif
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
3
23.1
23.1
23.1
4.00
7
53.8
53.8
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 53.8%, ragu-ragu 23.1%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit manajemen memuat temuan secara konstruktif Tabel 4.5.22 Pernyataan 22 Laporan audit manajemen lebih mengutamakan usaha perbaikan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
9
69.2
69.2
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit manajemen lebih mengutamakan usaha perbaiakan. Tabel 4.5.23 Pernyataan 23 Laporan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar aparat pengawasan fungsional pemerintah
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
10
76.9
76.9
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar aparat pengawasan fungsional pemerintah.
Tabel 4.5.24 Pernyataan 24 Laporan audit dimuat secara tertulis setelah berakhirnya pelaksanaan audit
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit dimuat secara tertulis setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Tabel 4.5.25 Pernyataan 25 Laporan audit di distribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
8
61.5
61.5
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit di distribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. berlaku. Tabel 4.5.26 Pernyataan 26 Aparat pengawasan fungsional pemerintah merekomendasikan merekomendasikan terhadap temuan audit
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
8
61.5
61.5
61.5
5.00
5
38.5
38.5
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah merekomendasikan temuan audit
Tabel 4.5.27 Pernyataan 27 Aparat pengawasan fungsional pemerintah memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomandasi. Tabel 4.5.28 Pernyataan 28 Aparat pengawasan fungsional pemerintah melaporkan temuan audit beserta rekomendasi audit sebelum di tindak lanjuti
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
10
76.9
76.9
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah melaporkan temuan audit beserta rekomendasi sebelum di tindak lanjut. Tabel 4.5.29 Pernyataan 29 Temuan audit yang berindikasi adanya tindak melawan hukum dilaporkan kepada aparat terkait
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
9
69.2
69.2
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling
dominan, menunjukkan bahwa temuan audit yang berindikasi adanya tindak melawan hukum dilaporkan kepada aparat terkait. Tabel 4.5.30 Pernyataan 30 Aparat pengawasan fungsional pemerintah pemerintah membantu aparat hukum hukum terkait dalam upaya penindak lanjutan temuan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
8
61.5
61.5
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah membantu aparat hukum terkait dalam upaya penindakan lanjutan temuan.
Pengawasan Fungsional pada Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat dilaksankan dengan sangat memadai. Hal ini didasarkan pada perhitungan ratarata (mean) sebagai berikut : Tabel 4.6 Rata-rata (Mean)
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skor 148 111 111 144 124 128 133 119 147 121
11 12 13 Jumlah
121 120 138 1665
Sumber : Hasil Pengolahan Data Nilai mean (rata-rata) dari hasil perhitungan table 4.6 adalah M e =
M e =
∑ Xi n
1665 13
M e = 128
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari variabel ( X X ) adalah sebesar 128. Apabila nilai tersebut dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan (pada Bab III) maka nilai rata-rata X ) tersebut termasuk dalam kriteria “Sangat Memadai” yaitu antara 126variabel ( X
150 Hal tersebut mengambarkan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan fungsional di Inspektorat Jawa Barat, telah berjalan sebagaimana mestinya hanya tinggal meningkatkan pengawasan dalam setiap instansi pemerintah di wilayah Jawa Barat yang ada. Meskipun demikian, penulis telah menemukan beberapa kelemahan dari pengawasan fungsional di Inspektorat Jawa Barat, yaitu sesuai hasil kuesioner masih kurangnya penerapan prosedur/ perubahan reformasi yang telah diterapkan selama ini.
Oleh karena itu, solusi yang dapat penulis berikan adalah dengan cara meningkatkan pengawasan fungsional di instansi pemerintah wilayah Jawa Barat agar lebih berjalan dengan prosedur yang telah ditetapkan .
4.2.2.2 Analisis Kinerja Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan dan perbandingan dengan literatur-literatur tinjauan pustaka yang ada, maka kinerja pemerintah daerah yang dilakukan di Kantor Inspektorat Wilayah Jawa Barat. Sedangkan hasil dari kuesioner untuk Kinerja Pemerintah Daerah pada Kantor Inspektorat Wilayah Jawa Barat. Frekuensi jawaban responden terhadap variabel Y dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Jawaban Kuesioner Kinerja Pemerintah Daerah (Variabel Y) Tabel 4.7.1 Pernyataan 1 Realisasi atas pelaksanaan program kegiatan harus mengungkapan dana sesuai anggaran yang telah ditetapkan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
9
69.2
69.2
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa realisasi atas pelaksanaan program kegiatan harus mengungkapkan dana sesuai anggaran yang telah dite tapkan.
Tabel 4.7.2 Pernyataan 2 Sumber daya manusia dialokasikan sesuai dengan keahlian secara baik
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
2
15.4
15.4
15.4
4.00
9
69.2
69.2
84.6
5.00
2
15.4
15.4
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 69.2%, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa sumber daya manusia dialokasikan sesuai dengan keahlian secara baik. Tabel 4.7.3 Pernyataan 3 Alokasi sumber daya manusia sesuai dengan rencana strategi yang ditetapkan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
10
76.9
76.9
84.6
5.00
2
15.4
15.4
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 76.9%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa alokasi sumber daya manusia sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Tabel 4.7.4 Pernyataan 4 Penyediaan sarana dan prasarana dapat meningkatkan kinerja pemerintah yang memadai
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
2
15.4
15.4
15.4
4.00
8
61.5
61.5
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 61.5%, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling
dominan, menunjukkan bahwa penyediaan sarana meningkatkan kinerja pemerintah yang memadai.
dan
prasarana
dapat
Tabel 4.7.5 Pernyataan 5 Pengukuran kinerja dilakukan sesuai dengan kebijakan tujuan yang telah ditetapkan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
10
76.9
76.9
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan dengan sesuai dengan kebijakan tujuan yang telah ditetapkan. Tabel 4.7.6 Pernyataan 6 Rencana kegiatan telah dijabarkan ke dalam bentuk program kegiatan
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
10
76.9
76.9
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa rencana kegiatan telah dijabarkan ke dalam bentuk program kegiatan. Tabel 4.7.7 Pernyataan 7 Dalam laporan akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan format pelaporan yang berlaku
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
10
76.9
76.9
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa dalam laporan akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan format pelaporan yang berlaku.
Tabel 4.7.8 Pernyataan 8 Lokasi kegiatan dalam bentuk laporan harus dibuat secara rutin
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
9
69.2
69.2
76.9
5.00
3
23.1
23.1
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa lokasi kegiatan dalam bentuk laporan harus dibuat secara rutin. Tabel 4.7.9 Pernyataan 9 Waktu pelaporan harus dibuat secara berkala
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa waktu pelaporan harus dibuat secara berkala. Tabel 4.7.10 Pernyataan 10 Kinerja yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
7
53.8
53.8
53.8
5.00
6
46.2
46.2
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 46.2%, setuju 53.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa kinerja yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tabel 4.7.11 Pernyataan 11 Pengawasan fungsional yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kinerja pemerintah
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
6
46.2
46.2
46.2
5.00
7
53.8
53.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 53.8%, setuju 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengawasan fungsional yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kinerja pemerintah. Tabel 4.7.12 Pernyataan 12 Instansi pemerintah harus menyediakan fasilitas yang dapat meningkatkan kinerja
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
12
92.3
92.3
92.3
5.00
1
7.7
7.7
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 7.7%, setuju 92.3%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa instansi pemerintah harus menyediakan fasilitas yang dapat meningkatkan kinerja. Tabel 4.7.13 Pernyataan 13 Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan pelaksanaan program kerja
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan pelaksanaan program kerja. Tabel 4.7.14 Pernyataan 14 Pencapaian kinerja perlu diterapkan secara efisiensi
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.00
9
69.2
69.2
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pencapaian kinerja perlu diterapkan secara efesiensi. Tabel 4.7.15 Pernyataan 15 Pencapaian kinerja dapat melakukan perubahan-perubahan perubahan-perubahan secara efektif
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.00
1
7.7
7.7
7.7
4.00
8
61.5
61.5
69.2
5.00
4
30.8
30.8
100.0
Total
13
100.0
100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pencapaian kinerja dapat melakukan perubahan perubahan secara efektif.
Kinerja Pemerintah Daerah yang dilaksanakan pada Kantor Inspektorat Jawa Barat. telah dilaksanakan secara memadai. Hal ini didasarkan pada perhitungan rata-rata (mean) seperti yang tercantum dibawah ini: Tabel 4.8 Rata-rata (Mean) Rata-rata (Mean) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah
Skor 75 62 60 73 59 63 60 58 69 60 60 60 65 824
Sumber : Hasil Pengolahan Data Nilai mean (rata-rata) dari hasil perhitungan table 4.8 adalah
M e =
M e =
∑ Y i n 824 13
M e = 63
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka rata-rata dari Variabel Y adalah sebesar 63. Apabila dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan
(pada Bab III) maka nilai rata-rata dari Variabel Y tersebut termasuk dalam kriteria “Sangat Memadai” karena terletak diantara 63-75. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih terdapat kelemahan serta kekurangan dalam pelaksanaan kinerja Pemerintah Daerah Inspektorat Jawa Barat, tetapi pelaksanaan kinerja telah berjalan sebagaimana mestinya hanya tinggal memperbaiki kelemahan-kelemahan maupun kekurangan-kekurangan yang ada sehingga dapat menimbulkan pelaksanaan kinerja yang sangat baik dalam tubuh Inspektorat Jawa Barat. Meskipun demikian, penulis telah menemukan beberapa kelemahan dari pelaksanaan kinerja Pemerintah Daerah Inspektorat Jawa Barat, yaitu kurangnya suasana harmonis dan disiplin di suasana kerja pegawai/instansi pemerintahan. Oleh karena itu, solusi yang dapat penulis berikan adalah dengan cara menciptakan dan meningkatkan suasana harmonis dan disiplin di suasana kerja pegawai. Karena lingkungan kerja pegawai mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai/ instansi pemerintahan.
4.2.2.3
Analisis
Pengaruh
Pengawasan
Fungsional
terhadap
Kinerja
Pemerintah Daerah
Dalam hal ini analisis rank spearmen digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Pengawasan Fungsional (variabel X) dan Kinerja Pemerintah Daerah (variabel Y). Berikut ini adalah hasil analisis rank spearmen :
Tabel 4.9 Korelasi Variabel (Rank Sperman ) Correlations Kinerja
Spearman's rho
Pengawasan Pengawasan Fungsional Fungsional Correlation Coefficient Coefficient Sig. (2-tailed) N Kinerja Pemerintah Daerah
Pengawasan
Pemerintah
Fungsional
Daerah *
1.000
.835
.
.000
13
13
Correlation Coefficient Coefficient
.835
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
13
13
N
*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas hasil koefisien korelasi adalah 0,835 jika dibandingkan dengan kriteria koefisien korelasi yang di ambil dari teori yang penulis ungkapkan di bab 3. 3. Dimana, 0,835 berada pada kriteria 0.80 – 1,000 1,000 yang artinya memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat antara Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Dengan bantuan program Statistical Product & Service Solution (SPSS ) for windows versi 14.0, penulis menggunaka Rank Spearman untuk melakukan
pengujian hipotesis dengan hasil sebagai berikut: rshitung = 0,835 tingkat signifikansi
α
= 0,05. Uji dilakukan dua sisi ( two
tail), nilai rstabel = 0,544.
Karena nilai rshitung > rstabel atau 0,835 > 0,544 maka Ho ditolak sehingga terdapat pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah.
U tuk lebih
eyakinka bahwa kedua variabel tersebut berkorelasi atau
tidak, ma a dilakukan uji t dan dan hasilnya di bandingka dengan ni lai ttabel. A abila thitung > tta el maka Ho ditolak da apabila thitung < ttabel
aka Ha diterima.
Pengujian t a alah sebagai berikut :
t
5,0327
D ri hasil pe gujian, didapat nilai t α
itung 5,0327 dengan
tingkat signifikansi
= 0,05, maka dan dk = n – 2 (dk = = dera jat kebebasan)maka tt bel adalah ,201.
Sehingga thitung (5,0327) > ttabel (2,201) dan ini menunjukkan hi otesis alternatif Ha) diter ima. ( Ha
U tuk meng tahui besarnya peng ruh penga asan fun sional ter adap kinerja pemerintah d erah maka dihitung k efisien det rminasi ( d). Ada un nilai
oefisien determinasi yang dila ukan pad penelitia
adalah : KD
2
= r s X 10 % 2
= (0.835) X 100 % = 69.72 %
ini,
Dimana besarnya pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah adalah 69,72% dan sisanya sisa nya sebesar 30,28 % adalah faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis, seperti: Faktor kepuasan kerja Iis Iskandar (2008) dengan judul skripsi “Pengaruh Kepuasan Kerja
terhadap kinerja pemerintah daerah
Kabupaten Cianjur ”. Pada dasarnya
kepuasan kerja merupakan hal yang individu setiap individual akan memiliki kepuasan kerja yang berbeda-beda dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada masing-masing individu. di Negara lain yang sedang berkembang orang cenderung mengatakan gaji atau upah dan kesejahteraan hal ini faktor utama untuk timbulnya kepuasan kerja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Nitisemito (1996:170) adalah sebagi berikut : gaji yang cukup, memperhatikan
kebutuhan rohani, memberikan kepada mereka untuk maju, tempatkan karyawan pada posisi yang tepat, usahakan para pekerja mempunyai loyalitas. Kebutuhan yang diinginkan sehingga mereka akan lebih mencintai pekerjaannya dengan kepuasan yang diperolehnya dan mereka pun akan merasakan bahwa dirinya benar-benar diperhatikan, dengan demikian bahwa di antara pimpinan dengan pegawai saling mengerti dan demi tercapainya satu tujuan tertentu.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data serta pembahasan yang didasarkan dari identifikasi masalah yang penulis lakukan di Inspektorat Provinsi Jawa Barat, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengawasan Fungsional telah berjalan dengan sesuai aturan yang ditetapkan. Hal ini terlihat dari perolehan nilai mean sebesar 128 yang berada pada kategori sangat memadai. 2. Kinerja Pemerintah Daerah sudah diterapkan dengan sangat positif. Hal ini terlihat dari perolehan nilai mean sebesar 63 yang berada pada kategori. Dan didukung dengan adanya kemampuan yang dimiliki pegawai Inspekrorat. 3. Hasil pengolahan data dengan analisis rank spearmen, terdapat pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah, hal ini dapat terlihat dari hasil koefisien korelasi 69,72% sehingga didapat rshitung lebih besar dari rstabel yaitu 0,835 > 0,544 yang berarti Ho ditolak. Sedangkan thitung 5,032 > t tabel = 2,201 yang artinya H a diterima. Dapat diambil kesimpulan bahwa Koefisien kolerasinya sangat kuat terdapat pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. Besarnya pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah
adalah sebesar 69,72%. Dan sisanya sebesar 30,28% dipengaruhi oleh faktor yang lain seperti: faktor Kepuasan Kerja
5.2 Saran
Dari hasil penelitian dan berdasarkan studi kepustakaan yang penulis lakukan, maka penulis memberikan saran yang mungkin dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat : 1. Dalam melaksanakan pengawasan fungsional hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu perlu dilakukan monitoring agar bisa berjalan sesuai dengan program kerja yang sudah ditetapkan harus dipertahankan. 2. Mengevaluasi dan memotivasi atas koreksi dan rekomendasi terhadap objek yang diperiksa sehingga tujuan yang diharapkan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. 3. Pengawasan fungsional dalam koordinasi pengawasan harus dilakukan agar kinerja dapat berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 4. Dalam laporan keuangan yang dilakukan seorang audit audit secara umum dan konsisten harus secara objektif dan transparansi untuk pengambilan keputusan atau kebijakan. 5. Sumber daya manusia dalam kinerja pemerintah daerah harus di tingkatkan agar tujuan yang telah diterapkan dapat dilaksanakan secara efektif.
6. Pemerintah daerah harus meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana agar dapat meningkatkan kinerja di instansi pemerintahan. 7. Berkaitan dengan penelitian ini, diharapkan bagi peneliti selanjutnya jika ingin melakukan penelitian yang sama, maka seharusnya penulis harus secara spesifik dalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Abdul Halim, (2002), Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah , ed Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Bintang Susmanto (2009). Pengawasan fungsional. Remaja Rosdakarya, Bandung. Deddi Nordiawan (2008). Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta
Halim Abdul Et. All, (2000), Sistem Pengendalian Manajemen , Upp Amp ykpn, Yogyakarta
Mardiasmo, (2002), Akuntansi Sektor Publik , ed. Pertama, Cetakan Pertama, ANDI, Yogyakarta
Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia, Salemba Empat, Jakarta.
Revrisond Baswir. (2001), Akuntansi Pemerintahan Indonesia, Yogyakarta.
Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.
Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 14 for Windows, Alfabeta, Bandung.
Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.
Umar Husein, (2003), Evaluasi Kinerja Karyawan, Cetakan kedua, PT Sun, Jakarta
Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Keputusan Presiden No.74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggraan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(2002) Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 70 Tahun 2002 tentang Pedoman Operasional Audit Badan Pengawasan Daerah Propinsi Jawa Barat Daftar Materi Audit, 2003.
http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-kinerja
http://bandungvariety.wordpress.com/2008/10/15/ http://72legal.wordpress.com/2009/03/08 dap-kinerja.html
\
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Andhika Ardiansyah
Tempat Tanggal Lahir
: Tangerang 20 Juni 1986
Alamat
: Jl. Jambu III B11 No 9 RT 001/RW 08 Pondok
Makmur Kuta Baru Kec. Pasar Kemis Kab. Tangerang Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Nama Ayah
: Ade Ruhiat
Nama Ibu
: Eha Julaeha
Riwayat Pendidikan
1991 – 1992
: Tk Islam Al-Makmur
1992 – 1998
: SD Negeri II Karet
1998 – 2001
: SLTP Negeri 1 Mauk - Tangerang
2001 – 2004
: SMU Yuppentek Tangerang
2004 – 2010
: Universitas Pasundan