ISSN : 2303-0542 PENGARUH KEPEMIMPINAN, KOMITMEN ORGANISASI MELALUI MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS) DI KOTA LHOKSEUMAWE DAN ACEH UTARA
and significant effect towards employee performance, work motivation positively mediate between the relationship leadership and employee performance, and employee performance postively mediate between organizational commitment and performance.
Azhari
[email protected] STIE Bumi Persada Lhokseumawe, Aceh
Keywords :
Leadership, Organizational Commitment, Work Motivation, and Employee Performance.
ABSTRACT The research was done to analyse the employee performance at private higher institute in Lhokseumawe City and North Aceh by testing the hypothesized factors namely, leadership has impact towards work motivation, organizational commitment has impact towards work motivation, work motivation has impact towards performance, leadership has impact towards performance, organizational commitment has impact towards performance and modiate between the relationship and employee performance. Motivation also mediate between employee performance as well as organizational commitment to the private higher institute in Lhokseumawe City and North Aceh. Sample taken this research was employee at private university in Lhokseumawe City and North Aceh amounting up to 156 employees. Structural Equation Modeling (SEM) using Amos 20 software was used analyse data. The research showed that this model has relatively positive turn out. It can be concluded that leadership has positive and significant effect towards work motivation, organizational commitment has positive and significant effect towards work motivation, work motivation has positive and significant effect towards performance, leadership has positive and significant effect towards employee performance, organization commitment has positive
Latar Belakang Penelitian Dalam dunia pendidikan adanya model pengelolaan pendidikan berbasis industri. Pengelolaan model ini mensyaratkan adanya upaya pihak pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Penerapan manajemen mutu dalam pendidikan ini lebih populer dengan sebutan istilah Total Quality Education (TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM), pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan pada dunia pendidikan (Salis, 2010).
Konsep ini menekankan pada perbaikan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga tidak mengherankan, jika institusi pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi berlomba-lomba mengadopsi teori dan praktek manajemen mutu perusahaan untuk diterapkan di institusi pendidikannya, yang disahkan melalui sertifikasi yang diberikan oleh lembaga yang berwenang. Salah satu jenis sertifikasi yang banyak dikejar oleh 1
institusi pendidikan adalah sertifikasi dalam bentuk International Organization for Standardization (ISO) dengan berbagai variasinya. Sertifikasi ISO akan diberikan jika institusi pendidikan tersebut telah berhasil menerapkan standar mutu pendidikan secara konsisten sesuai dengan persyaratan ISO.
Perkembangan lembaga pendidikan tinggi swasta saat ini sangat menyakinkan masyarakat, calon mahasiswa, instansi pemerintah maupun swasta serta ada persaingan yang besar antara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah lama berdiri dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang baru berdiri. Maksudnya adalah perguruan tinggi yang lama berdiri rata-rata status program studinya telah terakreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), tenaga kerja dan fasilitasnya telah memadai serta sangat mendukung. Sedangkan perguruan tinggi yang baru berdiri status program studinya rata-rata dalam proses akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), tenaga kerja masih terbatas serta fasilitasnya masih sangat kurang memadai dan mendukung. Kondisi nyata dapat dilihat dari perkembangan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sedang bersaing untuk merebut kekuatan peminat dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat yang berkeinginan terhadap putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Dari pemaparan diatas, maka sangat menentukan dari pengelola pendidikan dan pendiri Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk melakukan gerakan perubahan baik dalam bentuk aspek peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) seperti studi lanjut
bagi dosen, staf akademik maupun dalam bentuk pengembangan sarana dan prasarana sehingga terlaksananya proses belajar mengajar secara profesional dan mandiri. Pengelola harus memperhatikan betapa pentingnya peningkatan mutu dan kualitasnya dalam meningkatkan kemampuan bagi pengelola perguruan tinggi, minimal pengelola Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berpendidikan Magister atau sumber daya manusia (SDM) yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan secara profesional dan sangat diperlukan juga untuk pengembangan tenaga kerja atau karyawan atau staf akademik yang sesuai dengan jenjang pendidikan dan keahlianya. Menurut Wibowo (2007), diantara faktorfaktor penting yang mempengaruhi dalam meningkatkan kinerja karyawan adalah kepemimpinan, motivasi dan komitmen organisasi. Sementara menurut Siagian (2002) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja diantaranya faktor gaji, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, dan komunikasi dalam bekerja. Armstrong (1998) menyebutkan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai adalah perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal. Sedangkan Mangkunegara (2006) dan Mahmudi (2005) menjelaskan bahwa faktor yang penting dalam mempengaruhi kinerja adalah faktor motivasi, kemampuan, organisasi dan kepemimpinannya. Sementara pendapat Sutrisno (2009), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor motivasi kerja, karena menurutnya selain faktor individu dan faktor
2
lingkungan adalah kinerja karyawan.
bagi
peningkatan
Kinerja karyawan merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan tersebut dalam pekerjaaannya menurut kriteria tertentu. Untuk meningkatkan kinerja karyawan maka faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah faktor kepemimpinan, komitmen organisasi dan motivasi kerja karyawan. Untuk terpenuhinya dari faktor yang tersebut diatas, maka yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kinerja karyawan adalah meningkatkan meningkatkan kualitas kerja karyawan, efesiensi kerja karyawan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu, menetapkan standar kualitas kerja karyawan, meningkatkan tingkat kreativitas kerja karyawan dan karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pokok permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 2. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap motivasi kerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 3. Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 4. Bagaimana pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 5. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 6. Apakah motivasi kerja memediasi hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? 7. Apakah motivasi kerja memediasi hubungan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ? Sedangkan tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. 2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap motivasi kerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. 3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. 4. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. 5. Mengetahui dan menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. 6. Mengetahui apakah motivasi kerja memediasi hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
3
7. Mengetahui apakah motivasi kerja memediasi hubungan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Tinjauan Teoritis Kinerja Karyawan Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material (Hadari Nawawi, 2005). Sementara menurut Fuad Mas’ud (2004) menyatakan kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu. Prawirosentono (2008) menyebutkan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Cokroaminoto (2007) pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Tugastugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Yukl (1998) memakai istilah proficiency yang mengandung arti yang lebih luas. Kinerja mencakup segi usaha, loyalitas, potensi, kepemimpinan, dan moral kerja. Profisiensi dilihat dari tiga segi, yaitu: perilaku-perilaku yang ditunjukan
seseorang dalam bekerja, hasil nyata atau outcomes yang dicapai pekerja, dan penilaian-penilaian pada faktor-faktor seperti motivasi, komitmen, inisiatif, potensi kepemimpinan dan moral kerja. Kepemimpinan Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Pemimpin merupakan salah satu intisari manajemen, sumber daya pokok dan titik central dari setiap aktivitas yang terjadi dalam perusahaan. Bagaimana dinamika seorang pemimpin dalam menjalankan wewenang kepemimpinannya akan sangat menentukan apakah tujuan perusahaan dapat dicapai atau tidak. Pemimpin yang dinamis dan kreatif maka organisasi yang dipimpinnya juga semakin dinamis dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan akan semakin banyak. Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pelaksanaan kepemimpinannya senderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilakunya. Pengertian pemimpin menurut Hasibuan (2005:169) adalah sebagai berikut : “Pemimpin (leader = head) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Siagian. P. (2006:43) pemimpin 4
adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasi, mengarahkan, dan mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Kemudian menurut Fandy dan Diana (2003 :152) kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Komitmen Organisasi Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. Sedangkan Steers dalam (Yuwalliatin, 2006) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap organisasinya. Robbins dan Judge (2008:100-101) komitmen organisasional adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Mengingat fokus penelitian ini pada faktor komitmen organisasi yang berkaitan antara kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja karyawan sesuai dengan referensi (Mowday, Steers dan Porter, (1979) dalam Fuad Mas’ud (2004), maka yang akan menjadi fokus sebagai indikatornya adalah loyalitas terhadap organisasi, kepedulian terhadap
organisasi, gembira memilih bekerja pada organisasi, kebanggaan menjadi bagian organisasi, menerima semua pekerjaan terhadap organisasi, kesetiaan terhadap organisasi, dan organisasi memberi inspirasi. Motivasi Kerja Menurut Merie dalam Nugroho (2003:94) motivasi secara umum didefinisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku dan pembelajaran motivasi sebenarnya merupakan pembelajaran tingkah laku. Sedangkan menurut Edwin dalam Nugroho (2003:94) memberikan definisi motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. Jadi motivasi secara keseluruhan dapat diartikan sebagai pemberi penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Hasibuan (2000: 142) juga menjelaskan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Menurut Robbins (2008:222-223) motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Tiga elemen utama dalam motivasi adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat 5
seorang berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Ketekunan merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya. Kerangka Konseptual
Gambar 1 Model Penelitian Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu, Yuki (2005). Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi kerja. Dalam hubungan kepemimpinan dengan motivasi kerja, lebih lanjut Ogbonna dan Harris (2000) menyebutkan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin
mampu memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat pegawai lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan organisasi dan hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis pertama yang diajukan, yaitu: H1 : Kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 2. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Penelitian Burton, et al (2002) menyatakan bahwa motivasi karyawan berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen yang diukur melalui tiga dimensi komitmen, yaitu affektif commitment, normatif commitment dan continuance commitment. Penelitian Buraidah (2011) menunjukkan bahwa bentuk motivasi kerja yang memberi pengaruh paling besar terhadap komitmen adalah tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, capaian, pengakuan, administrasi dan kebijakan sekolah, gaji, serta hubungan antar pribadi. Penelitian Devi (2009) menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara motivasi dengan komitmen organisasi atau sebaliknya. Selanjutnya dalam penelitian Winardi. dkk (2012) menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi diterima meskipun tidak signifikan. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis kedua yang diajukan, yaitu: H2 : Komitmen organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 3. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan 6
kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintergrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, Hasibuan (2006:95). Selanjutnya Pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki motivasi, Fuad Mas’ud (2004). Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis ketiga yang diajukan, yaitu: H3 : Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 4. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Kepemimpinan partisipatif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif ini menunjukkan bahwa semakin baik kepemimpinan yang dilakukan maka semakin meningkatnya kinerja pegawai. Dalam hal ini pegawai dapat bekerja sama dengan baik dengan atasan sehingga pegawai bisa mempertanggung jawabkan setiap pekerjaan yang diberikan dan dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang memuaskan (Yuliawan, 2012). Day & Lord (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan berperan besar dalam mencapai sasaran atau tujun suatu organisasi, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi atau kinerja. Reksohardiprojo & Handoko (1996) juga menyatakan bahwa kepemimpinan mempengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah kinerja organisasi. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis keempat yang diajukan, yaitu: H4 : Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
5. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Suliman (2002) mengemukakan bahwa komitmen organisasi memiliki korelasi signifikan positif dengan kinerja karyawan. Hasil penelitian Devi (2009) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif meskipun tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Suparman (2007) menyatakan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan Kartiningsih (2007) menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang searah antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis kelima yang diajukan, yaitu: H5 : Komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 6. Motivasi Kerja Memediasi Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Rahardjo (2012) menemukan bahwa kepemimpinan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi sedangkan kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja, kemudian motivasi secara efektif dapat memediasi kepemimpinan terhadap kinerja pegawai atau karyawan. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis keenam yang diajukan, yaitu: H6 : Motivasi kerja memediasi hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 7. Motivasi Memediasi Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Adriyanto. dkk (2010) menemukan bahwa bahwa komitmen 7
organisasional mempunyai peran mediasi dalam mempengaruhi hubungan antara kinerja pegawai, tetapi tidak untuk hubungan antara motivasi dan kinerja pegawai. Sedangkan Utami.dkk (2011) menemukan bahwa motivasi kerja terdapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sedangkan komitmen organisasional mampu memediasi variabel motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja masih diperlukan adanya peningkatan motivasi dan komitmen organisasi dengan memberikan stimuli kepada karyawan. Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis ketujuh yang diajukan, yaitu: H7 : Motivasi kerja memediasi hubungan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Metodelogi Penelitian Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian adalah pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Objek penelitian adalah karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang dipakai dalam suatu penelitian merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2011 : 80) dimana populasi dalam penelitian ini adalah karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara berjumlah 228 orang yang tersebar kedalam 10 (sepuluh) Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Sedangkan sampel merupakan bagian dari jumlah populasi yang memiliki karekteristik yang sama dari populasi tersebut (Sugiyono 2011 : 81). Ukuran sampel mempunyai peran penting dalam estimasi dan interpretasi hasil, sebagaimana dalam metode struktural lainnya ukuran sampel ini menjadi dasar dalam estimasi tingkat kesalahan sampling. Sejauh ini belum ada rumusan untuk menghitung besar sampel pemodelan SEM (Structural Equation Modeling). Melalui pertimbangan teori yang menyatakan bahwa ukuran sampel untuk analisis SEM disarankan antara 100 hingga 200 dan minimum absolutnya 50 (Hair dalam Ferdinand, 2002). Secara struktural juga dinyatakan bahwa ukuran sampel yang cukup adalah 100 sampai dengan 200. Jika terlalu besar akan menuai kesulitan dalam meraih Goodness of Fit. Disarankan bahwa ukuran sampel terbaik adalah 5 sampai dengan 10 observasi untuk setiap estimasi parameter (Ferdinand, 2002). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebesar 156 responden. Ukuran sampel ini masih berada dalam rentang ukuran sampel yang sebaiknya dipergunakan yakni 100-200 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling, yaitu tiap responden yang memenuhi kriteria tidak mempunyai kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih menjadi responden (Malhotra, 2007). Non probability sampling diharapkan mampu menghilangkan persoalan biaya dan pengembangan suatu kerangka sampling. Pemilihan unit sampel didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subyektif dan tidak pada penggunaan teori probalitis. Variabel Penelitian 8
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini merupakan variabel laten (konstruk) yang merupakan variabel yang dibentuk melalui varibel manifes atau indikator-indikator yang diamati. Konstruk dalam penelitian ini secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni: a. Konstruk Eksogen Yakni kepemimpinan (KP1) yang diukur dengan tujuh indikator atau variabel manifes dan komitmen organisasi (KO2) yang diukur dengan tujuh indikator atau variabel manifes. b. Konstruk Endogen Yaitu motivasi kerja (MK1) yang diukur dengan lima indikatornya dan kinerja karyawan (KK2) yang diukur dengan tujuh indikatornya.
4. Memberikan tugasnya merupakan pimpinan memberikan sebagian tugasnya kepada karyawan bawahannya sesuai dengan keahliannya. 5. Menghadapi masalah merupakan pimpinan harus lebih percaya diri pada kemampuan untuk menghadapi setiap masalah. 6. Mengambil keputusan merupakan pimpinan yang berhasil sangat ditentukan oleh keterampilan dan ketegasan dalam mengambil keputusan. 7. Memberikan motivasi berprestasi merupakan pimpinan sukses harus memberikan dorongan yang tinggi kepada karyawan agar berprestasi.
Definisi Operasional Variabel dan Indikator Adapun definisi dari operasional variabel yang dinyatakan dalam konstrukkonstruk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Komitmen organisasi (X2) merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Adapun persepsi komitmen organisasi dapat diukur berdasarkan indikator berikut: 1. Loyalitas terhadap organisasi merupakan sikap karyawan yang penuh loyalitas dalam bekerja di organisasi adalah kewajiban moral. 2. Kepedulian terhadap organisasi merupakan karyawan sangat penting kepeduliannya terhadap kemajuan pada organisasi. 3. Gembira memilih bekerja merupakan merasa gembira memilih organisasi untuk memutuskan bergabung dengan organisasi tempat bekerja. 4. Kebanggaan menjadi bagian organisasi merupakan karyawan merasa bangga kepada orang lain bahwa organisasi termpat bekerja adalah organisasi yang baik. 5. Menerima semua pekerjaan merupakan kesediaan karyawan
Kepemimpinan (X1) merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung untuk menggerakkan orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti keinginan dari perencanaan pimpinan untuk mencapai tujuannya. Adapun persepsi kepemimpinan dapat diukur berdasarkan indikator berikut: 1. Memberikan ide merupakan pimpinan dapat memberikan ide untuk karyawan mengenai pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. 2. Berpartisipasi merupakan pimpinan memiliki kemampuan berpartisipasi dengan baik terhadap karyawannya. 3. Memberikan pekerjaan merupakan pemimpin memberikan tugas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan karyawan.
9
dalam menerima semua tugasnya agar tetap bekerja dengan organisasi adalah penting. 6. Kesetiaan terhadap organisasi merupakan kesungguhan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggungjawab terhadap organisasi adalah penting. 7. Organisasi memberi inspirasi merupakan organisasi ini benar-benar dapat memberikan masukan yang baik untuk berprestasi. Motivasi kerja (Z1) merupakan sebagai pemberi penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai kepuasan. Adapun persepsi motivasi kerja dapat diukur berdasarkan indikator berikut: 1. Kesungguhan dan keseriusan adalah karyawan dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh sungguh-sungguh dan keseriusan. 2. Penuh Tanggungjawab adalah karyawan harus memiliki rasa penuh tanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaannya. 3. Keinginan akan berprestasi adalah karyawan mempunyai keinginan yang tinggi dalam memperoleh prestasi dari hasil pekerjaannya yang lebih baik. 4. Ketabahan dan kejujuran adalah karyawan harus memiliki ketabahan dan kejujuran dalam melaksanakan pekerjaanya. 5. Merasa khawatir adalah karyawan merasa khawatir jika menghadapi kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja Karyawan (Z2) merupakan hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu.
Adapun persepsi kinerja karyawan dapat diukur berdasarkan indikator berikut: 1. Kualitas kerja merupakan kualitas kerja karyawan jauh lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan adalah penting. 2. Efisiensi kerja merupakan efisiensi kerja karyawan melebihi rata-rata karyawan lain dalam mencapai hasil pekerjaannya. 3. Kemampuan kerja merupakan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya lebih bagus menggunakan akal sehat. 4. Ketetapan waktu merupakan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dan tugasnya harus selalu dengan tepat waktu. 5. Standar kualitas merupakan karyawan harus memenuhi standar kualitas kerja yang diharapkan. 6. Kreativitas kerja merupakan tingkat kreativitas kerja karyawan dalam melaksanakan pekerjaan utama harus sesuai dengan kemampuannya adalah baik. 7. Pengetahuan kerja merupakan pengetahuan kerja karyawan berkaitan dengan pekerjaan utama diperlukan adalah baik. Teknik Analisis Data SEM merupakan penggabungan antara dua konsep statistika, yaitu konsep analisis faktor yang masuk pada model pengukuran (measurement model) dan konsep regresi melalui model struktural (structural model). Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan SEM (Structural Equation Modeling) dengan program AMOS (Analysis of Moment Structure). Menurut Santoso (2011), SEM (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan10
hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknyan, ataupun hubungan antar konstruk. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Penelitian Deskriptif Variabel Kepemimpinan Deskriptif statistik jawaban responden variabel kepemimpinan adalah deskripsi mengenai jawaban responden tentang item-item pernyataan variabel kepemimimpinan. Salah satu teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTS. Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang dibuat berdasarkan 7 indikator yang diteliti. Dari hasil penelitian dapat diketahui jawaban responden menyatakan bahwa: rata-rata skor pada variabel kepemimpinan adalah sebesar 3,28. Deskriptif Variabel Komitmen Organisasi Deskriptif statistik jawaban responden variabel komitmen organisasi adalah deskripsi mengenai jawaban responden tentang item-item pernyataan variabel komitmen organisasi. Salah satu teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTS. Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang dibuat berdasarkan 7 indikator yang diteliti. Dari hasil penelitian dapat diketahui jawaban responden menyatakan bahwa: rata-rata
skor pada variabel komitmen organisasi adalah sebesar 3,31. Deskriptif Variabel Motivasi Kerja Deskriptif statistik jawaban responden tentang variabel motivasi kerja adalah deskriptif mengenai jawaban responden tentang item-item pertanyaan variabel motivasi kerja. Salah satu teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTS. Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang dibuat berdasarkan 5 indikator yang diteliti. Dari hasil penelitian dapat diketahui jawaban responden menyatakan bahwa: rata-rata skor pada variabel motivasi kerja adalah sebesar 3,28 Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan Deskriptif statistik jawaban responden variabel kinerja karyawan adalah diskripsi jawaban responden tentang item-item pertanyaan variabel kinerja karyawan. Salah satu teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTS. Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang dibuat berdasarkan 7 indikator yang diteliti. Dari hasil penelitian dapat diketahui jawaban responden menyatakan bahwa: rata-rata skor pada variabel kinerja karyawan adalah sebesar 3,31. Uji CFA Variabel Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi Uji Validitas Konstruk Eksogen
11
Berdasarkan hasil Confirmatory factor analysis bahwa factor loadings masing-masing butir pernyataan yang membetuk setiap construc > 0,60, sehingga butir-butir instrument setiap konstruk tersebut dapat dikatakan validitasnya baik. Tabel 1 Nilai Faktor Loading Indikator Konstruk Eksogen Indikator Variabel
KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 KP6 KP7
Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan <-Kepemimpinan Σ (Total)
KO1 KO2 KO3 KO4 KO5 KO6 KO7
Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi <-- Komitmen Organisasi Σ (Total)
Standard Loading s
Standard Loadings ²
1-Standard Loadings²
0,71
0,50
0,50
0,76
0,58
0,42
0,77
0,59
0,41
0,74
0,55
0,45
0,73
0,53
0,47
0,74
0,55
0,45
0,67
0,45
0,55
5,12
3,75
3,25
0,92
0,84
0,16
Valid
0,67
0,44
0,56
Valid
0,69
0,47
0,53
Valid
0,71
0,50
0,50
Valid
0,64
0,41
0,59
Valid
0,79
0,63
0,37
Valid
0,64
0,40
0,60
Valid
5,06
3,69
3,31
Kesimpulan
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Output Amos (2013) diolah kembali Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa keseluruhan nilai factor loading atau nilai standar loading dari semua indikator berada > 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator variabel eksogen yang terdiri dari kepemimpinan dan komitmen organisasi adalah valid. Uji Validitas Konstruk Endogen Tabel 2 Nilai Faktor Loading Indikator Konstruk Endogen
Indikator Variabel MK1 MK2 MK3 MK4 MK5
Motivasi Kerja <--Motivasi_Kerja <--Motivasi_Kerja <--Motivasi_Kerja <--Motivasi_Kerja <--Motivasi_Kerja Σ (Total)
Standard Loadings
Standard Loadings²
1-Standard Loadings²
0,75 0,71 0,69 0,77 0,75 3,67
0,57 0,50 0,48 0,59 0,57 2,71
0,43 0,50 0,52 0,41 0,43 2,29
Kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Output Amos (2013) diolah kembali Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat keseluruhan nilai factor loading atau standar loading (SL) dari semua indikator berada > 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator variabel endogen yaitu variabel motivasi kerja adalah valid. Tabel 3 Nilai Faktor Loading Indikator Konstruk Endogen Variabel Kinerja Karyawan Indikator Variabel
Standar d Loading s
Standard Loadings ²
1-Standard Loadings²
Kesimpulan
Kinerja Karyawan KK1
Kinerja <--- Karyawan
0,69
0,48
0,52
Valid
KK2
Kinerja <--- Karyawan
0,73
0,52
0,48
KK3
Kinerja <--- Karyawan
0,67
0,45
0,55
KK4
Kinerja <--- Karyawan
0,75
0,57
0,43
KK5
Kinerja <--- Karyawan
0,79
0,64
0,36
KK6
Kinerja <--- Karyawan
0,69
0,47
0,53
KK7
Kinerja <--- Karyawan
0,75
0,56
0,44
Σ (Total)
5,07
3,69
3,31
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Output Amos (2013) diolah kembali
Valid
Berdasarkan Tabel 3 diatas dapat dilihat keseluruhan nilai factor loading atau standar loading (SL) dari semua indikator berada > 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator variabel endogen yaitu variabel kinerja karyawan adalah valid. Uji Reliabilitas Konstruk Uji reliabilitas dilakukan dengan dua cara yaitu Contruct Reliability (CR) dan Average Variance Exstracted (VE). Dalam SEM uji CR dan VE diperoleh melalui rumus (Hair, dkk (1998).
Tabel 4 Kesimpulan Hasil Pengujian Construct Reliability No
1 2 3 4
Variabel
Nilai Cut Off
Nilai Perolehan
Kepemimpinan 0,70 0,88 Komitmen Organisasi 0,70 0,88 Motivasi Kerja 0,70 0,85 Kinerja Karyawan 0,70 0,88 Sumber : Output Amos (2013) diolah kembali
Kesimpulan
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa keseluruhan nilai Construct Reliability berada di atas atau lebih besar dari 0,70 dengan demikian keseluruhan konstruk dalam penelitian ini adalah reliabel. Tabel 5 Kesimpulan Hasil Pengujian Variance Extracted No 1 2 3 4
Variabel
Nilai Cut Off
Nilai Perolehan
Kepemimpinan 0,50 0,53 Komitmen Organisasi 0,50 0,52 Motivasi Kerja 0,50 0,54 Kinerja Karyawan 0,50 0,52 Sumber : Output Amos (2013) diolah kembali
Kesimpulan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa keseluruhan nilai variance extracted berada di atas atau lebih besar dari 0,50 dengan demikian keseluruhan konstruk dalam penelitian ini adalah reliabel.
Uji Kesesuian Model Uji kesesuaian model dilakukan melalui diagram alur dalam persmaan full model, yaitu uji yang dilakukan terhadap keseluruhan variabel baik eksogen maupun endogen yang telah digabungkan menjadi satu diagram (path) yang utuh melaui matrik varian atau kovarian dan model penuh itu disebut sebagai model penelitian. Uji full model dilakukan dalam dua tahap yaitu full model SEM sebelum modifikasi dan full model SEM setelah modifikasi.
Full Model Sebelum Modifikasi Uji full model SEM sebelum modifikasi bertujuan untuk melihat sejauhmana model dasar yang dibentuk dalam penelitian ini memenuhi kriteria goodness of fit sehingga model dapat menggambarkan fenomena penelitian tanpa adanya modifikasi. Model full SEM sebelum modifikasi ditampilkan dalam Gambar 1.
Gambar.2 Full Model Sebelum Modifikasi
Tabel 6 Kriteria Goodness of Fit Sebelum Modifikasi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kriteria Chi Square Goodness Of Fit Indeks (GFI) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Adjusted Goodness Fit Of Index (AGFI). Tucker Lewis Index (TLI) Comparative Fit Index (CFI) CMIN/DF P-Value
Nilai Diharapkan Diharapkan Kecil > 0,90 < 0,05 – 0,08 > 0,90 > 0,90 > 0,90 < 2,00 > 0,05
Nilai Hasil Sebelum Modifikasi 471.961 0,819 0,063 0,784 0,928 0,935 1,611 0,000
Kesimpulan Baik Marginal Baik Marginal Baik Baik Baik Poor
Sumber : Output Amos-20 (2013) diolah kembali
Full Model Setelah Modifikasi Oleh karena model penelitian belum begitu tepat atau belum begitu layak untuk membentuk model maka dilakukan modifikasi model dengan cara menghubungkan (korelasi) antar error pada setiap indikator yang disarankan oleh sistem. Gambar full model setelah modifikasi ditampilkan pada Gambar 2.
Sumber : Output Amos-20 (2013)
Tabel 7 Kriteria Goodness of Fit Setelah Modifikasi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kriteria Chi Square Goodness Of Fit Indeks (GFI) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Adjusted Goodness Fit Of Index (AGFI). Tucker Lewis Index (TLI) Comparative Fit Index (CFI) CMIN/DF P-Value
Diharapkan Kecil > 0,90 < 0,05 – 0,08
Nilai Hasil Setelah Modifikasi 318.637 0,863 0,027
> 0,90
0,833
Marginal
> 0,90 > 0,90 < 2,00 > 0,05
0,987 0,989 1,110 0,096
Baik Baik Baik Baik
Nilai Diharapkan
Kesimpulan Baik Marginal Baik
Sumber : Output Amos-20 (2013) diolah kembali Pengaruh Efek Mediasi (Intervening) Untuk melihat pengruh efek mediasi maka terlebih dahulu akan dilihat seberapa besar pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung serta pengaruh total variabel kepemimpinan dan komitmen organisasi melalui motivasi kerja terhadap kinerja karyawan ditampilkan dalam Tabel. 3 di bawah ini. Tabel 8. Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total Kepemimpinan Total Effect (Pengaruh Total) Motivasi Kerja 0,518 Kinerja Karyawan 0,698 Direct Total (Pengaruh Langsung) Motivasi Kerja 0,518 Kinerja Karyawan 0,459 Indirect Effect (Pengaruh Tidak Langsung) Motivasi Kerja 0.000 Kinerja Karyawan 0,239
Komitmen Organisasi
Motivasi Kerja
Kinerja Karyawan
0,609 0,582
0.000 0,461
0.000 0.000
0,609 0,301
0.000 0,461
0.000 0.000
0.000 0,281
0.000 0.000
0.000 0.000
Sumber: Output Amas-20 (diolah, 2013) Pembahasan Penelitian Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Hasil penelitian ini menemukan bahwa variabel kepemimpinan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, hal ini dapat dilihat dari nilai koefesien estimate regression weight standartdized sebesar 0,518 (51,8%) dan nilai signifikan sebesar
0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya aktivitas kepemimpinan bagi karyawan maka semakin meningkat pula motivasi kerja karyawan. Temuan dalam penelitian ini dapat memperkuat dan sejalan dengan penelitian Hasanuddin (2011) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara kepemimpinan terhadap motivasi kerja pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar, dan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ogbonna dan Harris (2000) menemukan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat pegawai lebih hati-hati dalam berusaha untuk mencapai target yang diharapkan dan hal tersebut berdampak pada kinerjanya. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja hal ini dapat dilihat dari nilai koefesien estimate regression weight standartdized sebesar 0,609 (60,9%) dan nilai probablitas atau signifikan sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel komitmen organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Temuan penelitian ini untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh Burton (2002) yang berkaitan tentang motivasi karyawan berpengaruh signifikan terhadap komitmen yang dapat diukur melalui tiga dimensi komitmen, yaitu affektif commitment, normatif commitment dan continuance commitment. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Buraidah (2011) menunjukkan bahwa motivasi kerja memberi pengaruh paling besar terhadap komitmen organisasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan Devi (2009) ada pengaruh positif antara motivasi dengan komitmen organisasi atau sebaliknya dan hal yang sama juga dilakukan penelitian sebelumnya Winardi (2012) menunjukkan
bahwa motivasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi.
positif
Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa variabel motivasi kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, hal ini dapat dilihat dari nilai koefesien estimate regression weight standartdized sebesar 0,461 atau (46,1%) dan nilai probablitas atau signifikansi sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semetara untuk memperkuat penelitian atau variabel motivasi kerja terhadap kinerja karyawan, Hasibuan (2006:95) menjelaskan bahwa pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintergrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Antoni (2006: 24) menyebutkan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurfaiyah & Damajanti (2012) menunjukkan bahwa semakin baik motivasi karyawan akan semakin meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa berpengaruh positif dan signifikan antara variabel motivasi kerja terhadap variabel kinerja karyawan. Pengaruh Kepemimpinan Kinerja Karyawan
Terhadap
Variabel kepemimpinan memiliki pengaruh langsung (direct) yang positif dan sigifikan terhadap kinerja karyawan, hal ini dapat dilihat dari nilai koefesien estimate regression weight standartdized sebesar 0,459 atau (45,9%) dan nilai probablitas atau signifikan sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menguatkan atau mendukung penelitian Day & Lord (1988) kepemimpinan berperan besar dalam mencapai sasaran atau tujuan suatu organisasi, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi atau kinerja. Sedangkan menurut Reksohardiprojo & Handoko (1996) bahwa kepemimpinan mempengaruhi banyak faktor salah satunya adalah faktor kinerja organisasi. sedangkan penelitian yang lain yang dilakukan Wibowo (2006) yang berkaitan dengan variabel kepemimpinan dengan varibel kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semetara itu penelitian yang dilakukan Supartha (2012) menemukan hasil penelitiannya bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Variabel komitmen organisasi secara langsung memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja, hal ini dapat dilihat dari nilai koefesien estimate regression weight standartdized sebesar 0,301 atau (30,1%) dan nilai probablitas atau signifikan sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari 0,05.
Dalam referensi Luthans (2006:249) komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Hasil penelitian ini sebagai penguatan atau mendukung peneltian sebelumnya, yaitu Sulaman (2002) dan Devi (2009) menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Analisis Efek Mediasi (Intervening) Model mediasi pertama sekali diperkenalkan oleh Baron dan Kenny (1986). Baron dan Kenny menjelaskan prosedur analisis variabel mediator secara sederhana melalui regresi. Intinya menurut Baron dan Kenny (1986) mensyaratkan bahwa sebuah variabel dapat dikatakan menjadi mediator jika hasilnya adalah: (1) Jalur-c : signifikan (2) Jalur-a : signifikan (3) Jalur-b : signifikan (4) Jalur-c’ : tidak signifikan. Untuk dinyatakan sebagai mediator, hubungan X ke Y pada persamaan ke 3 haruslah tidak signifikan (nol), atau disebut dengan complete mediation. Tapi jika persamaan 1 – 3 terpenuhi, namun persamaan 4 tidak, maka disebut dengan partial mediation. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan yang dimediasi oleh Motivasi Kerja Hasil pengujian efek mediasi (intervening) hubungan variabel Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan yang dimediasi oleh Variabel motivasi kerja diringkas dalam bentuk gambar 3, perhitungan nilai signifikansi jalur C’ dilakukan dengan
menggunakan software Sobel seperti yang terlihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Perhitungan Efek Mediasi Kepemimpinan-Motivasi Kerja-Kinerja Karyawan
M A=0,518 P=0,000 X1
C=0,459 P=0,000 C’=0,239 P=0,000 Gambar 3
B=0,461 Sementara itu, untuk menyelesaikan P=0,000 perhitungan yang berkaitan dengan Y
variabel kepemimpinan terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh motivasi kerja, dapat diselesaikan dengan Sobel Test calculator for the significance of mediation di bawah ini :
Gambar 4 Hasil Perhitungan Signifikansi dengan Software Sobel
Hasil perhitungan seperti pada Gambar 4 ditemukan koefesien jalur a, jalur b dan jalur c, serta jalur c’ adalah signifikan (seharusnya jalur c’ diharapkan tidak signifikan) maka dapat diambil kesimpulan bahwa koefesien jalur a, jalur b, dan jalur c memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh Baron and Kenny (1986), namun koefisen jalur c’ tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan karena koefesien jalaur c’ juga signifikan, seharusnya jalur c’ diharapkan tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan terjadi hubungan partial mediation atau dengan kata lain variabel motivasi kerja memediasi secara parsial (bukan
full/complete) mediasi antara kepemimpinan dengan kinerja karyawan.
Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dimediasi oleh Motivasi Kerja Hasil pengujian efek mediasi (intervening) hubungan variabel komitmen organisasi dengan kinerja karyawan yang dimediasi oleh variabel motivasi kerja diringkas dalam bentuk gambar 5, perhitungan nilai signifikansi jalur C’ dilakukan dengan menggunakan software Sobel seperti yang terlihat pada Gambar 5 di bawah ini. M A=-0,609 P=0,000 X2
C=-0,301 P=0,000
B=0,459 P=0,000 Y
C’=-0,281 P=0,000
Gambar 5 Analisis Efek Mediasi Variabel Motivasi Kerja-Kepemimpinan -Kinerja Karyawan
Hasil perhitungan seperti pada Gambar 6 ditemukan koefesien jalur a, jalur b dan jalur c, serta jalur c’ adalah signifikan (seharusnya jalur c’ diharapkan tidak signifikan) maka dapat diambil kesimpulan bahwa koefesien jalur a, jalur b, dan jalur c memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh Baron and Kenny (1986), namun koefisen jalur c’ tidak memenuhi kriteria yang dipersyaratkan karena koefesien jalaur c’ juga signifikan, seharusnya jalur c’ diharapkan tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan terjadi hubungan partial mediation atau dengan kata lain variabel motivasi kerja memediasi secara parsial (bukan full/complete) mediasi antara komitmen organisasi dengan kinerja. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui apakah penelitian ini menerima atau menolak hipotesis yang telah dibangun berikut ini akan disajikan kesimpulan dari hasil pengujian sesuai hipotesis.
Sementara itu, untuk menyelesaikan perhitungan yang berkaitan dengan variabel komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh variabel motivasi kerja, dapat diselesaikan dengan Sobel Test calculator for the significance of mediation Gambar 6 di bawah ini: Gambar 5.17 Hasil Perhitungan Signifikansi dengan Software Sobel
Tabel 9 Pengujian Hipotesis Pernyataan Hipotesis 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Karyawan pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Karyawan pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Motivasi kerja memediasi hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Motivasi kerja memediasi hubungan antara komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada PTS di Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara
Estimate Standardized
S.E.
C.R.
P
Kesimpulan Diterima
0,518
0,079
6,970
0,000
(Data Mendukung Model) Diterima
0,609
0,068
8,126
0,000
0,461
0,101
4,663
0,000
(Data Mendukung Model) Diterima (Data mendukung Model) Diterima
0,459
0,072
7,005
0,000
(Data Mendukung Model) Diterima
0,301
0,058
4,783
0,000
3,746
0,000
(Data Mendukung Model) Diterima
0,239
(Data mendukung Model)
Diterima 0,281
5,193
0,000 (Data mendukung Model
Sumber : Output Amos-20 Tahun 2013 (diolah kembali) Berdasarkan Tabel 9 hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keseluruhan pernyataan hipotesis yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada variabel kepemimpinan, komitmen organisasi terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan, serta variabel motivasi kerja terhadap variabel kinerja karyawan keseluruhan diterima karena nilai probability (P) jauh lebih kecil dari nilai signifikan 0,05. 2. Variabel motivasi kerja memediasi hubungan antara variabel kepemimpinan terhadap kinerja karyawan, dan variabel motivasi kerja memediasi hubungan antara variabel komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan, sehingga dapat ditemukan jawaban bahwa variabel kepemimpinan dan variabel komitmen organisasi juga diterima yaitu pada hipotesis ke 6 dan 7 karena nilai probability (P) jauh lebih kecil dari nilai signifikan 0,05.
KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kepemimpinan memiliki arah pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja, dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan sangat menentukan arah peningkatan dan keberhasilan yang berdampak pada motivasi kerja karyawan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 2. Komitmen organisasi memiliki arah pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja, dengan kata lain bahwa komitmen organisasi benarbenar dapat memberikan dampak terhadap peningkatan prestasi lembaga melalui motivasi kerja karyawan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 3. Motivasi kerja memiliki arah pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh untuk meningkatkan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) 4. Kepemimpinan memiliki arah pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan memberi dampak pada peningkatan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 5. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi berdampak pada pengaruh memberikan peningkatan kinerja karyawan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
6. Motivasi kerja memediasi secara parsial hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja karyawan, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa berpengaruh positif dan signifikan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 7. Motivasi kerja memediasi secara parsial hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpengaruh positif dan signifikan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Saran 1. Dalam penelitian ini dapat menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan dan komitmen organisasi memiliki arah pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan, dengan kata lain bahwa kepemimpinan dan komitmen organisasi berdampak pada peningkatan motivasi kerja dan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Untuk dapat terus mempertahankan motivasi kerja dan kinerja karyawan, maka pimpinan organisasi pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk terus meningkatkan dan juga memperbaiki pola ciri-ciri kepemimpinan yang ideal. 2. Dalam penelitian ini menemukan bahwa kesemua variabel memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Namun demikian dari beberapa variabel menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi yang merupakan sebagai variabel paling dominan pengaruhnya dan signifikan terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
3. Dalam penelitian ini ditemukan variabel motivasi kerja dapat memediasi secara parsial hubungan antara kepemimpinan dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu disarankan kepada pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam rangka meningkatkan motivasi dan kinerja karyawan supaya memfokuskan perhatian pada usahausaha yang mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan misalnya dengan melanjutkan pendidikan dan pelatihan, dengan pola kepemimpina yang baik, dengan memberikan kompensasi yang tepat waktu dan lain sebagainya. 4. Melalui penelitian ini diharapkan kepada karyawan dalam bekerja untuk lebih profesional yang sesuai dengan keahliannya agar hasil kerjanya lebih bermakna dan berhasil guna sebagaimana yang diharapkan oleh pengelola Perguruan Tinggi Swasta (PTS). 5. Melalui penelitian ini diharapkan kepada peneliti selanjutnya dalam menambah keilmuannya dan pengembangan referensinya, maka disarankan untuk menambahkan variabel lainnya atau menambahkan indikator sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukannya. Keterbatasan 1. Penelitian ini lebih mengacu pada landasan teoritis sebagaimana yang dipersyaratkan oleh program Structural Equation Modelling (SEM) untuk penguatan pengolahan data yang lebih tepat dan mengarah antara hasil penemuan dilapangan dengan landasan teoritis pada semua variabel dalam penelitian. 2. Penelitian ini masih banyak kekurangan dan belum memadai
sehubungan dengan kedudukan variabel motivasi sebagai variabel mediasi, karena keterbatasan waktu dan ketersediaan literatur dimaksud di perpustakaan maupun secara online. 3. Penelitian ini mengambil sampel hanya sepuluh Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan tidak semua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di ambil sebagai sampel, untuk lebih menariknya sebagai perbandingan sampel karyawan lebih tepat ditambahkan dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN). DAFTAR PUSTAKA Armstrong, M,1998, Performance Management,Clays,Ltd,St.Ivesple, England. Antoni
Feri, 2006, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Orientasi Tugas dan orientasi hubungan terhadap kerja dan dampaknya pada Prestasi Kerja Pegawai pengadaan tinggi tata usaha Negara Surabaya, Tesis Universitas 17 Agustus Surabaya.
Adriyanto. Y, Herry S, dan Astuti S.D, 2010, Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Dan Motivasi Terhadap Komitmen Organisasional Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Pegawai (Studi pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Kementrian Agama) BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 15, Nomor 1, Juni 2010, hlm. 17-2. Burton, J.P., T.W. Lee dan B.C. Holtom 2002) “The Influence of Motivation to Attend, Ability to Attend and Organizational Commitment on Different Types of
Absence Behavior”. Jurnal of Managerial Issues, Summer: 181197. Buraidah, 2011, Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Terhadap Komitmen Organisasi di Organisasi Pendidikan Islam X, Pascasarjana Psikologi, Universitas Gunadarma. Baron, R.M. & Kenny, D.A. 1986, The moderator-Moderator Variabel Distinction in Social Psychological Reseacrh: Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology. Cokroaminoto, 2007, “Membangun Kinerja (Memaknai Kinerja Karyawan),” Google/15012008/cokroaminoto.w ordpress.com/20070523/memaknai kinerja-karyawan. Day, D.V & Lord, R.G. 1988. Executive leadership and Organizational Performence : Suggestion for New Theory and Methodology, Journal Of Management, 14. pp 453-464. Devi, E. K. D. (2009), “Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Karyawan Outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang)”. Tesis, Universitas Diponegoro. Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BP UNDIP.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada. Cetakan ke 8. Ghozali, Imam, 2013, Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan program AMOS Ver.21.0 Semarang, Badan Penerbit Universitas Dipenegoro. Hasibuan, Malayu, S.P, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Penerbit, Bumi Aksara, Jakarta. Hasibuan, 2000. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Bumi Aksara. Jakarta. Hasibuan, Malayu S. P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hadari
Nawawi, 2005, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintaha, Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
Kartiningsih, 2007, “Analisa Pengaruh Budaya Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”. Tesis, Universitas Diponegoro. Semarang. Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta. Mas’ud, Fuad, 2004, Surve Diagnosis Organizational, Undip, Semarang
Mathis Robert L., Jackson John H., 2001. Human Resource Management (Terjemahan) Buku 1, Edisi Kesembilan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mangkunegara, AP, 2006. Evaluasi Kinerja SDM, Edisi Kedua, Refika Aditama, Bandung Mahmudi, 2005, “Manajemen Kinerja Sektor Publik”, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Musnadi, S, Ma’ruf, J.J dan Winardi, 2012, Pengaruh Budaya Organisasi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Karyawan Dinas Pengairan Provinsi Aceh), Jurnal Ilmu Manajemen Pascasarja Universitas Syiah Kuala, Vol. 1, No. 1. Mowday, R. T., R. M. Steers dan L. W. Porter, 1979, “The Measurement of Organizational Commitment”. Journal of Vocational Behavior, Vol.14: 224-247. Malhotra, N.K. 2007. Marketing Research: an Aplied th Orientation.5 edition, Pearson Education, New Jersey. Nurfaiyah dan Damajanti, Anita, 2012, Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan PT.Samwon Busana Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Semarang. Vol. 11, No. 2
Ogbonna, Emmanuel and Harris, Lloyd C, 2000, ”Leadership Style, Organizational Culture and Performance: Empirical Evidence From UK Companies,” International Journal of Human Resource Management 11:4 August, p.766-788. Prawirosentono, Suyadi, 2008, Akuntansi Kebijakan Kinerja Karyawan, BPFE, Yogyakarta. Reksohardiprojo & Handoko. 1996, Organisasi Perusahaan : Teori dan Prilaku, Yogyakarta : Penerbit BPFE. Robbins, S. P dan T. A. Judge, 2008, Perilaku Organisasi, Edisi 12, Jilid 1 dan 2, Terjemahan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Rahardjo, Sri, 2012, Pengaruh Kompetensi, Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Melalui Motivasi Pada Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kota Surakarta. Penerbit PPS Unmer Malang. Setiadi, J, Nugroho, 2003, Perilaku Konsumen; Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Cetakan Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Santoso, Singgih, 2011. Buku latihan SPSS, statistik parametrik, elex media komputinda, Jakarta. Santoso, Singgih, (2011), Strctural Equetion Modeling (SEM), Elex Media Media Komputindo, Jakarta.
Sallis, Edward, 2010, Total Quality Management in Education, London: Kogan Page Limited. Siagian Sondang P., 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Sugiyono, 2011, Statistik Untuk Penelitian, Alphabeta, Bandung. Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Kencana Prenada Media, Jakarta. Suparman, 2007, Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi pada Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukamara di Propinsi Kalimantan Tengah). Tesis, Universitas Diponegoro. Suliman, Abubakar MT, 2002, “Is it Really a Mediating Construct?”, Jurnal of Management Development, Vol. 21, No.3: 170183. Sitty
Yuwalliatin, 2006, “Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi, dan Komitmen Terhadap Kinerja Serta Pengaruhnya Terhadap Keunggulan Kompetitif Dosen Unissula Semarang”. EKOBIS Vol. 7 No. 2, Juni, h. 241-256.
Utami
HN. Musadieq AM dan Chandraningtyas I. 2011, Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Melalui Komitmen Organisasional (Studi pada karyawan PT. Kusuma Karya Persada yang outsourcing di PT. Sasa Inti Probolinggo), E.Journal, Fakultas Ilmu Adimistrasi Universitas Brawijaya. Wibowo, 2007, Manajemen Jakarta : Rajawali Pers.
Kinerja.
Wibowo, Felisia Dewi, 2006, Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan Dan Pengembangan Karir Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Kasus: PT. Bank Maspion Indonesia Cabang Semarang). Tesis. Universitas Diponegorong. Semarang. Yulk, Gary, 1998, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, Victor Jaya Abadi Prenhallindo. Yuliawan, A. K dan Supartha, I. W. Gede, 2012, Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Komitmen Organisasi, Kepuasan Kerja Dan Kinerja (Studi Pada Pegawai Di Lingkungan Sekretariat Daerah Kota Denpasar), E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Vol. 01. No.02.
PENGEMBANGAN COLORING ECONOMIC MODEL SUATU STRATEGI KEMITERAAN ANTARA SEKTOR KARET DAN KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGGERAK EKONOMI DALAM UPAYA MENGURANGI KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH Asnawi
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh,Aceh Yusra
[email protected] Fakultas Pertanian, Universitas Malikussaleh,Aceh Aiyub
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh,Aceh Amru
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh,Aceh
ABSTRACT The purpose of this research is a mapping of areas with potential for oil palm and rubber in the province of Aceh and the establishment of poverty alleviation models police in order to accelerate economic growth through coloring ekoconomics models, Application of Models in Economics Coloring government policy to tackle the problem of poverty in order to accelerate economic growth Aceh province. Research using a quantitative approach. Data analysis methods used in the study is descriptive statistics analysis. The results found that the province of Aceh has the potential of oil palm and rubber are very broad, but has not been used optimally. Rubber derived products still only be limited to the processing of raw rubber and kd timber, palm oil derivative products while still confined to the CPO and PKO. Keywords:
Coloring Models,
Economic Partnership
Strategy, Rubber and Oil ISSN : 2303-0542 Palm
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi (6,5%) ternyata tidak diberengi oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata, dimana angka kemiskinan dan pengangguran masih tetap tinggi di Indonesia. Indonesia bertekad untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tekad ini kemudian menjadi keinginan yang kuat untuk meninggalkan status sebagai negara berkembang dan beralih menjadi negara maju pada tahun 2025 seperti yang dituangkan dalam visi negara Indonesia. Untuk mewujudkan visi tersebut negara Indonesia pada tahun 2011 telah mempersiapkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang mengedepankan pendekatan not business as usual, melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur. MP3EI sebagai bagian yang integral dalam sistem perencanaan pembangunan nasional telah menetapkan kemajuan ekonomi melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu: (1) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia, yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua– Kepulauan Maluku; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung secara global (locally integrated, globally connected); (3) memperkuat kemampuan SDM dan
IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi. Provinsi Aceh yang termasuk dalam Koridor Ekonomi Sumatera memiliki 5 aktivitas ekonomi utama yaitu kelapa sawit, karet , batubara, perkapalan dan besi baja. Perkebunan kelapa sawit di Aceh memiliki areal yang sangat luas yang terdiri dari perkebunan rakyat : 142,233 Ha, perkebunan negara : 40,710 Ha, dan perkebunan swasta : 136,224 Ha, sementara hasil produksi kelapa sawit untuk di Aceh juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun misalnya tahun 2006 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat : 117,960 ton, produksi perkebunan negara : 149,100 ton, dan produksi perkebunan swasta : 498,356 ton, untuk tahun 2007 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat : 121,528 ton, produksi perkebunan negara : 149,100 ton, dan produksi perkebunan swasta : 498,382 ton status masih sementara,untuk tahun 2009 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat : 181,632 ton, produksi perkebunan negara : 67,936 ton, dan produksi perkebunan swasta : 233,327 ton ,untuk tahun 2010 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat : 185,265 ton, produksi perkebunan negara : 69,634 ton, dan produksi perkebunan swasta : 238,927 ton. Disamping perkebunan kelapa sawit Aceh juga memiliki areal perkebunan karet tergolong luas yaitu perkebunan rakyat : 65,613 ha, perkebunan negara: 21,290,ha, perkebunan swasta : 8,485 ha produksi karet untuk tahun 2006 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat : 55,107 ton, produksi perkebunan negara :21,355 ton, dan produksi perkebunan swasta :6,906 ton, untuk tahun 2007 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat :57,015 ton,untuk tahun 2008 terdiri dari :
produksi perkebunan rakyat :56,935 ton, tahun 2009 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat :50,875 ton, produksi perkebunan negara :20,991 ton, dan produksi perkebunan swasta :8,991 ton ,untuk tahun 2010 terdiri dari : produksi perkebunan rakyat :54,094 ton, produksi perkebunan negara : 22,681 ton, dan produksi perkebunan swasta :7,861 . Salah satu strategi yang dapat diaplikasikan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui model pewarnaan ekonomi (Coloring Economics Model) adalah konsep pengembangan ekonomi dengan melahirkan aktivitas ekonomi primer (first level activity economy) yang dapat memberi dampak kepada tumbuh dan berkembanganya aktivitas ekonomi sekunder (second level activity economy) dan aktivitas ekonomi tersier (third level activity economy). Kekuatan model ekonomi berada pada kemampuan mengkombinasi aktivitas ekonomi utama yang mampu melahirkan lebih banyak aktivitas ekonomi sekunder dan tersier. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari kajian ini adalah : 1. Pemetaan, terhadap daerahdaerah potensi kelapa sawit dan karet di Provinsi Aceh 2. Pembentukan model kebijakan pengentasan kemiskinan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui coloring economic models 3. Penerapan Coloring Economics Models dalam kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah kemiskinan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh
Teori dan Metodologi Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi dapat diklasifikasikan mengikuti perkembangan waktu. Perkembangan teori pertumbuhan ekonomi dapat dimulai dari mazhab historismus, yaitu Frederich List (1940) dalam Lincolin Arsyad (1999) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Selanjutnya, Bruno Hildebrand (1848) dalam Lincolin Arsyad (1999) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan didasarkan pada cara produksi ataupun cara konsumsi, tetapi pada cara distribusi yang digunakan. WW Rostow (1960) dalam Lincolin Arsyad (1999) mengemukakan proses perkembangan ekonomi dapat dibedakan ke dalam 5 tahap, yaitu (1) masyarakat tradisional; (2) prasyarat untuk tinggal landas; (3) tinggal landas; (4) menuju kedewasaan dan tahap ke (5) tahap konsumsi tinggi Teori pertumbuhan ekonomi mazhab klasik adalah yang dikemukakan oleh Adam Smith (1776) dalam Yunita Setyawati (2006) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang disebabkan oleh dua faktor, yaitu; (a) sumber daya alam yang tersedia, (b) kualitas sumber daya manusia dan (c) stok barang modal, sedangkan faktor
yang kedua adalah pertumbuhan penduduk.
faktor
Teori Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat komplek, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok untuk menjadi miskin. Bila dilihat dari sudut teori, kemiskinan ditimbulkan oleh kemiskinan natural, yaitu miskin tidak memiliki sumber daya alam. Miskin struktural adalah miskin yang diciptakan oleh struktural manajemen pengelolaan pemerintahan dalam pembangunan yang tidak tepat dan miskin warisan merupakan miskin keturunan, sejak dilahirkan sudah miskin (Oscar Lewis, Selo Sumarjan, 1977). John Friedman (1979) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi modal yang produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan dan peralatan) sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaaan, barangbarang, pengetahuan, ketrampilan yang memadai dan informasi yang berguna. Teori Kemitraan
Jejaring Kerja (kemitraan) atau sering disebut partnership, secara etimologis berasal dari kata partner. Partner dapat diartikan pasangan, jodoh, sekutu atau kompanyon. Sedangkan partnership diterjemahkan persekutuan atau perkongsian. Dengan demikian, kemitraan dapat dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk satu ikatan kerjasama di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik (Kemendiknas, 2010). Pendapat senada disampaikan Agung Sudjatmoko (2010) bahwa kemitraan bisnis merupakan kerjasama terpadu antara dua belah pihak atau lebih, secara serasi, sinergis, terpadu, sitematis dan memiliki tujuan untuk menyatukan potensi bisnis dalam mengahasilkan keuntungan yang optimal. Konsep Dasar Coloring Economic Model ModelColoring Economic Model (Model Pewarnaan Ekonomi) adalah konsep pengembangan ekonomi dengan menciptakan aktivitas ekonomi primer (economic activities first level) yang dapat memberi dampak kepada tumbuh dan berkembanganya aktivitasekonomi sekunder (economic activities second level) dan aktivitas ekonomi tertier (economic activities third level). (Aiyub; 2013). Definisi lain dari model pewarnaan ekonomi
menurut Aiyub (2013) adalah suatu model ekonomi unntuk melahirkan kegiatan ekonomi dengan memanfaatkan efek dari kegiatan ekonomi utama, atau juga dapat definisikan suatu model ekonomi yang bertujuan melahirkan kegiatan ekonomi yang beragam dengan memanfaatkan efek dari kegiatan ekonomi utama Coloring Economic Model dibangun berdasarkan teori warna, dimana dengan menganalogikan teknik pewarnaan dalam teori warna, bahwa warna yang ada di dunia saat ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kaktori warna yaitu warna primer, sekunder, tertier dan netral (Brewster, 1831). Ratusan warna yang ada saat ini merupakan hasil dari efek pencampuran tiga warna primer yaitu merah, biru dan kuning yang melahirkan warna sekunder seperti warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijauadalah campuran biru dan kuning, dan ungu adalah campuran merah dan biru serta warnawarna lainnya, kemudian hasil pencampuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder akan melahir warna tertier misalnya warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna kuning dan jingga. Untuk mendapatkan kualitas warna yang sesuai maka diperlukan teknik pencampuran yang terukur dan berstandar. Metodologi Untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu menemukan model penggerak ekonomi melalui coloring economic models sector karet dan kelapa sawit sebagai penggerak ekonomi dalam upaya mengurangi kemiskinan di provinsi Aceh, digunakan tahapan sebagai berikut: (1)Kajian
literatur adalah kegiatan studi kepustakaan yang dilakukan untuk mengumpulkan berbagai bahan-bahan bacaan baik yang bersumber dari buku teks, jurnal, hasil penelitian sebelumnya yang telah dipublikasikan melalui media cetak maupun media elektronik seperti jurnal ilmiah, opini, berita dan publikasi media cetak, seperti Koran, majalah, bulletin dan sebagainya. (2)Analisis studi literature, Langkah kedua adalah analisis kajian/studi literature. Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap bahan referensi yang telah didapatkan kemudian dibuat susunan secara sistimatis sesuai dengan urutan suatu tulisan ilmiah. 1. Melakukan pengamatan atau survey Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan fenomena dilapangan dengan memperhatikan langsung keadaan di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena dapat menemukan data atau fenomena awal terhadap isu coloring economic models 2. Pengumpulan data sekunder Kegiatan ini adalah kegiatan mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan data potensi, data pabrikan di lokasi penelitian. 3. Menemukan model penelitian Tahap ini, dimana semua data yang didapatkan baik referensi secara teks book dan jurnal serta data primer dan data sekunder dikumpulkan, dianalisis dan disusun menjadi suatu susunan yang sistimatis dan model serta instrument penelitian dibentuk pada tahap ini. 4. Membuat Laporan Tahun Pertama Tahap ini adalah membuat laporan akhir yang sistimatis sesuai dengan prosedur berdasarkan panduan yang telah ditentukan. Tahapan Pembentukan Kemitraan dan CEM
Model
1. Pemetaan potensi karet dan kelapa sawit di daerah kajian Pemetaan potensi karet dan kelapa sawit adalah kegiatan pendataan secara sistematis yang dimulai dengan proses pengumpulan, pencatatan, analisis data dan laporan berupa peta atau gambaran yang terperinci tentang potensi karet dan sawit yang ada provinsi Aceh. 2. Identifikasi aktivitas produksi karet dan kelapa sawit Tahapan ini, melihat fabrik-pabrik pengolahan karet dan kelapa sawit yang telah tersedia di kabupatenkabupaten dalam wilayah pemerintahan Provinsi Aceh 3. Mengkombinasi aktivitas produksi karet dan sawit Kegiatan ini adalah kegiatan mengkombinasikan atau mengawinkan diantara aktivitas atau kegiatan ekonomi utama untuk menghasilkan beberapa aktivitas ekonomi pada level berikutnya. 4. Menetapkan aktivitas ekonomi level 2 sebagai akibat dari kombinasi ekonomi level pertama Pada tahap ini, memilih atau menetapkan aktivitas ekonomi level kedua, yaitu aktivitas ekonomi yang dapat dihasilkan oleh kombinasi atau keberadaan aktivitas ekonomi utama. Menetapkan aktivitas ekonomi level ke 3 dan setrusnya sebagai akibat dari
kombinasi aktivitas ekonomi level 1 dan level 2 dan seterusnya. Pada tahap ini, memilih atau menetapkan aktivitas ekonomi level ketiga, yaitu aktivitas
ekonomi yang dapat dihasilkan oleh kombinasi atau keberadaan aktivitas ekonomi utama (level 1) dengan aktivitas ekonomi level 2.
Gambar 1 : Coloring Economic Model
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Luas Lahan, Produksi Karet dan Sawit Luas lahan produksi komoditi karet keseluruhan di Aceh sebesar 75.355 hektar dengan produksikeseluruhan sebesar 57.381 ton. Luas lahan komoditi karet di kabupaten Aceh Barat sebesar 14.223 hektar, dengan produsi karet dari perkebunan besar 1.037 ton. Aceh Barat Daya dengan luas lahan adalah sebesar 226 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat sebesar 139 ton.Kabupaten Aceh Besar dengan luas lahan 10 hektar dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 6 ton.Kabupaten Aceh Jaya dengan luas lahan sebesar 6.721 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat 5.023 ton.Kabupaten Aceh Selatan dengan luas lahan, sebesar 727 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 266 ton. Kabupaten Aceh Singkil dengan luas lahan, sebesar 7.114 hektar, dengan nilai produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 2.363 ton. Kabupaten Aceh Tamiang dengan luas lahan karet, sebesar 11.709 hektar, dengan produksi dari perkebunan besar, sebesar 1.299 hektar dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 11,890 ton. Kabupaten Aceh Aceh Tenggara dengan luas lahan sebesar 1.906 hektar, dengan dari perkebunan rakyat, sebesar 1.394 ton. Kabupaten Aceh Timur dengan luas lahan, sebesar 15.347 hektar, dengan hasil produksi dari perkebunan besar, sebesar 4.666 ton dan dari perkebunan rakyat sebesar 9.528 ton. Kabupaten Aceh Utara dengan luas lahan karet, sebesar 6.923 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 3.728 ton. Kabupaten Bireuen dengan luas
lahan, sebesar 2.558 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 585 ton. Kabupaten Nagan Raya dengan luas lahan, sebesar 6.507 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 3.923 ton.Kabupaten Aceh Pidie dengan luas lahan, sebesar 8 hektar, jumlah produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 4 ton. Kabupaten Simeulue dengan luas lahan karet, sebesar 599 hektar, sedangkan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 288 ton. Kota Langsa dengan luas lahan, sebesar 680 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 880 ton. Kota Lhokseumawe dengan luas lahan, sebesar 97 hektar, dengan jumlah produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 5 ton. Selanjutnya, Luas lahan produksi komoditi Sawit keseluruhan di Aceh sebesar 129.169 hektar dengan produksi keseluruhan sebesar 1.070.157 ton. Adapun luas lahan dan produksi karet di provinsi Aceh. Sedangkan Tabel V-2 juga menunjukan luas lahan dan produksi sawit berdasarkan kabupaten/kota, yaitu ; Kabupaten Aceh Barat dengan luas lahan, sebesar 4.978 hektar, sedangkan produksi dari perkebunan besar, sebesar 75.435 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 13.518 ton. Kabupaten Aceh Barat Daya dengan luas lahan, sebesar 2.873 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 574 ton.Kabupaten Aceh Besar dengan luas lahan sebesar 1.200 hektar, dengan jumlah produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 23 ton.Kabupaten Aceh Jaya, dengan luas lahan, sebesar 6,519 hektar, sedangkan jumalah produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 19.803 ton. Kabupaten Aceh Selatan dengan luas lahan, sebesar 5.848 hektar, sedangkan produksi dari perkebunan besar, sebesar 2.538 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 8200 ton. Kabupaten Aceh Singkil dengan
luas lahan, sebesar 19.318 hektar, dengan produksi dari perkebunan besar, sebesar 72.812 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 152.754 ton. Kabupaten Aceh Tamiang dengan luas lahan kelapa Sawit, sebesar 19.611 hektar, dengan produksi dari perkebunan besar, sebesar 90.732 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 131.692 ton.Kabupaten Aceh Tenggara dengan luas lahan sebesar 1.921 hektar dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 6.340 ton. Kabupaten Aceh Timur dengan luas lahan, sebesar 16.573 hektar, sedangkan jumlah produksi dari perkebunan besar, sebesar 36.651 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 30.491 ton. Kabupaten Aceh Utara dengan luas lahan perkebunan sawit, sebesar 16.089 hektar. Produksi sawit dari perkebunan besar, sebesar 20.977 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 158.619 ton Kabupaten Bener Meriah, dengan luas lahan sawit, sebesar 52 hektar dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 293 ton. Kabupaten Bireuen dengan luas lahan, sebesar 4.372 hektar dan produksi dari perkebunan besar, sebesar 1.539 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 36.328 ton. Kabupaten Nagan Raya dengan luas lahan sawit, sebesar 27.434 hektar.Produksi dari perkebunan besar, sebesar 64.074 ton dan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 43.983 ton.Kabupaten Aceh Pidie dengan luas lahan sawit, sebesar 55 hektar dan produksi sawit dari perkebunan rakyat, sebesar 2 hektar. Kabupaten Aceh Pidie Jaya, dengan luas lahan sawit, sebesar 56 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 2 ton.Kabupaten Simeulue dengan luas lahan sawit, sebesar 1.688 hektar, dengan produksi dari perkebunan rakyat sebesar 1 ton.Kota langsa dengan
luas lahan sawit sebesar 375 hektar dengan produksi dari perkebunan rakyat sebesar 1on 400 ton.Kota Lhokseumawe dengan luas lahan sawit, sebesar 207 hektar dengan jumlah produksi dari perkebunan rakyat, sebesar 688 ton. Produk Turunan Karet dan Sawit Produk turunan komoditi karet yang ada di Provinsi Aceh, hanya dua jenis, yaitu Ribbon Snoket Shet yang diproduksi di kabupaten Aceh Barat, sedangkan KD Timer di produksi di kabupaten Aceh Timur. Selanjutnya, produk turunan dari kelapa sawit, empat jenis, yaitu CPO, inti Sawit, Palm Oil Plantation dan Palm Oil Mill. CPO diproduksi di kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Bireuen, Nagan Raya dan Simeulue. Produk Inti Sawit diproduksi di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Tamiang. Palm Oil Plantation di produksi di kabupaten Nagan Raya. Sedangkan Palm Oil Mill di produksi di kabupaten Nagan Raya dan Kota Langsa. Ketersediaan Sarana Produksi Karet dan Sawit Sarana produksi/pengolahan karet terdapat di kabupaten Aceh Barat, yaitu pabrik pengolahan karet PT. Kalista Alam, dengan memproduksi Ribbon Snoket Shet yang berkapasitas 1.650 ton dan Pabrik Pengolahan Karet PT. Panto Teuku Abadi juga yang berkapasitas produksi 1.650 ton. Sedangkan Pabrik Pengolahan Karet PT. Indo Sari Wood Industri yang memproduksi KD (Timber) terdapat di kabupaten Aceh Timur. Sarana/pengolahan produksi kelapa sawit di Aceh Barat, yaitu Pabrik pengolahan Sawit PT. Mapoli Raya, dengan produksi CPO dan inti sawit, yang berkapasitas produksi 60 ton perjam. Kemudian di kabupaten Aceh Barat juga terdapat sarana
produksi CPO dengan kapasitas produksi 22.455 ton dan Inti Sawit dengan kapasitas produksi 24.000 ton dari pabrik pengolahan sawit PT. Karya Tanah. Selanjutnya, di kabupaten Aceh Barat terdapat industry pengolahan sawit, yang memproduksi CPO dan Inti Sawit, yaitu pabrik pengolahan sawit PT. Panto Teuku Abadi, dengan kapasitas produksi CPO sebesar 27.000 ton dan inti sawit dengan kapasitas, sebesar 6.300 ton. Di Kabupaten Aceh Barat Daya terdapat industri pengolahan sawit PT. Cemerlang Abadi yang memproduksi CPO dengan kapasitas produksi, sebesar 1.485 ton. Kabupaten Aceh Besar didapati industri pengolahan sawit PT. Sarah Raya Kertaharja yang memproduksi CPO dengan kapasitas, sebesar 126.000 per tahun. Kabupaten Aceh Singkil terdapat pabrik pengolahan sawit PT. Nafasindo yang memproduksi CPO. Kabupaten Aceh Tamiang tersedia sarana produksi sawit, yaitu indusrti pengolahan sawit PT. Parasawita, Seruway yang memproduksi CPO dengan kapasitas, sebesar 17.045 ton per tahun dan inti sawit, sebesar 2.224 ton per tahun. Selanjutnya, pabrik pengolahan sawit PT. Wirya Perca yang memproduksi CPO dengan kapasitas produksi, sebesar 25.950 ton per tahun.Kemudian di kabupaten Aceh Timur juga terdapat pabrik pengolahan sawit PT. Perkasa Subur Sakti, yang memproduksi CPO dengan kapasitas produksi, sebesar 30.000 ton per tahun.Di Kabupaten Bireuen terdapat pabrik industry pengolahan sawit PT. Syaukat Cot Jabet yang memproduksi CPO, dengan kapasitas produksi 30 ton per jam. Kabupaten Nagan Raya terdapat pabrik industry pengolahan sawit PT. Kalista Alam yang memproduksi CPO dengan kapasitas produksi TBS, sebesa 30 ton
perjam. Kemudian juga di kabupaten Nagan Raya terdapat industry pengolahan sawit PT. Alam Fazar Baizuri Brothers yang memproduksi palm oil plantation & Mill dengan kapasitas produksi 30 ton per jam. Kabupaten Simeulue terdapat pabrik industry pengolahan sawit PT. Geurute Simeulue Kurnia Permai yang memproduksi CPO dengan kapasitas produksi 41.976 ton per tahun dan Kota Langsa terdapat industy pengolahan sawit PT. Tolan Tiga Indonesia yang memproduksi Palm Oil Mill. Produk Turunan Karet di Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di provinsi Aceh ditemukan produk turunan kelapa sawit masih sangat terbatas. Karet lembaran asap bergaris (bahasa Inggris: Ribbed Smoked Sheet (RSS)) adalah salah satu jenis produk olahan yang berasal dari lateks/getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang diolah secara teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten. Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubahlateks kebun menjadi lembaranlembaran (sheet) melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan serta pengasapan. Beberapa faktor penting yang memengaruhi mutu akhir pada pengolahan RSS diantaranya adalah pembekuan ataukoagulasi lateks, pengasapan dan pengeringan. Karet lembaran asap bergaris digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bankendaraan bermotor, khususnya jenis ban radial.
Gambar 2: Ribbon Smoket Sheet Produk Turunan Sawit di Lokasi Penelitian : a. CPO (Crude Palm Oil) b. PKO (Palm Kernel Oil) c. Palm Oil Plantation & Mill d. POM (Palm Oil & Mill) atau minyak sawit menggiling Pembahasan Strategi Kemitraan Dalam rangka menjaga kontinuitas produksi kelapa sawit dan juga komoditi karet, maka kedua sektor ini dapat menjalankan strategi kemitraan. Strategi kemitraan menjadi sangat penting bagi kedua sektor ini untuk dapat menciptakan produk yang berkualitas dan berdaya saing. Pola dari strategi kemitraan yang dapat diterapkan dalam rangka menunjang konsep Coloring Economics Model dapat diformulasikan seperti dalam Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3 : Model Kemitraan Sektor Karet dan Kelapa Sawit
Kenapa kedua sektor ini harus bermitra? 1. Lingkungan yang senantiasa berubah: peubahan teknologi, komunikasi dan sebagainya 2. Tantangan pencapaian kualitas produk yang tinggi 3. Persaingan dan kemajuan yang tinggi dari pengusaha-pengusaha diluar area 4. Tantangan dari berbagai institusi global, Asean, Afta dan lain-lain 5. Keberagaman pekerja dan kelangkaan pekerja skill Tantangan dan keberadaan poin-poin di atas dengan bermitra dapat di hadapi bersama-sama. Komponen kemitraan yang dapat di jalankan antara sektor sawit dan sektor karet terdiri dari : 1. Kerjasama dalam bidang sumber daya Kerjasama dalam bidang sumber daya dapat terdiri dari penggunaan sumber daya seperti mesin, sarana dan prasarana kerja bersama dan juga kerjasama dalam penyiapan sumber daya manusia, misalnya dalam menyiapkan tenaga kerja yang skill, melalui model rekruetmen dan seleksi bersama, program pelatihan dan
pendidikan bersama, meyiapkan materi atau atau modul pelatihan bersama, merencanakan metode pendidikan maupun pelatihan secara bersama, pertukaran tenaga kerja skill dalam bidang tertentu. 2. Kerjasama dalam menyiapkan program-program atau pertukaran program. Kerjasama ini mencakup kerja sama dalam menyusun program tertentu, misalnya program pengembangan organisasi, program pengembangan produk, program ekspansi dan rintisan pasar baru. 3. Kerjasama dalam bidang manajemen Kerjasama dalam bidang manajemen dapat berupa kerja sama dalam meningkatkan pengelolaan organisasi menuju organisasi yang berdaya saing dengan sistem manajemen yang tinggi, mencapai organisasi governance dan akuntabel untuk menciptakan organisasi atau perusahaan yang sehat. Dalam rangka melaksanakan program kemitraan yang saling menguntungkan dengan konsep maju bersama, maka kedua unit usaha ini harus melalui langkahlangka sebegai berikut: 1. Menyepakati apa yang ingin dicapai dari kerjasama tersebut 2. Menenetukan apa yang dapat diberi dan diterima oleh kedua unit usaha tersebut 3. Menetapkan unit usaha mana yang menjadi pembina dan yang dibina atau hubungan yang sejajar 4. Menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas antara pembina dan yang dibina 5. Memastikan program kerjasama dapat berjalan dengan baik sehingga mampu memberi manfaat bagi kemajuan dan kemandirian unit usaha masing-masing.
Tahapan Penerapan Coloring Economic Models Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa model CEM adalah model interaksi dari dua aktivitas ekonomi atau produksi untuk mengasilkan aktivitas ekonomi yang ketiga (level 2). Model interaksi (hubungan silang) antara aktivitas A dan B dapat diartikan bahwa produk akhir dari aktivitas ekonomi A dan B menjadi bahan utama untuk melahirkan produk akhir dari aktivitas ekonomi C. Dalam konsep CEM, interaksi juga dapat diartikan sebagai “keberadaan” suatu aktivitas ekonomi atau produksi dapat memantulkan efek multiplayer untuk melahirkan aktivitas ekonomi lainnya tanpa interaksi langsung dengan aktivitas ekonomi utama. Model Kombinasi antar kegiatan ekonomi atau produk tertentu dapat gambar seperti dalam Gambar 4 berikut:
Gambar 4: Model Coloring Economic Model
Seperti yang terlihat dalam Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa kombinasi antara produk A dan Produk B akan menghasilkan Produk D. Selanjutnya kombinasi Produk B dan Produk C akan melahirkan Produk E, demikian juga
kombinasi produk A dan produk C akan melahirkan produk F, demikian seterusnya sampai kepada level-level berikutnya. Tahapan dalam pembentukan model CEM untuk sektor karet dan sawit adalah sebagai berikut :
Pemetaan potensi karet dan kelapa sawit di daerah kajian Pemetaan potensi karet dan kelapa sawit adalah kegiatan pendataan secara sistematis yang dimulai dengan proses pengumpulan, pencatatan, analisis data dan laporan berupa peta atau gambaran yang terperinci tentang potensi karet dan sawit yang ada provinsi Aceh. Proses pemetaan potensi karet dan sawit telah dilakukan dalam penelitian ini dan telah ditemukan daerah-daerah mana yang memiliki potensi karet dan kelapa sawit. Daerah Berpotensi Karet Berdasarkan table berikut, adalah perangkingan daerah berpotensi komoditi karet :
Tabel 1 : Perangkingan Daerah Berpotensi Komoditi Karet No
Kabupaten/Kota
1
Aceh Barat
2.
Aceh Barat Daya
3.
Aceh Besar
4. 5.
Lahan (Hektar ) 14.223
Produksi (ton) Perkebunan Perkebun Besar Rakyat 1.037
10.351
226
-
139
10
-
6
Aceh Jaya Aceh Selatan
6.721 727
-
5.023 266
6. 7.
Aceh Singkil Aceh Tamiang
7.114 11.709
1.299
2.363 11.890
8. 9.
Aceh Tenggara Aceh Timur
1.906 15.347
4.666
1.394 9.528
10. 11
Aceh Utara Bener Meriah
6.923 -
-
3.728 -
12
Bireuen
2.558
-
585
13. 14.
Nagan Raya Aceh Pidie
6.507 8
-
3.929 4
15.
Aceh Pidie Jaya
-
-
-
16.
Simeulue
599
-
288
17.
Kota Langsa
680
-
880
18
Kota Lhokseumawe Kota Sabulussalam JUMLAH
97
-
5
19
75.355
Sumber : Hasil Survey Lapangan 2013
7.002
50.379
Kesimpulan Sangat Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Berpotensi Tidak Berpotensi Berpotensi Sangat Berpotensi Berpotensi Sangat Berpotensi Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi
Rangkin g 2 0 0 4 0
1 0 3 6 0 0 5
0 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 1 hasil analisis dan perangkingan daerah berpotensi karet di provinsi Aceh dapat diurutkan berdasarkan rangking tertinggi sebagai berikut : 1) Daerah yang sangat berpotensi komoditi karet adalah : a. Aceh Taming (Rangking 1) b. Aceh Barat (Rangking 2) c. Aceh Timur (Rangking 3) 2) Daerah yang berpotensi komoditi karet adalah : a. Aceh Jaya (Rangking 4) b. Nagan Raya (Rangking 5) c. Aceh Utara (Rangking 6) 3) Daerah yang tidak berpotensi komoditi karet adalah: a. Aceh Barat b. Aceh Besar c. Aceh Selatan d. Bener Meriah e. Biruen f. Pidie jaya
g. h. i. j.
Simeulue Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kota Subulussalam
Daerah Berpotensi Sawit Adapun daerah yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit dapat dijelaskan seperti dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 2 DaerahBerpotensi Kelapa Sawit di Provinsi Aceh N o 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 . 11 12 13 . 14 . 15 . 16 . 17 . 18 19
Kabupaten/Kota Aceh Barat Aceh Barat Daya Aceh Besar Aceh Jaya Aceh Selatan Aceh Singkil Aceh Tamiang Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Bener Meriah Bireuen Nagan Raya
Lahan (Hektar) 4.978 2.873 1.200 6.519 5.848 19.318 19.611 1.921 16.573 16.089
Produksi (ton) Perkebuna Perkebu n Besar n Rakyat 75.435 13.518 574 23 19.803 2.538 8.200 72.812 152.754 90.732 131.692 6.340 136.651 30.491 20.977 158.619
52 4.372 27.434
1.539 64.074
293 36.328 43.983
Aceh Pidie
55
-
2
Aceh Pidie Jaya
56
-
2
1.688
-
1
Kota Langsa
375
-
1.400
Kota Lhokseumawe Kota Sabulussalam JUMLAH
207
-
688
129.169
464.758
605.399
Simeulue
Kesimpulan
Rangkin g
Berpotensi Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi Berpotensi Berpotensi Sangat Berpotensi Sangat Berpotensi Tidak Berpotensi Sangat Berpotensi
6 0 0 8 9 1 2 0 4
Sangat Berpotensi Tidak Berpotensi Berpotensi
3 0 7
Sangat Berpotensi
5
Tidak Berpotensi
0
Tidak Berpotensi
0
Tidak Berpotensi
0
Tidak Berpotensi
0
Tidak Berpotensi Tidak Berpotensi
0 0
Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2013.
Berdasarkan Tabel 2 hasil analisis dan perangkingan daerah berpotensi karet di provinsi Aceh dapat diurutkan
berdasarkan rangking tertinggi sebagai berikut :
1) Daerah yang sangat berpotensi komoditi karet adalah : a. Aceh Singkil (Rangking 1) b. Aceh Taming (Rangking 2) c. Aceh Utara (Rangking 3) d. Aceh Timur (Rangking 4) e. Nagan Raya (Rangking 5) 2) Daerag yang berpotensi komoditi karet adalah : a. Aceh Barat (Rangking 6) b. Bireun (Rangking 7) c. Aceh Jaya (Rangking 8) d. Aceh Selatan (Rangking 9) 3) Daerah yang tidak berpotensi komoditi karet adalah: a. Aceh Barat Daya b. Aceh Besar c. Aceh Tenggara d. Bener Meriah e. Pidie Jaya f. Kabupaten Pidie g. Simeulue h. Kota Langsa i. Kota Lhokseumawe j. Kota Subulussalam Identifikasi aktivitas produksi karet dan kelapa sawit Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ditemukan bahwa diprovinsi Aceh masih sangat terbatas dalam pemanfaatan produk olahan karet dan sawit. Produk karet hanya dioleh sebatas turunan pertama saja yaitu ribbon smoked sheet dan KD Timber, sedangkan produk sawit baru dapat dioleh sebatas turunan pertama yaitu
crude palm oil (CPO), palm kernel oil (PKO), palm oil plantation & Mill dan palm oil & mill.
Gambar 5 : Produk Turunan Karet dan Sawit di Provinsi Aceh
Menentukan Industri Karet dan Sawit Yang Dapat Dikembangkan Setelah mengetahui daerah mana yang memiliki potensi karet dan daerah mana yang telah memiliki industri olahan karet, tahapan selanjutnya adalah menentukan industri apa yang dapat dikembangkan di
daerah tersebut dan daerah lainnya yang strategis. Industri Karet Daerah yang potensial untuk dapat dikembangkan industri karet berdasarkan analisis data pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Industri Karet yang dapat dikembangkan di Wilayah Penelitian N o 1
Aceh Taming
1
2
Aceh Barat
2
3 4 5
Aceh Timur Aceh Jaya Nagan Raya
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Industri Yang Dapat Dikembangkan Industri Crum Ruber
3 3 4
Jenis Industri Yang Telah Ada Belum Tersedia Pabrik Ribbon Smoked Sheet Pabrik KD Timber Belum Tersedia Belum Tersedia
Aceh Utara
5
Belum Tersedia
Perlengkapan Oleh Raga
Aceh Tenggara Aceh Barat Daya Aceh Besar Aceh Selatan Aceh Singkil Bener Meriah Bireuen Aceh Pidie Aceh Pidie Jaya Simeulue Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kota Sabulussalam
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia Belum Tersedia
0
Belum Tersedia
0
Belum Tersedia
Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku Pabrik Ban Pabrik Pipet dan Sarung Tangan Pendukung Bahan Baku
Kabupaten/Kota
Rangking
Indutri Latex Industri Crum Ruber Pendukung Bahan Baku Pendukung Bahan Baku
Sumber : Diolah dari hasil penelitian 2013 Berdasasrkan Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa indutri yang dapat dikembangkan diwilayah kajian adalah : 1) Aceh Taming dan Aceh Timur: Industri Crum Ruber yaitu industri olahan karet yang bahan bakunya berupa olahan karet mentah menjadi ribbon smoked sheet yang menjadi bahan baku untuk membuat ban, perlengkapan kenderaan, pakaian, perlengkapan olah raga, peralatan teknik industri, perlengkapan anak dan bayi, perlengkapan rumah tangga dan lainnya. 2) Aceh Barat : Dapat dikembangkan indutri pengelohan bahan baku karet menjadi lateks yang merupakan bahan baku untuk membuat perlengkapan
kesehatan seperti sarung tangan, pipet, kondom, selang stetoskop dan lainnya.ceh Utara dapat dibangun perlengkapan oleh raga dengan bahan baku yang didatangkan dari Aceh Timur dan Aceh Taming 3) Kota Lhokseumawe dapat dikembangkan indutri pipet dan sarung tangan dengan memanfaatkan bahan baku yang berasal dari Aceh Barat dan Aceh lainnya 4) Sementara Aceh lainnya dapat dekembangkan sebagai dari penyedian bahan baku utama. Industri Sawit
Tabel 4 adalah daerah yang potensial untuk dapat dikembangkan industri olahan sawit, dimana Aceh Singkil, Aceh Utara dan Kota Langsa dapat dikembangkan pabrik minyak olen. Sedangkan Bireuen dapat dikembangkan pabrik margarin. Pabrik minyak goring dapat dikembangkan pada 3 kabupaten, yaitu di kabupaten Aceh Besar dan kota
Lhokseumawe. Pabrik sabun dapat dikembangkan di Kabupaten Aceh Timur. Sedangkan pabrik margarin dapat dikembangkan di kabupaten Bireuen. Untuk lebih jelasnaya dapat dilihat pada table 4 berikut:
Tabel 4 Industri Sawit yang dapat dikembangkan di Wilayah Penelitian No
Kabupaten/Kot a
Rangkin g
Indutri Yang Sudah Ada
Industri yang Dapat di Kembangkan Pabrik Olen
1
Aceh Singkil
1
Pabrik CPO
2
Aceh Tamiang
2
Pabrik CPO/inti sawit
3
Aceh Utara
3
Pabrik CPO
Pabrik Olen
4
Aceh Timur
4
Pabrik CPO
Pabrik Sabun
5
Nagan Raya
5
Pabrik CPO
6
Aceh Barat
6
Pabrik CPO/inti sawit
7
Bireuen
7
Pabrik CPO
8
Aceh Jaya
8
0
9
Aceh Selatan
9
0
10
Aceh Besar
0
Pabrik CPO
11
Aceh Pidie
0
0
12
Aceh Pidie Jaya
0
0
13
Aceh Tenggara
0
0
14
Bener Meriah
0
0
15
Kota Langsa
0
Pabrik POM
Pabrik Olen
16
Kota Lhokseumawe
0
0
Pabrik Minyak Goreng
17
Kota Sabulussalam
0
0
18
Simeulue
0
Pabrik CPO
19
Aceh Barat Daya
0
Pabrik CPO
Pabrik Margarin
Pabrik Minyak Goreng
Sumber : Data diolah dari hasil penelitian 2013
Berdasasrkan Tabel 4, dapat dijelaskan bahwa indutri yang dapat dikembangkan diwilayah kajian adalah : 5) Aceh Singkil, Aceh Utara dan Kota Langsa dapat dikembangkan Industri pabrik minyak Olen yaitu minyak dari inti sawit yang menghasilkan minyak lemak sawit, sebagai bahan alkohol dan oleo kimia dasar. 6) Aceh Timur : Dapat dikembangkan indutri pabrik sabun dari bahan baku CPO 7) Bireuen dapat dari bahan baku CPO dapat dikembangkan pabrik margarine, yang memanfaatkan bahan baku dari Aceh Utara, Aceh Jaya dan Aceh Selatan. 8) Aceh Besar dan Kota Lhokseumawe dapat dikembangkan indutri minyak goreng, yang menggunakan bahan baku dari Aceh Pidie, Pidie Jaya dan Bener Meriah 9) Sementara Aceh Lainnya lainnya dapat dekembangkan sebagai dari penyedian bahan baku utama.
Mengkombinasi aktivitas produksi karet dan sawit Kegiatan ini adalah kegiatan mengkombinasikan atau mengawinkan diantara aktivitas atau kegiatan ekonomi utama untuk menghasilkan beberapa aktivitas ekonomi pada level berikutnya. Kegiatan kombinasi ini dapat diartikan sebagai berikut: a. Aktivitas ekonomi utama yang menghasilan produk tertentu, dimana produk yang dihasilkan tersebut merupakan produk yang menjadi bahan baku atau bahan pelengkap bagi kegiatan produksi pada aktivitas ekonomi lainnya. b. Keberadaan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan produk A dapat menjadi pemicu lahir dan berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya.
1) Skenario 1: Kombinasi Hasil Olahan Sawit Dengan Olahan Sawit Gambar 6: Kombinasi hasil olahan sawit dengan Olahan Sawt
Menetapkan aktivitas ekonomi level 2 sebagai akibat dari kombinasi ekonomi level pertama Pada tahap ini, memilih atau menetapkan aktivitas ekonomi level kedua, yaitu aktivitas ekonomi yang dapat dihasilkan oleh kombinasi atau keberadaan aktivitas ekonomi utama. Menetapkan aktivitas ekonomi level ke 3 dan setrusnya sebagai akibat dari kombinasi aktivitas ekonomi level 1 dan level 2 dan seterusnya Pada tahap ini, memilih atau menetapkan aktivitas ekonomi level ketiga, yaitu aktivitas ekonomi yang dapat dihasilkan oleh kombinasi atau keberadaan aktivitas ekonomi utama (level 1) dengan aktivitas ekonomi level 2.
4 Pilar Keberhasilan Penerapan Model CEM
Gambar 7: 4 Pilar Keberhasilan Penerapan Model CEM
Berdasarkan Gambar 7 .dapat dijelaskan peran dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undangundang di wilayah tertentu. Pemerintah menjadi sangat penting dalam menjaga kontinyuitas usaha dan hidup serta berkembangnya iklim usaha karet dan kelapa sawit di wilayah pemerintahannya. Pemerintah sangat berperan dalam rangka membuat kebijakan, regulasi, aturan atau peraturan yang berhungan dengan dapat hidup dan tumbuhnya iklim usaha yang kondusif dibidang karet dan kelapa sawit. Pemerintah juga dapat berperan dalam memberikan bantuan kepada pengusaha karet dan sawit baik kepada peorangan maupun kelompok. Bantuan dapat berupa modal usaha, peralatan, pelatihan dan juga pengawasan. 2. Pihak Swasta Pihak swasta adalah organisasi atau lembaga non pemerintah, seperti para pengusaha, pemilik modal, pemilik peralatan, baik perbankan atau perusahaan swasta. Pihak swasta dapat berperan untuk menjadi bapak angkat, penyedia dana, penyedia mesin dan peralatan atau teknologi, dan manajemen dengan sistem kemitraan yang saling menguntungkan. 3. Pelaku Usaha atau masyarakat Pelaku usaha adalah Individu, kelompok atau badan yang bekerja dan berusaha baik secara sendiri maupun bersama-sama dalam mengembangkan usaha karet dan kelapa sawit. Pelaku usaha merupakan individu atau kelompok sasaran dari penerapan Coloring Economic Models. Pelaku usaha ini dapat berperan dalam
menyediakan lahan, tenaga kerja bahkan model. 4. Kalangan Intelektual/Akademisi Kalangan Intelektual atau akademisi adalah masyarakat baik secara individu atau lembaga yang memiliki kepedulian dan kompetensi untuk membantu mengembangkan usaha karet dan kelapa sawit. Kalangan intelektual atau akademisi dapat berperan dalam mengembangkan usaha karet dan sawit melalui menjadi pendamping, konsultan atau pengawas, memperkenalkan teknologi, manajemen pengelolaan, pendesain organisasi, tenaga pelatih dan pemateripemateri. Kalangan intelektual atau akademisi juga dapat berperan menjadi tenaga peneliti untuk mengasilkan teori, sistem atau strategi baru dalam mengembangkan karet dan kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA
Friedman, John 1979, Urban Powerty In Latin America, Some Theoritical Consideration Development Dialogue, Vol 1 Upsala Dag Hommerskjold Foundation Kemendiknas, 2010, Membangun Jejaring Kerja (Kemitraan). Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal.
Lincolin Arsyad 1999 Ekonomi Pembangunan, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta Sudjatmoko, Agung, 2009. Pandua Lengkap Wirausaha, Cara Cerdas Mejadi Pengusaha. Jakarta: Visimedia.
Sumarjan, Selo 1977, Kemiskinan Suatu Pandang Sosiologi, Jurnal Sosiologi Indonesia, No 2-1977, Ikatan Sosiologi Indonesia. Yahya Aiyub (2013), Coloring Economic Model, http://www.tanda-bintang, blogspot.com/ Yunita
Setyawati 2000, Analisis Kausalitas Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi (Kasus Perekonomian), Universitas Islam Yogyakarta, Skripsi (Tidak dipublikasikan).
ISSN : 2303-0542
PENGARUH LOCUS OF CONTROL TERHADAP KINERJA APARATUR PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE Murhaban
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh ABSTRACT The purpose of this research to test influence of control of locus to performance of aparatur in government of town of Lhokseumawe. Population in this research is counted 32 SKPD exist in government of town of Lhokseumawe, and this research sampel is all public servant of civil in government of town of Lhokseumawe with amount of propagated kuesioner 100 responder. Analysis the used is analysis of regresi simple. As for intake of sampel in this research is to use method of profosional sampling. In data processing used by software of computer that is Statistical Product and Service Solution ( SPSS) Version 16.0. Variable in this research is free variable of control of locus ( X), and performance of aparatur governmental (Y) represent variable tied, before examination of hypothesis done/conducted by examination of instrument covering validity test and test reliabilitas. Result of research indicate that control of locus have an effect on positive to performance of aparatur at government of town of Lhokseumawe. Keyword :
Locus Of Control and Performance of Aparatur Governmental
Latar Belakang Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintah harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan dapat ditingkatkan secara efektif dan menyentuh pada masyarakat. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya pemberlakuan sistem desentralisasi pada tata pemerintahan dalam era otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk mendorong peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih efektif dan efisien. Kedekatan organisasi pemerintah pada level daerah diharapkan lebih mampu menerima aspirasi masyarakat tentang pelayanan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, diharapkan ada input yang diperoleh dalam rangka perencanaan pembangunan sehingga tidak ada kesenjangan antara perencanaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah baik program dan anggaran dengan kebutuhan untuk masyarakat. Adanya keyakinan besar bahwa setiap individu berpengaruh langsung sebagai efek substantive dalam pandangan dan reaksinya terhadap lingkungan. Keyakinan inilah yang menurut Rotter (1966) disebut Locus of Control merupakan “generalized belief that a person can or cannot control his own
destiny”. Menurut Kustini dan Suharyadi (2004) berdasarkan pendapat Rotter disebut bahwa locus of control atau adanya keyakinan seseorang terhadap sumber yang mengontrol kejadian– kejadian dalam hidupnya. Brownell (1981) menulis tentang pendapat Rotter (1966) dalam papernya yang mendefinisikan locus of control sebagai tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Locus of control berhubungan baik dengan beberapa variabel seperti peran stress, etika kerja, kepuasan kerja, dan kinerja. Seperti yang dikemukakan oleh Falikhatun (2003;264) bahwa peningkatan kinerja pegawai dalam pekerjaan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh kondisi – kondisi tertentu, yaitu kondisi yang berasal dari luar individu yang disebut dengan faktor situasional dan kondisi yang berasal dari dalam yang disebut dengan faktor individual. Faktor individu meliputi jenis kelamin, kesehatan, pengalaman, dan karakteristik psikologis yang terdiri dari motivasi, kepribadian, dan Locus of Control. Adapun faktor situasional meliputi kepemimpinan, prestasi kerja, hubungan sosial dan budaya organisasi. Locus of control adalah keyakinan individu yang mencerminkan tingkat dimana mereka percaya bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Locus of control juga merupakan karakteristik kepribadian menguraikan orang yang menganggap bahwa kendali kehidupan mereka datang
dari dalam diri mereka sendiri sebagai internalizers kendali kehidupan. Orang yang yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh faktor eksternal disebut externalizers. mereka yang percaya bahwa mereka menguak takdir mereka sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi atas apa yang terjadi pada mereka dan dapat mengontrol hidup mereka sebagai bagian. Banyak orang memandang dirinya tidak berdaya menghadapi takdir, dikendalikan oleh kekuatan dari luar yang lebih besar disebut sebagai orang yang mempunyai kendali eksternal (Agustini Sulistyaningrum, 2009:9). Dengan menggunakan konsep locus of control, prilaku bekerja dapat dijelaskan ketika seorang pegawai merasakan hasil pekerjaan yang dilakukan sebagai hasil kontrol internal atau eksternal. Kontrol internal akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan pegawai pada saat melakukan pekerjaannya. Sedangkan pegawai dengan kontrol eksternal merasakan bahwa terdapat kontrol di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukan. Kinerja mempunyai arti penting bagi pegawai, oleh karena dengan adanya penilaian kinerja berarti pegawai mendapat perhatian dari atasannya, disamping itu akan menambah gairah kerja pegawai, karena dengan penilaian kinerja ini mungkin pegawai yang berprestasi dipromosikan, dikembangkan dan diberi penghargaan atas prestasi tersebut, sebaliknya pegawai yang tidak
berprestasi mungkin akan didemosikan. Penilaian kerja yang efektif dan adil berkelanjutan perlu diperhatikan karena akan meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai. Kinerja pemerintah daerah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran atau tujuan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah daerah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah (Gusmal:2007 dalam Messa Mongeri:2013). Kota Lhokseumawe merupakan Kota yang berada di Provinsi Aceh. Dalam kegiatan pembangunannya masih rendah dibidang penerapan anggaran sehingga menunjukkan kegiatan locus of control perlu mendapat pengkajian untuk memperoleh gambaran kinerja aparatur pemerintah. Tanpa adanya dukungan locus of control eksternal dan internal maka tidak akan dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah. Pelaksanaan mekanisme birokrasi dalam sistem penyusunan anggaran dalam perkembangannya menjadi sangat penting untuk meningkatkan kinerja pemerintah Kota Lhokseumawe. Akan tetapi, dilihat dari penelitian terdahulu dan fenomena yang ada mekanisme birokrasi masih belum mampu memperbaiki kinerja unit kerja aparatur pemerintah. Dalam penelitian ini difokuskan pada SKPD Kota Lhokseumawe. Fenomena yang terjadi di pemerintahan Kota Lhokseumawe bahwa, kinerja
pemerintah kota Lhokseumawe dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari Pemerintah Aceh dinilai tidak berpedoman kepada aturan yang ada dalam menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Aceh (APBA) 2013. Banyak realisasi anggaran yang ditemukan tidak sesuai dengan amanah Undang-undang tersebut. Hal ini diketahui berdasarkan catatan menteri dalam negeri terhadap evaluasi APBA 2013. Di karenakan lambannya kinerja Pemerintah Provinsi Aceh dalam menindaklanjuti evaluasi Mendagri, sehingga semakin memperlamban realisasi anggaran dalam pembangunan Aceh (Salman MardiraOkezone, Senin 04 Maret 2013 17:21 wib). Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah locus of control berpengaruh terhadap kinerja aparatur pemerintah Kota Lhokseumawe. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh locus of control terhadap kinerja aparatur pemerintah Kota Lhokseumawe. Tianjauan Teoritis Pengertian Locus Of Control Locus of Control merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Locus of control ini terbagi menjadi dua yaitu internal locus of
control yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab atas perilaku kerja mereka di organisasi. Menurut Wilopo (2006) eksternal locus of control yang mencirikan individu yang mempercayai bahwa perilaku kerja dan keberhasilan tugas mereka lebih dikarenakan faktor di luar diri yaitu organisasi. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal locus of control adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apaapa pun yang terjadi pada diri mereka. Sedangkan eksternal locus of control adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan. Individu yang memiliki locus of control internal cendrung lebih sukses dan memiliki jabatan yang lebih tinggi dibanding individu yang memiliki locus of control eksternal. Locus of control adalah keyakinan individu yang mencerminkan tingkat dimana mereka percaya bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada dirinya. Gibson et.al (1997:161) mendeskripsikan bahwa locus of control merupakan karakteristik kepribadian menguraikan orang yang menganggap bahwa kendali kehidupan mereka datang dari dalam diri mereka sendiri sebagai internalizers kendali kehidupan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control. Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan di dalamnya. Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran di dalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang mempunyai internal locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri
sendiri dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang menguntungkan. Brownell (1981) menulis tentang pendapat Rotter (1966) dalam papernya yang mendefinisikan locus of control sebagai tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Locus of Control Eksternal adalah cara pandang dimana segala hasil yang didapat baik atau buruk berada diluar kontrol diri mereka tetapi karena faktor luar seperti keberuntungan, kesempatan, dan takdir individu yang termasuk dalam kategori ini meletakkan tanggung jawab diluar kendalinya. Locus of control internal yang dikemukakan Lee (1990) yang dikutip oleh Julianto (2002) adalah keyakinan seseorang bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Individu seperti ini memiliki etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya. Meskipun ada perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut relatif kecil dibanding dengan semangat serta keberaniannya untuk menentang dirinya sendiri sehingga orang–orang seperti ini tidak pernah ingin melarikan diri dari tiap–tiap masalah dalam bekerja. Dan individu yang eksternal locus of controlnya cukup tinggi akan mudah pasrah dan menyerah jika sewaktu–waktu terjadi persoalan yang
sulit. Individu semacam ini akan memandang masalah–masalah yang sulit sebagai ancaman bagi dirinya, bahkan terhadap orang– orang yang berada disekelilingnya pun dianggap sebagai pihak yang secara diam – diam selalu mengancam eksistensinya. Bila mengalami kegagalan dalam menyelesaikan persoalan, maka individu semacam ini akan menilai kegagalan sebagai semacam nasib dan membuatnya ingin lari dari persoalan. Pengertian Kinerja Menurut Indra Bastian (2006) kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Setiap kegiatan organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Sehubung dengan itu, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Kinerja aparatur pemerintah daerah merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran,tujuan,misi,visi pada pemerintahan daerah. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai
oleh organisasi dalam periode tertentu. Kinerja pemerintah adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu pimpinan dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non financial. Pengertian kinerja pada dasarnya adalah kegiatan dan hasil yang dapat dicapai atau dilanjutkan seseorang atau sekelompok orang didalam pelaksanaan tugas, pekerjaan dengan baik, artinya mencapai sasaran atau standar kerja yang telah ditetapkan sebelum dan atau bahkan dapat melebihi standar yang ditentukan oleh perusahaan pada periode tertentu (Handoko, 2000:135). Kinerja juga merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja adalah hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi prestasi kerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan jumlah energi (fisik
dan mental) yang digunakan oleh individu dalam menjalankan suatu tugas. Sedangkan kemampuan merupakan karateristik individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan biasanya tidak dapat dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas merupakan petunjuk dimana individu percaya bahwa dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut juga terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok dalam kinerja yaitu: (1) menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi; (2) merumuskan indikator dan ukuran kinerja; (3) mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi; dan (4) evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Hubungan Locus Of Control Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Locus of Control mengarah pada kemampuan seseorang individu dalam mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan hidupnya. Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo,2002). Berdasarkan teori locus of
control memungkinkan bahwa perilaku karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik internal locus of controlnya dimana locus of control internal adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat baik atau buruk adalah karena tindakan kapasitas dan faktor-faktor dalam diri mereka sendiri. Ciri pembawaan internal Locus of Control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan kemungkinan akan mengambil keputusan yang lebih etis dan independen. Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan kinerja juga dipengaruhi oleh tipe personalitas individu–individu dengan Locus of Control internal lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya sehingga akan meningkatkan kinerja mereka. Dalam penelitian ini disebutkan beberapa hasil peneletian sebelumnya sebagai acuan dari studi ini. Penelitian tentang locus of control dengan kinerja aparatur pemrintah telah sebelumnya dilakukan oleh Agustini Sulistyaningsih (2009), Bambang Sardjito Osmad Muthaher (2007), Penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh signifikan dan positif antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial. Artinya, secara signifikan kinerja manajerial akan meningkat apabila partisipasi dalam penyusunan anggaran juga tinggi. Metode Penelitian Lokasi dan Objek Penelitian Objek adalah apa yang peneliti atau sasaran yang penulis tuju, Objek dalam penelitian ini adalah Locus Of Control
Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Kota Lhokseumawe. Lokasi penelitian merupakan dimana tempat yang menjadi sasaran penulis untuk melakukan penelitian. Untuk memperoleh data dan informasi penelitian yang diperlukan maka penelitian dilakukan pada seluruh Dinas/Badan/Kantor dalam Lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2005:55) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah Dinas/Badan dan Kantor yang ada di pemerintahan Kota Lhokseumawe. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah profosional sampling. profosional sampling dalam penelitian ini adalah Esselon III, dan Esselon IV pada Dinas/Badan atau Kantor dalam lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang berjumlah berjumlah 100 orang pegawai. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah berupa data primer, yaitu berupa kuesioner. Data primer diperoleh secara langsung dari responden yang menjabat sebagai Esselon III, dan Esselon IV di Dinas/Badan/Kantor pada pemerintahan Kota Lhokseumawe. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mendatangi secara langsung ke seluruh
Dinas, Badan dan Kantor Pemerintah Kota Lhokseumawe dan memberikan kuesioner, yang berisi daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada responden, yaitu Esselon III, dan Esselon IV pada Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Kriteria sampel adalah : (1) berpengalaman selama lima tahun; (2) bertanggungjawab dalam membuat laporan/pekerjaan; (3) memiliki potensi dalam bidang masing- masing; dan (4) dipercayai dalam melaksanakan tugas. Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang akan responden jawab, biasanya dalam alternatif yang didefinisikan dengan jelas. Kuesioner merupakan suatu mekanisme pengumpulan data yang efesien jika peneliti mengetahui dengan tepat apa yang diperlukan dan bagaimana mengukur variabel penelitian. Kuesioner dapat diberikan secara pribadi, disuratkan kepada responden atau disebarkan secara elektronik, Umar Sekaran (2002:82). Definisi Operasional Variabel Operasional variabel merupakan variabelvariabel yang dibahas dan menjadi objek penelitian dan sebagai landasan teroritis untuk memperkuat ke ilmiahan penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua variabel, yakni Variabel Terikat (dependen) dan Variabel Bebas (independen). Guna memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional dari setiap
jenis variabel diatas. Definisi operasional tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Variabel Terikat adalah variabel yang menjadi pusat perhatian yakni Kinerja Aparatur Pemerintah (Y). Menurut Handoko (2000) Kinerja adalah kegiatan dan hasil yang dapat dicapai atau dilanjutkan seseorang atau sekelompok orang didalam pelaksanaan tugas, pekerjaan dengan baik, artinya mencapai sasaran atau standar kerja yang telah ditetapkan sebelum dan atau bahkan dapat melebihi standar yang ditentukan oleh organisasi pada periode tertentu. 2. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi pusat perhatian atau variabel terikat, yakni locus of control (X). Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Metode Analisis Data Untuk menganalisis data yang tersedia digunakan alat uji analisis regresi linier sederhana yang menunjukkan pengaruh variabel Locus Of Control terhadap kinerja aparatur Pemerintah Kota Lhokseumawe. Adapun persamaan tersebut dapat diformulasikan dalam model sebagai berikut: Y =a+ βX +ei
Y
= Kinerja Aparatur Pemerintah Kota
Lhokseumawe = Locus Of Control = Konstanta
X a β
ei
= Koefisien Regresi = Kesalahan Pengganggu HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan secara statistik, yaitu dengan menggunakan uji person product moment coefficient of correlation dengan bantuan SPSS versi 16.0. Berdasarkan output computer, seluruh pernyataan dikatakan valid karena memiliki tingkat signifikan dibawah 5% (0,05). Sedangkan jika dilakukan secara manual, maka nilai korelasi yang diperoleh dari masingmasing pernyataan harus dibandingkan dengan nilai kritis korelasi product moment, dimana hasilnya menunjukkan bahwa semua pernyataan mempunyai nilai korelasi diatas nilai kritis 5% (0,05) yaitu 0,164 (lihat tabel nilai kritis korelasi Product moment untuk n=100 pada lampiran). Sehingga pernyataan tersebut adalah signifikan dan berarti bahwa data yang diperoleh adalah valid. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dari setiap butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0.164. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel locus of control valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian serta dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Uji Reliabilitas
Untuk menilai kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini digunakan uji reliabilitas berdasarkan Cronbach Alpha yang lazim digunakan untuk penelitian dengan menggunakan kuesioner dalam penelitian ilmu sosial. Analisa ini digunakan untuk menafsir korelasi antara skala yang dibuat dengan skala variabel yang ada. Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten. Pengujian ini dilakukan secara statistik, yaitu dengan menghitung besarnya Cronbach Alpha dengan bantuan program SPSS version 16.0. Berdasarkan hasil uji reliabilitas bahwa nilai alpha untuk masing-masing variabel telah memenuhi kehandalan, dimana variabel Locus of control (X) diperoleh nilai alpha sebesar 0.746 atau 74,6%, dan variabel kinerja aparatur pemerintah (Y) diperoleh nilai alpha sebesar 0.764 atau 76,4%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai alpha untuk masing-masing variabel diatas 5% (0,05) yang berarti bahwa data yang diperoleh dari hasil kuisioner tersebut dapat diandalkan atau bersifat reliable serta dapat dipercaya. Pembahasan Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Sebagaimana telah dirumuskan pada bab sebelumnya pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS Test). Apabila hasil pengujian dijumpai nilai Sig. > 0,05 bermakna data-data yang diuji dalam penelitian ini terdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai Sig. < 0,05
bermakna data tidak terdistribusi normal. Hasil pengujian normalitas sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Locus of control Kinerja Aparatur (X) Pemerintah (Y) N 100 100 a Normal Parameters Mean 3.2360 3.1460 Std. .49757 .42054 Deviation Most Extreme Absolute .132 .115 Differences Positive .132 .115 Negative -.098 -.107 Kolmogorov-Smirnov Z 1.324 1.147 Asymp. Sig. (2-tailed) .060 .144 a. Test distribution is Normal. Sumber: Output SPSS versi 16.0
Dari hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel di atas untuk variabel Locus of control mempunyai koefisien
Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,324 dengan nilai Sig. 0,060 > 0,05. Variabel kinerja aparatur pemerintah mempunyai
koefisien Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,147 dengan nilai Sig. 0,144 > 0,05. Dari hasil pengujian dua sisi lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data-data yang digunakan dalam variabel penelitian terdistribusi normal. Normalitas data juga dapat dilihat variabel penelitian yang ditampilkan pada bagian lampiran penelitian. Analisis Regresi Linier Sederhana Guna menguji pengaruh locus of control (X) terhadap kinerja aparatur pemerintah (Y) digunakan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software SPSS versi 16.0, diperoleh hasil regressi sebagai berikut: Tabel Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
1.731
.239
Locus Of Control
.437
.073
Beta
t
Sig.
7.238 .000 .517
5.982 .000
a. Dependent Variable: Kinerja Aparatur Pemerintah
Sumber: Output SPSS versi 16.0
Melalui tabel di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi sebagai berikut: Y = 1,731 + 0,437 X Dimana : Y = Kinerja Aparatur Pemerintah X = Locus Of Control Pada persamaan regresi tersebut dapat dilihat bahwa koefisien regresi memiliki tanda positif yang berarti semakin baik
locus of control maka kinerja aparatur akan makin meningkat, sebaliknya locus of control yang kurang baik akan membuat kinerja aparatur cenderung menurun. Nilai koefisien variabel X sebesar 0,437 menunjukkan besarnya peningkatan kinerja aparatur apabila locus of control meningkat satu tingkat. Kemudian nilai konstanta sebesar 1,731 menunjukkan nilai rata-rata kinerja aparatur pada saat locus of control sama sekali tidak ada. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan apakah locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur pemerintah maka dilakukan pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut: Pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : = 0 Locus of control tidak berpengaruh terhadap kinerja aparatur pada pemerintah kota Lhokseumawe. Ha : 0 Locus of control berpengaruh terhadap kinerja aparatur pada pemerintah kota Lhokseumawe. Berdasarkan hasil pengolahan seperti yang terdapat pada tabel di atas dapat dilihat nilai thitung dari variabel locus of control adalah sebesar 5,982. Sedangkan ttabel pada tingkat signifikansi 5% ( = 0,05) dan derajat bebas (n-2) = 100 adalah 1,66. Karena thitung (5,982) lebih besar dari ttabel (1,66), maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak H 0 sehingga Ha diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari locus of control terhadap kinerja aparatur
pemerintah. Hasil pengujian ini memberikan bukti empiris locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kota Lhokseumawe. Koefisien Determinasi (R2) dan Korelasi (R) Setelah diuji dan terbukti bahwa locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur, selanjutnya akan dihitung seberapa besar pengaruh locus of control terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kota Lhokseumawe. Koefisien determinasi (R2) merupakan koefisien yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh melalui hasil pengolahan menggunakan software SPSS versi 16.0 disajikan pada tabel berikut: Tabel Koefisien Determinasi Model Summaryb
Model
1
R Adjusted R Square Square
R
.517a
.268
Std. Error of the Estimate
.260
.36175
DurbinWatson
1.894
a. Predictors: (Constant), Locus Of Control b. Dependent Variable: Kinerja Aparatur Pemerintah
Sumber: Output SPSS versi 16.0
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi (R) antara locus of control dengan kinerja aparatur adalah sebesar 0.517, hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang erat/kuat antara locus of control dengan kinerja aparatur pada pemerintah kota Lhokseumawe. Selain koefisien korelasi, pada tabel diatas juga disajikan nilai R-square yang dikenal
dengan istilah koefisien determinasi (KD): KD = (0,517)2 x 100% = 26,8%. Koefisien determinasi sebesar 26,8% menunjukkan bahwa 26,8% perubahan kinerja aparatur pada Pemerintah Kota Lhokseumawe bisa dijelaskan atau disebabkan oleh locus of control. Dengan kata lain locus of control memberikan pengaruh sebesar 26,8% terhadap kinerja aparatur. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 73,2% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar dari penelitian ini. Locus Of Control Berdasarkan dari Nilai thitung pada variabel locus of control adalah 5,982 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena 5,982 > 1,66 dan 0,000< 0,05. Variabel bebas locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat kinerja aparatur. Sedangkan berdasar pada hasil perhitungan didapat pada variabel locus of control dalam pernyataan seringkali saya mengambil keputusan berdasarkan pada hasil lemparan koin (mata uang logam)* bagi responden nilainya adalah tinggi yaitu sebesar 79. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa locus of control yang dimiliki responden adalah tinggi. Maka dapat dikatakan bahwa semakin kuat locus of control maka akan semakin kuat kinerja aparatur sebagai variabel X dapat diterima. Berdasarkan hasil yang telah didapat maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mendukung hasil penelitian Agustini Sulistyaningsih (2009), yang menyatakan bahwa locus of control berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Individu yang berorientasi internal menampakkan keyakinan yang lebih besar terhadap kemampuan mereka
untuk mempengaruhi lingkungan, lebih mampu dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, lebih banyak mengandalkan cara pemberian pengaruh terbuka dan supportif. Sedangkan bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Individu seperti ini memiliki etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya. Meskipun ada perasaan khawatir dalam dirinya tetapi perasaan tersebut relatif kecil dibanding dengan semangat serta keberaniannya untuk menentang dirinya sendiri sehingga orang – orang seperti ini tidak pernah ingin melarikan diri dari tiap masalah dalam bekerja. Dengan demikian maka dapat disimpulkan juga bahwa locus of control yang dilakukan Pemerintah Kota Lhokseumawe termasuk dalam kriteria baik sebagian besar SKPD yang ada di Pemerintah Kota Lhokseumawe telah melakukan locus of control dengan baik. Analisis Pengaruh Locus of control Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Kota Lhokseumawe. Pengaruh locus of control terhadap kinerja aparatur pemerintah kota Lhokseumawe dianalisis dengan menggunakan model regresi linier sederhana. Dimana nilai koefisien korelasi (R) = 0,517; yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 51,7%. Artinya kinerja aparatur mempunyai hubungan
yang erat dengan Locus of control pemerintah Kota Lhokseumawe. Koefisien determinasi (R2) = 0,268; artinya sebesar 26,8 % perubahanperubahan pada variabel terikat (kinerja aparatur pemerintah) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan variabel bebas (locus of control). Sedangkan selebihnya, yaitu sebesar 73,2% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar dari penelitian ini. Konstanta sebesar 1,731; artinya jika faktor-faktor Locus of control dianggap konstan, maka besarnya kinerja aparatur pemerintah adalah sebesar 1,731 pada satuan skala likert, atau dianggap masih rendah. Koefisien regresi Locus of control sebesar 0,437; artinya setiap 100% perubahan atau perbaikan pada variabel locus of control, maka secara relatif akan meningkatkan kinerja aparatur pemerintah sebesar 43,7%. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa dari variabel yang diteliti, ternyata variabel Locus of control mempunyai pengaruh terhadap kinerja aparatur pemerintah. Dengan demikian, hasil pengujian menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh terhadap kinerja aparatur pada pemerintah Kota Lhokseumawe, dimana semakin baik locus of control maka kinerja aparatur semakin meningkat. Hal ini mendukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agustini Sulistyaningsih (2009) bahwa locus of control mempunyai nilai positif serta berpengaruh sebesar 90,6 % dan juga dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai efektifitas dalam
penegendalian dan adanya kejelasan target dan indikator kinerja yang menjadi acuan dalam pencapaian kinerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengujian yang telah diuraikan terhadap permasalahan yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian dengan menggunakan uji regresi linier sederhana, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja aparatur pemerintah sangat berhubungan erat dengan variabel Locus of control. Dengan kata lain, variabel dependen mempunyai hubungan yang sangat erat dengan variabel independen. Locus of control juga mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kinerja aparatur pemerintah kota Lhokseumawe. 2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kota Lhokseumawe, dimana semakin baik locus of control maka kinerja aparatur akan makin meningkat. Saran Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti memberi beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1. Perlu kiranya dilakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap locus of control, sehingga nantinya akan diperoleh gambaran mengenai keadaan yang sesungguhnya dan diharapkan kinerja aparatur pemerintah bisa lebih diefektif di masa yang akan datang.
2. Untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan judul yang sama, sebaiknya dilengkapi dengan wawancara, dan penggantian teknik pengambilan sampel penelitian, serta dilakukan perubahan dalam pemilihan alternatif jawaban pada kuesioner sehingga dapat menggali semua hal yang menjadi tujuan penelitian. 3. Disamping itu kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih memperluas lagi objek penelitian kewilayah/kota lain. DAFTAR PUSTAKA Agustini Sulistyaningrum.(2009). Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Kompetensi, Karakteristik Individu, Locus Of Control dan Penerapan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten. Bambang Sardjito dan Osmad Muthaher. (2007). Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating. Brownell. (1981). Participation in Budgeting, Locus of Control and Organizational Effectiveness. The Accounting Review, Vol 56, Oktober; 844-860. Falikhatun.(2003). Pengaruh Budaya Organisasi, Locus Of Control, Dan Penerapan Sistem Informasi Terhadap Kinerja Aparat Unit – Unit Pelayanan Publik. Jurnal Empirika, vol.16, no.2, desember:263 -281
Gibson, A. (1997). Organisasi dan Manajemen, perilaku struktur dan proses, Jakarta : Bumi Aksara. Messa Mongeri. (2013). Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating. Handoko, T. Hani. (2000). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Indra Bastian. (2006). Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga. Julianto. (2002). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Locus Of Control, Konflik Peran, Komitmen Organisasi Dan Job Insecurity Yang Mempengaruhi Keinginan Pindah Kerja Pada Perusahaan Freight Forwarding Di Jakarta. Kreitner R and Angelo Kinicki, (2005). Perilaku Organisasi, edisi terjemahan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Kustini, Suharyadi, Fendy. (2004). Analisis Pengaruh Locus Of Control, Orientasi Tujuan Pembelajaran Dan Lingkungan Kerja Terhadap Self Efficacy Dan Transfer Pelatihan, Jurnal Ventura,Vol7, No.1, April :39 - 52 Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE, Yogyakarta.
Prasetyo ,p. Puji. (2002). Pengaruh Locus Of Control Terhadap Hubungan Antara Ketidakpastian Lingkungan Dengan Karakteristik Informasi Sistem Akutansi Manajemen, Jurnal Riset Akutansi Indonesia, Vol.5, No.1, Januari :119-136. Robbins, Stephen p, Timothy A. Judge. (2007). Perilaku Organisasi. buku 2. Jakarta: Salemba Empat. Rotter, J.B. (1966). Generalized Expectancies for Internal versus External Control of Reiforcement, Psychological Monographs, 80 (1, Whole N0. 609). Sugiyono, (2008). Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit ALFABETA. Umar Sekaran.(2002). Research Methods for Business: A Skill Building Approach. Wilopo, 2006, Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Disfungsional Auditor. Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur. Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi, Volume 5 No.2 Hal 141-152. Surabaya: STIE Perbanas Surabaya.
PENGARUH BANDWAGON EFFECT PADA PEMILU ACEH TAHUN 2012 (STUDI PENERAPAN KONSEP PEMASARAN POLITIK PADA PILKADA DI ACEH UTARA DAN KOTA LHOKSEUMAWE) Aiyub
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Aceh Adnan
ISSN : 2303-0542
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Azhar
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh ABSTRACT Local Government election is the beginning of the process of policy-making by elected candidates including policy economics, health, education and so on. Head area chosen by rational consideration of the voter's right to make and implement the right policies, but regional heads are selected based on the bandwagon will give birth to a leader who will doubt the ability to make and implement appropriate policies. This research aims to study the model building on the Bandwagon Effect in the General Election in Lhokseumawe and North Aceh and in the second year of this study aims to apply research models that have been found in the first year in order to determine whether there is any effect of the "Bandwagon Effect" of election in North Aceh and Lhokseumawe. The method used in this research is descriptive qualitative method (year 1) and quantitative methods (Year 2). If this symptom is really happening in North Aceh and Lhokseumawe it can be generalized that this phenomenon also applies all over Indonesia. In other words, the elected regional head of consequence "Bandwagon Effect" is the chief areas that do not have a real strong base in the community .. This study is exploratory research to try to find the relationship between the variables Collective Decision Electoral Behavior, Collective Counsciouness, Communal Reinforcement, Crowd Manipulation.
Keywords: Bandwagon Effect, Political Marketing, Collective Behavior, Collective Counsciouness, Group Think
Latar belakang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang untuk pertama kali dilakukan setelah adanya kesepakatan damai antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, dimana pada tahun 2006 Pemilukada Aceh dimenangkan oleh pasangan calon yang bukan berasal dari partai politik melainkan dari calon perseorangan (Independen) yang tidak didukung oleh sistem partai politik yang lebih profesional sebelumya, hal ini merupakan gambaran serta cambukan untuk partai politik nasional bahwasanya kepercayaan publik tidak lagi sepenuhnya kepada calon yang di usung oleh partai politik1. Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe adalah termasuk dalam perserta pemilukada yang diselenggarakan pada tanggal 9 April 2012. Kabupaten Aceh Utara dalam pemilukada tahun 2012 mengusung sebanyak 10 pasangan yaitu (1) Tgk Fajri Kasim-Tgk Mukhtar Al Khutubi, (2) Dr Husnan-T.Muttaqin, (3) Drs Umar Hn- Bakhtiar,ST, M.T (4) Tgk Ilyas A.Hamid-Tgk Abdul Wahab Mahmuddy, (5) Marzuki Abdullah-Drh Nuraini Maida, (6) Martunis HamzahMustafa Arba, (7) Misbahul MunirMansur, (8) Prof A.Hadi Ariffin-Ridwan H. Lidan, (9) Sulaiman Ibrahim1 Dikutif dari tulisan Erlanda Juliansyah di http://erlandajp.blogspot.com
syarifuddin (Partai Golkar dan lain-lain) dan (10) Muhammad Thaib- M. Jamil M.Kes (Partai PA) Sementara Kota Lhokseumawe mengusung 11 pasangan yaitu nomor urut (1) T Sofiansyah-T Faisal Cut Ibrahim, (2) M Yusuf Ismail Pasee-Mahyeddin Saad, (3) Rahmatsyah-Mursyid Yahya. (4) Tarmizi Daud-Amrijal J Prang, (5) H. Nazar Ibrahim-Zulbahri, (6) Sulaiman Fuadi ST-Helmi Musa Kuta, S.H, (7) pasangan Munir Usman-Suryadi, (8) Marzuki M Amin-Hafifuddin, (9) M Saleh-M Jafar. Ridwan (10) Alfian Lukama, M.A-Amri Bin Amni dan (11) Suaidi Yahya-Nasruddin. Dari 11 pasangan sebanyak 7 pasangan berasal dari jalur perseorangan yaitu, pasangan Marzuki M Amin-Hafifuddin, Tarmizi Daud-Amrizal J Prang, M Yusuf Ismail Pasee-Mahyeddin Saad, T SofyansyahT.Faisal Cut Ibrahim, M Saleh-M Ja'far, H Nazar Ibrahim-Zulbahri dan Alfian, S.Ag., M.A- Amri bin Amni. Sementara pasangan calon dari partai politik, yaitu Rachmatsyah /Mursyid Yahya, yang diusungkan oleh Partai Demokrat, serta pasangan Munir Usman/Suryadi, yang diusung oleh gabungan partai (SIRA, PBA, PAN, Golkar dan PPP). Kemudian pasangan Sulaiman Fuadi ST-Helmi Musa Kuta yang diusung oleh PKS beserta partai politik non kursi di DPRK Lhokseumawe dan Suaidi YahyaNazaruddin diusung oleh Partai Aceh (PA) Kemampuan untuk mengoptimalkan semua komponen baruan pemasaran politik juga sangat bergantung kepada kemampuan sumber daya yang dimiliki
oleh partai atau calon perseorangan. Sumber daya disini termasuklah kemampuan sumber daya manusia seperti keahlian, ketrampilan, intelegensi yang dimiliki oleh kandidat atau konstituennya atau orang-orang yang ditugaskan untuk memasarkan produk politik partai atau perseoranga. Sumber daya yang kedua adalah sumber daya non SDM misalnya sumber finansial, image, strategi dan sebagainya. Keberhasilan dalam mengoptimalkan Sumber daya dan non sumber daya SDM juga sangat bergantung kepada kemampuan partai atau calon persorangan dalam memahami kondisi dan kemampuan dari pasar yang disegmentkan dalam beberapa katagori. Keperluan mensegmentasikan pasar dalam hal ini adalah pemilih, sangat penting untuk dilakukan oleh calon dari partai atau calon perseorangan, karena berbeda segmen berbeda pula strategi marketing politik yang harus diterapkan. Dari sisi pemilih pula penentuan keputusan pemilihan dipengaruhi faktor perilaku pemilih diantaranya faktor individu, faktor budaya, faktor sosial dan faktor psikologi (Kotler: 2007) dan juga dipengaruhi oleh faktor ekternalitas dari individu yaitu faktor marketing politik yang diterapkan oleh calon dari partai atau perseorangan. Kedua faktor tersebut akan berjalan efektif apabila terjadi harmonisasi komunikasi politik dua arah. Partai politik atau calon perseorangan perlu membangun komunikasi politik dua arah untuk mempengaruhi perilaku pemilih dengan menerapkan dan mengkombinasikan bauran pemasaran politik melalui saluran yang tepat dan
pemilih pula harus mampu menerima pesan politik yang disampaikan oleh calon dari partai atau calon perseorangan secara baik. Kegagalan dalam memahami dan menerima pesan politik dengan baik akan berakibat pada pengambilan keputusan yang salah atau bahkan pemilih yang bersangkutan akan menentukan keputusan pemilihannya berdasarkan referensi dari orang-orang yang menurut dia mampu menerima pesan politik secara baik atau bahkan referensinya adalah apa yang dilihat, didengar dan dialaminya secara tersurat tanpa sanggup menterjemahkan secara rasional atau ilmiah apa yang tersirat di balik apa yang didengar, dilihat dan dialaminya. Pemilih yang menentukan keputusan pemilihan seperti itu cenderung dikatagorikan sebagai pemilih yang ikutikutan. Pemilih ikut-ikutkan adalah pemilih yang tanpa mengetahui ataupun berpikir panjang dalam menentukan pilihannya karena terjebak dalam lingkaran sebuah siklus logical fallacy yang menganggap sesuatu adalah benar dan baik, karena banyak atau hampir semua orang mempercayainya bahwa itu adalah baik atau benar, padahal sesungguhnya bisa saja anggapan itu adalah salah. Kondisi pemilih seperti ini sering digambarkan dengan pemilih yang terjebak dalam “Bandwagon effect”. Istilah Bandwagon Effect pertama dikenal pada tahun 1855 yang mengacu pada sebuah rombongan sirkus kereta musik dalam sebuah karnaval yang membawa band yang besar dengan suara musik yang keras dipukul oleh pimpinan rombongan yang berjalan
di depan dan diiukti oleh peserta dan barisan lain dibelakangnya. Istilah ini kemudian diadopsi oleh ilmuan sosial untuk tujuan merebut pandangan mayoritas dan mengikuti group atau kelompok mayoritas tertentu. (Marsh, 1984a). Sementara Traugott dan Lavrakas (1996) mendefinisikan “Bandwagon Effect” adalah seseorang menjadi menang dalam suatu pemilihan umum disebabkan oleh pemilih yang ikut-ikutan memilih calon tersebut disebabkan oleh pengaruh jajak pendapatan atau polling pra pemilu yang menempatkan posisi calon tersebut sebagai pemenang dalam jajak pendapat tersebut. Sementara Allpor (2004) menyatakan bahwa Bandwagon Effect merupakan asumsi dari “fasilitasi sosial”, fasilitasi sosial mengacu pada peningkatan respon sosial yang hanya disebabkan pada penglihatan semata terhadap fenomena kelompok tertentu yang membuat gerakan yang sama. Fasilitasi sosial juga menumbuhkan apa yang disebut sebagai “attitude of conformity” dimana individu tertentu menyuguhkan dengan kelihaiannya tentang kekuatan dan pengaruh dari individu atau calon tertentu dengan kemampuan propaganda yang dimilikinya dan individu yang lain akan bergerak pada pemikiran yang sama dan tunduk pada fasilitasi sosial itu. Asumsi dari Bandwagon Effect bersandar pada "suara dari beberapa orang adalah fungsi dari sebuah harapan untuk hasil pemilu, data jajak pendapat yang di publikasikan diasumsikan dapat mempengaruhi harapan tersebut, maka untuk mempengaruhi perilaku suara
orang-orang ini diperlukan hasil jajak pendapat dari beberapa orang responden yang ditentukan."(Simon, 1954, hal. 24546). Sementara Ansolabehere dan Iyengar (1994) mengusulkan dua penjelasan mengapa Bandwagon Effect mungkin terjadi. Salah satunya adalah "purely effective," yang berarti bahwa pemilih secara alamiah memilih calon tertentu dengan tujuan untuk mengalahkan yang lainnya. Sementara pemilih lainnya mungkin akan mengambil hasil jajak pendapat sebagai indikator penilaian yang dibuat oleh orang-orang yang memperoleh informasi mengenai para kandidat. "Jajak pendapat diperlakukan sebagai indikator kasar dari penilaian pemilih tentang kekuatan dan kelemahan calon "(hal. 415). Fleitas (1971) menjelaskan bahwa karakteristik pemilih yang dapat diajak untuk ikut-ikutan adalah pemilih yang memiliki kemampuan analisis yang lemah dan sangat sedikit mengetahui informasi tentang calon yang akan dipilihnya "(hal. 434). Pemilih yang ikut-ikutan biasanya memiliki referensi dari luar dirinya atau lebih dipengaruhi oleh faktor ekternal dari dirinya. Beberapa faktor yang menjadi referensi bagi pemilih ikut-ikutan diantaranya adalah collective behaviour, collective consciousness, Collective effervescence, Communal reinforcement, crowd manipulation, crowd psychology, group thin dan herd dbehaviour (Wikipedia) Dalam konteks Indonesia kajian seperti ini masih hanya sebatas opini dan tulisan artikel dimedia massa yang dilandasi pada asumsi dan bersandar pada teori semata
tetapi belum ada kajian ilmiah yang dipublikasikan yang dapat membuktikan secara empirical berapa besar pengaruh Bandwagon Effect dalam Pilkada di Indonesia. Penelitian di negara-negara barat menunjukkan berpengaruh paling tinggi adalah sampai 10%. Bagaimana di Indonesia? Belum ada (?) publikasi mengenai efek bandwagon ini dalam proses-proses pemilihan di Indonesia.2 Rumusan Penelitian Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Bandwagon Effect Pada Pemilukada Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Untuk menegetahui bagaimana model pengearuh Bandwagon Effect Pada Pemilukada Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Tinjauan Teoritis Pengertian Pemasaran Pemasaran sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Menurut Kotler (2004), pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan 2 This entry was posted on Saturday, May 24th, 2008 at 11:26 am and is filed under 03-ANALISIS. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pengertian Bauran Pemasaran Menurut Kotler (2004), Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terusmenerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran.” Pemasaran yang efektif memadukan seluruh elemen pemasaran ke dalam suatu program koordinasi, yang dirancang untuk meraih tujuan pemasaran perusahaan dengan mempersembahkan nilai kepada konsumen. Menurut Mc Carthy (Kotler, 2004) bauran pemasaran diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok yaitu : 1. Product (Produk) 2. Price (Harga) 3. Place (Tempat Distribusi) 4. Promotion (Promosi) Pemasaran Politik Penerapan konsep pemasaran politik (political marketing) sepenuhnya mengadopsi strategi-strategi pemasaran yang telah lama diterapkan perusahaan atau organisasi bisnis, namun tujuan yang diinginkan adalah meraih kedudukan politis atau memenangkan pemilihan umum, baik pemilihan umum di tingkat nasional maupun pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Konsep dan strategi pemasaran dalam dunia politik modern saat ini menurut Nursal (2004) diistilahkan dengan political marketing, dan menurut Firmanzah (2008) dengan istilah marketing politik. Pengertian Pemasaran Politik Menurut Henneberg dalam Butler (2007) mendefinisikan dan menetapan marketing politik adalah cara membangun, memelihara dan meningkatkan hubungan jangka panjang pemilih untuk
menguntungkan masyarakat dan partai politik, sehingga tujuan para politisi dan organisasi dapat terpenuhi. Pengertian Bauran Pemasaran Politik Konsep marketing dalam dunia politik tersebut tidak terlepas dari strategi pemasaran yang di dalamnya mencakup strategi bauran pemasaran (marketing mix strategy). Menurut Alwie (2010), “pemasaran politik mengacu pada konsep pemasaran yang sudah cukup klasik yakni pola pendekatan 4P (Produk, Price, Promosi, Place) dan Segmen, seperti pendapat O‟Leary dan Iradele (1976) dengan memberi penekanan pada penggunaan bauran pemasaran (marketing mix) untuk memasarkan partai politik”. Dan dalam politik juga sama, penerapan marketing terletak pada proses yang sama, tetapi analisa kebutuhannya terletak pada pemilih (voters) dan masyarakat (citizens). Lalu untuk yang berkaitan dengan pricing atau penetapan harga dalam marketing politik secara etis tidak memiliki aplikasi langsung dan vulgar tetapi lebih berupa komitmen politisi untuk memperjuangkan platform yang menurut mereka baik untuk kepentingan bersama sebagai imbal balik atas dukungan mereka. Variabel Bauran Pemasaran Politik Konsep bauran pemasaran politik yang didalamnya sama dengan konsep bauran pemasaran bisnis. Dasar dari definisi ini adalah merupakan kerangka kerja yang dikembangkan oleh Niffenegger (1989). Dirancang dengan mengacu pada klasik „4Ps‟ model pemasaran dipopulerkan oleh McCarthy (1960). Produk Politik Menurut Nursal (2004), dalam pemasaran produk bisnis, bauran mata rantai setidaknya terdiri dari empat mata rantai yang punya kaitan kuat satu sama lainnya
yang lazim disingkat 4P (product, price, promotion, dan place). Produk politik terdiri dari substansi (policy, person, party) dan presentasi (medium dan konteks simbolis). Proses penyampaian produk politik dilakukan dengan tiga cara, yakni push marketing, pull marketing, dan pass marketing. Harga Politik Menurut Niffenegger (1989) dalam Firmanzah (2008), harga dalam dunia politik tidak bisa disamakan dengan dunia usaha komersial, mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis sampai ke citra nasional. Harga ekonomi meliputi semua biaya yang dikeluarkan institusi politik selama periode kampanye. Dari biaya iklan, publikasi, biaya „rapat akbar‟ sampai biaya administrasi pengorganisasian tim kampanye. Harga psikologis mengacu pada harga persepsi psikologis, misalnya apakah pemilih merasa nyaman dengan latar belakang – etnis, agama, pendidikan dan lain-lain– seorang kandidat. Harga image nasional berkaitan dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut bisa memberikan citra positif suatu bangsa-negara dan bisa menjadi kebanggaan nasional atau tidak. Harga yang harus dibayar adalah kepercayaan (trust) dan keyakinan (beliefs) akan partai atau kontestan yang akan didukung). Promosi Politik Firmanzah (2008), sebagian besar literatur dalam marketing politik membahas cara sebuah institusi politik dalam melakukan promosi (promotion) ide, platform partai dan ideologi selama kampanye pemilu. Tidak jarang institusi politik bekerja sama dengan sebuah agen iklan dalam membangun slogan, jargon dan citra yang akan ditampilkan (Wring, 1997; Elebash,
1984). Selain itu, pemilihan media perlu dipertimbangkan. Tempat Politik Menurut Niffenegger (1989) dalam Firmanzah (2008), tempat (place) berkaitan erat dengan cara hadir atau distribusi sebuah institusi politik dan kemampuannya dalam berkomunikasi dengan para pemilih atau calon pemilih. Kampanye politik memang harus bisa menyentuh segenap lapisan masyarakat. Sebuah institusi politik harus bisa mengidentifikasi dan memetakan struktur serta karakteristik masyarakat. Sistem distribusi diartikan sebagai suatu jaringan yang berisikan orang dan institusi yang terkait dengan aliran produk politik kepada masyarakat secara luas (O‟Shaughnessy, 1995), sehingga masyarakat dapat merasakan dan mengakses produk politik dengan lebih mudah. Dalam dunia politik, distribusi produk politik sangat terkait erat dengan mekanisme jangkauan dan penetrasi produk politik sampai ke daerah dan pelosok. Konsep Bandwagon Effect dan UnsurUnsurnya Pengertian Bandwagon Effect Secara harfiah, Bandwagon Effect adalah sebuah kereta musik yang membawa band dalam parade, sirkus atau hiburan lainnya. Ungkapan "jump on the bandwagon" pertama kali muncul dalam politik Amerika pada tahun 1848 ketika Dan Rice, menggunakan sebuah badut sirkus dengan kereta musik yang terkenal dan populer pada waktu itu untuk mendapatkan perhatian dan sukses dalam kampanye politik mereka. Bandwagon effect dapat didefinisikan sebagai kecendrungan orang- orang melakukan
atau mempercayai karena mayoritas sesuatu ; Bandwagon Effect menurut wikipedia adalah : a phenomenon— observed primarily within the fields of microeconomics, political science, and behaviorism—that people often do and believe things merely because many other people do and believe the same things. The effect is often called herd instinct, though strictly speaking, this effect is not a result of herd instinct. The bandwagon effect is the reason for the bandwagon fallacy’s success. Teori “Spiral of Silence” Spiral of silence theory di kenal juga dengan teori spiral kesunyian, dan sering juga disebut juga spiral kebisuan. Teori ini dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973,1980). Teori ini mendasarkan asumsinya pada pernyataan bahwa pendapat pribadi bergantung pada apa yang dipikirkan atau diharapkan orang lain, atau apa yang orang rasakan atau anggap sebagai pendapat dari orang lain.
Teori “Group Refference” Teori fungsionalisme Rober K. Merton yang menekankan pada konsekuensi objektif dari individu dalam berperilaku yang mengemukakan suatu teori kelompok referensi yang digunakan sebagai penilaian dirinya dan pembanding serta menjadi bimbingan moral. Teori kelompok referensi (reference group theory) yang terdiri dari kelompok referensi normative, kelompok referensi
komparatif dan ada bentuk lain, yaitu kelompok keanggotaan (membership reference group).
Perilaku Konsumen Istilah perilaku konsumen erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada permasalahan manusia. Di bidang studi pemasaran konsep perilaku konsumen secara terus – menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Perilaku konsumen menurut Engel et.al (1994), adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk keputusan yang mendahului atau menyudahi tindakan ini. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Setiadi (2005), menyatakan pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah variabel internal ( persepsi, sikap, kepribadian, gaya hidup) dan variabel eksternal ( situasi, budaya, kelompok rujukan dan lain – lain). Melalui pemahaman variabel – variabel tersebut, diharapkan pemasar dapat menggunakan variabel tersebut untuk mengembangkan strategi pemasaran. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah : 1. Faktor Lingkungan, 2. Faktor perbedaan Individu 3. Faktor Proses Psikologis Proses Peranan dan Pengambilan Keputusan Membeli Proses keputusan pembelian mengikuti beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian, menurut Kotler dan Keller ( 2009), terdiri dari : (1) pengenalan kebutuhan, (2)
pencarian informasi,(3) evaluasi alternatif, (pembelian), (5) perilaku pasca pembelian. Kelima tahapan tersebut mewakili proses menggerakkan konsumen dari dari pengenalan produk atau jasa ke evaluasi pembelian. Keputusan Masyarakat atau Perilaku Pemilih Dalam pemasaran politik keputusan masyarakat untuk memilih tidak jauh berbeda dengan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Firmanzah (2008) menyatakan, keputusan memilih selama pemilihan umum dapat dianalogikan sebagai perilaku pembelian (purchasing) dalam dunia bisnis dan komersial. Dalam dunia bisnis dan komersial, keputusan pembelian yang salah akan berdampak langsung terhadap subjek dengan kehilangan utilitas (utility loss) barang atau jasa yang dibelinya. Sedangkan keputusan yang salah dalam pemilu tidak memiliki efek langsung bagi si pengambil kaputusan, karena keputusan individu tidak akan berarti apa-apa kecuali dalam jumlah besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih Nursal (2004) membaginya dalam enam faktor yaitu: (1). Social imagery atau citra sosial (pengelompokan sosial). (2) Identifikasi partai, (3) Kandidat: Emotional feelings and Candidate personality (4) Isu dan kebijakan politik (issues and politicies) (5). Peristiwa-peristiwa tertentu: Peristiwa mutakhir (current events) dan Peristiwa personal (personal events) (5) Faktorfaktor epistemik . Pendekatan Rasional dan Rasionalitas Pemilih Secara teoritis ada dua penjelasan teori mengapa seseorang tidak ikut memilih dalam pemilihan. Penjelasan pertama
bersumber dari teori-teori mengenai perilaku pemilih (voter behavior). Penjelasan ini memusatkan perhatian pada individu. Besar kecilnya partisipasi pemilih (voting turnout) dilacak pada sebab-sebab dari individu pemilih. Secara umum analisa-analisa mengenai “voting behaviour” atau perilaku pemilih didasarkan pada tiga pendekatan atau model yaitu: Konsep sikap merupakan variabel sentral dalam menjelaskan perilaku pemilih karena Menurut Greenstein ada 3 fungsi sikap yakni ; pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Artinya, seseorang bersikap tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh atau kelompok yang dikaguminya. Ketiga, sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan (defense mechanism). Karakteristik Tata Aturan Pilkada Daerah Penelitian Pilkada, meskipun di dalam undangundang 32 tahun 2004 yang terdapat dalam pasal 56-119 tidak memberikan definisi yang tegas tentang pilkada, tetapi menurut hemat penulis definisi pilkada dapat kita definisikan, bahwa pilkada adalah singkatan dari pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakilnya di tingkat provinsi dan Bupati/Walikota dan Wakilnya ditingkat kab/kota), pilkada dapat juga diartikan sebagai proses pergantian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang secarah sah diakui hukum, serta momentum bagi
rakyat untuk secara langsung menentukan pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan aspirasi/keinginan rakyat. Pemilukada Langsung Demokrasi menurut Asshiddique (2005), pertama-tama merupakan gagasan yang mengandaikan bahwa kekuasaan itu adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang lebih partisipatif demokrasi itu bahkan disebut sebagai konsep kekuasaan dari, oleh, untuk dan bersama rakyat. Artinya, kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Keseluruhan sistem penyelenggaraan itu pada dasarnya juga diperuntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik diidealkan pula agar diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Kajian dalam bidang ini dalam konteks Indonesia khususnya di wilayah Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara belum ada kajian yang memfokuskan pada perilaku pemilih namun secara nasional dan internasional telah ada beberapa kajian yang meneliti tentang penerapan konsep marketing politik dalam pemilukada dibeberapa daerah seperti Rimmer dan Howard (1990) dalam penelitiannya mereka tidak menemukan hubungan antara penggunaan media dan kemampuan untuk memperkirakan dengan akurat pendapat mayoritas berkenaan suatu isu. Namun Salwen, Lin, dan Matera (1994), dalam penelitannya, mereka menemukan bahwa kecenderungan umum untuk
berbicara lebih berhubungan dengan persepsi opini nasional dan persepsi liputan media nasional daripada dengan opini lokal atau liputan media lokal pada suatu isu tersebut. Penelitian Idie Widigdo (2009) dimana beliau menemukan beberapa pasangan telah menggunakan strategi bauran pemasaran dalam strategi pemenangan pemilukada dengan menerapkan aspek dari segmentasi pemilih dan strategi positioning. Kemudian Sutarso (2010) dimana beliau menemukan bahwa pemilih disegmentasikan dalam beberapa segmen yaitu segmentasi berdasarkan jender, segmentasi berdasarkan agama, dan segmentasi berdasarkan budaya. Sementara Firmansyah (2010) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yaitu (1) kondisi awal pemilih (social budaya pemilih, nilai tradisional pemilih, tingkat pendidikan dan ekonomi pemilih serta faktor individu lainnya), (2) Media masa (data, informasi dan berita media massa, ulasan ahli, permasalahan terkini, perkembangan dan trend situasi), (3) Partai Politik/kontestan (peforment, record, reputasi, marketing politik, program kerja dan system nilai), (4) idiologi pemilih, (5) Partai politik/Kontestan, (6) Policy-Problem solving. Kajian tentang pengaruh bandwagon effect dalam konteks Indonesia masih belum ada yang meneliti secara lengkap dan sistematis (LSI 2010) oleh karena itu kajian ini mengambil kajian ada tingkat Internasional yaitu
kajian Lilian D. Castilo (2010) Lilian meneliti 6 faktor utama dalam peneliti pengaruh bandwagon effect terhadap keputusan pemilihan yaitu (1) citizen’s orientation to election decisions., (2) poll influence is the available information, (3) urgency of deciding promptly on whom to vote (4) individual’s strength of commitment to a particular candidate. (5) initial predispositions an individual has toward a given candidate.(6) trust, which refers to the reliability and veracity that a person attributes to a poll. Lillian Diaz-Castillo,2005, Desertasi, Bandwagon Effect and Underdog Effect on a Low Information, Low Infolvement Election ,dengan responden sebanyak 282 mahasiswa yang kuliah pada The Ohio State University, tujuan dari studi literatur ini menjelaskan dan memberi pemahaman tentang efek ikut-ikutan [seketika] salah satu langkah di (dalam) pembentukan pendapat umum pengerahan dan memberi gambaran [bagi/kepada] semua calon adalah orang-orang lebih mungkin untuk memilih seorang calon jika mereka mengharapkan bahwa calon tersebut akan memenangkan pemilihan . Metode Penelitian Tujuan penelitian tahun kedua adalah menerapkan model penelitian yang telah dihasilkan pada tahun pertama. Untuk maksud tersebut maka dilakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Menetukan Objek dan Lokasi Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada pengembangan model perilaku pemilih pada Pemilukada di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Dimana penelitian ini akan
menetapkan beberapa variabel penting yang mempengaruhi keputusan pemilih pada pemilukada. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. 2. Menentukan Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di dua wilayah yaitu Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Dalam menentukan populasi terlebih dahulu kajian ini menentukan kecamatan-kecamatan mana yang dominan suara untuk calon yang memenangkan pemilukada. Jadi penentuan populasi hanya pada wilayah-wilayah yang memilki suara dominan yang diperoleh oleh calon pemenang pada pemilukada, di mana di setiap wilayah akan muncul satu pasangan dengan suara terbanyak. Bagi wilayah yang memiliki suara dominan untuk pasangan tertentu tetapi pasangan tersebut tidak keluar sebagai pemenang pemilukada, maka wilayah tersebut tidak menjadi sasaran dalam penentuan populasi. b. Sampel Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang utama. Responden kajian terdiri dari: masyarakat pemilih pada pemilukada tahun 2012 yang ada di dua daerah yaitu Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara, di mana wilayah domisili responden adalah termasuk sebagai wilayah yang memilki suara dominan yang didapat oleh calon pemenang pemilukada 2012. Metode penentuan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling. Metode ini dipilih karena semua pemilih dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Dari teknik nonprobability sampling digunakan cluster sampling (area sampling). Teknik cluster sampling digunakan karena jumlah sampel sangat luas dan besar. Pada tahap ini masyarakat pemilih akan di clusterkan dalam wilayah katagori tertentu yaitu mengclusterkan pemilih dengan wilayah-wilayah yang memperoleh persentase suara terbanyak dibandingkan dengan wilayah lain yang juga dominan memperoleh suara terbanyak bagi calon pemenang. Berikutnya untuk menetapkan sampel sebagai responden menggunakan teknik stratified random sampling dimana sampel dibagi menjadi strata-strata tertentu. Menetapkan sampel Dimana strata dalam yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah strata berdasarkan karakteristik individu pemilih dan strata pemilih pemula dan pemilih berulang kali. Penetapkan strata dalam pemilihan sampel dengan tujuan sampel yang dipilih dapat mewakili (representatif) dari populasi, mengingat masyarakat pemilih adalah sangat beragam terutama dari karakteristik pemilih seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pemilih pemula dan juga pemilih berulang. Apabila dalam tahapan ini masih ditemukan sampel kurang proporsional dari strata yang ditetapkan misalnya jumlah pemilih dengan tingkat pendidikan tertentu sangat sedikit dibandingkan dengan tingkat pendidikan pemilih lain maka akan digunakan teknik disproportionate stratified random sampling (sugiono,
2011). Dengan teknik ini sampel dengan strata tertentu memiliki jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan sampel lain maka sampel dengan katagori ini akan diambil seluruhnya sebagai responden. Semenatara sampel lainnya tetap menggunakan teknik proporsional random sampling. 3. Mendesain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menggunakan desain penelitian metode deskriptif. Menurut Whitney, diacu dalam Nazir (2005) metode deskriptif digunakan dalam pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat dan situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatankegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruhpengaruh dari suatu fenomena. (Nazir 2005). 4. Menentukan Data dan Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data utama yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengajuan pertanyaan kepada responden yang telah ditetapkan. Instrumentasi yang digunakan berupa kuesioner. (Umar 2005). 5. Melakukan Pengujian Kuesioner Pengujian kuesioner dilakukan dengan melakukan uji reliabilitas dan uji vaiditas. Uji pendahuluan ini dilakukan terhadap 40 responden masing-masing wilayah yang dipilih. Identifikasi atribut prilaku pemilih merupakan 4P bauran marketing politik. Disamping
itu penelitian ini juga akan menguji beberapa variabel yang termasuk dalam indikator atau media yang menjadi referensi bagi bandwagon efect (ikutikutan) bagi pemilih yaitu collective behaviour, collective consciousness, group think. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis
Calon Bupati dan Wakil Bupati Terdapat 10 pasangan calon Bupati Kabupaten Aceh Utara pada pemilukada Tahun 2012, dimana terdapat 7 pasangan dari calon perseorangan dan 3 pasangan calon yang berasal dari partai politik dan kualisi partai politik. Daftar pasangan selengkapnya di tampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daftar Pasangan Calon Bupati Aceh Utara Tahun 2012 Nomor Urut
Nama Pasangan
Jalur
1
Tgk. Fajri M. Kasim, M.SSc - Tgk. H. Muchtar A. Al Khutby, S.Hi
Perseorangan
2
Dr. Husnan Harun - Ir. H. T. Muttaqin, MM
Perseorangan
3
Drs. H. Umar HN - Ir. Bakhtiar, MT
Perseorangan
4
Tgk. Ilyas A. Hamid - Abd. Wahab Mahmudi, S.Ag
5
Drs. H. Marzuki Abdullah - Drh. Nuraini Maida
Partai Politik
6
Martunis Hamzah - Mustafa Arba
Perseorangan
7
Misbahul Munir - Muksalmina
Perseorangan
8
Prof. H.A. Hadi Arifin, M.Si - Ridwan Lidan, SE
Perseorangan
9
H. Sulaiman Ibrahim - Drs. H.T. Syarifuddin
Perseorangan
10
Muhammad Thaib - M. Jamil, M.Kes
Partai Politik
Sumber : KIP Aceh Utara 2012
Koalisi Partai Politik
Perolehan Suara Peroleh suara untuk calon Bupati Kabupaten Aceh Utara pada pemilukada tahun 2012 untuk masing-masing, untuk Aceh Utara, pasangan Cek Mad/M Jamil berhasil meraih 64,18 persen suara, disusul Sulaiman Ibrahim/HT Syarifuddin 7,61 persen, Marzuki Abdullah/Nuraini Maida 6,69 persen. Selanjutnya, pasangan Tgk Fajri M Kasim/Tgk Mukhtar Al Khutbi memperoleh 5,43 persen suara, Husnan Harun-Mutttaqin dengan peroleh 4,71 persen suara. Berikutnya pasangan Ilyas A Hamid/Abdul Wahab Mahmudy memperoleh 3,17 persen suara, MunirMansur meraih 2,89 persen suara, A Hadi Arifin/Ridwan Lidan memperoleh 3,48 persen suara, Umar HN/Bakhtiar memperoleh suara 0.91 persen, dan pasangan Martunis HZ-Musfata Arba meraih 0,93 persen suara.
Menentukan Demensi Utama Pembentuk Political Marketing
Membentuk Behaviour
Indikator
Consensus
Tahapan Pembentukan Model Penelitian Menentukan Variabel Utama Yang mempengaruhi Keputusan Pemilih
Membentuk Indikator Consensus Colective
Menentukan Demensi Utama Pembentuk Bandwagon Effect
Membentuk Indikator Promotion
Membentuk Indikator Group Think Keterangan : (1) Prm1
: Iklan (2) Prm2 : Promosi (3) Prm3 : Acara (4) Prm4 : Humas/ Publisitas (5) Prm5: Pemasaran dari mulut ke mulut (6) Prm6 : Penjualan Personal
Membentuk Indikator Product
Membentuk Indikator Place
Keterangan : (1) Pdc1 : Visi Misi (2) Pdc2 : Program Kerja (3) Pdc3 : Figur kandidat (4) Pdc4: Figur Pendukung (5) PDc5 : Ideologi
Keterangan : (1) Plc1 : Jangkauan (2) Plc2 : Jaringan (3) Plc3 : Segmentasi wilayah (4) Plc4 : Informasi
Membentuk Indikator Price
Membentuk Pemuilihan Keterangan : (1) Prc1 : Harga Ekonomi (2) Prc2: Harga Psikologis (3) Prc3 : Harga Image
Indikator
Keputusan
Keterangan : (1) Kp1
: Pengenalan masalah (2) Kp2 : Pencarian informasi (3) Kp : Evaluasi Alternatif (4) Kp4 : Keputusan Pemiliha (5) Kp5 : Perilaku pasca pemilihan
Membentuk Kerangka Konsep Penelitian Full Model dengan Direct dan Indirect Efect
Membentuk Full Model Penelitian
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan 1. Perilaku pemilih dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh banyak
faktor diantaranya faktor yang rasional dan juga faktor yang irrasional 2. Faktor rasional adalah faktor yang mempengaruhi pemilih atas dasar pemikiran yang logis dan rasional berdasarkan hasil dari pemikiran yang sistematis. 3. Faktor irrasional adalah pemilihan yang didasarkan atas hasil pemikiran yang tidak sistematis yang cenderung dipengaruhi oleh sikap dan pendapat orang lain atau situasi lain yang menyebabkan ikut-ikutan. Rekomendasi 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada pemilih dalam pemilihan kepala daerah untuk dapat memilih secara ikut-ikutan sehingga menghasilkan pilihan yang tepat 2. Diharapkan model ini dapat diterapkan di kalangan akademisi untuk menambah referensi ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Alwie, Alvi Furwanti. (2010). Strategi Pemasaran Dalam Politik. http://alvifurwanti. blogspot.com/2010/08/perbedaan -pemasaran-politik-dengan.html, diakses 29 Mei 2013. Áron Kiss dan Gabor Simonovits,2011, Identifying bandwagon effects in two-round elections Asshiddiqie, Jimly. (2005). Konstitusi Press. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi: Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM. http://portal. mahkamahkonstitusi.go.id/simpu s/public/pdf, diakses 29 Mei 2013.
Assauri,
Sofjan. (2010). Manajemen Pemasaran (Cet. ke-10). Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Bastian, Asep Ferry. (2009). Indonesian Scientific Journal Database. Keputusan Memilih Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2007. Vol. 2 (11), 24-42. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/ jurnal/ 112092442_1411-545X, diakses 29 Mei 2013. Butler, Patrick. Collins, Neil, & Fellenz, Martin R. (2007). Journal of Political Marketing. TheoryBuilding in Political Marketing: Parallels in Public Management. Vol. 6 (2), 91-107. http://www.tandfonline.com/ toc/wplm20/ current, diakses Juni 2013. Cwalina, Wojciech. Falkowski, Andrzej. Newman, Bruce, & Vercic, Dejan. (2003). Journal of Political Marketing. Models of Voter Behavior in Traditional and Evolving Democracies. Vol. 3 (2), 7-30. http://www.tandfonline.com/toc/ wplm 20/current, diakses Juni 2013. Cwalina, Wojciech & Falkowski, Andrzej. (2005). Journal of Political Marketing. Advertising and the Image of Politicians in Evolving and Established 136 136 Democracies. Vol. 4 (2), 19-44. http://www.tandfonline.com/toc / wplm20/ current, diakses Juni 2013.
Djafar, TB. Massa. (2008). Indonesian Scientific Journal Database. Pilkada dan Demokrasi Konsosiasional di Aceh. Vol. 4 (1), 195-218. http://isjd.pdii.lipi.go. id/index.php/Search.html? act=tampil&id= 10015&idc, diakses 30 Mei 2013. Diaz, Castillo,2005, Bandwagon Effect and Underdog Effects on Alow Information, Low Involvement Election, Disertasi Doktoral Pada Departemen Ilmu Politik, Ohio State University, 2005diakses 30 Mei 2013. Engel, James F, et.al, 1994, Consumer Behavior, Jilid 1, Alih Bahasa Budiyanto, Penerbit : Binarupa Aksara, Jakarta.Penerbit : Erlangga, Jakarta Firmanzah. (2008). Marketing Politik (Edisi Revisi). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Henneberg, Stephan C. (2008). Journal of Political Marketing. An Epistemological Perspective on Research in Political Marketing. Vol. 7 (2), 151-182. http:// www.tandfonline.com/ toc/wplm20/current, diakses Mei 2013. __________. (2003). University of Bath School of Management. Generic Functions of Political Marketing Management. http://www.bath.ac.uk/manageme nt/research/ papers.htm. diakses Mei 2013.
Holik, Idham. (2009). Marketing Politik Dalam Kampanye Pilpres. Vol. 3 (1), 16-25. http://www.ubm.ac.id/ilmukomunikasi/marketing-politikdalam-kampanye-pilpres.html, diakses Juni 2013. Ikhsan, M. (2011). STIA-LAN. Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung di Kabupaten/Kota. www.stialan.ac.id/artikel%20m %20 ikhsan, diakses Mei 2013. . Kotler, Philip. (2004). Manajemen Pemasaran (Edisi Revisi). (Hendra Teguh & Ronny A. Rusli, Penerjemah). Jakarta: Prenhallindo. Kotler, Philip, & Armstrong, Gary. (2001). Prinsip-Prinsip Pemasaran . (Bob Sabran, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. Kotler, Philip, & Keller, Kevin Lane. (2009). Manajemen Pemasaran (Edisi ke-13 Jilid 2). (Bob Sabran, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. KPU
Pusat (2005). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. www.kpu.go.id/dmdocuments, diakses Juni 2013.
Lupiyoadi, Rambat, & Hamdani, A. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat. Littlejohn, Stephen W and Karen A. Foss, Theories of Human Communication Eight Edition,
Singapore, Wadsworth, 2005, diakses Juni 2013 Lingkaran Survey Indonesia, Kajian Bulanan Edisi 08 Desember, 2007, diakses Juni 2013 Marijan,
Nursal,
Kacung. (2008). Komunitas Demokrasi untuk Indonesia. Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik, dan Demokrasi Lokal. Vol. 1-20. http:// www.komunitasdemokrasi.or.id/c omments.php?id, diakses Mei 2013 Adman. (2004). Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
O’Cass, Aron. (2003). Journal of Political Marketing. Electoral Choice. Vol. 3 (1), 61-85. http://www.tandfonline.com/toc/ wplm20/current, diakses Juni 2013. Sarundajang. (2012). Pilkada Langsung: Problema dan Prospek (Edisi Revisi). Jakarta: Kata Hasta Pustaka. Schiffman, Leon, G.,Leslie Lazar Kanuk, 2000, Consumer Behavior, Edisi Tujuh, Prentice-Hall, New Jersey. Setiadi, Nugroho, J, 2003, Konsumen, Penerbit, Media, Bandung.
Perilaku Prenada
Severin, Werner J. and James W. Tankard Communication Theories: Origins, Methods and Uses in the Mass Media, New York, Addison
Wesley Longman, 2001. diakses Juni 2013. Schneider, Helmut. (2004). Journal of Political Marketing. Branding in Politics-Manifestations, Relevance and Identity-Oriented Management. Vol. 3 (3), 41-67. http://www.tandfonline.com/toc/ wplm20/current, diakses Juni 2013. Shama, Avraham. (1975). Advances in Consumer Research. Applications of Marketing Concepts to Candidate Marketing. Vol. 2. 793-802. http://www. acrwebsite.org, diakses Mei 2013. Suciska,
Wulan. (2008). Indonesian Scientific Journal Database. Menjadi Pencuri Hati Rakyat (Merayu Sekaligus Mendidik Pemilih dengan Politic Marketing). Vol. 6 (1), 1-16. http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.ph p/Search.html?act=tampil& id=17398&idc=37, diakses 30 Mei 2013.
Swastha, Basu, & Irawan. (2008). Manajemen Pemasaran Modern (Cet. ke-13). Yogyakarta: Liberty. Traugott, MW and Paul J. Lavrakas, The Voter’s Guide to Election Polls, Chatham, Chatam House Publishers, 1996. diakses 30 Mei 2013. Umar Husein, Metode Riset Perilaku Orgaisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum. Diakses Mei 2013. Widigdo, Idie. (2009). Dinamika Manajemen. Penerapan Konsep Political Marketing Dalam Pilkada. Vol. 1 (1), 77-83. http://journal.unnes.ac.id/index. php/dinamika/article/view/1167, diakses Juni 2013. Wring, Dominic. (1997). Journal of Marketing Management. Reconciling Marketing with Political Science: Theories of Political Marketing. Vol. 13 (7), 651-663. https://dspace.lboro.ac.uk/dspacejspui/handle/21349, diakses Juni 2013. Varma, S.P. (1992). Teori Politik Modern (Edisi Kedua). Jakarta: Rajawali Pers
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN STUDI PADA PDAM KECAMATAN MUARA BATU Yusniar
[email protected]
ISSN : 2303-0542
Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Aceh ABSTRACT The research ain to know influence to quality to consumer satisfaction of PDAM Kecamatan Muara Batu. The research use primary data obtained by questions to 120 responden. To analize data is used statistics tools are multiple regression and prosessing by helping compter with SPSSS Program. The results of this research the simulthan service quality high significant influence to constumer satisfaction , the partially tangible, reability, responsiviness, assurance, emphaty significant influence to consumer satisfaction. Keywords: Service
Quality, Satisfaction
Costumer
Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan, baik yang memproduksi barang ataupun yang bergerak di bidang jasa bertujuan untuk mencari keuntungan. Keuntungan adalah hal penting bagi suatu perusahaan karena menyangkut kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan dimasa datang, hal yang perlu dan harus diperhatikan seiring dengan perkembangan perusahaan adalah bagaimana menjaga agar konsumen merasa puas dengan apa yang telah diberikan oleh perusahaan, karena kualitas dan pelanggan merupakan dua hal penting dalam perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus memberikan perhatian yang lebih untuk kedua hal tersebut. Biasanya kualitas yang baik akan diikuti oleh loyalitas pelanggan akan produk yang bersangkutan, maka sudah menjadi tugas yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan kualitas untuk memenuhi
keinginan pelanggan. Organisasi harus berusaha agar harapan pelanggan terpenuhi bahkan kalau bisa terlampaui,terlebih lagi dalam era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan bisnis yang luar biasa ketat, termasuk perkembangan dan peranan sektor jasa yang mengalami peningkatan yang dramatis dibanding dekade sebelumnya yang terlihat pada kontribusi sektor ini mendominasi sekitar duapertiga dari perekonomian dunia Lupiyoadi, 2001) memaksa perusahaan yang ingin berkembang atau paling tidak ingin bertahan hidup harus dapat memberikan kepada konsumen suatu produk baik barang dan jasa yang berkualitas lebih baik, lebih murah, dan dengan pelayanan diatas perusahaan pesaingnya. Salah satu upaya untuk memenuhi dan memuaskan pelanggan disektor jasa, kualitas dalam hal ini berarti perusahaan harus bisa merespon segala keinginan dan kebutuhan pelanggan kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi bagaimanapun secara cepat, tepat, dan simpatik, karena bagaimanapun juga hal penting yang harus diperhatikan perusahaan adalah bagaimana memuaskan pelanggan. Menurut penelitian, pelanggan yang tidak puas dan kecewa terhadap kinerja perusahaan tidak hanya akan meninggalkan perusahaan, hal ini tentu saja akan menciptakan citra buruk bagi perusahaan sehingga akan mempengaruhi calon konsumen yang sebelumnya berniat untuk memilih jasa kita menjadi beralih kepada perusahaan pesaing. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 1997 ). Apa yang dirasakan baik oleh perusahaan belum tentu baik juga untuk konsumen, maka perusahaan harus berusaha meminimalkan ketidakpuasan pelanggan
dengan memberikan pelayanan yang semakin hari semakin baik atau meningkatkan kualitas yang berkesinambungan. Persoalan kualitas dalam dunia bisnis nampaknya sudah menjadi “harga yang harus dibayar” oleh perusahaan agar tetap bisa bertahan dalam bisnisnya. Konsumen membentuk harapan tentang nilai yang akan diperoleh, dan dari nilai itu kemudian dapat diukur besar kepuasan yang dimiliki konsumen. Alma (2000) perusahaaan air minum dan perusahaan listrik diklasifikasikan sebagai Public utility and transportation services, yang mempunyai monopoli secara alamiah. Berdasarkan teori diatas serta ditinjau dari tujuan pokok PDAM Muara Batu yaitu turut serta melaksanakan pembangunan dibidang kesehatan masyarakat dalam hal pelayanan kebutuhan air bersih dan sehat, maka PDAM dapat diklasifikasikan bagai perusahaan jasa. PDAM Muara Batu sebagai satu-satunya penyalur dan mengolah air bersih di Kecamatan Muara Batu, Sawang, ,Dewantara dan Kecamatan Gandapura bukan berarti dapat begitu saja mengabaikan para pelanggannya karena tidak ada kekhawatiran akan beralihnya pelanggan kepada pesaing. Bahkan PDAM Muara Batu sebagai perusahaan pemerintah tidak dapat lepas dari peranannya untuk mensejahterakan masyarakat melalui pelayanan kebutuhan air bersih dan sehat, sehingga PDAM harus selalu siap memberikan pelayanan yang sesuai serta bernilai tambah bagi para pelanggan.
(tampilan fisik layanan) tampilan fisik, Reliability (Kemampuan mewujudkan janji), Responsiveness (Ketanggapan dalam memberikan layanan), Assurance (Kemampuan memberikan jaminan layanan) dan empathy (Kemampuan perusahaan memahami keinginan pelanggan). Penelitian ini mencoba mengevaluasi tingkat kualitas pelayanan. terhadap kepuasan pelanggan pada PDAM Muara Batu di lihat dari sudut dimensi layanan jasa, yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Hal ini dikarenakan peneliti menduga masing-masing perusahaan berangkat dari strategi yang berbeda sehingga penekanan pada dimensi kualitas layanan dari masing-masing perusahaan juga berbeda. Beranjak dari hal tersebut pelayanan yang diberikan oleh PDAM Muara Batu terutama dalam hal air bersih yang di produksikan oleh perusahaan adalah air yang dialirkan kadang – kadang tidak bersih, dan juga air yang dialirkan setiap hari selalu terlambat sehingga tidak sempat digunakan berwudhuk untuk shalat shubuh dan sering juga airnya tidak jalan (mati) sampai berhari-hari tanpa pemberitahan yang jelas sehingga membuat konsumen tidak bisa terpenuhi kepuasannya sesuai dengan keinginannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada Perusahaan Daerah Air Minum di Kecamatan Muara Batu.
Kualitas pelayanan akan dihasilkan oleh operasi yang dilakukan oleh perusahaan, dan keberhasilan proses operasi ini ditentukan oleh banyak faktor, antara lain, faktor karyawan, sistem dan teknologi. Kualitas layanan sendiri bisa dilihat dari dimensi tangibles
Tinjauan Pustaka Pelayanan Sejauh ini banyak pakar pemasaran jasa yang telah berusaha mendefinisikan pengertian pelayanan. Berikut ini beberapa pengertian jasa antara lain : Kotler (dalam Rangkuti 2007) Pelayanan
adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa terkait dengan produk fisik ataupun tidak. Kotler menyimpulkan bahwa pelayanan sebagai proses sosial dan manajerial individu untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun pada setiap apa yang dirasakan atau pun ditawarkan kepada konsumen. Sunu (2008) Pelayanan adalah merupakan kemudahan yang diberikan sehubungan dengan proses jual beli barang dan jasa, yang mana dengan adanya pelayanan para konsumen akan tertarik akan jasa yang telah kita berikan. Zeithaml dan Bitner ( 2008) didefinisikan sebagai :Include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced and provides added value in forms that are essentially intangible concerns of its first purchaser. Pada dasarnya pengertian yang dikemukakan oleh Zeithaml dan Bitner sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Kotler sebagai suatu hal yang tidak berwujud, dapat digunakan langsung pada saat diproduksi dan mempunyai nilai tambah sendiri yang besifat tidak tampak pada saat dikonsumsi. Adapun Payne (2010) mengemukakan definisi jasa (layanan) adalah merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketidakwujudan (intangbility) yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya. Secara garis besar terdapat empat unsur pokok dalam konsep pelayanan unggul
yaitu : (1) Kecepatan ; (2) Ketepatan ; (3) Keramahan ; (4) Kenyamanan. Ferdinand (2008). Dan Tjiptono (2009 ) Ciri-ciri atau atribut-atribut yang ada dalam kualitas pelayanan tersebut adalah; 1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses. 2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan-kesalahan. 3. Kesopanan dan keramahan dalam member pelayanan. 4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti computer. 5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain. 6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber AC, kebersihan dan lain-lain. Definisi dari pelayanan itu sendiri menurut Sugiarto (2008) adalah upaya maksimal yang diberikan oleh petugas pelayanan dari sebuah perusahaan industri untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai kepuasan. Cravens (2008) mengungkapkan pengertian pelayanan yaitu upaya dalam memenuhi permohonan untuk menspesifikasikan produk-produk seperti data kinerja, permohonan untuk rincian, pemrosesan pesanan pembelian, penyelidikan status pesanan, dan layanan garansi. Pelayanan sering disebut sebagai jasa yang diberikan oleh perusahaan, artinya bahwa adanya suatu perbuatan yang dilaksanakan suatu pihak terhadap pihak lain (Tunggal, 2011). Pelayanan yaitu setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat
pemilikan sesuatu (Kotler, 2010). Pelayanan yaitu setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat pemilikan sesuatu (Kotler, 2010). Definisi pelayanan secara umum adalah kualitas harus dihubungkan dengan harapan-harapan konsumen dan memuaskan kebutuhan serta permintaan mereka. Tinggi rendahnya suatu kualitas pelayanan tergantung pada bagaimana penerimaan konsumen akan pelayanan nyata yang diperolehnya sehubungan dengan apa yang mereka harapkan. Berbeda yang di kemukakan oleh Helien (2008:7) Pelayanan pelanggan adalah kegiatan yang berorientasi kepada pelanggan yang terdiri dari elemenelemen nyata berupa faktor yang bisa diraba, didengar dan dirasakan seperti ukuran, berat, warna dan sebagainya. Kemudian adanya elemen-elemen tidak nyata yaitu lebih sulit diukur dan sering kali subyektif karena tergantung pada sikap-sikap yang bisa dipengaruhi namun tidak diajarkan, sebagai contoh rasa nyaman, rileks, percaya dan lain sebagainya. Kualitas pelayanan adalah salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh manajer (perusahaan). Kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen (Lovelock, 1998 dalam Irmawati, 2001) Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas perusahaan harus memperhatikan dan meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para staf, terutama bagi mereka yang berhubungan langsung dengan customer.
Kualitas pelayanan yang berkualitas akan memberikan peranan untuk membentuk kepuasan pelanggan. Nilai yang diberikan kepada pelanggan sangat kuat didasari oleh faktor kualitas jasa. Roger (2010 ) mendefinisikan kualitas sebagai kecocokan penggunaan yang artinya barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan atau pelanggan. Menurut Zeitham1 dan Bitner Kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan demikian ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa), yaitu : expected service dan perceived Service.Apabila pelayanan (jasa) yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan (jasa) yang diterima melampaui harapan pelanggan,maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.Sebaliknya jika pelayanan (jasa) yang di terima lebih rendah daripada yang di harapkan, maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan buruk.Maka, baik tidaknya kualitas pelayanan (jasa) tergantung pada penyedia pelayanan (jasa) dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Definisi dari Nasution (2008:47), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Berbagai definisi telah diuraikan diatas bisa ditarik kesimpulan pengertian dari kualitas pelayanan yaitu segala bentuk penyelenggaraan pelayanan secara maksimal yang diberikan perusahaan
dengan segala keunggulan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan demi memenuhi harapan pelanggan. Kualitas Jasa atau Layanan Suatu pelayanan yang berkualitas akan memberikan peranan untuk membentuk kepuasan pelanggan. Nilai yang diberikan kepada pelanggan sangat kuat didasari oleh faktor kualitas pelayanan. Adapun Tjiptono dan Chandra (2011), kualitas pelayanan jasa didefiniskan sebagai : ”Kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Jika kualitas melebihi harapan maka pelanggan atau konsumen yang mengkonsumsi jasa yang diberikan akan merasakan kepuasan atas pelayanan tersebut. Akan tetapi, sebaliknya pelanggan akan merasa tidak puas atas kualitas pelayanan apabila tidak melebihi harapan mereka dan akan berpindah ke produk atau jasa yang lain. Kualitas jasa pelayanan menurut Lovelock (2010), didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sejalan yang telah dijelaskan diatas Rangkuti ( 2008 ), mendefinisikan bahwa : ”Kualitas pelayanan merupakan penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan konsumen.” Inti dari kualitas pelayanan adalah memberikan tingkat kepentingan yang melebihi dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan maka kualitas pelayanan dipersepsikan dengan baik, sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan
maka kualitas pelyananan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya. Secara garis besar kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyatanyata mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan / inginkan terhadap atributatribut pelayanan suatu perusahaan. Parasuraman (2009 ), mengemukakan kualitas pelayanan (jasa) dikelompokkan ke dalam 5 dimensi yaitu : 1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu : sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan di gunakan perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan,seperti gedung kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain. 2. Kehandalan (Reliability), yaitu : kema mpuan memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan yang di harapkan, seperti kemampuan dalam menempati janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk meminimumkan kesalahan. 3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau mendengarkan dan merespon pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan, misalnya : mampu memberikan informasi secara benar dan tepat, tidak menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan segera. 4. Jaminan (Assurance), yaitu :kemampuan karyawan dalam menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan melalui pengetahuan,kesopanan serta menghargai perasaan pelanggan.
5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu : kemampuan atau kesediaan karyawan memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami kebutuhan dan peduli kepada pelanggannya. Bukti Langsung (Tangible) Pengertian bukti langsung dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara langsung dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2009). Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi. Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam
mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpul bahwa bukti langsung adalah fasilitas yang dapat dirasakan dan digunakan oleh pelanggan dalam memenuhi kepuasan konsumen. Pengertian Kehandalan (Reliability) Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2009). Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya. Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan
memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2009). Kaitan dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja. Sunyoto (2008) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan kepada konsumen sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Pengertian Daya tanggap (Responsiveness) Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja, Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja. Margaretha (2008) kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap. Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa daya tanggap adalah mau mendengarkan dan merespon konsumen dalam upaya memuaskan konsumen. Pengertian Jaminan (Assurance) Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan,
sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2009). Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguhsungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan (Margaretha, 2008). Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa Jaminan adalah kemampuan karyawan dalam menimblkan kepercayaan dan keyakinan konsumen melali pengetahuan, kesopanan serta menghargai perasaan konsumen. Pengertian Kepedulian (Empathy) Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan
memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2009). Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepedulian adalah kemampan atau kesediaan karyawan memberikan perhatian yang bersifat pribadi seperti bersikap ramah. Karakteristik pelayanan Dari pengertian jasa yang telah diuraikan, Kotler (dalam Rangkuti 2008) mengungkapkan empat macam karakteristik jasa, sebagai berikut : a. Intangibility (Tidak Berwujud) Jasa memiliki sifat tidak berwujud, sehingga konsumen tidak dapat mengevaluasinya berdasarkan bentuk dan karakteristik ini memiliki beberapa implikasi pemasaran, dimana bukti fisik yang sedikit mengakibatkan meningkatnya kesulitan dalam menilai jasa-jasa yang saling bersaingan dan tingginya tingkat resiko kesalahan dalam memilih. b. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
Pada umumnya jasa yang diproduksi dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lain, maka akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut. c. Variability (Bervariasi atau Beragam) Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan. d. Perishability (Tidak dapat disimpan) Jasa tidak dapat disimpan, karena ia hanya dapat dideskripsikan sebagai rangkaian aktivitas atau proses. Jasa yang diproduksi pada suatu waktu dan tidak terjual tidak akan dapat dijual kembali pada saat yang lain. Pelanggan Manusia memiliki akal budi kemampuan untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu, sehingga manusia secara alamiah harus memenuhi semua kebutuhan itu dengan cara membeli maupun menukar barang atau jasa yang diinginkan. Terciptalah manusia sebagai pembeli yang dalam dunia industri disebut pelanggan untuk melakukan transaksi dalam rangka memenuhi semua kebutuhan. Pelanggan masa kini menemukan banyak sekali produk dalam setiap kategori. Pelanggan memiliki beragam kebutuhan dalam kombinasi serta harga barang atau jasa. Mereka mengharapkan akan mutu dan pelayanan yang terus meningkat. Di tengah pilihan mereka yang begitu banyak, pelanggan cenderung memilih tawaran yang paling sesuai dengan kebutuhan serta harapan masing-masing. Adanya keinginan pelanggan atau konsumen terhadap kualitas pelayanan yang memadai adalah sebuah kesempatan untuk memperluas pangsa pasar. Namun
harus digarisbawahi bahwa karena tingginya tingkat persaingan, maka seorang calon konsumen akan memiliki pilihan lebih dari satu produk. Pelanggan Handoko (2012) yaitu individu-individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangga. Seiring dengan pernyataan Pamitra (2011) bahwa pelanggan adalah individu pembuatan keputusan yang menyebabkan seseorang harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk. Supranto (2011) pelanggan adalah setiap individu yang menerima suatu jenis barangatau jasa dari beberapa orang lain atau kelompok orang. Lupiyoadi (2009) mendefinisikan Pelanggan adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali datang ketempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produk atau jasa tersebut. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen dianggap sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. Menurut Kotler (dalam Rangkuti 2008), Perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Pada dasarnya pengertian kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara tingkat harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono dan Chandra, 2008).
Menurut Oliver (dalam Barnes, 2008) kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan; sedangkan Kotler (2009) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapanharapannya. Adapun Tse & Wilton yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2008), Respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal atau standar kinerja tertentu dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk. Pendapat lain mengenai kepuasan pelanggan menurut Oliver yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2008), adalah : Penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk/jasa itu sendiri memberikan tingkat pemenuhan berkaitan dengan konsumsi yang menyenangkan, termasuk tingkat under-fulfillment dan overfulfillment. Pelanggan atau konsumen yang secara kontinue dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk menggunakan produk atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka merasa puas akan produk atau jasa yang telah diberikan oleh perusahaan. Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan ketika sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Kepuasan konsumen merupakan seseorang atau individu yang secara continue dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya.
Faktor Pendorong Terhadap Kepuasan Konsumen Dalam mencapai kepuasan konsumen perusahaan harus memperhatikan faktorfaktor / indikator yang bisa konsumen terpuaskan. Faktor-faktor pendorong kepuasan kepada Konsumen dalam Irawan (2007) : a. Kualitas Produk Pelanggan atau konsumen akan merasa puas setelah membeli dan menggunakan produk tersebut yang memiliki kualitas produk baik. Adapun yang di jelaskan Crosby (2010) kualitas produk adalah produk yang sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah di tentukan. Juran (2009:35) kualitas produk adalah kecocokan penggunakan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Berbeda lagi dengan Felgenbaum (2011) kualitas produk suatu produk yang sesuai dengan apa yang di harapkan konsumen. Garvin (2007) kualitas produk adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, serta lingkungan yang mematuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. b. Harga Biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting. Akan tetapi biasanya faktor harga bukan menjadi jaminan suatu produk memiliki kualitas yang baik. Istilah harga biasa digunakan dalam kegiatan tukar menukar. Untuk menyatakan harga sesuatu barang digunakan satuan uang. Ferdinand (2007), harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dalam
satuan uang. Tidak setiap barang memiliki harga, hanya barang ekonomi sajalah yang memiliki harga sebab untuk memperolehnya memerlukan pengorbanan yang menyebabkan adanya penawaran adalah faktor kelangkaan atau kejarangan. Hansen dan Mowen (2007) mendefenisikan “harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan”. Pada kenyataanya, harga jual yang tinggi memang menghasilkan laba per unit yang besar, tapi kuantitas yang terjual menjadi sedikit. Dan jika dibandingkan dengan harga jual yang rendah, memang menghasilkan laba perunit yang lebih rendah, tapi kuantitas yang terjual menjadi lebih banyak. c. Kualitas Jasa Pelanggan merasa puas apabila mereka memperoleh jasa yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan dari pegawai maupun karyawan perusahaan. Suatu pelayanan yang berkualitas akan memberikan peranan untuk membentuk kepuasan pelanggan. Nilai yang diberikan kepada pelanggan sangat kuat didasari oleh faktor kualitas pelayanan. Tjiptono dan Chandra (2009 ), kualitas didefiniskan sebagai : ”Kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Jika kualitas melebihi harapan maka pelanggan atau konsumen yang mengkonsumsi jasa yang diberikan akan merasakan kepuasan atas pelayanan tersebut. Akan tetapi, sebaliknya pelanggan akan merasa tidak puas atas kualitas pelayanan apabila tidak melebihi harapan mereka
dan akan berpindah ke produk atau jasa yang lain. Philip Kotler ( dalam Rangkuti 2008 ) Pelayanan adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilakan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa terkait dengan produk fisik ataupun tidak. d. Emotional faktor Kepuasannya bukan karena kualitas produk, tetapi harga diri atau nilai sosial yang menjadikan pelanggan puas terhadap merek produk tertentu. Sarwono (2010) mengatakan emotional faktor, merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam). Crow (2008) emotional faktor mengartikan sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner Adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan hidup. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2008 ). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya
hubungan interpersonal dilakukannya.
yang
e. Biaya atau kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa Kenyamanan dan efisien dalam mendapatkan suatu produk atau jasa serta mudah mendapatkan jasa produk memberikan nilai tersendiri bagi kepuasan pelanggan. Biaya pelanggan total (total customer cost) adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk atau jasa. Proses memperluas konsep produk meliputi pendefinisian manfaat produk yang akan ditawarkan. Manfaat yang diperoleh dan terjalin selalu memiliki atribut produk, misalnya mutu, ciri, dan model. Setelah produk tadi diperkenalkan di pasar, maka atribut-atribut ini harus dimodifikasi agar bisa bertahan menghadapi tantangan dalam setiap tahap daur hidup produk. Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan ( Kotler, 2009). Pengukuran Kepuasan Konsumen Adapun pendapat yang di jelaskan menurut Kotler (2010) dalam Nasution (2009 ), ada 4 metode untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu : (1). Sistem Keluhan dan Saran. Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan atau konsumen (CustimerOriented) menyediakan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untukmenyampaikan saran, kritik, dan keluhan mereka. (2). Pekerja / karyawan. Mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pelanggan atau pembeli
potensial produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Kemudian melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk, mengamati dan menilai cara penanganan yang lebih baik. (3). Pelanggan yang sudah pergi.Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau beralih ke perusahaan. Perusahaan berusaha untuk mengamati apa yang menyebakan pelanggan bisa berpindah ke produk atau jasa lain. (4). Survei Kepuasan Pelanggan. Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, sebagai berikut: a. Directly reported satisfaction (Melaporkan kepuasan Pelanggan). Melakukan pengukuran secara langsung melalui pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan. b. Derived dissatisfaction (Ketidakpuasan). Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan. c. Problem analysis (Analisa permasalahan). Pelanggan diminta untuk menungkapkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan. d. Importance-performance Analysis ( Analisis pekerja). Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.
Penelitian Sebelumnya: Fikriah dan Phonna (2012) Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien yang Menggunakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh, Tujuan penelitiannya ingin menganalisis pelayanan dokter, pelayanan medis, pelayanan sarana penunjang dan pelayanan administrasi mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien JKA di rumah sakit Zainal Abidin Banda Aceh. Adnan (2013)Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien pada Puskesmas Kec. Muara Dua Kota Lhokseumawe. Tujuan penelitiannya adalah ingin menganalisis kualitas pelayanan dan faktor apa yang pengaruh secara dominan terhadap kepuasan pasien pada Puskesmas Kec. Muara Dua, Hasil yang didapat adalah kualitas pelayanan yang terdiri dari kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan fasilitas fisik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien puskesmas Kec. Muara Dua Kota Lhokseumawe. Dan Variabel yang dominan mempengaruhi kepuasan konsumen adalah fasilitas fisik. Berdasarkan konseptual dan tujuan dari penelitian ini maka kerangka dari konseptual adalah sebagai berikut :
Bukti Langsung (X1) Kehandalan (X2) Daya tanggap (X3)
Kepuasan Konsumen (Y)
Jaminan (X4) Kepedulian (X5)
Berdasarkan teori, temuan sebelumnya dan kerangka berfikir maka hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Kualitas pelayan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen PDAM Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara. 2. Daya Tanggap merupakan pengaruh yang dominan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muara Batu dan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Objek penelitian ini adalah pelanggan yang mengkonsumsi air bersih produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kec. Muara Batu. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 120 orang yang dianggap mewakili populasi dari 2 Kecamatan yaitu Muara Batu dan Dewantara . Berdasarkan tujuan penelitian serta memperhatikan sifat-sifat data yang dikumpulkan, maka untuk analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan data kualitatif yang dikuantifikasikan dengan ukuran skala likert dan model yang digunakan yaitu regresi linier berganda.
Adapun model regresi berganda adalah : Y = b0 +b1x1 + b2X2 +b3X3 +b3x3 + b4x4 + b5x5 +ei Dimana : Y = Kepuasan Konsumen X1 = Bukti Langsung X2 = Kehandalan
X3 = Daya Tanggap X4 = Jaminan X5 = Kepedulian b0 = Konstanta b1, b2, b3, b4, b5 = Koeffesien dari setiap variabel ei = error term PEMBAHASAN Untuk melihat kelayakan suatu model Model 1
R .818a
R Square .679.
Adjusted R Std. Error of Square the Estimate .663
.17609
a. Predictors: (Constant), X1, X2, X3, X
adalah dengan melihat keeratan hubungan antara variabel bebas yang terdiri dari bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan kepedulian dengan kepuasan konsumen dengan melihat Tabel 1. Tabel 1 Berdasarkan TabeI l nilai R adalah 0.818 dapat dikatakan bahwa 81.80% dari perubahan kepuasan konsumen dapat dijelaskan oleh bukti langsung, kehadalan, daya tanggap, jaminan dan kepedulian selebihnya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Selanjutnya nilai Adjusted R Square adalah 0,663 menunjukan bahwa bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan kepedulian mempunyai hubungan kuat dan positif terhadap kepuasan konsumen. Tanda positif ini juga diperkuat tanda dari koefesien (b1, b2, b3, b4 dan b5) pada persamaan regresi yang bertanda positif pada Tabel 2 yaitu :
Tabel 2 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
1
(Constant)
5.008
.635
Bukti Langsung (X1)
1.065
.594
.770
.442
2.495
Jaminan (X4) Kepedulian (X5)
Kehandalan (X2) Daya Tanggap (X3)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
5.071
.000
1.275
2.564
.005
.346
1.012
.929
2.313
.008
.147
1.174
.068
2.320
2.669
.001
.489
1.011
.389
.208
.277
2.239
.017
.584
1.216
.261
.196
.161
1.370
.050
.516
1.191
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan Tabel 2 maka persamaan regresi adalah; Y = 5,008+ 1,065X1 + 0.770 X2 + 2,495 X3 + 0,389 X4 + 0,261 X5 Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan konsumen agar konsumen merasa yakin, bahwa faktor-faktor Kualitas Pelayanan dtingkatkan maka akan meningkat pula yang terdiri dari bukti langsung, kepuasan konsumen .Nilai 0,349, apabila kehandalan, daya tanggap, jaminan, rasa kepedulian yang tinggi, dan kepedulian dan kepuasan konsumen, dan perhatian terhadap keluhan konsumen analisisnya adalah : ditingkatkan maka akan meningkat pula Konstanta 5,008 adalah apabila bukti kepuasan konsumen yang mengkonsumsi langsung, kehandalan, daya tanggap, Air dari PDAM Kecamatan Muara Batu jaminan dan kepedulian dianggap konstan, yang kesemuanya diukur dengan skala maka kepuasan konsumen adalah 5,067. likert.. Nilai 1,065, apabila karyawan meningkatkan tutur kata yang baik dan Untuk melihat pengaruh bukti langsung, sopan dengan konsumen maka akan kehandalan, daya tanggap, jaminan dan meningkat pula kepuasan yang dirasa oleh kepedulian terhadap kepuasan konsumen konsumen. Nilai 0.0771, apabila yang diuji secara serempak dapat dilihat karyawan meningkatkan dalam pada Tabel 3. memberikan rasa nyaman ke konsumen, Tabel 3 ANOVAb dapat dipercaya dalam mengambil keputusan, dan dapat memberikan Sum of Mean Model Squares Df Square F pelayanan sesuai yang diminta konsumen 1 Regression 7.975 5 1.595 169.756 maka akan meningkat pula kepuasan konsumen. Nilai 2,495, apabila karyawan Residual 31.525 114 .335 meningkat pelayanan memahami, tanggap Total 39.500 119 terhadap keinginan konsumen, dan a. Predictors: (Constant), X1, X2, X3, X4, X5 kesediaan karyawan dalam membantu konsumen maka akan bertambah pula kepuasan konsumen. Nilai 0,389, apabila Berdasarkan Tabel 3 hasil dari uji F kemampuan karyawan dalam memastikan memperoleh hasil bahwa Fhitung lebih besar produk yang ditawarkan, dan dengan dari Ftabel yaitu 2,29 maka dapat memberikan raut wajah senyum kepada disimpulkan bahwa bukti langsung,
Sig. .000a
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan kepedulian berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Perusahaan Daerah Air Minum di Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Fikriah dan Phonna (2012) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh terhadap kepuasan pasien pengguna JKA di rumah sakit Zainal Abidin Banda, dan penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Adnan (2013) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien Puskesmas Kec. Muara Dua Kota Lhokseumawe. Pelayanan terhadap konsumen adalah merupakan suatu hal yang isensial, Organisasi dan perusahaan baik itu milik pemerintah maupun swasta pelayanan adalah hal yang sangat menetu untuk kelangsungan hidup suatu organisasi yang dijalankan, keberhasilan usaha suatu organisasi adalah dapat meningkatkan keuntungan. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh secara parsial maka diuji dengan uji t atau nilai sig < 0.05 yaitu pengujian secara masing – masing dari kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen. Berdasarkan Tabel 2 bahwa nilai sig dari semua variabel bebas yaitu bukti langsung (x1), kendalan (x2), daya tanggap (x3) jaminan (x4), dan kepedulian (x5) semuanya mempunyai nilai sig ≤ alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa bukti langsung (x1), kendalan (x2), daya tanggap (x3) jaminan (x4), dan kepedulian (x5) berpengaruh signifikan secara masing – masing terhadap kepuasan konsumen. Namun diantara pengaruh yang signifikan variabel daya tanggap mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dalam memenuhi kepuasan konsumen, maka PDAM Muara
Batu harus memenuhi keinginan konsumen dalam hal koridor / indikator kualitas pelayanan sehingga konsumen akan terpuaskan dan konsumen akan tertarik untuk menikmati hasil produksi dari PDAM Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kualitas Pelayanan berpengaruh sangat signifikan Terhadap Kepuasan Konsumen yang diuji dengan uji simultan, dan diuji secara parsial kepuasan konsumen yang terdiri dari variabel Bukti Langsung, Kehandalan, Daya Tanggap, Jaminan dan Kepedulian berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen yang mengkonsumsi air PDAM Kec. Muara Batu Saran Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan masukan yang berguna bagi PDAM di Kec. Muara Batu, untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen, karena dari kualitas pelayanan yang variabel terdiri dari bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan kepedulian, hanya variabel kepedulian yang sangat mempengaruhi kepuasan konsumen. Untuk itu pihak PDAM lebih meningkatkan perhatiannya dari segi kepedulian terutama masalah air yang dialirkan lebih pagi, sehingga konsumen bisa menggunakan untuk berwudhuk shalat subuh, karena semua konsumen adalah masyarakat muslim. Dan perlu ditingkatkan kembali tentang kepedulian terutama dalam hal memberikan informasi yang jelas terhadap konsumen apabila air tidak dapat dialiri, sehingga konsumen tidak menanti yang tidak pasti. Konsumen berharap walaupun PDAM adalah perusahaan yang monopoli dan perusahaan pemerintah daerah , dalam hal
ini tidak ada perusahaan saingan pelayanan terhadap konsumen harus juga diutamakan.
asan//pelanggan. Diakses pada tanggal 10/11/2012 Kotler,
DAFTAR PUSTAKA Alma,(2009), http://www.blogger.ariestriwibow o.com//kualitas jasa diunduh tanggal 07 November 2012. Arikunto (2009), Manajemen Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Craven,
(2008) http://www.jevuska.com/kualitas/ /pelayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012
Crow, (2008) Manajemen Pemasaran. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Ferdinand (2008). Manajemen Pemasaran : Sebuah Pendekatan Strategik. FE UNDIP, Semarang. Garperz,
(2007), Manajemen Pemasaran. Liberty, Yogyakarta.
Ghozali, Imam (2005), Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi 1. Penerbit Universitas di Ponegoro, Semarang. Handoko dkk, (2012), Ilmu-ilmu Manajemen, Penerbit Pelita, Jakarta Helien (2008). Manajemen Pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta. Irawan,
Handi, (2007), http://www.scrib.com/faktor/kepu
Philip (2010), http://www.jevuska.com/tople//pe layanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012
_______, (2009). Strategi Bisnis, Pelita Jaya, Jakarta. Lovelock, (2010). Manajemen Bisnis, Rajawali pers, Jakarta. Lupiyoadi, (2010). Manajemen Bisnis. Erlangga, Jakarta Margaret, (2008), http://www.scrib.com/kualitas/pel ayanan/daya/tanggap. Diakses pada tanggal 10/11/2012 Parasuraman, (2008). http://www.jevuska.com/tople//fa ktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan. Diakses pada tanggal 13/02/2013 _________, (2009). http://www.jevuska.com/tople//k ualitas/pelayanan. Diakses pada tanggal 13/02/2013 Rangkuti, Freddy, (2008), http://www.scrib.com/kualitas/pel ayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012 Roger,
(2010) http://www.jevuska.com/tople//pe layanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012
Sarwono, (2010) Manajemen Pemasaran. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Sugiarto, (2008), http://www.scrib.com/Kualitas//p elayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012 Sunu,
(2008). http://www.scrib.com/pelayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012
Tjiptono, Fandy, (2008), ), http://www.scrib.com/Kualitas//p elayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012 _______
(2011), http://www.scrib.com/Kualitas//p elayanan. Diakses pada tanggal 10/11/2012
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA KEPALA DESA DI KABUPATEN ACEH UTARA Nurmala
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Aceh ABSTRACT This study aims to analyze the influence of motivation and job satisfaction in the village head of the district . The population in this study is the head of the village in North Aceh district ,
amounting to 92 people . Sampling of this research using questionnaires, with the intention that the sampling is done with a logical reasoning expected in each stratum will be represented by a sample . The method used in this research is to use a simple linear regression analysis to test the hypothesis that. Quantitative data were analyzed with SPSS rock through the computer using a simple analytical method with the Y = bo + bx + e or with the equation Y = 9.486 + 0.873 + e . constant ( a) 9.486 , it is stated that if there is no motivation ( X ) that affect job satisfaction becomes 94.86 % . Coefficient of motivation ( X ) of 0.873 , it is stated that if there is additional 1X , it will increase the performance by 87.3 %. The results of this study indicate that the correlation coefficient ( R) of 0,879 or 87.9 % which means that the relationship between motivation ( X ) with job satisfaction ( Y ) the positive relationship was 87.9 %. While thecoefficient of determination ( R2 ) of 0.773 or 77.3 % This means that the effect of motivation ( X ) on job satisfaction at 77.3 % and the rest ISSNis: 2303-0542 influenced by other variables outside of this tudy. This study is expected to begi North Aceh district government and relevant parties would need to implement a program for the improvement of village chief in North Aceh Regency. . Keywords: Motivation and Job Satisfaction
Latar Belakang Pemerintah Desa dalam peraturan Pemerintah No.72/2005 yang mengatur khusus tentang Desa, menyebutkan bahwa unsur penyelenggara Pemerintah Desa dipegang oleh perangkat Desa dan dikepalai oleh kepala Desa. Untuk dapat menjalankan amanatnya dengan baik,
Pemerintah Desa mutlak harus didukung penuh oleh sebuah perangkat sistem, baik pemerintah pusat dan pemerintah Daerah maupun peraturan perundang-undangan sebagai produk keluaran pemerintah yang mengatur penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala desa memperoleh pembekalan awal mengenai tupoksi dan tugas-tugas administrasi oleh pihak Kecamatan yang dikoordinasi oleh Bupati atau Walikota setempat, tetapi setelah itu tidak memperoleh diklat teknis. Disebabkan miskinnya pembinaan, pengetahuan, wawasan dan ketrampilan kepala desa sangat terbatas. Padahal faktor pengetahuan dan pemahaman akan prosedur sangat mempengaruhi keberhasilan dari kinerja. Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan kepala desa atas perasaan sikapnya puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerjaan dengan kenyataan yang ditemui dan didapat dari desa yang dipimpinnya. Kepuasan kerja dapat berupa rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah dalam bekerja dan kebanggaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi. Motivasi adalah suatu dorongan yang diberikan oleh orang lain ataupun keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.Motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Dengan pemberian motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Tinjauan Teoritis Motivasi
Ghozaly (2005:257) motivasi merupakan dorongan keinginan, kebutuhan dan harapan yang berasal dari proses psikologi dalam diri seseorang dan dari luar diri seseorang. Handoko (200464) mengemukakan motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara perilaku manusia. Danim (2004-67) menyatakan motivasi sebagai setiap kekuatan yang muncul dri dalam diri individu untuk mencapai tujuan atau keuntungan tertentu di lingkungan dunia kerja. Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko, (2007252) mengatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatankegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Buhler(2004 :191) mengemukakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan. penulis dapat simpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi kepala desa adalah rasa ingin tahu, adanya simpati dari orang lain, pantang menyerah, adanya ganjaran, pengalaman masa lalu, taraf intelegensi, keadaan fisik, situasi lingkungan, cita-cita dan juga adanya kegiatan yang menarik. Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan siatu keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan secara individu untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan, Kemudian motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan untuk pencapaian sasaran kepuasan. Kepuasan Kerja Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun
perusahaan maka hasil kerja yang ia selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, kombinasi dalam dan luar pekerjaan (Hasibuan, 2001: 201). Keadaan yang menyenangkan dapat dicapai jika sifat dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang dimiliki. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Stephen-Timothy (2003) yang mengungkapkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Kepuasanm kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga memainkan sebuah peranan. Luthan (2009: 243) memberikan definisi kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang paling dinilai penting. bahwa kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi karyawan terhadap pekerjaan yang didasarkan pada faktor lingkungan kerja seperti penyelia. Prosedur dan kebijakan, afiliasi kondisi kerja dan kelompok kerja serta tunjangan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegaiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin
tinggi pula kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Rivai (2004:456) menegaskan ada beberapa faktor terhadap motivasi kerja karyawan, yakni: 1. Rasa aman dalam bekerja; 2. Mendapat gaji yang adil; 3. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan 4. Penghargaan atas kinerja. Selanjutnya menurut Hasibuan (2006:150) faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap motivasi adalah material dan non material. Material adalah motivasi yang bersifat materil yang bersifat imbalan prestasi yang diberikan untuk karyawan yaitu berupa uang dan barang-barang. Sedangkan non material yaitu motivasi yang tidak berbentuk. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa para pimpinan harus memotivasi bawahannya berarti mereka melakukan hal-hal yang diharapkan dapat memuaskan keinginan dan harapan bawahan sehingga menimbulkan dorongan bagi bawahan untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkan. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya ada dua bagian yaitu intrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pegawai itu sendiri seperti harapan dan kebutuhan individu
tersebut. Dan yang ke dua faktor ektrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar diri pegawai antaralain kebijakan organisasi, kondisi lingkungan kerja, interaksi dengan rekan kerja, sistem penggajian dan sebagainya. Hasibuan (2001:203) faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja: 1. Balas jasa yang adil dan layak 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat ringannya pekerjaan 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak. Luthan (2009: 244) Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor: a. Pembayaran, maksudnya suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dan pembayaran. b. Pekerjaan, maksudnya sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab. c. Kesempatan promosi, maksudnya ada peluang untuk mendapatkan kemajuan. d. Penyelia, maksudnya kemampuan untuk memperlihatkan ketertarikan dan perhatian kepada karyawan. e. Rekan kerja, maksudnya sejauh mana rekan satu kerja berteman mampu dan mendukung. Metode Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Utara. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah kepala Desa Di Kabupaten Aceh Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah
subjek utama dari mana data tersebut diperoleh (Arikunto, 2005:114). Sumber data primer adalah sumber data pokok dalam penelitian, dimana yang menjadi sumber data primer adalah data quisioner yang dijawab oleh responden. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala desa yang ada di Kabupaten Aceh Utara, yang berjumlah 27 Kecamatan dan dibagi ke dalam 1.160 desa/kelurahan. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus slovin yang dikutip dalam Umar (2005), yaitu sebagai berikut: N n= 2 1+N e
Di mana: n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi e = Persen Kelonggaran Ketelitian Karena Kesalahan pengambilan Sampel yang masih dapat ditolerir atau di inginkan sebesar 10 %. n
1,160 1 (1,160).(0,1) 2
n=
1.160 1+ ( 1.160 ) .(0.01)
n=
1.160 1+11.6
n = 92,06 (dibulatkan menjadi 92) Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebanyak 92 kepala desa di Kabupaten Aceh Utara yang ditetapkan sebagai responden. Adapun model analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian ini yaitu untuk mengatahui pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Kerja Kepala Std. Desa di Model B Error Kabupaten 1 (Constant) 9.486 2.001 Aceh Utara Motivasi .873 .050 adalah dengan a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja analisis regresi linear sederhana dengan bantuan program SPSS (Statistical Pack-age for Social Science) dengan persamaan sebagai berikut: Y = bo + bX + e Dimana: Y : Kepuasan Kerja bo : Konstanta X : Motivasi b1,b2 : Koefisien Regresi e : Error Term. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Kepala Desa di Kabupaten Aceh Utara.
Uji Normalitas Data dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau resisdual memiliki distribusi normal. Untuk melihat normalitas residual dapat dilakukan dengan analisis grafik normal probability plot (PP-Plot) of regression standardized residual yang membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis akan menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2012:161). Adapun hasil uji normalitas berdasarkan analisis grafik normal probability plot (PP-Plot) of regression standardized residual dapat dilihat pada Gambar I dibawah ini.
Beta
.879
Gambar1 Uji Normalitas p-p plot Sumber: Hasil penilitian, 2013 (Data diolah) Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa data tersebut disekitargaris diagonal, dengan demikian dapat disimpulkan residual terdistribusi normal. Pengujian Hipotesi. Berdasarkan hasil regresi dari data primer yang diolah dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagaimana Tabel 1, dapat dibuat perasamaan sebagi berijkut: Y= 9,486+0,873
Tabel 1 Hasil Korelasi Regresi Linier Sederhana
Sumber: Hasil penilitian, 2013 (Data diolah ) Bardasarkan hasil hasil pengolahan data, dari tabel diatas dapat dilihat koefisien dari masing-masing variabel konstanta yang menjadi observasi penelitian ini adalah X sebesar 9,486 dan nilai konstanta sebesar 0,873.
Model
R
R Square
Adjusted Std. Error of the R Square Estimate
1 .879a
.773
.771
1.844
a. Predictors: (Constant), Motivasi
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dianalisis sebagai berikut: a. Konstanta (a) sebesar 9,486, hal ini menyatakan jika tidak ada motivasi Model 1
(Constant) Motivasi
t
Sig.
4.741
.000
17.522
.000
a.Dependent Variable: Kepuasan Kerja
(X) yang mempengaruhi kinerja kepala desa (Y), Maka peningkatan kinerja menjadi sebesar 9,486. b. Nilai koefisien X (b) sebesar 0,873, hal ini menyatakan bahwa jika ada terjadi peningkatan (x), maka akan meningkat kinerja kepala desa sebesar 87,3%. Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korwelasi berguna untuk melihat sejauh mana hubungan antara variabel independen terhadap variable dependen. Hasil analisis nilai koefisien korelasi ® diperoleh sebaesar 0,879. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat variabel independen (motivasi) terhadap variabel dependen( Kepuasan) sebesar 87,9%. Kemudian koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur sejauh mana variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi adalah sebesar 0,773. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen (motivasi) terhadap variabel dependen (kepuasan) sebesar
77,3%, sedangkan sisanya 22,7% dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari model penelitian ini. Tabel 2 Hasil Koefisien Korelasi Dan Determinasi PEMBAHASAN Uji t dilakukan untuk menguji secara parsial variabel bebas yaitu motivasi (X) dan yang menjadi variabel terikat adalah kepuasan kerja (Y). Untuk meguji penelitian ini digunakan uji t. Hasil perhitungan dapat dilihat pada _urab 3: Tabel 4.13 Hasil Uji t Sumber: Hasil penilitian, 2013 ( Data diolah ) Dari Tabel 3 diperoleh thitung sebesar 17,522 yang diperoleh dari output SPSS dan ttabel sebesar 1,661 diperoleh dengan melihat _urab t _urabaya_ (df=92-2=90). Hasil menunjukan bahwa ttabel > thitung 17,522 > 1,661 dengan tingkat signifikan 0,000. Bedasarkan hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan menerima Ha menolak Ho, Artinya motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja kepala desa di Kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh soedjono (2005), Yang berjudul Pengaruh budaya kerja terhadap kinerja organisasi dan kepuasan kerja karyawan pada terminal penumpang umum di _urabaya, hasil penelitian ini menunjukan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka hasil pembuktikan hipotesis diperoleh thitung sebesar 17,522 yang diperoleh dari auotput SPSS dan ttabel sebesar 1,661 diperoleh dengan melihat tabel statistik (df = 92 -2 = 90). hasil menunjukan bahwa thitung > ttabel yaitu 17,522 > 1,661 dengan tingkat signifikan 0,000. Berdasrkan hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa Ha diterima Ho ditolak dalam arti motivasi berpegaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja kepala desa Kabupaten Aceh Utara. Besarnya pengaruh dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,773 atau 77,3%; artinya sebesar 77,3% perubahanperubahan pada kinerja kepala desa dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan variabel kerja kepala desa di Kabupaten Aceh Utara.
Saran 1. Diharapkan kepada pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan gaji/penghasilan kepala desa agar mereka lebih termotivasi dalam bekerja. 2. Diharapkan kepada pemerintah agar memberikan fasilitas yang memadai kepada setiap kepala desa agar mereka dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah kecamatan. 3. Diharapkan juga kepada pemerintah agar memberikan ketrampilan dan pelatihan kepada kepala desa agar kepala desa mampu menjalankan tugasnya dimasyarakat. 4. Dianjurkan kepada kepala desa agar bekerjasama dengan masyarakat untuk menciptakan suasana yang nyaman dan tentram dalam lingkungan desa. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto (2006), Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revis IV , PT. Binika Cipta, Jakarta. Askori
(2008), pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Kompensasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kerja Pengawai pada Sekretariat DPRK Kota Lhokseumawe, Sekripsi ,Fakultas Ekonomi, Unimal Aceh Utara.
Arsyat (2011), Pengaruh Mitivasi Kerja Dan Budaya Organisai tehadap Kepuasan Kerja Pada PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe, Skripsi, Fakultas Ekonimi, Unimal Aceh Utara. Gujarati (2003), Basic Econometrics, The Mc Graw-HillCompanies New York Gouzali (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia , Gunung Agung, Jakarta. Hasibuan (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi Bumi Aksara. Jakarta. Handoko (2004), Manajemen, Yogyakarta : BPFE Hasibuan Melayu S.P (2001) Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara.Jakarta. Husnidar (2012), Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota
lhokseumawe. Malikussaleh
Universitas
Pujaatmaka dan Benyamin Molan, Prenhallindo, Jakarta.
Handoko, T. Hani (2005), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta.
Simamora (2001:456) Manajemen Sumber Daya Manusia.STIE YKPN: yogyakrta.
Ikhsan Gunawan (2010), Motivasi Gaji Guru Tidak Tetap, Kota Semarang Koncoro (2003), Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga Jakarta Luthans (2009), Motivasi Kerja, Jakarta: Ghalia Indonesia. Luthans,
( 2001) . Organizational Behavioral, Seventh Edition, McGraw Hill Inc., New York.
Mathis, Robert L dan Jhon H, Jakson (2006), Humen Resaurce,Management, Perss Jakarta Ridwan
Rivai,
(2002), Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung. Veitzal (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, PT. Raja Grafindo.Jakarta.
Robins (2001), Organization Bahaviour, Seventh Edition, A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Robbins, (2001), Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi Alih Bahasa: Hadyana
Suryani (2013), Pengaruh Motivasi dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Setdako Lhokseumawe, Universitas malikussaleh, Lhokseumawe. Sopiah
(2008), Prilaku Organisasional, CV . Andi Coffset, Jokjakarta.
Saydam, Gouzali (2005), Manajemen Sumber Daya Manusia,Suatu Pendekatan Mikro, Kresna Prisma Persad. Sugiyono (2008), Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung Sugiyono (2008), Metode Penelitian Bisnis, Penerbit CV. Alfa Beta, bandung Stephen-Timothy (2003), Prilaku Organisasi, Diterjemahkan Tim Indeks. Yogyakarta. Sayuti (2006), motivasi dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi, Ghalia Indinesia, Jakarta. Seodjono (2005), pengaruh Budaya Kerja Terhdap Kinerja Organisasi Dan Kepuasan Kerja Karyawan Pada Terminal Penumpang Umum Disurabaya. Htt://dansite.wordpress. com/socialsciences/education/2005/04/29/-
pengaruh-budaya-kerja-terhadapkerja-organisasi–dankepuasankerjakaryawan-,Diakses 30 September 2012 Siggih (2001), Mengolola data statistik secara profesional, Elex Media Komputindo, Jakarta Santoso (2005), Mernggunakan SPSS untuk Statistik Multivariat, Edisi pertama, Jakarta : PT . Alex Media Kapatindo . Tim. Pengembangan Gampong (2009), Tugas dan Fungsi Pemerintahan Gampong, Kabupaten Aceh Utara. Tim. Pemerintahanan Gampong (2009), Pedoman Kinerja Aparatur Gampong, Kabupaten Aceh Utara. Umar, Husein. (2005), Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Cetakan Ketiga.PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Wahab
(2012). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja Terhdap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Mandiri (Persero) tbk Makasar. Skripsi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Hasanuddin Makasar.
PENGARUH SALURAN DISTRIBUSI DAN LOKASI TERHADAP PENJUALAN SEMEN ANDALAS PADA UD. KARYA JAYA CUNDA LHOKSEUMAWE Teuku Edyansyah
[email protected] Fakultas Ekonomi, Universitas Malikussaleh, Aceh ABSTRACT The research objective is to identify the magnitude of the effect of distribution channels and the location of the sale of Semen Andalas at UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe. Location of the study was conducted at UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe Medan-Banda Aceh Road No. 11 and that is the subject of research of the
companies distributors and sub distributors who distribute cement Andalas brand. The population in this study is the Distributor and the Sub-Distributors as many as 30 companies that distribute Semen Andalas brand. So as the population in this study amounted to 30 companies, the researchers used a technique of sampling by census, which makes all the population to serve as a sample as many as 30 samples. The method of analysis in this study is to use multiple linear regression model to see how much influence the distribution channel and location of sales. From the processing of research data obtained by the correlation coefficient (R) of 0.813. This means that the relationship between the channels of distribution and location of the sales of cement have a relationship Andalas high at 81.3%. And for the value of 0.420 Adjusted R2 means of distribution channels and the location could explain to the sales of cement Andalas 0.420 or 42.0% and the balance of ISSN 58.0%: 2303-0542 influenced by other variables that are not observed in this study (error term). Based on partial testing, distribution channels (X 1) obtained results worth of 7.912, which means the channel of distribution (X1) significantly influence sales (Y). For the location (X 2) is 5.466, which means the variable location (X2), also affected sales (Y). To test simultaneously, obtained a value of 6.071, where it can be concluded that concurrent or simultaneous distribution channels (X 1) and location (X2) significantly influence sales (Y). So it can be concluded that, channels of distribution and location affect the sale and for testing simultaneously, channels of distribution and location affect the sale.
Keywords : Shared Distribution, Location, Sales Cement.
Latar Belakang Perusahaan adalah merupakan objek dari ilmu ekonomi, dimana perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan motif keuntungan. Dalam usaha menyediakan barang dan jasa tersebut perusahaan melakukan berbagai kegiatan seperti: produksi, pemasaran, pembelanjaan, riset dan pengembangan. Bagi suatu perusahaan, kegiatan yang merupakan garis depan yang langsung berhubungan dengan konsumen adalah pemasaran. Salah satu kegiatan pemasaran yang langsung berhubungan dengan konsumen dan mempunyai peranan yang cukup besar dalam menciptakan faedah suatu barang adalah saluran distribusi. Saluran distribusi merupakan sub bagian dari variabel marketing mix (bauran pemasaran) yaitu: place atau distribution. Saluran distribusi ini merupakan suatu struktur yang menggambarkan alternatif saluran yang dipilih dan menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai perusahaan. Hanya dengan mengetahui bahwa suatu produk bermanfaat baginya, sebenarnya belum merupakan jaminan bahwa pembeli akan selalu setia pada produk tersebut. Syarat lain yang perlu dipenuhi agar pembeli dapat setia pada produk tersebut adalah setiap saat produk tersebut diperlukan, pembeli yang bersangkutan dapat memperolehnya dengan mudah ditempat yang diinginkan atau terdekat. Sebab, bagaimanapun sempurnanya suatu produk atau jasa tidak akan berarti apa-apa bila berada jauh dari jangkauan konsumen. Untuk menempatkan suatu barang dan jasa pada tempat yang tepat, kualitas yang tepat jumlah yang tepat, harga yang tepat
dan waktu yang tepat dibutuhkan saluran distribusi yang tepat pula. Bila perusahaan salah dalam memilih saluran distribusi maka akan dapat mengganggu kelancaran arus barang atau juga dari perusahaan ke tangan konsumen. Hal ini terjadi karena konsumen tidak mengenal produk atau juga tersebut ataupun bila sudah mengenalnya tetapi tidak melihatnya di pasar, maka konsumen akan beralih ke barang atau juga lain. Oleh karena itu, pemilihan saluran distribusi yang tepat akan bermanfaat dalam mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. perusahaan-perusahaan yang menjadi distributor dan sub distributor banyak menyalurkan semen merek Andalas ke berbagai pelosok daerah di Lhokseumawe dan Aceh Utara. Oleh karena permintaan Semen Andalas semakin diminati oleh masyarakat untuk bahan bangunan maka pihak distributor dan sub dristibutor harus memperhatikan tentang penyaluran Semen Andalas, maka hal-hal tersebut di atas sangat menarik bagi penulis, sehingga terkesan untuk memperdalam lagi bahasan tentang pentingnya distribusi dan lokasi dalam memasarkan suatu produk. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin singkat rantai distribusi maka semakin efisien tingkat harga semen andalas pada konsumen, artinya harga semen akan semakin murah untuk didapatkan oleh konsumen, begitu juga sebaliknya, semakin panjang rantai distribusi maka semakin meningkat pula harga yang diperoleh oleh konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini adalah apakah berpengaruh saluran distribusi dan lokasi terhadap penjualan Semen Andalas pada UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe?.
Teoritis Saluran Distribusi Menurut Rewoldt (1997), Saluran Distribusi adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barangbarang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Anief (2000) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Menurut Assauri (2007) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Kotler (2005) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen. Menurut Tjiptono (2004) yang dimaksud saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli. Menurut Crosier (2006), dalam tulisannya “Some Problems In Market Distribution” mengatakan bahwa saluran distribusi adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Menurut Petruska (2007) mengemukakan bahwa saluran distribusi adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
Jadi dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi adalah sekumpulan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses yang membuat produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu ; Pedagang perantara dan Agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses negoisasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut. Lokasi / Tempat (Place) Merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dapat dengan mudah memperoleh suatu produk. Definisi menurut Kotler (2005:15) mengenai distribusi adalah : “The various the company undertakes to make the product accessible and available to target customer”. Berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produknya mudah diperoleh dan tersedia untuk konsumen sasaran. Keputusan penentuan lokasi dan saluran yang digunakan untuk memberikan jasa kepada pelanggan melibatkan pemikiran tentang bagaimana cara mengirimkan atau menyampaikan jasa kepada pelanggan dan dimana hal tersebut akan dilakukan. Ini harus dipertimbangkan karena dalam bidang jasa sering kali tidak dapat ditentukan tempat dimana akan diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Saluran distribusi dapat dilihat sebagai kumpulan organisasi yang saling
bergantungan satu sama lainnya yang terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk/pelayanan untuk digunakan atau dikonsumsi. Penyampaian dalam perusahaan jasa harus dapat mencari agen dan lokasi untuk menjangkau populasi yang tersebar luas. Sebagai salah satu variabel marketing mix, place / distribusi mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu perusahaan memastikan produknya, karena tujuan dari distribusi adalah menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. Penjualan Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dinilai berhasil dilihat dari kemampuannya dalam memperoleh laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal serta dapat mengembangkan dan memperluas bidang usahanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan mengandalkan kegiatannya dalam bentuk penjualan, semakin besar volume penjualan semakin besar pula laba yang akan diperoleh perusahaan. Perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tujuan dalam penjualan yaitu mencapai volume penjualan, mendapatkan laba tertentu, dan menunjukan pertumbuhan perusahaan. Menurut Zeithaml yang diterjemahkan oleh Parasuraman (1998:26), “Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam bentuk tunai peralatan kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui. Penjualan adalah suatu usaha
yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pemebeli, guna mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba (Pribadi, 2007). Penjualan merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan dapat diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang dihasikan. Menurut Radiosono (1999), penjualan adalah suatu transfer hak atas benda-benda. Dari penjelasan tersebut dalam memindahkan atau mentransfer barang dan jasa diperlukan orang-orang yang bekerja dibidang penjualan seperti pelaksanaan dagang, agen, wakil pelayanan dan wakil pemasaran. Dalam kegiatan ini penjualan akan melibatkan debitur atau disebut juga pembeli serta barang-barang atau jasa yang diberikan dan dibayar oleh debitur tersebut dengan cara tunai ataupun kredit. Penjualan barang dagang oleh sebuah perusahaan dagang biasanya hanya disebut “Penjualan”, jumlah transaksi yang terjadi biasanya cukup besar dibandingkan jenis transaksi lainnya. Dalam menjual barang dagangannya perusahaan dapat menerapkan tiga metode penjualan yang sering dikenal yaitu penjualan tunai, penjualan kredit dan penjualan. Metode Penelitian Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe Jalan Medan-Banda Aceh No. 11 dan yang menjadi subjek penelitian yaitu perusahaan-perusahaan distributor dan sub distributor yang menyalurkan semen merek Andalas.
Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu keseluruhan pengamatan atau objek yang menjadi perhatian kita dengan menggambarkan sesuatu yang bersifat ideal atau kritis (Sugiyono, 2005). Dan sampel adalah sebahagian dari populasi (Sugiyono, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan distributor dan sub distributor yang menyalurkan semen merek Andalas yang berjumlah 30 perusahaan. Jadi karena populasi dalam penelitian ini berjumlah 30 perusahaan, maka peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara sensus, yaitu menjadikan semua populasi untuk dijadikan sebagai sampel yaitu sebanyak 30 sampel. Menurut Sugiyono (2005) karena jumlah populasi yang terlalu sedikit maka teknik yang digunakan yaitu metode sampling jenuh / sensus sehingga keseluruhan populasi menjadi sampel. Teknik Pengumpulan Data Observasi (pengamatan/pendekatan) yaitu merupakan secara langsung pada objek penelitian yaitu di UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe. 1. Interview (wawancara) yaitu untuk mendapatkan data yang akurat, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan pimpinan maupun pihak yang terkait dengan data yang diperlukan. 2. Kuesioner (daftar pertanyaan) yaitu untuk mendapatkan data yang akurat, penulis juga melakukan wawancara secara tidak langsung dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada konsumen UD Karya Jaya Cunda Lhokseumawe yang membeli Semen Andalas untuk mendukung penelitian ini.
3. Library Research (riset kepustakaan) yaitu dengan cara mendapatkan literature dari pendapat-pendapat para ahli yang dikaitkan dengan materi yang diteliti. Metode Analisis Data Untuk menganalisis pengaruh variabel bebas (Independent variable) terhadap variabel terikat (Dependent variable), digunakan teknik regresi linear berganda. Karena dalam penelitian ini peneliti menganalisis lebih dari satu variabel, yaitu: Saluran Distribusi (X1) dan Lokasi (X2), adapun persamaan regresi linear berganda, adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b2X2 + εi Dimana: Y b0 b X1 X2 εi
= Dependent variable (Penjualan Semen Andalas) = Konstanta = Koefisien regresi = Independent variable (Saluran Distribusi) = Independent variable (Lokasi) = Error term
Definisi Operasional Variabel 1. Saluran Distribusi (X1). Merupakan sekumpulan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses yang membuat produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. 2. Lokasi (X2). Adalah tempat di mana suatu usaha atau aktivitas usaha dilakukan. 3. Penjualan (Y). Yaitu suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pengujian Hipotesis 1. Untuk pengujian secara parsial atau uji t, jika hasil penelitian dan pengolahan data dijumpai nilai thitung > ttabel maka
hipotesis H1 diterima dan menolak H0 artinya saluran distribusi dan lokasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penjualan. Sebaliknya jika thitung < ttabel maka penelitian ini harus menerima H0 dan menolak H1 yang artinya saluran distribusi dan lokasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penjualan. 2. Sedangkan untuk pengujian secara simultan atau uji F (Ftest), apabila Fhitung > Ftabel, maka penelitian ini harus menerima H1 dan menolak H0, artinya saluran distribusi dan lokasi secara bersamaan berpengaruh terhadap penjualan. Dan jika sebaliknya F hitung < Ftabel maka H0 diterima dan menolak H1 yang artinya saluran distribusi dan lokasi tidak berpengaruh terhadap penjualan.
2.
3
No . 1.
Saluran Distribusi (X1)
rtabel 0,3673
0,785 0,506 0,549 0,839 0,743 0,700 0,884 0,800 0,887 0,804 0,752 0,564 0,580 0,624
0,3673
0,3673
Uji Reliabilitas Kualitas data yang dihasilkan melalui instrument penelitian dugunakan dengan menggunakan reliabilitas. Reabilitas sebenarnya adalah alat ukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu-kewaktu. Suatu konstruk atau variabel dikatakan realible jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. Alat bantu uji untuk pengukuran reliabilitas adalah SPSS 16 dimana suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel dan valid jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Dimana jika variabel tidak mencapai nilai Cronbach Alpha > 0,60, maka akan dilakukan penghapusan terhadap beberapa item pertanyaan.
Pembahasan Hasil Penelitian Uji Validitas Pengujian validitas dilakukan terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk mengukur variabel saluran distribusi, lokasi dan penjualan dengan melihat korelasi item dengan skor total seluruh item. Tiap-tiap variabel diukur dengan menggunakan skala ordinal yaitu skala pengukuran yang memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau Valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan Valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh oleh kuesioner tersebut. Tabel IV.1 Uji Validitas Variabel rhitung
X.1.1 X.1.2 X.1.3 X.1.4 X.1.5 Lokasi (X2) X.2.1 X.2.2 X.2.3 X.2.4 X.2.5 Penjualan (Y) Y.1 Y.2 Y.3 Y.4
Tabel IV.2 Nilai Cronbach Alpha untuk Pengujian Reliabilitas No
Variabel
1
Saluran Distribusi (X1) Lokasi (X2) Penjualan (Y)
2 3
Cronbach Alpha
Keterangan
0,692
Reliable
0,869 0,702
Reliable Reliable
Analisis Regresi Linear Berganda Dengan menggunakan regresi linear bergannda dapat diketahui pengaruh saluran distribusi dan lokasi terhadap penjualan semen Andalas. Untuk mengetahui apakah saluran distribusi dan lokasi terhadap penjualan memiliki pengaruh yang signifikan dapat dilihat dengan membandingkan nilai signifikan hitung seperti pada tabel IV-9 dengan nilai signifikan yang ditetapkan yaitu pada tingkat keyakinan 95% atau pada tingkat kesalahan (alpha) α 0,05. Hasil pengolahan data berupa output SPSS dapat dilihat pada lampiran. Berikut merupakan pembahasan hasil pengolahan data seperti terlihat pada tabel IV.3
Tabel IV.3 Hasil Pengolahan Data Penelitian N o 1 2
Keterangan
Koefisien
t hitung
Sig.
Konstanta Saluran Distribusi (X1) Lokasi (X2)
3,786
2,344
0,067
0,697
7,912
0,020
0,448
5,466
R = 0,813 R2= 0,661 Adjusted R2 = 0,420
t tabel = 2,051
0,035 Ftabel = 3,35 Fhitung = 6,071 Sig F = 0,025
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel, dapat dilihat koefisien variabel saluran distribusi (X1), serta untuk variabel lokasi (X2) dan konstanta yang menjadi observasi penelitian ini adalah koefisien nilai konstanta sebesar 3,786 dan koefisien saluran distribusi (X1) sebesar 0,697, serta koefisien untuk lokasi (X2) yaitu sebesar 0,448. Hasil dari
analisis regresi linear berganda dapat dilihat sebagai berikut: Y = 3,786 + 0,697X1 + 0,448X2 a. Konstanta sebesar 3,786, hal ini menunjukkan bahwa apabila saluran distribusi (X1) dan lokasi (X2) dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan, maka penjualan (Y) adalah sebesar 3,786. b. Koefisien variabel saluran distribusi (X1) sebesar 0,697 dengan tingkat signifikan sebesar 0,020, hal ini menunjukkan bahwa variabel saluran distribusi (X1) berpengaruh terhadap penjualan yang maksudnya apabila transportasi ditingkatkan, jarak dan biaya dikurangi 1 %, maka akan meningkatkan penjualan sebesar 0,697. c. Untuk koefisien lokasi (X2) sebesar 0,448 dengan tingkat signifikan sebesar 0,035, hal ini menunjukkan bahwa variabel lokasi (X2) berpengaruh terhadap penjualan yang maksudnya apabila akses, ekspansi, lingkungan yang mendukung dan lalu lintas ditingkatkan 1 % maka akan meningkatkan penjualan sebesar 0,448. Dari pengolahan data penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,813. Ini berarti bahwa hubungan antara saluran distribusi dan lokasi terhadap penjualan semen Andalas mempunyai hubungan yang tinggi sebesar 81,3%. Dan untuk mengetahui seberapa besar peranan saluran distribusi (X1) dan lokasi (X2) dalam mempengaruhi penjulan (Y), dapat dilihat pada nilai Adjusted R2 sebesar 0,420 atau 42,0% dan sisanya sebesar 58,0% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak terobservasi pada penelitian ini (error term). Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menentukan tingkat signifikansi variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dalam hal ini variabel saluran distribusi (X1) dan lokasi (X2) menggunakan uji t atau ttest dan uji F atau Ftest. 1. Berdasarkan hasil olah data dengan SPSS dan untuk pengujian secara parsial atau uji t, nilai ttabel yaitu 2,051, pada variabel bebas saluran distribusi (X1) diperoleh hasil thitung senilai 7,912, jadi dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel, yang berarti variabel saluran distribusi (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel penjualan (Y) dengan nilai signifikan 0,020. Dan untuk variabel lokasi (X2) yaitu thitung 5,466 > ttabel 2,051, yang berarti variabel lokasi (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel penjualan (Y) dengan nilai signifikan 0,035. 2. Untuk pengujian secara simultan atau uji F atau Ftest, berdasarkan hasil olah data dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai Fhitung senilai 6,071. Jadi nilai Fhitung 6,071 > Ftabel 3,35, dimana dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan atau secara simultan variabel bebas saluran distribusi (X1) dan lokasi (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat penjualan (Y) dengan tingkat signifikan 0.025. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menerima H1 yaitu variabel saluran distribusi dan lokasi berpengaruh terhadap penjulan (Y). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,813, dimana nilai koefisien korelasi ini terdapat hubungan antara saluran
distribusi (X1) dan lokasi (X2) dengan penjualan (Y) yaitu sebesar 81,3%. 2. Untuk nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,661 dan untuk nilai adjusted R2 sebesar 0,420, artinya 42,0% penjualan dipengaruhi oleh saluran distribusi serta lokasi dan sisanya sebesar 58,0% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak terobsevasi dalam penelitian ini (error term). 3. Untuk pengujian secara parsial, dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi (X1) berpengaruh terhadap penjulan semen Andalas di Lhokseumwe, serta lokasi (X2) juga berpengaruh terhadap penjulan semen Andalas di Lhokseumawe. Dan untuk pengujian secara simultan atau bersamaan, saluran distribusi dan lokasi berpengaruh secara signifikan terhadap penjulan semen Andalas di Lhokseumawe.
Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT. Semen Andalas, yaitu sebagai berikut: 1. PT. Semen Andalas harus mempertahankan distribusi produknya seperti yang dijanjikan dengan akurat, terpercaya serta tepat waktu dan sesuai yang diharapkan konsumen yang tercermin dari keunggulan produknya, bila perlu pihak perusahaan bisa memperluas daerah distribusi produk semen Andalas dengan lebih mepromosikan produk semen Andalas tersebut. Dan pihak perusahaan juga harus mempertahankan dan juga meningkatkan yang berkenaan dengan tata letak maupun tata lokasi yang digunakan perusahaan agar
memudahkan jalur lalu lintas pendistribusian produk semen Andalas, serta memperluas lokasi pemasaran agar meningkatnya penjualan semen Andalas. 2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah variabel penelitian seperti produk, harga, promosi, dan lain-lain sehingga hasil penelitian lebih baik dan hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi bagi yang mengadakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penjualan. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. 2000. Prinsip dan Dasar Manajemen: Pemasaran Umum dan Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Assauri, Sofjan, 2007. Manajemen Pemasaran. Dasar, Konsep dan Strategi. Penerbit PT. Rajagrafinda Persada, Jakarta. Crosier, K., 2006, What Exactly is Marketing? Quarterly Review of Marketing, Vol 1-2 Dewi Diana Banjarnahor. 2006, Pengaruh Saluran Distribusi terhadap Peningkatan Volume Penjualan Produk Pocari Sweat Pada PT. Amerta Indah Otsuka Medan.
Fachruzi, Dera F. 2004, Analisis Pengaruh Saluran Distribusi Terhadap Tingkat Penjualan Pesawat Telepon pada PT INTI (Persero). Ghozali, I. 2005, Analisis multivariate dengan pro-gram SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kohli, A., and Jaworski, B, 2005. Market Oriented : The constrauct, Research Preposition and Managerial Implication. Jurnal of Marketing. Kotler,
Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Jilid I, Penerbit: PT. Indeks Kelompok Media, Jakarta.
Lamb,
Hair, Mc. Daniel 2001. Pemasaran. Edisi 2. Penerbit PT. Salemba Empat. Jakarta.
Parasuraman, A. Zeithaml, V.A., Berry L.L. 1998. “A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research”. Journal of Marketing, Vol. 49, Fall. Pribadi, Fancholiq J., dan Ferdinand Andrias Mundung. 2007. Edisi 1. Manajemen Usaha UMKM (Konsep, Pengalaman Empiris dan The Best Practice). Malang: Bayumedia Publishing. Petruska, 2007. The Marketing of Research and Development at The University. Departemen of Applied Economics. Budapest University of Technology and Economics, Hungary. Periodica
Polytechnica SER. Soc. Man SCI, Vol 9. Radiosono. 1999. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Analisis, BPFE, Yogyakarta. Rewoldt, Stewart H. D. Scott, James, Warchow, R. Martin. 1997. Strategi Distribusi Pemasaran, Bina Aksara, Bandung. Sugiyono. 2005, Metode penelitian bisnis, (cetakan ke 3), Bandung: CV. Alfabeta.
Swastha D.H. dan Irawan, 2008. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi ke 13 BPFE Yogyakarta. Tjiptono, Fandy. Pemasaran. Yogyakarta.
2004. Strategi Penerbit ANDI.
Zahari. 2010, Pengaruh Saluran distribusi, Produk, Dan Harga Media Cetak Yang Di Konsinyansi Pada Sub Agen Terhadap Peningkatan Pendapatan Pada TB. Arun Post. Universitas Malikussaleh. Aceh Utara.