PENETAPAN KADAR BESI DAN KALSIUM DALAM KACANG HIJAU ( Phaseolus radiatus L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRII SERAPAN ATOM SPEKTROFOTOMETR
Disusun Oleh :
Hernawati Agustina
Nurhayati
DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN 2013
INTISARI Kacang hijau (Phaseolus (Phaseolus radiatus L.) dianggap sebagai sumber bahan makanan padat gizi yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Menurut informasi, kacang hijau dapat dijadikan sebagai tambahan asupan dalam pencegah pencegahan an anemia anemia (kurang (kurang darah) darah) dan osteoporo osteoporosis sis (pengerop (pengeroposan osan tula tulang ng)) kare karena na kand kandun unga gan n besi besi dan dan kals kalsiu ium m yang ang cuku cukup p ting tinggi gi di dalamnya. Di masyarakat dikenal dua bentuk kacang hijau yaitu kacang hijau hijau utuh utuh (denga (dengan n kulit kulit biji) biji) dan kacang kacang hijau hijau tanpa tanpa kulit kulit biji. biji. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar besi dan kalsium dalam kacang hijau dengan kulit biji dan tanpa kulit biji yang terdapat di pasaran. Penetapan kadar dilakukan menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan nyala udara-asetilen. Analisis kuantitatif dilakukan pada panjang gelo gelomb mban ang g 248, 248,3 3 nm untu untuk k besi besi dan dan 422, 422,7 7 nm untu untuk k kals kalsiu ium. m. Hasi Hasill penelitian menunjukkan bahwa kadar besi dan kalsium yang diperoleh dengan kadar besi dan kalsium yang tercantum pada literatur berbeda. Hasil penelitian juga menunjukkan ada perbedaan kadar besi dan kalsium antara kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji. Kadar besi pada kacang hijau dengan kulit biji dan tanpa kulit biji berturutturut turut yaitu yaitu (4,853 (4,8533 3 ± 0,5835 0,5835)mg )mg/10 /100g 0g dan dan (3,530 (3,5300 0 ± 0,2635 0,2635)mg )mg/10 /100g. 0g. Kadar kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji dan tanpa kulit biji bertu erturu rutt-tu turu rutt yaitu aitu (61 (61,05 ,0591 ± 5,491 4910)m 0)mg/10 g/100g 0g dan (6,8 (6,862 628 8 ± 0,0652)mg/100g.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dianggap sebagai sumber bahan makanan padat gizi yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, seperti: bubur, isi onde-onde, bakpia, es puter, dan sari kacang hijau. Kacang hijau mengandung vitamin dan mineral. Mineral seperti kalsium, fosfor, besi, natrium dan kalium banyak terdapat pada kacang hijau (Astawan, 2009). Selain bisa dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan dan minuman, kacang hijau juga berguna untuk kesehatan dan kecantikan kulit. Untuk kesehatan kacang hijau bisa digunakan sebagai tambahan asupan dalam pencegahankurang darah(anemia) dan pengeroposan tulang (osteoporosis) (Anonim, 2009). Di masyarakat dikenal dua bentuk kacang hijau yaitu kacang hijau utuh (dengan kulit biji) dan kacang hijau tanpa kulit biji. Umumnya kacang hijau utuh diolah menjadi bubur, sementara kacang hijau tanpa kulit biji diolah untuk dijadikan isi kue. Penyebab paling umum dari anemia adalah kekurangan besi untuk sintesa hemoglobin (Tjay, 2007). Unsur besi yang tergolong mineral mikro merupakan komponen utama dari hemoglobin (Hb), sehingga kekurangan besi dalam tubuh akan mempengaruhi pembentukan hemoglobin (Hb). Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi zat besi dalam makanan (Wirakusumah, 1999). Kandungan besi sebesar 6,7mg/100 g yang terdapat di dalam kacang hijau (Rukmana, 1997) diyakini dapat memberikan kontribusi terhadap pencegahan anemia. Osteoporosis (pengeroposan tulang) adalah suatu penyakit yang disebabkan olehpenurunan masa tulang akibat keseimbangan kalsium negatif di dalam tubuh. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan yang susunannya baik, antara lain banyak kalsium, sebelum
usia 35-38 tahun (Tjay,2007). Kandungan kalsium sebesar 125 mg/100 g yang terdapat di dalam kacang hijau (Rukmana, 1997) diyakini dapat memberikan kontribusi terhadap pencegahan osteoporosis. Zat besi dapat ditetapkan kadarnya dengan beberapa cara antara lain: metode spektrofotometri sinar tampak, metode titrasi dan metode spektrofotometri serapan atom, sedangkan, kalsium dapat ditentukan antara lain dengan cara: metode titrasi, metode gravimetri dan metode spektrofotometri serapan atom (Bassett, dkk., 1994). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan besi dan kalsium yang terdapat pada kacang hijau dengan kulit biji dan tanpa kulit biji yang dijual di pasar. Metode yang dipilih untuk penetapan kadar besi dan kalsiumadalah metode spektrofotometri serapan atom karena pelaksanaannya relatif sederhana, mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), interferensinya sedikit (Rohman, 2009), jika dibandingkan dengan metode lainnya.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kadar besi dan kalsium pada kacang hijau sesuai dengan literatur? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar besi dan kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji?
C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Kadar besi dan kalsium pada kacang hijau sesuai dengan literatur. 2. Terdapat perbedaan kadar besi dan kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji.
D. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kesesuaian
kadar besi dan kalsium pada
kacang hijau dengan kadar yang tercantum pada literatur. 2. Untuk mengetahui perbedaan kadar besi dan kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji.
E. Manfaat Untuk memberikan informasi kepada masyarakat perbedaan kandungan kadar besi dan kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji, sehingga masyarakat dapat memilih kacang hijau mana yang lebih baik dikonsumsi untuk mencegah anemia dan osteoporosis .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang Hijau Kacang hijau dikenal dengan beberapa nama, seperti mungo, mung bean, green bean dan mung. Di Indonesia, kacang hijau juga memiliki beberapa nama daerah, seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores), tibowang candi (Makassar) (Astawan, 2009). Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyak varietasnya. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan dikelasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Leguminales
Famili
: Leguminosae
Genus
: Phaseolus
Spesies
: Phaseolus radiatus L. (Rukmana,1997).
Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar (Rukmana, 1997). Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau
kecokelat-cokelatan,
atau
kemerah-merahan;
tumbuh
tegak
mencapai ketinggian 30 cm-110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau (Rukmana, 1997). Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite), berbentuk kupu-kupu, dan berwarna kuning. Buah berpolong, panjangnya antara 6 cm-15 cm. Tiap polong berisi 6-16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk
bulat kecil dengan bobot (berat) tiap butir 0,5 mg-0,8 mg atau per 1000 butir antara 36 g -78 g, berwarna hijau sampai hijau mengilap. Biji kacang hijau tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit biji, kotiledon, dan embrio (Rukmana, 1997). Tanaman kacang hijau termasuk multiguna, yakni sebagai bahan pangan (bijinya), pakan ternak (limbahnya), dan pupuk hijau (limbahnya). Dalam tatanan makanan sehari-hari, kacang hijau dikonsumsi sebagai bubur , sayur (taoge), dan kue-kue. Kacang hijau merupakan sumber gizi, terutama protein nabati. Kandungan gizi kacang hijau cukup tinggi dan komposisinya lengkap. Kandungan gizi dalam 100 g kacang hijau adalah 345,00 kalori energi; 22,00 g protein; 1,20 g lemak; 62,90 g karbohidrat; 10,00 g air; 125,00 mg kalsium; 320,00 mg fosfor; 6,70 mg zat besi; 157,00 SI vitamin A; 0,64 mg vitamin B1; 6,00 mg vitamin C (Rukmana, 1997); 6 mg natrium; 1132 mg kalium; 4,4 g serat (Duke, 1981).
B. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara berlainan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro antara lain: besi, mangan dan tembaga (Almatsier, 2004). Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 2006).
1. Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Pada orang dewasa normal, terdapat 4-5 g besi, 75% berada dalam bentuk hemoglobin (2,5 g), mioglobin (0,15 g),enzim heme, dan enzim nonheme. Sisanya disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin dalam sistem retikuloendotelial, limfa, sumsum tulang, dan sel hepatik parenkim (Eastwood, 2003). Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi. Sebelum diabsorpsi, didalam lambung besi dibebaskan dari ikatan organik seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat di dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan alat angkut protein khusus (Almatsier, 2004). Ada dua macam bentuk zat besi dalam makanan, yaitu heme dan nonheme. Zat besi heme berasal dari hewan, penyerapannya tidak tergantung pada jenis kandungan makanan lain, dan lebih mudah diabsorbsi dibandingkan zat besi nonheme. Pada umumnya zat besi nonheme terdapat pada pagan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan (Wirakusumah, 1999). Kebutuhan tubuh untuk unsur besi sehari adalah 8,7 mg bagi pria dan 14,8 mg bagi wanita. Kebutuhan besi selama pertumbuhan meningkat sampai kurang lebih 0,6 mg, dan waktu kehamilan sampai 1-2 mg/hari (Tjay,2007). Kekurangan darah atau anemia adalah sutu keadaan kronis dimana kadar hemoglobin dan atau jumlah eritrosit berkurang. Penyebab
paling umum dari anemia adalah kekurangan besi untuk sintesa hemoglobin (Tjay,2007). 2. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 – 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg (Barasi, 2007). Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Absorpsi kalsium terutama terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Peningkatan kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Kacang-kacangan merupakan salah satu sumber kalsium, seperti kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, dan kacang tanah (Almatsier, 2004). Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Kalsium sangat penting terutama untuk anak-anak, wanita hamil, dan wanita menyusui. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg, dan dewasa sebesar 800 mg (Almatsier, 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun akan kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Ini yang dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada lakilaki dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit berwarna (Almatsier, 2004).
C. Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Rohman, 2007)
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007). Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh
atom.
Atom-atom
menyerap
cahaya
pada
panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2008). Bagian
instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah
sebagai berikut: a. Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan mineral tertentu (Rohman,2007). b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang
dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara
ini
merupakan
sumber
nyala
yang paling banyak
digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007). 2.Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada f raksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007). c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007). d. Detektor Detektor
digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang
melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007). e. Amplifier Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout ) (Rohman, 2007). f. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom
adalah
peristiwa-peristiwa
yang
menyebabkan
pembacaan
absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Rohman, 2007). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 2008). Interferensi spektral disebabkan karena tumpangasuh absorpsi antara spesies pengganggu dan spesies yang diukur. Interfernsi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 2008).
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bahan – bahan 1. Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau utuh (dengan kulit biji) dan kacang hijau tanpa kulit biji 2. Pereaksi Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E.
Merck kecuali disebutkan lain yaitu
akuabides,
ammonium tiosianat, asam nitrat 65% b/v, asam sulfat 96% v/v, etanol 96% v/v, kalium heksasianoferat (II), larutan baku besi 1000 µg/ml, larutan baku kalsium 1000 µg/ml.
B. Alat – alat Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan Lampu katoda besi dan kalsium, Neraca analitik (AND GF-200), Hot plate (FISONS), alat tanur Nabertherm, blender, kertas saring Whatman No.42, krus porselen, spatula dan alat – alat gelas (Pyrex dan Oberol).
C. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atasdasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi (Budiarto, 2004). 2. Penyiapan Sampel Sebanyak ±500 gram kacang hijau dengan kulit biji (yang tidak ditentukan kadar airnya)
dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih
dengan akuabides, ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka terhindar dari sinar matahari langsung, setelah kering, dihaluskan dengan
blender. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk kacang hijau tanpa kulit biji (yang tidak ditentukan kadar airnya). 3. Proses Destruksi Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 50 gram dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 1000C
dan perlahan – lahan
temperatur dinaikkan hingga suhu 600 0C dengan interval 25 setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 60 jam (dihitung saat suhu sudah 6000C, lalu setelah suhu tanur
+ 270C, krus porselen dikeluarkan dan
dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu ditambahkan 5 ml HNO 3 (1:1), kemudian diuapkan pada hot plate sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100 dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 6000C interval 250C
dengan
setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan
dibiarkan hingga dingin pada desikator
(Horwitz, 2000, dengan
modifikasi). 4. Pembuatan Larutan Sampel Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO 3
(1:1), lalu
dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dibilas krus porselen dengan 10ml akuabides sebanyak tiga kali dan dicukupkankan dengan akuabides hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol (Horwitz, 2000, dengan modifikasi). Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. 5. Pemeriksaan Kualitatif a) Besi Reaksi Kualitatif dengan Larutan K4[Fe(CN)6] 2 N Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel hasil destruksi, ditambahkan 10 tetes kalium heksasianoferat (II) 2 N. Dihasilkan larutan dengan endapan berwarna biru tua (Vogel, 1990).
Reaksi Kualitatif dengan Larutan NH4SCN 1,5 N Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel hasil destruksi, ditambahkan 3 tetes amonium tiosianat 1,5 N. Dihasilkan larutan berwarna merah (Vogel, 1990). b) Kalsium Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N Larutan sampel hasil destruksi sebanyak 1-2 tetes diteteskan pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1 N dan etanol 96% v/v akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1990). 6. Pemeriksaan Kuantitatif a) Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi Larutan baku besi (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 50 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi besi dibuat dengan memipet (1; 2; 3; 4 dan 5) ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10,0) µg/ml dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 248,3 nm dengan
nyala udara-
asetilen. b) Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium Larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (5; 10; 15; 20; dan 25) ml larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung (1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0) µg/ml dan diukur absorbansi udara-asetilen.
pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala
c) Penetapan Kadar Besi dan Kalsium dalam Sampel Sebelum dilakukan penetapan kadar besi dan kalsium dalam sampel, terlebih dahulu alat spektrofotometer serapan atom dikondisikan dan di atur metodenya sesuai dengan mineral yang akan diperiksa. Penetapan Kadar Besi dalam Kacang Hijau dengan Kulit Biji Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda(Faktor pengenceran = 25 ml/4 ml = 6,25 kali). Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udaraasetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Penetapan Kadar Besi dalam Kacang Hijau tanpa Kulit Biji Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda (Faktor pengenceran = 25 ml/4 ml = 6,25 kali). Lalu
diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar besi dilakukan pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udaraasetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Penetapan Kadar Kalsium dalam Kacang Hijau dengan Kulit Biji Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 25 ml/0,1 ml = 250 kali). Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar kalsium dilakukan pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala
udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada
dalam
rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Penetapan Kadar Kalsium dalam Kacang Hijau tanpa Kulit Biji Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides sampai garis tanda (Faktor pengenceran = 25 ml/0,5 ml = 50 kali). Lalu
diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan di atur metodenya dimana penetapan kadar untuk kalsium dilakukan pada panjang gelombang
422,7
nm dengan
nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.Kadar mineral besi dan kalsium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya ion besi dan ion kalsium dalam sampel Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif
Keterangan : + : Mengandung ion Tabel di atas menunjukkan bahwa larutan sampel yang diperiksa mengandung ion besi dan
ion kalsium. Sampel dikatakan positif
mengandung ion kalsium jika menghasilkan endapan
putih berbentuk
kristal jarum dengan penambahan asam sulfat 1 N dan etanol 96% v/v, mengandung ion besi jika menghasilkan endapan berwarna biru tua dengan penambahan larutan kalium heksasianoferat (II) 2 N dan larutan merah dengan penambahan amonium tiosianat 1,5 N. Berdasarkan hasil reaksi warna maupun reaksi kristal dari masingmasing kedua ion tersebut membuktikan larutan sampel mengandung ion besi dan ion kalsium. Hasil
absorbansi
dengan
spektrofotometer
serapan
atom
menunjukkan adanya absorbansi pada panjang gelombang besi yaitu 248,3 nm dan kalsium 422,7 nm. Hal ini juga membuktikan secara kualitatif bahwa sampel mengandung mineral besi dan mineral kalsium.
B. Analisis Kuantitatif
1. Kurva kalibrasi Besi dan Kalsium Kurva kalibrasi besi dan kalsium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku besi dan kalsium pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk kedua mineral tersebut diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0317X - 0,0026 untuk besi dan Y = 0,0612X + 0,0063 untuk kalsium. Kurva kalibrasi larutan baku besi dan kalsium dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Baku Besi
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium
Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) besi sebesar 0,9994 dan kalsium sebesar 0,9990. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Ermer, 2005). 2. Analisis Kadar Besi dan Kalsium dalam Kacang Hijau dengan Kulit Biji dan tanpa Kulit Biji Penentuan
kadar
besi
dan
kalsium
dilakukan
secara
spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral besi dan kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi mineral besi dan kalsium dalam sampel berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing
sampel
diencerkan
terlebih
dahulu
dengan
faktor
pengenceran yang berbeda-beda. Faktor pengenceran untuk penentuan kadar besi pada kacang hijau dengan kulit biji maupun pada kacang hijau tanpa kulit biji adalah sebesar 6,25 kali sedangkan faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji adalah sebesar 250 kali, dan faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalsium pada kacang hijau tanpa kulit biji adalah sebesar 50 kali. Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik. Hasil analisis kuantitatif mineral besi dan kalsium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Besi dan Kalsium dalam Sampel
Keterangan : KHDK: Kacang Hijau Dengan Kulit Biji KHTK: Kacang Hijau Tanpa Kulit Biji Data yang didapat kemudian diuji kembali secara statistik untuk mengetahui beda nilai kadar rata-rata mineral pada sampel dengan kadar
yang tercantum di literatur serta untuk mengetahui beda nilai kadar ratarata mineral antar kedua sampel. Hasil perhitungan uji statistik dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Hasil Uji Beda nilai rata-rata kadar besi dan kalsium pada sampel dengan Nilai pada Literatur
Keterangan : KHDK: Kacang Hijau Dengan Kulit Biji KHTK: Kacang Hijau Tanpa Kulit Biji Tabel 4. Hasil Uji Beda nilai rata-rata kadar besi dan kalsium antar sampel
Keterangan : KHDK: Kacang Hijau Dengan Kulit Biji KHTK: Kacang Hijau Tanpa Kulit Biji Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa kadar besi dan kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji maupun tanpa kulit biji yang diperoleh dari hasil analisis
berbeda dengan
kadar besi dan kalsium
yang tercantum pada literatur. Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa kadar besi pada kacang hijau dengan kulit biji lebih besar dibandingkan kadar besi di dalam kacang hijau tanpa kulit biji. Hal ini kemungkinan karena zat besi di
dalam kacang hijau banyak terdapat pada bagian embrio dan kulit biji (Astawan, 2009). Jadi, saat kulit bijinya dihilangkan maka kadar besi yang terdapat di dalamnya berkurang.
Selanjutnya, kadar kalsium di dalam
kacang hijau dengan kulit biji jauh lebih besar dari kadar kalsium pada kacang hijau tanpa kulit biji. Hal ini kemungkinan karena kalsium pada kacang hijau paling banyak terdapat pada bagian kulit biji (Astawan, 2009). Jadi, saat kulit bijinya dihilangkan maka kadar mineral kalsium yang terdapat di dalamnya berkurang. 3. Uji Perolehan Kembali (Recovery) Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar besi dan kalsium setelah penambahan masing-masing larutan baku besi dan kalsium dalam sampel.Persen recovery besi dan kalsium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar besi dan kalsium
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk kandungan besi adalah 93,32%, dan untuk kandungan kalsium adalah 90,29%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar besi dan kadar kalsium dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika ratarata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer, 2005).
4. Simpangan Baku Relatif Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar mineral besi dan kalsium pada kacang hijau, diperoleh nilai simpangan baku (SD) sebesar 5,88% untuk mineral besi; 3,32% untuk mineral kalsium dan nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 6,30% untuk mineral besi; 3,67% untuk mineral kalsium. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik. 5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Berdasarkan data kurva kalibrasi besi dan kalsium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk kedua mineral
tersebut. Dari hasil
perhitungan diperoleh untuk pengukuran besi dan kalsium masing-masing sebesar 0,4505 µg/mL dan 0,2000 µg/mL , sedangkan batas kuantitasinya sebesar 1,5000 µg/mL dan 0,8000 µg/mL .Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Terdapat perbedaan kadar kandungan besi dan kalsium di dalam kacang hijau yang dianalisis dengan kadar yang tercantum di literatur. Kadar besi dan kalsium yang diperoleh dari hasil analisis lebih kecil (menurun) dari kadar besi dan kalsium yang tercantum pada literatur. 2. Hasil penetapan kadar besi dan kalsium secara spektrofotometri serapan atom menunjukkan adanya perbedaan kadar besi pada kacang hijau dengan kulit biji dan kacang hijau tanpa kulit biji. Kadar besi pada kacang hijau dengan kulit biji sebesar (4,8533±0,5835) mg/100 g dan pada kacang hijau tanpa kulit biji sebesar (3,5300 ± 0,2635) mg/100 g. Kadar kalsium pada kacang hijau dengan kulit biji sebesar (61,0591 ± 5,4910) mg/100 g dan pada kacang hijau tanpa kulit biji sebesar (6,8628 ± 0,0652) mg/100 g.
B. Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti mineral lain yang terdapat pada kacang hijau.