KEPERAWATAN ANAK “PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK”
Disusun Oleh: Keperawatan B Kelompok 2
-
Fifi Lestari Risdawati Syahra Ramadhani Nurma Umrah
- Umrah - Nurfadillah - Ulfa Wildana Hasan - A.M Abd Wahab BR
PRODI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. Kami bersyukur kepada Allah Swt yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berisikan tentang “ pemeriksaan fisik pada anak.” anak.” Kami memohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat penulisan kata, diksi atau penempatan kata yang salah. Kritikan yang bersifat konstruktif , akan menjadi pembelajaran untuk tugas selanjutnya. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Samata, 4 April 2018
Pemakalah
DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................................ Daftar Isi ........................................................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................................................... C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pemeriksaan Fisik ................................................................................. B. Tujuan Pemeriksaan Fisik ................................................................................... C. Teknik Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak .......................................... D. Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak .............................. E. Alat dan Bahan Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak ............................. F. Standar Prosedur Operasional (SOP) Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak .................................................................................................................... BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................................... B. Saran ................................................................................................................... Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penilaian tumbuh kembang anak sangat penting dilakukan. Pemantauan tersebut dilakukan agar dapat memantau apakah anak tersebut dalam keadaan normal atau tidak, baik dilihat dari segi medis atau statistik (Hidayat, 2009). Proses pertumbuhan tersebut sangat berkesinambungan mulai dari anak sampai dewasa. Pemeriksaan fisik pada anak menunjang penilaian tumbuh kembang pada anak. Pemeriksaan fisik pada anak meliputi pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kakina itu. Dalam pemeriksaan fisik tersebut diperlukan ketelitian , oleh karena itu perlu dipelajari tentang pemeriksaan fisik pada anak, sehingga pemeriksa dapat memberikan asuhan yang sesuai (Hidayat, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi pemeriksaan fisik? 2. Apakah tujuan dari pemeriksaan fisik? 3. Bagaimana teknik pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak? 4. Bagaimana prinsip-prinsip pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak? 5. Apa-apa saja alat dan bahan pemeriksaan fisik pada anak? 6. Bagaimanakah standar operasional prosedur (SOP) pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi pemeriksaan fisik. 2. Mengetahui tujuan dari pemeriksaan fisik. 3. Mengetahui teknik pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak.
4. Mengetahui prinsip-prinsip pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak. 5. Mengetahui alat dan bahan pemeriksaan fisik pada anak. 6. Mengetahui standar operasional prosedur (SOP) pemeriksaan fisik tingkat usia pada anak.
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik adalah proses berkelanjutan yang dimulai secara wawancara, terutama dengan menggunakan inspeksi atau observasi. Selama pemeriksaan yang lebih formal, alat-alat untuk perkusi,palpasi dan auskultasi ditambahkan untuk memantapkan dan menyaring pengkajian sistem tubuh. Seperti pada riwayat kesehatan, obyekyif dari pengkajian fisik adalah untuk merumuskan diagnsa keperawatan dan mengevaluasi keefektivan intervensiterapeutik (Wong, D.L, 2009). Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakt. Hasil pemeriksaan akan membantu dalam menegakkan dianosis dan perencanaan perawatan pasien. Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan oleh bidan, perawat ataupun dokter untuk melihat status kesehatannya (Wagiyo & Putrono, 2016).
B. Tujuan Pemeriksaan Fisik
1. Menentukan status kesehatan. 2. Mengidentifikasi masalah. 3. Mengambil data dasar untuk menentukan rencana tindakan. 4. Untuk mengenal dan menemukan kelainan yang perlu mendapat tindakan segera. 5. Untuk menentukan data objektif dan riwayat keperawatan klien (Wagiyo & Putrono, 2016).
C. Teknik Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia
Walaupun pemeriksaan fisik dilakukan dengan prosedur yang tidak menyebabkan rasa sakit, tetapi kepada seorang anak dengan menggunakan jari, telapak tangan, lengan, pemeriksan dalam telinga dan mulut, menekan abdomen dan mendengarkan dada dengan permukaan metal yang dingin dapat menimbulkan stresful. Pemeriksaan fisik harus menjadi hal yang menyenangkan dan sama baik hasilnya. Pada umunya bayi dan anak kecil akan merasa lebih aman dan berkurang rasa takutnya dengan kehadiran orang tua, terutama ibunya. Pada bayi yang lebih besar sudah mulai takut kepada orang yang belum di kenalnya, pendekatan menjadi lebih sulit. Dalam hal ini sebaiknya pemeriksa bersifat informal, sedikit santai. Pemeriksaan dapat di mulai pada waktu bayi masih dalam pangkuan ibu. Lambat laun ia dipindahkan ke meja periksa sambil dipegang-pengang dagunya, pipinya, atau diajak bicara dengan kata-kaa manis, sedangkan ibunya memegang tungkainya (Wong, D.L, 2009). Misalnya dengan anak
preschool dan yang lebih tua, perawat dapat
menggunakan gambar atau boneka untuk membantu anak belajar tentang tubuh mereka (Vessey, Braith waite, and Weidman, 1990). Tekhnik ”paper doll” merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengajarkan anak tentang bagian tubuh mereka yang diperiksa. Kesimpulannya adalah saat kunjungan anak dapat mebawa paper doll sebagai pengingat pengalaman. Banyak permintaan anak yang sangat kooperatif ketika orang tua bersama mereka. Hal ini ada yang menyebabkan, bagaimanapun saat anak yang lebih tua terutama adolosence lebih memilih diperiksa sendiri seperti pada pemeriksaan genetalia, sering anak yang sedang diperiksa juga disertai saudara kandungnya yang dapat menyebabkan ketidakteraturan karena ada boredom.(Wong, M., Wilson, D. Winkelsein, & Schawrtz, 2009)\
Sebuah taktik ntuk membantu mareka adalah memberikan mereka kesempatan untuk mencoba alat pemeriksaan seperti stetoskop atau spatel lidah dan memuji anak atas ”bantuannya” selama pemeriksaan (Wong, D.L, 2009). 1. Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lainlain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Sartika, 2010) Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan / pembengkakan. Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya (Sartika, 2010). 2. Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997 (Sartika, 2010). Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Sartika, 2010).
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi (Sartika, 2010). 3. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya (Sartika, 2010). Perkusi
adalah
pemeriksaan
dengan
jalan
mengetuk
bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan /menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. (Sartika, 2010). 4. Auskultasi Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh (Sartika, 2010). Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus (Sartika, 2010). Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut: a. Kontrol infeksi Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada (Sartika, 2010).
b. Kontrol lingkungan Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien (Sartika, 2010).
D. Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak
1. Jelaskan tujuan dan prosedure pada orang tua dan minta persetujuan tindakan 2. Cuci dan keringkan tangan, pakai sarung tangan 3. Pastikan pencahayaan baik. 4. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yang akan diperiksa (jika bayi telanjan pemeriksaan harus di bawah lampu pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat. 5. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh (Wagiyo & Putrono, 2 016)
E. Alat dan Bahan Pemeriksaan Fisik Tingkat Usia Pada Anak
1. Pengukur/meteran/penggaris/Stadiometer 2.
Penimbang BB
3. Termometer dan spekulum 4. Optalmoskop 5. Arloji berdetik 6. Manset: a. Bayi baru lahir ukurannya : lebar kantong 2,5-4,0 cm dan panjang Kantongnya 5,0-9,0 cm b. Bayi ukurannya:lebar kantong 4,0-6,0 cm dan panjang kantongnya 5,0-9,0
c. Anak-anak lebar kantong 7,5-9,0 Cm dan panjang kantongnya 17,0-19,0 cm. 7. Stesoskop 8.
Oksilometri
9. Peniti,kapas, objek dingin/kapas 10. Spatel lidah 11. Garpu tala 12. Snellen 13. Senter 14. Gambar warna (Wagiyo & Putrono, 2016)
F. Standar Operasional Prosedure (SOP) Tingkat Usia Pada Anak
Merupakan pengkajian fisik yang dilakukan oleh perawat untuk menilai status kesehatan yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, kemudian 24 jam setelah lahir pada waktu pulang dari rumah sakit. Dalam melakukan pengkajian ini sebaiknya ba yi dalam keadaan telanjang dibawah lampu terang sehingga bayi tidak mudah kehilangan nafas. Tujuan pengkajian fisik secara umum pada bayi adalah menilai status adaptasi atau penyesuaian kehidupan intra uteri kedalam kehidupan ekstra uteri dan mencari kelainan pada bayi. Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah antara lain (Hidayat, 2009): 1. Pemeriksaan Fisik Pada Bayi
a. Persiapan Bayi 1. Sebelum dapat duduk sendiri:Terlentang atau telungkup atau lebih baik di pangkuan orang tua. 2. Usia 4 sampai 6 bulan dapat di tempatkan di atas meja periksaan.
3. Setelah dapat duduk sendiri:Gunakan posisi duduk di pangkuan orang tua jika mungkin 4. Jika diatas meja, tempatkan dan pandangan penuh pada orang tua. 5. Bila tenang auskultai jantung, paru, abdomen 6. Catat frekuensi jantung dan pernafasan. 7. Palpasi dan perkusi area yang sama 8. Lanjutkan dengan arah biasa,kepala ke kaki 9. Lakukan prosedur traumatic di bagian akhir, mata, telinga, mulut (sambil menangis) 10. Munculkan reflek-reflek saat bagian tubuh tersebut diperiksa 11. Lakukan pemeriksaan reflek Moro di bagian akhir 12. Lepaskan semua pakaian bila suhu ruangan memungkinkan. 13. Biarkan popok terpasang pada bayi 14. Tingkatkan kerja sama dengan distraksi,obyek erang,bunyi-bunyi dengan mulut,bicara. 15. Berikan kotak kecil dikedua tangan bayi yang lebih besar, sampai pelepasan volunter 16. Berkembang di akhir tahun pertama, bayi tidak mampu menggenggam obyek (misalnya stetoskop,otoskop) 17. Tersenyum pada bayi gunakan suara yang lembutdan perlahan 18. Tenangkan dengan sebotol air gula atau makanan . 19. Minta bantuan orang tua untuk memegang bayi pada pemeriksaan telinga dan mukut. 20. Hindari gerakan yang kasar dan mengejutkan (Wong, D.L, 2009).
b. Pemeriksaan Fisik Pada Bayi 1) Pemeriksaan Anthopometri a) Penimbangan berat badan Letakkan
kain
atau
kertas
pelindung
dan
atur
skala
penimbangan ke titik nol sebelum penimbangan. Hasil timbangan dikurangi berat alas dan pembungkus bayi (Wong, D.L, 2009) b) Pengukuran panjang badan Letakkan bayi di tempat yang datar. Ukur panjang badan dari kepala sampai tumit dengan kaki/badan bayi diluruskan. Alat ukur harus terbuat dari bahan yang tidak lentur (Wong, D.L, 2009). c)
Ukur lingkar kepala Pengukuran dilakukan dari dahi kemudian melingkari kepala kembali lagi ke dahi (Wong, D.L, 2009).
d)
Ukur lingkar dada Ukur lingkar dada dari daerah dada ke punggung kembali ke dada (pengukuran dilakukan melalui kedua puting susu) (Wong, D.L, 2009)
2) Pemeriksaan Sistem Organ a) Kepala Raba sepanjang garis sutura dan fontanel ,apakah ukuran dan tampilannya normal. Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm,moulding yang buruk atau hidrosefalus. Pada kelahiran spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih yang disebut moulding/moulase.Keadaan ini normal kembali setelah beberapa hari sehingga ubun-ubun mudah
diraba. Perhatikan ukuran dan ketegangannya. Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali.
Jika
fontanel
menonjol,
hal
ini
diakibatkan
peningkatan tekanan intakranial, sedangkan yang cekung dapat tejadi akibat deidrasi. Terkadang teraba fontanel ketiga antara fontanel anterior dan posterior, hal ini terjadi karena adanya trisomi 21.Periksa adanya tauma kelahiran misalnya; caput suksedaneum, sefal hematoma, perdarahan subaponeurotik/fraktur tulang tengkorak.Perhatikan adanya kelainan kongenital seperti ; anensefali, mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya (Wong, D.L, 2009). b) Wajah Wajah harus tampak simetris. Terkadang wajah bayi tampak asimetris hal ini dikarenakan posisi bayi di intrauteri.Perhatikan kelainan wajah yang khas seperti sindrom down atau sindrom piere robin. Perhatikan juga kelainan wajah akibat trauma lahir seperti laserasi, paresi N.fasialis (Wong, D.L, 2009). c) Mata (1) Goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata bayi terbuka. (2) Periksa jumlah, posisi atau letak mata (3) Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna
(4) Periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada kornea (5) Katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat. Terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat mengindikasikan adanya defek retina (6) Periksa
adanya
trauma
seperti
palpebra,
perdarahan
konjungtiva atau retina (7) Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan (8) Apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami sindrom down d) Hidung (1) Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. (2) Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas akarena atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring (3) Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah , hal ini kemungkinan adanya sifilis kongenital (4) Periksa adanya pernapasa cuping hidung, jika cuping hidung mengembang
menunjukkan
pernapasan.(Wong, D.L, 2009)
adanya
gangguan
e) Mulut (1) Perhatikan mulut bayi, bibir harus berbentuk dan simetris. Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah. Mulut yang kecil menunjukkan mikrognatia (2) Periksa adanya bibir sumbing, adanya gigi atau ranula (kista lunak yang berasal dari dasar mulut) (3) Periksa keutuhan langit-langit, terutama pada persambungan antara palatum keras dan lunak (4) Perhatika adanya bercak putih pada gusi atau palatum yang biasanya terjadi akibatvEpistein’s pearl atau gigi (5) Periksa lidah apakah membesar atau sering bergerak. Bayi dengan edema otak atau tekanan intrakranial meninggi seringkali lidahnya keluar masuk (tanda foote) (6) Bibir sumbing (Wong, D.L, 2009) f) Telinga (1) Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya (2) Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang (3) Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagia atas (4) Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin) (5) Perhatikan adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat berhubungan dengan abnormalitas ginjal (Wong, D.L, 2009).
g) Leher (1) Leher
bayi
biasanya
pendek
dan
harus
diperiksa
kesimetrisannya. Pergerakannya harus baik. Jika terdapat keterbatasan pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher (2) Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pad fleksus brakhialis (3) Lakukan
perabaan
untuk
mengidentifikasi
adanya
pembengkakan.periksa adanya pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis (4) Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21. h) Klavikula Raba seluruh klavikula untuk memastikan keutuhannya terutama pada bayi yang lahir dengan presentasi bokong atau distosia bahu. Periksa kemungkinan adanya fraktur (Wong, D.L, 2009). i) Tangan (1) Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan kedua lengan ke bawah (2) Kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan kurang kemungkinan adanya kerusakan neurologis atau fraktur (3) Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili
(4) Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu buah berkaitan dengan abnormaltas kromosom, seperti trisomi 21 (5) Periksa adanya paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau tercabut sehingga menimbulkan luka dan perdarahan (Wong, D.L, 2009). j) Dada (1) Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas. Apabila tidak simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragmatika. Pernapasan yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan.Tarikan sternum atau interkostal pada saat bernapas perlu diperhatikan (2) Pada bayi cukup bulan, puting susu sudah terbentuk dengan baik dan tampak simetris (3) Payudara dapat tampak membesar tetapi ini normal (Wong, D.L, 2009) k) Abdomen (1) Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan
gerakan
dada
saat
bernapas.
Kaji
adanya
pembengkakan (2) Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika (3) Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepatosplenomegali atau tumor lainnya
(4) Jika
perut
kembung
kemungkinan
adanya
enterokolitis
vesikalis, omfalokel atau ductus omfaloentriskus persisten (Wong, D.L, 2009). l) Genetalia (1) Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm.Periksa posisi lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis (2) Periksa adanya hipospadia dan epispadia (3) Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada dua (4) Pada bayi perempuan cukup bulan labia mayora menutupi labia minora (5) Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina (6) Terkadang tampak adanya sekret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (withdrawl bedding) (Wong, D.L, 2009) m) Anus dan rectum (1) Periksa adanya kelainan atresia ani , kaji posisinya (2) Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai 48 jam belumkeluar kemungkinan adanya mekonium plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan (Wong, D.L, 2009). n) Tungkai (1) Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki. Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan keduanya dan bandingkan
(2) Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas. Kuraknya gerakan berkaitan dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan neurologis. (3) Periksa adanya polidaktili atau sidaktili padajari kaki (Wong, D.L, 2009). o) Spinal Periksa psina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan, lesung atau bercak kecil berambut yang dapat menunjukkan adanya abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra (Wong, D.L, 2009). p) Kulit (1) Perhatikan kondisi kuli bayi. (2) Periksa adanya ruam dan bercak atau tanda lahir (3) Periksa adanya pembekakan (4) Perhatinan adanya vernik kaseosa (5) Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada bayi kurang bulan 2. Pemeriksaan Fisik Pada Anak
a. Pengkajian keadaan umum : 1) Mengukur tanda-tanda vital : a) Tekanan darah : (1) Pasang manset yang menutupi 75% pada lengan atau paha (2) Palpasi radialis atau popliteal dan letakkan diafragma stetoskop diatas arteri
(3) Kembangkan manset hingga 20 – 30 mmHg diatas denyut menghilang (4) kempiskan
dan
perhatikan
titik
pertama
kali
denyut
didengarkan dan titik dimana denyut menghilang Tekanan darah normal : (1) untuk sistolik : usia 1 – 7 tahun = usia (tahun) + 90 usia 8 – 18 tahun = (2x usia (tahun)) + 90 (2) untuk diastolik : usia 1 – 5 tahun = 56 usia 6 – 18 tahun = usia (tahun) + 52 Perhatikan : anak yang menangis dapat meningkatkan tekanan darah (Muscari, 2001) b) Nadi : (1) Ukur denyut nadi dengan meletakkan jari pada arteri radialis atau letakkan stetoskop pada denyut apikal pada titik inklus maksimum (TINI). Usia <7 tahun letakkan stetoskop pada ICS 4sedangkan usia >7 tahun pada ICS 5 (Arbianingsih, 2011). (2) Hitung denyut nadi selama 1 menit penuh utamanya pada bayi, akrena kemungkinan irama yang tidak teratur. Untuk anak usia kurang dari 2 tahun, sebaiknya menghitung denyut nadi pada denyut
apical
dan
anak
dalam
kondisi
tenang
mendapatkan hasil yang akurat (Arbianingsih, 2011). (3) Nilai normal denyut nadi : Usia
Denyut nadi normal
1 minggu-3 bulan
100-200
3 bulan – 2 tahun
80-150
agar
3-4 tahun
80-120
5-6 tahun
75-115
8-12 tahun
70-110
13-14 tahun
60-105
15-16 tahun
55-100
17-18 tahun
50-95
c) Suhu: pilih termometer yang sesuai dan atur posisi untuk pengukuran suhu. (1) Term oral : letakkan dibawah lidah
di
dalam
kantong
sublingual kanan atau kiri dan minta anak mengatupkan mulutnya. Ukur selama 3-7 menit. Termometer oral digunakan pada anak yang berusia diatas 4 tahun dan pastikan sebelum pemeriksaan, anak tidak makan, tidak minum, atau merokok dalam 15 – 30 menit yang lalu (Arbianingsih, 2011). (2) Term aksila : letakkan dibawah lengan dengan ujungnya tepat ditengah axial dan dekatkan dengan kulit. Tahan tangan anak untuk menjepitnya. Ukurannya ±5- 9 menit (Arbianingsih, 2011) (3) Term rectal : ujung term diberi pelumas, lalu dimasukkan ± 1,5 cm untuk infant, ± 2,5 cm untuk anak dan ±3,7 cm untuk remaja kedalam rectum. Pegang dengan hati-hati, ukur ± 4 menit.
Perhatikan
suhu
yang
tertera
di
thermometer.
Penggunaan
thermometer
rectal digunakan hanya jika sangat
diperlukan
dalam
pemeriksan karena prosedur ini
menyebabkan
ketidaknyamanan pada anak dan juga terdapat banyak serabut saraf yang beresiko untuk cedera pada anak (Arbianingsih, 2011). (4) Term timpani : alat ini biasa banyak digunakan untuk mengukur suhu pada anak. Pilih ukuran yang sesuai dengan usia anak, masukkan ke liang telinga. Perhatikan pada anak yang menderita autitis media dengan membran timpani meradang, gunakan teknik pengukuran suhu yang lain (Arbianingsih, 2011) d) Pernafasan : (1) Kaji frekuensi pernapasan, dengan menggunakan jari atau tangan tepat pada procesus xipoideus, hitung selama 1 menit penuh. Perhatikan kedalaman irama dan nafas, dapat pula dikaji menggunakan stetoskop (Arbianingsih, 2011). (2) Nilai normal pernapasan
usia
Frekuensi pernapasan
Lahir-6 bulan
30-50 kali/menit
6 bulan-2 tahun
20-3- kali/menit
3-10 tahun
20-28 kali/menit
10-14 tahun
16-20kali/menit
16-18 tahun
12-20 ali/menit.
(3) Mengukur tinggi badan dan berat badan (a) menentukan berat badan : Usia <20 bulan : pakaian
bayi dibuka (termasuk popk) dan bayi diletakan di
timbangan
yang
dilapisi kain, ukur BB anak. Usia 20 bulan s/d 5 tahun: pakaian anak dibuka kecuali
pakaian dalam dan ditimbang dengan timbangan berdiri. Anak usia > 5 tahun: buka sepatu, anak ditimbang
dengan berpakaian dan dengan timbangan berdiri (Arbianingsih, 2011) (b) Penilaian berat badan disesuaikan dengan grafk BB menurut usia anak. Menentukan
Tinggi Badan: Bayi
( < 20
bulan): baringkan yi,
kaki
ba bayi
diekstensikan didorong
dan
perlahan
ke
meja ukur dan ukurlah jarak antara ujung tumit hing ga vertex kepala. Anak-anak
bulan)
:
(usia anak
>
20
diminta
untuk berdiri tegak dan ukur tinggi badan. Mengukur lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut
dan lingkar Mengukur
kepala
lingkar kepala: Pengukuran lingkar
secara
merupakan
berkala halyang
penting utamanya pada anak di bawah usia 2 tahun
dan
anak-anak
dengan kondisi tertentu. Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi anak sampai usia36 bulan. Pengukuran rutin diakukan untuk menjaring kemungkinan adanya penyebab lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otak. Posisikan anak dalam kondisi
terlentang atau
duduk bagi anak yang sudah dapat duduk. Letakkan meteran melingkari kepala tepat di atas alis dan pinna dan meingkari oksiput yang menonjol.
Perhatikan
pula
kesimetrisan
kepala
klien
(Arbianingsih, 2011). Mengukur lingkar dada : Lingkar dada diperiksa pada
bayi baru lahir serta setiap kunjungan sampai usia 2 tahun. Pada bayi baru lahir ukuran dada 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala, kemudian berangsur sama atau sedikit lebih besar dari lingkar kepala setelah 2 tahun. Lingkar dada diukur dengan meletakkan meteran melingkari
dada
tepat
setinggi
puting
susu
(Arbianingsih, 2011). Mengukur lingkar perut : Pengukuran lingkar perut
dilakukan secara rutin jika terdapat asites pada anak untuk menilai progresivitasnya. Lingkar perut diukur pada posisi duduk atau berdiri, kecuali pada anak sakit berat atau bayi dilakukan pada posisi berbaring. Pengukuran dilakukan pada lingkaran perut terbesar yang
pada
umumnya
melalui
umbilikus
(pusat)
(Arbianingsih, 2011). Mengukur lingkar lengan atas : Lingkar lengan atas
(LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat badan. Pada anak umur 1-5 tahun, LLA dapat menunjukkan status gizi. Letakkan meteran secara melingkar pada 1/3 bagian atas lengan.
Interpretasi: < 12,5 cm
: gizi buruk (merah)
12,5 – 13,5 cm: gizi kurang (kuning) > 13,5 cm
: gizi baik (hijau) (Arbianingsih, 2011)
2) Kepala dan Leher Posisikan anak dalam keadaan duduk. Pemeriksaan dalam posisi duduk akan lebih efektif dalam pengkajian kepala dan leher (Arbianingsih, 2011). a) Inspeksi (1) Inspeksi bentuk kepala, posisi dan kesimetrisa. Bentuk kepala yang normal yaitu normocepal, berada sejajar dengan leher dan simetris. Kepala yang membesar disebut makrocepal dan yang mengecil disebut mikrocepal. Adanya pendataran pada satu sisi kepala, seperti ubun-ubun kecil, dapat mengindikasi bahwa anak terus menerus berbaring pada posisi yang sama. Tanda asimetris biasanya abnormal dan dapat mengindikasikan penutupan
premature
sutura
(kraniosinostosis).
Pontanel
posterior umumnya menutup setelah usia 2 bulan sedangkan fontanel anterior menutup setelah 12-18 bulan. Fontanel ketiga biasanya terdapat diantara fontanel anterior dan posterior merupakan khas pada anak dengan down sindrom. Penutupan fontanel yang lambat dapat terjadi pada anak dengan hidrocepalus, rakitis dan kretinisme (Arbianingsih, 2011). (2) Catat control kepala pada bayi dan postur kepala pada anak yang lebih besar. Bayi usia 4 bulan, harus mampu menahan
kepala pada saat //diangkat dan berada d garis tengah. Head lag setelah 6 bulan dapat dicurigai adanya cerebral palsy (Arbianingsih, 2011). (3) Evaluasi rentang gerak kepala anak denga nmeminta anak untuk mleihat ke setiap arah (kiri, kanan, atas, bawah) atau lakukan secara manual pada anak yang kecil untuk setiap posisi. Keterbatasan rentang gerak dapat mengindikasikan adanya wryneck atau tortikalis atau sebagai akibat dari cedera otot sternocleidomastoiden (Arbianingsih, 2011) (4) Inspeksi bentuk tulang tengkorak; pada anak yang anencefali, tidak memiliki tulang tengkorak. Adanya caput suksedanum atay sefal hematoma (Arbianingsih, 2011). (5) Observasi kesimetrisan, pergerakan dan penampilan umum wajah. Minta anak tersenyum untuk mengkaji kesimtersian dan mengetahui adanya derajat paralisis. Pergerakan wajah yang tidak simetris mengindikasikan adanya paralisis nervus fasialis sehingga wajah akan tertarik ke sisi yang sehat (Arbianingsih, 2011). (6) Catat adanya proporsi wajah yang tidak biasa, misalnya dahi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengindikasikan sindrom tertentu atau pengaruh faktor genetik, jarak mata yang terlalu lebar dan hidung datar merupakan ciri utama dari down sindrom (Arbianingsih, 2011). (7) Inspeksi warna, tekstur dan distribusi rambut, kepala, bulu mata, alis dan rambut dipermukaan tubuh. Pada anak yang
malnutirisi seringkali ditemukan rambut berwarna merah jagung, kering dan mudah tercabut. Perhatikan kulit kepala akan
terdapatnya
manifestasi
infeksi
(bakteri,
jamur),
hemangioma dan lesi kulit yang lain. Seringkali alis dan bulu mata bayi premature belum tumbuh. Pada sindrom cornelia de Lange dan sindrom Waardenburg alis sisi kiri dan kanan bertemu di tengah (Arbianingsih, 2011). b) Palpasi (1) Palpasi hidung tengkorak untuk mengetahui kepatenan sutura, ubun-ubun, fraktur dan pembengkakan. Kepala yang teraba lunak dan membengkak dapat mengindikasikan tumor otak atau abses (Arbianingsih, 2011). (2) Palpasi kelenjar tiroid dengan berdiri di belakang klien. Bayi paling baik diperiksa dengan meletakkan dalam posisi terlentang (Arbianingsih, 2011). (3) Palpasi adanya pembesaran kelenjar limfe pada bagian leher yang akan membesar jika terdapat infeksi disekitarnya (Arbianingsih, 2011). c) Perkusi
tulang
tengkorak
untuk
mengetahui
adanya
tanda
Macewen atau cracked pot sign (bunyi pot retak). Suara ini normal selama ubun-bun masih terbuka. Bila ubun-ubun telah menutup dan tanda ini positif, menunjukkan adanya peningkatan tekanan intra cranial atau dilatasi ventrikel otak (Arbianingsih, 2011).
3) Mata Beritahu anak untuk dapat bekerja sama, utamanya pada anak yang besar. a) Inspeksi (1) Visus atau ketajaman penglihatan pada bayi umur 6 bulan dapat dinilai dengan memperhatikan fokus pandangan anak terhadap objek tertentu, meskipun tidak lama. Bayi yang lebih besar dan anak kecil dapat dinilai kesan penglihatannya dengan melihat reakisnya terhadap mainan atau keadaan sekitar. Anak yang lebih besar dapat diuji dengan tulisan atau gambar atau dengan menggunakan kartu snellen (Arbianingsih, 2011). (2) Penempatan kelopak yang tepat pada mata. Ketika mata terbuka, kelopak mata atas harus berada dekat itis bagian atas. Ketika mata tertutup. Kelompak mataharus menutupi seluruh kornea dan sclera. Ptosis ialah kelopak mata yang tidak dapat terbuka, keadaan ini dapat terjadi akibat cidera otak padasaat persalinan atau lesi n.okulomotorius (Arbianingsih, 2011). (3) Konjungtiva palpebra dengan menarik kelopak mata bawah dan meinta anak melihat ke atas, normalnya terlihat erah muda (Arbianingsih, 2011). (4) Sclera, yakni bagian mata berwarna putih yang menutupi bola mata, normalnya jernih. Pada anak dengan ikterus, maka sclera akan berwarna kekuningan (Arbianingsih, 2011). (5) Kornea, yakni bagian mata yang menutupi iris dan pupil, normalnya jernih dan transparan. Catat jika terjadi kekeruhan
karean dapat menjadi tanda perlukaan atau ulserasi yang dapat mengganggu penglihatan. Refleks pupil,sinari mata dengan cahaya secara cepat dan lihat reaksi pupil.
Ormalnya,
pupil
akan
berkontraksi saat cahaya mendekat dan akan berdilatasi saat cahaya menjauh (Arbianingsih, 2011). b) Palpasi (1) Raba permukaan kelopak mata anak, normalnya akan teraba unak. Jika teraba keras mengingdikasikan terjadi pengingkatan tekanan intraokuler (Arbianingsih, 2011). 4) Telinga (1) Inspeksi (a) Posisi, ukuran dan kesimetrisan dau telinga. Perhatikan adanya deformitas, inflamasi, nodul atau lesi di kulit. Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom down. Pada kelaianaN yang disebut low set ear posisi daun telinga lebih renda daripada tarikan
garis
horizontal
dari
sudut
epikantus
mata
(Arbianingsih, 2011). (b) Daun telinga dilipat, Dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan tulang rawan masih lunak (Arbianingsih, 2011). (c) Pemeriksaan pembersihan
liang
telinga
serumen.
sebaiknya
Gunakan
didahului
speculum
dengan
telinga
atau
otoskop. Untuk memudahkan pemeriksaan tarik telinga ke bawah dan ke belakang pada anak usia kurang dari 3 tahun
karena saluran melengkung ke atas. Sedangkan pada anak lebih tua usia diatas 3 tahun, saluran melengkung kebawah dan kedepan, oleh karenanya telinga ditarik ke atas dan ke belakang. Normalnya tidak terdapat peningkatan sekresi mukopurulen yang berbau, tidak nyeri atau gatal. Membrane timpani tampak berwarna merah muda atau abu- abu dan mengkilat (Arbianingsih, 2011). (d) Ketajaman
pendengaran
(pemeriksaan
nervus
VIII/n.
akustikus): Pada anak yang lebih besar dapat diuji dengan tes bisik Pada anak dengan usia 4 bulan dikaji dengan refleks
startle. Caranya : tepuk tangan dekat telinga, mata akan berkedip. Anak usia 6 bulan atau lebih sudah dapat mengetahui lokasi sumber suara. Anak usia kurang dari 3 tahun dapat berespon terhadap
suara yang keras. Tes weber dapat dilakukan pada anak diatas usia 3 tahun.
Caranya : mengetuk garpu tala lalu menempatkannya dibagian vertex kepala atau bagian tengah dahi, normalnya anak akan mendengarkan suara yang sama dikedua telinga dengan intensitas yang sama (Arbianingsih, 2011).
5) Mulut a) Inspeksi : (1) Kemampuan untuk membuka mulut. Pada anak yang tetanus dapat terjadi kerusakan untuk membuka mulut yag disebut sebagai trismus. Dalam hal ini, sebaiknya diukur berapa mm atau cm mulut dapat dibuka (diukur dari ujung gigi seri atas dan bawah), agar dapat dibandingkan pada pemeriksaan berikutnya untuk menilai progresivitas dari penyakit anak (Arbianingsih, 2011). (2) Bau napas, holositosis (bau mulut yang tidak sedap) dapat disebabkan oleh hygine gigi dan mulut yang buruk, muntah, dehidrasi, tonsillitis kronik atau penyakit mulut lainnya. Bau aseton dapat tercium pada ketoasidosis (Arbianingsih, 2011). (3) Bibir, perhatikan adanya fisura pada bibir, kesimetrisan, warna, dan kelembaban bibir. Bibir harus lembab, lunak, halus, berwarna merah muda, dan simetris. Adanya celah pada bibir disebut sebagai labioskiziz. Bibir yang tidak simetris
mengindikasikan
adanya
paresis n.trigeminus atau n.fasialis. warna
biru
keabu-abuan
menunjukkan anak sianosis, warna pucat menunjukkan anemia, warna merah anggur biasanya ditemukan pada keracunan salisilat,
diabetes
(Arbianingsih, 2011).
dan
keracunan
karbon
monoksida
(4) Mukosa
pipi
perhatikan
adanya
bercak-
bercak
putih,
menimbul, mirip sisa susu diselaput lendir bibir pipi yang disebut sebagai oral trush yang diakibatkan oleh infeksi candida albicans . Perhatikan pula adanya bercak koplik yang merupakan tanda stadium prodmoral campak (Arbianingsih, 2011). (5) Gigi dan gusi, inspeksi jumlah gigi, hygine, kondisi lengkung dental. Warna keputih- putihan yang melapisi permukaan gigi yang buruk. Titik- titik coklat pada lengkung mahkota gigi atau diantara gigi mungkin merupakan karies. Warna seperti kapur atau
kekuningan
atau
area
kecokletan
pada
gigi
mengindiksikan fluorosis (asupan fluoride berlebihan). Warna gusi
normal
adalah
merah
muda
terang
dan
tekstur
permukaannya berbintik- bintik. Pada anak yang berkulit gelap, gusi berwarna lebih gelap (Arbianingsih, 2011). (6) Lidah, inspeksi lidah untuk mengetahui ukuran dan mobilisasi lidah. Makroglosia (lidah yag terlalu besar) terdapat pada hipotirodisme,
sindrom
down,
dan
neoplasma
lidah.
Mikroglosia (lidah lebih kecil) terdapat pada sindrom mobius dan sindrom aglosia- adaktilia. Glosoptosis
(lidah tertarik
kebelakang) biasanya disertai dengan hipolasia mandibula yang dapat menyebabkan gangguan pernapasa. Tremor pada lidah diperiksa saat lidah terjulur. Tremos lidah halus biasanya terdapat pada hipotiroidisme, sedangkan tremor lidah kasar terdapat pada anak demam terutama demam thypoid dan
cerebral palsi. Lidah kotor (coated tongue) ditandai oleh debris berwarna putih abu- abu atau coklat sering tampak pada penyakit demam utamanya demam thypoid, campak, scarlet fever.
Atropi
lidah
atau
adanya
deviasi
pada
lidah
mengindikasikan adanya kerusakan nervous. Pemeriksaan nervous XI Hipoglosus, caranya : minta pasien untuk menjulurkan lidah lurus kemudian menarik dengan cepat dan disuruh
menggerakkan
lidah
kekiri-
dan
kekanan
dan
sementara itu pemeriksa melakukan palpasi pada kedua pipi untuk merasakan kekuatan lidah. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spantel, hasil
positif bila ada refleks muntah (Gags refleks) Perhatikan ovula apakah simetris kiri dan kanan Pemeriksaan
nervous
X
(Vagus), tekan lidah dengan menggunakan anjurkan
spantel, klien
dan untuk
mengatakan “AH” dan perhatikan ovula apakah terangkat. Pemeriksaan nervus VII (facialis) sensori. Tetesi bagian 2/3
anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit, kemudia menentukan zat apa yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeriksaan nevus. Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking
kedalam mulut, raba palatum keras dan lunak, pastikan
kedua
palatum
Apabila
ada
sebagai
tersebut lubang
utuh. disebut
palato
shizis
(Arbianingsih, 2011). 6) Dada & paru- paru : a) Inspeksi (1) (Bentuk dada :
kesimetrisan, ukuran
dan
perkembangan
payudara. Bentuk dada abnormal dikenal ada 3 yaitu, funnel chest, pigeon chest, dan burrel chest. Pada funne chest , sternum bagian bawah serta rawan iga masuk ke dalam, terutama saat inspirasi. Keadaan ini merupakan kelainan congenital atau dapat disebabkan oleh hipertofi adenodi yang berat. Pada pigeon chest (dada burung), sternum menojol kearah luar, biasanya disertai dengan depresi vertical pada daerahkostokondral.
Kelainan
ini
terdapat
pada
rakitis,
osteoporosis, sindrom marfan, sindrom noonan dan oenyakit morquio. Barrel chets, dada berbentuk bulat seperti tong ditandai dengan sternum yang terdorong kearah depan dengan iga- iga horizontal. Biasanya terdapat pada penyakit paru obstruksi kronis seperti asma, fibrosis kristik dan emfisema (Arbianingsih, 2011). (2) Ekspansi dada :
perhatikan pengembanga dada klien saat ia
menarik napas dan menghembuskan napas. Pergerakan dinding dada harus simetris bilateral dan terkoordinasi dengan pernapasan. Selama inspirasi dada terangkat dan mengembang,
diafragma menurun dan sudut kosta menigkat. Sedangkan selama
ekspansi
dada
turun
dan
ukurannya
mengecil,
diafragma naik dan sudut kosta menyempit (Arbianingsih, 2011). (3) Sifat pernapasan
: anak bayi lebih banyak menggunakan
pernapasan abdominal daripada thoraks. Pada anak usia 6 atau 7 tahun, prinsip pergerakan pernapasan adalah abdominal atau diafragmatik. Pada anak lebih tua, pernapasan uatamanya adalah thoraks (Arbianingsih, 2011). (4) Retraksi
:
selama
proses
inspirasi
dan
ekspirasi,
perhatikan adanya penggunaan otot bantu pernapasan. Adanya retraksi (tarikan dinding dada) diakibatkan terhambatnya aliran udara masuk keparu akibat kondisi seperti asma, fibrosis cystik dan ostruksi. Retraksi biasanya dapat dilihat diarea intercostal, supraclavicula, dan subternalar (Arbianingsih, 2011) b) Palpasi (1) Palpasi dilakukan dengan meletakkan telapak telapak tangan serta jari- jari pada seluruh dinding dada dan punggung. Perhatikan
kesimetrisan
pergerakan
dinding
dada
(Arbianingsih, 2011). (2) Vocal premitus : letakkan tangan dikedua lapang paru dan minta anak untuk mengatakan “99” atau “eee” . normalnya akan teraba getaran yang sama pada kedua telapak tangan yang diletakkan dikedua sisi dada. Fremitus suara akan meninggi bila ada konsolidasi seperti pada pneumonia. Fremitus akan
berkurang bila terdapat obstruksi jalan napas, atelektasi, pleuritis (Arbianingsih, 2011). c) Perkusi (1) Perkusi paru dapat dilakukan dengan 2cara yaitu cara langsung dan tidak langsung. Cara langsung yakni dengan mengetukkan jari langsung pada dinding dada, sedangkan cara tidak langsung yaitu dengan meletakkan satu jari didinding dada lalu mengetuknya dengan jari tangan yang lain. Perkusi dimulai dari daerah supraklvikular kemudian kebawah setiap satu sela iga dan tiap sekali dibandingkan dengan sisi kanan dan kiri (Arbianingsih, 2011).. (2) Untuk paru naterior, anak duduk atau telentang, untuk paru posterior, anak duduk. Normalnya suara perkusi paru adalah sonor. Namun suara perkusi akan berkurang (redup atau pekak) normalnya pada daerah scapula, diafragma, hati dan jantung (Arbianingsih, 2011). (3) Pekak pada garis midclavikula kanan ICS 5 (hepar), pekak pads ICS 2-5 diatas sternum krir sampai garis midclavikula (jantung),
ICS
5
kebawah
bunyi
timpani
(lambung)
(Arbianingsih, 2011) d) Auskultasi (1) Letakkan diafragma stetoskop pada lapang paru anak dan dengarkan secara sistematis dan simetris mulai dari apex kedasar paru dan dibandigkan antara sisi kanan dan kiri (Arbianingsih, 2011).
(2) Suara napas dasar
:
(a) Suara napas vesicular, suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada suara ekspirasi dan terdengar seperti membunyikan “fff” dan “www”. Suara vesicular melemah pada penyempitan bronkus dan setiap keadaan yang menyebabkan ventilasi berkurang (Arbianingsih, 2011) . (b) Suara napas bronchial
:
suara
inspirai
keras
yang
disusul oleh ekspirasi yang lebih keras, dapat disamakan dengan bunyi “khkhkh”. Suara ini normalnya hanya terdengar pada bronkus besar kanan dan kiri, didaerah parasternalis atas dada depan dan di interskapuler di belakang. Jika terdapat di daerah lain, berarti terdapat konsolidasi yang luas, misalnya pada pneumonia lobaris (Arbianingsih, 2011) (c) Suara napas bronkovesikular
: merupakan kombinasi
antara suara bronchial dan vesicular (Arbianingsih, 2011). (3) Suara napas tambahan (abnormal) (a) Crakles (rales)
:
: terdengar terutama saat inspirasi dari
saluran akibat udara melalui cairan (Arbianingsih, 2011) (b) Mengi (wheezing) : disebabkan udara melewati saluran yang
sempit.
Biasanya
terdengar
saat
ekspirasi
(Arbianingsih, 2011). (c) Stridor (ngorok)
: bunyi akibat obstruksi pada trakea atau laring biasanya
(Arbianingsih, 2011).
didengarkan
selama
inspirasi
(d) Friction rub pleural: bunyi gemercik, bergesekan selama inspirasi & ekspirasi, terjadi karena permukaan pleura mengalami inflamasi (Arbianingsih, 2011). (4) Bunyi suara (terdengar tapi suara tidak jelas) (1) Pektoriloquy : anak membisiskkan kata- kata tapi yang terdengar suku kata. (2) Bronkofoni : anak mengucapkan kata- kata yang tidak dapat dibedakan tetapi resonan vocal meningkat dalam intensitas & kejelasan (3) Egofoni: anak mengatakan “ee” yang terdengar sebagai bunyi nasal “ay” melalui stetoskop. 7) Jantung a) Inspeksi (1) Inspeksi paling baik dilakukan pada aak yang duduk dalam posisi semi fowler (2) Inspeksi prekordium dan lihat apakah tampak denyut jantung pada bagian apeks. Pada anak dengan dinding dada yang tipis, pulsasi mungkin dapat terlihat. (3) Karena evaluasi fungsi jantung yang konpherensif tidak terbatas hanya pada jantung, maka perhatikan pula adanya distensi vena leher, jari tubuh pada tangan, sianosis perifer, edema, tekanan darah dan status pernapasan (Arbianingsih, 2011).
b) Palpasi (1) Palpasi denyut apical, untuk usia di bawah 7 tahun terletak pada sela iga ke-5. Dengan posisi sebelah kiri linea midclavikula
hingga
usia
4
tahun,
tepat
pada
linea
midclavikula pada usia 4-6 tahun dan sebelah kanan linea midclavikula pada usia 7 tahun keatas (Arbianingsih, 2011). c) Perkusi ada anak besar, perkusi dilakukan dari ferifer ke medial dapat memberikan kesan besarnya jantung terutama bila terdapat kardiomegali yang nyata. Namun, pada bayi dan anak kecil, perkusi sulit dilakukan dengan baik, palpasi sudah cukup memberikan
informasi
untuk
menentukan
besar
jantung
(Arbianingsih, 2011). d) Auskultasi (1) Auskultasi bunyi jantung (BJ) tidak hanya dilakukan pada 4 area. Sebaiknya membiasakan diri memulai auskultasi dari apeks,
kemudian
ke
tepi
sternum,
ke
supraklavikula,
suprasternal, dan area karotis hingga bagian dada samping punggung (2) Normalnya BJ 1 dan BJ 2 dapat terdengar secara berurutan sedangkan BJ 3 secara normal dapat terdengar pada beberapa anak,dan BJ 4 jarang terdengar sebagai bunyi normal. Oleh karenanya dibutuhkan evaluasi jantung lebih lanjut jika didengarkan BJ
BJ 1 disebabkan oleh penutupan katup
atrioventrikuler (mitral dari tricuspid) sedangkan BJ 2 disebabkan oleh penutupan katup pulmonal dan aorta.
Auskultasi untuk mendengarkan BJ dapat dilakukan dengan meletakkan stetoskop pada area : (a) Aorta : ICS 2 kanan dekat sternum (b) Pulmonalis : ICS 2 kiri dekat sternum (c) Titik ERB : ICS 2 & 3 kiri dekat sternum (d) Apical atau mitral : ICS 5 grs midklavicula kiri (bayi : ICS 3-4 leteral garis midclavicula kiri) (3) Untuk membedakan antara BJ 1 dan BJ 2, secara simultan dilakukan
palpasi
karotis
nadi
dengan
jari
telunjuk dan jari tengah dengan auskultasi Bj. BJ 1 sinkron
dengan
denyut
nadi karotis (4) Catat
evaluasi
bunyi
jantung terkait dengan kualitas, intensitas, frekuensi, dan irama (Arbianingsih, 2011) Temuan :
(1) S1 & S2 terdengar jelas, jernih , frekuensi sama dengan nadi radialis,irama teratur & tetap (2) Area aorta : S2 lebih keras daripada S1 (3) Pulmonal : Paling baik terdengar pemecahan S2 (4) Titik Erb : Murmur fungsional paling sering
(5) Area mitral atau apical : S1 terdengar paling keras (Arbianingsih, 2011) 8) Abdomen Pengkajian abdomen pada anak yang lebih kecil umumnya dilaskukan setelah pengkajian jantung dan paru. Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, dan palpasi. Tindakan palpasi dilakukan terakhir karena dapat mengganggu bunyi norma abdomen (Arbianingsih, 2011). a) Inspeksi (1) Berdirilah pada sisi kanan anak yang berbaring telentang dan kaji bentuk abdomen anak. Ukuran abdomen anak lebih besar dari ukuran dada pada anak umur dibawah 4 tahun, yang tampak membuncit. Bentuk perut yang cekung (skafoid) pada posisi telentang tampak pada bayi baru lahir dengan hernia diafragmatika yang besar sehingga sebagian besar rongga perutnya berada dalam rongga dada. Pada anak yang lebih besar, perut skafoid dapat ditemukan pada anak dengan malnutrisi, dehidrasi berat, ileus obstruksi tinggi, serta phneumothoraks. (2) Dinding perut yang meregang dapat ditemukan pada kondisi asites, sedangkan dinding perut yang berkerut terlihat pada malnutrisi. Distensi abdomen : tampak kulit perut teregang dan mengkilat (Arbianingsih, 2011).
b) Auskultasi (1) Suara peristaltic terdengar sebagai suara yang intensitasnya rendah dan terdengar tiap 10-30 detik. Nada peristaltic akan meningkat (nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinalis, dan akan bertambah frekuensinya pada gastroenteritis. Suara peristaltic akan berkurang bahkan menghilang pada peritonitis atau ileus obstruktif. (2) Bising aorta : terdengar pada epigastrium sedikit ke kiri dari garis tengah yakni pada area koartasio aorta abdominalis (Arbianingsih, 2011). c) Perkusi (1) Perkusi dilakukan dari daerah epigastrium secara sistematis ke bagian bawah abdomen. Normaknya terdengar bunyi timpani di seluruh permukaan abdomen kecuali area hati dan limpa. (2) Perkusi abdomen diutamakan untuk menentukan adanya cairan bebas (asites) atau udara didalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat menentukan batas hati dan batas massa dalam abdomen (Arbianingsih, 2011). d) Palpasi (1) Palpasi hepar : pada anak yang lebih besar biasanya tidak dapat teraba (a) Berdiri disamping kanan penderita (b) Tangan kiri pada dinding toraks posterior penderita pada iga 11-12 (c) Tekan keatas (dinding dada terangkat)
(d) Tangan kanan pada batas tulang iga membentuk sudut 45 derajat (e) Penderita ekhalasi : tekan 4-5 cm. rasakan batas hepar (sulit teraba pada obesitas) (Arbianingsih, 2011) (2) Palpasi paru : (a) Anjurkan pasien miring ke sisi kanan (agar dekat dengan dinding perut)Lakukan paplpasi sama dengan hepar (b) Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral ke medial, terlihat kontraksi (Arbianingsih, 2011) 9) Punggung a) Kaji adanya lordosis, kifosis, dan skoliosis pada postur anak. b) Rib hum and flank : dalam posisi bungkuk jika tulang belakang rata/simetris (scoliosis postural) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah dan vertebra bengkok (scoliosis structural) skohometer >40 c) Susuri tulang belakang, apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbo sacral, tanpa hernisi dan distribusi lanugo lebih banyak d) Spina bivida sistika : dengan herniasi, meningokel (berisi meningen dan CSF ) dan mielomeningkel (meningen + CSF + saraf spinal) (Arbianingsih, 2011).
10) Tangan a) inspeksi kesimetrisan panjang dan ukuran masing-masin tangan. Hitung
jumlah
jari
tangan dan kaki untuk meyakinkan jumlahnya normal.
Adanya
tambahan
jari
disebut
polidakil
atau
ditemukan fusi jari (sindaktili/jari-jari bersatu) (1) pada kuku anak yang mudah patah, biasanya ditemukan pada anak dengan kelainan nurisi. Ujung jari normalnya halus. Kelainan pada kuku anak yaitu kuku clubbing finger, bila lebih 180 diduga kelainan system pernafasan. (2) Kuku normal, sudut antara kuku dan dasar kuku kirakira 160°. (3) Clubbing awal, sudut antara kuku da dasar kuku hampir 180°,
disebebkn
ploriferasi
jaringan
oleh pada
phalanges distal. (4) Clubbing lebih lanjut, sudut antara kuku dan dasar kuku kurang dari 180°. Dasar kuku terlihat bengkak. (5) Garis telapak tangan secara normal menunjukkan tiga buah lengkungan garis tangan. Namun pada beberapa situasi seperti sindrom don, dua garis tangan horizontal bersatu dan
membentuk garis horizontal yang disebut garis transpalmar ( garis telapak tangan tunggal) (Arbianingsih, 2011)
11) Pelvis a) Kaji
terhadap
dislocation (CDH).
adanya
dislokasi
panggul
atau
conginetal
hip Dapat
dilakukan tes luteal, tanda
Galeazzi
atau
tanda Allis, ortholani test, trendelenburg test, addling gait, dan Thomas test. b) Test gluteal : letakkan bayi atau anak dalam posisi tengkurap. Amati kesimetrisan lipatan paha. Jika ditemukan lipatan paha tidak sama maka dapat dicurigai anak mengalami CDH. c) Test balrow: letakan anak dalam posisi telentang . fleksikan dan agak abduksi kedua pinggul ketika mengangkat femur dan melakukan penekanan pada trochanter. Uji ini andal hanya pada neonates. Temuan abnormal di peroleh intabilitas sendi pinggul. d) Tanda galeazzi atau tanda Allis : letakkan bayi dalam posisi telentang dengan pinggul dan lutut di fleksikan. Pada anak CDH ditemukan tinggi lutut tidak sama e) Test ortholani: letakkan anak pada posisi telentang. Dengan ibu jari anda dibagian dalam kedua paha dan jari telunjuk anda diletakkan di otot-otot trochanter, fleksikan pinggul dan lutut. Abduksikan setiap lutut sampai bagian lateral lutut menyenth meja
pemeriksa. Uji ini dilakukan sampai anak berumur 1 tahun. Anak
dicurigai mengalami
CDH bila bunyi klin terdengar pada saat abduksi. Bunyi klik yang di dengar disebut sebagai klik orolani. f) Test tendelenburg: amati cara berjalan anak. Pada anak dengan CDH, pada saat kaki yang terkena digunakan bertumppu, maka sisi yang tidak terkena akan jatuh. (1) Waddling gait: jalan seperti bebek
(2) Test thomas; lutut kanan di tekuk dan dirapatkan kedada, sakit dan lutut kiri akan terangkat. 12) Kaki a) Kaji adanya kelainan bentuk tulang. Bowleg atau genn varum adalah melengkungnya tibia ke arah lateral. Hal ini secara klinis dapat terlihat ketika anak berdiri dengan posisi
maleoli medial terhadap jarak diantara lutut lebuh besar kira-kira 5 cm. Anak toddler biasanya memiliki kaki melengkung karena otot kaki mereka belum berkembang dengan baik. Kondisi ini dapat berlangsung hingga usia 2-3 tahun. Jika hal ini menetap maka perlu di lakukan pemeriksaan lebih lanjut. b) Knock knee atau genu valgum, tampak berlawanan dengan bowleg. Pada genu valgum, lutut saling mendekat satu sama lain tetapi kaki terpisah jauh. Hal ini dapat dilihat secara klinis di mana jarak normal antara maleolus kurang dari 7,5 cm. Pada genu valgum ditemukan jarak maleolus lebih dari normal.knock knee yang berlebihan, asimetris, disertai dengan pemendekan tinggi tubuh atau terjadi pada anak yang mendekati masa pubertas memerluka evaluasi lebih lanjut. c) Refleks babinsky psitif jika di temukan dorsofleksi
pada
ibu
jari
dan
pengembangan pada jari-jari lainnya. Hal ini norma terjadi pada masa bayi namun abnormal jika anak telah berusia di atas 1 tahun. d) Refleks chaddok (Arbianingsih, 2011) 3. Tes skrining perkembangan anak
a. Pengertian Test skrining adalah tindakan pengukuran perkembangan anak (Arbianingsih, 2011)
b. Tujuan Untuk menilai perkembangan anak pada empat aspek, yaitu perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan personal sicial dengan menggunakan skala DDST (Arbianingsih, 2011). c. Persiapan alat 1) Alat peraga: benang wol merah, manik-manik, kubus warna-warni,
permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil kertas dan pensil. 2) Skala DDST
a) Prosedur kerja (1) Penilaian terdiri atas 2 tahapan yaitu: (a) Pertama secara periodik dilakukan pada semua usia (b) Kedua dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan dalam tahap perkembangan. (2) Tetapkan umur anak terlebih dahulu, dengan mengurangkan tanggal pengkajian dengan tanggal kelahiran. Gunakan patokan lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan keatas untuk perhitungan bulannya. (3) Untuk skrining cepat digunakan tahap pra skrining yakni DDST short from yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas lalu ditanyakan pada ibunya , bila salah satu gagal atau di tolak rujuk untuk DDST secara lengkap. (4) Hasil diinterpretasikan sebagai abnormal jika: (1) di dapatkan dua atau lebih keterlambatan pada dua sektor atau lebih; (2) dalam satu sektor didapatkan dua atau lebih keterlambatan PLUS satu sektor atau lebih dengan satu keterlambatan
(5) Hasil diinterpretasikan meragukan jika: (1) bila satu sektor didapatkan dua keterlambatan atau lebih; (2) bila satu sektor atau lebih didapatkan satu keterlambatan (6) Hasil diinterpretasikan tidak dapat di tes bila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes abnormal atau meragukan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian fisik pada anak memerlukan teknik-teknik dan pengalaman khusus untuk dapat melakukannya, karena masing-masing anak memiliki respon yang berbeda pada setiap tindakan. Tujuan dari pemeriksaan fisik sesuai usia adalah untuk memperoleh informasi yang akurat tentang keadaan pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik antara lain : 1.
Posisi pada saat melakukan pemeriksaan fisik
2.
Umur pasien atau anak
3.
Persiapan anak
4.
Tingkat kesadaran anak
5.
Bagaimana keadaan normal dan abnormalitas baik potensial maupun aktual sistem yang dikaji
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat diharapkan mengerti dan memahami sifat dan karakter anak pada tiap-tiap tumbuh kembang anak. Menjaga dan mempertahankan anak supaya kooperatif dalam pemeriksaan maka sangat perlu dilakukan kerja sama orang-tua, karena orang-tua pemegang keputusan utama dan orang yang paling dekat dengan anak. B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dan mengaplikasikannya dalam lingkup masyarakat.