I.
PENDAHULUAN
Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita jumpai dan dapat mengenai segala usia. Seringkali pasien datang berobat walaupun tingkat gangguan keseimbangan masih dalam taraf ringan. Hal ini disebabkan oleh terganggunya aktivitas sehari-hari dan rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkannya. 1,2 Alat/aparatus vestibuler merupakan organ yang mendeteksi sensasi keseimbangan, terletak dalam telinga dalam (labirin) dan terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Alat ini terdiri dari suatu sistem tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus (bagian seperti batu, bagian keras) dari tulang temporal yang disebut labirin tulang dan di dalamnya ada sistem tabung membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa, yang merupakan bagian fungsional dari aparatus ini. 1, Antara labirin tulang dan labirin membranosa terdapat cairan perilimfe, sedang endolimfe terdapat dalam labirin membranosa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membranosa yang terapung dalam perilimfe. 1, Setiap labirin terdiri dari koklea (area sensorik utama pendengaran), dan bagian integral dari mekanisme keseimbangan yaitu tiga kanalis semisirkularis dan dua ruangan besar yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. 1,3 Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh saat itu. 1,3 Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin. dingin. 1,2
Sejumlah uji klinis dapat dilakukan untuk menentukan apakah sistem vestibularis berfungsi normal atau tidak, dan jika tidak, terdapat pula uji untuk menetukan di mana letak permasalahan. Beberapa uji dirancang untuk 1
merangsang suatu organ akhir khusus, misalnya pengujian sepasang kanalis semisirkularis atau organ otolit pada saat rotasi seluruh badan dalam ruangan gelap. Uji yang lain dirancang untuk melihat interaksi antara beberapa masukan sensorik seperti proprioseptik otot, masukan visual dan vestibularis, yang semuanya dapat terjadi dengan perubahan postur tubuh atau kepala.
2
TINJAUAN PUSTAKA
II.
ANATOMI TELINGA
Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar dan telinga tengah, baik fungsi dan strukturnya merupakan bagian dari fungsi sensorik pendengaran, sedangkan telinga dalam memiliki struktur yang berfungsi untuk pendengaran dan keseimbangan. 1,3,4
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleks sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, saru-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsul otika bertulang yang disebut labirin tulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran. 1,3,4,6
3
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar dari endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia selsel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.
1,3,4,6,7
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.
1,3,4,7
4
III.
FISIOLOGI
Sinyal-sinyal
sensorik
dari
telinga
dalam,
retina
dan
sistem
muskuloskeletal diintegrasikan dalam sistem saraf pusat (SSP) agar dapat mengontrol arah pandangan, posisi serta gerak tubuh dalam ruang. 2,3,4 Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam verstibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirrin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis tredapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula. 1,2,3,4,6 Secara fungsional terdapat dua jenis sel reseptor yang merupakan sel rambut. Sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut(yaitu perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan sel-s el pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan linier ini disebabkan oleh geometri dari kanalis semisirkularis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel-sel rambut.2,3,6,7
5
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpndahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.1,2,3
(dikutip dari kepustakaan 4) Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfe di dalam kanalis semisirkularsis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi semua informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. 1,2,3,
6
IV.
PEMERIKSAAN FUNGSI KESEIMBANGAN
Anamnesis
Dalam anamnesis pusing, pertama-pertama perlu dibedakan pusing yang berasal dari vestibular dengan yang berasal dari sentral atau dengan sebab-sebab yang tidak berhubungan dengan sistem keseimbangan. Jika pasien mengatakan bahwa ia mengalami gangguan kesadaran atau terasa akan pingsan selama serangan pusing, maka lebih dimungkinkan suatu etiologi non-vestibular.4 Dalam anamnesis, adalah penting mendapat data akurat mengenai waktu awitan, sifat-sifat fase awal pusing, aktivitas pasien pada saat awitan, lamanya gejala dan akhirnya masa pemulihan. Perjalanan penyakit juga diperjelas dengan mendapatkan anamnesis frekuensi kekambuhan.
5
Secara klasik, pusing vestibular menimbulkan sensasi berputar baik pada pasien sendiri atau lingkungannya. Pada kasus yang lebih kronik dan pada kasus pusing perifer bilateral, pasien hanya dapat merasa “mabuk” atau amat goyah.5 Gejala pusing vestibular sering pula disertai gejala somatik. Pasien akan mengeluh mual berat dan terkadang muntah pada saat serangan pusing vestibular. Pasien dengan gejala-gejala vestibular sering kali mengeluh mengaburnya penglihatan atau kesulitan memfokuskan penglihatan pada objek tertentu. Penglihatan ganda, skotomata dan bintik buta amat jarang dikeluhkan. Perubahan perubahan visual yang tidak lazim ini mengesankan suatu etiologi nonvestibular.13 Tabel 1. Diagnosis banding pusing Sentral
Perifer
Awitan
Bervariasi
Mendadak
Sifat-
Tidak stabil
Berputar,membalik
Konstan, bervariasi
Episodic, terkait
sifat/gambaran Lamanya
7
gerakan, <2-3 hari Dapat
Jarang
Ya
Menutup mata tidak
Menutup mata
mengubah gejala
memperburuk gejala
Penglihatan ganda,
Penglihatan kabur
melelahkan Efek visual
Gejala visual
bintik buta Gejala telinga
Tidak ada
Ada
Nyeri kepala
Ada
Tidak ada
Efek sistemik
Tidak ada
Mual,muntah
Pemeriksaan Fisik
Suatu pemeriksaan kepala dan leher secara menyeluruh sangat penting untuk dapat mendiagnosis gangguan telinga dalam. Juga dipelukan pemeriksaan neurologis lengkap. Adalah penting memeriksa setiap saraf kranial, terutama yang terletak di bawah dan di atas saraf kedelapan, termasuk pemeriksaan ketajaman penglihatan serta rentang gerakan mata. Mata perlu diperiksa terhadap nistagmus. Uji neurologic seperti tes Romberg adalah sangat informatif. Goyangan dan ketidakstabilan bila mata ditutup dan hilang bila mata kembali dibuka, menunjukkan suatu patologi pada labirin. Pasien perlu diperiksa sensasi sendi dan sensasi perifer. Fungsi serebelum dapat diuji dengan gerakan jari-hidung dan gerakan berganti secara cepat. 1,2,4 A. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada 8
mata terbuka maupun pada mata tertutup. tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas tumpuan yang tidak stabil. 1,6 B. Uji Berjalan (Stepping Test )
Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah. Test dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test diulang dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan kelainan vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit dengan mata tertutup.15 (Uji Tunjuk Barany) C. Past-poi nti ng test
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan telunjuk penderita di-perintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa. Selanjutnya, penderita diminta untuk me-nutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi (vertikal) dan kemudian kembali pada posisi semula. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah tunjuk.14,15 D. Tandem Gait
Tes lain yang bisa digunakan untuk menentukan gangguan koordinasi motorik adalah tes tandem gait. Kaki pasien saling menyilang dan tangan menyilang didada. Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibular perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
9
akan
cenderung
jatuh.
1,6
E. Tes Kalori
Tes ini merangsang telinga bagian dalam dan saraf terdekat dengan memberikan air dingin atau hangat untuk saluran telinga pada waktu yang berbeda. Jarang, tes ini dilakukan dengan menggunakan udara, bukan air. Orang yang melakukan tes harus memeriksa telinga dan gendang telinga terutama untuk memastikan mereka adalah normal sebelum melakukan tes. 12 Test kalori yang biasa dipraktekkan di klinik saat ini terdiri dari dua cara, yang pertama test kalori dengan cara Kobrak, dan yang kedua yaitu dengan test kalori bitermal.1
10
1. Test Kobrak Digunakan spuit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung dengan kateter. Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (0ºC), sebanyak 5 mL selama 20 detik ke dalam liang telinga. Sebagai akibatnya terjadi transfer panas dari telinga dalam yang menimbulkan suatu arus konveksi dalam endolimfe. Hal ini menyebabkan defleksi kupula dalam kanalis yang sebanding dengan gravitasi, dan rangsangan serabut-serabut aferennya. Suatu cairan dingin yang dialirkan ke liang telinga kanan akan menimbulkan nistagmus dengan fase lambat ke kanan. Kecepatan maksimum dari komponen lambat dan lamanya nistagmus diukur bila tidak timbul penglihatan. Nilai dihitung dengan mengukur lama nistagmus, sejak air mulai dialirkan sampai nistagmus berhenti. Harga normal 120-150 detik. Harga yang kurang dari 120 detik merupakan bukti defisit perifer atau adanya suatu paresis kanal. 1
2. Test Kalori Bitermal Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick & Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas.Suhu air dingin adalah 30ºC, sedangkan suhu air panas adalah 44ºC. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masingmasing 250 mL, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul.Setelah liang telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).
1
11
Tabel 2 Tes Kalori
Langkah
Telinga
Suhu air
Arah Nistagmus
Waktu Nistagmus
Pertama
Kiri
30ºC
Kanan
Kanan
a. …. Detik
Kedua
Kanan
30ºC
Kanan
Kanan
b. …. Detik
Ketiga
Kiri
44 ºC
Kanan
Kanan
c. …. Detik
Keempat
Kanan
44 ºC
Kanan
Kanan
d. …. Detik
Hasil tes kalori dihitung dengan menggunakan rumus: Sensitifitas L – R : (a=c) – (b=d) = Dalam rumus ini dihitung selisih waktu nistagmus kiri dan kanan. Bila selisih waktu ini kurang dari 40 detik maka berarti kedua fungsi vestibuler dalam keadaan seimbang. Tetapi bila selisih ini lebih besar dari 40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu nistagmus lebih kecil mengalami paresis kanal. 1 Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
14
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
14
12
F.
Tes Nistagmus Spontan
Nylen memberikan kriteria dalam menentukan kuatnya nistagmus ini. Bila nistagmus spontan ini hanya timbul ketika mata melirik searah dengan nistagmusnya, maka kekuatan nistagmus itu sama dengan Nylen 1. Bila nistagmus timbul sewaktu mata melihat ke depan, maka disebut Nylen 2, dan bila nistagmus tetap ada meskipun mata melirik berlawanan arah nistagmus, maka kekuatannya disebut Nylen 3.
1,
Bila terdapat nistagmus spontan, maka harus dilakukan tes hiperventilasi. Caranya ialah pasien diminta mengambil nafas cepat dan dalam selama satu menit, dan sejak mulai setengah menit terakhir direkam. Bila terdapat perbedaan 7º per detik maka berarti tes hiperventilasi positif. Tes valsava caranya adalah dengan menahan nafas selama 30 detik, dan sejak mulai menahan nafas itu direkam, dan interpretasi sama dengan hiperventilasi. 1
13
G.
Tes Nistagmus Posisi
Tes nistagmus posisi ini dianjurkan oleh Hallpike dan cara ini disebut Perasat Hallpike. Caranya adalah, mula-mula pasien duduk, kemudian tidur terlentang sampai kepala menggantung di pinggir meja periksa, lalu kepala diputar ke kiri, dan setelah itu kepala diputar ke kanan.
1,10,13
Pada setiap posisi nistagmus diperhatikan, terutama pada posisi akhir. Nistagmus yang terjadi dicatat masa laten, dan intensitasnya. Juga ditanyakan kekuatan vertigonya secara subyektif. Tes posisi ini dilakukan berkali-kali dan diperhatikan ada tidaknya kelelahan. Dengan tes posisi ini dapat diketahui kelainan sentral atau perifer. Pada kelainan perifer akan ditemukan masa laten dan terdapat kelelahan dan vertigo biasanya terasa berat. Pada kelainan sentral sebaliknya, yaitu tidak ada masa laten, tidak ada kelelahan dan vertigo ringan saja.1,10,13 Nistagmus posisi yang berasal dari perifer dapat dibedakan dari nistagmus yang disebabkan oleh debris (nistagmus paroksismal tipe jinak), atau oleh kelainan servikal, atau kedua-duanya (kombinasi).
1,10
Tes nistagmus posisi dengan bantuan ENG menjadi sederhana. Pada pemeriksaan, kita hanya memerlukan dua posisi, yaitu HL / HR dan BL / BR. Posisi HL adalah tidur terlentang dengan leher diputar, sehingga posisi kepala dengan telinga kiri ada di bawah, atau bila HR maka dilakukan hal yang sama sehingga telinga kanan berada di bawah.Posisi BL adalah tidur miring ke kiri dengan leher tetap lurus, dan posisi BR ialah tidur miri ng ke kanan. 1,10 Pada posisi HL mungkin terjadi dua macam rangsangan, yaitu rangsangan yang berasal dari debris (kotoran yang menempel pada kupula kss), kita sebut saja nistagmus yang timbul adalah nistagmus debris (ND), dan nistagmus lain mungkin disebabkan oleh putaran servikal, kita sebut saja nistagmus servikal (NS). 1 14
Dalam perhitungan: Misal HL = aº perdetik BL = bº perdetik Maka A = NS+ND ND adalah sama dengan harga BL, yaitu besarnya sama dengan Bº perdetik. Jadi NS = A – Bº perdetik Dengan pemeriksaan yang telah kita lakukan seperti di atas maka kita harus mampu menentukan apakah kelainan terdapat di sentral atau di per ifer. 1 10
Tabel 3 Macam Nistagmus
Tanda yang kita
Kelainan sentral
Kelainan perifer
1. Nistagmus spontan
Vertikal
Horizontal/rotatoir
2. Nistagmus posisi
Tidak ada kelelahan
Ada kelelahan
3. Nistagmus kalori
Normal/ Preponderance
Paresis
ketahui
H.
Tes Rotasi
Penderita didudukkan di atas kursi yang diletakkan pada pusat aksis rotasi dari suatu motor torque dan mempunyai perlengkapan untuk menjaga kepala dan kaki. Kursi khusus ini dikenal dengan kursi Barany, yang khusus dibuat untuk tes ini. Bila subyek duduk tegak dengan memiringkan kepala 30º ke bawah, maka kanalis horisontalis dapat dirangsang secara maksimum. Gerakan leher dicegah sehingga rotasi akan menggerakkan tubuh dan kepala bersamaan. Rotasi dilakukan dengan mata tertutup, dalam satu arah dengan percepatan konstan 15
dalam waktu singkat (mis. 20 detik) atau secara osilatorik (mis. Sinusoid). Untuk percepatan konstan dilakukan pengukuran amplitudo dan lamanya respon, sedangkan untuk rotasi sinusoid diukur fase serta hasil yang didapat. ,6,7 Pada akhir putaran (rotasi) dihentikan mendadak dan penderita langsung disuruh melihat jari pemeriksa yang dilakukan di depan penderita dan terhadap telinga yang diperiksa. Pada tes ini dicatat waktu dalam detik, lama pasca nistagmus, dan pada orang normal akan hilang kurang lebih 25 sampai 35-40 detik. 6,7 I.
Posturografi
Posturografi adalah pemeriksaan keseimbangan yang dapat menilai secara obyektif dan kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang gangguan keseimbangan karena gangguan vestibuler, maka input visual diganggu dengan menutup mata dan input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri diatas alas tumpuan yang tidak stabil. Dikatakan terdapat gangguan keseimbangan bila terlihat ayun tubuh berlebihan, melangkah atau sampai jatuh sehingga perlu berpegangan. 1 Pemeriksaan Posturografi dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari alas sebagai dasar tumpuan yang disebut Force platform, komputer graficoder , busa dengan ketebalan 10 cm, untuk mengganggu input proprioseptif, disket data digunakan untuk menyimpan data hasil pengukuran. 1 Teknik pemeriksaan : Pasien diminta berdiri tenang dengan tumit sejajar di atas alat, mata memandang ke satu titik di muka, kemudian dilakukan perekaman pada empat kondisi, masing-masing selama 60 detik. (1) Berdiri di atas alas dengan mata terbuka memandang titik tertentu, dalam pemeriksaan ini ketiga input sensori bekerja sama, (2) Berdiri di atas alas dengan mata tertutup, dalam keadaan ini input visual diganggu, (3) Berdiri di atas alas busa 10 cm dengan mata terbuka, memandang titik tertentu, dalam keadaan ini input proprioseptif diganggu, (4) 16
Berdiri tenang di atas alas busa 10 cm dengan mata tertutup, dalam keadaan ini input visual dan proprioseptif diganggu, jadi hanya organ vestibuler saja yang bekerja, bila terdapat pemanjangan ayun tubuh berarti terjadi gangguan keseimbangan. 1,6
J.
Elektronigtagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetukan apakah gangguan keseimbangan tersebut disebabkan oleh penyakit di telinga dalam atau tidak. 1,7 Tes ENG merupakan gold standar untuk mendiagnosis gangguan telinga yang mengenai satu telinga pada suatu waktu. Sebagai contoh, ENG sangat bagus untuk mendiagnosis vestibular neuritis. ENG juga berguna untuk mendiagnosis BPPV dan gangguan keseimbangan bilateral.
1,7
ENG juga berguna untuk memonitor gerakan bola mata. Prinsipnya sederhana saja, yaitu bahwa kornea mata itu bermuatan positif. Muatan positif ini sifatnya sama dengan muatan positif listrik atau magnit yang selalu mengimbas daerah sekitarnya. Begitu pula muatan positif kornea ini mengimbas kulit sekitar bola mata. Dengan meletakkan elektroda pada kulit kantus lateral mata kanan dan kiri, maka kekuatan muatan kornea kanan dan kiri bisa direkam. Rekaman muatan ini disalurkan pada sebuah galvanometer.
1,7,9
Bila muatan kornea mata kanan dan kiri sama, maka galvanometer akan meninjukkan angka nol (di tengah). Bila mata bergerak ke kanan, maka elektroda kanan akan bertambah muatannya, sedangkan elektroda kiri akan berkurang, jarum galvanometer akan bergerak ke satu arah. Jadi kesimpulannya, jarum galvanometer akan bergerak sesuai dengan gerak bola mata. Dengan demikian nistagmus yang terjadi bisa dipantau dengan baik. Bila gerak jarum galvanometer diperkuat, maka akan mampu menggerakkan sebuah tuas, dan gerakan tuas ini 17
akan membentuk grafik pada kertas, yang disebut elektronistagmografi (ENG). 1.7,8,9
Dalam grafik ENG dapat mudah dikenal gerakan nistagmus fase lambat dan fase cepat, arah nistagmus serta frekuensi dan bentuk grafiknya. Yang menjadi pegangan utama adalah kecepatan fase lambat dari nistagmus yang dapat dihitung di dalam derajat perdetik.
1,8,9
Rumus perhitungan yang dipakai sama dengan rumus yang dianjurkan Dick dan Hallpike, hanya parameter yang dipakai adalah kecepatan fase lambat yang dihitung dengan derajat perdetik.
1,8
Rumus I. Sensitivitas L-R : (a+c) – (b+d) x 100% = (a+c+b+d) Bila hasil rumus di atas kurang dari 20% maka kedua fungsi vestibuler dalam keadaan seimbang, dan bila hasilnya melebihi 15 derajat perdetik, maka kedua fungsi vestibuler dalam keadaan normal. Bila hasilnya lebih besar dari 20%, maka vestibular yang hasilnya kecil berarti mengalami paresis kanal. 1,8 Rumus II. Kuat Nist. R-L : (a+d) – (b+c) x 100% = (a+d+b+c) Bila hasil rumus lebih besar dari 20%, maka nistagmus berat ke kanan (directional preponderance to the right), berarti kemungkinan terdapat lesi sentral di sebelah kanan, atau ada fokus iritatif sentral di sebelah kiri. 1,8
18
3.1 Kesimpulan
Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan yang sering kita jumpai dan dapat mengenai segala usia. Sistem keseimbangan manusia bergantung kepada telinga dalam, mata, dan otot dan sendi untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh di dalam ruang. Alat keseimbangan terdapat di telinga dalam, terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Telinga memiliki 3 kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain. Di setiap kanalis semisirkularis terdapat Sel-sel rambut reseptif yang terletak di atas suatu bubungan (ridge), terletak di ampula (suatu pembesaran dipangkal kanalis). Rambut – rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya yaitu kupula yang menonjol kedalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan. Sejumlah uji klinis dapat dilakukan untuk menentukan apakah sistem vestibularis berfungsi normal atau tidak. Pemeriksaan fungsi keseimbangan dapat dilakukan mulai dari pemeriksaan yang sederhana terlebih dahulu, pemeriksaan pemeriksaan tersebut antara lain (Uji Romberg, Uji berjalan (stepping test), tes unterberger, past-pointing tes ( uji tunjuk barany), rangsangan kalori (uji kalori), test Nistagmus spontan, test Nistagmus Posisi, test Rotasi, Posturografi, Elektronigtagmogram.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13.
14. 15.
Soepardi, E.A., et al., Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher . 7 ed. Gangguan Keseimbangan dan Kelumpuhan Nervus Fasialis, ed. J . Bashiruddin, E. Hadjar, and W. Alviandi. 2012, Jakarta: FKUI. Adams, Boies, and Highler, Buku Ajar Penyakit THT . 6 ed. Sistem Vestibularis, ed. J.H. ANDRESON and S.C. Levine. 1997, Jakarta: ECG. Sherwood, L., Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2 ed, ed. B.I. Santoso. 2001, Jakarta: EGC. Flint, P.W., et al., Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery. 5 ed. 2010, Philadelphia: Mosby. Brandt, T., M. Dieterich, and M. Strupp, Vertigo and Dizziness. 2005: Springer. Hain, T.C. Vestibular Testing . 2003 [cited; Available from: http://www.tchain.com/otoneurology/testing/engrot.html. Lee, S.C. Vestibular System Anatomy. 2011 [cited; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/883956-overview. association, v.d., Diagnostic Test vestibular Problems, vestibular disorders association. Brandt, T. and M. Strupp, General Vestibular Testing. Clinical Neurophysiology, 2004(116): p. 406-426. Toker, D.E.N., Neurovestibular Examination. John Hopkins University School of Medicine, 2004. Blatt, P.J., et al., The Reliability of the Vestibular Autorotation Tes (VAT) in Patients with Dizziness. JNPT, 2008. 32: p. 70-79. Dugdale, D.C., J.V. Campellone, and N.R. Camden. Caloric stimulation. 2011 [cited; Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003429.htm. Purnamasari, P.P., Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo(BPPV), in Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Universitas Udayana Denpasar. Kalbe, Cermin Dunia Kedokteran. Vertigo Aspek Neurologi, ed. B.R. Wreksoatmodjo. Vol. 14. 2004, Bogor: Kalbe. Wahyudi, K.T., vertigo. CDK, 2012. 39.
20