Pelayanan Publik di Indonesia MEMAHAMI pola pelayanan publik di Indonesia tidak lepas dari model birokrasi yang dikembangkan. Model birokrasi yang berkembang di Indonesia berjalan semenjak sejarah sejarah pra Indonesia sampai saat ini. i ni. Pada setiap paruh sejarah, masing-masing memiliki karakternya sendiri. Akar historis dinamika birokrasi di Indonesia Indonesia dimulai masa kerajaan, penjajahan, Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi (Dwiyanto, 2006, Said, 2007). Berikut ini adalah ringkasan kesejarahan birokrasi Indonesia. Dalam sistem kerajaan, birokrasi pemerintahan dikembangkan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan raja (the king assessment). Di antara ciri-cirinya adalah penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan pribadi sekaligus perluasan rumah tangga istananya, tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi raja, gaji para pegawai adalah kewenangan raja, para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak sekehendak hatinya terhadap rakyat. Di dalam struktur birokrasi kerajaan Jawa, sistem pemerintahan diatur secara terpusat dan bersifat otokratis, segala kekuasaan terkonsentrasi terkonsentrasi pada level l evel pemerintahan kerajaan. Struktur politik kekuasaan kekuasaan yang berlaku dalam kesultanan merupakan satu lingkaran l ingkaran konsentris, lingkaran yang paling dalam adalah sultan dan lembaga kraton. Birokrasi pada masa penjajahan ditandai dengan pengenalan p engenalan sistem administrasi kolonial dan birokrasi modern. Birokrasi pemerintahan kolonial Belanda menempatkan menempatkan Ratu Belanda sebagai puncak kepemimpinan. Dengan begitu, kebijakan pemerintahan di negara jajahan Indonesia, Ratu Belanda menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal. Ada beberapa pembaharuan sistem manajemen manajemen birokrasi (birokrasi modern) m odern) tetapi secara subtansial sebenarnya tidak mengubah corak birokrasi pemerintahan dalam berhubungan berhubungan dengan publik. Terpusatnya Terpusatnya sistem birokrasi saat itu ditandai dengan rendahnya inisiatif dan peran dari birokrasi pemerintahan lokal, sebab semua inisiatif kebijakan dan otoritas formal berasal dari pemerintahan pusat. Birokrasi pada era Orde Or de Lama ditandai dengan berakhirnya penjajahan yang membawa perubahan sosial politik signifikan bagi berlangsungnya berlangsungnya birokrasi pemerintahan. Ada perubahan bentuk negara dari negara kesatuan yang berdasarkan berdasarkan UUD 1945 menjadi negara federal atau negara serikat yang berdasarkan konstitusi RIS pada 1950. Pemerintah pernah menggunakan menggunakan bentuk pemerintahan parlementer dan sistem multi partai pada tahun 19501959 dan mengakibatkan konsekuensi adanya reshuffle kabinet dalam tempo cepat. Masa pemerintahan parlementer memunculkan persaingan dan sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birokrasi menjadi tidak profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya, tidak mempunyai kemandirian, dan tidak pernah melaksanakan program kerjanya karena seringnya pergantian pejabat dan partai politik polit ik yang menguasai birokrasi tersebut. t ersebut. Birokrasi pada masa Orde Baru sering dikatakan sebagai puncak dari buruknya birokrasi di Indonesia saat pemerintahan masa ini menerapkan sentralisme birokrasi. Sentralisasi birokrasi telah menyebabkan birokrasi terjebak sebagai pengembang kultur organisasi yang lebih berorientasi vertikal-paternalistik. Pelayanan birokrasi pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tidak membuat pelayanan publik semakin baik, tetapi kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi semakin rendah. Memburuknya kualitas birokrasi di Indonesia tersebut tercermin dari meningkatnya skor birokrasi dan “nilai merah” dalam praktik birokrasi. birokrasi. Berdasarkan laporan dari The World Competitiveness Yearbook (1999), birokrasi pelayanan publik Indonesia berada pada kelompok negara yang memiliki indeks competitiveness paling
rendah di antara lainnya. Memasuki masa reformasi, pelayanan birokrasi pemerintah tidak banyak mengalami perubahan secara signifikan. Beberapa perilaku aparat birokrasi masih menunjukkan rendahnya derajat akuntabilitas, responsivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ide reformasi yang menginginkan agar birokrasi lebih bersifat transparan, terbuka, dan jujur masih jauh dari harapan. Kultur kekuasaan juga masih sering dijumpai dalam aparat birokrasi pada era reformasi ini. Masih melembaganya kultur feodal dalam birokrasi adalah terkait dengan masih lemahnya kontrol masyarakat terhadap praktrik-praktik tersebut. Saiful Arif, Salah Satu Penulis Buku Reformasi Pelayanan
BAB IIKERANGK A KONSEPTU AL Publik
1. Pelayanan Publik Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan(melaya ni) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyaikepe ntingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dantata cara yang telah
ditetapkan.Seba gaimana telah dikemukakan terdahulu bahwapemerint ahan pada hakekatnya adalah pelayanan
kepadamasyara kat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri,tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi
yangmemungki nkan setiap anggota masyaraakat mengembangka nkemampuan dan kreativitasnya demi mencapai
tujuan bersama(Rasyid , 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban danbertanggun g jawab untuk memberikan
layanan baik danprofesional.P elayanan publik ( public services ) oleh birokrasi publik tadiadalah merupakan
salah satu perwujudan dari fungsi aparaturnegara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi
negara.Pelayan an publik ( public services ) oleh birokrasi publikdimaksu dkan untuk mensejahterakan
masyarakat (warga negara)