Filedata:
[email protected] [email protected]
BAB I KONSEPSI MANAJEMEN PELAYANAN
A. Batasan Batasan Pengertian Pengertian Manajem Manajemen en Pelayanan Pelayanan
U
ntuk dapat mempelajari manajemen pelayanan, sebelumnya kita harus memahami pengertiannya. Oleh karena itu di bawah ini akan diuraikan tentang definisi manajemen, definisi pelayanan, dan definisi manajemen
pel pelay ayan anan an.. Ada Ada berb berbag agai ai maca macam m defi defini nisi si mana manaje jeme men, n, misa misaln lnya ya Manu Manull llan ang g (1985: (1985:17) 17) mendef mendefini inisik sikan an manaje manajemen men sebaga sebagai: i: “Seni “Seni dan ilmu ilmu perenc perencana anaan, an, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari pada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”. Sementara itu Gibson, Donelly & Ivancevich (1996:4) mendefinisikan manajemen sebagai: ”Suatu
proses
yang
dilakukan
oleh
satu
atau
lebih
individu
untuk
mengorganisasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri”. Dua definisi tersebut di atas kelihatannya berbeda, tetapi apabila dicermati pada prinsipnya adalah sama. Yang dimaksudkan proses dimaksudkan proses oleh Gibson, Donelly dan Ivancevich sebenarnya adalah penerapan ilmu dan seni sebagaimana yang dimaksud oleh oleh Manull Manullang ang.. Sedan Sedangka gkan n pengo pengorga rganis nisasi asian, an, penyus penyusuna unan, n, pengar pengaraha ahan n dan pengawasan oleh Gibson,dkk disebut sebagai mengorganisasikan berbagai aktivitas lain. Sama halnya dengan definisi manajemen, definisi pelayanan juga sangat banyak. Definisi yang sangat simpel diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner, dan Crosby (1997:448): ”Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak (tidak dapat dapat diraba diraba)) yang yang meliba melibatka tkan n usahausaha-usa usaha ha manusi manusiaa dan menggu menggunak nakan an peralatan”. Ini adalah definisi yang paling simpel. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos (1990:27) sebagaimana dikutip dibawah ini: Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
1
Filedata:
[email protected] [email protected]
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi anta antara ra kons konsum umen en atau atau kary karyaw awan an atau atau halhal-ha hall lain lain yang yang dise disedi diak akan an oleh oleh per perus usah ahaa aan n pemb pember erii pela pelaya yana nan n yang yang dima dimaks ksud udka kan n untu untuk k meme memeca cahk hkan an permasalahan konsumen/ pelanggan. Dari Dari dua dua defi defini nisi si ters terseb ebut ut di atas atas dapa dapatt dike diketa tahu huii bahw bahwaa ciri ciri poko pokok k pelay pelayana anan n adalah adalah tidak tidak kasat kasat mata mata (tidak (tidak dapat dapat diraba diraba)) dan meliba melibatka tkan n upaya upaya manu manusi siaa (kar (karya yawa wan) n) atau atau pera perala lata tan n lain lain yang yang dise disedi diak akan an oleh oleh peru perusa saha haan an penyeleng penyelenggara gara pelayana pelayanan. n. Ciri-ciri Ciri-ciri lain yang lebih lebih lengkap lengkap dapat dipakai untuk memahami pengertian pelayanan telah diberikan olah Zemke sebagaimana dikutip oleh Collins dan McLaughlin (1996:559) sebagai mana dapat dilihat dalam tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Karekteristik produk (barang) dan pelayanan
Produk (Barang) Konsumen Memiliki objeknya
Jasa Pelayanan Konsumen memiliki kenangan, pengalaman atau atau memo memori ri ters tersebu ebutt tida tidak k bisa bisa diju dijual al atau atau diberikan kepada orang lain. Tuju Tujuan an pemb pembua uata tan n bara barang ng adal adalah ah Tuju Tujuan an penye penyele leng ngga gara raan an pela pelaya yana nan n adal adalah ah kesera keseragam gaman, an, semua semua barang barang adalah adalah keunik keunikan. an. Setiap Setiap konsum konsumen en dan setiap setiap kontak kontak sama adalah spesial. Suatu uatu prod produk uk atau atau bara barang ng dapa dapatt Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, ini tidak disimpan di gudang, sampelnya dapat dapa dapatt disi disimp mpan an di gudan gudang g atau atau diki dikiri rimk mkan an dikirim ke konsumen contohnya. Kons Konsum umen en adala adalah h pengg pengguna una akhir akhir Konsumen adalah rekanan yang terlibat dalam yang yang tida tidak k terl terlib ibat at dala dalam m pros proses es proses produksi. produksi Kont Kontro roll kula kulait itas as dila dilaku kuka kan n denga dengan n Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara cara memban membandin dingkan gkan output output dengan dengan cara cara memb memban andi ding ngka kan n hara harapa pann nnya ya deng dengan an spesifikasinya pengalamannya. Jika ika ter terjadi jadi kesa kesallahan ahan prod produk uksi si,, Jika terjadi kesalahan, satu-satunya satu-satunya cara yang produk (barang) dapat ditarik kembali bis bisaa dila dilaku kukan kan untu untuk k memp memper erba baik ikii adala adalah h dari pasar. meminta maaf. Moral oral kar karyawa yawan n sang sangat at pent pentin ing g Moral oral kar karyawa yawan n ber berpera peran n sang sangat at mene menent ntuk ukan an.. Sumber: Zemke (dalam Collins & McLaughlin, 1996:559)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
2
Filedata:
[email protected] [email protected]
Berdasarkan pengertian manajemen, dan pelayanan tersebut di atas, dengan
sebagaii suatu suatu proses proses demiki demikian an manaje manajeme men n pelay pelayana anan n dapat dapat diarti diartikan kan sebaga pen pener erap apan an
ilmu lmu
dan
mengi mengimp mple leme ment ntas asik ikan an
seni eni
untu untuk k
renca rencana, na,
menyu enyus sus usun un
renc rencan ana a,
meng mengko koor ordi dinas nasik ikan an
dan dan
menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan pelayanan. Pelaya yana nan n Publ Publik ik,, Pela Pelaya yana nan n Umum Umum,, Pela Pelaya yana nan n Peme Pemeri rint ntah ah dan dan B. Pela Pelayanan Perijinan
Di Indo Indone nesi sia, a, kons konsep ep pela pelaya yana nan n admi admini nist stra rasi si peme pemeri rint ntah ah seri sering ngka kali li dipergunak dipergunakan an secara secara bersama-s bersama-sama ama atau dipakai dipakai sebagai sebagai sinonim sinonim dari konsepsi konsepsi pelayanan periijinan dan pelayanan umum, serta pelayanan publik. Keempat istilah tersebut dipakai sebagai terjemahan dari public service. Hal ini dapat dilihat dalam dok dokumen umen-d -dok okum umen en
peme pemeri rin ntah tah
seba sebaga gaim iman anaa
dipa dipak kai
oleh oleh
Kem Kement entrian rian
Pendayagunaan Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam tulisan ini administrasi pemerintah memang disejajarkan, dipakai secara silih berganti dan dipergunakan sebagai sinonim dari pelayanan perijinan, yang yang merupa merupakan kan terjem terjemaha ahan n dari dari administrati administrative ve service. service. Sedangkan Sedangkan pelayanan pelayanan umum, menurut penulis lebih sesuai jika dipakai untuk menerjemahkan konsep public public service. service. Istilah Istilah pelayana pelayanan n umum ini dapat disejajarkan disejajarkan atau dipadankan dipadankan dengan istilah pelayanan publik. Keputusan Keputusan Menteri Menteri
Pendayagu Pendayagunaan naan Aparatur Aparatur Negara Negara Nomor Nomor 81 Tahun Tahun
1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai: Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upay upayaa pemen emenuh uhaan kebu ebutuha tuhan n masy masyar arak akat at maupu aupun n dala alam rang rangka ka pel pelak aksa sana naan an kete ketent ntua uan n pera peratu tura ran n peru perund ndan angg-un unda dang ngan an (Kep (Keput utus usan an MENPAN Nomor 63/2003). Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
3
Filedata:
[email protected]
Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan periijinan dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bentuk produk pelayanannya adalah ijin atau warkat. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan penyediaan listrik dan lain-lain. Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau perijinan juga mungkin diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya karena adanya ketentuan peraturan perundangan bahwa setiap pengendara harus memiliki
Surat Ijin
Mengemudi, maka diselengarakan pelayanan pengadaan SIM. C. Pengertian Barang dan Jasa Publik
Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab terdahulu, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
4
Filedata:
[email protected] [email protected]
dalam dalam bentuk bentuk barang barang publik publik maupun maupun jasa jasa publik publik yang yang pada pada prisip prisipnya nya menjad menjadii tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pelayanan publik atau pelayan pelayanan an umum sangat sangat terkait dalam dalam puaya penyediaan penyediaan barang barang publik atau jasa publik. Barang publik atau jasa publik dipahami dengan menggunakan taksonomi baran barang g dan jasa jasa yang yang dikemu dikemukan kankan kan oleh oleh Howlet Howlettt dan Ramesh Ramesh (1995: (1995:3333-34) 34).. Berdas Berdasark arkan an deraja derajatt eksklu eksklusiv sivita itasny snyaa (apak (apakah ah suatu suatu baran barang/j g/jas asaa hanya hanya dapat dapat dinikmati secara eksklusif oleh satu orang saja) dan derajat keterhabisannya (apakah suatu barang/jasa habis terkosumsi atau tidak setelah terjadinya transaksi ekonomi), Howlett dan Ramesh (1995:32-33) membedakan adanya empat macam barang/jasa: a. Barang/Jasa Privat.
Ini adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi, seperti misalnya makana atau jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah dikosumsi oleh seseorang pengguna. b. Barang/Jasa Publik
Ini adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat rendah, seperti misalnya penerangan jalan atau keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak habis meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna. c. Peralatan Publik
Peralatan publik ini kadang-kadang disebut juga sebagai barang/jasa semi publik, yait yaitu u
bara barang ng/j /jas asaa
yang yang
ting tingka katt
eksk eksklu lusi sivi vita tasn snya ya
ting tinggi gi,,
teta tetapi pi
ting tingka katt
keterhabisannya rendah. Contoh barang/jasa semi publik adalah jembatan atau jalan raya yang tetap masih dapat dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
5
Filedata:
[email protected] [email protected]
oleh seseorang pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai. d. Barang /Jasa Milik Bersama.
Seda Sedang ngka kan n bara barang ng/j /jas asaa mili milik k bers bersam amaa adal adalah ah bara barang ng/j /jas asaa yang yang ting tingka katt eksklusivitasnya eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisanya tinggi. Contoh barang/jasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin untuk dilakukan penerikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatnya. Perbedaan antara empat jenis barang/jasa tersebut dapat dilihat dalam table 1.2 di bawah ini: Tabel 1.2 Taksonomi barang dan jasa Tingkat Kehabisan
Tinggi Rendah
Tingkat Eksklusivitas
Rendah Barang Milik Bersama Barang/Jasa Publik
Tinggi Barang/Jasa Privat Peralatan Publik Jasa Semi Publik
Barang/
Sumber: Howlett dan Ramesh (1995:33)
D. Penyelengg Penyelenggaraan araan Pelayanan Pelayanan Publik Publik atau Pelayanan Pelayanan Umum
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pelayana Pelayanan n publik atau atau pelayanan pelayanan umum yang diseleng diselenggarak garakan an oleh organisas organisasii publik 2.
Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi priva privat. t.
Pelaya Pelayanan nan publik publik atau atau pelay pelayana anan n umum umum yang yang disele diselengg nggara arakan kan oleh
organisasi privat dapat dibedakan lagi menjadi: a.
yang bersifat primer dan
b.
yang bersifat sekunder.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
6
Filedata:
[email protected] [email protected]
Perbedaan di antara ketiga jenis pelayanan publik atau pelayanan umum tersebut adalah sebagai berikut: a.
Pelayanan pu publik ya yang di diselenggarakan ol oleh pr privat. In Ini ad adalah se semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
b.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat primer. Ini adalah semua penyediaan barang /jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan merupakan satu-satunya satu-satunya penyelenggara dan dan pengguna/klien mau tida tidak k mau mau haru haruss mema memanf nfaa aatk tkan anny nya. a. Misa Misaln lnya ya adal adalah ah pela pelaya yana nan n di kant kantor or imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
c.
Pelayanan pub publik ya yang dis diselenggarakan ol oleh pem pemerintah dan dan be bersifat seku sekund nder er . Ini Ini adal adalah ah sega segala la bent bentuk uk peny penyed edia iaan an bara barang ng/j /jas asaa publ publik ik yang yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna / klien tidak harus mempergun mempergunakann akannya ya karena karena adanya adanya beberapa beberapa penyelen penyelenggara ggara pelayanan, pelayanan, misalnya program asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang diberikan oleh BUMN. Ada lima kareteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis
penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan pelayanan publik tersebut yaitu: yaitu: a.
Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
b. b.
Posi Posisi si taw tawar ar pen pengg ggun una/ a/kl klie ien. n. Sem Semak akin in tin tingg ggii posi posisi si taw tawar ar pen pengg ggun unaa / klie klien, n, maka akan semakin semakin tinggi tinggi pula peluang peluang pengguna pengguna untuk meminta meminta pelayanan pelayanan yang lebih baik.
c.
Type pasar. Karekteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna /klien.
d.
Locus kontrol. Karekteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyeleggara pelayanan.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
7
Filedata:
[email protected]
e.
Sifat
pelayanan.
Hal
ini
menunjukan
kepentingan
pengguna
atau
penyelenggara pelayanan yang lebih dominan. Dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta adaptabilitas pelayanan sangat tinggi. Penyelenggara pelayanan selalu berusaha untuk merespon keinginan pengguna karena posisi tawar pengguna yang sangat tinggi. Apabila keinginan pengguna tidak direspon, maka pengguna akan beralih kepada penyelenggara pelayanan yang lain. Jelas sekali bahwa locus kontrol ada di pihak pengguna / klien. Dengan demikian sifat pelayanannya ada pelayanan yang dikendalikan oleh pengguna. Dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat sekunder, adapltabilitas tidaklah setinggi sebagaimana terjadi diprivat. Terkadang pelayanan yang diberikan memang mengalami perubahan, tetapi perubahan ini terjadi bukan karena tuntutan pengguna. Di sini locus kontrol masih di pihak penyelenggara pelayanan, tetapi posisi tawar penyelenggrara pelayanan tidak terlalu tinggi karena sudah ada lebih dari satu penyelenggara pelayanan. Jenis pasarnya adalah oligopoli. Intervensi kepentingan pemerintah mungkin tidak terlalu tinggi, tetapi masih ada intervensi kepentingan lembaga
penyelenggara pelayanan.
Dengan demikian sifat pelayanannya dikendalikan oleh penyelenggara pelayanan. Beberapa contoh pelayanan publik jenis ini adalah program KB, usaha-usaha yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD. Sedangkan dalam penyelenggara pelayanan publik oleh pemerintah dan bersifat primer, adapltabilitas sangat rendah. Intervensi pemerintah sangat tinggi, dan locus kontrol juga ada di tanggan pemerintah. Konsekuensinya, posisi tawar pengguna sangat rendah dan sifat pelayanan ditentukan oleh pemerintah. Sedangkan bentuk pasarnya adalah monopoli. Contoh pelayanan jenis ini adalah pelayanan pajak, pertahanan, polisi, dan perizinan. Perbedaan tiga bentuk pelayanan publik tersebur dapat dilihat dalam tabel 1.3 di bawah ini. Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
8
Filedata:
[email protected]
Tabel 1.3 Karekteristik Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Karakteristik
Adaptabilitas Posisi tawar klien Bentuk/tipe pasar Locus kontrol Sifat pelayanan
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Publik Privat Skunder Primer Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Sangat Tinggi Rendah Sangat Rendah Kompetisi Oligopoli Monopoli Klien Provider Pemerintah Dikendalikan oleh Klien Dikendalikan Dikendalikan oleh Provider oleh Pemerintah
Sumber: Ratminto (1999:7) Mencermati tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pokok antara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta dan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik dan yang bersifat primer adalah bahwa
dalam pelayanan publik yang diselenggarakan oleh swasta posisi klien sangat kuat (empowerred ). Sebaliknya dalam pelayanan primer yang diseleggarakan oleh organisasi publik, posisi klien sangat lemah ( power less). Berdasarkan asumsi bahwa kinerja pelayanan yang diselenggarakan oleh privat lebih baik dan model penyelenggaraan pelayanan dalam organisasi privat dapat diadopsi dalam organisasi publik, secara teoretis kinerja pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintah atau pelayanan perijinan dapat ditingkatkan dengan cara memberdayakan (empowering ) klien. Hal ini sesuai dengan teori exit dan voice (Joines,1994) yang akan dijelaskan dalam bab selanjutnya. E. Arti Penting Manajemen Pelayanan publik
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas Kapuas Sintang Kalbar
9
Filedata:
[email protected]
Ada beberapa hal yang mengakibatkan manajemen pelayanan menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga kita harus mempelajarinya, diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Dengan berlakunya Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, akan semakin banyak aktivitas pelayanan yang harus ditangani oleh Daerah. Dengan demikian Aparat di Daerah dituntut untuk dapat memahami dan mempraktikkan ilmu manajemen pelayanan.
b.
Berlakunya Undang Undang No 32 dan 33 Tahun 2004 tersebut di atas juga akan mengakibatkan interaksi antara aparat daerah dan masyarakat menjadi lebih intens. Hal ini ditambah dengan semakin kuatnya tuntutan demokratisasi dan pengakuan akan hak-hak asasi manusia akan melahirkan kuatnya tuntutan terhadap manajemen pelayanan yang berkualitas.
c.
Globalisasi dan berlakunya era perdagangan bebas menyebabkan batas-batas antar negara menjadi kabur dan kompetisi menjadi sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan manajemen pelayanan yang sangat tinggi untuk dapat tetap eksis dan mampu bersaing.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 10 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
BAB II PENGEMBANGAN MODEL MANAJEMEN PELAYANAN
A. Kebijakan Manajemen Pelayanan Umum dan Pelayanan Perizinan
M
anajemen pelayanan publik atau pelayanan umum di Indonesia diatur dalam
beberapa peraturan sebagai berikut:
a. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 90 / MENPAN / 1989 tentang Delapan Program Strategis Pemicu Pendayagunaan Administrasi Negara. Di antara delapan program strategis ini salah satu di antaranya adalah tentang penyederhanaan pelayanan umum. b. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 1 / 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Ini adalah merupakan pedoman bagi seluruh aparat pemerintah dalam penyeleggaraan pelayanan umum, yang antara lain mengatur tentang asa pelayanan umum, dan penyelesaian persoalan dan sengketa. c. Instruksi Presiden Nomor 1 / 1995 tentang Perbaikan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyrakat. Inpres ini merupakan instruksi dari Presiden Republik Indonesia kepada
Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negarauntuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi dengan Departemen/ instansi Pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan Aparatur Pemerintah kepada masyarakat baik yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan pemerintah, pembagunan, maupun kemasyarakatan.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 11 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
d. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 06 / 1995 tentang Pedoman Peanugrahan penghargaan Abdistyabhakti bagi Unit Kerja / Kantor Pelayanan Percontohan. e. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1996. Di sini Gubernur KDH Tk I dan Bupati Walikotamadya KDH Tk II di seluruh Indonesia diintruksikan untuk: (a) mengambil langkah penyederhanaan perizinan beserta pelaksanaannya, (b) memberikan kemudahan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan di bidang usaha, dan (c) menyusun buku petunjuk pelayanan perizinan di daerah. f. Surat Edaran Direktir Jendral PUOD Nomor 503/125/POUD Tanggal 16 Januari 1996. Dalam surat edaran ini seluruh Pemerintah Daerah Tingkat II di Indonesia diperintahkan untuk membentuk unit pelayanan terpadu pola satu atap secara bertahap,
yang
oprasionalnya
dituangkan
dalam
Keputusan
Bupati/
Walokotamadya Kepala Daerah Tingkat II. g. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100 / 757 / OTDA Tanggal 8 Juli 2002 Tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal. h. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep. MENPAN) NOMOR 63 / 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan. i. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 / 2004 Tentang Indeks Kepuasan Masyarakat. j. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 / 2004 Tentang Tranparasi dan Akuntabilitas Pelayanan. k. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 / 2004 Tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat. l. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 119 / 2004 Tentang Pemberian Tanda Penghargaan ”Citra Pelayanan Prima”. Hal-hal yang penting tentang isi Inpres dan Keputusan MENPAN tersebut diuraikan di bawah ini.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 12 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
B. Pengertian
Beberapa pengertian dasar yang dituliskandi dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 adalah sebagai berikut : a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Penyelenggara Pelayanan Publik adalah Instansi Pemerintah. c. Instansi Pemerintah adalah sebuah kolektif meliputi satuan kerja / satuan organisasi Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. d. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik. e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat / pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. f. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. g. Biaya pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbalan jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. h. Indeks Kepuasan Masyarakat adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari penyelenggara atau pemberian pelayanan sesuai harapan dan kebutuhan masyarakat. C. Hakikat Pelayanan Publik
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 13 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
D. Asas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakes oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisien dan efektiftas. d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak da Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. E. Kelompok Pelayanan Publik
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 14 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis pelayanan menjadi tiga kelompok. Adapun tiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelyanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dubutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan,sertifikat kompentensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya Dokumen-dokumen itu antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Sutar Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan / Penguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk / jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya. c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan transportasi, pos dan sebagainya.
F. Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapakan prinsip, standar, pola penyelenggaraan biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus, biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaiaan pengaduan sengkata, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan peleyanan publik. Kesemuanya itu akan dijelaskan dalam sub bab-sub bab di bawah ini. 1. Prinsip Pelayanan Publik
Di dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebut bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 15 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: 1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; 2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan
pelayanan
danpenyelesaian
keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik; 3) Rinciaan biaya pelayanan publikdan tata cara pembayaran . c. Kepastian Waktu
Pelaksanan Pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditujuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan /persoalan dalam pelaksanan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). h. Kemudahan Akses
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 16 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat teknologi telekomunikasi dan informatika, i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapai dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 2. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi: a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. b. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. d. Produk Pelayanan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 17 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik. f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan prilaku yang dibutuhkan. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
3.
Dalam
kaitannya
dengan
pola
pelayanan,
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan adanya empat pola pelayanan, yaitu: a. Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenanangan. b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. c. Terpadu
Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 18 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan. 2) Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. d. Gugus tugas
Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain pola pelayanan sebagaimana yang telah disebutkan tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanan sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan pelayanan publik. Pengembangan pola penyelenggaraan
pelayanan
publik
dimaksud
mengikuti
prinsip-prinsip
sebagaimana ditetapkan dalam pedoman ini. 4.
Biaya Pelayanan Publik
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 diamanatkan agar penetapan besarnya biaya pelayanan publikperlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; b. Nilai / harga yang berlaku atas barang dan atas jasa; c. Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan
tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan; d. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenangdan memperhatikan prosedur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 19 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Pelayanan Bagi Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Wanita
5.
Hamil dan Balita
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 juga mengatur bahwa penyelenggara pelayanan wajib mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita. 6.
Pelayanan Khusus
Penyelenggaraan jenis pelayanan publik tertentu seperti pelayanan trasportasi,
kesehatan,
dimungkinkan unruk
meberikan
penyelenggaraan
pelayanan khusus, dengan ketentuan seimbang dengan biaya yang dikeluarkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, seperti ruang perawatan VIP di rumah sakit, dan gerbong eksekutif kereta api (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004). 7.
Biro Jasa Pelayanan
Dalam kaitannya dengan biro jasa pelayanan,
Keputusan MENPAN
Nomor 63 Tahun 2004 menegaskan bahwa pengurusan pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro jasa tersebut harus jelas, memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang dan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan
harus
berkoordinasi
dengan
penyelenggara
pelayanan
yang
bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa dan waktu pelayanan, sepanjang tidak menggangu fungsi
penyelenggaraan
pelayanan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan, angkutan udara, laut dan darat.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 20 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Tingkat Kepuasan Masyarakat
8.
Ukuran keberhasilan penyelenggara pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima
pelayanan
memperoleh sesuai dengan yang dibutuhkan dan
diharapkan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan tingkat kepuasan masyarakat, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 mengamankan agar setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survei indeks kepuasan masyarakat. 9.
Pengawasan Penyelenggara Pelayanan Publik
Pengawasan
penyelenggara
pelayanan
publik
dilakukan
melalui
beberapa cara sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004): a. Pengawasan melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Pengawasan fungsional yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. c. Pengawasan masyarakat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang penyimpangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 10.
Penyelesaian Pengaduan
Setiap menyelesaikan
pimpinan setiap
unit
laporan
penyelenggara atau
pelayanan
pengaduan
publik
masyarakat
wajib
mengenai
ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan sesuai dengan kewenangannya. Untuk
menampung
menyediakan
pengaduan
loket/kotak
masyarakat
pengaduan.
Dalam
tersebut.
Unit
pelayanan
menyelesaikan
pengaduan
masyarakat, pimpinan unit penyelenggara pelayanan publik perlu memperhati-
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 21 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
kan hal-hal sebagai berikut (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004): 1)
Prioritas penyelesaian pengaduan;
2)
Penentuan pejabat yang menyelesaikan pengaduan;
3)
Prosedur penyelesaian pengaduan;
4)
Rekomendasi penyelesaian pengaduan;
5)
Pemantauan dan evaluasi penyelesaian pengaduan;
6)
Pelaporan proses dan hasil penyelesaian pengaduan kepada pimpinan;
7)
Penyampaian
hasil
penyelesaian
pengaduan
kepada
yang
mengadukan; 8)
11.
Dokumentasi penyelesaian pengaduan. Penyelesaian Sengketa
Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit penyelenggara pelayanan publik yang bersangkutandan terjadi sengketa, maka Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 mengatur bahwa penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum. 12.
Evalusai Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan evalusai kinerja penyelenggaraan pelayanan publik, Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa pimpinan penyelenggaraan pelayanan publikwajib secara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan
pelayanan dilingkungan secara
berkelanjutan dan hasilnya secara berkala dilaporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya dinilai baik perlu diberikan penghargaan untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang kinerjanya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat, perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalam melakukan evaluasi kinerja Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 22 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
pelayanan publik harus mengunakan indikator yang jelas dan terukur dengan ketentuan yang berlaku. Penyusunan
G.
Petunjuk
Pelaksanaan
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
Petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik dugunakan sebagai landasan penyusunan standar pelayanan oleh masing-masing pimpinan unit penyelenggaraan pelayanan. Petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya memuat (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004) hal-hal sebagai berikut: a. Landasan Hukum Pelayanan Publik Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan. b. Maksud dan Tujuan Pelayanan Publik Hal-hal yang dicapai dari penyelenggaraan pelayanan. c. Sistem dan Prosedur Pelayanan Publik Sistem dan prosedur pelayanan publik sekurang-kurangnya memuat: 1) Tata cara pengajuan permohonan pelayanan; 2) Tata cara penanganan pelayanan; 3) Tata cara penyampaian hasil pelayanan; dan 4) Tata cara penyampaian pengaduan pelayanan. d. Persyaratan Pelayanan Publik Persyaratan teknis dan administratif harus dipenuhi oleh masyarakat penerima pelayanan. e. Biaya Pelayanan Publik Besaran biaya dan rincian biaya pelayanan publik. f. Waktu Penyelesaian Jangka waktu penyelesaian pelayanan publik. g. Hak dan Kewajiban
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 23 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Hak dan kewajiban pihak pemberi dan penerima pelayanan publik h. Pejabat Penerima Pengaduan Pelayanan Publik Penunjukan pejabat yang menangani pengaduan pelayanan publik. Selanjutnya dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 juga ditentukan pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah diharuskan menetapkan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenagannya masing-masing.
H.
Ketentuan Lain-lain
Selain hal-hal tersebut di atas, dalam Keputusan Menteri Pendayaguanaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 juga diatur ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam menyusun petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik dapat berkonsultasi dengan kementerian Pendayaguanaan Aparatur Negara. 2. Masukan,
saran
dan
penyempurnaan
terhadap
pedoman
umum
penyelenggaraan pelayanan publik, disampaikan kepada Sekretaris Menteri Pendayaguanaan Aparatur Negara. I.
Penghargaan
Bagi
Penyelenggara
Pelayanan
UmumTerbaik
Penghargaan bagi penyelenggara pelayanan umum terbaik diatur dalam Keputusan MENPAN Nomor 06 / 1995 tentang
Pedoman Peanugrahan
Penghargaan Abdisatyabhakti bagi Unit Kerja atau Kantor Palayanan Percontohan. Penghargaan Abdisatyabhakti
ini
dibedakan
menjadi
dua,
yaitu
Piala
Abdisatyabhakti dan Piagam Abdisatyabhakti. Piala Abdisatyabhakti diberikan kepada unit pelayanan yang telah menunjukan tingkat kinerja pelayanan yang optimal sehingga layak menjadi contoh atau panutan. Sedangkan Piagam
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 24 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Abdisatyabhakti diberikan kepada unit pelayanan yang telah berupaya melakukan perbaikan mutu pelayanan secara berarti walaupun belum optimal. Kriteria pemberian Penghargaan Abdisatyabhakti meliputi dua kriteria pokok, yaitu kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif. Kriteria kualitatif mengacu pada Keputusan MENPAN Nomor 81 / 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum, yaitu: a.
Kesederhanaan.
b.
Kejelasan dan Keputusan.
c.
Keamanan.
d.
Keterbukaan.
e.
Efisien.
f.
Ekonomis.
g.
Keadilan yang merata.
h.
Ketepatan waktu. Sedangkan kriteria kuantitatif yang ditentukan adalah sebagai berikut: a. Jumlah warga / masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan atau per tahun), perbandingan periode pertama dengan periode berikutnya meningkat atau tidak. b. Lamanya waktu pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai permintaan
(dihitung secara rata-rata). c. Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan memper-
mudah pelayanan kepada masyarakat. d. Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyrakat penerima pelayanan
terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja atau kantor pelayanan yang bersangkutan. e.
Hal-hal yang bersifat positif menonjol sebagai prestasi khusus. Penghargaan Abdisatyabhakti ini diserahkan setahun sekali dan dipilih oleh
panitia tingkat nasional. Penghargaan Abdisatyabhakti sudah pernah diberikan pada Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 25 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
tahun 1995, 1996 dan 1997. Sejak tahun1998 program pemberian Penghargaan Abdisatyabhakti ini dihentikan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi. Program ini juga belum dilanjutkan lagi setelah Kementerian Pendayaguanaan Aparatur
Negara.
Digabung
dengan
Menteri
Koordinator
Pengawasan
Pembangunan dan Pendayaguanaan Aparatur Negara (MenKo WasBang / PAN). Akan
tetapi
pada
tahun
2004
sudah
dikeluarkan
Keputusan
Menteri
Pendayaguanaan Aparatur Negara Nomor 119 / 2004 Tentang Pemberian Tanda Penghargaan ”Citra Pelayanan Prima”. Di dalam Keputusan MENPAN ini diatur bahwa penghargaan dibagi menjadi tiga katagori, yaitu: a. Penghargaan Citra Pelayanan Prima b. Piagam Penghargaan Baik Tingkat Madya c. Penghargaan Baik Tingkat Pratama Implementasi Kebijakan Manajemen Pelayanan Umum Dan Pelayanan Perizinan J.
Kelemahan-kelemahan
1.
Kebijakan
Manajemen
Pelayanan Umum Dan Pelayanan Perizinan
Beberapa kelemahan dari praktik manajemen pelayanan di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Sistem yang berlaku masih belum mengaitkan secara langsung prestasi kerja
aparat dengan perkembangan karirnya. Dengan demikian, seorang pegawai yang prestasi kerjanya tidak bagus tetap dapat naik pangkat, dan sebaliknya pegawai yang berprestasi bagus dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat justru karirnya tersendat-sendat. b. Sitem tersebut sudah dapat mengatasi hal-hal yang bersifat teknis manajerial,
tetapi masih belum membenahi hal-hal yang bersifat strategis kebijakan. Untuk mengurus lebih dari satu pelayanan perizinan, masyarakat cukup datang ke unit pelayanan terpadu satu atap. Akan tetapi prosedur, jumlah
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 26 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
kelengkapan persyaratan dan biaya yang harus dibayar masih tetap belum berubah. c. Sistem manajemen tersebut juga belum juga disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga masih cukup banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem dan prosedur pelayanan yang harus diikuti jika masyarakat hendak mengurus sesuatu izin. Akibatnya partisipasi aktif masyarakat juga masih sangat rendah. Faktor-Faktor
2.
Manajerial
Penentu
Kualitas
Pelayanan Perizinan
Berdasarkan analisis data dari media massa dan observasi diketahui bahwa hal yang paling esensial dalam peningkatan kualitas pelayanan adalah adanya kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat yang bertugas memberikan jasa pelayanan. Pelayanan publik hanya akan menjadi baik atau berkualitas apabila masyarakat yang mengurus sesuatu jenis pelayanan tertentu mempunyai posisi tawar yang sebanding dengan posisi tawar petugas pemberi pelayanan. Perlunya kesetaraan posisi tawar antara petugas pemberi pelayanan dengan masyarakat pengguna jasa pelayanan dalam manajemen pelayanan perizinan dapat dicermati dalam kasus-kasus di bawah ini: Kasus lemahnya posisi tawar klien di BPN “…..mantan Presiden Soeharto punya sebidang tanah seluas 14.383 meter persegi di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Selain Soeharto, di kawasan itu ada juga tanah seluas 4.000 persegi yang dikuasai Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut)”. “…..Lancarnya Keluarga Cendana membuat
iri
250
anggota
memperoleh tanah di Tawangmangu
Himpunan
Pemilik
Tanah
Persil
(HPTP)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 27 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Tawangmangu. Sudah puluhan tanah warga HPTP mengajukan sertifikat, tapi belum juga berhasil (Sumber: Gatra 50 / IV, 31 Oktober 1988) Kasus di atas membuktikan bahwa Keluarga Cendana mendapat pelayanan sertifikasi tanah dengan cepat dan mudah, sementara masyarakat biasa yang sudah puluhan tahun mengurus belum juga mendapatkan sertifikat tanah. Ini terjada karena posisi tawar mantan Presiden Soeharto dan keluarganya sangat kuat, sedang posisi tawar masyarakat biasa sangat lemah. Pentingnya kesetaraan posisi tawar antara petugas dan instansi pemberi pelayanan di satu sisi dengan masyarakat pengguna jasa di sisi yang lainnya adalah mutlak untuk mewujudkan pelayanan perizinan yang berkualitas. Dengan demikian masyarakat harus diberdayakan dan pemberi pelayanan harus dikontrol. Kontrol ini harus dilakukan kepada semua instansi pemberi pelayanan, baik itu pemerintah Swasta maupun LSM. Biasanya hanya instansi pemerintah saja yang ditengarai melakukan penyimpangan, padahal sebagaimana tersaji dalam kasus dibawah ini, swasta dan LSM pun akan melakukan penyimpangan apabila kontrol terhadap mereka lemah.
Kasus penyimpangan KUT karena lemahnya kontrol
“Menurut Menteri Prakoso, kredit macet KUT mencapai Rp. 6 triliun atau hamper mendekati 80% dari total KUT tahun anggaran 1998 / 1999 yang berjumlah Rp. 7,7 triliun.” ….pejabat Departemen Keuangan menduga bahwa penyaluran KUT dilakukan secara serampangan . Keterlibatan LSM dan koperasi yang berpengalaman membuat dana KUT salah sasaran . Bahkan, tak jarang, ada KUD atau LSM yang nakal sehinggadana KUT tak sampai ketangan petani, seperti terjadi di Sulawesi Selatan atau Malang, Jawqa Timur. Di Sulawesi Selatan ada Rp. 27 miliar dana KUTyang tidak diterima petani.”
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 28 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Koperasi dadakan bermunculan menyambut datangnya rezeki tiban dari KUD. Hitung saja, fee yang secara resmi bisa diperoleh perantara mencapai 5 persen. Tak aneh jika anggota sampai menemukan fakta bahwa KUT yang diterima petani hanya 70 persen . Selebihnya masuk kantong pejabatatau para penyalurnya.” (Sumber Tempo, 5 maret 2000) Kesetaraan ini akan dapat diwujudkan apabila terdapat mekanisme ‘exit’ dan ‘voice’. Mekanisme ‘exit’ artinya pengguna jasa pelayanan mempunyai pilihan untuk menggunakan penyediaan jasa layanan perizinan yang lain apabila dia tidak puas dengan sesuatu penyedia jasa. Apabila alternatif penggunaan penyedia jasa layanan perizinan tidak dimungkinkan, maka harus ada mekanisme ‘voice’. Mekanisme ‘voice’ ini artinya pengguna jasa dapat menyampiakan dan mengekpresikan ketidak puasannya terhadap pelayanan yang diberikan oleh instansi penyelenggara pelayanan perizinan. Jadi untuk mewujudkan kesetaraan hubungan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan perizinan, yang harus dilakukan adalah: (a) memperkuat posisi tawar pengguna jasa pelayanan; dan (b) mengfungsikan mekanisme ‘voice’. Sedangkan factorfaktor manajerial yang menjadi penentu kualitas pelayanan perizinan adalah: (a) adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa; (b) terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang bertugasuntuk memberikan pelayanan perizinan, dan (c) diterapkannya sitem yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. Dengan demikian kualitas pelayanan perizinan sangat dipengaruhi oleh lima hal, yaitu: a.
Kuatnya posisi tawar pengguna jasa pelayanan;
b.
Berfungsinya mekanisme ‘voice’
c.
Adanya birokrat yang berorientasi pada kepentingan masyarakat,
khususnya pengguna jasa;
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 29 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
d.
Terbangunnya kultur pelayanan dalam organisasi pemerintah yang
bertugas memberikan pelayanan perizinan; dan e.
Diterapkannya sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan
masyarakat, khususnya pengguna jasa pelayanan. Manajemen pelayanan perizinan dan juga pelayanan umum atau pelayanan pemerintah harus mengoptimalkan berfungsinya kelima faktor tersebut agar dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah dan efisien sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena lima faktor tersebut akan didiskusikan dalam sub bab-sub bab di bawah ini. 3.
Penguatan Posisi Tawar Pengguna Jasa Pelayanan
Sebagaimana telah disinggung di dalam sub bab terdahulu, pelayanan perizinan dan juga pelayanan umum atau pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkatkan adanya kesetaraan hubungan atau kesetaran posisi tawar antara pemberi pelayanan dan pengguna atau penerima jasa pelayanan. Oleh karena itu posisi tawar pengguna jasa, yang selama ini sangat lemah harus diperkuat. Penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan ini dapat dilakukan antara lain dengan memberi tahukan dan mensosialisasikan hak-hak dan kewajibankewajiban baik pemberi maupun pengguna jasa pelayanan. Hal semacam ini dikonsepkan sebagai citizen’s charter yang dirumuskan pertama kali Inggris. Di Indonesia konsep citizen’s charter belum begitu dikenal dan dikembangkan. Akan tetapisatu contoh organisasi publik yang sudah mencoba untuk menerapkan adalah RSU Kodya Yogyakarta, sebagaimana dapat dicermati dalam kasus dibawah ini: Kasus penguatan posisi tawar klien di RSU Kodya
“Dalam upaya meningkatkan pelayanan, Rumah Sakit Umum (RSU) Kodya Yogyakarta memberikan hak protes kepada pasien menyangkut berbagai aspek pelayanan, perilaku karyawan dan tenaga medis sampai kondisi
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 30 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
rumah sakit. Pasien juga mendapat 14 hak antara lain berhak tahu mengenai penyakitnya, rincian dan perkiraan biaya, konsultasi dengan dokter lain, maupun menolak pengobatan tertentu. Untuk memaksimalkan pelayanan, karyawan diharuskan menghapalkan visi dan misi RSU Kodya Yogyakarta yang terdiri dari 14 item untuk karyawan.” Dalam kasus RSU Kodya Yogyakarta tersebut di atas sejak dini pasien atau pengguna jasa pelayanan sudah diberi tahu tentang hak-haknya, dan yang lebih penting lagi ha-hak tersebut memang diakui dan diberikan sepenuhnya sehingga posisi tawar pasien menjadi seimbang dengan posisi tawar tenaga medis atau pemberi jasa pelayanan. Hal semacam inilah yang diperlukan untuk memperkuat posisi tawar pengguna jasa pelayanan. 4. Maksimalisasi Mekanisme ‘voice’
Hal lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan hubungan antara pemberi jasa pelayanan dan penerima jasa pelayanan adalah dengan menciptakan dan memaksimalkan mekanisme ‘voice’. Artinya penggunajasa pelayanan harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan ekspresi ketidakpuasannya atas pelayanan yang diterimanya. Apabila saluran ini dapat berfungsi secara efektif, maka posisi tawar pengguna jasa akan menjadi sama dengan posisi tawar penyelenggara jasa pelayanan sehingga kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. Bukti tentang tidak berfungsinya saluran atau mekanisme ‘voice’ yang mengakibatkan buruknya kualitas pelayanan dapat disimak dalam kasus di bawah ini: Kasus tidak berfungsinya mekanisme ‘voice’
“Masyarakat yang mengadukan berbagai masalah ke Kotak Pos 5000 pada masa Orde Baru tidak perlu berharap banyak pengaduannya ditanggapi dan kasus yang diadukan diselidiki. Bahkan untuk kasus-kasus korupsi tingkat dirjen keatas, laporan itu malah tidak dioleh oleh panitia, melainkan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 31 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
langsung diserahkan ke wakil presiden dan langsung kandas . Selain satunya, kasus Haryanto Dhanutirto yang langsung dikandaskan Soeharto. Hal ini diungkapkan oleh Drs. Revrisond Baswir, desen Fakultas Ekonomi UGM yang pernah menjadi salah satu panitia yang dilibatkan dalam pengolahan surat-surat di kotak pos 5000 dalam seminar dan workshop penutup crash program – investigasi reporting LP3Y- LPDSISEI di Hotel Radisson, Gejayan, Depok, Sleman awal pekan ini. Revrisond mengungkapkan, antara tahun 1988 – 1995 ada 92.000 surat pengaduan atau laporan yang masuk dari berbagai kalangan, Dari jumlah itu 69 persen diteruskan ke instansi terlapor. Dari surat yang diteruskan ke instansi terlapor itu, ternyata 45 persen dianggap tidak benar. Padahal, pengaduan masyarakat itu berkaitan dengan soal tanah, korupsi, nepotisme dalam penerimaan pegawai, dan penyelewengan instansi lainya, yang sebenarnya banyak mengandung kebenaran. Rangking tertinggi adalah soal korupsi sekitar 31 persen.” (Sumber: Bernas Online edisi 31 Maret 1999) Dalam kasus tersebut di atas, saluran atau mekanisme ‘voice’ dikelola dengan membuka kotak pos 5000. akan tetapi pengelolaan saluran ini tidak dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga posisi tawar pengguna jasa pelayanan tetap lemah, dan akibatnya banyak penyelewengan yang dilakukan oleh penyelenggara jasa pelayanan.
5.
Pembentukan Birokrat Yang Berorientasi Pelayanan
Faktor utama dalam manajemen pelayanan perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah sumber daya manusia atau birokrat yang bertugas memberi pelayanan. Hal ini tampaknya sudah disediakan oleh Pemerintah sehingga dalam berbagai dokumen resmi peningkatan kualitas sumber daya manusia selalu ditekankan. Akan tetapi sampai saat ini pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia penyelenggara pelayanan (birokrat) Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 32 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Terbukti dalam berbagai kesempatan masih saja terlontar ungkapan bahwa secara kualitas dan kuantitas, sumber daya manusia pemberi pelayanan masih belum memadai. Hal ini juga dapat dibaca dalam dua kasus tentang lemahnya sumber daya manusia, sehingga borikrat yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa masih belum dapat diwujudkan. Sebagaimana dapat disimak dalam kasus di BPN, birokrat masih lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang kepentingan masyarakat pengguna jasa pelayanan. Sedangkan dalam kasus di PT Taspen Semarang, kepentingan pengguna jasa sama sekali tidak diperhatikan sehingga urusannya menjadi terkatung-katung. Di PT Taspen Semarang ini selain masalahnya lemahnya orientasi pada kepentingan masyarakat, juga masih ada kelemahan dalam membaca dan menafsirkan peraturan perundangan, sehingga ada perbedaan pendapat tentang ketentuan pencairan pembayaran kekurangan uang pensiun.
Kasus lemahnya SDM di BPN
“Sampai saat ini sebagian masyarakat masih merasakan bahwa aparat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkesan masih selalu minta dilayani, bukan melayani. Sementara tuntutan masyarakat akan adanya tansparansi, waktu penyelesaian, biaya dan persyaratan
semakin deras muncul. Karena itu
aparat BPN seharusnya professional, bukan sekedar tahu pengukuran atau peralihan hak atas tanah. Hal ini diungkapkan kepala Deputy Umum BPN, Drs. Wido pada penutupan Diklat ADUM BPN di aula Diklatwil III”. (Sumber: Kedaulatan Rakyat 26 Februari 2000) Kasus lemahnya SDM di PT Taspen Semarang
“Petugas PT Taspen Semarang, saat pelayanai keperluan saya untuk pencairan pembayaran uang kekurangan pension, selalu jawabannya
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 33 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
berbeli-belit, bahkan dapat diartikan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Bulan Juli 1997, saya menerima surat tembusan dari PT Taspen Semarang yang dialamatkan kepada Mabes Polri Jakarta perihal permohonan ralat / peninjuan kembali SK Impassing PP 22 Tahun 1985, dan saya menerima Skep asli sebagai lampirannya. Hari Senin tanggal 6 April 1998 saya menerima langsung lewat PT Taspen Semarang, Skep asli dari Mabes Polri yang didalamnya tertulis antara lain bahwa masa dinas keprajuritan (MKDK) saya 29 tahun, dan masa kerja gaji (MKG) 24 tahun. Sesuai dengan penjelasan petugas Taspen sebagai syarat pencairan rapelan saya harus mengajukan permohonan atau mengisi formulir, maka pada tanggal 6 April 1998 saya sudah mengisi blanko permohonan rangkap dua dengan lampiran foto copy Skep rangkap dua. Setelah saya tunggu selama dua bulan, rapelan belum bisa terealisasi maka tanggal 5 Juni 1998 saya mengajukan permohonan lagi kepada PT Taspen Semarang. Hari Rabu tanggal 10 Juni 1998 sekali lagi saya mengurus, namun jawaban dari Bapak Kepala
PT Taspen saya tidak berhak atas rapelan tersebut sebab yang
berhak menerima adalah mereka yang memiliki pokok pensiun maksimal, yaitu mereka yang memiliki MDK 30 tahun. Menurut Bapak Kepala ada ketentuan susulan dari Mabes Polri, yang dalam waktu dekat saya akan diberikan jawaban berikut lampran ketentuan susulan tersebut. Padahal menurut pendapat saya, ketentuan pensiun maksimal itu tidak disebut-sebut baik dalam Petunjuk Administrasi dari Mabes Polri maupun dalam Keputusan Bersama Meteri Keuangan RI dan Panglima ABRI. Hingga kini saya belum menerima surat dari PT Taspen Semarang yang selalu saya tunggu-tunggu.” (Sumber: Media Wawasan 23 Juni 1998)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 34 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
6.
Pengembangan Kultur Pelayanan
Hal lain yang juga sangat krusial dalam peningkatan kualitas pelayanan perizinan dan pelayanan umum atau pelayanan publik adalah berkembangnta kultur pelayanan dalam diri birokrat. Sehebat apapun kualitas SDM yang ada, tetapi kalau mereka tidak memiliki kultur pelayanan maka kehebatan itu justru akan dipakai untuk membodohi masyarakat pengguna jasa. Dalam kasus di RS Fatmawati di bawah ini dapat kita biktikan bahwa sistem pelayanan yang tadinya baik dan sumber daya manusia yang semula begitu hebat berubah secara dratis menjadi sistem yang tidak mengutamakan kepentingan masyarakat dan SDM yang juga tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat serta sama sekali tidak menghargai pengguna jasa. Hal ini terjadi karena masih belum adanya kultur pelayanan, sehingga mereka hanya akan melayani secara baik apabila pengguna jasa mampu membayar mahal secara kontan. Kasus lemahnya kultur di RS Fatmawati
“Ada sesuatu yang belum juga berubah. Saya menemukan kenyataan itu beberapa minggu yang lalu di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta. Ketika itu saya menemani pembantu rumah tangga yang harus menjalani operasi tumor disana. Karena persediaan dana terbatas, ia dirawat dikelas tiga. Untuk alasan yang sama, kami juga meminta keringanan biaya. Di Dinas Sosial semua berjalan baik. Para petugas di Depok luar biasa sopan dan sangat membantu. Mereka bahkan tak meminta ‘biaya administrasi’ (warisam Khas Orde Baru) sepeserpun. Sepulang mengurus surat pengantar, dengan bahagia saya mengatakan era reformasi agaknya melahirkan manusia-manusia baik yang tulus membantu sesama. Namun pernyataan saya ternyata berlebihan. Di Fatmawati, cerita sama sekali lain. Sebenarnya, istri saya dulu juga dirawat di rumah sakit yang sama, namun ketika itu kami justru terkesan dengan keramahan pelayanan para perewat dan petugas administrasi di sana. Kini, kami merasa segenap Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 35 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
keramahan itu datang karena satu hal: uang. Dulu, atas biaya kantor, istri saya dirawat dikelas satu, dan karena itu agaknya mereka bersikap sangat sopan. Kini, perlakuan menjadi sangat berbeda
karena (mungkin) kami
dianggap kaum tak mampu. Gaya sebagian mereka hanya dapat digambarkan dengan satu kata: Memuakkan dan itu mereka lakukan tidak hanya pada kami, melainkan pada pasien lain dikelas tiga serta mereka yang meminta keringanan biaya. Itu berlangsung sejak awal. Ketika hendak menjalani pra operasi, giliran Asih sebut saja nama pembantu saya begitu- untuk bertemu dokter berulang kali dilangkahi orang. Saat kami bertanya. Suster dengan muka dingin menjawab ketu, “tunggu giliran”! Sang dokter yang menangani Asih bersikap tak lebih sopan. Pertanyaan dan intruksi ia berikan dengan kasar, bahkan disertai bentakan. Pertanyaan kami mengenai rincian penyakit – sesuatu yang kami anggap merupakan hak pesien – hampir tak sekalipun dijawab. Dalam pemeriksaan pasca operasi, kepongahannya bertambah. Suatu kali, sang dokter memanggil Asih. Karena lehernya masih sakit akibat operasi, Asih sangat lambat memalingkan kepala agar dapat berhadapan dengan sang dokter. Akibatnya, sang dokter dengan kasar membentak: “Heh, kamu budek atau apa?” yang tentu saja segera diikuti rentetan hardikan berikutnya dari sang juru rawat. Ketika Asih dinyatakan boleh pulang, persoalan lain timbul. Agar pasien dapat keluar dari ruang perawatan kami harus meminta 5 (lima) tanda tangan persetujuan bahwa pasien bersangkutan memang pantas memperoleh keringanan biaya. Itu berkisar dari tanda tangan suster kepala ruangan rawat, dokter yang merawat, Kepala bidang keuangan, Wakil Direktur umum dan Keuangan, serta Direktur. Mengapa suster kepala dan dokter harus dimintai persetujuan keringanan biaya, mengapa semua baru diurus Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 36 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
disaat-saat terakhir sebelum pasien keluar, mengapa tidak ditunjuk saja satu pihak yang berwenang mengambil keputusan ketimbang lima orang – semua masih misteri jawabannya belum juga terpecahkan oleh saya. Lebih hebat lagi, pengurusan tanda tangan itu harus kami lakukan sendiri. Dan itu sama sekali tidak gampang. Asih dioperasi hari Senin. Hari Selasa seusai membudek-budekan Asih, dokter mengatakan pasien boleh pulang. Tapi ketika kami mengurus soal administrasi, surat pengantar dari Dinas sosial
dinyatakan
kadaluwarsa
sehingga
Asih
belum
diizinkan
meninggalkan Fatmawati. Kenapa kadaluwarsa? Karena operasi dilakukan sepekan sebelumnya, tapi ditunda tujuh hari atas permintaan sang dokter, tanpa alasan jelas. Kendati argumen mereka terdengar bodoh, kami menjalani perintah mereka. Esoknya, setelah urusan Dinas Sosial rampung, persoalan lain timbul. Bagian Administrasi meminta tambahan uang dari kami. OK. Kami bayar. Berikutnya, saya harus mencari tanda tangan kepala ruang rawat. Kata suster disana, suster kepala sedang mengikuti pendidikan sampai pukul 13.00. Tidak adakah wakilnya? Juga sedang mengikuti pendidikan, katanya. Tidak adakah yang bisa mengambil alih wewenang? Tidak ada, katanya sembari mengangkat bahu. Kesimpulannya, Administrasi mengatakan mereka akan berhenti menangani urusan peringanan biaya pada pukul 14.00 Pukul satu saya buru-buru datang kembali keruang rawat. Kali ini seorang suster lain menjawab dengan enteng: suster kepala sedang menjalani pendidikan. Lho. Kata saya, bukankah seharusnya ia sudah kembali. “Bukan Begitu,” ujarnya, ”pendidikannya baru dimulai pukul satu dan baru akan selesai pukul empat.” Saat
itu
kemarahan
saya
tak
lagi
tertahankan.
Dengan
segera
perbendaharaan carut marut saya tumpahkan. Dan nyatanya, maki-makian saya efektif. Tiba-tiba saja sebuah solusi ditemukan: surat itu bisa Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 37 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
ditandatangani seorang suster biasa! Jangan tanya kenapa tidak sejak awal pelimpahan wewenang semacam itu dilakukan. Tapi rupanya, ujian kesabaran saya belum juga selesai. Saya harus mencari dokter untuk tanda tangan berikutnya. Masalahnya, tak ada yang tahu sang dokter ada dimana.Karena itu saya dianjurkan ke ruang di mana para dokter biasa berkumpul. Saya ke sana. Nyatanya cuma ada dua pria 40 tahunan yang satu-satunya hal yang membuat saya menduga mereka adalah dokter adalah jubah putih yang dikenakannya. Mula-mula mereka cukup sopan. Namun begitu tahu bahwa saya sedang mencari tanda tangan dokter dalam rangka memperoleh keringanan biaya, salah satu dari mereka berubah ketus. Jadi, setelah mendengar dokter Lukman yang saya cari sedang rapat, saya tanya pada mereka: “Tahukah Bapak kapan kira-kira beliau akan datang ke sini kembali?” Sang dokter ketus menjawab: “bagaimana saya bisa tahu saya bukan dokter Lukman!” Akibatnya, saya terpaksa kembali memaki. Ringkas cerita Asih baru bisa pulang keesokan harinya, alias dua hari setelah ia dinyatakan boleh pulang hanya karena mengurus lima tanda tangan pemegang kuasa. Dan dalam dua hari itu, Asih terpaksa hidup tertekan, karena saat kami harus pulang dulu ke rumah, ada suster yang bersikap ekstra kasar terhadapnya. Saya terpaksa bercerita agak terperinci untuk menunjukkan betapa barbarnya perlakuan rumah sakit. Dan itu dilakukan bukan hanya pada kami. Saat terkatung-katung selama dua hari itu, saya sempat berbicara dengan para keluarga pasien lain. Cerita-cerita baru berhamburan. Seorang teman bicara bercerita ada pasien yang baru bisa pulang satu pekan setelah dinyatakan boleh keluar, gara-gara lima tanda tangan bodoh itu. Kata ”barbar’ saya rasa kata paling tepat karena skala tragedi yang dilibatkannya. Persyaratan lima tanda tangan itu hanya dibebankan pada Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 38 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected] [email protected]
mereka mereka yang yang memint memintaa kering keringan anan an biaya biaya.. Tujuan Tujuan ketida ketidakra kramah mahan an dan birokrasi yang berbelit-belit itu saya rasakan jelas adalah agar orang tidak ingin menggunakan fasilitas keringanan biaya. Namun tragedi terbesarnya adalah, mayoritas mereka yang meminta keringanan adalah kalangan tak mampu- mereka yang setiap hari sudah hidup menderita, dan kini ketika mereka mereka menga mengalam lamii tambah tambahan an kemal kemalang angan an (yakn (yaknii sakit sakit), ), mereka mereka harus harus tambah menderita akibat perlakuan rumah sakit. Padahal mereka terpaksa meminta keringanan karena bagi mereka memang tidak ada pilihan lain. Kesewenang-wenangan terhadap rakyat adalah ciri khas Orde Baru, yang tak boleh lagi terulang terulang kini. Menyedia Menyediakan kan layanan layanan publik yang manusiawi manusiawi tidakl tidaklah ah mahal. mahal. Yang Yang dibutu dibutuhka hkan n adalah adalah kesada kesadaran ran bahwa bahwa kita kita semua semua adalah manusia yang bersaudara. Para jururawat, petugas administrasi, dan dokter dokter yang yang saya saya sebut sebut tadi tadi sepant sepantas asnya nya kita kita masuk masukan an dalam dalam golong golongan an makhluk di luar manusia. Belu Belum m lam lama ini, ini, Repu Republ blik ikaa meny menyia iark rkan an bahw bahwaa Ment Menter erii Kese Keseha hata tan n ber beren enca cana na Memb Memben entu tuk k Dewa Dewan n Medi Medik k
yang yang bert bertuj ujua uan n menj menjad adik ikan an
pelay pelayana anan n keseha kesehata tan n bagi bagi masya masyarak rakat at lebih lebih bermu bermutu. tu. Semoga Semoga Dewan Dewan tersebut akan memberi perhatian lebih besar pada bukan saja masyarakat yang mampu membayar mahal, namun juga mereka yang berada di lapisan paling bawah.” (Sumber: Republika Online edisi 27 September 1998) Dalam kasus di Rimah Sakit Sukoharjo di bawah ini, tidak adanya kultur pelay pelayana anan n juga juga mangak mangakiba ibatka tkan n perbed perbedaan aan pelay pelayana anan n yang yang didasa didasarka rkan n atas atas kemampuan keuangan pengguna jasa pelayanan. Di sini pasien-pasien yang tidak membayar kontan diperlukan secara diskriminarif dan tidak manusiawi. Kasus jeleknya kultur pelayanan di RSU Sukoharjo
“Sejum “Sejumlah lah peneri penerima ma kartu kartu sehat sehat dari dari progra program m JPS JPS (Jari (Jaringa ngan n Pegam Pegaman an Sosial) bidang kesehatan di Kabupaten Sukoharjo mengeluhkan mengeluhkan perlakuan Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 39 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected] [email protected]
diskriminatif yang dilakukan pihak rumah sakit. Jika memeriksakan diri ke RSU Sukoharjo dengan membawa kartu kartu sehat JPS JPS maka perlakuan perlakuan aparat rumah sakit menjadi ‘sangat sadis’ dan tidak manusiawi. Berbeda dengan pasien biasa yang tidak membawa kartu sehat.” (Sumber: Kedaulatan Rakyat 26 Februari 2000)
7.
Pemba embagu guna nan n Sist Sisteem Pela Pelaya yana nan n Yang ang Mengut ngutam amak akan an Kepe Kepent ntin inga gan n
Masyarakat
Faktor terakhir yang juga sangat penting dalam manajemen pelayanan perizina perizinan n dan pelayanan pelayanan umum atau pelayanan pelayanan publik adalah adalah beroperasi beroperasinya nya system system pelayana pelayanan n yang mengutamak mengutamakan an kepentinga kepentingan n masyarak masyarakat. at. Pelayana Pelayanan n dapat menjadi sangat tidak berkualitas apabila system yang diterapkan memang tidak memihak pada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dicermati dalam kasus komputerisasi pelayanan SIM yang bekerjasama dengan swasta. Dalam siatem pelayanan baru semua biaya dibebankan kepada masyarakat, sehingga pengurusan SIM mengalami kenaikan seribu persen lebih. Kasu Kasuss
pene pe nera rapa pan n
sist sistem em komp komput uter eris isas asii
SIM SIM
yang yang tida tidak k
memi memiha hak k
masyarakat
“Membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) ternyata memang bisa cepat, sehari jadi, di bagian urusan SIM di lima polres di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mungkin Mungkin itu karena karena adanya adanya program program komputeris komputerisasi asi Kepolisi Kepolisian an Republik Republik Indonesia bekerjasama dengan PT CPP (Citra Permata Persada) milik Siti Hardiyanti Rukmana sejak 1992. Ikatan kontrak berlaku lima tahun. Dalam Praktiknya membuat SIM baru bukan urusan gampang bagi pemohon, sebab masyarakat harus membayar lebih banyak dari tariff resmi Rp. 52.500,00. Demikian pula saat memperpanjang masa berlaku SIM. Pada tahun1985 silam, untuk membuat sebuah SIM C, warga Yogya hanya meng mengel elua uark rkan an uang uang sebe sebesa sarr Rp. Rp. 55.00 55.000,0 0,00. 0. Namu Namuns nsej ejak ak urus urusan an SIM SIM Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 40 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected] [email protected]
dikelola oleh PT CPP pada tahun 1992, sebuah SIM C yang baru bisa bernilai Rp. 90.000,00 hingga Rp. 100.000,00. Sedang untuk SIM A bisa melonjak hingga Rp. 120.000,00 per lembar. Kemudian pada tahun 1998, untuk bisa memperoleh SIM C, warga Yogya harus merogoh kantongnya sebesar Rp. 115.000,00 hingga Rp. 150.000,00. Sementara untuk SIM A kanton kantong g merek merekaa harus harus terku terkuras ras sebany sebanyak ak Rp. 150.00 150.000,0 0,00. 0. hingga hingga Rp. 175.000,00 bahkan Rp. 200 ribu. Biaya sebanyak itu melebihi ketentuan resmi. Bila dihitung secara benar, maka setiap pembuatan SIM baru, SIM C maupun SIM A, maka setiap pem pemoh ohon on pada pada
tahu tahun n 1998 1998 lalu lalu hanya hanya haru haruss memb membay ayar ar di bank bank Rp. Rp.
52.500,00 ditambah ongkos periksa dokter Rp. 6.000,00 dan membeli polis asuransi- yang sebenarnya tidak diwajibkan – senilai Rp. 10.000,00. Bila semu semuaa diju dijuml mlah ah ada ada Rp. Rp. 68.5 68.500 00,0 ,00. 0. Deng Dengan an uang uang seba sebany nyak ak itu itu seti setiap ap pemohon SIM bisa mendapat SIM baru. Tentu saja mereka harus lolos ujian tertulis mengenai peraturan lalu lintas dan ujian praktik yang semuanya tidak dipungut bayaran.” (Sumber: Bernas Online edisi 4 Februari 1999) Kasus penerapan siatem baru yang tidak memperhatikan kepentingan masy masyra raka katt juga juga terj terjad adii di PLN PLN yang yang mema memato tok k bata batass mini minima mall daya daya list listri rik k pem pemas asan ang g baru baru deng dengan an tida tidak k memp memper erha hati tika kan n kebu kebutu tuha han n dan dan kema kemamp mpua uan n ekonomi masyarakat. Demikian juga yang terjadi di RS Soetomo yang tidak memberikan kejelasan sistem dan prosedur sehingga pasien disuruh menunggu tanpa kepastian. Kasus sistem pelayanan pela yanan yang y ang jelek jele k di PLN
“Pelay “Pelayana anan n listr listrik ik oleh oleh PLN PLN (Peru (Perusah sahaan aan Listri Listrik k Negar Negara) a) dinila dinilaii sanga sangatt buruk. Hal ini dirasakan oleh pengguna jasa PLN. Bahkan beberapa bulan terakhir konsumen pengguna jasa listrik diresahkan dengan adanya rencana kenaikan kenaikan tarif listrik. listrik. Sebagian Sebagian pelanggan pelanggan lain juga mengelukan mengelukan adanya adanya Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 41 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
kenaikan daya listrik pemasangan baru. Kebijakan baru menetapkan pemasangan daya baru minimal di atas 1.300 VA atau Watt itu dinilai memberatkan konsumen kecil yang hanya membutuhkan daya 450 Watt atau 900 Watt. Di sisi lain PLN Tidak pernah membuka diri terhadap keluhan pelanggan yang sudah membayar produknya, tidak pernah bicara pelayanan publik kecuali masalah teknis. Keluhan konsumen yang dirugikan karena operasi pengendalian dan penertiban aliran listrik, pencatatan meter listrik yang tidak teratur atau kenaikan tarif yang tidak transparan, tidak ditanggapi segera terbuka.” (Sumber: Media Indonesia 17 November 1999) Kasus ketidakjelasan system dan prosedur pelayanan di RS Soetomo
“Prosedur pengurusan pelayanan askes cenderung rumit dan berbelit-belit. Hendro (43) seorang pegawai negeri sipil yang isterinya mengidap kanker payudara, oleh dokter diputuskan harus operasi. Namun saat mendaftar di RS Soetomo ditolak dengan alasan tempatnya terbatas dan harus menunggu minggu depan. Minggu berikutnya Hendro datang lagi tapi gagal lagi, hingga satu bulan Hendro belum mendapatkan tempat operasi dan belum bisa menyaksikan istrinya sehat kembali. (Sumber: Kedaulatan Rakyat 5 Juli 1999). K.
Model Manajemen Pelayanan
Interaksi di antara lima faktor tersebut di atas akan membentuk model manajemen pelayanan. Model ini dapat diamati dalam gambar 2.1 yang kami tampilkan di bawah ini. Dalam gambar tersebut manajemen pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan apabila penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan mendapat priorotas utama. Dengan demikian, pengguna jasa diletakan di pusat yang mendapatkan dukungan dari (a) sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa, (b) kultur pelayanan dalam
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 42 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
organisasi penyelenggara pelayanan, dan (c) sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa. Penguatan posisi tawar yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan hubungan antara penyelenggara pelayanan dan pengguna jasa pelayanan ini juga harus diimbangi dengan berfungsinya mekanisme ‘voice’ yangdapat diperankan oleh media, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi, dan ombudsmen atau lembaga banding. Model ini dapat dilihat ilustrasinya dalam gambar 2.1 yang kami sajikan dibawah ini.
Mekanisme Voice Gambar 2.1 *LSM *Organisasi Profesi Model Manajemen Pelayanan
* Media
* Ombudsmen
Kultur Organisasi
Pengguna Jasa Pelayanan
Sistem Pelayanan
SDM Pelayanan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 43 Mekanisme Voice Kapuas Sintang Kalbar * Media
*LSM
*Organisasi Profesi
* Ombudsmen
Filedata:
[email protected]
BAB III PENCIPTAAN BUDAYA PELAYANAN
S
ebagaimana telah dijelaskan dalam model manajemen pelayanan dalam
bab dua, salah satu faktor yang harus ada agar dapat diselenggarakan pelayanan yang berkualitas adalah adanya budaya pelayanan yang
berorientasi kepada kepentingan pelanggan atau pengguna jasa. Oleh kerena, itu dalam bab empat ini akan dibahas tentang penciptaan budaya pelayanan. Sub bab dibawah ini akan dimulai dengan tinjauan konsep dan teori, kemudian dalam sub bab-sub bab selanjutnya akan ditelaah kebijakan yang terkait dengan penciptaan budaya pelayanan di kalangan aparat Pemerintah di Indonesia. A.
Empat Tipe Budaya Organisasi
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 44 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Berdasarkan perhatiannya terhadap orang dan perhatiannya terhadap kinerja, Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughlin, 1996: 760-762) membedakan ada empat macam budaya organisasi, yaitu: 1. Apathetic Culture
Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Di sini penghargaan
diberikan
terutama
berdasarkan
permainan
politik
dan
pemanipulasian orang-orang lain. 2.
Caring Culture
Budaya tipe ini dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan tugas. 3.
Exacting Culture
Ciri utamanya adalah bahwa perhatian terhadap orang sangat rendah, tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Di sini secara ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yang dilakukan juga sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan menjadi sangat rendah. 4.
Integrative Culture
Dalam organisasi yang memiliki budaya integrative, maka perhatian terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja keduanya sangat tinggi. Secara visual, perbedaan di antara ke empat model budaya organisasi tersebut dapat dilihat ilustrasinya dalam gambar dibawah ini. Gambar 3.1 Empat Tipe Budaya Organisasi
Perhatian Terhadap
Caring
Integrative
Apathetic
Exacting
Hubungan Antar Manusia
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 45 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Perhatian Terhadap Kinerja Sumber: Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughin, 1996: 760-762)
B. Budaya Organisasi Publik di Indonesia
Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhtaian yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas, tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini tampak dari ciri-ciri birokrat sebagai berikut: 1.
Lebih
mementingkan
kepentingan
pimpinan
ketimbang
kepentingan klien atau pengguna jasa. 2.
Lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat.
3.
Meminimalkan resiko dengan cara menghindari insiatif.
4.
Menhindari tanggungjawab.
5.
Menolak tantangan.
6.
Tidak suka berkreasi dan beriinovasi dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Budaya caring ini tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi seperti ini disebut kultur kinerja (Ivancevich, Lorenzi, Skinner & Crosby 1997:460) C. Budaya Kinerja Dalam Organisasi Pelayanan
Ivancevich, Lorenzi, Skinner & Crosby (1997:460) mendefinisikan budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya. Pengertian ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan kualitas pelayanan apabila organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe integrative
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 46 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
sebagaimana dimaksudkan oleh Sethia dan Grinow. Dan birokrat-birokrat yang ada dalam organisasi itu tleah mengadopsi semangat kewirausahaan sebagaimana disampaikan oleh Osborne dan Gabler (1993:14). Adapun semangat kewirausahaan yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1993:14) adalah sebagai berikut: 1. Mengarahkan ketimbang mengayuh; 2. Memberi wewenang kepada masyarakat; 3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan; 4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang oleh peraturan; 5. Lebih berorientasi pada hasil bukan input; 6. Berorientasi pada pelanggan bukan birokrasi; 7. Beorientasi wirausaha; 8. Bersifat antisipatif; 9. Menciptakan desentralisasi; 10. Berorientasi pada pasar.
Organisasi yang memiliki tiga ciri tersebut di atas (budaya kinerja, budaya organisasi bertipe integrative dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut organisasi yang memiliki budaya pelayanan. Dengan kata lain budaya pelayanan dalam organisasi terbentuk bila: 1. Organisasi memiliki budaya kerja. 2. Organisasi memiliki budaya organisasi bertipe integrative.
3. Orang-orang dalam organisasi memiliki 10 semangat kewirausahaan. D. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Budaya Pelayanan
Untuk menciptakan atua mengembangkan budaya pelayanan di kalangan pegawai negeri, pemerintah melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan kebijakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 April
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 47 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara dan surat Nomor: 170/M.PAN/6/2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan
Budaya
Kerja
Aparatur
Negara,
merupakan
acuan
untuk
pengembangan budaya kerja di setiap instansi pemerintah. Nilai-nilai dasar budaya kerja menurut Kementerian PAN terdiri dari (Keputusan MENPAN Nomor 25 Tahun 2002): 1. Komitmen dan Konsistensi. 2. Wewenang dan tanggungjawab. 3. Keikhlasan dan kejujuran. 4. Integritas dan profesionalisme. 5. Kreativitas dan kepekaan. 6. Kepemimpinan dan keteladanan. 7. Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja. 8. Ketepatan dan kecepatan. 9. Rasionalitas dan kecerdasan emosi. 10. Keteguhan dan ketegasan. 11. Disiplin dan keteraturan kerja. 12. Keberanian dan kearifan. 13. Dedikasi dan loyalitas. 14. Semangat dan motivasi. 15. Ketekunan dan kesabaran. 16. Keadilan dan keterbukaan. 17. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. E. Nilai-Nilai dasar Budaya Kerja Yang Dikembangkan Oleh BPKP
Adapun nilai-nilai luhur BPKB (2004) adalah sebagai berikut: 1. Profesionalisme, meliputi: a.
Komitmen dan konsistensi (terhadap visi, misi dan tujuan organisasi)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 48 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
b.
Wewenang dan tanggungjawab
c.
Integritas dan profesional
d.
Ketepatan/keakurasian dan kecepatan
e.
Disiplin dan keteraturan kerja
f.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Kerjasama, meliputi: a.
Kepemimpinan dan keteladan
b.
Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja
c.
Keteguhan dan ketegasan
d.
Semangat dan motivasi
3. Keserasian keselarasan dan keseimbangan, meliputi: a.
Keikhlasan dan kejujuran
b.
Kreativitas dan kepekaan/sensitivitas (terhadap lingkungan kerja)
c.
Rasionalitas dan kecerdasan emosi.
d.
Ketekunan dan kesabaran
e.
Keberanian dan kearifan (dalam mengambil keputusan dan menangani
konflik) f.
Dedikasi dan loyalitas
4. Kesejahteraan, meliputi: a. Keadilan dan keterbukaan Penjelasan atas nilai-nilai dasar tersebut menurut BPKP adalah sebagai berikut (Dikutip dari Model Pengembangan Budaya Kerja yang dibuat oleh BPKP sebagaimana dapat dilihat dan diakses dari www.bpkp.go.id): a. Profesionalisme
Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, diperlukan adanya sumber daya manusia yang profesional. Hal ini berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka harus memiliki kapabilitas, berdisiplin pada pelaksanaan tugas, berorientasi pada pencapaian hasil dan memiliki integritas Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 49 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
yang tinggi dalam rangka mengemban visi dan misi organisasi. Kapabilitas merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan BPKP mengingat perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat. Perkembangan yang sangat cepat mustahil akan dapat direspon apabila tidak ditunjang dengan adanya kapabilitas dari para pelaksana aktivitas / program / kebijakan organisasi. Dengan kapabilitas yang tinggi, pegawai akan bekerja dengan orientasi kepada hasil, yang selanjutnya meningkatkan integritas moral dan etika untuk berinteraksi, baik dengan rekan sejawat, bawahan, atasan maupun dengan pihak-pihak luar organisasi. Nilai-nilai dasar yang terkait dengan sikap profesionalisme ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Komitmen dan Konsistensi
Komitmen, artinya keteguhan hati, tekat yang mantap dan janji untuk melekukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakini. Konsistensi, artinya ketetapan, kesesuian, ketaatan dan kemantapan dalam bertindak sesuai dengan visi, misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan atau aturan yang ditetapkan (taat azas). Dengan demikian komitmen dan konsistensi dapat diartikan memengang teguh sepenuh hati dan taat azas dalam melaksanakan tugas, yang telah ditetapkan oleh sekelompok orang atau badan yang terikat dalam satu wadah kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Komitmen dan konsistensi kepda visi dan misi organisasi sangat diperlukan dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan organisasi. Dengan selalu komit dan konsisten kepada visi dan misi akan mendorong organisasi melaksanakan kegiatan-kegiatannya sejalan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 2.
Wewenang dan Tanggung jawab
Wewenang, artinya hak dan kekuasaan untuk melaksanakan sesuatu. Sedangkan tanggung jawab, artinya kesedian menanggung sesuatu, yaitu bila salah wajib memperbaikinya atau berani dituntut atau diperkarakan. Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 50 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Tanggung jawab hendaknya seimbangan dengan kewenangan yang dimiliki. Wewenang diperlukan agar dalam melaksanakan suatu kegiatan mempunyai dasar hukum, sehingga legalitas kegiatan tersebut tidak diragukan / dipertanyakan. Kewenangan yang diberikan harus disertai dengan tanggung jawab apabila ada penyimpangan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut. Kewenangan yang disertai dengan tanggung jawab bertujuan untuk mendorong semangat berakuntabilitas bagi para aparatur negara dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. 3.
Integritas dan Profesional
Integritas adalah kepribadian yang dilandasi unsur kepribadian, keberanian, kebijaksanaan, dan pertanggungjawaban sehingga menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat. Orang yang mempunyai integritas yang baik adalah orang yang tidak diragukan lagi serta selalu konsisten dalam kata dan perbuatan. Profesional adalah orang yang terampil, andal dan sangat bertanggung jawab dalam
menjalankan
profesinya.
Integritas
sangat
diperlukan
untuk
mendorong praktik-praktik yang sehat dalam pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi. Dengan integritas yang tinggi seorang pegawai akan selalu bertindak jujur yang pada akhirnya akan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Aparatur negara yang berintegritas harus didukung profesionalitas dalam bidangnya, dan dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan kwalitas produk yang dihasilkan. 4.
Ketetapan / keakurasian dan Kecepatan
Ketetapatn artinya mengena sasaran, mencapai tujuan, ketelitian, dan bebas kesalahan. Sedangkan kecepatan artinya menggunakan waktu yang lebih pendek. Ketepatan dan kecepatan memberikan kepastian dalam arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan
dan
pemberian
pelayanan
kepada stakeholders
.
Ketepatan/keakurasian sangat diperlukan agar data yang dihasilkan dari suatu Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 51 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
kegiatan dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang diambil dari data yang tidak akurat akan dapat menimbulkan resiko dikemudian hari. Ketepatan/keakurasian dan kecepatan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan waktu dan sumber daya. 5.
Disiplin dan Keteraturan Kerja
Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap yang selalu taat kepada aturan, norma, dan prinsip-prinsip tertentu. Disiplin berarti juga kemampuan untuk mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang sangat menekan sekalipun. Keteraturan lebih menunjukan perilaku yang konsisten mengikuti ketentuan dan prosedur tertentu. Dengan pengertian lain ketentuan kerja yaitu sistem kerja yang tersusun dan terencana secara baik serta sesuai jadual yang ditetapkan. Disiplin dan keteraturan kerja sangat diperlukan agar dalam pelaksanaan setiap kegiatan para pegawai selalu mengikuti ketentuan yang berlaku. Sikap disiplin akan sangat membantu seseorang menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktunya dan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Disiplin dan ketrampilan kerja bertujuan untuk membentuk watak aparatur yang menghargai waktu dan bekerja secara sistematis dan terencana. 6.
Pengusaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan adalah hasil study dan penelitian obyek tertentu baik murni maupun terapan, diolah dengan metode tertentu sehingga bermanfaat bagi kehidupan individu, instansi dan masyarakat luas. Teknologi adalah cara atau cara metode kerja untuk menghasilkan suatu produk barang/ jasa tertentu yang dibutuhkan oleh suatu instansi dan masyarakat. Pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan karena akan mempermudah pegawai dalam melakukan tugasnya. Peralatan yang menggunakan teknologi tinggi akan terasa tidak berguna apabila tidak tahu cara mengoprasikannya. Dengan demikian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan agar Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 52 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
pegawi
dapat
memanfaatkan
peralatan
berteknologi
canggih
untuk
memudahkan pelaksanaan tugasnya. b. Kerjasama
Komitmen di antara para anggota organisasi sangat diperlukan untuk saling mendukung satu sama lain dalam rangka mewujudkan visi dan misi organisasi. Ini berarti setiap anggota organisasi harus menghindari ego sektoral dan mementingkan bagian organisasi sendiri, yang mengorbankan tujuan organisasi secara keseluruhan. Nilai-nilai dasar budaya kerja yang berkaitan erat dengan nilai luhur ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Kepemimpinan dan keteladanan
Kepemimpinan (leadership) berarti kesadaran diri sebagai seorang pemimpin yang
ditunjukan
melalui
kemampuannya
untuk
mempengaruhi
dan
menjadikan dirinya sebagai teladan, serta mampu memotivasi orang lain terutama bawahannya agar tergerak mencapai sasaran yang lebih tinggi berdasarkan nilai-nilai moral yaitu integritas, komitmen, konsistensi, profesional dan kemampuan komunikasi. Kepemimpinan merupakan seni mengemudi
dan
mengendalikan
organisasi,
secara
cerdik,
pandai,
berpengalaman, peka, proaktif, selalu dekat dengan yang dipimpin, visioner dan dapat berperan sebagai juru bicara, pelatih, sumber perubahan dan pembaharuan.
Sikap
kepemimpinan
sangat
diperlukan
untuk
dapat
mengerakan dan memotivasi bawahan untuk melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Kepemimpinan
dan
keteladanan
bertujuan
untuk
memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencontoh sikap dan perilaku pimpinan yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang tinggi. 2.
Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja
Kebersaman adalah suatu sikap dan perilaku sekelompok individu yang secara bersama-sama pada suatu ruang atau waktu yang sama menunjukan tingkah laku secara spontan. Dinamika kelompok adalah sikap dan perilaku Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 53 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
suatu kelompok yang teratur yang anggotanya mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Dengan demikian dinamika kelompok merupakan cara kerja kelompok yang dinamis, kreatif, dan sinerji dalam melayani dan atau mencapai sasaran kerja secara menyeluruh. Kebersamaan yang diikuti oleh dinamika kelompok akan mendorong timbulnya inisiatif dari anggota kelompok untuk melakukan hal-hal yang diperlukan tanpa selalu harus menunggu perintah dari atasan. 3.
Keteguhan dan Ketegasan
Keteguhan artinya kuat dalam berpegang pada aturan, nilai moral, prinsip prinsip manajemen dan lain-lain. Sedangkan ketegasan artinya sifat, watak, dan
tindakan
yang
jelas
dan
tidak
ragu-ragu.
Keteguhan
dalam
mempertahankan prinsip dan kebenaran akan menghindarkan seseorang dari melakukan perbuatan tercela. Dengan sikap yang teguh akan membentengi seseorang dari godaan untuk melakukan penyimpangan. Sikap tegas diperlukan untuk mendukung tegaknya aturan yang telah ditetapkan. 4.
Semangat dan Motivasi
Semangat adalah daya atau energi yang mendorong perilaku sampai pada tingkatnya yang tertinggi. Motivasi lebih menunjukan pada tujuan dari perilaku yang dasarnya adalah kebutuhan dari perilaku yang bersangkutan. Orang harus mulai dengan pemenuhan kebutuhan yang paling dasar, yaitu kebutuhan fisik biologis termasuk rasa aman, sebelum meningkatkan kejenjang yang lebih tinggi yaitu rasa memiliki dan harga diri, dan yang tertinggi aktualisasi diri. Semangat seseorang dalam melakukan suatu kegiatan akan dipengaruhi oleh motivasinya. Motivasi yang jelas akan mendorong timbulnya semangat untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. c. Keserasian, Keselarasan dan Keseimbangan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 54 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Keserasian, keselarasan dan keseimbangan (3k) merupakan hal-hal yang sangat penting bagi organisasi untuk menciptakan adanya harmonisasi dalam pelaksanaan tugas-tugas . Dengan demikian semua bagian organisasi akan bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing dengan tetap memperhatikan pencapaian hasil akhir bagi organisasi secara keseluruhan. Nilai-nilai dasar budaya kerja yang berkaitan erat dengan nilai luhur ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Keikhlasan dan Kejujuran
Ikhlas dalam norma etika dan agama dapat diartikan rela sepenuh hati, datang dari lubuk hati, tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa atas suatu perbuatan, Khususnya berdampak positif pada oarang lain, dan semata-mata karena menjalankan tugas/amanah demi Yang Maha Kuasa. Kejujuran adalah komponen rohani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji. Jujur adalah orang yang benar dalam setiap kata, perbuatan dan keadan batinya. Kejujuran berarti juga keberanian untuk mengatasi dirinya sendiri, berani menolak dan
bertindak melawan
segala kebatilan yang bertentangan dengan suara hati/kalbunya. Keikhlasan sangat diperlukan dalam melaksanakan setiap tugas karena dengan hati yang ikhlas pekerjaan yang berat akan terasa ringan dan setiap pelaksanaan tugas akan dianggap sebagai ibadah bukan sebagai beban. 2.
Kreatifitas dan Kepekaan/Sensitivitas
Kreativitas adalah ide-ide baru secara spontan muncul dari seseorang karena suatu hal yang dianggap penting atau mendesak dalam kehidupan dan pekerjaannya. Sedangkan sensitivitas / kepekaan adalah tanggapan / respons seseorang atau organisasi dalam menghadapi suatu peristiwa yang mungkin menguntungkan, merugikan atau membahayakan . Sikap kreatif sangat diperlukan dalam melaksanakan setiap tugas karena dapat melahirkan halhal baru yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dengan mengembangkan sikap Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 55 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
kreatif seseorang akan dapat mengantisipasi hal-hal yang perlu dilakukan tanpa harus menunggu komando dari atasannya. 3.
Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi
Rasionalitas artinya berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematis, banyak terkait dengan posisi ilmiah atau kemampuan intelektual. Kecerdasan memandang sesuatu dari aspek akal (rasio) yang menentukan nilai benar atau salah. Fungsi rasio terletak pada otak kiri, kemampuan logika, metamatis, sistematik, sebab-akibat, eksak ( Intellectual Quotient/IQ). Kecerdasan emosi memandang sesuatu dari aspek perasaan (emosi), mata hati ( Emotional Quotient/IQ), terletak pada otak sisi kanan, bersifat spontan, kreatif, inovatif, holistik, integratif, ruang, komunikasi kooperatif, silih asih-asah-asuh. Dengan memiliki kecerdasan emosi seseorang dapat mengendalikan diri dalam mengekspresikan perasaannya. 4.
Ketekunan dan Kesabaran
Ketekunan artinya teliti, rajin mendalami suatu pekerjaan / tugas yang secara konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan komitmen yang disepakati. Kesabaran artinya tidak emosional, tidak tergesa-gesa, asalkan tercapai tujuannya tanpa mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam sikap kesabaran tersebut, termuat suasana hati yang kuat dalam mengahadapi tekanan. Tekanan yang dimaksud dapat berupa target pekerjaan atau godaan internal (korupsi, penyalah gunaan jabatan) dan ekternal (suap, kolusi dan nepotisme). Sikap sabar sangat diperlukan karena akan memperkecil peluang terjadinya kesalahan akibat terburu-buru dalam melaksanakan tugas. 5.
Keberanian
dan
Kearifan
(dalam
mengambil
keputusan
dan
menangani konflik) Keberanian diartikan sebagai berani menanggung resiko dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu. Dalam hal ini peran EQ sangat besar dibandingkan dengan IQ. Kearifan merupakan landasan membentuk Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 56 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
nilai-nilai yang bersumber dari otak sebelah kanan yang penuh nilai baik dan buruk sehingga orang dapat memilih nilai-nilai yang paling cocok dalam manajemen untuk memecahkan berbagai masalah dan menghadapi tantangan baru dengan mengambil tindakan yang diperlukan. Sikap arif sangat diperlukan dalam menangani konflik yang timbul agar tidak timbul persepsi dari salah satu pihak yang berkaitan bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam penyelesaian masalah yang ada. 6.
Dedikasi dan Loyalitas
Dedikasi dan loyalitas adalah sifat rela berkorban dan jiwa pengabdian terhadap instansi, bangsa, negara, dan taat serta setia dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dedikasi dan loyalitas terhadap tugas sangat diperlukan karena akan mendorong totalitas seseorang dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan dedikasi dan loyalitas yang tinggi akan timbul semangat untuk mengabdi bagi kepentingan yang lebih besar. d.
Kesejahteraan
Profesionalisme dan kerjasama tidak akan mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan (3K) tanpa diikuti dengan suatu konsep pemahaman terhadap merit sistem yaitu memperhatikan hak dan kewajiban anggota organisasi. Oleh karena itu, kesejahteraan merupakan suatu hal yang penting dalam rangka menunjukan keberhasilan mewujudkan visi dan misi organisasi. Kesejahteraan tidak hanya dalam bentuk finansial, namun juga lingkungan kerja yang baik, sarana dan prasarana kerja yang memadai serta sistem penjejangan karir yang jelas. Dengan memperhatikan aspek kesejahteraan ini, maka anggota organisasi dapat menyumbangkan secara penuh pengetahuan dan keahliannya kepada organisasi. Nilai-nilai dasar budaya kerja yang berkaitan erat dengan nilai luhur ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Keadilan dan Keterbukaan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 57 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Keadilan adalah sikap dan tindakan seorang aparatur negara yang memperlakukan
orang
lain
sesuai
dengan
fungsi,
peran
dan
tanggungjawabnya, dan memperhatikan hak dan kewajiban masyarakat. Sedangkan keterbukaan adalah sikap seseorang yang selalu mengemukakan pendapatnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Di samping itu bersedia menerima pendapat orang lain baik yang kedudukannya lebih tinggi, setara, atau yang lebih rendah. Bersikap adil dalam segala urusan sangat diperlukan demi terbangunya suasana kondusif dalam suatu organisasi. Dengan keadilan akan timbul perasaan anggota
puas dari anggota organisasi karena diperlakukan sama sengan organisasi
lainnya.
Keterbukaan
sangat
diperlukan
untuk
menimbulkan perasaan bahwa seseorang itu mempunyai peran yang berarti dalam suatu organisasi. Keterbukaan sikap akan mendorong seseorang untuk berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Keadilan dan keterbukaan juga sangat diperlukan dalam hal-hal yang menyangkut kesejahteraan pegawai, seperti adanya pola karir yang jelas, distribusi penugasan yang merata dan sebagainya. Sumber: Dikutip dari B PKP (2004). BAB IV MEMENEJ BIROKRAT YANG BERORIENTASI PELAYANAN
A.
Pengantar
S
ebagaimana telah dijelaskan dalam model pelayanan di akhir bab dua,
pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan apabila terdapat (a) sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat,
khususnya pengguna jasa, (b) Kultur pelayanan dalam organisasi penyelenggaraan pelayanan, dan (c) Sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 58 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
pengguna jasa. Dalam bab tiga sudah dibahas tentang sistem pelayanan, dan dalam bab empat sudah dibahas tentang pengembangan kultur pelayanan. Oleh karena itu, dalam bab lima ini akan dijelaskan tentang manajemen SDM yang berorientaso kepada kepentingan pelanggan atau pengguna jasa. Dalam literatur teori manajemen ada dua perspektif atau dua pendekatan untuk memenej organisasi. Pendekatan yang lebih tua dikenal sebagai pendekatan yang berciri top-down, pyramidal, hirarkhial, mekanistik, dan birokratik, atau lebih dikenal sebagai pendekatan orientasi kontrol. Sedangkan pendekatan yang kedua sering disebut pendekatan komitmen atau pendekatan yang berorientasi pelibatan (involvement). Dalam kaitanya degan manajemen pelayanan, khususnya pengelolaan petugas pelayanan yang berorientasi klien, pendekatan kontrol ini disebut juga ’ production line approach to service’. Sedangkan pendekatan yang berorientasi involvement, dalam teori menejemen pelayanan disebut sebagai ’employee empowerment approach to service’. Lebih jauh tentang kedua pendekatan tersebut akan diuraikan disub bab berikut ini.
B. Pendekatan Yang Berorientasi Kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hirarkhial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas. Versi aslinya adalah model organisasi birokrasi yang diperkenalkan oleh Weber (sebagaimana dikutif oleh Robbins, Bergman dan Stagg: 1997:45) dan berciri: a. Pegawai adalah orang yang sangat mampu ini di bidangnya, digaji dan hanya
bekerja sebagai pegawai negeri b. Hirarkhi atas bawah sangat jelas c. Aturan tentang kompetensi dan spesialisasi tegas
d. Kedinasan dan pribadi dipisahkan e. Aturan ditaati dengan kaku Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 59 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
f. Kegiatan administrasi serba tertulis dan terdokumentasi Model ini juga sangat dipengaruhi oleh ide-ide pemikiran scientific management yang dikemukakan oleh Taylor (sebagaimana dikutip oleh Robbins, Bergman dan Stagg; 1997:40), dan berciri: a. Standardisasi b. Spesialisasi c. Simplifikasi Dalam model kontrol ini, pekerja atau birokrat mendapat perintah yang sangat rinci, sedangkan yang harus berpikir, menkoordinasi dan mengawasi adalah top manajer. Levitt, menyatakan bahwa manajemen bertugas untuk mendesain sistem, kemudian karyawan atau bawahan atau birokrat menjalankan sistem tersebut dengan tanpa pikir. Menurut Levitt (sebagaimana dikutup oleh Bowen dan Edward E. Lawler III dalam Glynn & Barnes, 1995: 273), pelayanan akan berjalan efisien apabila: a. Diadakan simplikasi pekerjaan/tugas b. Dirumuskan pembagian pekerjaan yang jelas c. Sebanyak mungkin peran pekerja digantikan dengan peralatan d. Pekerjaan sedikit mungkin diberi sedikit kesempatan untuk mengambil keputusan Contoh yang sangat tepat organisasi yang sukses mengaplikasikan pendekatan ini adalah McDonald. Di sini semua pekerjaan distadarisasikan dengan peralatan-peralatan dan prosedur yang standar, sehingga pekerjaan baru bisa dilatih dengan cepat dan bisa segara siap kerja. C. Pendekatan Yang Berorientasi Involvement
Perbedaan pokok pendekatan ini dengan pendekatan sebelumnya adalah dalam pendekatan yang berorientasi involvement ini,dipergunakan asumsi bahwa birokrat
memiliki kemampuan
untuk
berpikir,
melakukan
koordinasi dan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 60 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
pengawasan sebagaiman yang dapat dilakukan oleh manajer. Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya self-control dan self-management. Pemikiran awalnya sangat dipengaruhi oleh konsep-konsep yang diperkenalakan oleh McGregor, Likert dan Argyris. Ini adalah teori-teori motivasi, McGregor misalnya memperkenalkan teori-teori motivasi X dan Y. Konsep-konsep yang diperkenalkan oleh Hackman dan Lawler, seperti misalnya konsep pengkayaan pekerjaan dan otonomi pekerjaan juga memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan pendekatan yang berorientasi involvement ini. Dalam pendekatan yang berorientasi involvement ini para pekerja diminta dan diberi wewenang untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan efektif. Para pekerja atau birokrta juga sering diminta saran dalam kaitannya dengan pengembangan produk atau jasa layanan yang baru. Model ini diterapkan dengan sangat berhasil di organisasi American Express yang bergerak dibidang perbangkan dan dikenal sebagai organisasi yang sangat menghargai pelanggan. Berbeda dengan McDonald, di American Express hampir tidak ada standarisasi tugas, karena tugastugas memang spesifik dan sejauh mungkin mengikuti keinginan pelanggan.
D. Pemberdayaan Karyawan: Suatu Pendekatan Kontigensi
Di antara kedua pendekatan tersebut diatas, yang manakah yang lebih baik? Untuk menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu harus diketahui kelemahan dan kelebihan masing-masing pendekatan . Apabila dilakukan pendekatan yang berorientasi involvement, maka keuntungan-keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut (Bowen dan Edward E. Lawler III dalam Glynn & Barnes, 1995: 278-283): 1. Kebutuhan pelanggan/ klien dapat direspons dengan cepat 2. Para pekerja atau birokrat akan lebih merasa percaya diri
3. Para pekerja atau birokrat akan berinteraksi dengan konsumen secara lebih antusias dan hangat Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 61 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
4. Ide-ide inovatif tentang pelayanan yang lebih baik akan muncul 5.
Ini juga merupakan salah satu media promosi gethok tular yang sangat
efektif, karena pelanggan yang puas akan menceritakannya kepada orang lain 6. Survey menunjukan bahwa pendekatan ini berhasil menaikan produktivitas dan efetivitas organisasi. Di sisi lain, kerugian atau ongkos yang harus dibayar dengan diterapkannya pendekatan yang berorientasi involvement adalah sebagai berikut (Glynn & Barnes, 1995:278-283): a. Dibutuhkan dana yang besar khususnya untuk melakukan seleksi dan pelatihan pegawai b. Dibutuhkan upah/gaji yang lebih tinggi bagi para karyawan c. Dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelenggarakan suatu pelayanan d. Ada kemungkinan karyawan/ birokrat mengambil keputusan yang tidak tepat Kedua pendekatan tersebut diatas merupakan suatu kontinum, artinya pendekatan yang satu merupakan kebalikan atau mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan pendekatan lainnya. Dengan demikian, kelebihan pada pendekatan
yang satu adalah merupakan kekurangan atau kelemahan bagi
pendekatan yang lainnya, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu harus diatur atau dicari suatu titik keseimbangan di antara kedua kontinum (control dan involvement) tersebut. Dengan kata lain harus dicari kapan saatnya harus menggunakan
pendekatan
berorientasi
kontrol
dan
kapan
saatnya
harus
menerapakan pendekatan berorientasi involvement. Ini disebut sebagai pendekatan kontigensi terhadap pemberdayaan karyawan. Pendekatan Kontingensi ini dapat dilihat visualisasinya dalam tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Pendekatan Kontingensi Dalam Memenej Karyawan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 62 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Kontingensi
Pendekatan yang Berorientasi Kontrol
Pendekatan Yang Berorientasi Involvement
Strategi bisnis utama Ikatan dengan klien Teknologi Lingkungan bisnis
Rendah harga, tinggi volume Transaksi, jangka pendek Rutin, sederhana Dapat diramalkan, hampir tidak ada kejutan Manejer tipe X, pekerja yang kebutuhan pertumbuhannya rendah, rendah kebutuhan sosial dan kemampuan interpersonal rendah
Diferensiasi, Personal Hubungan, jangka panjang Tidak rutin, kompleks Tidak menentu, banyak kejutan. Jenis orang yang Manajer tipe Y, pekerja terlibat dengan kebutuhan pertumbuhan dan kebutuhan sosial tinggi serta kemampuan interpersonal tinggi Sumber: Bowen & Lawler (dalam Glynn & Barnes, 1995:287) Dalam termonologi Walton, pendekatan dalam memenej pegawai ini disebut sebagai model manajemen. Walton sebagaimana dikuti oleh Carnall (1999) menyebut pendekatan yang berorientasi kontrol sebagai manajemen kontrol, dan pendekatan
yang
berorientasi
involvement
sebagai
menejemen
komitmen.
Selanjutnya Walton sebagaiman dikutip oleh Carnall (1999) juga mengatakan untuk mengubah model manajemen kontrol menjadi model manajemen komitmen harus dilakukan melalui model manajemen transisional. Perbedaan ini antara tiga model manajemen ini didasarkan atas beberapa hal sebagai berikut (Carnall, 1999;41-43): a. Prinsip dalam mendesain pekerjaan b. Harapan atas kinerja c. Organisasi dan manajemen : struktur,sistem, dan gaya d. Sistem insentif e. Pandangan terhadap pekerja f. Keterbukaan informasi g. Hubungan manajemen – pekerja h.
Filosofi manajemen yang dipergunakan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 63 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Adapun ciri-ciri model manajemen kontrol, model manajemen komitmen dan model manajemen transisional secara lebih detail dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini (Carnall,1999:41-43): Tabel 4.2 Perbandingan karakteristik tiga Model Manajemen Karakteristik
Prinsip dalam mendesain pekerjaan
Harapan atas kinerja
Model Kontrol
Model Manajemen Model Transisional
Model Komitmen
Perhatian individu terbatas hanya pada pekerjaan individu
Ruang lingkup Responsibilitas individu responsibilitas individu diperluas untuk diperluas untuk meningkatkan kinerja meningkatkan kinerja organisasi organisasi dengan cara pemecahan masalah yang partisipatoris
Desain pekerjaan mereduksi ketrampilan dan kemampuan berpikir pegawai
Tidak perubahan mendesain pekerjaan mendesain akuntabilitas
Akuntabilitas didasarkan pada pekerjaan individual yang dirumuskan secara baku Pengukuran standard didefinisikan sebagai kinerja minimal yang harus dicapai
Akuntabilitas difokuskan pada pekerjaan tim yang dirumuskan secara luwes sesuai dengan tuntutan situasi Penekanan diberikan pada pencapaian tujuan yang lebih tinggi yang bersifat dinamisdan berorientasi pada tuntutan penyesuaian atas perubahan lingkungan Pada prinsipnya Struktur organisasi tidak ada perubahan datar dengan sistem
Organisasi dan Struktur Metode:Struktur, cenderung
ada Desain pekerjaan dalam meningkatkan ketrampilan dan dankemampuan berpikir pegawai
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 64 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
sistem dan gaya
Sistem insentif
berlapis-lapis atas struktur kontrol pengaruh yang dengan kontrol dan otoritas bersifat mutual yang bersifat topdown Koordinasi dan Koordinasi dan kontrol dilakukan kontrol dilakukan atas dasar atas dasar nilaiperaturan dan nilai, tradisi dan prosedur tujuan milik bersama Manajemen Manajemen menekankan menekankan pentingnya hak pentingnya prerogatif dan pemecahan otoritas masalah, informasi berdasarkan yang relevan dan jabatan keahlian Simbol status Mulai dilakukan Simbol-simbol dipergunakan perubahan, status untuk misalnya dengan diminimalisasi memperkuat mengembangkan untuk hirarki partisipasi memperpendek hirarki Jika memang Biasanya tidak ada Insentif didasarkan dimungkinkan perubahan dalam atas kinerja demi diusahakan untuk konsep insentif untuk mengembangkan mengembangkan sistem insentif kebersamaan dan yang bersifat pencapaian individual kelompok (bagian keuntungan) Sistem insentif Sistem insentif disesuaikan bersifat individual dengan evaluasi sesuai dengan atas pekerjaan keahlian dan kinerja Jika terjadi Pengurangan Pengurangan penurunan profit dilakukan secara dilakukan secara pengurangan adil dengan adil dengan insentif didasarkan atas didasarkan atas didasarkan atas kontribusi diantara komitmen dan sistem pengajian kelompok pencapaian hasil
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 65 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Pandangan Pekerja atau terhadap pekerja pegawai dianggap sebagai biaya dalam proses produksi
Keterbukaan informasi
kelompok pegawai Di sini sangat ditekankan pentingnya partisipasi
Informasi yang Ada perluasan diberikan kepada informasi yang pegawai sangat diberikan tapi dibatasi belum untuk semua pegawai
Di sini ada komitmen yang sangat tinggi terhadap pekerja. Ada proritas untuk mengembangkan pegawai Informasi yang diberikan kepada semua pegawai dengan harapan akan tercipta partisipasi yang luas dalam segala hal Informasi bisnis atau dinas disebarkan secara luas kepada semua pegawai
Informasi bisnis Informasi bisnis atau dinas yang atau dinas mulai diberikan terbatas disebarkan secara kepada pegawai terbatas yang dianggap benar-benar memerlukannya Hubungan Hubungan Hubungan Hubungan manajemen manajemen manajemen pekerja manajemen pekerja pekerja pekerja didasarkan atas didasarkan atas didasarkan atas tujuan-tujuan kepentingan mutual dasar konflik bersama dan untuk diantara keduanya. kepentingan kepentingan Mereka dapat perubahan program membuat kerja perencanaan bersama dan mengembangkan peran mereka secara bersama-sama Filosofi Filosofi Ada tim ad hoc Filosofi manajemen manajemen yang manajemen untuk menetukan ditekankan pada dipergunakan ditekankan pada segala proritas pentingnya pentingnya kewajiban tehadap kewajiban semata stakeholders terhadap pemegang saham Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 66 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Sumber:Carnall, (1999:41-43). E. Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri di Indonesia diatur dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian. Dalam BabI, ayat 1, butir 8, dituliskan bahwa fungsi manajemen pegawai negeri sipil mencakup delapan hal yaitu: 1. Perencanaan 2. Pengadaan 3. Pengembangan kualitas 4. Penempatan 5. Promosi 6. Penggajian 7. Kesejahteraan 8. Pemberhentian Adapun uraian yang lebih terperinci tentang delapan fungsi tersebut adalah sebagai berikut: a. Perencanaan Dalam kaitanya dengan fungsi perencanaan, dalam pasal 15 Undang Undang nomor 43/1999 disebut bahwa jumlah dan susunan pangkat pegawai negeri sipil yang diperlukan dan ditetapkan dalam formasi. Formasi ini ditetapkan untuk
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 67 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. b.
Pengadaan Fungsi pengadaan diatur dalam pasal 16, pasal 16 A, pasal 17, pasal 25. Pada prinsipnya wewenang pengadaan pegawai negeri sipil berada di tanggan prisiden; karena sesuai dengan kententuan pasal 25, Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden. Dalam oprasionalisasinya, Presiden dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 25 ayat 2). Akan tetapi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Sekretaris Jenderal Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Sekretaris Jenderal Departemen, Direktorat Jenderal, Inspektur Jenderal. Dan jabatan setingkat, ditetapkan oleh Presiden (Pasal 25 ayat 3). Ketentuan-ketentuan yang lebih terperinci tentang pengadaan pegawai negeri sipil adalah sebagai berikut: 1.
Setiap
warga
negara
Republik
Indonesia
mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan )Pasal 16 ayat 2)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 68 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
2.
Untuk mempelancar pelaksanaan tugas umumpemerintah dan
pembagunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan Nasional (Pasal 16 A ayat 1) 3.
Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi
Pegawai Negeri Sipil tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (Pasal 16 A ayat 2) 4.
Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan tertentu (Pasal
17 ayat 1) 5.
dilaksanakan
Pengangkatan berdasarkan
Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan prinsip
profesionalisme
sesuai
dengan
kompentensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan (Pasal 17 ayat 2) 6.
Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal (Pasal 17 ayat 3) 7.
Setiap calon Pegawai Negeri Sipil pada saat pengkatannya
menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengucapkan sumpah / janji (Pasal 26 ayat 1) 8.
Susunan kata-kata sumpah / janji adalah sebagai berikut
(Pasal 26 ayat 2):
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 69 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Demi allah, saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah; Bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; Bahwa saya, memengang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.” c. Pengembangan Kualitas Terkait dengan pengembangan kualitas pegawai negeri sipil, dalam pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 70 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
pengabdian, mutu, keahlian kemampuan dan ketrampilan. Pelaksanaan ketentuan pengembangan kualitas tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, diatur beberapa hal sebagai berikut: Diklat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (a) diklat prajabatan dan (b) diklat dalam jabatan. Diklat prajabatan adalah merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi PNS. Diklat prajabatan ini terdiri dari: 1.
Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I
2.
Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II
3.
Diklat prajabatan golongan III untuk menjadi PNS golongan III CPNS wajib diikutkan dalam diklat prajabatan selambat-lambatnya dua
tahun pengangkatan sebagai CPNS, dan CPNS wajib ikut dan lulus diklat ini untuk dapat diangkat sebagai PNS. Sedangkan diklat dalam jabatan dibedakan menjadi: a. Diklat kepemimpinan b. Diklat fungsional c. Diklat teknis Diklat kepemimpinan (Diklatpim)
dimaksudkan
untuk
mencapai
persyaratan kompentensi kepemimpinan aparatur pemerintah sesuai dengan jenjang. Diklatpim terdiri dari beberapa tingkat sebagai berikut:
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 71 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
a. Diklatpim tinkat IV untuk jabatan struktural eselon IV b. Diklatpim tinkat III untuk jabatan struktural eselon III c. Diklatpim tinkat II untuk jabatan struktural eselon II d. Diklatpim tinkat I untuk jabatan struktural eselon I
Sedangkan diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang diklat fungsioanal ini ditentukan oleh instansi yang membina jabatan fungsional yang bersangkutan. Sementara itu diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompentensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Diklat ini dilaksanakan secara berjenjang yang jenis dan jenjangnya diatur oleh instansi yang bersangkutan. d. Penempatan Fungsi penempatan pegawai negeri sipil hanya diatur secara singkat dalam satu pasal sebagai berikut: ”Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan / atau wilayah kerja” (Pasal 22). e. Promosi
Dalam kaitannya dengan promosi pegawai negeri sipil, diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk lebih menjamin obyektivitas dalam pertimbangkan pengankatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestsi kerja (Pasal 20)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 72 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
2. Untuk
kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka
pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan / atau wilayah kerja (Pasal 22) Ketentuan Undang undang ini kemudian dioperasionalisasikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil. Dalam lampiran PP 99 / 2000 disebutkan bahwa nama dan susunan pangkat serta golongan ruang PNS adalah sebagaimana dapat disimakdalam tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Nama dan Susunan Pangkat Serta Golongan Ruang PNS No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Pangkat Juru Muda Juru Muda Tingkat I Juru Juru Tingkat I Pengatur Muda Pengatur Muda tingkat I Pengatur Pengatur Tingkat I Penata Muda Penata Muda Tingkat I Penata Penata Tingkat I Pembina Pembina Tingkat I Pembina Utama Muda Pembina Utama Madya Pembina Utama
Golongan I I I I II II II II III III III III IV IV IV IV IV
Ruang A B C D A B C D A B C D A B C D E
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 73 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Dalam PP 99 / 2000 dinyatakan bahwa kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat reguler diberikan kepada pegawai negeri sipil yang: 1. Tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsioanal tertentu 2. Melaksanakan tugas belajar sebelumnya tidak menduduki jabatan struktural
dan jabatan fungsioanal tertentu, dan 3. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi induk dan tidak
menduduki jabatan fungsional tertentu Kenaikan pangkat reguler ini diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan langsungnya. Kenaikan pangkat reguler ini dapat dilakukan dengan syarat: 1. Sekurang-kurangnya telah empat tahun dalam pangkat terakhir 2. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir. Sedangkan kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada pegawai negeri sipil yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu. 2. Menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan keputusan presiden . 3. Menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya. 4. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 74 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
5. Diangkat menjadi pejabat negara. 6. Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah. 7. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural
atau jabatan fungsional . 8. Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar. 9. Diperkerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan atau jabatan fungsional tertentu. Dalam PP 99 / 2000 juga diatur tentang kenaikan pangkat anumerta, yaitu kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi yang diberikan kepada pegawai negeri yang dinyatakan tewas. Keputusan kenaikan pangkat anumerta ini diberikan sebelum PNS yang tewas tersebut dimakamkan. Jenis kenaikan pangkat yang lainya adalah kenaikan pangkat pengabdian yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dan memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Memiliki masa bekerja sebagai PNS selama 30 Tahun atau lebih secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah satu bulan dalam pangkat terakhir, atau 2.
Memiliki masa bekerja sebagai PNS selama 25 tahun atau lebih tetapi kurang dari 30 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah satu tahun dalam pangkat terakhir, atau
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 75 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
3. Memiliki masa bekerja sebagai PNS selama 20 tahun atau lebih tetapi kurang dari 25 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah dua tahun dalam pangkat terakhir, atau 4. Memiliki masa bekerja sebagai PNS selama 10 tahun atau lebih tetapi kurang dari 20 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah empat tahun dalam pangkat terakhir, atau 5. Setiap unsur penilaian prestasi sekurang-kurangnya bernilai baik dalam satu
tahun terakhir, dan 6. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat Kenaikan pangkat pengabdian diberikan satu bulan sebelum pegawai negeri sipil yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun, penetapan kenaikan pangkat diberikan sekaligus dalam kepeutusan pemberhentian dengan hak pensiun PNS tersebut. Kenaikan pangkat pengabdian juga dapat diberikan kepada PNS yang oleh tim penguji kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan negeri. Kenaikan pangkat pengabdian
seperti ini berlaku mulai tanggal yang bersangkutan
dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri. f. Penggajian Fungsi penggajian pegawai negeri sipil diatur dalam pasal 7, yang menyatakan bahwa:
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 76 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected] •
Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya (Pasal 7 ayat 1).
•
Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya (Pasal 7 ayat 2).
•
Gaji Pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 7 ayat 3). Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21/2001 dinyatakan
bahwa gaji pokok PNS dibagi atas empat golongan I, II, III, IV. Pada masingmasing golongan terdapat kolom masa kerja golongan, sedang huruf a, b, c, dan d memacu pada penentuan golongan / pangkat. Misal golongan III/a, III/b, III/c, III/d, IV/a, IV/b dan seterusnya sampai golongan IV/d. Dengan demikian, cara membaca besarnya gaji pokok ialah dengan melihat golongan apa, kemudian dilihat lamanya kerja. Misalnya golongan I/a dengan masa kerja 1 tahun besar gaji yang diterimanya Rp. 500.000,-; untuk masa kerja 2 tahun sebesar Rp. 512.500,-; Golongan III/b untuk masa kerja selama 10 tahun sebesar Rp. 819.900,-; untuk masa kerja 32 tahun sebesar Rp. 1.170.200,- dan seterusnya. Dalam PP no. 21 Tahun 2001 diatur, rentang gaji PNS mulai dari Rp. 500.000,- ditempati golongan I/a sampai nilai tertinggi Rp. 1.500.000,- ditempati golongan IV/e untuk masa kerja selama 32-33 tahun. Besarnya gaji pokok tersebut naik menurut tinggi rendahnya golongan/ pangkat dan waktu lamanya bekerja. Sehingga, jika berbicara mengenai kompensasi yang diterima PNS tidak Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 77 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
bisa dilepas dari kepangkatan (kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang PNS berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Dalam PP 21 / 2001 juga diatur beberapa hal yakni: pertama, kepada seseorang yang diangkat menjadi calon PNS diberikan gaji sebesar 80% dari gaji pokok PNS. Kedua, calon PNS yang memiliki pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok maka bisa mendapat gaji pokok sebesar sesuai dengan masa kerja golongan, atau setinggi-tingginya gaji pokok dalam ruang golongan yang bersangkutan setelah dikurangi dengan 2 kali kenaikan gaji berkala terakhir. Ketiga, bagi seseorang yang langsung diangkat menjadi PNS, apabila mempunyai pengalaman kerja yang dapat diperhitungkan untuk menetapkan gaji pokok, akan diberikan gaji pokok sebesar pengalaman kerja yang tekah ditetapkan sebagai contoh dari PTT yang apabila dalam rekrutmen PNS diterima sebagai CPNS maka masa PTT sudah diperhitungkan sebagai masa kerja. Masa kerja golongan . Keempat, Bagi PNS yang diangkat dalam satu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan dalam golongan yang menuntut golongan ruang menurut pangkat lama. Kelima,
Bagi PNS yang diturunkan, misal dengan alasan terkena hukuman
disiplin karena suatu pelanggaran tertentu, akan diberikan gaji pokok berdasarkan pangkat baru yang sesuai dengan gaji pokok dan masa kerja
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 78 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
golongan dan masa kerja dalam golongan ruang menurut pangkatnya yang lama. Keenam, Besarnya gaji pokok ditentukan oleh jabatan fungsional dan jabatan struktural. Jabatan fungsoinal adalah jabatn yang tidak tertera dalam struktur organisasai. Sedang jabatan struktural adalah jabatan yang secara nyata tertera dalam struktur organisasai untuk kesatuan organisasi negara, misalnya jabatan kepala dinas, kepala biro, deputi dan sebagainya. g. Kesejahteraan Fungsi kesejahteraan pegawai negeri sipil diatur dalam pasal 32, sebagai berikut: 1. Untuk
meningkatkan
kegairahan
bekerja,
diselenggarakan
usaha
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (Pasal 32 ayat 1). 2. Usaha kesejahteraan tersebut, meliputi program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri Pegawai Negeri Sipil (Pasal 32 ayat 2). 3. Untuk menyelenggarakan usaha kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ketentuaan tersebut diatas, Pegawai Negeri Sipil wajib membayar iuran setiap bulan dari penghasilannya (Pasal 32 ayat 3). 4. Untuk menyelenggarakan program pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, Pemerintah menanggung subsidi dan iuran (Pasal 32 ayat 4) 5. Besarnya subsidi dan iuran ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal32
ayat 5)
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 79 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
6. Pegawai
Negeri
Sipil
yang
meninggal
dunia,
keluarganya
berhak
memperoleh bantuan (Pasal 32 ayat 6). h. Pemberhentian Fungsi yang terakhir adalah pemberhentian. Didalam UndangUndang Nomor 43 / 1999, ditentukan bahwa pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden, tetapi Presiden dapat mendelegasikan sebagai wewenangnya kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan menyerahkan sebagian wewenang kepada pejabat pembina kepegawaian daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 25 ayat 1 dan 2). Selanjutnya ditentukan bahwa pegawai negeri sipil dapat diberhentikan karena: 1. Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.
(Pasal 23 ayat 1). Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat menerima hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain hak pensiun dan tabungan hari tua (Penjelasan Pasal 23 ayat 1). 2. Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat karena (Pasal 23
ayat 2): a.
atas permintaan sendiri
b.
mencapai batas usia pensiun
c.
perampingan organisasi pemerintah; atau
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 80 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
d.
tidak cakap jasmani atau rohani sehingga tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai Pegawai Negeri Sipil 4. Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat (Pasal 23 ayat 3) atau tidak diberhentikan karena: a. melanggar sumpah / janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah / janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah; atau b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai ketentuan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun. 5. Diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan tergantung berat ringannya pelanggaran atau memperhatikan jasa-jasa dan pengabdian pegawai negeri sipil yang bersangkutan (Penjelasan Pasal 23 ayat 3). 6. Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat (Pasal 23 ayat 4) karena: a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetapi karena melakukan tindakan pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih; atau b. melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil tingkat berat
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 81 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
7. Diberhentikan
dengan
hormat
tidak
atas
permintaan
sendiri
atau
diberhentikan dengan tidak hormat tergantung kepada berat ringannya pelanggaran yang dilakukan pegawai negeri sipil yang bersangkutan dan memperhatikan jasa-jasa dan pengabdiannya (Penjelasan Pasal 23 ayat 4). 8. Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena: a. melanggar sumpah / janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah / janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; b. melakukan penyelewengan terhadap ideologi Negara, Pancasila, Undang Undang Dasar Negara 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah, atau c. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan. 9. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak berhak menerima pensiun (Penjelasan Pasal 23 ayat 5). 10. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara (Pasal 24).
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 82 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
11. Untuk menjamin kelancaran pemerintah, maka pegawai negeri sipil yang disangka oleh pejabat yang berwajib melakukan tindak pidana kejahatan, dikenakan pemberhentian sementara sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pemberhentian sementara tersebut adalah pemberhentian sementara dari jabatan negeri, bukan pemberhentian sementara sebagai pegawai negeri sipil. Apabila pemeriksaan oleh yang berwajib telah selesai atau telah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan ternyata bahwa pegawai negeri yang bersangkutan tidak
bersalah,
maka
pegawai
negeri sipil
tersebut
direhabilitasi terhitung sejak ia dikenakan pemberhentian sementara, Rehabilitasi yang dimaksud mengandung pengertian bahwa pegawai negeri sipil yang bersangkutan diaktifkan dan dikembalikan pada jabatan semula. Apabila setelah pemeriksaan oleh pengadilan telah selesai dan ternyata pegawai negeri yang bersangkutan bersalah dan oleh sebab itu dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan
pengadilan yang
telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka pegawai negeri sipil tersebut dapat diberhentikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 23 ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf a, dan ayat (5) huruf c (Penjelasan Pasal 24).
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 83 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
F. Evaluasi Kebijakan Manajemen SDM
Sebagaimana telah dijelaskan disub bab terdahulu, pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontigensi dalam menenej pegawai . Pegawai negeri sebagai
penyelenggara
jasa
pelayanan
seharusnya
juga
dimenej
dengan
menggunakan pendekatan ini. Akan tetapi apabila dicermati review kebijakan manajemen SDM pegawai negeri sebagaimana telah dilakukan di sub bab terdahulu, ternyata manajemen SDM pegawai negeri masih belum berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Model manajemen SDM pegawai negeri sebagaimanan diatur dalam Undang Undang 43 Tahun 1999 sangat kaku dan oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model manajemen SDM pegawai negeri tidak menggunakan pendekatan kontingensi dan tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi sebagai berikut: a.
Secara makro dalam pasal 12 ayat 1 disebut bahwa manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamun penyelenggaran tugas pemerintahdan pembagunan secara berdayaguna dan berhasil guna. Hal ini berarti pegawai negeri lebih diarahkan untuk memenuhi kepentingan Pemerintah daripada kepentingan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. Oleh karena itu, ada slogan bahwa pegawai negeri adalah abdi negara.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 84 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
b.
Fungsi perencanaan dan pengadaan juga secara tegas dinyatakan untuk mempelancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembagunan, bukannya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat. Janji atau sumpah yang harus diucapkan ketika seseorang diangkat sebagai pagawai negeri juga sangat condong kepada kepentingan Pemerintah dan bukannya kepentingan pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa.
c.
Fungsi pengembangan kualitas dan penempatan pegawai negeri adalah merupakan fungsi yang paling berorientasi kepada kepentingan pemerinyah Dalam kurikulum dan materi pengembangan kualitas sangat sedikit porsi pengembangan pelayanan. Dalam latihan pra jabatan untuk calon pegawai negeri sipil
misalnya,
materi
yang
diberikan
lebih
banyak
materi
umum
kewarganegaraan, dan baris berbaris. Bahkan dahulu dalam latihan pra jabatan juga diajarkan cara penggunaan senjata api atau menembak. Materi yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan sama sekali tidak diberikan. Sebagai pembanding, ada salah satu perusahaan penyelenggaraan jasa pelayanan yang wajib calon pegawainya mengikuti pelatihan yang salah satu materi dalam pelatihan tersebut adalah tersenyum. d.
Fungsi promosi penggajian dan kesejahteraan dilakukan sacara baku dan kaku sehingga tidak mungkin dilakukan pendekatan kontingensi. Lebih dari itu kepentingan pengguna jasa juga tidak dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Misalnya sistem pengajian tidak dilakukan berdasarkan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 85 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
prestasi tapi dilakukan atas dasar ukuran baku yang kurang mencerminkan prestasi kerja. Bahkan di masyarakat sistem penggajian pegawai negeri ini secara olok-olok disebut sebagai siatem Pinter Goblok Penghasilan Sama (PGPS), artinya yang berprestasi dan yang malas serta tidak berprestasi mendapat penghasilan yang sama. Sistem evaluasi kinerja dalam kaitannya dengan promosi juga tidak memperhatikan kepentingan pengguna jasakarena penilaian kinerja pegawai negeri semata-mata ditentukan oleh atasan langsungnya. e.
Fungsi pemberhentian, sama dengan fungsi yang lainnya jiga dirumuskan secara kaku dan tidak memberi peluang untuk dilakukannya pendekatan kontigensi serta tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa pelayanan.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 86 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
BAB V PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN
A. Pengantar
P
engukuran kerja pelayanan publik seringkali dipertukarkan dengan
pegukuran kinerja pemerintah. Hal ini tidak lah terlalu mengherankan karena pada dasarnya pelayanan publik memang menjadi tanggung
jawab pemerintah. Dengan demikian, ukuran kinerjanya dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Demikian juga organisasinya swasta, kinerja pelayanan organisasi swasta sering dilihat sebagai kinerja organisasi tersebut menjalankan pelayanan. Sehingga apabila organisasi tersebut menyelenggarakan pelayanan dengan baik, maka kinerja organisasinya dapat dianggap baik. Dengan demikian kinerja organisasi dan kinerja pelayanan sesuatu organisasi ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama.
B. Review Literatur
Berdasarkan review literatur diketemukan adanya beberapa indikator penyusun kinerja. Indikator-indikator ini sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a. McDonald & Lawton (1977): output oriented measures throughput,
efficiency, effectiveness. Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 87 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
1.
Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu pemyelenggaraan pelayanan publik
2.
Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi
b. Salim & Woodward (1992): economy, efficiency, effectiveness, equity. 1.
Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumberdaya yang sedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
2.
Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
3.
Effectiveness atau efektivitas tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang, maupun misi organisasi.
4.
Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.
c. Lenvinne (1990): responsiveness, responsibility, accountability. 1.
Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasiserta tuntutan customers.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 88 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
2.
Responsibility
atau
responsibilitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. 3.
Accountability
atau
akuntabilitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ikuran eksternal yang ada dimasyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dalam norma yang berkembang dalam masyarakat. d. Zeithamal,
Parasuraman
&
Berry
(1990
):
tangibles,
reliability,
responsiveness, assurance, empathy. 1.
Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai,dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh provaiders.
2.
Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
3.
Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas.
4.
Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercaya kepada customers.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 89 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
5.
Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.
e. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004:
Asas Pelayanan publik adalah: 1.
Transparansi,
2.
Akuntabilitas,
3.
Kondisional,
4.
Partisipatif,
5.
Kesamaan Hak,
6.
Keseimbangan Hak dan Kewajiban
f.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004:
Prinsip Pelayanan Publik adalah: 1.
Kesederhanaan
2.
Kejelasan
3.
Kepastian Waktu
4.
Akurasi
5.
Keamanan
6.
Tanggung Jawab
7.
Kelengkapan sarana dan prasarana
8.
Kemudahan Akses
9.
Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 90 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
10.
Kenyamanan
g. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004: standar pelayanan publik 1.
Prosedur Pelayanan
2.
Waktu Penyelesaian
3.
Biaya Pelayanan
4.
Produk Pelayanan
5.
Sarana dan prasarana
6.
Kompetensi petugas pemberian pelayanan
h. Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990): Kepuasan, efisiensi, produksi, perkembangan, keadaptasian dan kelangsungan hidup. 1.
Kepuasan,
artinya
seberapa
jauh
organisasi
dapat
memenuhi
kebutuhan anggotanya. 2.
Efesiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan.
3.
Produksi adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungan.
4.
Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi dilingkungannya.
5.
Pengembangan adalah ukuran yang mencerminkan kemampuan dan tanggungjawab organisasi dalam memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang.
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 91 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Sebagaimana dapat dicermati dalam review tersebut di atas, indikatorindikator kinerja sangat bervariasi. Akan tetapi dari sekian banyak indikator tersebut, kesemuanya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu indikator kinerja yang berorientasi pada proses dan indikator kinerja yang berorientasi pada hasil. Adapun pengelompokkan indikator-indikator tersebut menjadi dua sudut pandang atau orientasi dapat dilihat dalam tabel 5.1 di bawah ini: Tabel 5.1 Tabel Perbandingan Indikator Pelayanan Publik
Pakar McDonald & Lawton (1992): Salim & Woodward (1992)
•
• •
• • •
Lenvinne (1990):
Zeithamal, Parasuraman & Berry (1990 ):
•
Indikator Berorientasi hasil Berorientasi proses Efficiency, Effectiveness Economy, Efficiency, Effectiveness, Equity. • Responsivitas, • Responsibilitas, • Akuntabilitas. Reliability, Tangibles • Responsiveness, Assurance, • Empathy. •
•
Keputusan MENPAN Nomor 63/2004: Standar Pelayanan Publik
•
•
•
Keputusan
MENPAN
Waktu Penyelesaian Biaya Pelayanan Produk Pelayanan
• •
•
•
Prosedur Pelayanan Sarana dan prasarana Kompetensi petugas pemberian pelayanan
Transparansi,
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 92 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Nomor 63/2004: Asas Pelayanan
• • • • •
Keputusan MENPAN Nomor 63/2004: Prinsip Pelayanan Publik
Kepastian
•
Waktu
•
Akurasi
•
•
• • • •
• •
•
Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990)
• • •
Kepuasan Efisiensi Produksi
• • •
Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan Hak, Keseimbangan Hak dan Kewajiban Kesederhanaan, Kejelasan Keamanan, Keterbukaan, Tanggung jawab Kelengkapan sarana dan prasarana Kenyamanan Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Kemudahan Akses Perkembangan Keadaptasian Kelangsungan hidup
Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan pada review literatur tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja harus dipergunakan dua jenis ukuran, yaitu ukuran yang berorientasi pada proses dan ukuran yang berorientasi pada hasil. Adapun ukuran atau indikator- indikator tersebut akan diuraikan dalam sub bab berikut:
C. Ukuran Yang Berorientasi Pada Hasil
a. Efektivitas
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 93 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus juga mengacu pada visi organisasi.
b. Produktivitas Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat. c. Efisiensi Efisiensi adalah perbandinagan terbaik antara keluaran dan masukan. Idealnya Pemerintah Daerah harus dapat menyelenggarakan
suatu jenis pelayanan
tertentu dengan masukan (biaya dan waktu) yang sesedikit mungkin. Dengan demikian, kinerja Pemerintah Daerah akan jadi semakin tinggi apabila tujuantujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dalam waktu yang sesingkatsingkatnya dan dengan biaya yang semurah-murahnya. d. Kepuasan Kepuasan, artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat memenuhi kebutuhan karyawan dan masyarakat. e. Keadilan
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 94 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkawan kegiatan dan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
D. Ukuran Yang Berorientasi Pada Proses
Ada tujuan ukuran yang berorientasi pada proses yaitu: responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas, keadaptasian, kelangsungan hidup, transparansi dan empati. Adapun penjelasan atas tujuh ukuran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Responsivitas Yang dimaksud dengan responsivitas di sini adalah kemampuan provider untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan proritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini menggukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers. 2. Responsibilitas Ini adalah ukuran yang menunjukan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan hukum atau peraturan atau prosedur yang telah ditetapkan. 3. Akuntabilitas Ini adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintah dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 95 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. 4. Keadaptasian Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungannya. 5. Kelangsungan hidup Kelangsungan hidup artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah atau program pelayanan dapat menunjukkan kemampuan untuk terus berkembang dan bertahan hidup dalam kompotisi dengan daerah atau program lain. 6. Keterbukaan / transparansi Yang
dimaksud
ukuran
keterbukaan
atau
tranparansi
adalah
bahwa
prosedur/tatacara, penyelenggaraan pemerintah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. 7. Empati Empati adalah perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah atau penyelenggara jasa pelayanan atau providers terhadap isu-isu aktual yang sedang berkembang di masyarakat.
E. Pengukuran Kinerja Pelayanan
Ukuran di atas adalah tentang pengukuran kinerja pemerintah secara umum. Sedangkan instrumen kinerja pelayanan publik sampai saat ini masih belum ada. Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 96 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Akan tetapi ukuran kinerja pelayanan untuk sektor swasta yang sudah baku dan banyak dipergunakan di dunia telah dikembangkan oleh Zeithamldan temantemannya yang di kenal sebagai SERVQUAL, yang ringkasannya diuraikan di bawah ini. Pengukuran kinerja pelayanan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen pengukuran kinerja pelayanan yang telah dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry dalam buku mereka yang berjudul Delivering Quality Service. Menurut mereka (Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990), ada sepuluh indikator kinerja pelayanan, yaitu: a.
Ketampakan fisik (Tangible)
b.
Reliabilitas ( Reliability)
c.
Responsivitas ( Responsiveness)
d.
Kompetensi (Competence)
e.
Kesopanan (Courtesy)
f.
Kredibilitas (Credibility)
g.
Keamanan (Security)
h.
Akses ( Access)
i.
Komunikasi (Communication)
j.
Pengertian (Understanding the customer ) Contoh-contoh pertanyaan yang dapat dikembangkan dari indikator-
indikator tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.2 di bawah ini:
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 97 Kapuas Sintang Kalbar
Filedata:
[email protected]
Tabel 5.2 Instrumen Pengukuran Kinerja Pelayanan NO
1
INDIKATOR
Tangible
Contoh Pertanyaan Yang Dikembangkan •
•
•
2
Reliability
•
•
3
Responsiveness
•
•
4
Competence
•
•
•
5
Courtesy
•
•
6
Credibility
• •
•
7
Security
8
Access
•
• •
Apakah fasilitas operasional sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas? Apakah fasilitas tersebut cukup mudah didapat dan dioperasional serta dapat menghasilkan output yang berkualitas / bagus? Apakah infrastruktur pendukung selalu memenuhi standar kualitas dan memenuhi perubahan kebutuhan konsumen? Sejauhmana informasi yang diberikan kepada klien tepat dan dapat dipertanggungjawabkan? Apakah konsumen segera mendapat perbaikan apabila terjadi kesalahan? Bagaimana respon provider jika ada klien yang komplain? Apakah provider segera memberi penyelesaian secara tepat? Kesesuaian antara kemampuan petugas dengan fungsi/tugas Apakah provider cukup tanggap untuk melayani klien? Apakah organisasi mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat sesuai dengan perkembangan / perubahan tugas? Bagaimanakan sikap petugas dalam memberikan pelayanan kepada klien? Apakah petugas cukup ramah dan sopan? Bagaimana reputasi kantor/lembaga tersebut? Apakah biaya yang oleh klien sesuai dengan output/jasa yang diperoleh? Apakah petugas selalu ada selama jam kerja? Apakah ada jaminan keamanan/keselamatan terhadap klien dalam mekanisme tersebut Bagaimanakah klien mendapatkan informasi? Apakah klien murah dan mudah menghubungi petugas untuk mendapatkan pelayanan?
Diktat Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Publik--Fisipol--Universitas 98 Kapuas Sintang Kalbar