PANGAN, GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT (Kajian Gizi Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali)
Dr.Ir. I Gusti Ayu Ari Agung,M.Kes. Dr.Ir. I Ketut Sumantra,M.P. Dr.Ir. I Ketut Widnyana, M.Si
ISBN :978-602-72894-9-9
PANGAN, GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT (Kajian Gizi Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali)
Disusun Oleh : Dr.Ir.I Gusti Ayu Ari Agung, S.Ag.,M.Kes. Dr.Ir.I Ketut Sumantra, MP. Dr.Ir.I Ketut Widnyana, M.Si. ISBN : ISBN :978-602-72894-9-9 Editor :
I Nyoman Adisusrawan, S.Pd., M.Pd.
Penerbit :
UNMAS PRESS
Redaksi : Universitas Mahasaraswati Jl. Kamboja 11A Denpasar 80233 Tlp/Fax (0361) 227019 Web.www.unmas.ac.id
Cetakan pertama : Desember 2016
Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa seijin dari penerbit.
i
KATA PENGANTAR Puji Astungkara kehadapan Ide Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esaatas ware nugrahaNya/karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penerbitan buku dengan judul “ Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat”. Penulisan buku Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat ini adalah persiapan penulis mengajar Ketahanan Pangan dan Gizi di Pascasarjana Universitas Mahasaraswati Denpasar. Buku ajar ini bertujuan mengkaji secara akademis pengertian maupun fungsi pangan, gizi, kesehatan masyarakatdan permasalahannya, serta upaya penanggulangannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tinggi penulis haturkan kepada Civitas Akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar. Semoga buku ini bisa berguna utamanya bagi dunia pendidikan, serta bisa membantu mahasiswa dalam proses perkuliahan. Kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan buku ini kami selalu tunggu dengan senang hati, dan kami haturkan banyak terimakasih.
Denpasar, Desember 2016 Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman Judul i Kata Pengantar iii Daftar Isi iv Daftar Tabel vii Daftar Gambar viii Bab 1 Pendahuluan 1 A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat 1 B. Penggolongan Pangan dan Gizi 7 C. Hubungan Pangan, Gizi dengan 9 Kesehatan Masyarakat D. Pemberdayaan Tenaga Ahli Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat 13 Rangkuman 16 Soal Latihan 17 Bab 2 Jenis-Jenis dan Fungsi Zat Gizi dalam Pangan 18 A. Karbohidrat 19 B. Protein 21 C. Lemak 23 D. Vitamin 25 E. Mineral 32 F. Air 36 Rangkuman 38 Soal Latihan 40 Bab3 Antigizi dan Senyawa Beracun dalam Bahan Pangan (Keamanan Pangan) 41 A. Keamanan Pangan 41 B. Senyawa Beracun dalam Bahan Pangan 43 C. Antigizi dalam Bahan Pangan 47 Rangkuman 51 Soal Latihan 51
iii
Bab 4 AntioksidanAlami dan Kesehatan A. AntioksidanAlami dalam Pangan B. Senyawa Oksigen Reaktif dan Kesehatan Rangkuman Soal Latihan Bab 5 Pangan dan Gizi dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) A. Pangan dan Gizi sebagai Pilar Pembangunan SDM Indonesia B. Konsep Gizi Seimbang yang Mendukung Pembangunan SDM C. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan D. Dampak Gizi Buruk dan Lost Generation E. Kebijakan Pembangunan dan Perbaikan Gizi Rangkuman Soal Latihan Bab 6 Ketahanan Pangan dan Gizi A. Pengertian Ketahanan Pangan dan Gizi B. Ketahanan Pangan dan Gizi Indonesia serta di Dunia C. Pengukuran Ketahanan Pangan dan Gizi D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketahanan Pangan dan Gizi Rangkuman Soal Latihan Bab 7 Kebutuhan Pangan dan Gizi A. Kebutuhan Pangan dan Gizi pada Tahap-Tahap Perkembangan Manusia B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Tubuh terhadap Pangan dan Gizi C. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Rangkuman Soal Latihan iv
52 52 54 55 55 56 56 62 68 69 71 75 76 77 77 81 89 95 97 97 98 99 107 114 119 119
Bab 8 Masalah Gizi di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya A. Kekurangan Energi dan Protein (KEP) B. Kekurangan Vitamin A (KVA) C. Anemia Gizi Besi (AGB) D. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) E. Masalah Gizi Lebih Rangkuman Soal Latihan Bab 9 Kajian Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali A. Pengertian dan Ruang Lingkup Diversifikasi Pangan B. Pentingnya Diversifikasi Pangan C. Makanan Seimbang D. Kajian Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali Rangkuman Soal Latihan Daftar Pustaka Glosarium Indeks
v
120 124 127 130 134 138 152 152 154 154 160 165 171 197 199
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Bahan Pangan Sumber Antioksidan Alami
2. Indikator Ketahanan Pangan
58 98
3. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Keluarga
102
4. Perbandingan Porsi Makanan untuk Wanita 5.
Tidak Hamil, Hamil, dan Menyusui
117
Angka Kecukupan Gizi 2013
125
6. Berbagai Jenis Bahan Pangan yang Mengandung Zat Gizi yang Sejenis
176
7. Nilai Gizi Nasi Sela
179
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pangan dan Gizi dalam Pembangunan SDM
57
2. Piramida Gizi Seimbang
62
3. Tri Guna Makanan dalam Piramida Gizi Seimbang64 4. Pedoman Gizi Seimbang 2014
65
5. Anak-Anak Penderita Gizi Buruk
67
6. Sayur Serombotan
183
7. Proses Pembuatan Jukut Bulung184 8. Proses Pembuatan Rujak Bulung
vii
185
BAB 1 PENDAHULUAN TujuanPengajaran : Seusai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup pangan,gizi dan kesehatan masyarakat 2. Menjelaskan bagaimana penggolongan pangan dan gizi 3. Menjelaskan bagaimana hubungan pangan, gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia 4. Menjelaskan pemberdayaan KIE dari ahli pangan, gizi dan kesehatan masyarakat A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pangan,Gizi dan Kesehatan Masyarakat Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004, merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Muchtadi, 2001). Ditegaskan oleh Sunita (2009) bahwa pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan. 1
Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu: a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme yang membutuhkannya. b. Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah,
yang berarti
pengelolaan pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan. c. Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. d. Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang ditambahkan ke dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi. e. Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan dalam membuat suatu makanan atau minuman. Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2015 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan 2
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Istilah gizi baru mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab, ghidza yang berarti makanan.Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai nutrisi. Namun yang lazim dan resmi, baik dalam tulisan ilmiah maupun dokumen pemerintah, hanya digunakan kata gizi (Sunita, 2009; Yuniastuti, 2008). Gizi adalah keseluruhan dari berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan pelbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri (Hartono dan Kristiani, 2011). Pengertian gizi menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2015 adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Paradigma konsep sehat menurut WHO sejak 1984 sudah ditambah dengan aspek spiritual,
yang oleh American Psychiatric Association
(APA) dikenal dengan rumusan Biopsychosocial-Spiritual Model. Dengan demikian konsep sehat tersebut telah mencakup semua komponen manusia 3
secara holistik. Hal ini sesuai dengan konsep kesehatan Hindu Ayurveda, disebutkan bahwa dalam menghadapi badan dalam hubungannya dengan jiwa, keseluruhannya adalah pendekatan yang bersifat holistik terhadap hidup (Ari Agung, 2009). Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 memberikan batasan : Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan ini kesehatan mencakup 4 aspek yaitu : fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3
komponen, yaitu pikiran, emosional dan spiritual (Yuniastuti, 2008). B. Penggolongan Pangan dan Gizi Klasifikasi pangan sangat berguna dalam perencanaan produksi, ketersediaan pangan dan konsumsi pangan penduduk. Secara umum, pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan hewani dan pangan nabati.
Sedangkan penggolongan pangan oleh FAO dikenal sebagai
Desirable Dietary
Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH).
pangan dalam PPH ada sembilan yaitu :
Kelompok
padi-padian, umbi-umbian,
pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan bumbu) (Yuniastuti, 2008). Padi-padian adalah pangan yang berasal dari tanaman serealia yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, sorgum dan
4
produk olahannya seperti butiran, tepung (terigu, beras), pasta (bihun, makaroni, mi). Umbi-umbian adalah pangan yang berasal dari akar/umbi yang bisa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, sagu, talas serta produk turunannya seperti tepung, kue maupun roti. Pangan hewani adalah kelompok pangan yang terdiri dari daging, susu dan ikan serta hasil olahannya. Daging adalah bagian karkas hewan ternak, unggas maupun rumanansia. Dari karkas dapat dihitung jumlah lemak kentara dan dikelompokkan ke dalam minyak dan lemak. Telur adalah produksi dari ternak unggas meliputi telur ayam buras, telur ayam ras, telur puyuh, dan telur itik. Susu adalah cairan yang diperoleh dari kambing ternak perah sehat, denga cara pemerahan yang benar, terus menerus dan tidak dikurangi sesuatu dan/atau ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain. Ikan adalah komoditas yang berupa binatang air dan biota perairan lainnya, yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun di perairan umum (waduk, sungai, rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, sawah) yang dapat dioalh menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi masyarakat. Minyak dan lemak adalah bahan makanan yang berasal dari nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai, minyak jagung, minyak kapas, margarine serta yang berasal dari hewani yaitu minyak ikan. Lemak umumnya berasal dari hewani : lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi dan mentega.
5
Buah/Biji berminyak adalah pangan yang relatif mengandung minyak baik dari buah maupun bijinya, seperti kacang mete, kelapa, kemiri maupun wijen.
Produk olahan kelompok pangan ini adalah minyak
sehingga produk turunannya dikelompokkan ke dalam minyak dan lemak. Kacang-kacangan adalah biji-bijian yang mengandung tinggi lemak seperti kacang tanah, kanang tunggak, kacang hijau, kacang merah, kacang kedelai, termasuk juga hasil olahannya seperti tempe, tahu, susu kedelai dan oncom. Gula terdiri atas gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula aren, gula semut dan lain-lain), serta produk olahan seperti sirup, kembang gula (permen). Sayuran dan buah adalah sumber vitamin dan mineral yang berasal dari bagian tanaman, daun, bunga, batang, umbi atau buah, serta dapat dikonsumsi tanpa dimasak. Lain-lain adalah bumbu-bumbuan yang berfungsi sebagai penyedap dan penambah cita rasa pangan olahan, seperti ketumbar, merica, pala, asam jawa, cengkeh. Penggolongan pangan terdapat juga di Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), pangan digolongkan menjadi 10 golongan, yaitu serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya, biji-bijian, kacang-kacangan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahannya, telur, ikan, kerang, udang dan hasil olahannya, sayuran dan buah-buahan, susu dan hasil olahannya, lemak dan minyak, serta serba serbi (Yuniastuti, 2008).
6
C. Hubungan Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat di Indonesia Persediaan pangan merupakan salah satu segi terpenting yang menentukan kelangsungan hidup biologis, perkembangan mental dan kecerdasan, produktivitas dan kesejahteraan ekonomi pada umumnya dari suatu kelompok masyarakat atau bangsa. Produksi bahan makanan juga selalu berhubungan sangat erat dengan aktivitas pertanian dan pedesaan. Produksi bahan makanan ini dengan sendirinya menyatu dengan para petani, buruh tani dan masyarakat pedesaan pada umumnya (Sri Handajani, 1996). Setiap makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula, baik jenis maupun jumlahnya. Manusia baik secara sadar maupun tidak sadar mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk dapat melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan. Konsumsi pangan merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi. Teknologi pangan pada masa kini telah mampu menyediakan bentuk, warna, tekstur dan rasanya. Disamping itu, teknologi juga memberikan kemudahan dalam hal perolehan, penghidangan dan penyimpanan bahan makanan dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh mana bahan pangan itu akan dipilih, sangat dipengaruhi oleh sering/tidaknya jenis makanan itu dihidangkan. Penerimaan konsumen terhadap suatu makanan diantaranya dipengaruhi oleh status 7
sosial dan mutu makanan menurut keyakinannya. Penampakan pangan merupakan hal terpenting yang berpengaruh, karena hal inilah yang pertama kali dilihat. Faktor-faktor selanjutnya adalah warna, kemudian aroma, rasa dan tekstur makanan tersebut. Pendapatan rumah tangga berpengaruh terhadap pemilihan bahanbahan makanan yang akan dibeli. Umumnya mereka yang berpenghasilan rendah akan menggunakan penghasilannya dengan persentase yang lebih besar untuk bahan makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang yang tidak mampu membeli bahan pangan dalam jumlah dan jenis yang diperlukan.
Namun ada pula keluarga
yang
sebenarnya mempunyai penghasilan yang cukup, akan tetapi dijumpai anak-anaknya menderita gizi kurang. Hal yang terakhir ini disebabkan antara lain karena cara mengatur uang belanja keluarga yang kurang baik, yang mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah, atau karena pengetahuan akan pangan dan gizi yang kurang. Makanan mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk memperoleh energi
guna memelihara kelangsungan proses
metabolisme di dalam tubuh, untuk tumbuh dan berkembang, serta untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Energi tersebut diperoleh dari
hasil
pembakaran (oksidasi) karbohidrat (pati/glikogen, gula), lemak dan protein di dalam tubuh. Selain itu, makanan juga memberikan zat-zat lain yang diperlukan oleh tubuh seperti asam lemak esensial (dari lemak/minyak), asam amino esensial (dari protein), vitamin (larut lemak dan larut air), serta mineral (mineral makro dan mikro). 8
Bahan pangan dapat diperoleh dari hasil tanaman maupun hewan, sehingga dikenal sebagai bahan pangan nabati dan bahan pangan hewani. Bahan pangan nabati dapat berupa serealia (beras, jagung, gandum/terigu, sorgum dan lain lain); kacang- kacangan dan biji-bijian berminyak (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kelapa, kelapa sawit dan lain lain); umbi-umbian (ubi kayu, kentang, ubi jalar, talas, garut dan lain lain); sayur-sayuran dan buah-buahan. Sedangkan bahan pangan hewani dapat berupa daging (sapi, kerbau, kambing, ayam, itik dan lain lain); ikan (ikan darat , ikan laut, seperti udang, kepiting, kerang, mujair, lele, dan lain-lain); susu (sapi, kerbau, kambing dan lain lain); serta telur (ayam, bebek dan unggas lainnya). Tergantung dari komposisi kimianya, bahan pangan tersebut dapat juga digolongkan sebagai sumber karbohidarat (pati), misalnya serealia dan umbi-umbian; sumber protein, misalnya kacang-kacangan dan semua bahan pangan hewani; sumber lemak/minyak, misalnya kacang-kacangan, bijian-bijian berminyak dan beberapa bahan pangan hewani; serta sumber vitamin dan mineral, misalnya semua bahan pangan hewani, sayursayurandan buah-buahan(Muchtadi, 2001; Sri Handayani, 1996). D.Pemberdayaan Tenaga Ahli Pangan, Gizi dan Kesehatan Masyarakat Pengadaan tenaga ahli pangan/pengolahan hasil pertanian, gizi dan kesehatan dalam berbagai tingkat dan jenis merupakan salah satu program yang sangat diperlukan untuk mengelola perkembangan program-program 9
perbaikan pangan dan gizi yang dewasa ini sudah beranekaragam dan berkembang jumlahnya. Pengetahuan gizi berpengaruh positif pada konsumsi makanan, penelitian menunjukkan kelompok yang mendapatkan penyuluhan pengetahuan gizi menunjukkan konsumsi makanan bergizi cukup tinggi. Berbagai mengadakan
Departemen/Instansi
latihan
untuk
Pemerintah
meningkatkan
pengetahuan
keterampilan para petugasnya guna merencanakan dan program gizi.
selayaknya maupun mengelola
Pelaksanaan pembinaan Tenaga Gizi di Departemen
Kesehatan semakin ditingkatkan, untuk mendukung pelaksanaan proyek intensifikasi pemanfaatan lahan pekarangan, yang merupakan salah satu komponen kegiatan program UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) di Departemen Pertanian, yang pada hakekatnya adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan para petugasnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ingin dicapai pada kurun waktu mendatang, maka masalah gizi ganda perlu dihadapi dan diatasi secara lebih sungguh-sungguh dengan menggunakan pilihan strategi yang lebih efektif dan efisien. Masalah gizi kurang sebagai salah satu sisi dari masalah gizi ganda masih ditemukan dalam masyarakat, khususnya pada kalangan lapisan berpenghasilan rendah, baik dipedesaan maupun diperkotaan. Melalui program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang telah dilaksanakan dan program-program pembangunan ekonomi, sarana dan prasarana pelayanan umum yang lebih meningkat, maka luasnya masalah gizi kurang telah dapat dipersempit. Terbebasnya 10
masyarakat dari ancaman dan penderitaan akibat masalah gizi kurang merupakan salah satu kesuksesan dari peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang kita cita-citakan bersama. Beragam kegiatan intervensi telah dilakukan, baik melalui program-program pembangunan dari pemerintah terkait maupun oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), swasta, dan lain lain (Muchtadi, 2001; Sri Handajani, 1996). Salah satu masalah penting dan mendasar sebagai sebab timbulnya masalah gizikurang adalah karena adanya perilaku konsumsi makanan (food consumption behavior) individu, keluarga atau masyarakat yang salah atau yang tidak sepenuhnya mengikuti kaidah-kaidah ilmu gizi dan kesehatan. Oleh karena itu maka upaya penggarapan aspek perilaku konsumsi makanan kearah penyadaran gizi masyarakat perlu ditingkatkan strateginya sedemikian rupa sehingga pada gilirannya masyarakat tahu, mau dan mampu memecahkan sendiri masalah gizi kurang yang mereka hadapi. Muchtadi (2001) menyebutkan bahwa dari kajian hasil-hasil studi terdahulu ditunjang oleh kajian pustaka menunjukkan, bahwa secara langsung atau tidak langsung kejadian masalah gizi kurang dipengaruhi oleh beragam masalah determinan bermakna majemuk (multi dimensi). Faktor-faktor tersebut adalah : 1.
Kemiskinan, dimana akses, dan pemilikan asset untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan terbatas sehingga mengakibatkan kemampuan memperoleh pangan (food entitlement) rendah.
11
2.
Penyakit infeksi yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan, tuna air bersih, dan kebersihan perorangan buruk.
3.
Deprivasi (pengurangan atau perampasan hak, ketidakadilan) baik bersifat absolut maupun relatif, bencana alam, kurangnya kepedulian pada anak balita kerena ibu bekerja dan sebagainya.
4.
Keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pelayanan umum, termasuk pelayanan kesehatan, informasi pangan dan gizi. Hubungan sinergik antara masalah saluran pernafasan bagian atas(ISPA) dan diare telah diketahui relatif sejak lama. Tetapi hubungan antara masalah gizikurang dengan kondisi lingkungan ekosistem, termasuk lingkungan sumberdaya alam, teknologi, organisasi, sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik/kebijakan dan masalah globalisasi termasuk fenomena yang masih baru.
Rangkuman Gizi adalah keseluruhan dari berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan pelbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri. Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004, merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan 12
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Klasifikasi pangan sangat berguna dalam perencanaan produksi, ketersediaan pangan dan konsumsi pangan penduduk. Secara umum, pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan hewani dan pangan nabati.
Sedangkan penggolongan pangan oleh FAO dikenal sebagai
Desirable Dietary
Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH).
pangan dalam PPH ada sembilan yaitu :
Kelompok
padi-padian, umbi-umbian,
pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacangkacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan bumbu). Setiap makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula, baik jenis maupun jumlahnya. Manusia baik secara sadar maupun tidak sadar mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Program perbaikan atau penanggulangan masalah pangan dan gizi memerlukan
kerjasama lintas sektoral.
Pemberdayaan
tenagaahli
pangan/pengolahan hasil pertanian, gizi dan kesehatan dalam berbagai tingkat, merupakan salah satu program yang sangat diperlukan untuk mengelola perkembangan program-program perbaikan pangan dan gizi. Soal Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gizi ! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pangan !
13
3. Jelaskan bagaimana hubungan antara pangan dan gizi di Indonesia ! 4. Uraikan trend masalah gizi di perkotaan ! berbagai macam
Jelaskan dengan
penyebab, masalahnya dan upaya yang
diperlukan ! 5. Setujukah saudara bahwa peningkatan status sosial ekonomi akan menghapus masalah gizi ? Uraikan pendapat saudara !
14
BAB 2 JENIS-JENIS DAN FUNGSI ZAT GIZI DALAM PANGAN Tujuan Pengajaran : Seusai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan jenis-jenis zat gizi dalam bahan pangan 2. Menjelaskan fungsi kesehatan zat gizi dalam bahan pangan Zat-zat gizi dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu : (1) Karbohidrat , (2) Protein, (3) Lemak, (4) Vitamin, dan (5) Mineral, serta ( 6) Air. Berikut ini akan diuraikan jenis- jenis zat gizi yang termasuk dalam golongan masing-masing. A. Karbohidrat Di negara-negara sedang berkembang kurang lebih 80% energi makanan berasal dari karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga jenis gizi ini dinamakan pula zat tenaga (Beck. 2011; Sunita, 2009). Hasi akhir penguraian karbohidrat adalah monosakarida, yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa merupakan monosakarida yang terpenting bagi metabolisme tubuh : gula yang ini dikenal pula sebagai dekstrosa atau gula fisiologis. Glukosa dapat ditemukan secara alami pada buah-buahan, madu, sejumlah akar, dan jagung manis, dan secara normal terdapat dalam sirkulasi darah. Glukosa dapat juga diperoleh dari hasil 15
pencernaan pati oleh enzim. Dengan bantuan enzim amilase, pati akan diuraikan menjadi dekstrin dan maltosa, dan kemudian setiap molekul maltosa akan menghasilkan dua molekul glukosa dengan bantuan enzim maltase (Beck, 2011). Fruktosa dikenal pula sebagai levulosa atau gula buah, kemanisannya lebih kurang satu setengah kali glukosa. Fruktosa terutama terdapat dalam madu bersama glukosa, dalam buah, nektar bunga, dan sayur. Fruktosa dapat ditemukan secara alami atau merupakan hasil hidrolisa sukrosa (menjadi glukosa dan fruktosa). Sedangkan galaktosa tidak ditemukan secara bebas di alam, melainkan sebagai hasil hidrolisis laktosa (menjadi glukosa dan galaktosa). Didalam tubuh,galaktosa ditemukan sebagai komponen serebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan syaraf(Muchtadi, 2001; Sunita, 2009). Oligosakarida merupakan karbohidrat yang mengandung 2 sampai 10 molekul gula sederhana (monosakarida). Oligosakarida yang hanya mengandung 2 molekul dikenal sebagai disakarida, contohnya : Sukrosa (yang kita kenal sebagai gula pasir, diperoleh dari nira tebu atau bit; terdiri atas glukosa dan fruktosa), maltosa (terdiri atas dua molekul glukosa),dan laktosa atau dikenal sebagai gula susu kerena terdapat dalam air susu (terdiri atas glukosa dan galaktosa).Oligosakarida yang mengandung tiga melekul monosakarida disebut sebagai trisakarida, misalnya yang ditemukan pada gula bit dan madu. Sedangkan oligosakarida yang terdiri atas empat monosakarida disebut sebagai tetrasakarida,contohnya
16
stakhiosa yang ditemukan pada gula bit dan kacang-kacangan (Muchtadi, 2001; Sunita, 2009). Polisakarida merupakan karbohidrat kompleks terdiri atas lebih dari 10 monosakarida, dapat mengandung sampai tiga ribu monosakarida. Beberapa diantaranya dapat dicerna, misalnya pati dan dekstrin, sedangkan yang lainnya tidak dapat dicerna, misalnya selulosa, hemiselulosa,pektin,gum dan agar-agar. Glikogen terdapat dalam jaringan hewan dengan struktur kimia yang samadengan pati tetapi rantainya lebih pendek (Sunita, 2009). Menurut Beck (2011) ada beberapa macam polisakarida yang penting untuk diketahui antara lain: a. Pati : disimpan sebagai cadangan energi pada tanaman-tanaman, dapat diperoleh terutama dari biji-bijian, umbi- umbian dan buahbuahan yang belum matang. b. Dekstrin :merupakan senyawa antara hasil pencernaan pati untuk diubah menjadi maltosa. c. Glikogen : disebut juga sebagai pati. Terdapat pada hati dan jaringan serta berfungsi sebagai cadangan energi. Terdapat polisakarida lain yang tidak digolongkan sebagai zat gizi. Karena tidak dapat dicerna, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Polisakarida tersebut adalah : selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin dan gum. Meskipun tidak dapat dicerna, polisakarida tersebut perlu dikonsumsi
17
karena dapat membantu melancarkan pembuangan feses, sehingga dikatagorikan juga sebagai senyawa yang menyehatkan tubuh. B. Protein Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasarnya yaitu asamasam amino.Dalam molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptida. Satu molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino, dan setiap molekul protein dapat mengandung ratusan bahkan ribuan asam amino (Muchtadi, 2001). Berdasarkan dapat atau tidaknya disintesis oleh tubuh, asam-asam amino digolongkan menjadi 2 golongan yaitu ; (1) asam amino esensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga perlu disuplai dari makanan): dan (2) asam amino nonesensial (dapat disintesis oleh tubuh dari asam lemak dan senyawa nitrogen).Bagi orang dewasa terdapat 8 macam asam amino esensial, yaitu: isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Sedangkan bagi bayi selain kedelapan asam amino tersebut, histidin dan arginin juga tergolong esensial. Asam amino yang tergolong nonesensial adalah : tirosin, sistin, glisin, serin, asam glutamat, asam aspartat, alanin, prolin. Kadang-kadang orang menggolongkan tirosin dan sistein sebagai asam amino semiesensial, karena tirosin dapat menggantikan metionin, meskipun juga tidak secara sempurna. Protein yang mengandung asam-asam amino esensial secara lengkap dengan komposisi yang seimbang dengan kebutuhan tubuh, 18
dikatakan mempunyai nilai gizi yang tinggi contohnya telur. Sedangkan protein yang kekurangan asam amino esensial dikatakan mempunyai nilai gizi yang rendah, misalnya kacang tanah. Demikian juga protein yang sulit untuk dicerna oleh enzim-enzim pencernaan dikatakan mempunyai nilai gizi yang rendah, karena asam-asam amino yang dikandungnya tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh, misalnya daging atau telur yang digoreng kering sampai gosong. Fungsi protein adalah sebagai berikut : membentuk jaringan baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh; memelihara jaringan tubuh; memperbaiki serta mengganti jaringan yang aus, rusak atau mati; menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang diperlukan; mengatur keseimbangan air yang terdapat dalam tiga kompartemen yaitu intraseluler, ekstraseluler/interseluler dan intravaskuler; mempertahankan kenetralan (asam-basa) tubuh (Yuniastuti, 2008). C. Lemak Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Komposisi lemak yang berupa padatan pada temperatur kamar misalnya lemak asal hewan, sedangkan minyak adalah lemak berbentuk cairan dalam temperatur kamar
misalnya minyak jagung, minyak kedelai, minyak
kelapa sawit, minyak kelapa dan minyak zaitun (Beck, 2011; Muchtadi, 2001).
19
Sidroma kekurangan lemak makanan pertama kali ditemukan dan ditulis oleh Burr dan Burr pada tahun 1929, Mereka mengemukakan bahwa di antara asam lemak ada yang esensial untuk tubuh, karena tidak bisa disintesis oleh tubuh, yaitu asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak esensial (ALE) ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Akibat kekurangan asam lemak esensial adalah : a. Ekzema dermatitis b. Menghambat pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, kegagalan reproduksi, gangguan pada kulit, hati dan ginjal. Turunan asam lemak yang berasal dari kedua ALE tersebut yang penting dalam ilmu gizi
adalah asam arakhidonat dariasam linoleat,
eikosapentaenoat/EPA dan dokoheksaenoat/DHA dari asam linolenat. Ketiga asam lemak ini bukan merupakan asam lemak esensial karena tubuh dapat mensintesisnya (Sunita, 2009). Asam lemak omega-3 mempunyai arti khusus dalam Ilmu Gizi adalah alfa-asam linolenat serta turunannya asam eikosapentaenoat/EPA dan asamdokosaheksaenoat/DHA. Asam linolenat banyak terdapat dalam daun-daunan, beberapa minyak biji-bijian (seperti minyak kacang kedelai, biji rami dan lain lain). Minyak ikan terutama yang hidup dalam air laut, dalam dan dingin kaya akan EPA dan DHA. Plankton laut mengandung asam lemak omega-3.Kekurangan asam lemak omega-3menimbulkan gangguan syaraf dan penglihatan. Menurut Sunita (2009) fungsi asam lemak omega-3 bagi tubuh adalah : 20
a.
Mengimbangi fungsi asam arakhidonat, yang dapat menyebabkan peradangan dan berakhir dengan thrombosis dan arthritis apabila produksi metabolit-metabolitnya menumpuk.
b. Membersihkan plasma dari lipoprotein kilomikron dan kemungkinan juga dari VLDL (Very Low Density Lipoprotein). c. Menurunkan produksi trigliserida dan apolipoprotein beta di dalam hati, bagian utama lipida dan protein dalam VLDL. Menurut Sunita (2009) secara umum fungsi lemak adalah : a. Sumber energi, dua setengah kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. b. Sumber asam lemak esensial c. Alat angkut vitamin larut lemak d. Menghemat protein e. Memberi rasa kenyang lebih lama dan kelezatan makanan f. Sebagai pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan g. Memelihara suhu tubuh h. Pelindung organ tubuh
21
D. Vitamin Vitamin adalah senyawa kimia atau zat gizi yang sangat penting dan dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk pemeliharaan kesehatan dan pertumbuhan normal. Sebagian besar vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan. Vitamin-vitamin ini ada yang larut dalam air yaitu vitamin B kompleks dan vitamin C, dan yang larut dalam minyak atau lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Vitamin B1 atau tiamin secara luas tersebar dalam hampir semua tanaman dan jaringan hewan yang banyak digunakan sebagai bahan makanan terutama padi-padian lengkap atau utuh, kacang-kacangan dan daging. Vitamin ini kurang stabil, stabilitasnya tergantung pada pH, temperatur, kekuatan ion, tipe buffer dan reaksi lain. Tiamin memegang peranan penting dalam transformasi energi, konduksi membran dan saraf. Tiamin dibutuhkan dalam metabolisme lemak, protein dan asam nukleat, peran utamanya adalah dalam metabolisme karbohidrat. Sumber utama tiamin adalah serealia tumbuk/setengah giling, kacang-kacangan, daging, telur dan ikan. Gejala awal adalah nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sukar ke belakang, lelah, rasa semutan, berdebar-debar dan refleks berkurang. Gejala klinik kekurangan tiamin terutama menyangkut sistem syaraf dan jantung, yang dalam keadaan berat dinamakan beri-beri. Beri-beri basah ditandai dengan sesak nafas dan edema setelah mengalami rasa lelah berkepanjangan.
Tanda-tanda ini menunjukkan kegagalan
jantung. Kekurangan energi otot jantung akan menyebabkan kegagalan 22
ginjal. Beri-beri kering ditandai oleh otot-otot luar biasa dan degenerasi saraf perifer yang dapat berlanjut dengan kelumpuhan kaki (Sunita, 2009). Vitamin B2 atau riboflavin dalam bentuk murni diperoleh dari isolasi ragi, hati, putih telur dan susu. Sifat riboflavin larut dalam air dan tahan panas didalam larutan netral atau asam, namun dapat rusak bila dipanaskan dalam larutan basa atau bila kena sinar matahari. Bahan makanan yang mengandung tiamin biasanya juga mengandung riboflavin, namun putih telur merupakan bahan yang banyak mengandung riboflavin dan hanya sedikit tiamin.
Riboflavin terutama berfungsi sebagai
komponen koenzim Flavin Adenin Dinukleotida (FAD) dan Flavin Adenin Mononukleotida (FMN), yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi berbagai jalur metabolisme energi dan mempengaruhi respirasi sel. Tandatanda awal kekurangan riboflavin adalah mata panas dan gatal, tidak tahan cahaya, kehilangan ketajaman mata, bibir, mulut serta lidah sakit dan panas. Gejala ini berkembang menjadi bibir meradang, sudut mulut, lidah licin dan berwarna keunguan dan pembesaran kapiler darah di sekeliling kornea mata pecah. Defisiensi riboflavin mengakibatkan bayi lahir sumbing dan gangguan pertumbuhan (Sunita, 2009; Yuniastuti, 2008). Asam folat di bawah kondisi anaerobik (tanpa udara) asam folat stabil, didalam larutan alkali,di bawah kondisi aerobik (berudara) asam folat akan mengalami hidrolisis. Asam folat berperan sebagai koenzim dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Vitamin ini dapat menyembuhkan anemia yang banyak terdapat pada masyarakat miskin. Asam folat banyak terdapat pada sayuran hijau, hati, daging tanpa 23
lemak, serealia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan dan jeruk. Bahan yang tidak banyak mengandung asam folat adalah susu, telur, umbi-umbian dan buah kecuali jeruk. Defisiensi asam folat mengakibatkan anemi, lidah licin dan berwarna keunguan, lesi usus, diare, dan malabsorbsi usus (Sunita, 2009;Yuniastuti, 2008). Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan vitamin yang paling kompleks.Vitamin ini stabil dalam larutan yang mempunyai pH 4-6 dan hanya sedikit mengalami penurunan aktifitas setelah di autoklaf. Vitamin B12 berfungsi untuk : a. Mengubah asam folat menjadi bentuk aktif b. Metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan syaraf c. Kofaktor enzim metionin sintetase dan metimalonil-KoA mutase. Defisiensi vitamin B12mengakibatkananemi, perubahan degeneratif pada mukosa lambung, lesi khas pada sistem syaraf (Yuniastuti, 2008). Vitamin C stabil dalam keadaan kering tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan apalagi dalam suasana basa.
Vitamin C pada
umumnya hanya terdapat dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, tomat, sayuran hijau dan kol. Vitamin C mempunyai banyak fungsi antara lain adalah : a. Sintesis
kolagen,
merupakan
senyawa
protein
yang
mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membran 24
kapiler, kulit dan tendon (urat otot). Dengan demikian, vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan di bawah kulit dan pendarahan gusi. b. Sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, dan lain lain. Karnitin berperan dalam mengangkat asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria untuk dioksidasi.
Karnitin
menurun pada defisiensi vitamin C yang disertai dengan rasa lemah dan lelah. Dalam keadaan stress emosional, psikologis atau fisik, ekskresi vitamin C melalui urin meningkat. c. Absorpsi dan metabolisme besi. Vitamin C mereduksi besi fero menjadi feri dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. d. Absorpsi kalsium. Vitamin C berperan dalam menjaga agar kalsium berada dalam bentuk larutan. e. Mencegah Infeksi.Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. f. Mencegah kanker dan penyakit jantung. Dapat mencegah dan menyembuhkan kanker karena kemungkinan karena vitamin C dapat mencegah pembentukan nitrosamine yang bersifat karsinogenik.
Disamping itu peranan vitamin C sebagai
antioksidan dapat menanggulangi pembentukan sel-sel tumor. Vitamin C juga dapat menurunkan kadar trigliserida serum 25
yang tinggi yang berperan dalam terjadinya penyakit jantung (Sunita, 2009). Vitamin A ditemukan dalam bahan-bahan makanan yang berlemak yang berasal dari tanaman, vitamin ini dalam bentuk provitamin A yang dikenal sebagai karoten. Provitamin A ini berupa pigmen berwarna kuning atau oranye,yang memberi warna pada wortel,ubi,labu kuning,jagung kuning dan sebagainya,juga terdapat dalam sayur-sayuran hijau dimana warna kuning tertutup oleh warna hijau,klorofil.Menurut Sunita (2009) fungsi vitamin A adalah : a. Daya penglihatan malam. Vitamin A merupakan unsur esensial untuk pembentukan pigmen retina, rhodopsin (pigmen yang memungkinkan mata untuk dapat melihat dalam cahaya remangremang). b. Jaringan epitel yang sehat.
Vitamin A diperlukan untuk
mempertahankan keutuhan jaringan epitel dan membran mukosa. c. Pertumbuhan gigi dan tulang yang normal. Vitamin D termasuk golongan zat organik yang dikenal sebagai sterol yaitu senyawa dengan molekul besar yang mempunyai gugus alkohol dan bersifat larut dalam lemak. Di antara beberapa jenis vitamin D yang penting adalah vitamin D2atau ergokalsiferol dan vitamin D3 atau kolekalsiferol.Pada umumnya
tubuh manusia tidak memerlukan
suplementasi vitamin D dari sumber luar sepanjang kulit mendapatkan 26
penyinaran matahari. Vitamin ini sangat stabil terhadap panas dan oksidasi serta tahan terhadap asam dan basa. Tetapi peka terhadap cahaya yang mempunyai gelombang pendek (ultraviolet).Vitamin D banyak terdapat pada hati ikan,minyak hati ikan,telur serta mentega (Yuniastuti, 2008). Vitamin E mempunyai beberapa bentuk yaitu : alpha tocopherol, beta tocopherol,gama tocopherol dan delta tocopherol. Sumber vitamin E adalah telur, daging, hati, minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji kapas serta berbagai produk-produk lainnya. Selain itu, kecambah bijibijian juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Vitamin K terdapat dalam dua bentuk yaitu vitamin K1 atau mofiton dan vitamin K2 atau farnokuinon.Vitamin K1 banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti daun lobak,teh hijau, brokoli, selada serta kol. Sedangkan K2 terdapat sebagai hasil metabolisme bakteri usus dan pada jaringan hewan
(Grober, 2012; Kohlmeier, 2003; Muchtadi, 2001;
Yuniastuti, 2008). E. Mineral Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang di tanam diatas tanah
akan
menyerap
mineral
yang
diperlukan
untuk
pertumbuhannya,yang kemudian disimpan didalam struktur tanaman seperti akar,batang, daun,bunga dan buah.Hewan yang memakan tanaman tersebut akan menyimpan mineral yang diperoleh didalam tubuhnya. Manusia akan memperoleh mineral dari dua sumber yaitu melalui konsumsi nabati dan hewani. 27
Mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dapat dikelompokan menjadi mineral makro dan mineral mikro (unsur sekelumit).Mineral makro adalah kalsium (Ca), fosfor (P),natrium(Na), kalium (K), klorida (Cl), magnesium (Mg) dan belerang (S). Mineral mikro adalah kobalt (Co), tembaga (Cu),fluor (F), besi (Fe), iodium(I), mangan (Mn) dan seng (Zn). Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Lebih dari 99 persen kalsium ada didalam tulang dan gigi. Kalsium bersama-sama fosfat membentuk kristal yang tidak larut disebut kalsium hidroksiapatit. Bahan makanan yang kaya kalsium adalah susu dan hasil olahannya (kecuali mentega ) seperti keju dan es krim di samping itu sayursayuran tertentu,brokoli, kacang-kacangan,buah-buahan juga merupakan sumber kalsium. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak dalam tubuh setelah kalsium, sekitar 85 persen di antaranya terdapat pada tulang. Konsumsi pangan kurang fosfor jarang dijumpai pada manusia, karena peranannya yang sangat penting dalam metabolisme pada jaringan hewan dan tanaman maka mineral ini umumnya terdapat dalam setiap bahan makanan. Kira-kira 60% dari magnesium berada dalam jaringan tulang dan sisanya 40% tersebar diseluruh cairan tubuh. Serum darah mengandung 13 mg magnesium per 100 ml serum darah. Mineral ini terdapat dalam hampir semua makanan. Magnesium diperlukan sebagai kofaktor atau aktivator enzim untuk lebih dari 300 reaksi metabolik yang esensial (misalnya semua reaksi yang bergantung pada ATP) (Grober, 2013).
28
Natrium dan kalium merupakan elekrolit utama dalam tubuh. Natrium merupakan elektrolit utama cairan diluar sel, sedangkan kalium merupakan elektrolit utama cairan didalam sel. Natrium umumnya terdapat dalam bentuk NaCI. Kalium banyak dijumpai pada buah dan sayuran. Besi (Fe) merupakan unsur mineral mikro atau unsur sekelumit terpenting bagi manusia. Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen. Bagian besi lainnya terdapat didalam enzim oksidatif seperti katalase,sitokrom, flavoprotein dan mitokondria. Besi banyak terdapat pada bahan makanan hewani dan nabati terutama yang berwarna hijau (Sunita, 2009). Tembaga (Cu) tersebar diseluruh jaringan tubuh,namun hati,otak, jantung dan ginjal mengandung
Cu dalam jumlah yang lebih
banyak.Tembaga ditemukan bersama dengan unsur-unsur lainnya dikebanyakan bahan makanan. Fungsi Cu bagi tubuh adalah penting untuk sintesis hemoglobin dan untuk pekerjaan enzim-enzim tertentu. Mungkin berperan pula dalam pembentukan tulang dan mempertahankan myelin (Yuniastuti, 2008). Seng (Zn) terdapat dalam semua jaringan tubuh hewan seperti hati,otot dan tulang mengandung jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jaringan lainnya.Seng banyak terdapat pada tanaman dan hewan. Di beberapa negara seperti Iran,Mesir di Timur Tengah dan Michigan di Amerika Serikat kandungan Zn di dalam tanahnya sangat rendah sehingga banyak yang kekurangan Zn.Fungsi Zn dalam tubuh adalah berperan 29
dalam bekerjanya lebih dari 200 jenis enzim, sebagai antioksidan dan berperan dalam fungsi membran(Yuniastuti, 2008). Fluor (F) terdapat dalam jumlah sedikit didalam tanaman, hewan dan air. Jumlah F dalam pangan asal laut berkisar antara 5-515 ppm,pada daun teh kering jumlahnya bekisar 75-100 ppm. Secara komersial dapat diperoleh dalam bentuk natrium dan kalsium fluoride. Fluor mudah diserap dalam bentuk garam larut. Di dalam tubuh fluor dijumpai pada tulang dan gigi. Selenium (Se) banyak terdapat pada makanan asal laut, ginjal dan hati. Selenium dalam bentuk selenit dan selenat diketahui sifatnya sangat beracun terhadap sapi yang digembalakan didaerah Montana dan Dakota,akibat kelebihan garam-garam selenium di dalam tanahnya. Akan tetapi selenium dalam jumlah yang sangat kecil diperlukan untuk kesehatan tubuh. Selenium dan vitamin E melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif ,membantu sintesis immunoglobulin (Sunita, 2009). Mangan (Mn) terdapat paling banyak di dalam tulang, di samping dalam hati, pankreas dan jaringan saluran pencernaan makanan. Mangan diperlukan dalam oksidasi fosforilasi. Mn berfungsi sebagai kofaktor berbagai enzim yang membantu bermacam-macam proses metabolisme (Sunita, 2009). Khrom (Cr) banyak terdapat pada protein hewani (bukan ikan), produk biji-bijian utuh dan khamir bir.Terdapat sangat rendah pada sayuran hijau. Cr berfungsi dalam metabolismekarbohidrat dan lipid. Cr bekerjasama
30
dengan insulin dalam memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel (Sunita, 2009). Tubuh mengandung sekitar 25 mg iodium,sepertiganya terdapat dalam kelenjar tiroid. Namun demikian iodium terdapat dalam semua jaringan tubuh. Pada ovari, otot dan darah mengandung iodium yang relatif tinggi. Iodium dapat diperoleh dari berbagai sumber. Kandungan iodium pada buah dan sayur tergantung dari jenis tanah, sedangkan iodium pada jaringan hewan dan produk susu tergantung dari kandungan iodium pada pakan. Sumber alamiah iodium adalah makanan-makanan asal laut. Fungsi iodium adalah menjadi bagian integral hormon tiroksin. Hormon tiroksin berfungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan, suhu tubuh, pembentukan sel darah merah dan fungsi otot dan syaraf. Iodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi betuk aktif vitamin A; sintesis protein; sintesis kolesterol dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna (Sunita, 2009). F. Air Air merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, air merupakan komponen utama dari semua struktur sel dan merupakan media kelangsungan proses metabolisme dan reaksi kimia dalam tubuh.Air yang tersedia bagi tubuh termasuk yang terdapat dalam makanan cair maupun padat yang dikonsumsi, serta air yang terbentuk didalam sel sebagai hasil proses oksidasi makanan atau disebut juga air metabolik. Cairan tubuh tidak pernah bersifat statis tetapi selalu bergerak, air yang masuk kedalam tubuh kemudian diekskresi melalui keringat, pernafasan, feses dan urin. 31
Menurut Sunita (2009) air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital di dalam tubuh antara lain adalah : a. Pelarut dan angkut. Air di dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi seperti monosakarida, asam amino, lemak, vitamin dan mineral, serta zat-zat lain yang diperlukan tubuh seperti oksigen, dan hormon-hormon. Zat-zat gizi, oksigen dan hormon dibawa ke seluruh sel yang membutuhkan. Disamping itu air, sebagai pelarut mengangkut sisa-sisa metabolisme, termasuk karbondioksida dan ureum untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru, kulit, dan ginjal. b. Katalisator.
Air berfungsi sebagai katalisator dalam berbagai
reaksi biologik di dalam sel, termasuk di dalam saluran pencernaan. Air berfungsi pula untuk memecah atau menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk-bentuk lebih sederhana. c. Fasilitator pertumbuhan. Air berfungsi pada jaringan tubuh, untuk pertumbuhan yakni sebagai zat pembangun. d. Pelumas. Air berfungsi sebagai pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh. e. Pengatur Suhu. Air berfungsi dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas yang dihasilkan dari metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh pada 37o. Suhu ini paling cocok untuk bekerjanya enzim-enzim di dalam tubuh. Kelebihan panas yang diperoleh disalurkan ke luar melalui penguapan air dari permukaan tubuh (keringat). 32
f. Peredam benturan. Air melindungi organ-organ tubuh dari tubuh seperti mata, jaringan saraf tulang belakang, dan kantung ketuban. Rangkuman Zat-zat gizi dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu : (1) Karbohidrat , (2) Protein, (3) Lemak, (4) Vitamin, dan (5) Mineral, serta ( 6) Air. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga jenis gizi ini dinamakan pula zat tenaga. Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Akibat kekurangan asam lemak esensial adalah : a. Ekzema dermatitis b. Menghambat pertumbuhan pada bayi dan anak-anak, kegagalan reproduksi, gangguan pada kulit, hati dan ginjal Vitamin adalah senyawa kimia atau zat gizi yang sangat penting dan dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk pemiliharaan kesehatan dan pertumbuhan normal. Sebagian besar vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan. Vitamin-vitamin ini ada yang larut dalam air yaitu vitamin B kompleks dan vitamin C, dan yang larut dalan minyak atau lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K.Tiamin memegang peranan penting dalam transformasi energi, konduksi membran dan saraf.
Tiamin
dibutuhkan dalam metabolisme lemak, protein dan asam nukleat, peran utamanya adalah dalam metabolisme karbohidrat. Riboflavin terutama 33
berfungsi sebagai komponen koenzim Flavin Adenin Dinukleotida (FAD) dan Flavin Adenin Mononukleotida (FMN), yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi berbagai jalur metabolisme energi dan mempengaruhi respirasi sel. Vitamin B12 berfungsi untuk : a. Mengubah asam folat menjadi bentuk aktif b. Metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan syaraf c. Kofaktor enzim metionin sintetase dan metimalonil-KoA mutase. Fungsi iodium adalah menjadi bagian integral hormon tiroksin. Hormon tiroksin berfungsi mengatur pertumbuhan dan perkembangan, suhu tubuh, pembentukan sel darah merah dan funsi otot dan syaraf. Iodium berperan pula dalam perubahan karoten menjadi betuk aktif vitamin A; sintesis protein; sintesis kolesterol dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna. Soal Latihan 1. Sebutkan contoh-contoh polisakarida yang tidak merupakan zat gizi tetapi bermanfaat bagi tubuh ! 2. Apa yang dimaksud dengan asam amino esensial dan sebutkan asam-asam amino esensial ? 3. Apa yang dimaksud dengan asam lemak tidak jenuh ? 4. Berkaitan dengan gizi apa yang dimaksud dengan vitamin, mineral dan air ?
34
BAB 3 ANTIGIZI DAN SENYAWA BERACUN DALAM BAHAN PANGAN (KEAMANAN PANGAN) Tujuan Pengajaran : Sesuai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan bagaimana keamanan pangan di Indonesia 2. Menjelaskan bagaimana jenis racun alami dalam bahan pangan 3. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup zat antigizi dalam bahan pangan A. Keamanan Pangan Perundang-undangan pada suatu negara tentu telah menetapkan jumlah
standar
yang
harus
dipatuhi
dalam
memproduksi,
mendistribusikan, dan menjual bahan-bahan makanan. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pejabat setempat untuk membuat peraturan-peraturan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. lingkungan
Sebagai tempat
pemerahan
susu
contoh, dan
distribusi
susu
memperolehpengawasan pemerintah setempat lewat sektor peternakan dan kesehatan, dan standar yang mengawasi dan mencegah pencemaran bakteriologis pada semua susu yang dijual untuk konsumsi manusia harus dipenuhi. Semua ternak yang akan disembelih harus bebas dari penyakit dan 35
karkasnya harus diperiksa. Harus ada spesifikasi tentang penanganan pengemasan, serta penjualan makanan.Tempat-tempat yang dipakai untuk penjualan makanan harus mengikuti persyaratan tertentu. Pengawasan juga harus dilakukan terhadap penambahan bahan-bahan kimia ke dalam makanan, misalnya sebagai pengawet atau pewarna. Menurut UU Pangan RI No 7 Th 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.Mutu panganadalah nilai yang ditentukan atas asas kriteria keamanan pangan, kandungan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Bahan cemaran pangan dapat berupa : a. Biologis
: mikroba (bakteri, virus, dan lain lain)
b. Kimia : bahan tambahan kimia, pestisida, dan lain c. Benda lain
lain
: pecahan gelas, kayu dan lain lain.
Semua peraturan yang berhubungan dengan produksi dan distribusi bahan makanan akan memberikan perlindungan yang cukup luas kepada para konsumennya. Peraturan itu mempunyai keterbatasan ruang lingkup sehingga pada akhirnya keberhasilan semua peraturan di atas tergantung kepada peran serta dan kerja sama setiap orang yang terlibat dalam proses penanganan makanan. Peran konsumen sangat diharapkan dan mungkin dapat disalurkan lewat lembaga konsumen.
36
Tuntutan jaminan keamanan pangan terus berkembang sesuai persyaratan konsumen yang terus meningkat seirama dengan kenaikan kualitas hidup.Konsumen menyadari mutu “keamanan”,
tidak hanya
dijamin dari hasil uji laboratorium, tapi didapat dari bahan baku yang baik, ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik.Masih sering terjadinya kasus keracunan makanan, adalah
bukti masalah
keamanan pangan masih perlu lebih diperhatikan. B. Senyawa Beracun dalam Bahan Pangan Bahan pangan baik dari tanaman, hasil peternakan ataupun hasil perikanan secara alami dapat mengandung senyawa racun,
alergen,
histamon, pestisida dan logam berat serta bahan-bahan lain yang bersifat racun (Yuniastuti, 2008). Bahan-bahan beracun tersebut antara lain adalah : 1. Solanin. Solanin adalah senyawa racun yang banyak ditemui pada kentang, tomat, cabe. Kandungan senyawa tersebut pada kentang yang berwarna hijau atau tomat hijau yang masih muda sangat tinggi dan kadarnya akan menurun selama proses pematangan. Gejala keracunan adalah: gangguan alat pencernaan : muntah, diare (kadang-kadang disertai darah dan rasa nyeri pada perut), serta gangguan saraf: mengantuk, apatis (dalam beberapa kasus disertai dengan perasaan gelisah), bingung, lemah dan depresi serta kadang-kadang pingsan. Gejala tersebut umumnya timbul antara 8-12 jam setelah konsumsi.
37
Tanda-tanda keracunan solanin yang lain adalah: suhu badan naik, tekanan darah menurun dan berkeringat. 2. Asam Amino Toksik a. Asam Jengkolat. Asam jengkolat adalah suatu asam amino bebas yang terdapat dalam biji buah jengkol. Konsumsi jengkol yang berlebihan dapat mengakibatkan keracunan yang dikenal dengan sebutan "jengkoleun" (Sunda). Keracunan jengkol terjadi beberapa saat setelah mengkonsumsi buah jengkol. Keracunan jengkol disebabkan karena terjadinya penyumbatan saluran seni (tractus urogenitalis) oleh endapan kristal asam jengkolat. Untuk mengurangi kadar zat racun ini, biasanya dilakukan dengan merebus buah jengkol dengan air abu gosok atau mengolah jengkol menjadi keripik. Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab keracunan jengkol adalah : a) terlalu banyak buah jengkol yang dikonsumsi, b)Cara penyediaan buah jengkol sewaktu dikonsumsi (mentah atau setelah diolah), c) Kombinasi konsumsi buah jengkol dengan makanan lain; buah jengkol yang dimakan bersamaan dengan makanan lain yang bersifat asam akan memperbesar peluang pengendapan asam jengkolat, d) Tingkat kepekaan seseorang terhadap buah jengkol dan e) Varietas tanaman jengkol (tinggi rendahnya kandungan asam jengkolat dalam buah jengkol). b. Mimosin. Mimosin adalah asam amino bebas yang terdapat pada tanaman lamtoro. Mimosin pada hewan percobaan maupun ternak menyebabkan
kerontokan
bulu, 38
menghambat
pertumbuhan,
menimbulkan katarak, gondok, menurunkan fertilitas dan akhirnya dapat pula menyebabkan kematian. c. Glukosinolat. Jenis tanaman yang banyak mengandung glukosinolat antara lain kubis, lobak cina, dan lain-lain. Produk toksik dari glukosinolat diantaranya adalah : a) goitrin, b) ion tiosianat dan isootiosianat serta nitril. d. Racun Biru (HCN). Racun biru (HCN) sangat toksik, dapat dihasilkan oleh singkong dan beberapa jenis kacang koro (Sediaoetama, 1999). e.Nitrat/nitrit,
kontaminan
pestisida,
hidrokarbon
polisiklik
dan
karsinogen pada daging. Beberapa faktor toksik yang terdapat dalam daging umumnya tidak diproduksi oleh hewan penghasil daging, tetapi terdapat dalam daging akibat penambahan sewaktu daging diolah (misalnya nitrat/nitrit), atau sebagai kontaminan, misalnya faktor toksik dari tanaman yang dikonsumsi oleh hewan; pestisida yang digunakan pada tanaman dan kemudian terkonsumsi oleh hewan; hidrokarbon polisiklik yang terbentuk selama pengolahan daging (pengasapan, pemanggangan); antibiotika, baik yang sengaja ditambahkan pada daging maupun sebagai kontaminan; dan yang terakhir adalah karsinogen yang mungkin terdapatpada daging. f.Susu (Sapi). Tidak seperti halnya senyawa toksik yang terdapat dalam bahan pangan yang kehadirannya tidak dikehendaki, alergen merupakan komponen bahan pangan normal tetapi dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan pada beberapa orang tertentu yaitu yang menunjukkan kreativitas atau alergi terhadap senyawa tersebut. Sedangkan pada orang 39
lain (normal) senyawa tersebut tidak berakibat apa-apa. "Lactosa intolerance" sering ditemukan pada anak-anak yang tidak dibiasakan minum susu sapi. Pada anak-anak tersebut jumlah enzim laktase tidak cukup banyak untuk menghidrolisis laktosa dari susu sapi, sehingga laktosa yang tidak tercema tersebut akan difermentasi oleh mikroflora yang terdapat dalam usus, dan akhirnya menimbulkan diare. Lactosa intolerance juga terdapat pada orang dewasa yang sejak kecil tidak biasa minum susu sapi. Keadaan ini dapat dikurangi dengan meminum susu yang telah dikurangi kadar laktosanya (low lactose milk). g. Keju. Telah diketahui sejak lama bahwa keju mengandung senyawa amin dalam jumlah yang cukup banyak. Sebagai akibat dari hal ini adalah meningkatnya tekanan darah dan terjadinya beberapa perubahan dalam tubuh. Sakit kepala yang berdenyut-denyut tiba-tiba muncul dan terasa selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kematian dapat terjadi dari keadaan hipertensif ini sebagai akibat pendarahan pada otak. h. Tempe Bongkrek. Tempe bongkrek dapat menghasilkan dua macam toksin, yaitu asam bongkrek dan toksoflavin.
Asam ini dapat
menyebabkan hipoglikemia berat, kematian biasanya menjelang setelah beberapa jam setelah timbulnya gejala tersebut (Arisman, 2008).
40
C. Faktor Antigizi dalam Bahan Pangan Senyawa atau faktor antigizi banyak ditemukan dalam bahan pangan
nabati.
Umumnya
aktivitas
senyawa
ini
dapat
dihilangkan/dikurangi melalui proses pemanasan yang dilakukan secara benar, meskipun beberapa senyawa antigizi tersebut tahan terhadap pemanasan (Yuniastuti, 2008). Beberapa jenis senyawa antigizi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Telur. Protein telur sebagai antigizi adalah: 1)Avidin, protein yang bertanggung jawab terhadap "eggwhite injury" yang dapat mengikat biotin; 2) ovomukoid, suatu mukoprotein yang secara spesifik dapat menghambat enzim tripsin (sapi); 3) ovoinhibitor, menghambat beberapa enzim proteolitik; 4) Ovotransferin, suatu protein yang dapat mengikat metal; 5)Ovoflavoprotein (ovoapoprotein), suatu protein yang dapat mengikat riboflavin. 2. Antitripsin.
Antitripsin adalah senyawa antigizi yang mempunyai
kemampuan untuk menghambat aktivitas proteolitik beberapa enzim. Senyawa ini telah ditemukan di dalam bahan pangan nabati, terutama kacang-kacangan.
Proses
pengolahan
(pemanasan)
yang
mengakibatkan terdenaturasinya antitripsin, sehingga peranannya akan kecil sekali. 3. Hemaglutinin.
Hemaglutinin adalah senyawa antigizi yang terdapat
pada tanaman, terutama serealia dan umbi-umbian, yang mempunyai kemampuan mengendapkan (aglutinasi) sel darah merah. Biji-bijian
41
yang telah dibuktikan mengandung hemaglutinin adalah navy beans, kacang kapri, black-bean, dan biji jarak. 4. Saponin. Saponin bersifat antigizi dan menghambat aktivitas beberapa enzim proteolitik. Saponin dapat mengganggu penyerapan zat-zat gizi. Saponin mempengaruhi aktivitas enzim kolinesterase, kimotripsin, tripsin, papain serta enzim proteolitik. Saponin terdapat pada hampir semua tanaman. Salah satu sifat fisiologi saponin yang menonjol adalah kemampuannya untuk menghemolisis sel darah merah walaupun pada konsentrasi yang rendah sekali. Hemolisis darah merah oleh saponin adalah sebagai hasil dari interaksi antara saponin dengan senyawasenyawa yang terdapat pada permukaan membran sel, misalnya kolesterol, protein dan fosfolipida. 5. Asam Fitat. Asam fitat adalah bentuk fosfor utama dalam bijitanaman. Senyawa ini sulit dicerna, sehingga fosfor dalam asam fitat tidak dapat digunakan oleh tubuh. Masalah gizi yang ditimbulkan oleh asam fitat ialah kemampuannya untuk mengkelat elemen-elemen mineral, terutama kalsium, magnesium, besi dan seng, sehingga akan menurunkan ketersediaan mineral-mineral tersebut bagi tubuh. Asam fitat dapat pula bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks ini dapat mempengaruhi kecepatan hidrolisis protein oleh enzim-enzim proteolitik karena terjadinya perubahan konformasi protein. Asam fitat dapat menghambat hidrolisis ovalbumin dan elastin oleh enzim pepsin.
42
6. Oligosakarida Penyebab Flatulensi. Flatulensi adalah suatu keadaan menumpuknya gas-gas di dalam lambung. Biji-bijian dan kacangkacangan banyak mengandung oligosakarida. akan menyebabkan: sakit kepala, pusing, penurunan daya konsentrasi dan oedem kecil. Flatulensi juga dapat menimbulkan konstipasi intestinal serta diare. 7. Antivitamin. Beberapa jenis bahan pangan telah diketahui mengandung senyawa-senyawa antivitamin, sehingga akan terjadi defisiensi vitamin di dalam tubuh. Senyawa antivitamin tersebut antara lain (Yuniastuti, 2008) : a. Antivitamin A, yang telah dibuktikan terdapat pada kacang kedelai. Kacang kedelai mentah mengandung enzim lipooksigenase yang dapat mengoksidasi dan menghancurkan karoten (vitaminA). b. Antivitamin D, yang telah dibuktikan terdapat pada bungkil kacang kedelai dan isolat protein dari bungkil tersebut, menyebabkan penurunan mineral pada tulang. c.Antivitamin E yang telah dibuktikan terdapat pada kidneybeandan kacang karpri, dapat menyebabkan kerusakan hati (liver necrosis) dandistrofi muscular. d. Antiniasin, yang telah dibuktikan terdapat pada sorgum. 8. Senyawa Polifenol.Senyawa polifenol yang terdapat dalam tanaman antara lain ialah asam fenolat, flavanoid, dan tanin. Senyawa polifenol ini tersebar luas pada organ tanaman, yaitu terdapat di dalam daun, akar, bunga, buah, biji dan selalu terdapat pada pangan nabati. Asam fenolat banyak terdapat pada tanaman, yang digunakan untuk pertahanan diri 43
terhadap infeksi mikroba, predator dan parasit. Telah diketahui bahwa biji bunga matahari dan daun-daunan rnengandung asam fenolat tinggi. Tanin diketahui dapat rnenurunkan daya cerna protein dan bioavaibilitas zat-zat gizi lainnya, terutama mineral, sedangkan pengaruh flavanoid berkaitan erat dengan metabolisme asam askorbat dan nilai gizi bahan pangan. Rangkuman Senyawa beracun yang ditemukan di dalam bahan pangan adalah solanin, asam amino toksik (asam jengkolat, mimosin dan glukosinolat), racun biru/HCN, pada daging (nitrat/nitrit, hidrokarbon polisiklik), lactose intolerance pada susu sapi, amin pada keju, tempe bongkrek (asam bongkrek dan toksoflavin). Senyawa antigizi banyak ditemukan di bahan pangan nabati antara lain adalah pada antitripsin, hemaglutinin, saponin, asam fitat, oligosakarida penyebab flatulensi, antivitamin (A,D,E, antiniasin), polifenol. Soal Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan jenis dan sumber senyawa racun alami! 2. Sebutkan dan jelaskan jenis dan sumber zat antigizi!
44
BAB 4 ANTIOKSIDAN ALAMI DAN KESEHATAN Tujuan Pengajaran : Sesuai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan bagaimana antioksidan alami dalam bahan pangan 2. Menjelaskan
bagaimana hubungan senyawa oksigen reaktif
dengan kesehatan A. Antioksidan Alami dalam Pangan Senyawa oksigen reaktif (SOR) di dalam tubuh memberikan efek merusak bila keseimbangan antara oksidan dan antioksidan terganggu. Keseimbangan ini tergantung pada konsumsi pangan yang membawa antioksidan alami seperti asam-asam amino esensial dalam jumlah yang diperlukan untuk sintesis protein, serta zat-zat gizi lain yang diperlukan misalnya untuk sintesis berbagai kofaktor antara lain glutation tereduksi, antioksidan dan oligoelemen (Cu,Zn, dan Se) yang merupakan kofaktor enzim-enzim yang dapat mendegradasi senyawa-senyawa SOR serta vitamin-vitamin antioksidan (vitamin A,C, E dan B). Jadi walaupun tubuh selalu membentuk SOR tetapi tubuh juga mampu membuangnya dengan mengubahnya menjadi air melalui reaksi yang melibatkan Cu, Zn dan Se (Yuniastuti, 2008). Pada Tabel 1 disajikan beberapa macam bahan pangan yang merupakan sumber antioksidan alami.
45
Tabel 1 Bahan Pangan Sumber Antioksidan Alami (Muchtadi, 2009; Yuniastuti, 2008). Komponen Antioksidan Beta karoten Beta kriptosantin Klorofil Kurkumin Likopen Lutein, zeasantin Antosianin Betasianin Katekin Teaflavin Hesperitin, Naringenin, Erlodiktiol Kuersetin, Kaemferol, Mirisetin,Iserhamnertin
Apigenin, Luteolin Isoflavon Gingerol, Shogaol, Gingeron Vitamin A Vitamin E Vitamin C Vitamin B2 Zn Cu Se Protein
Bahan Pangan Wortel, mangga, aprikot, waluh, ubi jalar merah Jeruk, tangerins Brokoli, bayam, kangkung, daun singkong dll Kunyit Tomat, jeruk besar, melon Jagung, advokat Strawberri, delima, apel, Blueberry, plum, cherry, terong, anggur Bit Teh hijau, cokelat, anggur, apel Teh hitam Jeruk, jeruk bali, lemon Bawang merah, brokoli, apel, the Seledri, cabe Kedelai, tempe Ekstrak jahe Mentega, margarin, susu Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung minyak tinggi, kacang-kacangan, susu dan hasil olahannya Buah-buahan (jeruk, kiwi dll), kentang dan sayursayuran (sebagian rusak selama pemasakan) Susu, produk hasil olahannya, daging, ikan, telur, serealia utuh, kacang-kacangan. Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, susu, dan hasil olahannya Hati, udang, biji-bijian, serealia Serealia utuh, daging, ikan Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam gandum
B. Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) dan Kesehatan Peningkatan SOR di dalam tubuh terjadi karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang. Keadaan 46
berlebihan kadarSOR ini disebut stress oksidatif yang menghasilkan radikal bebas, berdampak toksik, yang berpotensi besar merusak sel, jaringan dan organ. Sebagai akibatnya adalah pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi tidak wajar, bahkan dapat menyebabkan kematian sel, sehingga menyebabkan berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, penyakit ginjal dan lain lain (Muchtadi, 2008). Membran plasma merupakan tempat utama reaksi radikal bebas, karena memiliki struktur yang terdiri dari asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah teroksidasi. Rusaknya asam lemak tidak jenuh pada membran plasma akan mengganggu permeabilitas membran dan radikal bebas semakin mudah masuk ke dalam sel dan dapat bereaksi dengan organel yang terdapat di dalam sel. Misalnya merusak lisosom, inti sel, DNA sehingga menimbulkan mutagenesis (hal ini mendasari patogenesis kanker). Radikal bebas juga merusak karbohidrat di dalam sel, sehingga merusak reseptor (Yuniastuti, 2009). Rangkuman 1. Antioksidan alami lebih banyak terkadung pada bahan makanan nabati, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar. 2. Senyawa SOR memberikan efek merusak dan bersifat toksik bila keseimbangan
antara
oksidan
dan
antioksidan
terganggu.
Keseimbangan ini tergantung pada konsumsi pangan yang mengandung antioksidan. 47
3. Keadaan berlebihan kadar SOR ini disebut stres oksidatif yang menghasilkan radikal bebas, berdampak toksik, yang berpotensi besar merusak sel, jaringan dan organ. Sebagai akibatnya adalah pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi tidak wajar, bahkan dapat menyebabkan kematian sel, sehingga menyebabkan berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, penyakit ginjal dan lain lain Soal Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan bahan pangan sumber antioksidan alami! 2. Jelaskan berbagai penyakit kronis akibat stress oksidatif !
48
BAB 5 PANGAN DAN GIZIDALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA Tujuan Pengajaran: Seusai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan
bagaimana
pangan
dangizisebagai
pilar
pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. 2. Menjelaskan
Konsep
Gizi
Seimbang
dalam
mendukung
pembangunan SDM 3. Menjelaskan bagaimana dampakgiziburuk dan Lost Generation. 4. Menjelaskan bagaimana upaya meningkatkan kualitas SDM 5. Menjelaskan bagaimana kebijakan pembangunan dalam perbaikan gizi A. Pangan dan Gizi sebagai Pilar Pembangunan SDM Indonesia Salah satu indikator keberhasilan yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan suatu bangsa dalam membangun sumberdaya manusia
adalah
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM)
atau
HumanDevelopment Index. Berdasarkan IPM maka pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara (UNDP 2003 dalam Beban Ganda Masalah dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional, 2005). Sedangkan pada 49
tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara (UNDP 2004, dalam Beban Ganda Masalah dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional, 2005), yang merupakan peringkat lebih rendah dibandingkan peringkat IPM negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia (Hananto, 2002). Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Betapapun kayanya sumber alam yang tersedia bagi suatu bangsa tanpa adanya sumber daya manusia yang tangguh maka sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri (Anonimus, 2011a). Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif merupakan
faktor
utama
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pembangunan nasional. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Peranan pangan dan gizi sangatlah penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia. Potensi manusia yang dibawa sejak lahir dapat dikembangkan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu beriman, sehat fisik, mental dan sosial. Dengan konsumsi pangan yang bergizi dan seimbang, diharapkan dapat lebih meningkatkan
50
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mampu mengembangkan iptek, dan meningkatkan kesejahteraan (Ari Agung, 2008; Sri Handajani, 1996). Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam mengalami krisis pangan tentunya menjadi hal yang aneh. Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis penyegar dan 55 jenis tanaman rempah-rempah (Ali Khomsan, 2004). Krisis ekonomi, disusul krisis keuangan global, bermuara pada pertambahan jumlah warga miskin di Indonesia. Pemutusan hubungan kerja dan anjloknya daya beli adalah masalah yang menghantam pilar kualitas gizi masyarakat. Kini anak balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk mencapai 4,1 juta jiwa (Anonimus, 2011b). Selain minimnya lapangan kerja,SDM di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan belum bisa bersaing dengan SDM dari negara lain. Hal ini dikarenakan Indonesia masih memiliki problem dalam pembangunan manusia. Permasalahannya adalah adanya “celah” yang dimiliki oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi. Penyebab permasalahan ini dapat digambarkan pada Gambar 1.
51
Gambar 1 Pangan dan Gizi dalam Pembangunan SDM (Aguskrisno, 2011) Usaha-usaha peningkatan gizi terutama harus ditunjukkan pada anak-anak dan ibu hamil. Karena pada masa yang akan datang anak-anak merupakan generasi penerus nusa dan bangsa.Penundaan pemberian perhatian pemeliharaan gizi yang tepat pada anak-anak akan menurunkan potensi sebagai SDM pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Menurut
Budiyanto (2002) berbagai alasan mengapa anak-anak
memerlukan penanganan serius terutama jaminan ketersediaan zat gizi, yaitu: a. Kekurangan gizi berakibat meningkatkan angka kesakitan dan menurunnya produktifitas kerja manusia. Hal ini berarti dapat menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. b. Kekurangan gizi berakibat menurunnya kecerdasan anak-anak. Hal ini berarti menurunnya kualitas kecerdasan manusia pandai yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa. c. Kurangnya gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia. 52
Ketahanan pangan merupakan salah satu hal yang menunjang terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang baik karena pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Undang-Undang Pangan Nomor: 7/1996 Bab VII pasal 45 mengamanatkan pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang pemenuhannya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Pangan sebagai bagian dari HAM mempunyai arti bahwa Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Pembangunan keadaan pangan, gizi dan kesehatan penduduk di Indonesia secara umum telah meningkat.
Akan tetapi belum semua
penduduk telah tercukupi kebutuhan pangan dan gizinya. Penduduk di daerah kantong kemiskinan masih menderita kurang pangan dan gizi, sehingga banyak menderita kurang energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan Iodium(GAKI),kekurangan vitaminA(KVA), anemi gizi besi (AGB), dan lain lain.
Sebaliknya ada kelompok masyarakat yang
mengkonsumsi pangan secara berlebihan, dan menderita penyakitpenyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, kanker, diabetes, asam urat dan lain lain. Sehingga di Indonesia timbullah apa yang disebut sebagai “ Masalah Gizi Ganda” (Ari Agung, 2013; Muchtadi, 2001). Permasalahan pangan dan gizi di Indonesia merupakan masalah yang komplek, yang menyangkut antara lain masalah kependudukan, 53
pendidikan, pertanian, industri, masalah sosial, ekonomi, budaya dan politik/kebijaksanaan, yang terkait satu sama lain (Sri Handajani, 1996). Kemajuan di bidang pangan dan gizi telah tercapai, karena kebijakan pemerintah di bidang gizi, peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahan pangan yang kaya akan beta karoten (sebagai program jangka panjang), fortifikasi bahan pangan (pada garam, terigu, gula, minyak goreng, dan penyedap masakan/MSG) yang banyak dimakan, dan pemberian suplementasi vitamin A sebagai program jangka pendek telah terpola dengan sangat baik (Arisman, 2007). Energi dalam tubuh manusia dapat dihasilkan dari pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Prevalensi anemi gizi besi, defisiensi kalori dan vitamin B1 pada pekerja Indonesia masih tinggi. Vitamin B1 disebutkan sebagai vitamin semangat, karena berperan sangat penting dalam proses metabolisme energi, dan memelihara fungsi organ tubuh seperti hati, buah pinggang, jantung, otot dan otak. Zat gizi besi besar peranannya dalam kegiatan oksidasi dalam menghasilkan energi dan transportasi oksigen, maka apabila kekurangan zat besi akan terjadi perubahan tingkah laku dan penurunan kemampuan bekerja/produktivitas kerja (Ari Agung, 2008; Beck, 2011). 54
Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkanupaya
peningkatan
perbaikangizi
untuk
mendapatkan
manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saingdalam percaturan globalisasi (Himagizi, 2009). B. Konsep Gizi Seimbang yang Mendukung Pembangunan SDM. Pengembangan pedoman gizi seimbang baik untuk petugas maupun masyarakat adalah salah satu strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan yang ada di masyarakat dengan tujuan akhir yaitu tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik (Aguskrisno, 2011). Setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial ekonominya. Pada keluarga yang kaya dan tinggal diperkotaan, masalah gizi yang sering dihadapi adalah masalah kelebihan gizi yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga ini mempunyai risiko tinggi untuk mudah menjadi gemuk dan rawan terhadap penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan kanker. Pada keluarga dengan tingkat sosial ekonominya rendah atau sering disebut keluarga miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi kurang. Risiko penyakit yang mengancamnya adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), rendahnya tingkat intelektual dan produktifitas kerja. Apabila kedua masalah gizi tersebut dalam jumlah yang besar, akan menjadi masalah masyarakat dan selanjutnya menjadi masalah bangsa. 55
Masyarakat yang terdiri dari keluarga yang menyandang masalah gizi, akan menyandang masalah SDM yang berkualitas rendah. Rendahnya kualitas SDM merupakan tantangan berat dalam menghadapi persaingan bebas di era globalisasi. Untuk mencapai sasaran global dan perkembangan gizi masyarakat, perlu meningkatkan daya juang pembangunan kesehatan yang merupakan modal utama pembangunan nasional melalui peningkatan kualitas SDM yang dilakukan secara berkelanjutan. Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya). Pada Gambar 2 ditampilkan piramida gizi seimbang.
Gambar 2. Piramida Gizi Seimbang (Anonimus, 2012) 56
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang, pada tahun 1992 telah diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang sebagai upaya untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal. Salah satu rekomendasi penting dari kongres itu adalah anjuran kepada setiap negara agar menyusun pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Di Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna padatahun 1950 dan sampai sekarang pedoman ini masih dikenal oleh sebagian anak sekolah dasar. Slogan 4 sehat 5 sempurna saat itu sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi PUGS (Aguskrisno, 2011). Gizi Seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002). Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beranekaragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan.Peranan berbagai kelompok bahan makanan tergambar dalam piramida gizi seimbang yang berbentuk kerucut (Gambar 3),populer dengan istilah “Tri Guna Makanan”.
57
Gambar 3. Tri Guna Makanan dalam Piramida Gizi Seimbang (Anonimus, 2012). Pedoman Gizi Seimbang 2014 merupakan pedoman diet resmi dari Kementerian Kesehatan terbaru yang menggantikan Pedoman Umum Gizi Seimbang dan atau 4 Sehat 5 Sempurna, seperti disebutkan pada Gambar 4 (Anonimus, 2011c).
58
Gambar 4 Pedoman Gizi Seimbang 2014 (Anonimus, 2014)
59
C. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan Konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang. Gizi pada ibu hamil sangat berpengaruh pada perkembangan otak janin, sejak dari minggu keempat pembuahan sampai lahir dan sampai anak berusia 2 tahun. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal, 2009). Martorell pada tahun 1996 telah menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa intervensi gizi hanya akan efektif jika dilakukan selama kehamilan dan 2-3 tahun pertama kehidupan anak (Aguskrisno, 2011). D. Dampak Gizi Buruk dan Lost Generation Dampak tidak langsung adanya permasalahan pemenuhan gizi atau dalam hal ini gizi buruk, adalah lost generation atau ’generasi yang hilang’. Suatu masyarakat yang berkembang dalam keadaan kurang gizi akan melahirkan generasi yang tidak berkualitas. Anak yang lahir dalam kondisi
60
kurang gizi akan menjadi anak yang lemah, rentan penyakit dan yang paling parah adalah IQ yang rendah. Dapat dibayangkan jika di suatu negara terjadi endemik kasus gizi buruk maka anak-anak yang dilahirkan akan menjadi generasi yang lemah, rentan penyakit dan tingkat intelegensi yang rendah. Jika generasi yang diharapkan untuk meneruskan perkembangan bangsa adalah generasi yang tidak berkualitas, maka dikatakan bahwa di negara tersebut telah kehilangan generasi atau lebih dikenal dengan lost generation. Pada gizi buruk, anak akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, terjangkit TBC dan berbagai gangguan yang lain.Dampak yang ditimbulkan akibat gizi buruk, penderita akan terlihat apatis (Gambar 5), mengalami gangguan bicara dangangguan lainnya. Selain itu anak juga akan terhambat perkembangan dan pertumbuhan otaknya secara optimal. Jika anak terhambat perkembangan otaknya, akan sangat fatal bagi perkembangan anak sendiri,karena otak adalah aset vital bagi anak untuk menjadi manusia yang berkualitas dikemudian hari. Jika sajagizi buruk tidak segera ditanggulangi maka akan terbentang kemiskinan di masa yangakan datang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia.
61
Gambar5. Anak-Anak Penderita Gizi Buruk (Aguskrisno, 2011) Generasi yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi kurang gizi atau gizi buruk akan sulit bersaing dengan yang lainnya. Pada gilirannya mereka akan tersisih dan berpotensi menjadi mata rantai penyebab gizi buruk generasi berikutnya. Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun1945 telah mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu bentuk perlindungan kepada bangsa ini adalah upaya perlindungan dari bahaya laten kehilangan generasi yang diakibatkan gizi buruk. Secara khusus pelaksanaannya bisa mengacu pada UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat bersama-sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau (pasal 141 ayat 3). Bahkan, pemerintah harus bertanggung jawab atas pemenuhan kecukupan gizi pada keluarga miskin dan dalam kondisi darurat(pasal 142 ayat 30). Lebih jauh lagi, 62
pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi (pasal 143) (Aguskrisno, 2011). E. Kebijakan Pembangunan dan Perbaikan Gizi Kebijakan upaya perbaikan gizi dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Pada saat krisis ekonomi di Indonesia yang berlangsung cukup lama, kebijakan yang dilakukan bersifat penyelamatan (rescue) dan pencegahan “lost generation”, sekaligus pembaharuan (reform) agar kejadian ini tidak terulang kembali. Untuk itu maka kebijakan harus menjangkau berbagai faktor yaitu: 1. Kebijakan jangka pendek, bertujuan menangani anak dan keluarga yang terpuruk akibat krisis. Program penyelamatan ini dikenal dengan Jaring Pengaman Sosial Bidang kesehatan (JPSBK) termasuk perbaikan gizi. Kebijakan diarahkan pada peningkatan upaya penanggulangan kasus pemulihan keadaan gizi anak, penurunan kematian akibat gizi buruk dan peningkatan mutu sumberdaya
manusia
melalui
peningkatan
keadaan
gizi
masyarakat. 2. Kebijakan jangka menengah dan panjang, berupa reformasi kebijakan yang tujuannya adalah menyempurnakan subsistem pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan agar menjadi lebih proaktif, profesional serta mandiri. 63
Undang-Undang
No.
17
tahun
2007
tentang
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menegaskan bahwa “Pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Ketahananan pangan merupakan salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Tahun 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 menginstruksikan perlunya disusun Rencana Aksi Pangan dan gizi nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 secara tegas telah memberikan arah Pembangunan Pangan dan Gizi yaitu meningkatkan ketahanan pangan dan status kesehatan dan gizi masyarakat. Selanjutnya dalam Instruksi Presiden No. 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan yang terkait dengan Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), ditegaskan perlunya disusun dokumen Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) 2011-2015 di 33 provinsi. Keluaran rencana aksi diharapkan dapat menjembatani pencapaian MDGs yang telah disepakati dalam RPJMN 2010-2014 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita menjadi 15,5 persen, menurunnya prevalensi pendek pada anak balita menjadi 32 persen, dan tercapainya konsumsi pangan dengan asupan kalori 2.000 kkal/orang/hari. Dalam rencana aksi ini kebijakan pangan dan 64
gizi disusun melalui pendekatan lima pilar pembangunan pangan dan gizi yang meliputi : (1) perbaikan gizi masyarakat; (2) aksesibilitas pangan; (3) mutu dan keamanan pangan; (4) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan (5) kelembagaan pangan dan gizi. Kebijakan tersebut adalah peningkatan status gizi masyarakat terutama ibu dan anak melalui ketersediaan, akses, konsumsi dan keamanan pangan, perilaku hidup bersih dan sehattermasuk sadar gizi, sejalan dengan penguatan mekanisme koordinasi lintas bidang dan lintas program serta kemitraan. Sedangkan, strategi nasional yang menjabarkan kebijakan diatas meliputi: 1. Perbaikan gizi masyarakat, terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil, dan anak melalui
peningkatkan ketersediaan dan jangkauan
pelayanan kesehatan berkelanjutan difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak baduta. 2. Peningkatan aksebilitaspangan yang beragam melalui peningkatan ketersediaan dan aksesibiltas pangan yang difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin. 3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan melalui peningkatan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi. 4. Peningkatan perilaku hidup bersih dansehat (PHBS) melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal, terutama dalam peribahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi 65
pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu. 5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi melalui penguatan kelembagaan pangan dan gizi ditingkat nasional, provinsi,dankabupaten dan kota yang mempunyaikewenangan merumuskan kebijakan dan program bidang pangan dan gizi, termasuk sumber daya serta penelitian dan pengembangan. Kualitas hidup masyarakat dipengaruhi oleh terjadinya saling keterikatan dan sinergitas antara pengembangan ekonomi perkotaan, nonpertanian, dan sektor pertanian; peningkatan produksi pertanian dan nonpertanian yang berorientasi pada peningkatan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja untuk penyempurnaan lembaga pertanian untuk memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara optimal dan pengelolaan konsumsi bernilai gizi tinggi dan sanitasi. Dengan dapat dicapainya keamanan dan ketahanan pangan secara berkelanjutan, dan menghilangkan kemiskinan berarti pula kualitas hidup masyarakatpun dapat ditingkatkan. Rangkuman Peranan pangan dan gizi sangatlah penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia. Masalah pangan yang biasanya sering dihadapi adalah ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sehingga pangan dan 66
gizi merupakan pilar pembangun kualitas SDM yang berkualitas yaitu SDM yang sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif merupakan
faktor
utama
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pembangunan nasional. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Investasi di sektor sosial (gizi, kesehatan dan pendidikan) akan memperbaiki keadaan gizi masyarakat yang merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan kualitas SDM. Dengan meningkatnya kualitas SDM, akan meningkatkan produktivitas kerja yang selanjutnya akan meningkatkan ekonomi. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi akan mengurangi kemiskinan dan selanjutnya akan meningkatkan keadaan gizi, meningkatkan kualitas SDM. Dengan konsumsi pangan yang bergizi dan seimbang, diharapkan dapat lebih meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mampu mengembangkan iptek, dan meningkatkan kesejahteraan. Soal Latihan 1. Jelaskan bagaimana pangan dan gizi dapat membangun sumber daya manusia ! 2. Jelaskan bagaiman kondisi pangan dan gizi di Indonesia dalam pembangunan sumber daya manusia !
67
BAB 6 KETAHANAN PANGAN DAN GIZI Tujuan Pengajaran : Seusai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ketahanan pangan dangizi 2. Menjelaskan bagaimana ketahanan pangan dan gizi di dunia 3. Menjelaskan bagaimana ketahanan pangan dan gizi di Indonesia 4. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup ketahanan pangan rumah tangga 5. Menjelaskan bagaimana pengukuran ketahanan pangan 6. Menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan A. Pengertian dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan dan Gizi Ketahanan pangan merupakan isu multidimensi dan sangat kompleks, meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. Aspek politik seringkali menjadi faktor dominan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan pangan. Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi 68
guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari (Anonimus, 1996). Definisi UU Pangan RI No 7 Tahun1996:Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau. Menurut Oxfam (2001) Ketahanan Pangan adalah kondisi ketika: “setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat”. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim). Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa ini. Menurut Penjelasan PP 68/2002, upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Undang-undang
Nomor
18
Tahun
2012
tentang
pangan
mengamanatkan penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Sistem Ketahanan Pangan meliputi tiga subsistem, yaitu :
69
a. Ketersediaan Pangan dengan sumber utama penyediaan dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan; b. Keterjangkauan Pangan oleh seluruh masyarakat, baik secara fisik maupun ekonomi; dan c. Pemanfaatan Pangan untuk meningkatkan kualitas konsumsi Pangan dan Gizi, termasuk pengembangan keamanan pangan. Berdasarkan pada Sistem Ketahanan Pangan tersebut di atas, penyelenggaraan pangan ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi negara sampai perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Pada akhirnya akan dapat dibangun sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan, yang mempunyai kapasitas prima berkiprah dalam persaingan global (Perpem RI, 2015). Ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah pangannya secara mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumahtangganya secara berkelanjutan (Dwi Putra Darmawan, 2011). Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, yang dimaksud dengan : 70
a. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, memenuhi kecukupan Gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk mewujudkan status gizi yang baik agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. b. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiangan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. c. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. B. Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia serta di Dunia Pada saat ini, lebih dari 800 juta orang di dunia, terutama di negara sedang berkembang, tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi pokok. Meskipun produksi pangan meningkat, kendala pada akses pangan, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan nasional yang tidak memadai 71
untuk membeli pangan, ketidakstabilan produksi pangan, serta bencana yang disebabkan oleh alam dan ulah manusia mencegah terpenuhinya kebutuhan pangan, dan dapat mengancam ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, dan global (FAO, 1997 dalam Dwi Putra Darmawan, 2011). Pada World Food Summit(WFS) tahun 1996 di Roma, para Kepala Negara atau wakil pemerintah dari anggota Food and Agricultural Organization(FAO) mempertegas kembali mengenai hal setiap orang untuk memiliki akses terhadap pangan yang aman dan bergizi. Hal ini sejalan dengan hak setiap orang untuk memperoleh pangan yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas. Hal ini juga didasarkan pada hak asasi manusia untuk bebas dari rasa lapar seperti yang tercantum dalam The Universal Declaration of Human Rights. Hal ini pula melandasi komitmen para peserta WFS untuk menghasilkan deklarasi Roma tentang ketahanan pangan dunia tahun 1996 (Rome Declaration on World Food Security). Selanjutnya pada WFS lima tahun berikutnya dikenal dengan istilah WFS:fly, komitmen tersebut diperkuat lagi dengan dibentuknya Aliansi Internasional Mengikis Kelaparan (International Alliance Against Hunger). Tujuan dari aliansi ini adalah mewujudkan ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan serta kelaparan sesuai dengan salah satu tujuan pembangunan millennium (The Millennium Development Goals) (FAO, 1995).
Millennium Development Goals (MDGs) menegaskan
bahwa tahun 2015 setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuhnya. Kemudian dipertegas 72
lagi pada Hari Pangan Sedunia tahun 2007 yang menekankan pentingnya pemenuhan Hak Atas Pangan. Ketahanan Pangan, baik pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, maupun global kembali menjadi wacana pada Konferensi Tingkat Tinggi Pangan Dunia (World Food Summit) yang diselenggarakan oleh FAO di Roma pada bulan November 2009 serta menjadi pusat tujuan kebijakan dan rencana aksi negara-negara peserta, termasuk Indonesia. Deklarasi Roma untuk Ketahanan Pangan Dunia (Rome Declaration on World Food Security) menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak asasi untuk bebas dari kelaparan dan kekurangan gizi, serta memperoleh kehidupan yang bermartabat sehingga aksesnya terhadap pangan yang diinginkan sepanjang waktu perlu dijamin (FAO, 2009). Berbagai negara juga mengambil inisiatif mendiskusikan isu ketahanan pangan global, seperti pemerintah Jerman menyelenggarakan konferensi Bonn 2011 (Federal Ministry for Economic and Development, Jermany, 2011) dan akademisi Singapura mengadakan konferensi Internasional Ketahanan Pangan di Asia (RSIS Nanyang Technological University, 2014).
Pada berbagai pertemuan tersebut, topik tertentu
tentang ketahanan pangan dibahas mendalam, diambil kesepakatan, dan dikeluarkan pernyataan yang menunjukkan pemahaman atas permasalahan dan rekomendasi rancangan penanganannya (Achmad Suryana, 2014). Perubahan kondisi global yang menuntut kemandirian, yang tercermin dari harga pangan internasional yang mengalami lonjakan drastis dan tidak menentu, adanya kecenderungan negara-negara yang bersikap 73
egois, mementingkan kebutuhannya sendiri, adanya kompetisi penggunan komoditas pertanian, terjadinya resesi ekonomi global, dan adanya serbuan pangan asing.
Perubahan kondisi global tersebut sangat berpotensi
menjadi penyebab gizi lebih dan meningkatkan ketergantungan pada impor. Masalah ketahanan pangan merupakan masalah nasional dan internasional sehingga ada Hari Pangan Sedunia (HPS) yang ditetapkan Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Food Day melalui Resolusi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Nomor 1/1979 di Roma Italia, ditetapkan tanggal 16 Oktober sebagai HPS sejak tahun 1981 yang diperingati di seluruh negara-negara anggota FAO termasuk Negara Indonesia sebagai anggota FAO memperingati HPS secara Nasional setiap tahun (Fadmin Prihatin, 2013). Biasanya setiap kali peringatan HPS di Indonesia dijadikan momentum untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan para stakeholder terhadap pentingnya penyediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketahanan pangan Indonesia selalu dirangkai dengan kondisi kecukupan pangan dan bergizi bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketahanan pangan dan gizi di Indonesia telah dituangkan dan merupakan inti dari undang-undang tentang pangan. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, bergizi, dan bermutu merupakan persyarat yang harus dipenuhi dalam upaya penyediaan pangan untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional. Untuk mencapai hal tersebut, telah dibuat beberapa program pangan yang 74
berkaitan dengan sistem pangan yang ada agar mampu memberikan perlindungan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Hasan, 1997 dalam Dwi Putra Darmawan, 2011). Situasi ketahanan pangan di negara Indonesia masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi <90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi <70% dari rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing 36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003). Menurut data PBB dari Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan Indonesia pada tahun 2013, posisi ketahanan pangan Indonesia berada pada urutan 66 dari 107 negara. Sementara itu urutan tertinggi ketahanan pangan dunia ditempati Amerika Serikat dan yang terendah ditempati Republik Kongo. Ketahanan pangan Indonesia berada pada posisi 66 secara skala dunia dan secara skala ASEAN posisi Indonesia berada pada urutan ke-16. Pada skala ASEAN posisi Indonesia lebih baik dari Myanmar dan Kamboja maka secara nasional ketahanan pangan Indonesia harus menjadi prioritas utama agar tercapai kemandirian dan kedaulatan pangan. Data Global Food Security Index 2012 yang dirilis Economic Intelligent Unit, indeks keamanan pangan Indonesia berada di bawah 50 (0-100). Posisi Indonesia jauh lebih buruk dari Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Data Global Food Security Index 2012 ini berdasarkan faktor kekurangan gizi, berat badan anak dan tingkat kematian 75
anak di Indonesia. Melihat dari faktor yang ada maka ketahanan pangan Indonesia berada pada zona merah, untuk itu mengukur ketahanan pangan dengan akademisi dan ilmiah harus mewujudkan kemandirian pangan yang berkesinambungan
bukan
sekadar
memenuhi
kebutuhan
pangan.
Pemerintah harus segera melakukan strategi akademisi dan ilmiah yang jitu agar ketahanan pangan Indonesia tidak semakin buruk (Fadmin Prihatin, 2013). Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa ini. Menurut penjelasan PP 68/2002, upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang kompleks, terdiri dari: subsistem ketersediaan terkait dengan upaya untuk peningkatan produksi pangan;subsistem distribusi tentang keberadaan pangan yang merata dan terjangkau di masyarakat, dan subsistem konsumsi tentang kecukupan pangan yang dikonsumsi masyarakat baik dalam jumlah maupun mutunya. Dinamika dan kompleksitas tersebut menyebabkan berbagai permasalahan dan tantangan serta potensi dan peluang, yang perlu diantisipasi dan diatasi, melalui kerja sama yang harmonis antar seluruh pihak terkait dalam mewujudkan ketahanan pangan. Berbagai upaya yang dilakukan tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal, meliputi : aspek politik, ekonomi, sosial maupun budaya, serta lingkungan (Achmad Suryana, 2014). 76
Permasalahan dan tantangan dalam pembangunan ketahanan pangan secara umum menyangkut pertambahan penduduk, semakin terbatasnya sumber daya alam dan beralih fungsinya lahan pertanian, masih terbatasnya prasarana dan sarana usaha di bidang pangan, semakin ketatnya persaingan pasar dengan produk impor, serta besarnya proporsi penduduk miskin. Permintaan bahan pangan per kapita juga meningkat didorong oleh meningkatnya pendapatan, kesadaran kesehatan dan pergeseran pola makan karena pengaruh globalisasi dan ragam aktivitas masyarakat. Penduduk miskin ini memiliki resiko tinggi dan rentan mengalami kerawanan pangan. Apabila program-program pemantapan ketahanan pangan kurang memperhatikan kelompok ini maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan/kerawanan pangan dan status gizi yang rendah. Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya.
Kerawanan pangan dibedakan atas kerawanan
kronis, yaitu yang terjadi terus menerus karena ketidakmampuan membeli atau memproduksi pangan sendiri, dan kerawanan sementara yang terjadi karena kondisi tak terduga seperti bencana alam atau bencana lainnya. Kerawanan pangan, apabila terjadi terus menerus, akan berdampak pada penurunan status gizi dan kesehatan. Berdasarkan uraian diatas maka salah satu fokus pembangunan pada saat ini diarahkan pada penanganan masalah kerawanan pangan dan kemiskinan dengan jalan meningkatkan ketahanan 77
pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu program pembangunan ketahanan pangan masyarakat adalah penurunan tingkat kemiskinan pedesaan dan pemenuhan kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama oleh masyarakat dan pemerintah, serta dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Bila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional akan tercapai. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan adalah melalui Program Desa Mandiri Pangan. Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari kehari, melalui pengembangan sistem ketahanan pangan yang meliputi subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara efisien dan berkelanjutan sehingga tercapai kemandirian. C. Pengukuran Ketahanan Pangan Menurut Tri Yulyanti dan Nuraini (2011) ketahanan pangan dapat diukur dengan dua metode : yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. 78
Metode kuantitatif dilakukan dengan survei pengeluaran rumah tangga atau asupan pangan individu. Menurut Smith (2002 dalam Antang, 2002), terdapat empat variabel yang digunakan untuk ketahanan pangan rumah tangga yaitu : a) Jumlah konsumsi energi rumahtangga, b) Tingkat kecukupan energi c) Diversifikasi pangan d) Persen untuk pengeluaran pangan Amerika
Serikat
telah
mengembangkan
pengukuran
ketahananpangan yang dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan alat kuesioner, yang telah tertuang dalam
Current
Population Survey (CPS). Menurut Bickel et al. (2000) dalam Rahayu (2007) “modul inti” CPS menanyakan tentang bermacam kondisi kejadian perilaku dan reaksi subjektif berupa : a) Kekhawatirkan bahwa anggaran pangan rumahtangga atau ketersediaan pangan kemungkinan tidak mencukupi; b) Persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak dalam rumahtangga tidak mencukupi dari segi kualitas, c) Kejadian mengurangi konsumsi orang dewasa dalam rumah tangga, atau berbagai akibat yang muncul dari mengurangi dari asupan makanan d) Kejadian mengurangi makanan atau berbagai akibat yang muncul karena mengurangi asupan makanan pada anak-anak dalam rumah tangga 79
Menurut Tri Yulyanti dan Nuraini (2011) skala ketahanan pangan adalah sebagai berikut : a) Tahan pangan, apabila rumahtangga menunjukkan tidak ada atau hanya sedikit bukti ketidaktahanan pangan. b) Tidak tahan pangan tanpa kelaparan, yaitu keadaan tidak tahan pangan terbukti pada anggota rumahtangga yang perhatian terhadap
kecukupan
suplai
pangan
rumahtangga
dan
menyesuaikannya dengan manajemen rumahtangga dengan cara menurunkan kualitas pangan dan meningkatkan bentuk koping yang luar biasa. Dalam hal ini hanya sedikit atau tidak ada pengurangan asupan makanan anggota rumahtangga. c) Tidak tahan pangan dengan kelaparan sedang, terjadi apabila asupan makanan bagi orang dewasa dalam rumah tangga dikurangi sehingga mengalami pengalaman sensasi fisik berupa kelaparan yang berulang. Pada sebagian besar rumah tangga tidak tahan pangan yang memiliki anak, tindakan mengurangi asupan makanan pada anak-anak tidak terbukti. d) Tidak tahan pangan dengan kelaparan berat, yaitu keadaan bagi semua rumahtangga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan makanan untuk anak-anak sehingga anakanak mengalami kelaparan. Bagi beberapa rumahtangga lain yang memiliki anak, hal ini telah terjadi pada saat awal tahap keparahan yang berat. Adapun keadaan orang dewasa dalam 80
rumahtangga yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak mengalami pengalaman yang berulang dan lebih meluas dalam hal pengurangan asupan makanannya Konsumsi pangan penduduk juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, pendidikan, gaya hidup, pengetahuan, aksesbilitas, peraturan dan kebijakan pemerintah (Ariani, 2004).Pada Tabel 2 dirangkum dari berbagai sumber tentang Indikator Ketahanan Pangan. Tabel 2. Indikator Ketahanan Pangan (Achmad Suryana, 2014; Ariani, 2004) Subsistem
Indikator
Standar Ideal
Ketersediaan Pangan
Ketersediaan energi perkapita Ketersediaan protein perkapita Cadangan Pangan
Akses Pangan
Stabilitas Harga Pangan Akses terhadap sistem informasi dan kewaspadaan pangan Pengeluaran untuk pangan
Penyerapan Pangan
Status Gizi
Akses untuk transportasi Kecukupan energi per kapita/hari Kecukupan protein per kapita/hari KecukupanGizi mikro Penganekaragaman pangan Penurunan Kasus Keracunan Pangan Tingkat Kerawanan Masyarakat(<70%AKG) Balita gizi kurang dan buruk
81
Ketersediaan energi perkapita minimal 2400 kkal per hari Ketersediaan protein perkapita minimal 63 gram per hari Jumlah cadangan pangan minimal 20 persen dari kebutuhan Stabilitas harga pangan dengan perbedaan maksimum 10-25 persen antara waktu normal dan tidak normal Adanya sistem informasi harga pangan, dan berkembang sampai desa Persen pengeluaran pangan <80% pendapatan Tersedia angkutan umum Angka Kecukupan Energi Minimal 2000 kkal/hari Angka Kecukupan Protein Minimal 52 gram/hari Kecukupan zat besi, yodium dll Pola Pangan Harapan dengan skore PPH 100 Jumlah kasus pelanggaran produk pangan 0 persen Persen kelaparan < 2,5persen Persen balita gizi kurang dan buruk < 2,5 persen
Secara periodik Badan Ketahanan Pangan (BKP) menyusun neraca pangan, yang menyajikan data produksi dalam negeri dan kebutuhan konsumsi nasional. Data produksi bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) untuk padi, jagung, dan kedelai. Dewan Gula Nasional (DGI) untuk gula pasir produksi domestik; dan BPS serta Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk daging sapi (Achmad Suryana, 2014). Perkiraan volume konsumsi pangan nasional diperoleh dari perkalian antara total penduduk Indonesia dengan konsumsi pangan per kapita. Data konsumsi pangan per kapita dihitung dengan memanfaatkan data konsumsi per kapita pada tingkat rumah tangga dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS dan berbagai variabel lain, seperti konsumsi pangan di luar rumah tangga, pemanfaatan pangan oleh institusi khusus seperti lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, serta sarana penumpang, dan sebagai bahan baku bagi industri pengolahan pangan, termasuk penggunaan oleh hotel, restoran, dan katering.
Selain itu,
diperhitungkan pula keperluan untuk benih, susut, dan tercecer (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui Indonesia telah berhasil mencapai sasaran swasembada pangan untuk tiga komoditas, yaitu beras (indeks swasembada >120%), jagung (indeks >115%), dan gula konsumsi (indeks > 120%). Sementara itu, indeks swasembada untuk kedelai sekitar 40% dan untuk daging sapi sekitar 75%. Indeks swasembada adalah proporsi produksi domestik dibagi dengan kebutuhan konsumsi pangan (Achmad Suryana, 2014). 82
Ukuran ketahanan pangan yang lain disebutkan adalah Angka Ketersediaan Energi dan Protein, yang dihitung dengan mengkonversikan jumlah berbagai jenis pangan yang tersedia terhadap angka kandungan gizi per satuan tertentu dari masing-masing jenis pangan tersebut. Pangan yang tersedia dihitung dari produksi domestik ditambah impor dikurangi ekspor pada tahun yang bersangkutan. Badan Pusat Statistik (2013) dan Achmad Suryana (2014) menyebutkan bahwa selama tahun 2010 sampai 2013 rata-rata ketersediaan energi per kapita per hari sekitar 3800 kkal dan protein lebih dari 93 gram. Ternyata angka ini telah melebihi Angka Rekomendasi ketersediaan per kapita per hari untuk energi 2400 kkal dan protein 63 gram. Dengan demikian, dari sisi ketersediaan pangan dapat disimpulkan bahwa Indonesia dari 2010 sampai 2013 dalam kondisi tahan pangan. Masih besarnya penduduk miskin
menyebabkan rata-rata
konsumsi pangan dan gizi masyarakat relatif rendah. Rata-rata konsumsi energi dan protein per kapita per hari pada kurun waktu tahun 2009-2013 kurang dari 2000 kkal dan 55 gram. Rekomendasi Angka Kecukupan Konsumsi Energi dan protein adalah 2150 kkal dan 57 gram (Achmad Suryana, 2014). Selanjutnya disebutkan bahwa Skor Pola Pangan Harapan (PPH) mencerminkan tingkat kualitas konsumsi pangan. PPH adalah konsumsi pangan dengan komposisi makanan yang beragam bergizi seimbang sesuai dengan pola konsumsi pangan yang ideal dinilai dengan skor 100. Skor PPH selama 2009 sampai 2013 sekitar 80, yang jauh lebih rendah dari 83
sasaran sebesar skor PPH 95 pada tahun 2015, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketahanan Pangan Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga adalah : a) Tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangga b) Tingkat pendapatan rumahtangga c) Struktur rumah tangga Tingkat pendidikan ibu berhubungan dengan ketahanan pangan melalui konsumsi rumahtangga dan pendidikan kepala rumahtangga turut mempengaruhi pula, akan tetapi tidak sebesar pengaruh akibat tingkat pendidikan ibu (Tanziha, 2005). Struktur rumahtangga juga berhubungan dengan ketahanan pangan rumahtangga. Struktur rumahtangga yang dimaksud didefinisikan sebagai komposisi rumahtangga yang terdiri dari anggota rumahtangga. Jumlah anggota rumahtangga berhubungan dengan pengeluaran untuk pangan. Meningkatnya jumlah anggota keluarga tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan, maka pendistribusian konsumsi pangan keluarga tersebut tidak cukup untuk mencegah kejadian kurang gizi (Tri Yulyanti dan Nuraini, 2011).
84
Berdasarkan beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan keluarga ditampilkan pada Tabel 3. Tabel3
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Keluarga Faktor
Sumber
1.Sistem Informasi : Kerawanan Pangan 2.Produksi Pangan : Intensifikasi pertanian, Pemanfaatan pangan sendiri dan/pekarangan 3.Cadangan Pangan Keluarga 4.Daya Beli : Pendapatan dan Stabilitas Harga 5.Kesempatan kerja 6.Pendidikan 7.Infrasruktur pedesaan : Fasilitas kesehatan, Akses rumah tangga thd air bersih, Jarak ke jalan utama 8.Beban Keluarga : Jumlah Keluarga 9.Pengeluaran non pangan : biaya pendidikan, kesehatan, energi, sandang 10.Akses terhadap permodalan 11. Organisasi Sosial
Lada (2010) Oni et al.(2010) Giraldo (2007) Oni et al.(2010) Giraldo (2007) Oni et al.(2010) IFPRI (2003) Oni et al.(2010) Oni et al.(2010) Babatunde et al. (2007) Lada (2010)
Rangkuman Ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional. Berdasarkan pemahaman tersebut maka salah satu prioritas utama pembangunan ketahanan pangan adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu menanggulangi masalah
85
pangannya secara mandiri serta mewujudkan ketahanan pangan rumahtangganya secara berkelanjutan. Terdapat empat variabel yang digunakan untuk ketahanan pangan rumah tangga yaitu : a) Jumlah konsumsi energi rumahtangga; b) Tingkat kecukupan energi; c) Diversifikasi pangan; d) Persen untuk pengeluaran pangan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga adalah a) Tingkat pendidikan pengelola pangan rumahtangga; b) Tingkat pendapatan rumahtangga; c) Struktur rumah tangga. Soal Latihan 1. Jelaskan bagaimanaketahanan pangan dan gizi di Indonesia ! 2. Sebutkan empat variabel yang digunakan untuk ketahanan pangan rumah tangga ! 3. Jelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan !
86
BAB 7 KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI Tujuan Pengajaran : Seusai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup kebutuhan pangan dan gizi 2. Menjelaskan bagaimana kebutuhan pangan dan gizi pada setiap tahapan perkembangan manusia 3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tubuh terhadap pangan dan gizi 4. Menjelaskan bagaimana Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan di Indonesia Makanan yang mencukupi zat gizi adalah yang berisi semua zat gizi yang penting dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Walaupun tubuh manusia memerlukan zat-zat gizi yang penting dalam seluruh hidupnya, namun tubuh memerlukan beberapa diantaranya dalam jumlah yang berbeda-beda pada berbagai tahap perkembangannya. Pertumbuhan fisik meliputi perubahan dalam keseimbangan tubuh dan disamping itu mempengaruhi kemampuan otot dan kesanggupan mental. Pertumbuhan dan perkembangan terdiri dari serangkaian perubahan yang pelik, dimulai dengan pembuahan indung telur dan berlanjut selama seluruh hidupnya. 87
A. Pangan dan Gizi pada Tahapan Perkembangan Manusia Menurut Arisman (2007) perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap yang meliputi kehidupan sebelum lahir (janin), sewaktu bayi,masa kanak-kanak, remaja, masa dewasa dan lanjut usia (lansia). Wanita dewasa dapat mengalami kehamilan dan menyusui yang dapat juga digolongkan sebagai tahap dari pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kebutuhan gizi ibu mengandung dan menyusui harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan gizi janin dan bayi. Tingkat kesehatan dan gizi ibu yang baik adalah penting sekali untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, kerena makanan dan kesehatan janin serta bayi sangat tergantung pada ibunya. 1.
Pangan dan Gizi padaBayi Laju pertumbuhan janin dan bayi lebih cepat dari pada waktu lain
manapun dari kehidupan. Kehidupan yang pertama-tama adalah juga yang paling rawan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Janin yang sehat mempunyai peluang baik untuk permulaan kehidupan yang sehat dan bayi yang sehat biasanya dalam usia 6 bulan berat badannya naik 2 kali dibanding berat badan lahir. Bayi dan anak balita sangat rawan terhadap gangguan gizi. Sejak sebelum lahir, makanan baik jumlah dan mutunya sangat penting untuk pemeliharaan kesehatan. Pada awal kehidupan bayi, paling tidak sampai usia 3 bulan, lambung dan usus bayi sesungguhnya belum sepenuhnya matang. Bayi 88
dapat mencerna gula dan susu (laktosa), tetapi belum sepenuhnya mampu menghasilkan amilase dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan bayi akan zat gizi kalau diukur berdasarkan persentase berat badan, ternyata melampaui kebutuhan orang dewasa, nyaris dua kali lipat. Bayi dan balita perlu mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung zat-zat gizi esensial selama periode awal kehidupannya,baik bayi dan balita memerlukan lebih banyak zat gizi esensial untuk setiap unit berat badan. Kebutuhan energi untuk setiap unit berat badan sewaktu bayi secara berangsur menurun dengan meningkatnya usia. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya sangat penting pada tahap perkembangan ini. Jika konsumsi makanan tidak menyediakan cukup energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak, maka protein diutamakan untuk mencukupi kebutuhan energi dan mengesampingkan fungsi utama protein sebagai pembentuk jaringan tubuh. Biasanya jika bayi/balita menderita kekurangan energi, maka besar kemungkinan ia juga mengalami kekurangan protein dan juga zat gizi lain yang diperlukan balita untuk pertumbuhan. Di samping protein, zat gizi penting lainnya diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kerangka tubuh dan susunan otot. Jika zat gizi tersebut berada dalam kondisi kekurangan pada zat kehidupan tersebut maka cenderung terjadi gangguan pertumbuhan fisik. Jika bayi dan balita kurang memperoleh cukup makanan dan zatzat gizi yang penting, perkembangan mental mereka juga akan terganggu. Kurangnya kemampuan belajar mempunyai hubungan dengan konsumsi pangan yang bergizi selama masa balita. Hal ini dapat terjadi karena dari 89
beberapa penelitian menyebutkan bahwa pertumbuhan otak sebagaian besar waktu anak berumur 2 tahun. Gizi yang baik sewaktu bayi dan masa balita memberikan sumbangan sangat besar bagi kehidupan manusia, karena sangat menentukan bagi pertumbuhan fisik maupun kemampuan mental. Kebutuhan energi bayi dalam enam bulan pertama dapat diperkirakan dari pengamatan konsumsi air susu ibu. Memang terdapat variasi antar bayi dalam hal masukan energi kerena perbedaan volume dan kadar energi dari air susu ibu. Dari umur 0-3 bulan konsumsi air susu ibu sebanyak 850 ml/hari akan dapat menjamin rata-rata 120 kalori/kg berat badan. Mulai tiga bulan kedua, konsumsi per kg berat badan lebih rendah dari pada sebelumnya. Setelah umur enam bulan bayi tidak menerima energi penuh hanya dari air susu ibu. Kebutuhan individu sangat tergantung pada keaktifan bayi. Malnutrisi lebih sering terjadi pada masa bayi disapih, ketimbang pada masa periode usia 4-6 bulan pertama kehidupan karena tidak sedikit keluarga yang tidak mengerti kebutuhan khusus bayi, tidak tahu bagaimana cara membuat makanan sapihan dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar mereka, atau tidak (belum) mampu menyediakan makanan yang bernilai gizi baik. Bahan makanan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah didapat (banyak tersedia di kebun keluarga atau di pasar terdekat), harganya murah, paling sering dimakan (merupakan bagian dari apa yang dimakan oleh anggota keluarga yang lebih besar dan dewasa), 90
dan sebaiknya diramu dengan resep lokal (Arisman, 2007; Muchtadi, 2001). 2.Pangan dan Gizi pada Anak Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja. Pertumbuhan selama kanak-kanak berlangsung dengan kecepatan yang lebih lambat dari pada pertumbuhan bayi, akan tetapi kegiatan fisik pada tahap
kehidupan
tersebut
meningkat.
Dengan
demikian,
dalam
perimbangan terhadap besarnya tubuh, kebutuhan zat gizi pada masa kanak-kanak tetap tinggi (Arisman, 2007; Muchtadi, 2001). Makanan yangdikonsumsi anak harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan. Makanan yang cukup mengandung protein, kalsium dan fosfor sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Penggunaan
gula
yang
terlalu
banyak,
merugikan
juga
perkembangan anak-anak. Disamping gula dapat menggantikan lebih banyak pangan yang bergizi, jika gula dimakan tanpa ada makanan lain pada akhir santapan, beberapa diantaranya cenderung tinggal dalam mulut untuk beberapa waktu. Jika hal ini terjadi, timbul bakteri yang membantu menyebabkan rusaknya gigi. Anak-anak perlu disediakan makanan dalam porsi kecil-kecil, kerena anak sulit diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizinya hanya dari satu atau dua kali makan dalam sehari. Menurut Arisman (2007) masalah gizi anak adalah : a. Anemia defisiensi besi. Keadaan ini terjadi karena terlalu sedikit kandungan zat besi dalam makanan, terutama pada 91
anak yang terlalu banyak mengkonsumsi susu sehingga mengurangi keinginan anak untuk menyantap makanan lain. Hal ini dapat diatasi dengan sebagian susu diganti dengan air jeruk, karena air jeruk kaya akan kandungan vitamin C, yang dapat membantu penyerapan zat besi. b. Karies gigi. Makanan yang mudah menimbulkan karies adalah keripik kentang, permen (terutama permen karet), kue yang berisi krim, kue kering, dan minuman yang manis. Makanan camilan yang baik untuk kesehatan gigi adalah buah segar, popcorn (bukan popcorn yang berkaramel), kacang, keju, yogurt, kraker yang berselai kacang, air buah dan sayuran, sayuran segar, permen tidak bergula, serealia tidak manis, kismis (dalam jumlah sedang) dan asinan. c. Berat badan berlebih.
Jika tidak diatasi, berat badan
berlebih akan berlanjut sampai remaja dan dewasa. Berbeda dengan orang dewasa, kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Laju pertambahan berat badan hendaknya diperlambat, dengan cara mengurangi makan sambil memperbanyak olah raga. d. Berat badan kurang.
Kekurangan berat badan
yang
berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan kondisi makan 92
yang buruk. Pertanyaan berikut mungkin dapat menyaring penyebab, untuk kemudian mengupayakan penanganannya : (1) Konsumsi makanan dan minuman apakah yang selalu membuatnya muntah dan diare ?, (2) Apakah selalu ada makanan di rumah ?, (3) Apakah anak sering tidak makan atau sarapan ?, (4) Apakah anak makan hanya satu jenis makanan dalam jangka waktu yang lama ?, (5) Apakah anak dapat tidur lelap ?, (6) Apakah anak banyak menonton iklan di TV ?, (7) Apakah waktu makan menjadi ajang yang membuat anak tegang ?. 3.Pangan dan Gizi padaRemaja Pertumbuhan puber (seksual) terjadi pada masa remaja, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Umumnya pertumbuhan pesat yang mendahului kematangan seksual terjadi pada gadis dengan usia lebih muda dari pada anak laki-laki. Selama masa tersebut, disamping perkembangan organ reproduksi baik pada anak lakilaki maupun gadis, tinggi dan berat badannya bertambah akibat pertumbuhan sistem kerangka tubuh dan ukuran jantung serta organ pencernaan bertambah. Pada masa kehidupan ini keperluan akan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh sangat besar. Remaja yang cukup makan mempunyai tubuh yang berkembang baik dengan tulang lurus, otot kuat, simpanan lemak yang cukup untuk
93
melindungi tubuh dan organnya, kulit yang sehat,rambut yang mengkilat dan gigi yang keras dan bebas dari kebusukan. “Makanan sampah” (junk food) semakin digemari oleh remaja, karena makanan ini mudah diperoleh, lebih bergengsi karena terpengaruh iklan. Disebut “makanan sampah” karena sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama sekali) mengandung zat gizi seperti kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan C. Akan tetapi kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi (Arisman, 2007). 4.Pangan dan Gizi pada Masa Dewasa Walaupun
sebagaian
besar
tubuh
telah
mengakhiri
pertumbuhannya pada akhir masa remaja, ukuran tubuh dan jaringan harus tetap dipelihara. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan jaringan tubuh untuk”penggantian”jaringan pada masa dewasa. Penggantian dimaksud untuk perombakan dan pembentukan sel. Pada masa dewasa, baik pria maupun wanita umumnya mengalami kerja fisik yang kuat. Bekerja memerlukan pengeluaran energi yang bervariasi menurut berat ringannya jenis pekerjaan. Kebutuhan energi buruh tani sangat tinggi pada waktu pengolahan lahan, musim tanam dan panen. Pada masa-masa tersebut jumlah tambahan makanan diperlukan buruh tani untuk menyediakan energi dan memelihara berat badan. Energi diperlukan untuk mengimbangi energi yang digunakan dalam bekerja, kalau tidak protein tubuh danlemak yang disimpan akan digunakan untuk
94
memenuhi kebutuhan tubuh. Gizi yang seimbang membantu orang tetap sehat, kuat dan giat dalam bekerja (Sunita, 2009). 5. Pangan dan Gizi pada Lanjut Usia (Lansia) Menurut Alwi Dahlan (dalam Arisman, 2007) bahwa orang yang dikatakan lansia jika telah berumur di atas 60 tahun. Jika mengacu pada usia pensiun, lansia ialah mereka yang telah berumur di atas 56 tahun. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Kebutuhan zat gizi lansia yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan lansia. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Tubuh terhadap Zat Gizi 1. Kehamilan Zat gizi diperlukan selama wanita mengandung, baik untuk pertumbuhan organ reproduksi ibu yang kuat maupun pertumbuhan janin. Pertumbuhan janin dan kesehatan janin sama sekali tergantung pada penyediaan zat gizi dari tubuh wanita yang hamil. Selama mengandung, jika wanita menyediakan cukup zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan janin, maka berat badannya akan bertambah, biasanya mencapai 11 kg. Jumlah pertambahan berat badan tersebut dan hubungannnya dengan berat bayi waktu lahir telah diketahui dengan baik. Wanita mengandung yang tidak berhasil menambah berat dari bulan keempat hingga ketujuh, 95
kemungkinan melahirkan bayi sebelum waktunya atau bayi dengan berat lahir rendah. Kematian bayi lebih sering terjadi bila berat badan bertambahnya sangat kecil selama hamil. Agar selama kehamilan diperoleh pertambahan berat badan yang ideal, maka wanita hamil perlu tambahan konsumsi energi dan zat-zat gizi. Dalam periode hamil zat-zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan janin dan plasenta serta untuk mengimbangi pergerakan tubuh yang makin bertambah berat. Kebutuhan energi total orang hamil kira-kira 80.000 kalori dimana 36.000 kalori diantaranya disimpan dalam bentuk lemak. Lemak yang disimpan sebesar 4 kg diluar total tambahan berat 12,5 kg pada wanita yang gizinya baik. Selama hamil diperlukan tambahan energi sebesar 285 kal/hari. Di banyak negara, wanita-wanita yang hamil masih juga melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik di rumah tangga atau dalam kegiatan mencari nafkah. Dengan demikian dipandang perlu adanya suatu tambahan makanan ekstra untuk memenuhi energi yang diperlukan tersebut (Muchtadi, 2008). Arisman (2007) menyebutkan bahwa tujuan penataan gizi pada wanita hamil adalah untuk menyiapkan : a. Cukup kalori, protein yang bernilai biologi tinggi, vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu, janin serta plasenta. b. Makanan padat kalori dapat membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak c. Cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil. 96
d. Perencanaan perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan berhasil, melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak. e. Perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak diinginkan, seperti mual dan muntah. f. Perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan penyulit yang terjadi selama kehamilan (diabetes kehamilan). g. Mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan yang baik yang dapat diajarkan kepada anaknya nanti. Bahan pangan yang digunakan harus meliputi enam kelompok, yaitu : a. Makanan yang mengandung protein b. Susu dan olahannya c. Roti dan biji-bijian d. Buah dan sayur yang kaya akan vitamin C e. Sayuran yang berwarna hijau tua f. Buah dan sayur lain. Jika keenam makanan ini digunakan, maka seluruh zat gizi yang dibutuhkan oleh wanita hamil akan terpenuhi, kecuali zat besi dan asam folat masih tetap harus disuplementasi, sebaiknya diperoleh dari makanan.
97
Jika berat badan wanita hamil tidak sesuai dengan usia kehamilannya,
dianjurkan
tidak
membatasi asupan
gizi,
karena
pembatasan asupan kalori akan berdampak pada berkurangnya asupan zat gizi yang lain. Karena konsep semikelaparan dapat menimbulkan ketosis. 2. Menyusui Selama menyusui, kebutuhan energi lebih tinggi dari pada tahap manapun dalam kehidupan. Energi diperlukan ibu untuk menghasilkan ASI, sumber utama makanan bayi untuk beberapa bulan pertama dari kehidupannya dan untuk energi yang akan disimpan dalam ASI itu sendiri. Rata-rata produksi air susu ibu 850 ml//hari dengan kadar energi sebesar 0,72 kalori/ml, sehingga total energi dari 850 ml susu adalah 600 kalori. Untuk mendapatkan produksi susu 850 ml ( = 600 kalori ) seorang ibu menyusui harus mengkonsumsi 750 kalori dari makanan (taksiran efesiensi 80%). Dalam periode enam bulan menyusui kebutuhan energi tambahan yang diperlukan sebesar 135.000 kalori. Apabila pada waktu hamil wanita yang bersangkutan dapat menyimpan cadangan lemak yang cukup, berarti ia menyimpan cadangan kira-kira 36.000 kalori yang tersedia pada masa menyusui. Dengan demikian tambahan energi untuk masa menyusui menjadi 100.000 kalori atau 555 kalori/hari. Selain itu ibu yang habis melahirkan juga memerlukan tambahan energi untuk memulihkan kesehatannya. Oleh karena itu para pakar gizi menetapkan tambahan energi sebesar 700 kalori/hari pada enam bulan pertama masa menyusui. Pada enam bulan kedua, bayi harus sudah 98
diperkenalkan dengan sejumlah makanan tambahan, namun peranan ASI masih tetap diperlukan sehingga tambahan energi yang dianjurkan pada masa itu sebesar 500 kalori/hari. Untuk tahun kedua dianjurkan tambahan sebanyak 400 kalori/hari. Zeman dan Denise
(1988) dalam bukunya yang berjudul
Application of Clinical Nutrition menyebutkan bahwa perbandingan porsi makanan wanita tidak hamil, hamil dan menyusui seperti tertera pada Tabel 4 di bawah ini (Arisman, 2007). Tabel 4 Perbandingan Porsi Makanan Wanita Tidak Hamil, Hamil dan Menyusui (Zeman dan Denise, 1988 dalam Arisman, 2007) Kelompok Makanan
Protein
• •
Jumlah Porsi Tidak Hamil
Hamil
Menyusui
2 1 1
4 2 2
4 2 2
2 4
4 4
4-5 4
1 1 2 2
1 1 2 2
1 1 2 2
Hewani Nabati
Susu dan olahannya Roti dan bebijian Buah dan sayuran • Buah kaya vitamin C • Sayur hijau tua • Sayur, buah lain
99
3. Keadaan Sakit dan dalam Penyembuhan Agar seseorang yang baru sembuh dari penyakit cepat pulih pada keadaan kesehatan yang normal, diperlukan tambahan konsumsi protein. Infeksi penyakit juga meningkatkan keperluan akan zat-zat gizi lain. Padahal selama sakit umumnya selera makan menurun atau bahkan hilang sehingga konsumsi makanan selama sakit biasanya berkurang. Dengan demikian, tubuh lebih kehilangan lagi zat gizi yang diperlukan. Jika orang tersebut tidak makan secara teratur pada saat sakit, gangguan gizi yang parah dapat terjadi pada waktu sakit. Serangan mencret yang berkali-kali misalnya,pada bayi atau pada anak kecil yang sudah mengalami kurang pangan mengakibatkan keadaan gizi buruk pada bayi dan pada anak kecil tersebut. Penyakit campak pada anak sering mengawali keadaan kurang energi protein (KEP).
Infeksi dan jenis
penyakit lain menambah kemungkinan timbulnya kurang energiprotein pada anak. Mencret dan parasit dalam usus juga mengakibatkan kehilangan air dan zat gizi dari tubuh. Kehilangan cairan kerena mencret, mudah terjadi pada bayi dan dapat mengakibatkan kematian, jika tidak ditangani sebagaimana mestinya dan segera. Gizi yang buruk meningkatkan kemungkinan infeksi penyakit dan mencret, begitu pula infeksi penyakit dan mencret memperberat kurang gizi. Suatu infeksi penyakit menjadi semakin parah atau fatal jika seseorang kurang gizi dari pada jika seseorang berada dalam keadaan gizi yang baik. 100
Makanan yang baik sangat penting, terutama pada waktu sakit dan dalam penyembuhan. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh harus digantikan agar orang tersebut dapat cepat memperoleh kembali keadaan kesehatan yang normal. 4.
Kegiatan fisik Makin banyak seseorang aktif secara fisik makin banyak energi
yang diperlukan. Kegiatan orang dewasa biasanya dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu : kegiatan ringan, sedang dan berat. C. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal( Yuniastuti, 2008). Di Indonesia, semenjak tahun 1978 setiap 5 tahun sekali secara nasional dibuat Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan yang disebarluaskan melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Perlu dijelaskan bila suatu daerah tertentu mempunyai ukuran tubuh, aktivitas dan susunan demografi tertentu,yang berbeda dari rata-rata nasional maka sangatlah baik bila daerah tersebut membuat angka kecukupan gizi yang disesuaikan dengan keadaan tersebut Kegunaan angka kecukupan gizi yang dianjurkan antara lain : 1. Untuk melihat kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsultasi makanan
bagi penduduk/golongan masyarakat tertentu yang 101
didapatkan dari hasil survei gizi/ makanan. Untuk penilaian ini perlu diperhatikan bahwa untuk perhitungan kecukupan dipakai patokkan berat badan tertentu, misalnya pria dewasa 62 kg dan wanita dewasa 54 kg. Bila hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata berat badan menyimpang dari patokan,
maka perlu dilakukan penyesuaian-
penyesuaian angka kecukupannya.Demikian pula bila nilai asam amino dan nilai kecernaan hidangan berbeda dengan nilai yang dipakai dalam menyusun kecukupan ini,perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian ini berlaku pula untuk kecukupan energi yang perlu disesuaikan dengan kegiatan. 2. Untuk perencanaan pemberian makanan tambahan balita maupun perencanaan makanan institusi. Untuk perencanaan makanan institusi perlu diperhatikan jenis kegiatan dan proporsi yang diharapkan dari makanan institusi terhadap kecukupan sehari. Dengan demikian dapat dicapai tingkat konsumsi yang memenuhi kecukupan sehari demi tercapainya produktivitas yang optimal; 3. Untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional. Perhitungan angka rata-rata kecukupan energi, protein dan zat gizi lain pada tingkat regional/ nasional ini dapat dihitung apabila distribusi penduduk diketahui. 4. Untuk patokan label gizi makanan yang dikemas bila perbandingan dengan AKG diperlukan. 5. Untuk bahan pendidikan gizi terutama yang terkait dengan kebutuhan berbagai kelompok umur dan kegiatan. 102
Angka kecukupan yang dianjurkan ini adalah kecukupan tingkat fisiologis sehingga untuk tingkat produksi dan penyediaan perlu diperhitungkan kehilangan yang terjadi dari tingkat produksi sampai mencapai tingkat konsumsi. Angka kecukupan yang dianjurkan diharapkan diperoleh dari makanan bukan dari pil atau jenis preparat yang lain. Angka Kecukupan Energi (AKE) pada dasarnya tergantung dari empat faktor yang saling berkaitan, yaitu : a) Kegiatan fisik b) Ukuran dan komposisi tubuh c) Umur d) Jenis kelamin Untuk golongan anak-anak dan remaja diperlukan tambahan khusus untuk
pertumbuhandan bagi ibu-ibu hamil dan menyusui
diperlukan pula ekstra energi. Di antara individu-individu dengan jenis kelamin, ukuran badan dan umur sama biasanya jumlah kegiatan fisiklah yang merupakan faktor penyebab timbulnya variasi pengeluaran energi. Banyak energi yang digunakan tubuh untuk memenuhi kebutuhan basal metabolisme yaitu energi minimal yang yang diperlukan untuk melangsungkan proses-proses kerja dalam tubuh (kerja internal).
103
Pengaruh ukuran dan komposisi tubuh serta umur cukup besar dan sangat dianjurkan agar terhadap faktor-faktor tersebut perlu dilakukan koreksi-koreksi. Pengaruh iklim terhadap pengeluaran energi tidak langsung melalui kegiatan fisik meskipun kadang-kadang waktu kerja berat tenaga dirubah menjadi panas dan secara langsung energi meningkat. Selama hamil, wanita memerlukan tambahan energi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan-jaringan tambahan lainnya. Mereka memerlukan tambahan 285 kkal/hari. Pada saat laktasi seorang ibu memerlukan tambahan energi untuk memproduksi air susu ibu (ASI) dan energi yang akan disimpan dalam ASI ibu sendiri. Dalam keadaan normal (baik si ibu maupun bayi) pada periode enam bulan pertama energi bayi dapat disediakan dari ASI. Disamping itu si ibu sendiri juga memerlukan tambahan energi untuk memulihkan kesehatannya sehabis melahirkan.Untuk itu, memerlukan tambahan masukan energi bagi ibu kira-kira 700 kkal/hari. Pada enam bulan kedua, bayi harus sudah diperkenalkan dengan sejumlah makanan tambahan, namun peranan ASI masih tetap diperlukan.Tambahan masukan energi untuk ibu pada masa itu dianjurkan rata-rata sebanyak 500kkal /hari. Untuk tahun kedua dianjurkan tambahan sebanyak 400 kkal/hari. Seperti halnya AKE, untuk Angka kecukupan Protein (AKP) bagi wanita hamil dan laktasi juga memerlukan tambahan (ekstra) yaitu, untuk wanita hamil 12 g protein/hari, untuk laktasi enam bulan pertama 16g/hari, untuk 6 bulan kedua 12g /hari, dan untuk tahun kedua 11g/hari (Arisman, 2007).
104
Menurut PP Kesehatan RI no. 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Angka Kecukupan Gizi Tahun 2013
Rangkuman Kebutuhan
pangan
dan
gizi
sesuai
dengan
tahap-tahap
perkembangan manusia yaitu masa janin, bayi, kanak-kanak, remaja, masa dewasa, dan lansia. 105
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tubuh terhadap zat gizi adalah kehamilan, menyusui, keadaan sakit dalam penyembuhan, dan kegiatan fisik. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Soal Latihan 1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tubuh terhadap zat gizi ! 2. Mengapa untuk ibu hamil dan menyusui diperlukan tambahan konsumsi energi dan protein ? 3. Sebutkan kegunaan angka kecukupan gizi yang dianjurkan !
106
BAB 8 MASALAH GIZI DI INDONESIA Tujuan Pengajaran : Sesuai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan bagaimana masalah kekurangan energi dan protein (KEP) di Indonesia 2. Menjelaskan bagaimana masalah kekurangan vitamin A (KVA) di Indonesia 3. Menjelaskan
bagaimana masalah anemi gizi besi(AGB) di
Indonesia 4. Menjelaskan bagaimana gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia 5. Menjelaskan bagaimana masalah gizi lebih di Indonesia Negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya masih menghadapi persoalan kepadatan penduduk yang melebihi daya dukung alamnya, khususnya bila laju petambahan produksi pangan lebih lambat dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk; sehingga akan mengalami keterbatasan persediaan atau kekurangan pangan. Status gizi penduduk biasanya digambarkan oleh masalah gizi yang dialami oleh golongan penduduk yang rawan gizi, terutama anak balita serta ibu hamil dan menyusui.
Status gizi masyarakat
tidak hanya
tergantung pada tersedianya pangan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh 107
berbagai faktor yang saling berinteraksi. Aspek sosial ekonomi, budaya, kebiasaan makan, pemerataan distribusi pangan baik antar daerah, golongan dalam masyarakat, maupun antara anggota keluarga dan sebagainya, akan berpengaruh
terhadap status gizi individu maupun
masyarakat. Kaitan konsumsi pangan dengan kesehatan sangat erat dan sulit untuk
dipisahkan,
karena
konsumsi
mengakibatkan timbulnya gizi salah.
pangan
yang
Kekeliruan
keliru
akan
dalam mengatur
konsumsi pangan akan berdampak pada timbulnya kelainan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih. Seperti halnya di negara-negara berkembang lainnya, menurut Beck (2011) masalah gizi kurang yang utama di Indonesia adalah : 1. Kekurangan energi dan protein (KEP) yang secara populer disebut KKP (kurang kalori protein) 2. Kekurangan vitamin A (KVA) 3. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) 4. Kekurangan zat besi atau lebih dikenal sebagai anemi gizi besi (AGB) Prof.Dr.Soekirman (1991) menghadapi
menyatakan bahwa Indonesia akan
masalah gizi ganda.
Di satu pihak masalah gizi yang
berkaitan dengan penyakit infeksi dan kemiskinan, akan tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam 30 juta penduduk yang saat ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Di lain pihak oleh karena makin 108
meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup sebagian penduduk sebagai akibat keberhasilan pembangunan ekonomi dan budaya global, maka masalah gizi lebih akan mengancam kehidupan penduduk golongan menengah ke atas serta kelompok usia lanjut. Ancaman tersebut berupa makin meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit noninfeksi, terutama dalam bentuk kegemukan, penyakit jantung koroner, penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit kanker. Data Global Nutrition Report (2014) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memiliki masalah gizi yang kompleks. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, menunjukkan
prevalensi gizi kurang pada balita fluktuatif dari 18,4% pada tahun 2007, menurun menjadi 17,9% pada tahun 2010. Namun meningkat lagi menjadi 19,6% pada tahun 2013. Obesitas sentral merupakan kondisi sebagai faktor risiko yang berkaitan erat dengan beberapa penyakit kronis. Obesitas sentral adalah bila laki-laki memiliki lingkar perut lebih dari 90 cm, atau perempuan dengan lingkar perut lebih dari 80 cm. Secara nasional, prevalensi obesitas sentral pada tahun 2013 adalah 26.6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Adapun masalah stunting atau pendek pada balita ditunjukkan dengan angka nasional 37,2%. Masalah gizi memiliki dampak yang luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tapi juga terhadap pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dengan produktivitas optimal. Kualitas anak ditentukan sejak terjadinya konsepsi hingga masa balita. Kecukupan gizi 109
ibu selama hamil hingga anak berusia di bawah lima tahun, serta pola pengasuhan yang tepat, akan memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi unggul. Guru besar gizi Universitas Indonesia, Endang Achadi menambahkan kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular (PTM) pada usia dewasa seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Sebagai pencegahan, perlu dilakukan perbaikan asupan gizi sedini mungkin atau paling tidak 85% dari asupan gizi harus terpenuhi. Penyebab dasar kurang gizi terkait dengan kerawanan pangan, praktik pemberian makan bayi dan anak, serta perilaku hidup yang kurang sehat (Saleh, 2015). Berdasarkan laporan Global Nutrition 2014, Indonesia masuk ke daftar 17 negara dari 117 negara dengan tiga masalah gizi serius, yaitu stunting atau tinggi badan menurut umur kurang (32,7%), wasting atau berat badan menurut tinggi badan kurang (12,1%),danobesitasataukegemukan(11,9%). A. Kekurangan Energi dan Protein (KEP) Dari keempat masalah gizi di atas, sampai saat ini yang paling mendapat
perhatian di hampir semua negara berkembang
termasuk
Indonesia adalah masalah KEP, karena masalah ini erat hubungannya dengan masalah kelaparan dan kemiskinan.
Angka prevalensi KEP
terutama pada anak balita masih cukup tinggi. Sedang pada orang dewasa KEP sering dijumpai pada ibu hamil dan ibu menyusui, terutama yang berpenghasilan rendah. 110
KEP merupakan masalah gizi makro, adalah salah satu bentuk kekurangan zat gizi yang dapat menurunkan kualitas fisik dan mental serta meningkatkan resiko kesakitan dan kematian, terutama pada anak balita dan ibu hamil. Manifestasi KEP tercermin dalam bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara antropometrik yaitu ukuran-ukuran tubuh berupa : 1. Berat badan menurut umur (B/U) 2. Tinggi badan menurut umur (T/U) 3. Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) 4. Lingkar lengan atas menurut tinggi (LLA/T) 5. Berat badan/tinggi (B/T) lebih rendah dari nilai baku yang dianjurkan. Istilah-istilah teknis seperti keadaan gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk, menggambarkan tingkat berat ringannya masalah KEP. UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan program yang secara khusus dilaksanakan untuk menurunkan prevalensi KEP (bila dilihat dari fokus kegiatan di lapangan). Peningkatan kedua program tersebut nampaknya berdampak positif untuk menurunkan KEP. Meskipun demikian keterlibatan aktif masyarakat, organisasi-organisasi wanita dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) serta perbaikan keadaan ekonomi mempunyai andil yang besar di dalam keberhasilan meningkatkan status gizi anak balita. Kegiatan utama program UPGK (dari aspek gizi) yang dilaksanakan sampai saat ini berupa penimbangan anak balita, penyuluhan gizi (KIE, Komunikasi, Informasi dan Edukasi), peningkatan pemanfaatan 111
pekarangan, pemberian makanan tambahan, pemberian oralit (untuk penderita diare), pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, dan pemberian kapsul besi kepada ibu hamil. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga terkait yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang saling menopang untuk keberhasilan program (Departemen Kesehatan, Badan Koordinasi Keluarga
Berencana
Nasional/BKKBN,
Departemen
Pertanian,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Agama). Pelaksanaan kegiatankegiatan tersebut di tingkat desa atau di tingkat yang lebih kecil, dikoordinasikan dalam bentuk Posyandu. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga kesehatan yang tersedia dan luasnya wilayah kerja sektor terdepan pelayanan kesehatan (Pusat Kesehatan Masyarakat/Puskesmas). Dengan demikian peran kader desa yang telah terlatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan pelaksanaan Posyandu (Muchtadi, 2001). B. Kekurangan Vitamin A (KVA) Menurut
Muchtadi
(2001)
penyebab
timbulnya
masalah
kekurangan vitamin A adalah sebagai berikut : 1. Kandungan vitamin A dalam makanan yang dikonsumsi rendah 2. Derajat penyerapan (absorbsi) oleh usus rendah 3. Tingkat sosial ekonomi masyarakat rendah 4. Adanya faktor ketidaktahuan 5. Adanya penyakit akibat infeksi cacing, diare, infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA), campak, kekurangan ASI, serta 112
6. Status gizi yang rendah (akibat menderita kurang energi protein) Telah diketahui bahwa tingginya angka kematian berkaitan erat dengan kekurangan vitamin A. Tingkat kematian lebih tinggi sekitar 3040% pada anak-anak yang menderita kekurangan vitamin A. Tingginya angka kesakitan, terutama diare dan infeksi saluran pernafasan bagian atas berkaitan erat dengan status vitamin A. Anak-anak dengan status vitamin A rendah memiliki resiko terserang penyakit diare atau ISPA dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang status vitamin A-nya normal. Selain itu, status vitamin A yang rendah menyebabkan timbulnya penyakitpenyakit degeneratif lebih tinggi, sehingga produktivitas masyarakat rendah (Beck, 2011). Menurut Muchtadi (2001) gejala defisiensi vitamin A yang muncul adalah refleksi dari peranan vitamin A dalam mempertahankan kesehatan sel-sel epitel dan dalam melaksanakan proses penglihatan. Infeksi dapat terjadi karena adanya kerusakan sel-sel epitel pada permukaan saluran pernafasan, seperti telah dijelaskan di atas. Karena itu vitamin A dikenal sebagai anti-infective vitamin.
Namun perlu dicatat bahwa tidak ada
hubungan sama sekali antara kemudahan menderita pilek (flu) dengan kekurangan vitamin A.
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kulit
menjadi kasar dan kering, terutama pada bagian bahu. Selain itu, akan terjadi apa yang disebut sebagai folliculosis, yaitu benjolan-benjolan kecil pada dasar kantung rambut, yang kemudian akan mengeras (mengalami keratinasi).
Pengaruh lainnya akibat defisiensi vitamin A adalah : 113
1. Perubahan pada saluran pencernaan, yaitu perubahan pada jaringan epitel usus, yang dapat menyebabkan terjadinya diare. 2. Hilangnya enamel gigi, sehingga gigi mudah mengalami kerusakan 3. Menurunnya kepekaan indera pencium (hidung) dan perasa (lidah), dan 4. Nafsu makan menurun. Upaya penanggulangan masalah kekurangan vitamin A yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan RI) yang merupakan program jangka pendek, adalah pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
Permasalahannya adalah masih rendahnya cakupan
kelompok sasaran, yaitu hanya sekitar 22 - 60 % anak balita yang terliput. Mengingat tingginya biaya, sedang dijajagi kemungkinan penggantian kapsul vitamin A dengan kapsul betakaroten. Upaya penanggulangan lain, yang bersifat jangka panjang, adalah kegiatan pemasaran sosial vitamin A berupa kampanye peningkatan cakupan penggunaan kapsul vitamin A maupun peningkatan konsumsi bahan pangan yang kaya akan vitamin A atau provitamin A (karotenoid) (Muchtadi, 2001). C. Anemi Gizi Besi Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi utama yang umum dijumpai di masyarakat. Dari kesehatan masyarakat, penyebab utama timbulnya anemia gizi adalah karena kekurangan zat besi. Karenanya anemia gizi yang ada sering disebut sebagai anemi kurang besi, atau 114
dengan istilah yang lebih populer, anemia gizi besi (AGB). Kekurangan asam folat dapat merupakan faktor kontribusi yang menyebabkan terjadinya anemia.
Kekurangan vitamin B12, menurut beberapa hasil
penelitian tidak berperanan penting dalam etiologi terjadinya anemia gizi di Indonesia.
Konsumsi zat besi yang tidak cukup dan penyerapan
(absorpsi) zat besi yang rendah dari makanan yang dikonsumsi, terutama dari pola makan yang menitikberatkan pada pangan nabati, diduga merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi besi.
Beberapa
penelitian menemukan bahwa konsumsi zat besi dari pola makanan tersebut lebih rendah dari kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan. Penelitian lain menunjukkan pula peranan infestasi cacing dan penyakit malaria terhadap timbulnya anemia gizi besi. Menurut sunita (2009) penyebab timbulnya anemia gizi besi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : 1. Penyebab langsung, sebagai akibat dari jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak cukup baik secara kualitas maupun kuantitas, secara kualitas artinya jumlah zat besi dalam bahan makanan yang dikonsumsi tinggi, tetapi kualitasnya rendah misalnya zat besi yang berasal dari bahan makanan nabati,
secara kuantitas
artinya
konsumsi bahan makanan yang mengandung zat besi tidak mencukupi; absorbsi zat besi yang rendah oleh tubuh, hal ini dapat disebabkan karena adanya zat penghambat penyerapan zat besi, kebutuhan zat besi yang meningkat karena pertumbuhan fisik yang
115
pesat, kehamilan dan menyusui karena kehilangan darah atau pendarahan kronis. 2. Penyebab tidak langsung; adanya parasit seperti cacing, infeksi, pelayanan kesehatan yang rendah dan rendahnya tingkat sosial ekonomi. Dampak negatif anemia yang telah diketahui adalah sebagai berikut: 1. Pada anak balita, menyebabkan apatis, pasif, tidak energik dan kemampuan kognitif turun secara nyata. 2. Pada anak sekolah, menyebabkan prestasi belajar rendah, kemampuan verbal, mengingat dan memusatkan perhatian menurun, serta jumlah absensi dan angka drop out tinggi. 3. Pada orang dewasa, mudah letih, kurang berinisiatif, tidak energik, kurang mampu bekerja keras, dan produktivitas kerja rendah. 4. Pada ibu hamil, sekitar 75% kematian pada waktu persalinan erat hubungannya dengan anemia, proses melahirkan lebih lama, dan meningkatnya penyakit infeksi karena turunnya daya tahan tubuh. Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah untuk membawa (sebagai carrier)
oksigen dan karbondioksida, serta pembentukan darah
(hemoglobin). Fungsinya antara lain sebagai bagian dari enzim, untuk produksi antibodi, dan untuk penghilangan (detoksifikasi) zat racun di dalam hati. 116
a. Pengangkut (Carrier) O2 dan CO2 Zat besi yang terdapat dalam hemoglobin (pigmen darah merah) dan mioglobin (pigmen daging) berfungsi untuk mengangkut O2 dan CO2, sehingga secara tidak langsung zat besi sangat esensial untuk metabolisme energi. b. Pembentukan Sel Darah Merah Haemoglobin (Hb) merupakan komponen esensial sel-sel darah merah (eritrosit). Eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang. Bila jumlah sel darah merah berkurang, hormon eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, akan menstimulir pembentukan sel darah merah. Karena sel darah merah tidak mengandung inti sel (nukleus), maka sel tersebut tidak dapat mensintesis enzim untuk kelangsungan hidupnya. Kehidupan sel darah merah hanya sepanjang masih terdapatnya enzim yang masih berfungsi (untuk membawa O2 dan CO2), dan biasanya hanya sekitar 4 bulan.Kecepatan penghancuran sel darah merah akan meningkat bila tubuh kekurangan vitamin C, vitamin E atau vitamin B12 (yang membantu pembentukan sel-sel darah merah). Karena kehidupan eritrosit hanya berlangsung 120 hari, maka 1/120 sel eritrosit harus diganti setiap hari, yang memerlukan sekitar 20 mg zat besi (Fe) per hari. Karena tidak mungkin menyerap Fe dari makanan sebanyak itu per hari, maka konservasi Fe dalam tubuh sangat penting dilakukan. c. Fungsi Lain Sebagian kecil Fe terdapat dalam enzim jaringan. Bila terjadi defisiensi zat besi, enzim ini berkurang jumlahnya sebelum Hb menurun. Zat besi 117
diperlukan sebagai katalis dalam konversi betakaroten menjadi vitamin A, dalam reaksi sintesis purin (sebagai bagian intregral asam nukleat dalam RNA atau DNA), dan dalam reaksi sintesis kolagen. Selain itu, zat besi diperlukan dalam proses penghilangan lipida dari darah, untuk memproduksi antibodi, serta untuk penghilangan (detoksifikasi) zat racun dalam hati. Orang yang mengalami defisiensi zat besi lebih sulit memerangi infeksi bakteri, karena produksi antibodi terhambat. Dalam daging, Fe terdapat dalam bentuk Heme (heme iron) yang merupakan bagian dari mioglobin (pigmen daging) dan hemoglobin (pigmen dari sel darah merah). Penyerapan zat besi dari makanan oleh usus (kecil) sangat rendah dan dipengaruhi oleh bentuk zat besi dalam makanan tersebut, serta terdapat atau tidaknya zat-zat yang menghambat atau meningkatkan penyerapan. Besi heme yang berasal dari pangan hewani lebih mudah diserap oleh usus (sekitar 10-20 %), sedangkan zat besi non heme yang berasal dari pangan nabati lebih sulit untuk diserap (hanya sekitar 1-5%). Zat-zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi antara lain : asam fitat, asam oksalat dan tanin (terdapat dalam serelia, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan daun teh). Sedangkan protein, terutama protein hewani, dan vitamin C, dapat meningkatkan penyerapan zat besi oleh usus. D.Gangguan Akibat Kekurangan Iodium Kekurangan Iodium tidak hanya mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok, tetapi juga mengakibatkan kelainan-kelainan berupa gangguan-gangguan fisik(pertumbuhan sangat lambat-kerdil, bisu dan 118
tuli), gangguan mental dan gangguan syaraf (neuromotor). Gangguan fisik, mental dan neuromotor yang tidak dapat disembuhkan banyak terjadi di daerah endemik berat, yaitu daerah yang penduduknya sangat kekurangan iodium (Muchtadi, 2001). Iodium merupakan mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif sangat sedikit, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk pembentukan hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dalam kelenjar gondok (tiroid). Hormon tiroid ini berperan menstimulir metabolisme dalam tubuh, konversi karoten menjadi vitamin A, sintesis protein, penyerapan gula dan untuk sintesis kolesterol. Selain itu, hormon tiroksin juga diperlukan untuk proses reproduksi (Sunita, 2009). Penyakit yang timbul akibat defisiensi iodium (hipotiroidisme) dikenal sebagai GAKI (gangguan akibat kekurangan iodium) atau IDD (iodine deficiency disorders), yang dapat berupa pembesaran kelenjar tiroid (gondok), kretinisme dan miksedema. Pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi pada penduduk di suatu daerah tertentu yang tanah dan airnya kekurangan iodium, sehingga semua hasil tanaman dari daerah tersebut juga defisien akan iodium. Karena penyakit ini menimpa sejumlah besar penduduk di daerah tersebut, maka disebut gondok endemik. Kretinisme dapat timbul pada anak-anak apabila defisiensi iodium tersebut semakin berat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan badan yang terhambat (kerdil), mental terbelakang, kulitnya tebal, kering dan pucat, serta perutnya buncit.
119
Miksedema (myxedema) terjadi pada orang dewasa yang menderita defisiensi iodium sepanjang masa kanak-kanak dan remajanya, dengan tanda-tanda rambutnya kasar dan jarang, kulitnya kering dan pucat, tidak tahan terhadap cuaca dingin, serta suaranya rendah dan serak. Sumber iodium yang utama adalah bahan pangan hewani, terutama yang berasal dari laut seperti ikan, udang dan lain-lain, serta rumput laut. Karena umumnya produk dari laut ini sulit diperoleh di daerah-daerah gondok endemik, maka penduduk di daerah tersebut mengalami kekurangan konsumsi iodium. Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi pangan.
Semua ini bertujuan untuk
memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beranekaragam, dan seimbang dalam mutu gizi. Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain : 1) Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beranekaragam pangan 2) Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga
120
3) Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit 4) Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 5) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat 6) Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas 7) Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT) 8) Peningkatan kesehatan lingkungan 9) Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi 10) Upaya pengawasan makanan dan minuman 11) Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi
Menurut Azwar (2000) melalui Instruksi Presiden No. 8 Tahun 1999 telah dicanangkan Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, yang diarahkan pada :
121
1) Pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga 2) Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan cakupan, kualitas pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi di masyarakat 3) Pemantapan kerjasama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan masalah gizi melalui SKPG, dan 4) Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. E. Masalah Gizi Lebih Belajar dari pengalaman negara-negara maju, ternyata peningkatan kemakmuran menyebabkan peningkatan prevalensi gizi lebih. Salah satu penyebabnya adalah terjadi perubahan pola konsumsi pangan. Pola makan telah bergeser dari pola tradisional, di mana makanan banyak mengandung serat, menjadi pola modern dengan kandungan lemak, protein dan garam tinggi tetapi miskin serat. Gizi lebih disebabkan karena konsumsi pangan (zat-zat gizi) yang melebihi kebutuhan normal tubuh manusia. Sedangkan penyakit degeneratif adalah penyakit yang timbul karena adanya kemunduran fungsi organ-organ tubuh, dimana sel-selnya mengalami proses degenerasi (disebabkan oleh perubahan kimiawi jaringan, penumpukan zat-zat tertentu, dan sebagainya). Salah satu bentuk gizi lebih berupa kegemukan (obesitas), yang kemudian diikuti dengan timbulnya penyakit denegeratif
122
seperti aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kanker dan sebagainya. Patofisiologis timbulnya berbagai penyakit akibat gizi lebih belum jelas benar, namun berbagai studi menunjukkan bahwa resiko timbulnya penyakit denegeratif umumnya meningkat pada penderita kegemukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemicu utama dari timbulnya penyakit denegeratif adalah berat badan yang berlebihan, meskipun pada beberapa kasus tertentu dimana timbulnya penyakit denegeratif tidak disebabkan oleh kelebihan berat badan (Muchtadi, 2001). Dampak gizi pada anak terhadap kesehatan pada umumnya lebih ringan jika dibandingkan dengan obesitas pada orang dewasa. Karena pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat matang, sehingga pada anak wanita mendapat menars (haid untuk pertama kali) pada usia yang lebih dini. Dampak terhadap kesehatan pada umumnya masih terbatas pada gangguan psikososial yaitu keterbatasan dalam pergaulan, keterbatasan dalam berpatisipasi dalam berbagai jenis kegiatan. Akan tetapi pada kasus gizi lebih dengan derajat yang berat dapat disertai keluhan gangguan pernapasan, hipertensi, dermatitis atau eksim pada lipatan kulit yang mengakibatkan bau badan yang tidak disukai oleh teman pergaulannya. Gizi lebih pada bayi dan anak balita pada umumnya belum atau tidak merupakan masalah medis. Walaupun demikian gizi lebih pada anak tak berarti dapat dibiarkan begitu saja, oleh karena kemungkinan melanjut menjadi gizi lebih pada saat dewasa.
123
1. Penyakit Kardiovaskuler Penyakit kardivaskuler (PKV) paling tinggi prevalensinya dibandingkan dengan penyakit degeneratif lainnya. PKV juga merupakan pembunuh terbesar di dunia, bahkan di negara-negara maju merupakan 4050% penyebab kematian. Di Indonesia sendiri, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, ternyata angka kesakitan PKV telah menduduki urutan pertama dan merupakan 16,5% dari seluruh penyebab kematian (terutama di kota-kota besar)(Muchtadi, 2001). Timbulnya penyakit kardiovaskuler lebih banyak disebabkan oleh perubahan budaya, gaya hidup, pola makan dan sebagainya. PKV yang merupakan penyakit jantung secara keseluruhan, dapat dibagi lagi menjadi penyakit jantung koroner, infark miokardia, hipertensi, kegagalan jantung, serta beberapa jenis penyakit jantung lainnya. Pada
dasarnya
penyakit
PKV
timbul
karena
terjadinya
aterosklerosis, yaitu bertalian erat dengan penyimpangan metabolisme trigliserida dan kolesterol dalam tubuh. Tingginya kadar trigliserida dan kolesterol dalam darah akan menyebabkan sebagian bahan-bahan tersebut mengendap pada dinding pembuluh darah. Mula-mula berupa endapan lunak, tetapi kemudian mengeras dan mengakibatkan pembuluh darah tersebut menyempit dan tidak elastis lagi(Yuniastuti, 2008). Aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah koroner di jantung, akan menyebabkan timbulnya penyakit jantung koroner. Apabila cabang pembuluh darah koroner yang terkena aterosklerosis tersebut mendadak tersumbat, maka aliran darah ke bagian jantung berhenti, 124
sehingga suplai oksigen untuk kelangsungan hidup jaringan jantung akan berhenti, dan akhirnya jaringan jantung akan rusak atau mati. Kerusakan jaringan karena terhentinya aliran darah disebut infark;dalam hal ini karena yang menderita infark adalah otot jantung (miokordia), maka disebut infark miokordia. Aterosklerosis yang menyebabkan dinding pembuluh darah tidak elastis akan menyebabkan naiknya tekanan darah sistolik. Menyempitnya pembuluh darah menimbulkan tekanan terhadap aliran darah, sehingga menyebabkan naiknya tekanan darah diastolik. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya tekanan darah tinggi (hipertensi). Akibat langsung dari hipertensi terhadap jantung adalah berupa pembesaran jantung, yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya kegagalan ginjal (Hastuti, 2005). 2. Hipertensi Seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan sistolik dan diastolik masing-masing melebihi 140 dan 90 mm Hg. Frekuensi hipertensi pada usia 20 sampai 39 tahun meningkat dua laki lipat pada seseorang dengan kelebihan berat badan dibandingkan dengan yang mempunyai berat badan ideal. Sebagian besar (60-70%) pederita hipertensi meninggal sebagai akibat terjadinya komplikasi pada jatungnya, yang dikenal dengan sebutan penyakit jantung hipertensi (hipertensi heart disease, HDD). Pada penderita ini tekanan darah akan meningkat jika tahanan arteri perifer terhadap aliran darah meningkat, yang disebabkan karena adanya 125
penyempitan yang meluas pada sebagian besar pambuluh darah tepi terutamapada arteri. Jantung sebagai mesin pompa harus tahan terhadap tahanan perifer yang meningkat, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran energi dengan cara memperpanjang serabut otot jantung serta pembesaran organ jantung (hipertrofi)(Muchtadi, 2001). 3.Diabetes Mellitus Penyakit kencing manis (diabetes mellitus) merupakan penyakit endokrin yang paling banyak ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar gula (glukosa) dalam darah dan tingginya kadar gula (glukosa) dalam urine. Pada penderita penyakit ini, metabolisme glukosa tidak berjalan normal karena terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas. Defisiensi insulin menyebabkan tidak semua glukosa darah dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi atau diubah menjadi glikogen, sehingga sebagian besar glukosa tersebut tetap berada dalam darah(fungsi insulin adalah mendorong masuknya glukosa dari darah ke dalam sel-sel jaringan). Tingginya kadar gula dalam darah akan mendorong pembuangan kelebihan glukosa tersebut ke luar tubuh, yaitu melalui urine. Umumnya penyakit diabetes dianggap sebagai penyakit keturunan. Perkembangan penyakit ini sangat lambat. Gejala diabetes seperti ketosis (menumpuknya senyawa keton dalam darah), baru timbul jika penyakit ini sudah berat. Karena diabetes semacam ini disebabkan oleh defisiensi 126
insulin, maka penyakit ini biasa disebut sebagai diabetes yang tergantung pada insulin (insulin dependent diabetes mellitus, IDDM)(Sunita, 2009). Selain bersifat herediter (diturunkan), kegemukan (obesitas) juga sering merupakan penyebab timbulnya penyakit diabetes. Bahkan dilaporkan bahwa lebih dari 90% penderita diabetes mellitus adalah penderita
obesitas.
Penambahan
berat
badan
cenderung
akan
meningkatkan kadar insulin dalam darah karena sekresi insulin oleh pankreas meningkat;tetapi reseptor (penerima) insulin pada sel-sel menurun jumlahnya (yang mungkin disebabkan karena ditutupi lemak), sehingga insulin tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Oleh karena pada keadaan ini timbulnya penyakit diabetes bukan disebabkan karena kurangnya insulin, maka penyakit ini disebut sebagai diabetes yang tidak tergantung pada insulin (insulin independent diabetes mellitus, IIDM). Karena glukosa dari darah penderita diabetes mellitus tidak dapat digunakan sebagai sumber energi, maka tubuh akan menggunakan lemak (asam-asam lemak) sebagai sumber energi untuk melaksanakan aktivitasnya. Keadaan ini akan mengakibatkan terbentuknya zat keton (asam asetoasetat, aseton dan betahidroksi butirat) dalam tubuh. Jika zat keton ini terakumulasi dalam darah, maka penderita akan mengalami keracunan akibat berubahnya keasaman (pH) darah, dan keadaan ini disebut sebagai ketosis. Penggunaan lemak sebagai sumber energi, juga akan meningkatkan kadar trigliserida dan kolesterol dalam darah (Yuniastuti, 2008).
127
4.Kanker Kanker terjadi jika sel-sel normal dengan melalui suatu proses berubah menjadi sel ganas (dapat berkembang dengan cepat sekali). Proses perubahan tersebut dikenal
dengan karsinogenesis, yang
merupakan proses kompleks yang dicetuskan oleh faktor genetik dan yang lebih penting lagi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut sering dikaitkan dengan gaya hidup. Suatu penelitian mengungkapkan bahwa zat pencetus kanker yang berasal dari makanan memberikan sumbangan terbesar terhadap kejadian kanker, yaitu 35%; disusul kemudian oleh kebiasaan merokok (35%), dan sisanya disebabkan oleh virus, zat kimia dan lain-lain (Muchtadi, 2001). Radikal bebas merupakan pencetus terjadinya keganasan sel di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan gugus yang pada orbit luar atomnya terdapat elektron yang tidak berpasangan, sehingga sangat reaktif. Karena reaktivitasnya tinggi, radikal bebas dapat merusak sel dengan berbagai cara, misalnya dengan merusak struktur membran sel sehingga fungsi membran sel berubah, mutasi spesifik pada DNA sel, perubahan aktivitas enzim dan lain-lain. Kerusakan sel tersebut berimplikasi pada timbulnya proses keganasan (Yuniastuti, 2008). Keadaan gizi lebih merupakan pencetus terjadinya kanker telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami kegemukan akan mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, dubur (rectum) dan kelenjar prostat;
128
sedangkan wanita yangmenderita kegemukan akan mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker payudara dan rahim (Yuniastuti, 2008). Upaya pencegahan yang efektif untuk penyakit degeneratif adalah menjaga konsumsi makanan (zat-zat gizi) tetap seimbang dengan energi yang harus dikeluarkan, sehingga berat badan akan senantiasa ideal. Seseorang dikatakan mempunyai ukuran ideal bila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk, sehingga perbandingan antara tinggi dan berat terlihat serasi. Pengukuran berat badan ideal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)(Muchtadi, 2001). Metode ini berlaku untuk orang dewasa yang berumur di atas 18 tahun. Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut: Berat badan (kg) Indeks Massa Tubuh (IMT) = [Tinggi badan (m)]2 IMT ideal bagi wanita adalah antara 19-24, sedangkan bagi lakilaki adalah antara 20-25. Seseorang dikatakan mempunyai kelebihan berat badan (overweight) bila IMT = 25-30, atau bila berat badannya 10-20% lebih besar dari berat badan ideal; dan dikatakan mengalami kegemukan bila IMT lebih besar dari 30, atau bila berat badannya lebih besar 20% di atas berat badan ideal. 129
Pengukuran keadaan gizi lebih atau kelebihan berat badan pada anak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) secara medis (klinis) dalam pelayanan kesehatan individu pada anak, 2) secara antropometris pada populasi anak. Cara medis pada umumnya hanya dipergunakan untuk menilai status anak yang memerlukan jasa medis baik di rumah sakit maupun di praktek dokter. Dengan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan antropometris. Dengan pemeriksaan fisik ditemukan penampilan fisik anak dengan kesan kegemukan yaitu ukuran kepala relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya yang gemuk. Muka tembem, lengan lebih kecil dan bentuk meruncing. Dada dengan payudara yang membesar seperti payudara wanita. Perut membuncit dan alat kelamin pria yang tampak kecil karena sebagian besar terbenam pada jaringan lemak sekitarnya. Pada kulit mungkin ditemukan garis-garis berwarna keputihan atau ungu. Mungkin juga telah terdapat gejala hipertensi atau kesulitan pernafasan (Muchtadi, 2001). Dengan menggunakan data antropometri untuk melihat gizi lebih, Samsudin (1994 dalam Muchtadi, 2001) mengklasifikasikan sebagai berikut: apabila berat badan menurut umur (B/U), tinggi badan menurut umur (T/U), dan berat badan menurut tinggi (B/T) lebih dari 100% standar normal maka disebut gizi lebih, jika B/T lebih besar dari 120% disebut obesitas.
130
Menurut Departemen Kesehatan, secara garis besar tujuan dari upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia adalah : a) Menurunkan prevalensi KKP pada balita b) Menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A c) Menurunkan gangguan akibat kekurangan iodium d) Menurunkan prevalensi anemi gizi (terutama pada ibu hamil) Tujuan tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, balita, dan ibu serta mendorong makin terwujudnya pola keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Upaya penanggulangan keempat
masalah gizi utama tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran, dan pelayanan secara tidak langsung di masyarakat (Beck, 2011). Pelayanan langsung kepada kelompok sasaran dilaksanakan dalam bentuk pelayanan gizi di Puskesmas dan pelayanan gizi di Posyandu dengan sasaran khusus ibu dan anak, dipadukan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan KB (Keluarga Berencana). Sedangkan pelayanan tidak langsung di masyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat, fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A atau iodium, dan pemanfaatan tanaman pekarangan. Dilaksanakan dengan memantapkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). UPGK adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam setiap keluarga di Indonesia. Usaha ini bersifat lintas sektoral, yang dilaksanakan departemen terkait, yaitu Kesehatan, Pertanian, BKKBN 131
(Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Agama, Dalam Negeri, Tim Penggerak PKK, dan lain lain.
Kegiatannya antara lain berupa
penyuluhan gizi masyarakat, pelayanan gizi melalui Posyandu, dan peningkatan pemanfaatan tanaman.
Perbaikan gizi masyarakat pada
umumnya, akan lebih dibina peran serta masyarakat dan perusahaan swasta dalam kegiatan usaha perbaikan gizi institusi, misalnya di rumah sakit, pabrik, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, dan lain lain. Di samping itu ke depan akan digalakkan pula penyuluhan gizi masyarakat, pemantapan pelajaran ilmu gizi, dan upaya-upaya perbaikan gizi sekolah, terutama di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah. Dilakukan pula kegiatan-kegiatan perbaikan makanan bayi dan anak, termasuk pemberian ASI, pengganti ASI (PASI), makanan pendamping ASI (MPASI), dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatan anak umur 0-5 tahun. Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A ditempuh dengan dua cara yaitu : a) Penyuluhan untuk meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami terutama sayuran hijau. b) Suplementasi vitamin A yang dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung, dengan memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000IU) secara periodik (dua kali setahun) pada anak berumur 1-4 tahun di Puskesmas maupun Posyandu. Cara tidak langsung, dengan menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh golongan secara luas (fortifikasi).
132
Upayapencegahan dan penanggulangan anemia gizi (terutama zat besi), dikaitkan dengan kegiatan UPGK, yaitu dalam bentuk pemberian tablet besi bagi wanita hamil dan menyusui melalui Puskesmas maupun Posyandu. Upaya lainnya berupa penggalakan penggunaan bahan pangan alami sumber zat besi, yang dilaksanakan lewat kegiatan penyuluhan gizi. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan gangguan akibat kekurangan Iodium antara lain berupa penyuntikan dengan larutan minyak beriodium pada penduduk yang tinggal di daerah endemik, dan iodisasi garam konsumsi (garam dapur)(Beck, 2011). Rangkuman Konsumsi pangan yang keliru akan mengakibatkan timbulnya gizi salah. Kekeliruan dalam mengatur konsumsi pangan akan berdampak pada timbulnya kelainan
gizi, baik gizi kurang maupun gizi
lebih.Indonesia akan menghadapi masalah gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi yang berkaitan dengan penyakit infeksi dan kemiskinan, akan tetap merupakan masalah besar yang masih mengancam 30 juta penduduk yang saat ini masih hidup di bawah garis kemiskinan. Di lain pihak oleh karena makin meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup sebagian penduduk sebagai akibat keberhasilan pembangunan ekonomi dan budaya global, maka masalah gizi lebih akan mengancam kehidupan penduduk golongan menengah ke atas serta kelompok usia lanjut. Seperti halnya di negara-negara berkembang lainnya, menurut Beck (2011) masalah gizi kurang yang utama di Indonesia adalah : 133
1. Kekurangan energi dan protein (KEP) yang secara populer disebut KKP (kurang kalori protein) 2. Kekurangan vitamin A (KVA) 3. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) 4. Kekurangan zat besi atau lebih dikenal sebagai Anemi Gizi Besi (AGB) Muchtadi (2001) menyebutkan bahwa masalah gizi lebih yang utama di Indonesia adalah PKV, hipertensi, diabetes mellitus, dan kanker. Upaya pencegahan yang efektif untuk penyakit degeneratif adalah menjaga konsumsi makanan (zat-zat gizi) tetap seimbang dengan energi yang harus dikeluarkan, sehingga berat badan akan senantiasa ideal. Seseorang dikatakan mempunyai ukuran ideal bila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk, sehingga perbandingan antara tinggi dan berat terlihat serasi. Menurut Departemen Kesehatan, secara garis besar tujuan dari upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia adalah : a) Menurunkan prevalensi KKP pada balita b) Menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A c) Menurunkan gangguan akibat kekurangan iodium d) Menurunkan prevalensi anemi gizi (terutama pada ibu hamil)
134
Soal Latihan 1. Mengapa KEP dapat menurunkan kualitas fisik dan mental serta meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ? 2. Jelaskan fungsi vitamin A sehubungan dengan proses penglihatan dan dalam mencegah tubuh dari serangan infeksi ! 3. Jelaskan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah RI untuk menanggulangi masalah KEP dan KVA ! 4. Sebutkan penyebab timbulnya masalah anemi zat gizi ! 5. Terangkan mengapa anemia zat gizi besi dapat mengganggu produktivitas kerja ! 6. Iodium mempunyai peranan yang sangat penting bagi tubuh. Mengapa? Jelaskan! 7. Jelaskan kendala-kendala yang dihadapi pemerintah dalam upaya penanggulangan masalah AGB dan GAKI ! 8. Sebutkan penyebab timbulnya masalah gizi lebih!
135
BAB 9 DIVERSIFIKASI PANGAN Tujuan Pengajaran : Sesuai mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu : 1. Menjelaskan bagaimana pengertian dan ruang lingkup diversifikasi pangan di Indonesia 2. Menjelaskan
bagaimana pentingnya diversifikasi pangan di
Indonesia 3. Menjelaskan bagaimana kesehatan diversifikasi pangan kearifan lokal Bali A. Pengertian dan Ruang Lingkup Diversifikasi Pangan Diversifikasi pangan (penganekaragaman pangan) adalah upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi, yang pada akhirnya
akan
meningkatkan
status
gizi
penduduk
(Sunita,
2009).Diversifikasi pangan juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat sehingga nutrisiyang diterima oleh tubuh dapat bervariasi dan seimbang. Ditegaskan oleh Anonimus (2014) diversifikasi pangan adalah sebuah program yang mendorong masyarakat untuk memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsinya sehingga tidak terfokus pada satu jenis makanan. Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan untuk 136
memvariasikan konsumsi masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada nasi. Status gizi penduduk dapat ditingkatkan dengan penyediaan beraneka ragam pangan dalam jumlah mencukupi, disamping untuk peningkatan daya beli masyarakat. Seiring dengan itu perlu dilakukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar mengkonsumsi beraneka ragam makanan yang bermutu gizi tinggi (Sunita, 2009). Indonesia memiliki beragam hasil pertanian yang sebenarnya bisa difungsikan sebagai makanan pokok seperti sukun, ubi, talas, dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama diversifikasi pangan(Mewa Ariani, 2016). Diversifikasi pangan di Indonesia menjadi salah satu cara untuk menuju swasembada beras dengan minimalisasi konsumsi beras sehingga total konsumsi tidak melebihi produksi. Definisi
diversifikasi
pangan
tertuang
dalam
Peraturan
PemerintahNo 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan.Pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Dalam Keppres No. 68 tentang Ketahanan Pangan pasal 9 disebutkan bahwa diversifikasi pangan diselenggarakan
untuk
meningkatkan
ketahanan
pangan
dengan
memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Hanafi, 2010). Diversifikasi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras diiringi dengan ditambahnya makanan pendamping. Diversifikasi 137
konsumsi pangan juga dapat didefinisikan sebagai jumlah jenis makanan yang dikonsumsi, sehingga semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi akan semakin beranekaragam. Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi tersebut adalah meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kebijakan swasembada beras pada masa lalu telah menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran kebiasaan pangan (food habit) sebagian besar penduduk Indonesia yang cenderung bergantung pada beras. Kondisi ketergantungan pada beras ini telah menyebabkan memudarnya atau bahkan hilangnya kondisi pluralisme dalam food habit dan pluralisme dalam diversifikasi pangan pokok. Tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, dan diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan pada penganekaragaman pangan pokok, tidak pada keanekeragaman pangan secara keseluruhan. Indonesia dirasa mulai perlu menggeser bahan baku makanan sehari-hari demi ketahanan jangka panjang. Saat ini lahan pertanian di Indonesia semakin sempit akibat dari ledakan jumlah penduduk,
dengan
demikian
bertambahnya
jumlah
penduduk
mengakibatkan konsumsi beras akan bertambah pula. Kewalahan menghadapi situasi ini, pemerintah mengambil kebijakan untuk mengimpor beras. Impor beras dalam jumlah besar saat ini mengakibatkan inflasi pada perekonomian Indonesia dan nilai kurs mata uang rupiah akan 138
dolar semakin melemah. Sehingga yang diperlukan Indonesia saat ini adalah mengurangi atau bahkan menghapus kebijakan impor beras demi peningkatan perekonomian Indonesia. Yakni salah satunya dengan mengambil kebijakan diversifikasi pangan untuk meminimalisasi konsumsi
beras.
Diversifikasi pangan diadakan bukan untuk mengganti pangan yang ada akan tetapi lebih mengarah pada variasi gizi sebagai peran dalam pemenuhan kebutuhaan gizi masyarakat sehingga gizi yang diterima oleh tubuh dapat bervariasi dan seimbang (Puspitojati Endah, 2015). Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkanketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upayamengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikangizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saingdalam percaturan globalisasi (Himagizi, 2009). Kecukupanpangan dapat diukur secara kualitatif. Ukuran kualitatif antara lain meliputi nilai sosial, ragam jenis bahan pangan dan cita rasa, sedangkan nilai kuantitatif yang umum dipergunakan adalah kandungan zat gizi. Banyak sekali ragam zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, yang terdiri atas lima kelompok besar, yaitu : karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Kalau dilihat dari jenis zat gizinya, tubuh manusia memerlukan sekitar 40-45 macam zat gizi. Zat gizi yang diperlukan manusia tersebut meliputi 10 macam asam amino, 3 macam asam lemak,
139
sekitar 14 macam vitamin A dan sekitar 15-19 macam mineral disamping kebutuhan energi. Untuk memenuhi kecukupan pangan yang merata bagi seluruh masyarakat diperlukan berbagai upaya yang menyangkut penyediaan pangan dan peningkatan daya beli masyarakat serta usaha untuk mengubah perilaku masyarakat. Selanjutnya perlu pula dilakukan usaha-usaha yang terarah dan berkesinambungan agar terbentuk perilaku yang benar dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari sehingga semakin beraneka ragam, seimbang dan bermutu gizi tinggi upaya yang terarah, terpadu dan saling mendukung perlu dikembangkan oleh berbagai sektor terkait dalam usaha penganekaragaman konsumsi makanan, dimulai dari proses produksi dan distribusi bahan pangan yang kemudian diolah dalam bentuk hidangan sehari-hari yang seimbang dan bermutu gizi tinggi untuk dikonsumsi. Menurut Sunita (2009) bila dilihat dari segi jumlah, penyediaan pangan rata-rata per kapita sebetulnya sudah memadai, bila dibandingkan dengan standar kecukupan. Untuk tahun 1993, menurut Neraca Bahan Makanan (BPS, 1994-1995), banyaknya energi yang tersedia adalah 3098 kkal perkapita sehari (standar kecukupan adalah 2150 kkal), protein 69,8 g (standar kecukupan adalah 46,2 gram) dan lemak 70,7 gram. Akan tetapi bila dilihat dari segi kualitas, pola pangan yang tersedia belum mencukupi. Dari jumlah energi yang tersedia itu 2998 kkal atau 96,8% berasal dari sumber nabati. Sedangkan dari 69,8 gram protein yang tersedia 59,4 gram atau 85,1 % berasal dari sumber nabati. Konsumsi energi rata-ratadi Indonesia pada tahun 1996 adalah 2019 kkal, 73,3% berasal dari makanan 140
pokok, 5,8% dari pangan hewani, 3 % dari kacang-kacangan, 5,4% dari gula, 11,98% dari minyak dan lemak, serta 2,2% dari sayur dan buahbuahan. Konsumsi protein rata-rata adalah 47 gram dan hanya 22,7% berasal dari pangan hewani. FAO/WHO menganjurkan bagi negara berkembang standar konsumsi pangan terdiri dari atas : 50% kalori berasal dari makanan pokok, 15-20% energi dari pangan hewani, 20-25% energi dari kacangkacangan/biji berminyak, 8% energi dari gula, serta 5% energi dari sayur dan buah-buahan. Dari angka-angka ini terlihat bahwa pola pangan yang dikonsumsi harus bergeser pada lebih banyak mengkonsumsi sumber hewani, kacang-kacangan dan biji-biji berminyak, serta sayuran dan buahbuahan. B. Pentingnya Diversifikasi Pangan Menurut Sunita (2009) di antara makanan pokok, padi-padian terutama beras memberi sumbangan konsumsi energi terbesar, yaitu 57,1%. Konsumsi beras terlihat cenderung meningkat. Kecenderungan ini membawa konsekuensi sukarnya mempertahankan swasembada beras yang telah dicapai sejak tahun 1985. Oleh karena itu, penganekaragaman konsumsi makanan merupakan salah satu prioritas kebijaksanaan pangan. Diversifikasi landasan utama ketahanan pangan. Pangan yang beragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia, disamping itu diversifikasi konsumsi pangan juga memiliki dimensi lain bagi ketahanan pangan. Ditinjau dari kepentingan kemandirian pangan, diversifikasi 141
konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada satu jenis bahan pangan, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Diversifikasi pangan saat ini adalah kunci keberhasilan dalam mempertahankan ketahanan pangan. Diversifikasi merupakan penganekaragaman suatu produk melalui proses produksi untuk meningkatkan nilai tambah atau nilai guna ekonomi sebagai upaya pemenuhan tuntutan konsumen. Manfaat diversifikasi pada sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat. Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja. Hal ini mengingat bahwa pola produksi sebagian besar komoditas pangan mengikuti siklus musim, pada saat musim panen pasokannya melimpah dan harganya menurun, sebaliknya di luar musim pasokannya menipis dan harganya cenderung meningkat. Apabila pasokan suatu jenis pangan menipis, kemudian dapat disubstitusi dengan jenis pangan lain, maka kelangkaan tersebut tidak segera memicu kenaikan harga. Bagi pemerintah yang bertanggung jawab pada penyediaan pangan pokok bagi masyarakat, semakin tinggi diversifikasi permintaan pangan, semakin ringan pengelolaan penyediaannya. Dengan semakin banyaknya bahan pangan 142
yang dapat saling mengisi, kelangkaan suatu pangan pokok seperti beras, dapat diisi oleh padi-padian lain atau umbi-umbian, sehingga tidak mudah terjadi keresahan sosial. Diversifikasi pangan bertujuan untuk menyarankan masyarakat agar dapat melakukan penganekaragaman jenis pangan yang dikonsumsi, karena bukan hanya beras yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh tetapi tubuh memerlukan pemenuhan berbagai jenis pangan untuk mencapai pola pangan harapan yaitu kecukupan energi sebanyak 2200 kkal/hari. Pencapaian energi tersebut tersusun dari pemenuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral dan bahan lainnya. Pencapaian pola pangan harapan dapat dengan mudah dicapai melalui diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan akan mengurangi jumlah pengkonsumsian beras sehingga pada jangka waktu yang lama beras dapat dihemat sehingga ketahanan pangan dapat tercapai. Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja. Hal ini mengingat bahwa pola produksi sebagian besar komoditas pangan mengikuti siklus musim, pada saat musim panen pasokannya melimpah dan harganya menurun, sebaliknya di luar musim pasokannya menipis dan harganya cenderung meningkat. Diversifikasi konsumsi pangan bukan hanya upaya untuk mengubah selera dan kebiasaan makan. Pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi sesuai dengan cita rasa yang diinginkan dan
143
menghindari kebosanan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada pangan pokok tetapi juga pangan jenis lainnya, karena konteks diversifikasi adalah untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat secara kualitas dan kuantitas, sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Prinsip dasar dari diversifikasi konsumsi pangan adalah bahwa tidak satupun komoditas atau jenis pangan yang memenuhi unsur gizi secara keseluruhan yang diperlukan oleh tubuh. Namun, dengan adanya peranan pangan sebagai pangan fungsional seperti adanya serat, zat antioksidan dan lain sebagainya sehingga dalam memilih jenis makanan tidak hanya mempertimbangkan unsur gizi seperti kandungan energi protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral tetapi juga mempertimbangkan pangan dengan peranan sebagai
pangan
fungsional,
keragaman
juga
memberikan
lebihbanyakpilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan. Hasil analisiskandungan gizi pada berbagai jenis pangan menunjukan tidak ada satu jenispangan pun yang mengandung zat gizi yang lengkap yang mampu memenuhisemua zat gizi yang dibutuhkan oleh manusia, kecuali ASI. Itupun hanya untuk bayi yang berusia 4-6 bulan lebih dari usia itu memerlukan makanan tambahan. Oleh karena itu penting sekaliupaya diversifikasikan pangan di
144
dunia terutama di negara Indonesia yangmemiliki masalah yamg sangat kompeks di bidang pangan . Bila orang sadar bahwa makanan beragam itu penting untuk kesehatan,maka semestinya setiap orang akan makan makanan beragam setiap harinya.Kenyataan tidaklah demikian. Meskipun mengerti banyak orang yang tidak dapatmelakukannya. Keterbatasan daya beli umumnya merupakan alasan utamamengapa orang tidak bisa makan makanan secara beragam. Karena tidak semuaorang memiliki kemampuan yang sama dalam mengakses pangan secara beragam,maka diperlukan upaya-upaya yang mendorong dan memfasilitasi agar setiaporang memperoleh pangan dalam
jumlah
dan
keragaman
yang
cukup
(ForumKerja
Penganekaragaman Pangan, 2003). Mutu gizi makanan dapat diperbaiki dengan memperbanyak jenis bahan pangan yang digunakan untuk membuat makanan tersebut. Tiap-tiap jenis bahan pangan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, kandungan gizi dan daya cerna sendiri sendiri, sehingga setiap jenis bahan pangan memberikan sumbangan terhadap gizi, dan cita rasa unik. Hal yang penting untuk diingat adalah bagaimanapun lebih banyak jenis bahan pangan yang dikonsumsi akan lebih baik dibandingkan hanya satu jenis saja. Mutu protein nabati yang dikonsumsi dapat diperbaiki dengan pencampuran bahan pangan nabati lainnya memberikan kemungkinan yang lebih besar dalam memperbaiki kandungan asam amino yang dibutuhkan dibandingkan jika hanya berasal dari satu jenis saja.
145
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap pangan pokok beras, dianjurkan menganekaragamkan bahan pokok dengan bahan-bahan pangan nonberas. Karena pangan pokok nonberas umumnya mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan beras, maka harus dikonsumsi bersama- sama dengan pangan yang mengandung protein tinggi,
misalnya
pangan
hewani
atau
kacang-kacangan.
Penganekaragaman pangan pokok, tidak berarti harus mengganti sepenuhnya peran beras sebagai pangan pokok, misalkan dengan menggunakan pangan nonberas untuk sarapan pagi atau menggunakan pangan nonberas untuk bahan pembuat makanan selingan yang padat energi seperti : getuk ubi, sawut, timus, urap jagung, bubur sagu ambon. C. Makanan Seimbang Yang dimaksud dengan makanan seimbang adalah makanan yang terdiri dari beraneka ragam bahan pangan sehingga zat-zat gizi yang terkandung didalamnya memenuhi kecukupan gizi yang dikonsumsi. Pengertian “Seimbang” meliputi jenis dan jumlah bahan pangan penyusunnya, sehingga secara keseluruhan makanan tersebut mengandung komposisi zat gizi yang sesuai dengan kecukupan yang dianjurkan, baik kandungan
energi,protein,
vitamin
dan
mineralnya.
Agar
dapat
mengandung berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh, maka makanan seimbang hampir tidak mungkin dipenuhi hanya dari satu jenis bahan pangan saja, melainkan merupakan beraneka jenis bahan pangan. Aneka
146
jenis bahan pangan dapat dikelompokan menurut peranannya dalam pola menu orang Indonesia pada umumnya, yaitu : 1. Pangan pokok, seperti beras, jagung, umbi-umbian. 2. Lauk pauk, biasa berasal dari hewan, seperti daging, ayam, ikan dan telur maupun dari tumbuh-tumbuhan, seperti tahu, tempe, dan kacangkacangan. 3. Sayur, meliputi berbagai jenis sayuran. 4. Buah. Jika dihubungkan dengan kandungan gizi masing-masing jenis pangan tersebut pola menu orang Indonesia juga bisa dikelompokkan sebagai berikut ; 1.
Pangan pokok umumnya sumber karbohidrat
2.
Lauk pauk sebagai sumber protein hewani dan nabati
3. Sayuran dan buah-buahan sebagai sumbar vitamin dan mineral. Dari uraian diatas sebenarnya cukup mudah bagi masyarakat di Indonesia untuk mencukupi gizinya, kerena pola makanan dengan makanan pokok, lauk, sayur, dan buah sudah merupakan kebiasaan makanan sehari-hari. Namun berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat, baik dikota maupun desa masih mengkonsumsi menu makanan yang kurang seimbang dan kurang beraneka ragam, padahal potensi bahan setempat cukup tersedia.
147
Hal tersebut antara lain disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan gizi masyarakat. Rendahnya pengetahuan gizi akan membatasi dalam mengkonsumsi makanan bergizi sejak dari pemilihan jenis, jumlah dan komposisi bahan pangan, penyiapan dan pengolahan pangan, hingga distribusi pangan diantara anggota keluarga.Dalam program pendidikan gizi masyarakat, informasi-informasi penting mengenai jenis bahan pangan menurut kandungan gizinya, jumlah yang dibutuhkan serta susunan menu makanan bergizi akan disampaikan sejelas mungkin. Hal-hal lainnya seperti cara mengupas, memotong, mencuci dan mengolah pangan juga diberikan. Sedemikian luasnya informasi gizi yang harus dikuasai oleh masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa tanpa pendidikan gizi yang memadai, sulit untuk mengharapkan hasil masyarakat yang mengkonsumsi makanan seimbang. Pada tahun 1950 Lembaga Makanan Rakyat Depkes RI melancarkan gerakan “Sadar Gizi “ dengan memperkenalkan kepada masyarakat selogan “Empat Sehat Lima Sempurna “.
Slogan
ini
mendidik masyarakat tentang cara sederhana dan mudah untuk menyusun menu seimbang menurut kemampuan dan selera masing-masing dan menyadarkan hubungan erat antara makanan dengan kesehatan. Menurut Soedarmo dan Chatijah (1990) slogan tersebut memenuhi persyaratan gizi, sosioekonomi psikologis serta etnik masyarakat Indonesia. Jika dilihat sepintas, nampaknya mustahil jika seseorang harus menghabiskan 10 piring nasi. Hal ini merupakan salah satu kelemahan 148
slogan 4 sehat 5 sempurna yang hanya memperhitungkan konsumsi makanan semata-mata berasal dari konsumsi makanan utama. Kelemahan konsep 4 sehat 5 sempurna yaitu : 1. Dalam pemilihan makanan pokok, beras ditonjolkan sehingga tidak ada ada alternatif menu dengan pangan pokok nonberas. 2. Makanan selingan tidak dipersoalkan, padahal diberbagai pelosok dijumpai beraneka ragam makanan selingan yang dapat membuktikan bahwa makanan selingan sangat umum dikonsumsi, terutama untuk sarapan pagi atau dimakan antara dua waktu makan utama. Dengan tidak dicantumkannya alternatif jenis pangan pokok nonberas, slogan 4 sehat 5 sempurna dianggap kurang relevan. Dengan menonjolkan beras, berarti kurang mendukung program diversifikasi. Namun hal ini bisa diatasi dengan mengganti pangan pokok nonberas sejumlah kandungan energi beras yang digantikan. Kekurangan protein dari pangan pokok nonberas akan diatasi dengan penambahan lauk-pauk. Bermacam-macam makanan selingan khas Indonesia umumnya padat energi dan lemak, sehingga bisa mengganti peran makanan pokok sebagai sumber energi atau mengurangi porsi pangan pokok. Pada dasarnya pangan pokok bisa dikelompokkan menjadi ; a. Makanan selingan terbuat dari beras dan terigu. b. Makanan selingan terbuat dari umbi-umbian. c. Makanan selingan terbuat dari kacang-kacangan.
149
Menu makanan adalah susunan berbagai hidangan
makanan
biasanya dibuat untuk sehari-hari, meliputi makan pagi, siang dan malam serta makanan selingan. Jumlah bahan pangan yang dibutuhkan seluruh anggota keluarga
diterjemahkan dalam bentuk bahan pangan yang
beranekaragam menurut hidangan yang direncanakan menjadi suatu susunan menu yang seimbang. Jika setiap hari menu makanan yang disediakan hanya berupa nasi, daging, tempe, sayuran hijau dan papaya saja, maka akan menimbulkan kebosanan dan akhirnya dapat berakibat penurunan nafsu makan.Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan variasi jenis masakan dan bahan pangan penyusunnya. Agar dapat mengusahakan keanekaragaman menu diperlukan pengetahuan gizi, khususnya dalam hal pendanaan bahan makanan yang mengandung zat gizi sejenis sebagai tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Berbagai Jenis Bahan Pangan yang Mengandung Zat Gizi yang Sejenis (Muchtadi, 2001). No Sumber zat Jenis bahan pangan gizi 1 Karbohidrat Beras, jagung, ubi jalar, kentang, bihun, talas,sagu,roti,mi 2 Protein : - Hewani Daging sapi, daging kambing, daging ayam, telur, ikan segar (laut dan tawar), ikan asin. - Nabati Tempe, tahu, kacang-kacangan. 3 Sayuran Bayam, kangkung, daun singkong, Kacang panjang, wortel, buncis. 4 Buah Pepaya, jeruk, mangga, nanas, tomat, semangka. 150
Dengan mengetahui bahan-bahan panganyang mengandung zat gizi sejenis, bisa disusun menu makanan yang bervariasi tetapi tetap memenuhi anjuranyang sesuai dengan kecukupan zat gizi. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam penyusunan menu seimbang ini adalahjumlah setiap bahan pangan penyusunannya harus memenuhi kecukupan zat gizi. Namun demikian, pada kenyataannya penyusunan menu seimbang tidak sederhana itu, karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan menu seimbang antara lain : 1. Daya beli terhadap bahan pangan 2. Ketersediaan bahan pangan di daerah setempat 3. Keterampilan dalam pengolahan dan penyajian 4. Kesukaan atau selera. D. Kajian Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali Jumlah penduduk Indonesia yang semakin padat, mengakibatkan konsumsi pangan pokok meningkat (BKKBN, 2012). Disisi lain terjadi penyusutan lahan pertanian di Indonesia seluas 27 ribu hektar luas lahan secara keseluruhan dan rendahnya minat generasi muda Indonesia dalam bertani juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi berkurangnya ketersediaan pangan pokok di Indonesia.Hal tersebut
mengakibatkan
terjadi kesenjangan kebutuhan pangan. Cara yang dilakukan dalam menangani kesenjangan kebutuhan pangan pokok yakni dengan melestarikan bahan pangan lokal, dengan memanfaatkannya menjadi makanan pokok pengganti beras padi. Salah satu bahan pangan lokal yang 151
dapat dimanfaatkan adalah singkong. Produksi singkong di Indonesia pada saat ini mencapai 2.172.437 ton, jumlah singkong yang melimpah tersebut untuk pemanfaatannya belum maksimal dan singkong sendiri mudah didapat serta mempunyai nilai jual relatif rendah. Selain itu singkong dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pemanfaatan singkong yang selama ini hanya digunakan sebagai makanan ringan, agar dapat dijadikan sebagai makanan pokok alternatif (Ayu Ningsih dan Any Sutiadiningsih, 2013). Pangan tradisional memiliki nilai yang sangat strategis yaitu ikut mempercepat proses diversifikasi konsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang serta aman. Hal ini disebabkan karena pangan tradisional jumlahnya banyak, jenisnya beragam dan memiliki nilai gizi yang cukup, serta aman dikonsumsi karena dalam pengolahannya pada umumnya tidak menggunakan bahan tambahan kimia yang berbahaya.Di samping itu bahan-bahan yang digunakan adalah bersifat lokal (tidak diimpor) sehingga tidak tergantungkepadadaerah atau negara lain (Yusa et al., 2013). 1. Gizi Kesehatan Diversifikasi PanganKearifan Lokal Bali sebagai Sumber Karbohirat Daerah Bali yang dikenal sebagai daerah pariwisata kaya dengan pangan tradisional yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Data mengenai jumlah dan jenis pangantradisional yang ada di Bali pada saat ini belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan 152
tahun 1999 oleh Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT) Universitas Udayana yang dilaporkan oleh Suter (1999) di daerah Bali ada 281 jenis makanan, 174 jajanan dan 73 jenis minuman (Yusa et al., 2013). Saat ini ada kecendrungan masyarakat termasuk wisatawan domestik dan wisatawan asing yang datang ke Balimemilih makanan alamiah termasuk didalamnya makanan tradisional karena alasan lebih kecilnya resiko mendapat gangguan kesehatan dibandingkan dengan bila mengkonsumsi makanan modern yang umumnya kaya lemak dan gula yang berisiko tinggi mendapat serangan jantung dan penyakit kencing manis. Pangan tradisional memiliki nilai yang strategis yaitu ikut mempercepat proses diversifikasi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang, serta aman. Diversifikasi nasi favorit di Bali adalah nasi sela. Nasi sela adalah nasi yang terbuat dari beras dicampur dengan ketela rambat yang dipotong kecil-kecil. Nilai gizi nasi sela ditampilkan di Tabel 7. Tabel 7 Nilai Gizi Nasi Sela(Yusa et al., 2013) No Jenis gizi
Kadar gizi (%)
1
Air
62,74
2
Protein
6,68
3
Lemak
0,5
4
Karbohidrat
29,95
153
Era sekitar tahun 1959 di Bali dikenal nasi cacah, yaitu makanan pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon yang dicacah/dipotong kecil-kecil. Singkong atau ketela pohon adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae dengan nama latin Manihot utilisima. Singkong mengandung sumber energi (karbohidrat) setara dengan beras padi.Kandungan protein dan lemak pada singkong sangat minim. Singkong dapat tumbuh di tanah kurang subur dengan perawatan yang tidak terlalu rumit. Namun sayangnya upaya diversifikasi produk asal singkong, masih terbatas dan perlu dikembangkan. Nasi cacah ini dapat disimpan cukup lama apabila pengeringan cukup sempurna atau kadar airnya cukup rendah. Cara mengkonsumsi dan memasak nasi cacah tidak jauh berbeda dengan nasi beras padi. Rasanyapun hampir sama dengan beras padi. Nasi cacah dapat dikonsumsi bersama lauk layaknya beras padi.Nasi cacah sekarang sudah sulit ditemui lagi di masyarakat. Sebagian masyarakat Indonesia berparadigma hanya beras padi yang dapat dijadikan makanan pokok utama. Meskipun kandungan gizi nasi cacah tidak kalah dengan beras padi, masyarakat masih menganggap nasicacah kurang bergengsi. Apalagi dewasa ini, singkong dikonsumsi oleh sebagian masyarakat kelas bawah yang rawan kekurangan pangan.Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya sosialisasi mengenai pengolahan singkong. Maka diperlukan suatu upaya pendekatan langsung di masyarakat untuk memberikan pemahaman kepada mereka tentang manfaat nasi cacah 154
sebagai pengganti makanan pokok beras padi. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui diversifikasi produk singkong menjadi pangan pokok alternatif (Rahmawati, 2000). Kandungan nutrisi singkong juga tinggi, mengandung nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan. Singkong menyediakan energi sebesar 160 kkal, jumlah karbohidrat 38,06 g;protein 1,36 g; total lemak 0,28 g;kolesterol 0 mg, dan serat 1,8 g. Berikut kandungan gizi per 100g singkong mentah menurut USDA: Kandungan vitamin tertinggi singkong adalah folat (vitamin B9) 27 mg, vitamin C 20,6 mg, dan vitamin K 1,9 mg. Selebihnya adalah niasin 0.854 mg, piridoksin 0.088 mg, riboflavin 0.048 mg, thiamin 0,087 mg, vitamin A 13 IU , dan vitamin E 0,19 mg. Mineral: sodium 14 mg, kalium 271 mg, kalsium 16 mg, zat besi 0,27 mg, magnesium 21 mg, mangan 0,383 mg, fosfor 27 mg, dan seng 0.34 mg. Singkong rendah lemak dan 0 kolesterol, namun cukup tinggi kalori, bahkan hampir dua kali lipat kalori daripada kentang. Hal ini mungkin yang tertinggi dari setiap umbi tropis yang kaya pati. 100 g ubi kayu menyediakan 160 kalori, terutama berasal dari sukrosa yang membentuk sebagian besar gula pada umbi-umbian, yang total terhitung lebih dari 69 % dari total gula. Gula kompleks amilosa lainnya adalah sumber karbohidrat utama yaitu sekitar 16-17 %. Dengan demikian, singkong bisa sebagai makanan alternatif selain nasi untuk mendapatkan cukup energi bagi tubuh kita. Rendahnya lemak dan kolesterol, yang ditambah dengan kandungan serat, membuat singkong juga baik untuk mencegah resiko 155
obesitas. Singkong sangat rendah lemak, juga lebih rendah protein jika dibanding dengan sereal dan kacang-kacangan. Meskipun demikian, makanan yang murah meriah ini mengandung lebih banyak protein, jika dibandingkan dengan sumber makanan lainnya seperti ubi, kentang, pisang, dan lain lain. Protein tertinggi terutama terdapat dalam daun singkong yang juga tinggi manfaatnya bagi kesehatan. Seperti halnya umbi-umbian lain, singkong juga bebas gluten. Pati singkong yang bebas gluten digunakan sebagai makanan khusus untuk pasien penyakit celiac dan autisme. Singkong merupakan sumber vitamin K. Vitamin K berperan potensial dalam membangun massa tulang dengan cara mempromosikan aktivitas osteotrophic dalam tulang. Selain itu, vitamin ini juga berguna dalam pengobatan pasien penyakit Alzheimer dengan cara membatasi kerusakan saraf di otak. Singkong merupakan sumber yang cukup baik dari beberapa vitamin B-kompleks, seperti folat, thiamin, piridoksin (vitamin B-6), riboflavin, dan asam pantotenat. Vitamin B Kompleks adalah vitamin esensial yang harus diperoleh setiap hari dari makanan, yang sangat penting bagi kesehatan secara menyeluruh. Makan singkong akan membantu tubuh untuk mendapatkan asupan magnesium dan tembaga lebih banyak lagi. Diet makanan yang kaya magnesium akan meningkatkan kesehatan seumur hidup, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi risiko osteoporosis. Mineral penting lain yang bisa diperoleh dari makan singkong adalah mangan, zat besi, serta seng. Selain itu, ubi kayu juga menyediakan kalium yang cukup baik (271 156
mg per 100g, atau 6 % dari kebutuhan setiap hari). Kalium merupakan senyawa penting dari sel dan cairan tubuh yang bermanfaat untuk membantu mengatur detak jantung dan tekanan darah (Anonimus, 2016). 2. Gizi Kesehatan Diversifikasi Pangan Kearifan Lokal Bali sebagai Sumber Protein, Lemak, Vitamin, Mineral dan Serat Salah satu jenis sayuran tradisional Bali yang populer adalah lawar. Lawaradalah jenis lauk pauk yang dibuat dari campuran daging, sayur,kelapa dan bumbu.Lawarpada umumnya selalu ada pada saat dilaksanakan upacara adat dan upacara agamaHindu di Bali.Lawardibuat disamping untuk dikonsumsi dan untuk keperluan upacara, juga dijual di warung-warung dan rumah makan.
Salah satu jenis lawaradalah
lawarbabi. Kontribusi energi lawarbabi adalah sebesar 3,14% dari konsumsi energi rata-rata wanita setiap hari (2514 kal) dan sebesar 2,81% dari konsumsi energi rata-rata pria setiap hari (2808 kal) bila dikonsumsi sebanyak 50 g per hari, sedangkan kontribusi protein lawarbabi adalah sebesar 6,39% dari konsumsi protein rata-rata wanitaper hari (58,75 g) dan sebesar 6,13% dari konsumsi protein rata-rata pria per hari (Yusa dan Suter, 2013). Bahan penyusun lawar seperti daging, sayur, kelapa dan darah mempunyai potensi sebagai zat gizi. Daging merupakan sumber protein hewani yang penting, sedangkan sayuran yang dipakai seperti kacang panjang (Vigna sinensis, L.), merupakan sumber protein nabati, vitamin dan mineral; pepaya (Carica pepaya, L ) dan buah nangka (Artocarpus 157
integra, L) merupakan sumber vitamin dan mineral. Menyimak hasil analisis terhadap lawar yang dijual di Kodya Denpasar dari 18 pedagang lawar sapi yang dilaporkan oleh Yusa (1996) diketahui bahwa lawar sapi (lawar putih dan lawar merah) mengandung protein berkisar antara 8,4811,14 %, lemak 17,98-18,54 % dan karbohidrat 3,94 - 6,61 % dengan kandungan air lawar yang cukup tinggi yaitu sekitar 65,21- 65,63 %. Disamping mengandung zat gizi utama seperti tersebut di atas lawar juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan mineral kalsium (Ca), besi (Fe) dan fosfor (P).Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut untuk setiap 50 g lawar (jumlah lawar yang dikonsumsi setiap hari), nilai energi lawar putih sebesar 114 kkal dan energi lawar merah sebesar 111 kkal. Ditinjau dari sumbangan energinya maka lawar dapat menyumbangkan sebesar 3,5% dari konsumsi energi wanita setiap hari (konsumsi energi wanita setiap hari 2714 kkal). Kadar protein berkisar antara 1,14 - 5,74 %, lemak 3,69 - 13,87 % dan karbohidrat 5,12 - 11,97 %. Perbedaan komposisi zat gizi dari lawar sangat tergantung pada bahan bakunya, terutama jenis dan jumlah daging maupun sayuran yang digunakan.Lawar yang menggunakan sayur kacang panjang secara nyata kadar proteinnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan lawar yang menggunakan buah nangka saja. Hal ini disebabkan karena kandungan protein dari kacang panjang 2,7 % lebih tinggi daripada kandungan protein buah nangka sebesar 2,0 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas maka penggunaan kacang panjang sebagai bahan lawar lebih baik dibandingkan dengan nangka, bila dilihat dari kandungan proteinnya.Lawar nangka mengandung energi dan 158
zat gizi untuk setiap 100 g adalah sebagai berikut : energi 105,45 kkal, karbohidrat, 7,01 g, protein 2,09 g dan lemak 7,67 g (Suter, et al., 1999). Khasiat lawar bila dikaitkan dengan kandungan zat gizinya terutama karbohidrat, protein dan lemak adalah memperlancar proses fisiologis dalam tubuh karena zat gizi tersebut sebagai sumber energi. Berdasarkan bahan baku dan khususnya bumbu yang digunakan pada pembuatan lawar seperti bawang putih, bawang merah, cabai, lengkuas, jahe, kunir, lada dan lain-lainnya mengandung senyawa-senyawa non-gizi, seperti minyak atsiri, antioksidan dan antimikroba yang berfungsi meningkatkan citarasa lawar, mencegah proses oksidasi dan menghambat atau membunuh mikroba sehingga lawar dalam jangka waktu tertentu aman untuk dikonsumsi Selain lawar, sayuran favorit masyarakat Bali hingga kini adalah jukut/sayur serombotan, tinggi kandungan protein dan vitamin, utamanya vitamin B1, yang terkandung pada kecai/tauge/kecambah pendek kacang ijo segar (mentah), dan tinggi khasiat kesehatan yang lainnya seperti niasin dan riboflavin.
Tauge (taoge atau toge) merupakan kecambah yang
berasal dari biji-bijian, seperti kacang hijau dan kacang kedelai. Namun yang terjadi di masyarakat, ketika seseorang mengatakan taoge biasanya merujuk pada kecambah dari kacang hijau. Sedangkan kata kecambah berarti merujuk pada kecambah dari biji kacang kedelai. Bila dibandingkan dengan bijinya, kecambah atau taoge lebih bergizi. Protein taoge lebih tinggi dibandingkan dengan protein biji aslinya. Hal itu terjadi karena selama proses menjadi kecambah terjadi pembentukan asam-asam asam 159
amino esensial. Kandungan gizi yang terdapat pada taoge adalah vitamin A, B kompleks, C, E, serta mineral seperti kalsium, zat besi, magnesium, kalium,
serat,
folat,
asam
amino.
Kandungan gizi dalam 100 gram taoge: •
Energi 23 kal
•
Protein 2,9 g
•
Lemak 0,2 g
•
Karbohidrat 4,1 g
•
Serat 1,0 g
•
Kalsium 29 mg
•
Fosfor 69 mg
•
Zat Besi 0,8 mg
•
Vitamin A 10 IU
•
Vitamin B1 0,07 mg
•
Vitamin C 15 mg
•
Air 92,4 g Karena kandungan nutrisi dan vitaminnya yang cukup banyak,
taoge sangat bermanfaat bagi kesehatan jika dikonsumsi secara teratur. Berikut ini beberapa manfaat tauge bagi kesehatan: a. Mencegah kanker. Karena banyak mengandung serat dan air, taoge membantu pengeluaran kotoran dalam usus besarsehingga tidak memberikan kesempatan karsinogen (zat-zat penyebab kanker) menempati dinding usus yang menyebabkan kanker usus besar. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan pria yang banyak 160
makan bahan makanan yang mengandung coumestrol yang terdapat pada taoge, jarang terkena kanker prostat. b. Mencegah
serangan
jantung.Saponin
pada
taoge
dapat
menurunkan kadar kolesterol LDL, sehingga dapat menanggulangi resiko terkena serangan jantung. c. Menguatkan tulang. Coumestrol yang merupakan estrogen alami, dapat meningkatkan kepadatan tulang, susunan tulang, dan mencegah pengeroposan tulang (osteoporosis). d. Meningkatkan kekebalan tubuh. Taoge kaya zat antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas perusak sel DNA. Demikian juga kandungan saponinnya dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. e. Meningkatkan kesuburan. Vitamin E yang banyak terkandung pada taoge dapat membantu meningkatkan kesuburan pada kaum perempuan, membantu mencegah kanker payudara, pramenopause, dan gangguan akibat menopause dan memperlambat proses penuaan dini. f. Kecantikan Kulit.
Kandungan vitamin E taoge membantu
meremajakan dan menghaluskan plek-plek hitam pada wajah dan menyembuhkan jerawat, menyuburkan rambut dan melangsingkan tubuh. g. Melancarkan pencernaan.Taoge membasakan tubuh, sangat baik untuk menjaga keasaman lambung dan memperlancar pencernaan.
161
h. Mencegah menstruasi dan menopause.
Tauge memiliki
kemampuan deoksidasi, dapat dengan meningkatkan sirkulasi aliran darah untuk menghindari serta menetralkan faktor yang dapat mengganggu menstruasi. i. Menghindari menopause dini. j. Untuk kesehatan liver (hati). Taoge mengandung banyak lesitin, yang membantu untuk menjaga kadar kolesterol darah dan juga mengurangi lemak hati, yang bisa menyebabkan gangguan hati. k. Antihipertensi. l. Penawar racun m. Penurun demam Seperti namanya serombotan merupakan makanan khas Bali yang terdiri dari berbagai sayur-sayuran. Antara lain kecambah, kacang panjang, bayam, kangkung, buncis, kecai/taoge dan terong bulat. Semua jenis sayuran tersebut direbus dengan api sedang hingga matang kecuali kecai dan terong masih dalam keadaan segar/tidak dimasak.Sayuran dipotong pendek untuk mempermudah penyajian. Selain berbagai macam sayuran serombotan, juga disajikan dengan beberapa jenis kacang. Kacang merah, kacang ijo, kacang tanah, dan kacang hitam sehingga orang menyebutnya dengan serombotan kacang. Bumbu yang digunakan ada 3 jenis. Yang pertama adalah sambal kelapa parut atau lebih dikenal dengan nama “ sambal Nyuh”. Sebelum diparut kelapa tua dibakar diatas api kecil, kemudian dicampur dengan 162
bawang putih, cabai, garam, terasi, dan sedikit gula Bali yang telah dihaluskan. Bumbu kedua adalah bumbu kacang, merupakan campuran kacang tanah yang sudah ditumbuk halus, bawang putih, cabai, garam, terasi dan gula Bali. Kemudian digoreng dengan sedikit minyak supaya bumbu matang dan tahan lama. Bumbu terakhir adalah bagi mereka yang suka pedas, namanya bumbu “uyah sere limo“. Terdiri dari cabai, garam,terasi, dan perasan buah jeruk purut. Sayuran serombotannampak di Gambar 6.
Gambar 6. Sayur Serombotan 163
Masyarakat Bali hingga kini juga mengenal camilan favorit yakni jukut dan rujak bulung boni dan bulung sangu. Camilan ini kaya vitamin, mineral, serat dan antioksidan. Tetapi makanan ini sudah mulai langka di pasaran.Rumput laut memiliki potensi kandungan nutrisi dan antioksidan seperti karotenoid, vitamin, asam lemak, karbohidrat, mineral, dan zat penting lainnya (El-Baky et al., 2007). Sejak zaman kuno masyarakat Bali memilih rumput laut untuk digunakan sebagai sayuran segar. Para perempuan di Bali percaya,jukut bulung dan rujak bulung, tidak hanya sehat karena mengandung berbagai jenis mineral laut, juga diyakini untuk perawatan kecantikan sehingga masih terlihat muda lebih lama. Oleh karena itu, jukut bulung dan rujak bulung sebagai salah satu camilan tradisional favorit oleh perempuan di Bali (Sri Andani, 2014). Pengolahan dan penyajian keduanya berbeda. Cara pembuatan jukut dan rujak bulung boni atau bulung sangu ditunjukkan pada Gambar 7 dan 8.
Gambar 7 Proses Pembuatann Jukut Bulung Boni atauBulung Sangu (Suprapto, 2014; Widhiaanugrah 2016). 164
Gambar 8
Proses Pembuatan Rujak Bulung Boni atau Bulung Sangu(Suprapto, 2014; Widhiaanugrah 2016).
Jukut dan rujak bulung boni, atau bulung sangumerupakan kombinasi makanan yang sangat serasi, sumber gizi, antioksidan dan khasiat kesehatan (Farida dan Amalia, 2009; Julyasih, 2013; Wiraguna, 2013).Konsumsi bulung bonidan bulung sangutelah dikaitkan dengan penurunan resiko kanker, resiko diabetes, resiko penyakit jantung, resiko osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan antioksidan bulung boni lebih tinggi dari bulung sangu(Limantara dan Rahayu,2008). Karotenoid sangat berperan dalam menunjang kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Pigmen tersebut diasosiasikan dengan respon imun yang lebih baik, perlindungan terhadap kanker dan sebagai 165
antioksidan yang potensial. Salah satu fungsi fisiologis utama dari karotenoid adalah sebagai prekursor vitamin A. Sebagai prekursor vitamin A, karotenoid merupakan nutrisi penting yang akan diubah menjadi vitamin A. Vitamin ini penting dalam meningkatkan fungsi penglihatan, melindungi sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan ketahanan terhadap infeksi. Terdapat 40 jenis karotenoid yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A, 10 diantaranya terdapat dalam sayuran, yaitu βkaroten; α-karoten; γ-karoten; β-karoten 5,6-epoksida; β- karoten 5,8 epoksida; β-kriptoxantin; kriptoxantin 5,6- epoksida, 3’-hidroksida-αkaroten dan kriptokapsin. Fungsi karotenoid sebagai provitamin A menyebabkan pigmen tersebut dapat digunakan untuk mencegah dan mengatasi penyakit mata, seperti katarak, xeroftalmia, rabun malam, dan penurunan makula. Jenis karotenoid yang telah terbukti mampu mencegah dan menunda katarak adalah lutein dan zeaxantin. Distribusi lutein pada retina berkaitan dengan fungsinya dalam melindungi mata dari kerusakan fotooksidasi akibat sinar biru, mengurangi aberasi kromatik, serta mencegah degenerasi makula (Whitehead et al., 2006). Lutein mampu mencegah penyakit katarak dan AMD (Age related macular degeneration) (Trumbo dan Ellwood, 2006). Lutein juga berfungsi menurunkan resiko penyakit kanker, dengan memadamkan radikal peroksil. Selain itu, lutein juga mempunyai efek antikarsinogenik yaitu mampu menstimulasi transformasi T-sel yang diaktivasi oleh mitogen, sitokin, dan antigen (Perlmann et al., 2002). Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya mekanisme lutein dalam menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. 166
Martin et al. (2000) menemukan bahwa lutein efektif dalam mengurangi adhesi molekul pada permukaan sel endotelial, yang berperan penting dalam modulasi patogenesis atherosklerosis. Seseorang dengan kadar lutein yang tinggi pada serum mempunyai resiko yang kecil terhadap penyakit jantung (Rodrigues, 2002). Sebagai antioksidan, karotenoid mampu melindungi sel dan organisme dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan tubuh pada waktu metabolisme atau terjadi akibat asap rokok, cahaya matahari, radiasi, dan bahan tercemar. Perlindungan tersebut terjadi karena karotenoid mempunyai kemampuan dalam meniadakan aktivitas spesies radikal bebas. Penghambatan radikal bebas oleh karotenoid terutama dilakukan oleh β-karoten. Secara spesifik, β-karoten menghambat kinerja radikal bebas hanya pada tekanan rendah, yaitu sekitar 3,10-2 atm (oksigen 2%). Aktivitas antioksidan β-karoten akan hilang pada tekanan yang tinggi dan dapat menunjukkan pengaruh pro-oksidan secara autokatalitik (Limantara dan Rahayu, 2007). Karotenoid memiliki fungsi biologis penting sebagai antioksidan, dan imunostimulan yang dapat mencegah penyakit, antiinflamasi, antistress, antiaging, dan melindungi kulit dari efek berbahaya dari radiasi ultraviolet (Myers, 2005; Wiraguna et al., 2013). Menurut Julyasih et al. (2009) kandungan tertinggi karotenoid dalam rumput laut ditemukan di boni bulung, selain vitaminA,C,danE.Kandungan mineral dalam boni bulung adalah Zn, Fe, Cu, Mn, Na, K, Mg, I, Ca, dan P (Limantara dan Rahayu, 2008; Wiraguna et al., 2013). Menurut Maslukah et al. (2010) dan 167
Hutama (2015) kandungan tertinggi iodium (I) dalam rumput laut ditemukan di bulungboni. Nutrisi penting dalam bulung sanguadalah unsur mineral, terutama iodium (Chaidir, 2007). Menurut Chaidir (2007) rumput laut bulung sangu mengandung iodium 29,94 ppm (% dw) dan 9,76% dietary fiber (% ww). Menurut Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa rumah tangga mengkonsumsi garam cukup iodium hanya 77%. Defisiensi iodium mengakibatkan gangguan fisik dan mental, gondok, IQ rendah, malas dan lamban dan kemampuan belajar pada anakanakyangrendah(Yuniastuti,2008).Selain tinggi iodium, rumput laut juga tinggi serat. Serat sangat penting dalam mengatasi masalah gizi, yakni penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes melitus, hipertensi, dan lain-lain. Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) adalah asam lemak utama bulungboni dan bulungsangu. Arakidonat dan asam eicosapentaenoic (EPA) didominasi antara asam lemak. EPA biosintesis dari asam αlinolenat arakidonat atau dari dalam Gracilaria verrucosa dibahas (Khotimchenko et al., 1991). EPA dapat mencegah platelet darah. Trombosit dalam darah dalam jumlah besar akan mengganggu aliran darah dan merupakan penyebab utama serangan jantung dan stroke (Utari, 2011). Menurut Yusasrini et al. (2016)
bulungboni secara signifikan dapat
meningkatkan sekresi insulin sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen antidiabetes. Bulung boni dapat meningkatkan kadar HDL, sehingga akan bermanfaat juga bagi penderitadiabetes(Julyasihetal.,2013).
168
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi pigmen di bulung boni adalah klorofil a (26,817%), klorofil b (12,906%), serta xantofil (41,546%) (Kusumastuti, 2008). Klorofil sebagai makanan dapat membantu penyerapan nutrisi, membersihkan sistem sirkulasi, menjaga keseimbangan asam-basa tubuh, mengurangi bau mulut dan menjaga kesehatan sistem pencernaan, meningkatkan daya tahan tubuh, sumber energi, penguat otak alami dan penenang, membantu perbaikan jaringan dan membantu hati dalam memproduksi sel-sel darah merah (Limantara & Rahayu, 2008). Daluman adalah salah satu minuman tradisional bali yang mulai langka, terbuat dari tanaman cincau hijau (Cylea Barbata Myers), yang diambil daunnya, dicampur dengan air hangat dan diremas-remas hingga berbusa. Setelah itu disaring hingga bersih dan didiamkan sekitar 1-2 jam. Daun daluman yang sudah mengental dicampur dengan es, gula merah dan santan secukupnya, kemudian bisa langsung dikonsumsi. Berkhasiat mengatasi sembelit dan mengurangi panas dalam karena kaya mineral seperti fosfor, kalsium dan antioksidan sehingga mampu juga mematikan sel kanker. Jika sedang diet, minum es daluman juga disarankan, karena selain rendah kalori, daluman juga kaya akan serat (Hapsari, 2016). Salah satu lagi minuman tradisional Bali yang cukup dikenal adalah loloh atau jamu yang terbuat dari bahan herbal alami yang mempunyai khasiat sebagai obat-obatan. Eksistensi dari minuman tradisonal Bali yang 169
menyehatkan mulai terpinggirkan dan terlupakan karena masyarakat belum banyak mengetahui informasi mengenai manfaat dari minuman tradisional dan kandungan nilai gizinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa loloh minuman tradisional Bali yang diinventarisasi yaitu loloh don piduh, loloh don jempiring, loloh don isen, loloh don kayu manis, loloh cemcem dan loloh tibah mempunyai kandungan zat gizi yang sangat beragam karena menggunakan bahan yang berbeda dalam proses pengolahannya. Loloh merupakan minuman yang mempunyai rasa asin, pedas, manis dan asam, campur jadi satu ini menjadikannya khas. Selain melancarkan pencernaan, loloh juga dipercaya membantu menurunkan tekanan darah tinggi. Salah satu loloh yang terkenal yakni loloh cemcem khas Penglipuran. Loloh sangat tinggi akan klorofil, karena dikonsumsi dalam keadaan segar.
Klorofil sebagai makanan diyakini dapat membantu
penyerapan nutrisi, membersihkan sistem peredaran darah, menjaga keseimbangan asam-basa tubuh, mengurangi bau mulut serta menjaga kesehatan sistem pencernaan. Klorofil juga bermanfaat sebagai peningkat daya tahan tubuh, sumber energi, penguat dan penenang otak alami, pencegah konstipasi serta peningkat sirkulasi organ tubuh. Klorofil dapat membantu perbaikan jaringan, membersihkan darah, membantu hati dalam memproduksi sel darah merah dan pembersih tubuh internal (Limantara dan Rahayu, 2008). Klorofil juga diperlukan tubuh untuk meningkatkan sistem imunitas, peredaran darah, pencernaan, serta respirasi. Klorofil berkhasiat sebagai anti kanker, anti peradangan, antioksidan, memperbaiki 170
masalah
gastrointernal,
misalnya
konstipasi
(Chernomorsky
dan
Segelman, 1999). Klorofil diketahui dapat mengatasi anemia, kanker, radang pankreas, radang kulit, hipertensi, nyeri otot, jantung koroner, tukak lambung dan usus kecil, antibakteri, pengganti sel-sel yang rusak, memperbaiki fungsi hati, serta menyembuhkan luka (Lila, 2004). Sebagai antikanker, klorofil berperan sebagai fotosensitizer yang dapat membunuh sel-sel kanker ketika senyawa tersebut diekspos cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Cara kerja klorofil sebagai antikanker adalah dengan memanfaatkan 3 faktor utama, yaitu fotosensitizer, cahaya, dan oksigen yang metodenya dikenal dengan istilah terapi fotodinamika tumor dan kanker (Photodinamic Therapy/ PDT). Metode ini aman dan ramah bagi tubuh pasien karena tidak bersifat racun seperti halnya obat-obatan kimia lainnya yang umum digunakan dalam pengobatan kanker. Pada aplikasinya, fotosensitizer diinjeksikan dalam tubuh, kemudian diserap secara otomatis oleh seluruh sel. Selanjutnya fotosensitizer akan terakumulasi pada sel kanker dan tinggal lebih lama dalam sel tersebut daripada keberadaannya dalam sel normal. Daerah sel kanker kemudian diekspos pada panjang gelombang tertentu (630–800 nm) dengan intensitas tertentu. Fotosensitizer menyerap cahaya, kemudian tereksitasi pada keadaan singlet. Keadaan ini tidak berlangsung lama, fotosensitizer akan berubah ke keadaan triplet. Fotosensitizer dalam keadaan triplet akan bereaksi dengan oksigen yang terdapat dalam jaringan tubuh, termasuk pada jaringan kanker. Oksigen dalam keadaan tereksitasi akan menjadi oksigen singlet yang merupakan oksigen yang sangat reaktif dan dapat 171
menghancurkan sel kanker. Pada akhirnya fotosensitizer akan kembali ke keadaan normal (Brotosudarmo dan Limantara, 2002; Limantara, 2004). Klorofil juga berfungsi sebagai penambah darah. Kemampuan klorofil dalam menambah kadar sel darah merah terjadi karena struktur klorofil mirip dengan struktur hemin dalam sel darah merah (hemoglobin) sehingga secara biologis klorofil dapat diubah menjadi hemoglobin. Klorofil dapat meningkatkan daya tahan tubuh karena selain dapat memicu pertumbuhan sel darah merah, klorofil juga dapat merangsang produksi sel-sel darah putih yang berperan dalam melawan serangan mikroorganisme penyebab penyakit. Kemampuan klorofil dalam memperkuat sistem kekebalan tubuh ini juga disebabkan oleh adanya pasokan antitumor dan antikuman untuk menghambat pertumbuhan bakteri, infeksi jamur, dan luka pada saluran pencernaan (Kephart, 1955 dalam Limantara dan Rahayu, 2008). Klorofil juga berfungsi dalam regenerasi sel yang membantu proses penutupan jaringan luka. Kemampuan tersebut karena klorofil dapat mempercepat pembentukan jaringan yang menjadi dasar pada pertumbuhan jaringan baru dalam luka. Jaringan tersebut adalah fibroblas, yaitu sel pembentuk jaringan ikat yang berperan dalam penyembuhan luka sehingga darah yang keluar pada luka dapat terhenti. Fibroblas dapat dipacu dengan menambahkan larutan klorofil sebanyak 0,05–0,5 % (Smith, 1944 dalam Limantara dan Rahayu, 2008). Klorofil juga berfungsi sebagai pembersih dalam tubuh. Manfaat klorofil sebagai pembersih disebabkan oleh struktur kimia klorofil, yaitu bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofobik. Struktur seperti ini menyebabkan klorofil mempunyai 172
daya pembersih yang potensial dalam jaringan tubuh. Ekor yang bersifat hidrofobik/lipofilik merupakan hidrokarbon yang memiliki kemampuan mengangkat kotoran-kotoran dalam tubuh seperti sabun yang mengangkat minyak dari tubuh. Kepala klorofil yang hidrofilik akan menarik keluar ekornya yang telah berikatan dengan pengotor-pengotor dalam tubuh dan membawanya keluar bersama feses (Limantara, 2004). Klorofil mampu menurunkan tekanan darah yang tinggi melalui mekanisme penurunan kadar renin serta pelebaran pemburuh darah. Tekanan darah normal dan pelebaran pembuluh darah yang diperoleh dari efek kerja klorofil, mampu menghilangkan rasa nyeri akibat timbunan asam laktat, memperbaiki radang organ pankreas dan mencegah terjadinya atherosklerosis. Kemampuan klorofil dalam mencegah atherosklerosis dan memperlebar pembuluh darah akan semakin memperlancar aliran darah. Keadaan ini memungkinkan kelancaran distribusi gizi dan oksigen, pengangkutan hasil ekskresi, peremajaan sel dan pencegahan penyakit degeneratif. Klorofil mencegah atherosklerosis dengan 3 macam cara, yaitu:
mencegah
perbanyakan sel otot polos, meningkatkan fungsi hati untuk menurunkan kadar kolesterol darah, serta menyerap kolesterol dari empedu dan makanan dengan memanfaatkan kemampuan penyerapan dinding selnya. Klorofil
juga
mampu
mengatasi
osteoporosis
melalui
proses
detoksifikasinya dengan menyeimbangkan kadar asam-basa dalam tubuh. Klorofil mampu mensuplai vitamin K, meningkatkan kadar estrogen sehingga mengoptimalkan penyerapan kalsium. Klorofil juga dapat mengatasi asam urat dengan cara menetralisir tumpukan sisa-sisa asam, 173
garam dan toksin yang terdapat dalam otot, tulang dan sendi, serta membantu proses pembuangan asam urat dengan melancarkan sirkulasi darah dan mencegah pembentukan kristal garam untuk menghilangkan peradangan. Klorofil juga mampu membersihkan serta mengeluarkan racun dari dalam kelenjar getah bening/kelenjar hormon (Limantara, 2004). Ringkasan Diversifikasi pangan (penganekaragaman pangan) adalah upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk. Diversifikasi pangan juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat sehingga nutrisiyang diterima oleh tubuh dapat bervariasi dan seimbang. Diversifikasi pangan adalah sebuah program yang mendorong masyarakat untuk memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsinya sehingga tidak terfokus pada satu jenis makanan. Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memvariasikan konsumsi masyarakat Indonesia agar tidak terfokus pada nasi. Diversifikasi landasan utama ketahanan pangan. Pangan yang beragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia, disamping itu diversifikasi konsumsi pangan juga memiliki dimensi lain bagi ketahanan pangan. Ditinjau dari kepentingan kemandirian pangan, diversifikasi konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada 174
satu jenis bahan pangan, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi nasi favorit di Bali adalah nasi sela, nasi cacah, memiliki keunggulan di bidang kesehatan, seperti cukup tinggi kalium dan magnesium, serta tidak mengandung gluten, sangat baik bagi penderita autis. Diversifikasi sayuran favorit di Bali adalah lawar, serombotan, bulung. Semua sayuran ini merupakan kombinasi makanan yang sangat harmonis dan seimbang yang memberi nilai kesehatan yang tinggi. Diversifikasi minuman favorit di Bali adalah daluman dan loloh, merupakan minuman segar alami,yang terbuat dari daun-daunan atau buah-buahan tinggi klorofil, antioksidan atau zat bioaktif, yang berkhasiat tinggi untuk kesehatan. Latihan 1. Mengapa makanan yang memenuhi kecukupan gizi
disebut
makanan seimbang ? 2. Bagaimana menyiasati anjuran makan dengan porsi besar yang melebihi kapasitas pencernaan, tetapi kecukupan zat gizi tidak terpenuhi ? 3. Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan menu seimbang ? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan diversifikasi makanan ! dan apa peranannya ? 5. Jelaskan bagaimana diversifikasi makanan tradisional di Bali ! 175
DAFTAR PUSTAKA Ali Khomsan. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup.PT Grasindo.Jakarta Alison Hull. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi. Bumi Aksara. Jakarta. Anderson JW; Johnstone BM; Newell MEC. 1995. Meta Analysis of The Effects of Soy Protein Intake on Serum Lipids. N Eng J Med 1995; 276-82. Anonimus. 2004. Terapi Nutrisi. Nutrisi Mon. http:www.corners.com/health. Anonimus. 2000. Redefining Obesity and Its Treatment. The Asia – Pasific Perspective. WHO Western Pacific Region. Anonimus. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2005. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Pusat Statistik, United Nations Population Fund. Jakarta. Anonimus. 2006. Antinutrisi pada Bungkil Makanan Ternak. Majalah Poultry Indonesia Edisi Januari dan Februari 2006 Vol. 1. Jakarta. Anonimus. 2007. The Carotenoids Palette. An Array of Colors, Researched Health Benefits and Formulation Challengers Highlight The Future of Carotenoids: www.naturalproductsinsider.com.;[updated2007 Jun] . Anonimus. 2016. Kandungan gizi dan Manfaat Singkong bagi Kesehatan. http://www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/kandungan-gizi-danmanfaat-singkong-bagi-kesehatan.html Anonimus. 2011-a. Gizi dan Pembangunan Bangsa Indonesia. http: //indonesiafile.com/ content/ view/726/43/. diakses tanggal 10 Maret 2011 Anonimus.2011-b.Pangan dan gizi untuk meningkatkan sumber daya manusia. http://wikipedia.org/wiki/. Diakses tanggal 10 maret 2011 Ari Agung, 2008. Peranan Gizi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja. Piramida. Unud. Denpasar. Ariani, DM. 2004. Analisis Konsumsi Pangan Rumahtangga. Proseding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. Aries Press.
176
Arisman, MB. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Ayu Ningsih dan Any Sutiadiningsih. 2016. Pengaruh Bentuk dan Proporsi Singkong (Tepung dan Puree) dengan Tepung Kacang Tunggak terhadap Hasil Jadi Beras dan Nasi Cacow. Surabaya. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya. Azwar, A. 2000. Kebijaksanaan Penanggulangan Kasus Gizi. Jakarta. Rakernas 9-12 Februari 2000. Budiari, NLG. 2013. Laporan Akhir Tahun. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Kota Denpasar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Jakarta. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian. Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. UMM Press ; Malang. Burtin, P. 2003. Nutritional value of seaweeds. Electronic Journal of Environmental, Agricultural, and Food Chemistry. ISSN: p.1579– 4377. Chaidir A. 2007. Kajian Rumput Laut sebagai Sumber Serat Alternatif untuk minuman berserat. PhD tesis. Bogor (ID): Bogor Agricultural University. Dwi Putra Darmawan. 2011. Ketahanan pangan Rumahtangga dalam Konteks pertanian Berkelanjutan. Denpasar. Udayana University Press. El-Baky, HH, El-Baz, FK, El-Baroty, GS. 2007. Production of Carotenoids from Marine Microalgae and its Evaluation as Safe Food Colorant and Lowering Cholesterol Agents American Eurasian. J. Agric. Sci. 2(6): 792-800. Fadmin Prihatin M. 2013. Mengukur Ketahanan Pangan Indonesia. FP Unmu. Medan. FAO. 1995. A Fairer Future for Rural Woman. Rome FAO. 2008. Negara-Negara Yang Terkena Krisis Pangan. FAO. 2009. Rome Declaration on World Food Security, Available from URL : http://www.fao.org. Akses Desember 2009. Farida, I., Amalia, N. 2009. Diet Sehat dan Efektif dengan Metode Food Combining. Yogyakarta. Buku Biru Press. ForumKerjaPenganekaragamanPangan.2003. 177
Grober, U. 2012. Mikro-nutrien, Penyelarasan Metabolik, Pencegahan dan Metabolik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. Hanafi, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Hananto, W. 2002. Peningkatan Gizi Bayi, Anak, Ibu Hamil, Dan Menyusui Dengan Bahan Makanan Lokal. Jakarta. Sagung Seto. Hardinsyah dan D Martianto. 1992. Gizi Terapan. PAU pangan dan Gizi IPB. Bogor. Hartono, A. ; Kristiani. 2011. Ilmu Gizi dan Diet. Penerbit Andi. Yogyakarta. Himagizi. 2009. Diversifikasi Pangan. http://gizi.fema.ipb.ac.id/himagizi/? Indri Hapsari, NMA. 2016. Kajian Nilai Gizi Minuman Tradisional Bali. Denpasar. Agrotek Unud. Julyasih, KSM, Wirawan, IGP, Harijani, WS, Widajati, W. [Internet]. 2009. Aktivitas Antioksidan Beberapa Jenis RumputLautKomersialdiBali. https://core.ac.ac.uk/download/pdf/1221029.pdf; [update 2009 Dec]. Kepel, R. C. 2001. Kandungan nutrisi alga hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J.agardh yang diambil dari perairan Tongkeina, Manado. Jurnal Fak. Perikanan. Jurusan MSP–UNSRAT. Khotimchenko, SV., Vaskovsky, V.E., Przhemenetskaya, V.F. 1991.Distribution of Eicosapentaenoic and Arachidonic Acids in Different Species of Gracilaria. J. Phytochemistry 30 (1): 207-09. Kinsella, K and Taeuber, C.M. 1993. An Aging World II. US Bureau of the Census International Population Reports. 195/92-93. Kohlmeier, M. 2003. Nutrient Metabolism. California. Academic Press. Krauss, RM, Eckel RH, Howard B. 2000. A Statement for Healthcare Professionals of The Nutrition Committee of The American Heart Association. AHA Dietary Guidelines Revision. Circulation 2000; 102; 2284-99
178
Kusumastuti, K. 2008. Pengaruh Pengeringan terhadap Komposisi dan Kandungan Pigmen Algae hijau Caulerpa sp.Skripsi. Universitas Diponegoro. Limantara, L. dan Rahayu, P. 2008. Sains dan teknologi pigmen alami. Prosiding Seminar Nasional Pigmen 2007 MB UKSW, Salatiga. ISBN: 979-1098-16-4 Martin, K. R., Wu, D. and Meydani, M. 2000. The effect of carotenoids on the expression of cell surface adhesion molecules and binding of monocytes to human aortic endothelial cells. Atheroschlerosis. 150: p. 265–274. Maslukah, Lilik,Rudiana, Esti,Pringgenies, Delianis. 2004. Kajian tentang Kandungan Yodium pada Ekstrak Beberapa Jenis Rumput Laut yang Terdapat di Perairan Jepara dan Sekitarnya. Universitas Diponegoro. Semarang. [Internet] 2005. Nusantari, NK., Sukerti, NW., Hemy Ekayani, IAP. 2014. Hidangan Khas Di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung-Bali (Kajian Kuliner). Singaraja. Bosaparis Vol. 2, No 1 (2014). Perlman, J. A. M., Millen, A. E., Ficek, T. L., and Hankinson, S.E. 2002. The body of evidence to support a protective role for lutein and zeaxanthin in delaying chronic disease. American Society for Nutritional Sciences. Peraturan PemerintahRepublik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2000 Tentang Ketahanan Pangan. Jakarta:Sekretaris Negara RI. Puspitojati Endah. 2015. Diktat Gizi dan Ketahanan Pangan. Yogya. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. Ratana-arporn, P. and Chirapart, A. 2006. Nutritional Evaluation of Tropical Green SeaweedsCaulerpa lentilliferaand Ulva reticulata. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 40 (Suppl.). Ridges L; Sunderland R, Moerman K, Meyer B, Astheirmer L; Howe P. 2001. Cholesterol Lowering Benefits of Soy and Linseed Enriched Foods. Asia Pasific J Clin Nutr 2001;10(3); 204-211. Rodrigues, A.A. 2002. The Role of Lutein in the Prevention of Atherosclerosis. Journal of the American College of Cardiology. 40: 2922-2927.
179
Rotblatt, M and Irwin Ziment . 2002. Herbal Medicine. Hanley dan Belfus, Inc. Philadelpia Saleh Alkatiri. 1996. Penuntun Hidup Sehat Menurut Ilmu Kesehatan Modern. Airlangga University Press. Surabaya. Saleh, R. 2015. Hari Gizi Nasional : Ini Tantangan Indonesia. http://www.hari-gizi-.nasional-2015-ini-tantangan-indonesia. Sri Andani, NM. [Internet]. 2014. Jukut Bulung, Sayur Rumput Laut untuk Kesehatan dan Kecantikan.https://nimadesriandani.wordpress.com/2014/09/06/ju kut-bulung-sayur-rumput-laut-untuk-kesehatan-dan-kecantikan/; [updated 2014 Sept.] Sri Handajani. 1996. Pangan, Gizi dan Masyarakat. Solo. Sebelas Maret University Press. Strain, H.H. 1958. Chloroplast Pigments and Chromatographic Analysis. 32nd Annual Priestley Lectures, Pennsylvania State University, University Park. Suharja Wanasuria. 2006. Value for Meal, US Dehulled for Quality Feed Production ASA. Majalah Poultry Indonesia Edisi Januari dan Februari 2006 Vol. 1. Jakarta. Sunita, A. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Suprapto. [Internet]. 2014. Bulung. RRI.co.id.; [updated 2014 July]. Susy Tejayadi. 1991. Kolesterol dan Hubungannya dengan Penyakit Kolesterol. Journal Cermin Dunia Kedokteran No. 73. Jakarta. Suter, IK. dan Yusa, NM. 2006. Pengaruh Jenis dan Cara Penyiapan Bumbu Pada Proses Pengolahan Terhadap Karakteristik Lawar. . TPSDP Unud. Tanziha, I. 2005. Analisis Peubah Konsumsi Pangan dan Sosial Ekonomi Rumahtangga untuk Menentukan Determinan dan Indikator Kelaparan (Disertasi). Bogor. IPB. Thilahgavani, N and Charles, SV, 2014. Nutritional and bioactive properties of three edible species of green algae, genus Caulerpa (Caulerpaceae). Journal of Applied Phycology vo 26, issue 2 Springer, Netherlands
180
Tri Yulyanti, F. dan Nuraini, WP. 2011. Tingkat Ketahanan Pangan pada Rumah Tangga yang Dikepalai Pria dan Rumah Tangga yang Dikepalai Wanita. IPB. Bogor. Trumbo, P.R. and Ellwood, K.C. 2006. Lutein and zeaxanthin intakes and risk of age related macular degeneration and cataracts: an evaluation using the Food and Drug Administration’s evidencebased review system for health claims. American Journal Clinical Nutrition. 84: 971–974. Utami, R. 2006. Simulasi Dinamika Sistem Ketersediaan Ubi Kayu. Utari, DM. 2011. Efek Intervensi Tempe terhadap Profil Lipid, SOD, LDL, HDL, dan MDA pada Wanita Menopause. PhD thesis. Bogor (ID) : Bogor Agricultural University. Whitehead, A.J., Mares, J.A., and Danis, R.P. 2006. Macular pigment: a review of current knowledge. American Medical Association. Widhiaanugrah. [Internet]. Resep Rujak Bulung khas Bali Asli Nikmat. widhiaanugrah.com; [updated 2016 Sept]. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta. Kasinius Press. Wiraguna, AAGP, Pangkahila, W, Mantik-Astawa, N. 2013. Photochemoprotection of Caulerpa sp. Active Component on Rat Model Skin. Ind. J. of Biomedical S. [Internet][cited 2013 July]; 7(2): 52-56. Available from : http://www.ojs.unud.ac.id. Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Yusa, NM. dan Suter, IK. 1999. . Kontribusi Energi dan Protein makanan Tradisional “Lawar” Bali. Gitayana 5 (2): 68-71. Denpasar. Yusasrini, ANL, Darmayanti LPT. 2016. Pengaruh Diet Rumput Laut Caulerpa dan Gracilaria terhadap Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Pankreas Tikus Diabetik. Media Ilmiah Teknologi Pangan 3(1): 53-61.
181
GLOSARIUM Anemi Gizi Besi (AGB) : penyakit anemi yang diakibatkan oleh kekukarangan zat gizi besi Asam Amino Esensial : asam amino yang tidak bisa diproduksi dalam tubuh sehingga harus didapatkan lewat makanan, antara lain isoleusin (ILE), leusin (LEU), lisin (LYS), metionin (MET), fenilalanin (PHE), treonin (THR) , triptofan (TRY), dan valin (VAL). Sedangkan bagi bayi selain kedelapan asam amino tersebut, histidin (HIS) dan arginin (ARG) juga tergolong esensial. Asam asam amino yang tergolong nonesensial adalah : tirosin (TYR), sistein (CYS), glisin (GLY), serin (SER), asam glutamat (GLU), asam aspartat (ASP), alanin (ALA), prolin (PRO). Baduta : bayi usia di bawah dua tahun Daluman : minuman tradisionil Bali yang terbuat dari daun tanaman cincau hijau segar. Desa Mandiri Pangan : desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari kehari, melalui pengembangan sistem ketahanan pangan yang meliputi subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Diversifikasi Pangan : sebuah program yang mendorong masyarakat untuk memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsinya sehingga tidak terfokus pada satu jenis. FAO : Foodand Agriculture Organization of United Nations Food Combining :metode pengaturan asupan makanan yang diselaraskan dengan mekanisme alamiah tubuh, khususnya yang berhubungan dengan sistem pencernaan Efek pola makan ini meminimalkan jumlah penumpukan sisa makanan dan metabolisme sehingga fungsi pencernaan dan penyerapan zat makanan menjadi lancar dan pemakaian energi tubuh juga lebih efisien. Fortifikasi : proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada pangan yang dikonsumsi secara umum. Tujuan adanya
182
fortifikasi pangan ini adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas gizi. Gizi (nutrisi) : keseluruhan dari berbagai proses dalam tubuh makhluk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan pelbagai aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri. Gizi Makro : zat-zat gizi yang dibutuhkan banyak untuk metabolisme tubuh, antara lain karbohidrat, protein dan lemak Gizi Mikro : Zat-zat gizi yang dibutuhkan sedikit untuk metabolisme tubuh, vitamin dan mineral. Gizi Seimbang : susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Kekurangan Energi dan Protein (KEP) : masalah gizi di Indonesia, yakni kondisi kekurangan protein yang secara bersamaan dengan kekurangan energi. Kesehatan : keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pada batasan ini kesehatan mencakup 4 aspek yaitu : fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Kurang Kalori Protein (KKP) : penjelasan sama dengan KEP. Kwasiorkor: karena kurang konsumsi protein. Kwasiokor umumnya terjadi pada anak - anak antara umur 1-3 tahun, biasanya setelah anak lepas dari susu ibu (disapih). Anak yang mengalami keadaan ini menunjukkan pertumbuhan yang terlambat, kurus dan odema, disamping itu mengalami mencret-mencret, anemia, perut buncit, rambut mudah lepas dan kulit berwarna pucat serta kering dan kasar. Lawar : sayuran tradisionil Bali yang popular, yang terbuat dari campuran daging, sayur, kelapa dan bumbu. Loloh : minuman/jamu khas Bali yang terbuat dari daun-daunan atau buahbuahan segar. Lost Generation : istilah untuk menggambarkan suatu kelompok manusia dengan rentang usia tertentu yang kurangmampu akibat pengalaman generasinya. 183
Maramus : biasanya dijumpai pada anak umur di bawah satu tahun. Secara klinis anak ini beratnya kurang 60% berat anak normal menurut umurnya, kurus karena kehilangan lemak di bawah kulit, perut buncit, muka bentuk bulan dan umumnya mengalami mencretmencret dan anemia. Nasi sela : nasi yang terbuat dari beras dicampur dengan ketela rambat yang dipotong kecil-kecil. Nasi cacah : makanan pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon yang dicacah/dipotong kecil-kecil. Pangan : segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Ditegaskan bahwa pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan. Pola Pangan Harapan (PPH) : penggolongan pangan yang digunakan oleh FAO dikenal sebagai Desirable Dietary Pattern (Pola Pangan Harapan/PPH). Kelompok pangan dalam PPH ada sembilan yaitu : padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah serta lain-lain (minuman dan bumbu) Perpem : Peraturan Pemerintah Prevalensi : seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang. Prevalensi dihitung dengan membagi jumlah orang yang memiliki penyakit atau kondisi dengan jumlah total orang dalam kelompok. Serombotan : makanan khas Bali yang terdiri dari berbagai sayuran dan kacang-kacangan, utamanya kecai/taoge pendek dan terong bulat kecil mentah dan segar.
184
INDEKS A Air, 34 Akses Pangan, 90 Anemi Gizi Besi, 45,48 Angka Kecukupan Gizi, 112 Antigizi, 38-45 Antitripsin, 46 Antivitamin, 41-44 Asam Amino Esensial, 17-19 Asam bongkrek, 45 Asam dokosaneksanoat/DHA, 22 Asam eikosapentaenoat/EPA, 22 Asam fitat, 47 Asam Folat, 25 Asam jengkolat, 42 Avidin, 45 B Badan Ketahanan Pangan, 91 Bahan Cemaran Pangan, 40 Balita, 98 Bayi, 97 Berat Badan Ideal, 56 Besi, 31 C Current Population Survey, 87 D Daftar Komposisi Bahan Makanan, 4, 7 Daluman, 190 Desa Mandiri Pangan, 86 Diabetes Mellitus, 54 Diversifikasi, 152 F FAO, 83 Fiksoflavin, 45 185
Flatulensi, 47 Flour, 33 Fosfor, 31 Fruktosa, 17 G GAKI, 50 Galaktosa, 16 Gizi Buruk, 67 Gizi Makro, 11-24 Gizi Mikro, 25-34 Gizi, 14-11 Global Food Security Index, 83 Glukosa, 17 Glukosinolat, 43 Gum, 18 H Hari Pangan Sedunia, 82 Hemaglutinin, 46 Hemiselulosa, 18 Hipertensi, 53 I Indeks Pembangunan Manusia, 54-55 J Jantung, 52 K Kalsium, 31 Kanker, 55 Karbohidrat, 7-11 Karies gigi,102 Karnitin, 27 Keamanan Pangan, 39 Kesehatan Masyarakat, 4 Kesehatan, 4 Ketahanan Pangan dan Gizi, 75 Ketahanan Pangan Rumah Tangga, 87 Khrom, 33 186
Kolagen, 26 Kurang Energi Protein/KEP, 20 Kurang Kalori Protein/KKP, 20 Kurang Vitamin A, 124 Kwasiorkor, 19 L Lactosa Intolerance, 44 Laktosa, 17 Lansia, 105 Lawar, 187 Lemak, 3-23 Loloh, 192 M Magnesium, 31 Makanan Seimbang, 163 Mangan, 33 Marasmus, 20 Masalah Gizi Ganda, 59 Masalah Gizi Lebih, 126 MDGs, 71 Mimosin, 43 Mineral, 3, 30 Monosakarida, 18 N Nasi Cacah, 173 Nasi Sela, 171 Natrium, 31 Nutrition, 3 O Oligosakarida, 18 Omega-3, 22 Ovoapoprotein, 46 Ovoinhibitor, 46 Ovomkoid, 45 Ovotransferin, 46 P 187
Pangan, 1-20 Pati, 18 Pedoman Gizi Seimbang, 63 Pektin, 18 Piramida Gizi, 62 Pola Pangan Harapan, 2-4 Polisakarida, 18 Protein, 7-17 R Racun biru (HCN), 43 S Saponin, 46 Sayur Bulung, 183 Sayur Serombotan, 182-183 Selenium, 33 Selulosa, 18 Seng, 32 Senyawa Beracun, 41 Senyawa Toksik, 43 Sistem Ketahanan Pangan, 77 Skala Ketahanan Pangan, 86 Solanin, 41 Status Gizi, 91 Stres Oksidatif, 51-53 T Tembaga, 32 Tri Guna Makanan, 64 U Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, 11-12 V Vitamin B, C, 25-29 Vitamin A, D, E, K, 22-25 Vitamin, 3
188