BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perawatan
paliatif
adalah
pelayanan
aktif
total
dari
pasien
yang
memiliki penyakit yang tidak berespon terhadap pelayanan kuratif. Hal tersebut membutuhkan kerja tim yang profesional yang dialamatkan pada prioritas pasiennya. Perawatan paliatif semestinya tersedia atas dasar dari kebutuhan, terhadap pasien dengan berbagai diagnosis, tanpa memperhatikan stadium dari penyakit. Perawatan paliatif membutuhkan manajemen aktif dari gejala-gejala, termasuk didalamnya psikologi, sosial, finansial dan isu spiritual. Tujuan dari perawatan
paliatif
yaitu untuk mengurangi beban penyakit, meringankan
penderitaan pasien, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan suatu dukungan untuk keluarga pasien. Pelayanan
keperawatan
paliatif
merupakan
bagian
dari
pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan baik di rumah sakit, puskesmas, maupun di rumah. Pelayanan keperawatan pada pasien paliatif dapat dilakukan dengan menggunakan intervensi farmakologi dan non- farmakologi. Intervensi farmakologi adalah terapi dengan menggunakan obat-obatan, sedangkan terapi non farmakologi adalah terapi selain menggunakan obat- obatan untuk mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk membuat tulisan dan membahas tentang intervensi non farmakologi pada pasien paliatif seperti pasien dengan kanker, stroke, gagal ginjal, DM, dan jantung.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu intervensi non farmakologi?
2.
Apa saja tujuan dilakukannya terapi non farmakologi?
3.
Apa saja intervensi non farmakologi pada penyakit paliatif?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian terapi non farmakologi.
2.
Mengetahui tujuan dilakukannya terapi non farmakologi
3.
Mengetahui apa saja intervensi non farmakologi pada penyakit paliatif
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut Dalimarta dkk (2008), pengobatan non- farmakologi dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatakan efek pengobatan yang lebih baik. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penatalaksanaan nonfarmakologi
merupakan
intervensi yang baik dilakukan pada setiap pengobatan (Brunner&Suddarth, 2002). Menurut Riadi (2016), Intervensi non farmakologi adalah bentuk pengobatan dengan cara pendekatan, edukasi dan pemahaman tentang suatu penyakit. Adapun edukasi mengenai penyakit dapat diberikan kepada pasien itu sendiri ataupun keluarga pasien. Dimana edukasi kepada pasien atau keluarga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit yang diderita oleh pasien secara umum dan bagaimana pola penyakit itu sendiri. Jadi secara umum terapi non farmakologi adalah suatu bentuk pengobatan pelengkap ‘tanpa obat’ yang dilakukan dengan cara pendekatan, edukasi dan pemahaman tentang suatu penyakit.
B. Tujuan Intervensi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi gejala- gejala yang mungkin muncul akibat penyakit. Terapi non farmakologis harus dilakukan karena dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan farmakologis yang lebih baik (Dalimartha, 2008).
C. Intervensi Non Farmakologi Pada Pasien Paliatif.
1.
Gejala Fisik a. Nyeri Intervensi non-farmakologi untuk nyeri pada pasien paliatif yaitu dengan melakukan: 1)
Teknik relaksasi merupakan metode yang digunakan untuk menurunkan kecemasan dan ketegangan otot (muscletension).
2)
Guided imagery adalah sebuah teknik yang memanfaatkan cerita atau
narasi untuk mempengaruhi pikiran, sering dikombinasi dengan latar belakang music (Hart, 2008). 3)
Biofeedback merupakan
sebuah
proses
individu
untuk belajar
mempengaruhi respon psikologis diri. Melalui biofeedback klien dapat merubah pengalaman tentang rasa nyeri yang sedang dirasakan. 4)
Distraksi
(pengalihan
perhatian
terhadap
nyeri) merupakan strategi
pengalihan nyeri yang memfokuskan perhatian klien kepada sesuatu yang lain daripada terhadap rasa nyeri dan emosi negative. 5)
Reframing, merupakan
tehnik yang
mengajarkan untuk memonitor
atau mengawasi pikiran negatif dan menggantinya dengan salah
satu
pikiran yang lebih positif. Ajarkan klien yang memandang nyeri dengan ekspresi negatif seperti, “saya tidak kuat menahan rasa nyeri ini, rasa nyeri ini tidak pernah berakhir” tetapi ganti (reframing) pandangan kl ien dengan “saya pernah merasak an nyeri ini sebelumnya, dan nyeri ini akan membaik (berkurang)”. 6)
Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai nyeri
7)
Psikoterapi, hipnosis, dan structured support
8)
Cutaneous stimulation (simulasi kulit atau bagian superfisial): kompres hangat, dingin, dan pijat (massage).
9)
Akupuntur adalah salah satu terapi kuno yang berasal dari negeri bambu Cina yang mengandalkan teknik pemasukan jarum kecil kearah titik titik aliran darah sehingga tubuh kembali sehat atau cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya.
b.
Gangguan sistem pernapasan 1)
Rutin berolahraga dengan tujuan menjaga kesehatan
2)
Menjaga
kebersihan
tempat
tinggal
dan
lingkungan
termasuk
menghindari polusi udara baik berupa asap kendaraan maupun as ap rokok. 3)
Ajarkan teknik relaksasi
4)
Ajarkan teknik batuk efektif
5)
Posisi semi fowler di tempat tidur
c.
Rasa mual/Nausea dan vomiting Menurut Sukandar, dkk (2004), terapi non farmakologi yang digunakan untuk menanggulangi mual muntah misalnya: 1)
Pasien
dengan
keluhan
konsumsi makanan
ringan
dan
mungkin
minuman,
berkaitan
dengan
dianjurkan
untuk
menghindari masuknya makanan. 2)
Intervensi
non
farmakologi
diklasifikasikan
sebagai
intervensi
perilaku termasuk relaksasi. 3)
Hipnotis, menurut kamus Bahasa Indonesia, Hipnotis itu suatu tindakan yang membuat seseorang berada dalam keadaan hipnosis. Hipnosis sendiri berarti keadaan seperti tertidur karna berada dalam pengaruh orang yang memberikan sugestinya.
4)
Biofeedback merupakan
sebuah
proses
individu
untuk belajar
mempengaruhi respon psikologis diri. Melalui biofeedback klien dapat merubah pengalaman tentang rasa nyeri yang sedang dirasakan. 5)
Distraksi kognitif, merupakan teknik untuk mengurangi rasa nyeri, mengurangi stres, cemas, dan juga rasa takut yang berlebihan dengan cara lebih memanfaatkan sisi intelektual seperti bermainatur atau mengisi teka-teki silang.
6)
Desensitisasi seismatik, merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
7)
Muntah psikogenik diatasi dengan intervensi psikologik, yang meliputi rehabilitasi psikososial, intervensi preventif dan psikoterapi.
d.
Penurunan nafsu makan dan berat badan Intervensi non farmakologi untuk penurunan nafsu makan dan berat badan pada pasien paliatif yaitu: 1)
Pantau berat badan dan antropometri tiap minggu masukan dan keluaran setiap 8 jam albumin serum dan B>3 presentase makanan yang dimakan,
2)
Jika cairan diare berlebihan pertahankan puasa dan pengobatan terutama infus, berangsur-angsur dimulai pemberian makan peroral bila diare terkontrol, anjurkan untuk menggunakan makanan bebas laktose, rendah lemak, tinggi serat. serta kolaborasi jika diare tetap berlangsung atau tambah memburuk.
3)
Rujuk ke ahli diet untuk membantu memilih dan merencanakan makanan untuk kebutuhan nutrisi.
e.
Lemas/Fatique/weakness 1)
Jamin bahwa bel dapat dijangkau oleh pasien. Barang-barang diletakkan di meja samping tempat tidur agar mudah mengambilnya.
2)
Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-harinya. #njurkan pasien agar ia dapat mengerjakan sebanyak mungkin untuk dirinya.
3)
Rujuk ke bagian fisioterapi, jika terjadi kerusakan fisik yang permanen atau jangka waktu yang lama.
4)
Konsul ke pelayanan sosial atau bagian perencanaan pasien pulang untuk mengatur pelayanan perawatan rumah atau penempatan di fasilitas perawatan lain sesuai kebutuhan.
5) f.
Berikan pujian terhadap prestasi dan kemajuan yang dicapai.
Gangguan mobilitas fisik 1)
Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
2)
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan
3)
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu memenuhi kebutuhan ADL pasien
4) g.
Berikan alat bantu jika klien memerlukan
Intoleransi aktifitas 1)
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
2)
Bantu untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan sosial.
3)
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
4)
Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual.
2.
Gejala Psikologis a.
Munculnya rasa cemas 1)
Terapi pijat atau masase untuk mengurangi cemas
2)
Biarkan pasien dan orang terdekat mengungkapkan perasaan.
3)
Berikan hubungan yang mendukung (menemani pasien), berikan informasi yang akurat dan jelas tentang tindakan keperawatan, bantu pasien dan sediakan kesempatan keluraga untuk mengekspresikan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang realistis.
4)
Jika kondisi berakhir dan mendekati tahap akhir, diskusikan perawatan dirumah.
5)
Hindari pemberian informasi yang bertubi-tubi pada pasien selama fase awal proses berduka. Jawab pertanyaan khusus. Masukan informasi dan intruksi tambahan ketika pasien mulai menunjukkan kesiapan mempelajari tindakan perawatan dini.
6)
Informasikan pasien bahwa perasaan pasien normal dan hal ini memerlukan waktu untuk menerima hidup dengan penyakit kronis atau perubahan citra tubuh. Hindari menganalisa atau mengkritik perilaku pasien. Informasikan pasien bahwa anda ada untuk berbicara.
7)
Selama marah dan dan fase tawar – menawar Jangan: a)
Berdebat tentang moralisasi
b)
Menekankan nilai-nilai pribadi dan keyakinan pasien.
c)
Menganggap reaksi pasien secara individu
Lakukan: a)
Mendengarkan keluhan pasien tanpa menjadi defensive
b)
Membiarkan pasien mengekspresikan marah
c)
Memberikan jawaban jujur tetapi menghindari memberikan keyakinan yang salah
d) b.
Bersabar
Menurunnya harga diri 1)
Tunjukan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk
mengatasi situasi
c.
d.
2)
Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
3)
Buat statement positif terhadap pasien
Menurunnya citra diri 1)
Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2)
Dorong klien mengungkapkan perasaannya
3)
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, dan prognosis penyakit
Menarik diri 1)
Dukung hubungan dengan orang lain
2)
Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunitas
3)
Fasilitasi pasien untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan grup kecil
4)
Membantu pasien mengembangkan atau meningkatkan keterampilan sosial interpersonal
e.
Depresi 1) Berwudhu 2) Sholat dan berdoa sesuai agama masing- masing. 3) Pemberian aktifitas 4) Menghibur diri dengan jalan-jalan 5) Membacabuku 6) Berkumpul dengan teman 7) Tertawa 8) Meditasi
f.
Distress 1)
Penderita disarankan melakukan refreshing sesering mungkin.
2)
Hipnoterapi, meditasi, dan yoga.
3)
Melakukan pendekatan-pendekatan psikologis, misalnya dengan Emotional
Freedom
Technique,
yaitu
suatu
terapi
dengan
memanfaatkan energi yang ada dalam tubuh dengan cara menstimulasi pada titik-titik meridian tubuh untuk memperbaiki aliran energi tubuh. 4)
Olahraga, mengatur pola makan, dan istirahat yang cukup.
5)
Berdoa
g.
Susah tidur/insomnia 1)
Stimulus Control Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset tidur dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat di percepat. Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini sangat tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam menjalankan metode ini, seperti: a)
Hanya berada ditempat tidur apabila penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu tidur
b)
Membaca, menonton TV, membuat kerja tidak boleh dilakukan ditempat tidur
c)
Tinggalkan tempat tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali jika penderita sudah merasa ingin tidur kembali
2)
d)
Bangun pada waktu yang telah ditetapkan setiap pagi
e)
Hindari tidur di siang hari
Sleep Restriction Dengan metode ini, diharapkan penderita mengguna kan tempat tidur hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita berbanding metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol sleep restriction seperti di bawah: a)
Hitung rata-rata total waktu tidur pada penderita. Data didapatkan melalui catatan waktu dan jumlah tidur yang dibuat penderita sekurang-kurangnya 2 minggu
b)
Batasi jam tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur
c)
Estimasi tidur yang efisien setiap minggu dengan menggunakan rumus (jumlah jam tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100)
d)
Tingkatkan jam tidur 15 -20 menit jika efisiensi tidurr >90%, sebaiknya kurangi 15-20 menit jika <80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
e)
Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang dilakukan
f)
Jangan tidur kurang dari 6 jam
g)
Tidur di siang hari diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam
h)
Pada usia lanjut, jumlah jam tid ur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari 75%
3)
Sleep Hygiene Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup dan lingkungan penderita dalam rangka meningkatkan kualitas tidur penderita itu sendiri. Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe primer. Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasaan sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain menyatakan, seseorang dengan sleep hygiene yang baik, bangun di pagi
hari
dalam
suasana
yang
lebih
bersemangat
dan
ceria.
Terkadang,penderita sering memikirkan dan membawa masalah- masalah ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lainlain ke tempat tidur,sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang perlu dihindari dan dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene yang baik, seperti dibawah: a)
Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan produk nikotin sebelum tidur
b)
Meminimumkan suasana bising, pencahayaan yang terlalu terang, suhu ruangan yang terlalu dingin atau panas
c)
Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik
d)
Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman dengan penderita
e)
Hindari makanan dalam jumlah yang banyak sebelum tidur
f)
Elakkan membawa pikiran yang bisa mengganggu tidur sewaktu ditempat tidur
g)
Lakukan senam secara teratur (3-4x/minggu), dan hindari melakukan
aktivitas yang berat sebelum tidur. 4)
Cognitive Therapy Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan akibat insomnia. Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit tidur. Untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka. Pada studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang sama dengan pengobatan dengan medika mentosa.
3.
Gejala Sosial a.
Menarik diri 1)
Dukung hubungan dengan orang lain
2)
Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunitas
3)
Fasilitasi pasien untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan grup kecil
4)
Membantu pasien mengembangkan atau meningkatkan keterampilan sosial interpersonal
b. Depresi
4.
1)
Berwudhu
2)
Sholat dan berdoa sesuai agama masing- masing
3)
Pemberian aktifitas
4)
Menghibur diri dengan jalan-jalan
5)
Membaca buku
6)
Berkumpul dengan teman
7)
Tertawalah
8)
Meditasi
Gejala spiritual a.
Distres spiritual 1)
Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual
keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya. 2)
Ekspresikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien.
3)
Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan.
4)
Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdoa bersama klien lainnya atau membaca buku keagamaan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Intervensi non farmakologi adalah suatu bentuk pengobatan pelengkap (tanpa obat) yang dilakukan dengan cara pendekatan, edukasi dan pemahaman tentang suatu penyakit. Terapi non farmakologis harus dilakukan karena dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan farmakologis yang lebih baik (Dalimartha, 2008). Pada pasien dengan penyakit paliatif biasanya akan mun/ul gejala-gejala, baik gejala fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Gejala fisik antara lain: nyeri, penurunan nafsu makan dan berat badan, rasa mual, lemas, sesak nafas, dsb. Gejala psikologisnya meliputi: munculnya rasa cemas, menurunnya harga diri, gangguan komunikasi verbal, stress berkepanjangan, dan susah tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Anne MMHH, Renee C. Anna L. The Diagnosis and Management of Insomnia in Clinical Practice. CMAJ. 2000; 162: 216 -220 Dalimartha, 2008 dalam Jurnal Penatalaksanaan Non Farmakologis, diakses pada hari Rabu tanggal 20 Desember 2017 pukul 17.17 Erika N. Susan L. John ED. Treatment of Primary Insomnia. JABFP:2004 ; 17:212-218 Penyakitkanker.org/gejala-penyakit-kanker/ (diakses pada tanggal 20 Desember 2017 pukul 15.30) R. George L, Cynthia G. Nonpharmacologic Approaches to the Management on Insomnia. JAOA. Nov : 2010; Vol 110: 695-700 Sue C. Delaune, MN, RN, C and Patricia K. Ladner, MS, MN, RN. 2002. Fundamental of Nursing Standard and Practice Second Edition. Unites States of America: Delmar Thomson Learning. Sukandar, dkk (2008: 381)