MAKALAH MANAJEMEN TERNAK PERAH “Manajemen Pakan Sapi Perah”
Disusun oleh: Kelas B Kelompok 8 Elisa Nur Oktaviani
200110120023
Reza Febrian
200110120044
Aditya Fathurrahman
200110130089
Putri Dewi
200110130014
Diniar Suci D
200110130129
Rina Latvia
200110130310
Nuraisyah S. P. W
200110130348
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2015
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Produktivitas seekor ternak ditentukan oleh faktor genetik sebagai variable
tetap dan lingkungan sebagai variable kontrol. Dalam hal ini faktor lingkungan berperan lebih banyak dalam menentukan produktivitas ternak yaitu sebesar 70%, sedangkan faktor genetik hanya menyumbangkan 30% kontribusinya dalam menentukan produksivitas ternak. Sapi perah sebagai ternak yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu sebagai produk utamanya juga produktivitasnya ditentukan oleh kedua faktor tersebut. Kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan sangat bergantung pada potensi genetik induk serta manajemen pemeliharaan yang diterapkan peternak. Manajemen pemeliharaan meliputi manajemen kandang, manajemen breeding, serta manajemen pakan. Pakan merupakan salah satu komponen yang paling dibutuhkan oleh ternak untuk dapat mempertahankan hidupnya serta melakukan proses produksi. Dalam suatu usaha peternakan, pada umumnya kebutuhan terhadap pakan merupakan kebutuhan utama dan dapat menghabiskan sekitar 70% dari total pengeluaran. Kualitas pakan yang baik serta didukung dengan pemberian yang baik pula terhadap ternak akan meningkatkan performa dan produkstivitas ternak. Pada sapi perah, pemilihan dan pemberian jenis pakan harus dilakukan secara tepat, karena akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pakan ini harus dimiliki oleh setiap peternak
yang ingin sukses dalam beternak sapi perah dengan kualitas dan kuantitas susu yang baik. 1.2
Identifikasi Masalah 1. Bagaimana kebutuhan nutrisi pakan komplit pada tiap periode laktasi. 2. Apa saja komposisi nutrisi dalam pakan. 3. Bagaimanan cara pembuatan pakan komplit.
1.3
Maksud dan Tujuan 1.
Mengetahui kebutuhan nutrisi pakan komplit pada tiap periode laktasi.
2.
Mengetahui komposisi nutrisi dalam pakan.
3.
Mengetahui cara pembuatan pakan komplit.
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1
Kebutuhan Pakan PerPeriode Laktasi
2.1.1
Periode Awal Laktasi Masa awal laktasi biasanya adalah pada 100 hari pertama laktasi, pada masa
awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu yaitu pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein. Konsumsi pakan menurun, akibatnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. Dan pada akhir masa awal laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang akan menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi paling rendah pada masa laktasi). Pemberian ransum pada sapi laktasi biasanya mengacu pada kebutuhan protein (CP) dan energi (net energy). Akan tetapi untuk mendapatkan produksi maksimal, pemberian ransum harus seimbang effective fiber, non-structural carbohydrates, ruminal undegraded protein, soluble protein-nya. Penambahan konsentrat peda pakan antara 0.5-0.7 kg/hari selama dua minggu pertama laktasi, jangan sampai kebanyakan hal ini Untuk menghindari permasalahan pencernaan seperti asidosis, dan penurunan intake. Protein sangat penting pada awal laktasi. Jadi pada masa awal laktasi rekomendasi pemberian protein 17-19% pada ransum. Sekitar 30-35% dari protein harus proiten yang tidak terdegradasi di rumen (UIP), 30% adalah protein yang dapat tercerna.
2.1.2
Periode Pertengahan Laktasi Periode pertengahan laktasi adalah periode dari 100 hari sampai 200 setelah
melahirkan anak. Fase Pada periode ini sapi akan mengalami puncak produksi (8-10 minggu setelah kelahiran) sapi juga mengalami puncak DM intake sehingga tidak mengalami penurunan bobot badan. Sapi akan mengalami puncak DM tidak lebih dari 10 minggu setelah melahirkan. Pada posisi ini, sapi akan makan DM tidak kurang 4% dari bobot badan. Pemberian pakan yang baik akan memperpanjang puncak produksi. Pada breed yang bagus setiap 2 kg susu yang dihasilkan akan membutuhkan DM sebanyak 1 kg (McDonald, 2002). Target yang harus dihasilkan pada saat puncak produksi, adalah untuk menghasilkan produksi susu sebanyak-banyaknya. rata-rata sapi pada periode ini menghasilkan susu 200-225 kg dari seluruh masa laktasi sebelumya. Kunci dari periode pertengahan laktasi ini adalah memaksimalkan DM intake. Pada periode ini sapi dituntunt untuk diberi pakan dengan kualitas hijauan yang tinggi (minimal 4045% DM pada ransum) dan tingkat efektifitas serat hampir sama dengan masa awal laktasi. 2.1.3
Periode Akhir Laktasi Periode ini adalah mulai 200 hari setelah melahirkan dan diakhiri pada saat
masa kering sapi.periode ini produksi susu menurun dan feed intake juga menurun. Oleh karena itu feed intake tidak sebanding dengan susu yang dihasilkan. Sapi juga akan mengalami peningkatan bobot badan, hal ini untuk mengganti jaringan yang hilang (BB) pada saat periode awal laktasi. Makanan sumber protein dan energy tidak begitu penting dalam periode ini. Ransum yang murah dapat diformulasikan dengan
NPN dan sumber dan karbohidrat yang mudah terfermentasi seperti molasses (McDonald, 2002). 2.2
Pakan Komplit Dalam teknologi pakan ternak kini dikembangkan sebuah inovasi produk
yang baru yaitu pakan lengkap (pakan komplit), yang mempunyai nilai nutrisi lebih lengkap dan lebih tinggi dibanding dengan bahan pakan asalnya. Pakan komplit merupakan sistem pemberian pakan dalam bentuk tunggal dari hasil pencampuran bahan-bahan pakan yang telah menjalani proses pelleting untuk menghindari seleksi pakan oleh ternak, meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, serta memudahkan pemberian pakan di lapangan (Owens, 1979). Pakan lengkap (pakan komplit) merupakan sistem pemberian pakan dalam bentuk tunggal yang dapat dibuat dengan proses pelleting, yaitu proses pencampuran atau penggabungan beberapa bahan pakan melalui proses mekanik dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, menghindari seleksi pakan oleh ternak serta memudahkan pemberian pakan di lapangan (Owens, 1979). Ruminansia mempunyai sifat seleksi terhadap bahan pakan yang tersedia dan tidak ada kontrol terhadap kemungkinan akibat buruk suatu
bahan pakan (Parakkasi,
1995). Pemberian pakan komplit pada ternak sapi potong diharapkan
mampu
mencukupi kebutuhan nutrisi ternak. Hartadi, dkk (1997) menyatakan bahwa pakan komplit adalah makanan yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan mampu merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau substansi lain. Pakan
komplit dapat dibuat dengan pelleting atau proses aglomerasi (penggabungan) beberapa bahan pakan melalui proses mekanik dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, serta memudahkan pemberian pakan di lapangan 2.3
Komposisi Nutrisi Hijauan dan Konsentrat Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate
atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang, sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Hal yang mempengaruhi komposisi nutrisi hijauan yaitu : 1. Spesies tanaman 2. Umur tanaman, contohnya PK<3% pada rumput yang sudah tua, sedangkan pada rumput yang masih muda dapat mencapai >30%. 3. Iklim 4. Pemupukan
Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah (<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi hijauan tersebut perlu diperhatikan
sehubungan dengan proses pengawetan hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan basah/segar (silase). Penggolongan tanaman budidaya maupun alami yang umum digunakan sebagai hijauan makanan ternak terdiri atas jenis rumput-rumputan (gramineae), perdu atau semak (herba), dan pepohonan. Spesies hijauan yang memiliki potensi tinggi sebagai hijauan makanan ternak, antara lain: rumput-rumputan, perdu/semak dan legum pohon. Rumput-rumputan terdiri atas rumput para (Brachiaria mutica), rumput benggala (Panicum maximum), rumput kolonjono (Panicum muticum), dan rumput buffel (Cenchrus ciliaris). Perdu/semak terdiri atas beberapa jenis legum seperti kacang gude (Cajanus cajan), komak (Dolichos lablab), dan perdu lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian seperti jerami padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan daun ubi kayu. Legum pohon terdiri atas sengon laut (Albazzia falcataria), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan turi (Sesbania grandiflora) (Reksohadiprojo, 1984). Manurung (1996) menyatakan bahwa hijauan leguminosa merupakan sumber protein yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan. Limbah pertanian adalah hasil ikutan dari pengolahan tanaman pangan yang produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan disuatu wilayah (Makkar, 2002). Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konsentrat sumber protein dan konsentrat sumber energi. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila
mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20% (Sutardi, T. 1981). Komposisi membuat konsentrat untuk pertumbuhan berat badan yang baik, dalam komposisi konsentrat tersebut harus terkandung unsur protein yaitu komposisinya terdiri dari dedak halus 75%, jagung giling 8%, bungkil kedelai 3%, bungkil kelapa 10%, kalsium 2% dan garam dapur 2%. Semua bahan itu harus dalam kondisi lembut agar mudah bercampur satu sama lain. Bahan itu kemudian dicampur dalam suatu wadah dan diaduk sampai merata (Siregar, S. B. 1995).
III PEMBAHASAN 3.1
Kebutuhan Nutrisi Pakan komplit Pada Sapi Laktasi Menurut Hartadi, dkk (1997) menyatakan bahwa pakan komplit adalah
makanan yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan mampu merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau substansi lain. Sehingga pakan komplit itu ialah kombinasi dari hijauan dan konsentrat yang sedemikian rupa diproses untuk menghasilkan produk pakan yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan baik bagi dikonsumsi ternak Pada sapi perah awal laktasi biasanya berkisar pada 100 hari pertama. Pada masa ini sapi perah akan sedikit mengalami penurunan konsumsi pakan yang berakibat terjadi penurunan bobot badan sapi. Hal ini karena daya adaptasi sapi perah yang masih melakukan adaptasi dari periose dara ke periode laktasi dengan perbedaan yang signifikan. Pada masa laktasi, sapi perah dikawinkan untuk dapat memproduksi susu pasca partus pertama sapi. Sapi perah akan dapat memproduksi susu jika telah kawin dan melahirkan pedet. Pemberian ransum pada sapi laktasi biasanya mengacu pada kebutuhan protein (CP) dan energy (net energy). Akan tetapi untuk mendapatkan produksi maksimal, pemberian ransum harus seimbang effective fiber, non-structural carbohydrates, ruminal undegraded protein, soluble protein-nya. Pada masa awal laktasi, pemberian hijauan minimal 40% dari total DM . dengan
panjang partikel hijauan minimal 2.6 cm agar pengunyahan (produksi saliva) maksimal. Hijauan yang diberikan pun harus berkualitas bagus untuk meningkatkan DM intake. Penambahan konsentrat peda pakan antara 0.5-0.7 kg/hari selama dua minggu pertama laktasi, jangan sampai kebanyakan hal ini untuk menghindari permasalahan pencernaan seperti asidosis, dan penurunan intake. Protein sangat penting pada awal laktasi. Jadi pada masa awal laktasi rekomendasi pemberian protein 17-19% pada ransum. Jika menggunakan pakan komplit pakan hijauan tersebut dapat di kombinasi bias dalam bentuk pelleting, mash, dan lain sebagainya. Menurut McDonald (2002) menyatakan periode pertengahan laktasi adalah periode dari 100 hari sampai 200 setelah melahirkan anak. Fase Pada periode ini sapi akan mengalami puncak produksi (8-10 minggu setelah kelahiran) sapi juga mengalami puncak DM intake sehingga tidak mengalami penurunan bobot badan. Kebutuhan protein pada masa pertengahan laktasi lebih rendah dibandingkan dengan masa awal laktasi. Oleh karena itu kandungan protein dalam ransum antara 1516% (PK). Rata-rata sapi pada periode ini menghasilkan susu 200-225 kg dari seluruh masa laktasi sebelumya. Kunci dari periode pertengahan laktasi ini adalah memaksimalkan DM intake. Pada periode ini sapi dituntunt untuk diberi pakan dengan kualitas hijauan yang tinggi (minimal 40-45% DM pada ransum) dan tingkat efektifitas serat hampir sama dengan masa awal laktasi. Pemberian konsentrat jangan sampai melebih 2.3 % bobot badan dan sumber non-hijauan lainya. Menurut McDonald (2002) menyatakan periode akhir laktasi dimulai 200 hari setelah melahirkan dan diakhiri pada saat masa kering sapi. Sapi akan mengalami peningkatan bobot badan, hal ini untuk mengganti jaringan yang hilang (BB) pada saat
periode awal laktasi. Pakan hijauan yang diberikan 50-60% sedangkan konsentrat jangan melebihi 2.5%. Adapun daftar lengkap kebutuhan nutrisi pada tiap periode laktasi sapi perah dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
3.2
Komposisi Pakan Sutardi (1981) menyatakan bahwa konsentrat terbagi menjadi dua jenis, yaitu
konsentrat sumber protein dan konsentrat sumber energi. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai kandungan protein lebih besar dari 20%.
Konsentrat biasanya digunakan dalam jumlah banyak dalam peternakan yang berorientasi pada penggemukan ternak, seperti sapi potong, ayam ras, dan domba. Pada peternakan sapi perah penggunakan konsentrat lebih sedikit jika dibandingkan dengan hijauan. Kandungan komposisi hijauan terdiri dari PK<3% pada rumput yang sudah tua, sedangkan pada rumput yang masih muda dapat mencapai >30%. Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau WSC) kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah (<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%) 3.3
Cara Pembuatan Pakan Komplit Pakan komplit merupakan jenis pakan yang cukup mengandung nutrien untuk
hewan dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satusatunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain, kecuali air. Pakan komplit disusun dari berbagai bahan pakan hijauan (pakan berserat) dan konsentrat yang telah disesuaikan dengan kebutuhan domba menjadi satu bentuk pakan sehinga kandungan nutrisinya lengkap. Bentuk pakan komplit bermacam-macam, antara lain berbentuk mash, pecahan, balok, dan pelet. Berikut dua contoh pakan komplit : 1. Pakan komplit bentuk mash Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian pakan komplit bentuk mash akan memberikan hasil yang optimal dibandingkan dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat secara terpisah. Cara pembuatan
pakan komplit bentuk mash adalah semua bahan pakan digiling, kemudian dicampur hingga homogen. 2. Pakan komplit bentuk pellet Untuk efektivitas dalam pemberian pakan agar tidak benyak yang tercecer dan terbuang, pakan tersebut dibuat dalam bentuk pelet. Pemberian pakan komplit bentuk pelet dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi pakan konsentrat dan berserat sesuai dengan proporsi yang diberikan. Selain itu juga untuk memperbaiki palatabilitas pakan. Daya cerna pakan berbentuk pelet tidak banyak berubah, bahkan mempunyai kelebihan yaitu dapat mengurangi berdebunya ransum sehingga memperbanyak konsumsi pakan. Pakan komplit bentuk pelet untuk ternak ruminansia dapat menurunkan degradasi protein lebih lanjut sehingga meningkatkan arus asam amino ke dalam usus halus. Beberapa penelitian menunjukan bahwa konsumsi pakan domba dengan pakan komplit bentuk pelet lebih tinggi daripada tidak bentuk pelet. Pertambahan bobot badan harian domba dengan pakan komplit bentuk pelet juga lebih bagus daripada tidak dibentuk pelet. Konversi pakan pada pakan yang berbentuk pelet juga lebih bagus dibandingkan dengan pakan yang tidak dibentuk pelet. Cara pembuatan pakan komplit pellet biasanya menggunakan mesin pelleting dengan tetep mengkombinasikan hijauan dengan konsentrat dan tidak lupa ditambahkan zat-zat aditif penambahan nutrisi dalam pakan komplit.
Permasalahan yang sering terjadi dalam pemberian pakan domba adalah masalah ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau. Pakan komplit adalah suatu pola usaha agrobisnis yang memiliki daya saing dan tingkat survival tinggi. Pemanfaatan sumber daya lokal menjadi dasar utama konsep ini. Pasalnya, sumber daya Indonesia masih menyimpan plasma nutfah yang berpotensi untuk menanggulangi kendala keterbatasan pakan ternak. Bahkan, tidak menutup kemungkinan pada masa yang akan datang konsep ini bisa menjadi andalan pakan ternak dalam negeri. Sumber daya lokal yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia adalah pemanfaatan hasil budidaya tanaman pangan dan perkebunan seperti jerami padi, tongkong jagung, tebon jagung atau batang dan daun jagung sisa panen, jerami kacang tanah, kulit buah dan biji cokelat, serat dan lumpur sawit, bungkil inti sawit, serta ampas sagu. Melalui proses bioteknologi praktis dan sederhana, dapat diciptakan pola pengembangan usaha ternak ruminansia berbasis sumber daya lokal yang bernilai ekonomis tinggi. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan konsep Pakan komplit sebagai berikut : 1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal. 2. Memaksimalkan daur ulang (zero waste). 3. Meminimalisasi kerusakan lingkungan (ramah lingkungan). 4. Diversifikasi usaha. 5. Pencapaian tingkat produksi yang stabil dan memadai dalam jangka panjang. 6. Menciptakan kemandirian.
Selain itu, Pakan komplit juga bisa membantu memecahkan masalah nasional seperti kebutuhan pakan bermutu yang tersedia setiap saat dan tidak tergantung musim, harga terjangkau, mudah pemberiannya, dan sudah diawetkan, sehingga lebih tahan lama disimpan. Dengan pemakaian Pakan komplit, diharapkan populasi ternak ruminansia dapat ditingkatkan.
IV KESIMPULAN Adapun kesimpulan dari makalah ini, sebagai berikut: 1. Awal laktasi pemberian hijauan minimal 40% dari total DM dan Penambahan konsentrat peda pakan antara 0.5-0.7 kg/hari selama dua minggu pertama laktasi, jangan sampai kebanyakan. Pertengahan laktasi periode ini kualitas hijauan yang tinggi (minimal 40-45% DM pada ransum) dan Pemberian konsentrat jangan sampai melebih 2.3 % bobot badan dan sumber non-hijauan lainya. Pada akhir laktasi Pakan hijauan yang diberikan 50-60% sedangkan konsentrat jangan melebihi 2.5%. 2. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi < 20% dan serat kasar 18%, sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein > 20%. Kandungan komposisi hijauan terdiri dari PK<3% pada rumput yang sudah tua, sedangkan pada rumput yang masih muda dapat mencapai >30%. Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau WSC) kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah (<6%). 3. Cara pembuatan pakan komplit pellet biasanya menggunakan mesin pelleting dengan tetep mengkombinasikan hijauan dengan konsentrat dan tidak lupa ditambahkan zat-zat aditif penambahan nutrisi dalam pakan komplit. Cara pembuatan pakan komplit bentuk mash adalah semua bahan pakan digiling, kemudian dicampur hingga homogen.
DAFTAR PUSTAKA AAK, 1991, Petunjuk Beternak Sapi Potong Dan Kerja, Kanisius, Yogyakarta Hadisutanto, B. 2008. Pengaruh Paritas Induk terhadap Performans Sapi Perah Fries Holland, Bandung. Jasper, D.E. 1980. Mastitis In Bovine Medicane and Surgery.Ed. H.E., Amstutz Amer. Vet.Publ. Inc., Santa Barbara, California, USA. Kartadisastra, H.R. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Yogyakarta: Kanisius. 1997. Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangun, Jakarta Mc Donald, P.R.A.Edwards, J.F.D. Greenhalg and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition.6th Edition. Reksohadiprodjo, S. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropic. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Universitas Gadjah Mada. 1985. Siregar, S.B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharan, dan Analisa Usaha. P.T Penebar Swadaya, Jakarta. ______. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Sugeng,Y.B.,1998, Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta. Sumarno, B. Penuntun Hijauan Makanan Ternak. Jawa Tengah: Inspektorat/ Dinas Peternakan Jawa Tengah. 1998. Tillman, A.D., Hartadi, H. Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., Lebdosoekojo, S. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1991. Tillman,. A.D., H. Hartadi, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekoedjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.