31
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pengembangan peternakan saat ini menunjukkan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Salah satu tujuan utama dari pembangunan peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat yang bersumber dari protein hewani. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani tersebut adalah dengan meningkatkan produksi susu. Hal ini dikarenakan susu merupakan produk peternakan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan makanan lain. Maka dari itu, salah satu komoditas peternakan yang dapat diusahakan adalah sapi perah. Sapi perah adalah ternak yang menghasilkan bahan pangan kaya protein yaitu berupa susu. Industri persusuan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah mengingat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Produksi susu segar nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,79 persen dari tahun 2003 sampai 2008. Sementara pertumbuhan rata-rata konsumsi nasional dari tahun 2003 sampai 2008 mencapai 13,80 persen.
Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja diberikan kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah "analisis proksimat".
Kebutuhan ternak perah akan zat makanan terdiri atas 2 bagian. Pertama, kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements), yaitu kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup dan perawatan tubuhnya. Kedua, yaitu kebutuhan produksi (pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta laktasi).
Kebutuhan nutrisi yang utama bagi sapi perah laktasi adalah kebutuhan hidup pokok untuk fungsi fisiologis yang normal, produksi susu, perkembangan anak (janin), dan pertumbuhan pada sapi betina muda. Anak sapi membutuhkan zat makanan untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sapi dara umur satu tahun yang dikawinkan perlu didukung untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, dan reproduksi.
Mengingat hal tersebut, cara menentukan kebutuhan nutrisi sapi perah menjadi prioritas yang perlu diperhatikan. Misalnya saja menentukan kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok dengan untuk produksi dimana kebutuhan nutrisi yang perlu diperhatikan yaitu kebutuhan energi, protein, mineral dan vitamin. Sehingga persentase yang baik akan meningkatkan produktivitas susu dari sapi perah tersebut.
Rumusan Masalah
Bagaimana cara menentukan kebutuhan nutrisi sapi perah?
Apa saja kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok sapi perah beserta penjelasannya?
Apa saja kebutuhan nutrisi untuk produksi sapi perah beserta penjelasannya?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui cara menentukan kebutuhan nutrisi sapi perah.
Untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok sapi perah beserta penjelasannya.
Untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi untuk produksi sapi perah beserta penjelasannya.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai kebutuhan nutrisi pada hewan.
1.4.2 Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk mengerjakan tugas yang berhubungan dengan ilmu pakan dan nutrisi pada hewan khususnya mengenai kebutuhan nutrisi sapi perah.
CARA MENENTUKAN KEBUTUHAN NUTRISI
Gambar 1. Sapi Perah
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.
Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/ bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
Sutardi (1980) menyatakan pemberian pakan pada ternak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis ternak, baik untuk kebutuhan pokok maupun untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot badan, sedangkan kebutuhan produksi untuk memproduksi air susu, pertumbuhan, dan reproduksi. Jika pakan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, maka bobot badan sapi tidak akan naik dan tidak akan turun, dan produksi susu tidak ada. Sebaliknya, jika pakan dapat melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan pakan akan diubah menjadi bentuk-bentuk produksi seperti produksi susu, pertumbuhan atau peningkatan bobot hidup dan tenaga.
Pemenuhan nutrien bagi ternak sapi perah bertujuan untuk : (a) memenuhi kebutuhan hidup pokok, (b) mempertahankan produksi, dan (c) mendukung berbagai proses produksi lain seperti kebuntingan dan lain-lain. Nutrien dimaksud dapat dikelompokkan menjadi : (a) energi, (b) protein, (c) karbohidrat, (d) mineral, dan (e) vitamin. Apabila di dalam pakan yang disajikan terjadi kekurangan nutrien tersebut di atas maka tingkat produktivitas ternak akan terganggu. Namun, jumlah nutrien yang dibutuhkan sangat tergantung pada fase fisiologis ternak. Misalnya, pada sapi perah dewasa, tingkat energi yang terkandung di dalam pakannya, pada umumnya sangat menentukan tingkat produksi susunya. Sedangkan pada sapi dara dan sapi perah laktasi pertama, kebutuhan terhadap protein relatif cukup tinggi guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan kerangka tubuh dan produksi. Mineral dan vitamin pada umumnya tidak sebagai faktor pembatas yang dominan terhadap produksi, dan ternak mengambil sebagian besar nutrien ini dari pakan hijauan yang dikonsumsinya.
Tabel 1. Persyaratan teknis minimal akan konsentrat untuk sapi perah
Jenis dan status fisiologis
Kandungan (%)
Air
(maks)
TDN
(min)
Protein (min)
Lemak
(maks)
NDF
(maks)
Abu
(maks)
Ca
P
Laktasi
14
70
16
7
35
10
0,8-1,0
0,6-0,8
Produksi tinggi
14
75
18
7
35
10
1,0-1,2
0,6-0,8
Kering
14
65
14
7
30
10
0,6-0,8
0,6-0,8
Milk replacer
14
94
21
12
0
8
0,7-0,9
0,4-0,6
Calf starter
14
78
16
7
10
10
0,4-0,6
0,6-0,8
Dara (heifer)
14
75
15
6
30
10
0,6-0,8
0,5-0,7
Bahan pakan untuk sapi perah dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu :
Hijauan
Bahan pakan berserat berupa hijauan merupakan pakan utama sapi perah. Bahan pakan berserat berupa hijauan merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan legum. Hijauan merupakan pakan utama sapi perah yang mengandung kadar serat tinggi. Umumnya, pakan hijauan atau pakan berserat yang diberikan pada sapi perah terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1) rumput introduksi berkualitas menengah, 2) rumput lapangan berkualitas rendah-menengah, yang diambil dari pinggiran jalan, dan 3) hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah.
Hijauan rumput introduksi seperti rumput gajah, king grass, serta beberapa jenis rumput lapangan dan hijauan serealia, termasuk hijauan tanaman jagung, adalah bahan pakan dengan kadar energi tingkat menengah bagi ternak sapi perah. Nilainya sebagai sumber pakan terutama ditentukan oleh umur pemotongan (pemanenan) dan porsi batangnya yang terbawa ke dalam bahan pakan ternak. Tanaman yang lebih muda akan mempunyai daun lebih banyak, mengandung lebih banyak energi dan protein dibandingkan tanaman yang lebih tua. Konsumsi bahan kering dari hijauan akan meningkat apabila dilayukan terlebih dahulu sebelum disajikan untuk ternak.
Pakan hijauan dengan porsi daun yang banyak dan porsi batang yang sedikit akan meningkatkan nilai TDN dari 50-52% menjadi 58-60%. Apabila hijauan tersebut dilayukan dahulu, tingkat konsumsi akan meningkat sampai dengan 2 kg bahan kering (BK)/ hari. Dengan demikian, seekor sapi dapat meningkatkan konsumsi pakan dari 10 kg menjadi 12 kg BK/ hari. Tambahan 2 kg TDN per hari akan memberikan tambahan sebesar 5 liter susu, karena setiap 0,4 kg TDN menghasilkan satu liter susu per hari. Dengan demikian, terlihat bahwa hanya dengan perlakuan minimal, yaitu batang hijauannya dikurangi dan daunnya dilayukan sebelum disajikan untuk ternak maka hal ini dapat memperbaiki produktivitas sapi perah secara signifikan.
Serat kasar merupakan salah satu nutrien penting di dalam pakan sapi yang berfungsi menjalankan fungsi rumen yang baik. Apabila fungsi rumen terhambat maka pencernaan akan terganggu dan hewan tidak akan mampu untuk mencapai manfaat optimum dari pakan yang disajikan. Di Indonesia, umumnya pakan hijauan mempunyai kandungan serat kasar tinggi. Apabila kadar serat kasar terlalu tinggi maka gerakan pencernaan terhadap semua nutrien akan melambat dan konsumsi pakan akan menurun. Pakan hijauan berupa rumput gajah yang diberikan kepada sapi perah harus dipanen pada umur 40-60 han guna mengurangi kadar serat kasar dan meningkatkan jumlah daunnya yang akan disajikan untuk ternak. Sebaiknya, pakan hijauan berupa batang tanaman harus dipisahkan sebelum pakan hijauan tersebut diberikan kepada ternak, hal ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah nutrien yang dikonsumsi oleh ternak yang bersangkutan. Secara umum, ternak ruminansia membutuhkan serat dalam ransumnya untuk menjamin berjalannya fungsi rumen secara normal, dan sekaligus untuk mempertahankan kadar lemak susu. Level serat yang dibutuhkan oleh sapi perah dalam ransumnya adalah nilai minimum yang absolut (Van Soest, 1994). Seperti diketahui bahwa serat dalam bahan pakan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu : ADF (acid detergent fibre) dan NDF (neutral detergent fibre). (Target 1999). menyarankan bahwa level NDF dalam pakan bisa mencapai 30-35% dari total bahan kering ransum. Bahan pakan yang rendah serat, tetapi tinggi pati dapat menyebabkan tingginya keasaman rumen (pH rendah) dan kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya acidosis. Pemberian buffer berupa sodium bicarbonat dalam ransum dapat menurunkan keasaman (meningkatkan pH) sehingga acidosis dapat dihindarkan. Pemberian buffer sangat dianjurkan apabila sapi perah diberi biji-bijian dalam jumlah lebih dari 4-5 kg/ekor.
Selama musim kemarau, karena keterbatasan persediaan rumput potong, maka jerami padi, pucuk tebu, dan klobot jagung juga digunakan sebagai hijauan pakan pada sapi perah. Selain itu, peternak dapat memanfaatkan sumber hijauan lain seperti rumput-rumputan dari tanah pekarangan, pematang sawah, perkebunan dan kehutanan.
Konsentrat
Selain hijauan, sapi juga membutuhkan konsentrat. Konsentrat diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sapi. Konsentrat mengandung pati dan PK yang tinggi, kadar serat rendah, dan mudah dicerna, sehingga nutriennya lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan. Sapi perah harus mendapat pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, agar menghasilkan produksi susu yang tinggi. Cara pemberian pakan yang salah akan mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan menyebabkan kematian.
Walaupun kualitas bahan pakan konsentrat pada umumnya lebih baik dibandingkan dengan bahan pakan hijauan, namun kualitasnya sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal sumber konsentrat tersebut. Kualitas konsentrat dapat sangat tinggi, yaitu >75% TDN dengan kandungan protein >16%. Sebaliknya, dari basil pemeriksaan beberapa konsentrat, terlihat bahwa kualitasnya relatif rendah dengan kandungan TDN di bawah 55% dan kandungan protein di bawah 13%.
Tabel 2. Kisaran penggunaan bahan-bahan penyusun utama konsentrat sapi perah
Jenis bahan
Penggunaan (%)
Sumber
Masalah
Dedak padi
15-40
Energi
Nutrisi bervariasi (jenis padi), pemalsuan saat harga mahal
Wheat pollard
35-50
Energi
Bahan impor, persaingan dengan pakan unggas
Bungkil-bungkilan
25-40
Protein
Harga mahal saat ekspor, kandungan lemak agak tinggi, mudah tengik
Kedelai dan ikutannya
5-15
Protein
Harga mahal, persaingan dengan pakan unggas
Onggok/gaplek
0-10
Energi
Produsen jauh, pemalsuan onggok
Bungkil inti sawit (BIS)
0-20
Energi dan
Protein
Produsen jauh, variasi kadar cangkang
Dry distilled grain soluble
(DDGS)
0-40
Protein dan
Energi
Hasil ikutan pabrik Etanol jagung, belum banyak
dikenal, bersaing dengan pakan unggas
Sapi perah yang normal (tidak dalam keadaan sakit/ sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Tinggi rendah konsumsi pakan pada sapi perah sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
a) Temperatur Lingkungan
Sapi perah dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.
Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Sapi perah umumnya pada ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/ pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan "lapar". Pada ternak ruminansia, khususnya sapi perah, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
d) Status fisiologi
Status fisiologi sapi perah seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
f) Bentuk Pakan
Sapi perah, umumnya pada ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi "berat badan metabolis" yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut. Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula:
Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661.
Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75.
Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak optimal.
Dapat disimpulkan jika kebutuhan akan zat nutrisi pada sapi perah dipenuhi dengan mengkonsumsi ransum yang telah disediakan oleh peternak, karena konsumsi merupakan faktor penting yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Zat-zat gizi yang diperlukan sapi perah untuk kebutuhan hidup pokok maupun untuk produksi adalah energi, protein, mineral, dan vitamin. Zat gizi tersebut dapat dipenuhi yang didasarkan pada konsumsi bahan kering (BK) pakan (McDonald et al,1995). Kebutuhan Bahan Kering
Konsumsi BK merupakan tolak ukur ketersediaan zat nutrisi dalam tubuh ternak. Kebutuhan BK dihitung berdasarkan bobot sapi, tingkat produksi susu, bulan laktasi, dan lingkungan. Puncak produksi susu dicapai 4-8 minggu setelah melahirkan, sedangkan puncak konsumsi BK dicapai pada 10-14 minggu setelah melahirkan. Jumlah BK yang dimakan oleh ternak berbeda-beda, rata-rata konsumsi BK pada ternak berkisar antara 2,5-3% dari bobot hidup ternak tersebut.
Kebutuhan Mineral
Mineral dibutuhkan oleh tubuh untuk tiga tujuan yaitu sebagai material pembangun tulang dan rangka tubuh, sebagai buffer pada saliva sehingga keasaman dan tekanan osmotik terkontrol dan sebagai katalis dalam proses biokimia (Orskov,1998). Kebutuhan mineral pada sapi laktasi didefinisikan sebagai konsentrasi mineral pada susu 4 % fat corrected milk (FCM). Mineral mikro sering dipakai sebagai suplemen karena ikut serta dalam proses metabolisme walaupun jumlah yang dibutuhkan sedikit. Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan protein. Mineral diperlukan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Hewan-hewan yang hidup bebas di alam tidak memerlukan tambahan mineral karena kebutuhan mineralnya sudah tersedia dalam hijauan yang dikonsumsinya. Namun, ternak yang dikurung perlu mendapatkan tambahan mineral, terutama ternak pada fase starter, induk bunting dan induk yang sedang berproduksi. Mineral berfungsi sebagai pengganti zat-zat mineral yang hilang, untuk pembentukan jaringan-jaringan pada tulang, urat, dan sebagainya serta untuk berproduksi. Kalsium (Ca) dan fosfor (P) merupakan mineral yang banyak dibutuhkan tubuh sehingga perlu ditambahkan dalam ransum. Hal ini dikarenakan 75% dari mineral yang berada dalam tubuh adalah Ca dan P, dan 90 % kerangka tubuh terdiri dari Ca dan P. Unsur mineral mikro seperti Ca, P, Mg, Na, dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur mineral mikro seperti, besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Z), mangan (Mn), dan kobalt (Co) diperlukan dalam sistem enzim. Kebutuhan mineral per hari pada ternak dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3. Kebutuhan mineral per hari pada kondisi normal dan defisiensi
Mineral dalam pakan
Kandungan dalam darah normal
(mg/100 ml)
Pemberian pakan kondisi normal
Kandungan dalam darah defisiensi
(mg/100 ml)
Pemberian pakan kondisi
defisiensi
Ca (g/kg)
8,00-12,00
15,00
<8,00
30,00
Mg (g/kg)
1,80-3,10
0,40
<1,80
0,80
P (g/kg)
0,40-0,60
10,00
<0,40
20,00
Cu (mg/kg)
0,06
5,00
<0,05
10,00
Zn (mg/kg)
0,08
25,00
<0,04
50,00
KEBUTUHAN NUTRISI UNTUK HIDUP POKOK
Kebutuhan nutrisi akan kelangsungan hidup pokok ternak ruminansia seperti sapi perah sangat mempengaruhi pertumbuhan dari ternak tersebut. Kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements) merupakan kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup dan menjaga integritas jaringan tubuh serta mencukupi energi guna proses esensial organisme hidup. Kebutuhan hidup pokok dapat juga diartikan sebagai kebutuhan nutrisi basal yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang minimal tanpa melakukan suatu aktivitas/ produksi (BPI, Tim penyusun, 2010). Zat makanan yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok adalah zat makanan yang mengandung energi, protein, mineral dan vitamin.
Kebutuhan-kebutuhan akan makanan untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencukupi energi guna proses essensial organisme hidup disebut kebutuhan hidup pokok organisme tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa apabila kebutuhan hidup pokoknya sudah terpenuhi, maka sisa nutrisi dalam makanan tersebut akan digunakan untuk proses produksi. Jika ternak tidak mendapatkan suplai makanan yang cukup untuk kebutuhan pokok hidupnya, maka dia tidak akan bisa memenuhi target untuk berproduksi. Bahkan ternak tersebut akan merombak cadangan makanan di dalam tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga ternak menjadi kurus. Kebutuhan hidup pokok tergantung pada bobot badan. Semakin tinggi bobot badan ternak ruminansia, maka akan semakin banyak pula jumlah zat–zat gizi yang dibutuhkan (BPPTS, Tim penyusun, 2011).
Seekor hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi tubuhnya tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susu atau tidak ada tambahan ekstra energi untuk kerja. Nilai kebutuhan hidup pokok ini hanya dibutuhkan secara akademis saja, sedangkan dunia praktisi tidak membutuhkan informasi tersebut, yang dibutuhkan oleh praktisiwan adalah total kebutuhan hidup pokok dan produksi yang optimal. Jadi pendapat mengenai kebutuhan hidup pokok untuk hewan secara teori berbeda dengan prakteknya. Pada sapi perah kebutuhan akan nutrisi hidup pokok akan mempengaruhi kelangsungan hidupnya (BPI,Tim penyusun, 2010).
Pada hewan yang puasa akan terjadi oksidasi cadangan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi hidup pokoknya, seperti untuk bernafas dan mengalirkan darah ke organ sasaran. Tujuan sesungguhnya dari pembuatan ransum untuk hidup pokok adalah supaya tidak terjadi perombakan cadangan tubuh yang digunakan untuk aktivitas pokok. Seperti didefinisikan bahwa ransum untuk hidup pokok adalah sejumlah zat makanan yang harus hadir dalam ransum sedemikian sehingga dalam tubuh hewan tidak terjadi penambahan atau pengurangan zat makanan(BPI,Tim penyusun, 2010).
3.1 Kebutuhan Energi untuk Hidup Pokok
Energi dalam pengertian sederhana merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Energi merupakan zat gizi yang banyak dibutuhkan ternak ruminansia seperti sapi perah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokoknya. Pada sapi perah muda, kekurangan konsumsi energi akan menyebabkan pertumbuhan dan reproduksi yang terlambat. Kebutuhan energi untuk hidup pokok misalnya untuk proses pernapasan, mempertahankan temperatur tubuh, berjalan dan melakukan aktivitas makan. Energi yang dibutuhkan untuk hidup pokok bervariasi bergantung pada bobot badan ternak seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kebutuhan energi sapi perah untuk hidup pokok (MAFF, 1984)
Bobot badan
(kg)
Kebutuhan energi setiap hari
ME (MJ/hari)
TDN (kg/hari)
100
17
1,2
150
22
1,5
200
27
1,9
250
31
2,2
300
36
2,5
350
40
2,8
400
45
3,1
450
49
3,4
500
54
3,8
550
59
4,1
600
63
4,4
Sapi perah yang sedang bunting membutuhkan ekstra energi untuk hidup pokok dan perkembangan foetusnya. Sejak terjadinya konsepsi sampai bulan pertama kebuntingan diperlukan energi ekstra sebesar 1 MJ ME/hari untuk masing-masing bulan selama kebuntingan dan kebutuhan energi untuk kebuntingan ini menjadi signifikan pada 4 bulan terakhir masa kebuntingan (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata kebutuhan energi 4 butan terakhir masa kebuntingan
Bulan kebuntingan
Ekstra energi yang dibutuhkan
ME (MJ/hari)
TDN (kg/hari)
Ke-6
8
0,6
Ke-7
10
0,7
Ke-8
15
1,1
Ke-9
20
1,4
Sebagian besar energi yang dibutuhkan ternak ruminansia diperoleh dari karbohidrat (BPPTS,Tim penyusun, 2011). Hal tersebut dikarenakan karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam tubuh, karbohidrat mempunyai peranan yang vital (Sampurna,Putu. 2016)
Di dalam karbohidrat terdapat kandungan atom karbon, hidrogen dan oksigen dan bagian terbesar dari pangan/pakan yang mampu menyediakan komponen serat meliputi gula, pati dan selulosa. Fungsi dari karbohidrat itu sendiri yaitu menyediakan glukosa sebagai sumber energi, sebagai bahan penyusun komponen genetik (DNA), dan memelihara kesehatan saluran pencernaan (selulosa pada ruminan) (BPI, Tim penyusun, 2010)
Karbohidrat yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok ternak ruminansia seperti sapi perah adalah rumput hijauan. Hal tersebut dikarenakan dalam rumput hijauan kaya akan kandungan karbohidrat dan serat kasar, selain itu bahan ini merupakan bahan alamai yang mudah dijangkau oleh peternak.
Pemberian pakan yang kaya akan karbohidrat akan memberikan dampak terhadap penimbunan energi bagi tubuh dalam bentuk lemak tubuh, energi tersebut digunakan untuk pemeliharaan tubuh (kebutuhan hidup pokok), gerak otot, sintesis jaringan-jaringan baru, aktivitas kerja dan lain-lain. Ternak ruminansia seperti sapi perah umumnya tidak banyak mengalami kesulitan apabila pakan yang diberikan kaya akan serat kasar. Hal ini karena adanya jasad renik atau mikroba dalam saluran pencernaan
Gambar 2. Rumput hijaun sebagai bahan yang mengandung karbohidrat
Kebutuhan Protein untuk Hidup Pokok
Penentuan kebutuhan protein ternak khususnya sapi semakin mengalami perkembangan, yaitu jika semula hanya ditentukan berdasarkan protein kasar, kemudian berkembang ke protein tercerna, sekarang ini telah berkembang ke arah kebutuhan RDN/ RDP (rumen degradable nitrogen/ protein) yaitu kebutuhan nitrogen/ protein untuk mikroba dan ternak itu sendiri.
Kebutuhan nitrogen untuk mikroba rumen seringkali dinyatakan dalam istilah Rumen Degradable Nitrogen (RDN) requirement atau bisa juga disebut Rumen Degradable Protein (RDP) Requirement, yaitu kebutuhan nitrogen yang dapat difermentasikan di dalam rumen sehingga kebutuhan bakalan utama sintesis protein mikroba, yaitu berupa ammonia dapat dipenuhi. Saat ini di literatur dinyatakan bahwa rataan kebutuhan RDN untuk ternak ruminansia dewasa adalah sebesar 30 g N/kg bahan organik terfermentasi. Selain itu konsentrasi ammonia di dalam rumen juga dapat digunakan sebagai indikator akan kecukupan sumber nitrogen untuk mikroba rumen khususnya bakteria.
Kecukupan nitrogen bakteria rumen sangat tergantung pada jenis pakan basal yang diberikan untuk ternak. Akan tetapi jika pakan basal berupa limbah pertanian maka kecukupan nitrogen berkisar di atas 100 mgN/L cairan rumen. Bahkan untuk menunjang proses degradasi pakan di dalam rumen secara optimal diperlukan kadar ammonia hingga 235 mgN/L. Tabel 6 berikut ini disajikan sebagai teladan akan kebutuhan RDP yang dibutuhkan untuk mendukung sintesis protein mikroba secara optimal.
Kebutuhan protein ternak dinyatakan sebagai UDP (Undegradable Dietary Protein). UDP merupakan bagian dari protein pakan yang tidak terdegradasi di dalam rumen dan sampai di usus halus untuk diserap. Besarnya nilai UDP sangat tergantung jenis sumber protein, komponen pakan lainnya dalam ransum, level pemberian serta stadia fisiologis ternak.
Tabel 6. Nilai UDP berbagai sumber pakan ternak ruminansia
Pakan dengan kandungan UDP tinggi (60 – 100 % PK)
Pakan dengan kandungan
UDP sedang
(30 – 59 % PK)
Pakan dengan kandungan
UDP rendah
(0 – 29 % PK)
Tepungdarah
79 (76-81)
Ampas bir
53 (48-61)
Barley
18 (11-27)
Bungkilkelapa
76 (70-81)
Tepung Canola
31 (26-37)
Bungkil biji matahari
15
Bungkilbiji kopi
82
Tepung jagung
41 (31-52)
Biji gandum
25 (20-36)
Pecahanjagung
84 (83-86)
Bungkil biji kapas
49 (35-70)
Dedak gandum
27 (23-33)
Tepungbulu
84 (83-86)
Tepung ikan
59 (40-70)
Alfalfa segar
24 (21-27)
Tepungdaging
61 (53-76)
Bungkil kacang tanah
32 (6 –38)
Alfalfa silase
23
Kebutuhan vitamin dan mineral untuk Hidup Pokok
Mineral sangat diperlukan oleh hewan maupun manusia, secara umum mineral berfungsi unuk mengatur proses-proses dalam tubuh sehingga dapat bekerja secara maksimal. Kejadian paling sering pada sapi perah adalah defisiensi mineral terutama fosfor yang sangat berpengaruh terhadap status reproduksi. Defisiensi fosfor dapat menyebabkan pubertas terlambat, siklus estrus terhenti dan menurunkan conception rate. Pakan dengan campuran tepung tulang dengan campuran konsentrat padi dapat memperbaiki defisiensi fosfor. Mineral lain yang penting untuk reproduksi adalah cobalt, copper, iodine dan mangane, mineral-mineral ini biasanya sudah terpenuhi dalam sediaan garam dalam pakan dan pakan polong-polongan. Nutrisi mutlak terpenuhi untuk sapi perah untuk produksi susu yang tinggi dan efisiensi reproduksi. Fungsi mineral secara umum :
a. Menguatkan dan mengeraskan struktur tulang.
b. Mengaktifkan sistem enzim.
c. Mengontrol keseimbangan pengeluaran air dan gas dalam tubuh ternak.
d. Mengatur keseimbangan asam yang dibutuhkan.
e. Merangsang aktivitas otot dan urat saraf.
Kebutuhan makro mineral pada ternak perah meliputi NaCl (garam dapur), Calsium, Phosphor, Magnesium dan Sulfur. Adapun kebutuhan mikro mineral pada ternak perah adalah Mn, Co, Cu, Se dan Zn.
Vitamin yang dibutuhkan pada ternak perah adalah Vitamin A, B, C, D, E dan K. Di dalam tubuh hewan vitamin dibutuhkan untuk kesehatan dan kekuatan tubuh. Vitamin-vitamin yang diperlukan oleh hewan ruminansia hanya yang larut dalam lemak seperti Vitamin A, D, E dan K.
Vitamin A
Hijauan banyak mengandung Carotein, jadi dalam hijauan cukup tersedia pro-vitamin A dalam bentuk carotein dan dapat dirubah menjadi vitamin A dalam tubuh hewan. Apabila hijauan yang diberikan tidak cukup maka perlu diberikan vitamin A suplemen. Gejala kekurangan vitamin A adalah rabun mata, bulu kusam, mata berair, kulit bersisik, diare, keguguran, infeksi cepat menjadi parah dan anak yang lahir lemah atau mati.
Vitamin B
Vitamin B complex kesemuanya dapat dibentuk di dalam tubuh ruminansia. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya kekurangan vitamin B sangat kecil, kecuali ternak kekurangan pakan.
Vitamin D
Vitamin D dibentuk (disintesa) dalam jaringan tubuh dengan bantuan sinar matahari, karena jaringan di bawah kulit terdapat pro-vitamin D yang apabila dikena sinar matahari maka akan terbentuk vitamin D. Ternak-ternak di daerah tropis jarang terjadi kekurangan vitamin D. Ternak yang kekurangan vitamin D akan kerdil. Sumber vitamin D juga terdapat pada hijauan yang selalu kena sinar matahari.
Vitamin E
Semua makanan hijauan dan padi-padian mengandung vitamin E. Ternak yang diberi hijauan segar tidak akan terjadi kekurangan vitamin E. Ternak yang kekurangan hijauan segar sebaiknya diberikan sumber vitamin E seperti padi-padian.
KEBUTUHAN NUTRISI UNTUK PRODUKSI
Kebutuhan zat gizi untuk produksi tergantung pada tingkat dan jenis produksi. Kebutuhan zat–zat gizi untuk pertumbuhan ternak tergantung pada besar dan kecepatan pertumbuhannya. Sapi perah yang tumbuh dengan cepat membutuhkan zat gizi yang lebih banyak pula. Kebutuhan untuk kebuntingan tergantung pada umur atau lama kebuntingan. Umur kebuntingan yang semakin tua membutuhkan zat–zat gizi yang semakin banyak pula. Kebutuhan untuk produksi susu tergantung pada jumlah susu yang diproduksi dan kadar lemaknya. Makin tinggi jumlah dan kadar lemak susu yang diproduksi, maka semakin tinggi pula jumlah zat–zat gizi yang dibutuhkan. Zat–zat gizi yang diperlukan oleh sapi perah untuk kebutuhan hidup pokok maupun produksi adalah energi, protein, mineral, vitamin dan air. Zat–zat gizi tersebut terdapat dalam berbagai jenis pakan yang dapat diformulasikan menjadi ransum.
Walaupun kebutuhan pokoknya tidak meningkat (relatif konstan), tetapi sapi perah membutuhkan pasokan energi dan protein yang lebih tinggi seiring dengan meningkatnya produksi susu dan sebaliknya kebutuhannya menurun setelah produksinya mulai turun. Walaupun demikian, untuk mempertahankan atau meningkatkan Body Condition Score (BCS), maka ternak sapi perah membutuhkan lebih banyak pasokan energy (Moran, 2004).
Kebutuhan energi
Dalam pengertian sederhana energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Energi merupakan zat gizi yang banyak dibutuhkan sapi perah setelah air. Banyaknya energi yang terkandung di dalam pakan atau energi yang dibutuhkan sapi perah dapat dinyatakan dalam berbagai cara, seperti energi metabolis, martabat pati, atau total digestible nutrient.
Total digestible nutrient yang disingkat TDN adalah jumlah energi dari pakan maupun ransum yang dapat dicerna. Semua pakan mengandung zat–zat makanan yang dapat menjadi sumber energi, yakni protein, serat kasar, lemak dan bahan ekstrak tanpa N (beta-N). Dari ketiga sumber energi (karbohidrat, lemak, protein), sebagian besar energi yang dibutuhkan sapi perah diperoleh dari karbohidrat. Hal ini dapat dipahami, sebab penggunaan lemak dalam jumlah banyak dapat menimbulkan efek negatif pada ternak. Karbohidrat mempunyai kelebihan dibanding lemak sebagai sumber energi yaitu: mudah dicerna, mudah diserap, dan mudah ditransformasi untuk produksi susu/ daging dan lemak tubuh. Sedangkan protein merupakan sumber energi yang mahal dibandingkan karbohidrat dan lemak.
Besarnya konsumsi energi bergantung pada konsentrasi energi per unit pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Seekor sapi perah membutuhkan energi untuk beberapa fungsi: (a) mempertahankan fungsi-fungsi normal tubuh, seperti bernapas, fungsi-fungsi aliran di dalam tubuh, pencernaan dan kegiatan lainnya, (b) kebuntingan, pada saat foetus bertumbuh di fase kebuntingan akan lebih banyak energi dibutuhkan untuk mendukung proses kebuntingan tersebut, (c) laktasi, yakni selama periode produksi susu, (d) pertumbuhan, yakni pada sapi perah yang belum mencapai dewasa dan masih dalam pertumbuhan tubuhnya, dan (e) kondisi tubuh, apabila terdapat kelebihan energi di dalam pakan maka nutrien tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak dan dipergunakan kemudian apabila terdapat kekurangan energi di dalam pakan.
Energi juga dibutuhkan untuk memproduksi susu yang jumlahnya sangat ditentukan oleh komposisi susu, terutama kandungan lemak dan proteinnya. Tabel 8 dan 9 menyajikan jumlah energi dan TDN yang dibutuhkan ternak perah di daerah tropis untuk menghasilkan 1 liter susu dengan berbagai level kandungan energi dan protein susu. Kebutuhan ini didasarkan terutama pada aktivitas ternak yang selalu dikandangkan seperti halnya yang dilakukan oleh peternak di Indonesia. Akan tetapi, bila ternak-ternak sapi perah tersebut diberikan aktivitas merumput atau exercise lainnya, maka kebutuhan baik untuk hidup pokok (maintenance) maupun produksi lebih tinggi dari yang tercantum pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 7. Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (MJ ME/liter - dikutip dari MAFF 1984)
Kadar Lemak (%)
Kadar Protein (%)
2,6
2,8
3,0
3,2
3,4
3,6
3,8
4,0
4,2
4,4
3,0
4,5
4,5
4,6
4,7
4,8
4,8
4,9
5,0
5,0
5,1
3,2
4,6
4,7
4,7
4,8
4,9
5,0
5,0
5,1
5,2
5,2
3,4
4,7
4,8
4,9
4,9
5,0
5,1
5,2
5,2
5,3
5,4
3,6
4,9
4,9
5,0
5,1
5,1
5,2
5,3
5,4
5,4
5,5
3,8
5,0
5,1
5,1
5,2
5,3
5,3
5,4
5,5
5,6
5,6
4,0
5,1
5,2
5,3
5,3
5,4
5,5
5,5
5,6
5,7
5,8
4,2
5,3
5,3
5,4
5,5
5,5
5,6
5,7
5,7
5,8
5,9
4,4
5,4
5,5
5,5
5,6
5,7
5,7
5,8
5,9
6,0
6,0
4,6
5,5
5,6
5,7
5,7
5,8
5,9
5,9
8,0
6,1
6,2
4,8
5,6
5,7
5,8
5,9
5,9
6,0
6,1
6,1
6,2
6,3
5,0
5,8
5,8
5,9
6,0
6,1
6,1
6,2
6,3
6,3
6,4
Tabel 8. Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (kg TDN/liter; dikutip dari MAFF, 1984)
Kadar
Lemak (%)
Kadar Protein (%)
2,6
2,8
3,0
3,2
3,4
3,6
3,8
4,0
4,2
4,4
3,0
03
03
03
0,3
03
03
03
04
04
04
3,2
03
03
03
03
03
04
04
04
04
04
3,4
03
03
03
03
04
04
04
04
04
04
3,6
03
03
04
04
04
04
04
04
04
04
3,8
04
04
04
04
04
04
04
04
04
04
4,0
04
04
04
04
04
04
04
04
04
04
4,2
04
04
04
04
04
04
04
04
04
04
4,4
04
04
04
04
04
04
04
04
04
04
4,6
04
04
04
04
04
04
04
04
04
04
4,8
04
04
04
04
04
05
05
04
04
04
5,0
04
04
04
04
05
04
04
04
04
05
Kebutuhan protein
Yang dibutuhkan oleh sapi perah dari protein adalah asam-asam amino. Di dalam tubuh ternak ruminansia, protein ini ada yang bisa disintesa, namun ada pula yang tidak bisa disintesa. Protein yang tidak bisa atau hanya sebagian kecil saja yang bisa disintesa di dalam tubuh sapi perah disebut asam amino esensial. Sedangkan protein yang bisa disintesa di dalam tubuh ternak ruminansia disebut asam amino non-esensial.
Asam amino yang dibutuhkan sapi perah sebagian dipenuhi dari protein mikroba dan sebagian lagi dari protein pakan/ ransum yang lolos dari fermentasi di dalam rumen (protein-by pass). Protein yang dibutuhkan sapi perah yaitu dalam bentuk protein kasar dan protein dapat dicerna. Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan/ ransum dikalikan dengan 6,25 (N x 6,25). Sedangkan protein dapat dicerna adalah protein pakan/ ransum yang dicerna dan diserap dalam saluran–saluran pencernaan. Sumber protein bagi sapi perah adalah protein natural (protein pakan/ ransum) dan non protein nitrogen (NPN).
Salah satu senyawa NPN yang telah umum dikenal adalah urea. Urea ini merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung nitrogen 40–45%. Urea dapat digunakan sebagai salah satu sumber nitrogen bagi sapi perah karena adanya mikroorganisme di dalam rumennya. Namun, perlu ditegaskan bahwa penggunaan urea dalam ransum sapi perah tersebut adalah sebagai substitusi sebagian proten ransum atau sebagai suplemen terhadap ransum yang berkualitas rendah. Penggunaan urea dalam ransum sapi perah mempunyai batas–batas tertentu agar tidak terjadi keracunan. Sebaiknya, pemberian urea juga tidak dicampur dengan jerami kacang kedelai, sebab jerami kacang kedelai mengandung enzim yang dapat menyebabkan urea bersifat racun pada sapi perah. Sesungguhnya protein ini sendiri dibutuhkan ternak sebagai :
Pertumbuhan.
Memperbaiki jaringan yang sudah tua.
Produksi susu/ daging.
Perkembangan ternak terutama yang baru lahir.
Keseimbangan protein-protein dalam tubuh.
Dalam kenyataan di lapangan banyak ditemukan ternak yang berada dalam keadaan malnutrisi. Hal ini dapat disebabkan dari berbagai faktor, salah satunya kebutuhan protein yang tidak tercukupi dengan baik. Berikut akibat yang ditimbulkan bila terjadi kekurangan protein :
Pertumbuhan terhambat.
Pertahanan tubuh menurun.
Menurunkan berat lahir.
Produksi susu/ daging menurun.
Kandungan solid non fat pada susu menurun.
Sapi perah laktasi dengan produksi tinggi memerlukan asupan protein yang memenuhi kebutuhan untuk berproduksi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Meningkatkan kadar protein kasar (PK) ransum diharapkan akan meningkatkan kecernaan nutrien dan produksi susu. Walaupun demikian, pemberian ransum dengan kadar protein yang ditingkatkan tidak bersifat linier terhadap produksi susu. Meningkatnya kadar protein dalam ransum terkadang akan meningkatkan konsentrasi N-NH3 di dalam rumen, nitrogen dalam feses dan urin, yang berarti tingginya PK ransum tidak dimanfaatkan secara optimal oleh ternak yang mengkonsumsi. Oleh sebab itu, strategi pemberian protein pada ruminansia, harus memperhatikan aspek fermentabilitas dan ketahanan protein dalam rumen. Hal ini karena protein mikroba rumen hanya mampu mencukupi kebutuhan protein sebesar 40-80% dari seluruh kebutuhan. Protein yang tahan terhadap degradasi rumen dengan tingkat kecernaan pascarumen tinggi mampu meningkatkan produksi susu. Dengan demikian pada sapi perah laktasi dengan produksi tinggi selain asupan protein asal mikroba rumen, protein pakan yang tahan terhadap degradasi rumen wajib diberikan.
Pemenuhan kebutuhan protein pada ruminansia perlu memperhitungkan jumlah protein pakan yang dapat di degradasi di dalam rumen. Derajat ketahanan protein pakan terhadap degradasi oleh mikroba di dalam rumen sangat beragam. (Medsen dan Hvelplun, 1985). telah menguji sejumlah bahan pakan sumber protein pakan melaporkan bahwa degradasi protein bahan pakan bervariasi antara 12-90%. Jauh sebelumnya (Chalupa, 1975). telah mengklasifikasi bahan pakan sumber protein berdasarkan ketahanan degradasi menjadi tiga kelompok: (1) bahan pakan sumber protein dengan tingkat ketahanan rendah (<40%) terhadap degradasi rumen adalah bungkil kedelai, kasein, bungkil biji matahari, dan bungkil kacang; (2) bahan pakan sumber protein dengan tingkat ketahanan sedang (40 - 60%) terhadap degradasi rumen adalah biji kapas, alfalfa, biji jagung dan biji-bijian pembuat bir; dan (3) bahan pakan sumber protein dengan tingkat ketahanan tinggi (>60%) terhadap degradasi rumen adalah tepung darah, tepung daging, corn gluten meal (CGM), tepung ikan dan beberapa bahan sumber protein yang diproteksi dengan formaldehida. Kecernaan protein bergantung pada sumber dan proses dari bahan sumber protein tersebut.
Oleh karena itu terhadap bahan pakan sumber protein yang berkualitas namun memiliki tingkat degradasi rumen yang terlalu tinggi perlu dilakukan berbagai upaya untuk menurunkan tingkat degradasinya. Seperti contohnya pada bungkil kedelai, melalui proses pemanasan dapat menurunkan kecernaan rumen dan meningkatkan jumlah protein tahan degradasi rumen. Bungkil kedelai pada umumnya memiliki kelarutan nitrogen sebesar 39,4% dari bahan keringnya. Melalui proses ekstrusi dengan suhu yang ditingkatkan dari 120 sampai 1400C dapat menurunkan kelarutan nitrogen bungkil kedelai dari 16,6% menjadi 11,0% atau turun sebesar 63% (Lee et al, 2001). Cara perlindungan protein lain dapat dilakukan dengan pemberian formalin pemberian tanin yang berasal dari batang pisang dan encapsulation. Pada umumnya ransum dengan PTD rumen tingkat rendah mempunyai kecernaan protein yang tinggi namun tidak demikian dengan ransum yang mengandung PTD rumen tinggi. Oleh karena itu terhadap bahan pakan sumber protein yang tahan degradasi rumen perlu diperhatikan kecernaannya oleh enzim proteolitik di dalam pascarumen. Protein tahan degradasi rumen yang memiliki kecernaan pascarumen rendah atau bahkan tidak dapat dicerna tidak akan menyediakan asam amino untuk tubuh, sehingga menjadi kurang bermanfaat bagi ternak yang mengkonsumsi. Seperti yang dilaporkan oleh Puastuti (2005) bahwa ransum yang mengandung bungkil biji kapuk memiliki jumlah PTD rumen paling tinggi dibandingkan dengan ransum yang mengandung bungkil kedelai maupun tepung ikan (23,6 vs 20,4; 19,9%), sebaliknya ransum yang mengandung bungkil biji kapuk memiliki kecernaan in vitro pascarumen oleh pepsin HCl paling rendah (63,1 vs 64,4; 67,8%). Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa PTD rumen yang baik harus memiliki kecernaan yang rendah di dalam rumen, sebaliknya memiliki kecernaan pascarumen yang tinggi untuk dapat mendukung produktivitas ternak.
Kecukupan protein merupakan suatu prasyarat penting untuk menghasilkan produksi susu yang tinggi. Jumlah protein yang dibutuhkan oleh seekor sapi perah yang sedang laktasi sangat bergantung pada ukuran tubuhnya, pertumbuhan, produksi susu dan fase kebuntingan. Namun, di antara faktor-faktor tersebut, produksi susu merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi kebutuhan protein ternak. Suatu penelitian klasik menunjukkan bahwa produksi susu meningkat sebesar 550 liter/laktasi ketika kandungan protein pakan dinaikkan dari 13,9 menjadi 15,8% (Kutches, 1979).
Kebutuhan mineral dan vitamin
Mineral
Mineral dan vitamin merupakan nutrien yang dibutuhkan ternak walaupun dalam jumlah yang minim. Mineral dan vitamin lebih banyak berperan dalam mempertahankan produktivitas ternak dan dalam menjaga kesehatan ternak. Semakin tinggi tingkat produktivitas seekor ternak maka semakin kritis kebutuhannya terhadap kecukupan mineral dan vitamin. Selanjutnya, apabila energi dan protein telah terpenuhi, maka mineral dan vitamin menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas ternak, termasuk produksi susu.
Banyak proses-proses di dalam tubuh ternak hanya dapat berjalan dengan sempurna berkat adanya mineral. Diantara mineral-mineral yang terpenting adalah Na, Cl, K, Fe, Cu, Mg, Ca dan P. Pada umumnya Na dan Cl diberikan dalam bentuk garam dapur. Di samping unsur Na dan Cl, di dalam ransum sapi perah yang sedang berproduksi susu perlu diperhatikan pula kecukupan unsur Ca, P dan Mg. Unsur-unsur lainnya dianggap telah mencukupi dalam ransum yang diberikan dan tidak perlu ditambahkan, kecuali bila terjadi gejala defisiensi.
Pemberian Na dan Cl dalam bentuk garam dapur untuk kambing, domba, maupun sapi dalam masa pertumbuhan cukup sekitar 1% dari jumlah konsentrat yang diberikan. Secara umum fungsi mineral bagi ternak antara lain :
a. Menguatkan dan mengeraskan struktur tulang.
b. Mengaktifkan sistem enzim.
c. Mengontrol keseimbangan pengeluaran air dan gas dalam tubuh ternak.
d. Mengatur keseimbangan asam yang dibutuhkan.
e. Merangsang aktivitas otot dan urat saraf.
Kekurangan dan ketidakseimbangan mineral makro Ca, P, dan Mg dalam pakan dipercaya sebagai salah satu penghambat produktivitas sapi perah. Selain itu, unsur mineral mikro seperti Mn, Cu, Co, Se dan Zn juga memiliki peran yang penting dalam meningkatkan produktivitas ternak. Para peternak perlu mengetahui kandungan mineral yang kritis dalam pakan yang diberikan pada ternaknya sehingga dapat mengambil tindakan preventif dan kuratif apabila terjadi problem defisiensi mineral.
Dalam banyak hal, suplementasi mineral diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Dewasa ini cukup banyak tersedia produk suplemen mineral yang dipasarkan untuk sapi perah. Pada prinsipnya, suplemen mineral yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain : rasio Ca:P = 2:1, mengandung mineral mikro yang sering defisien dalam ransum seperti Mn, Co, Cu, Se dan Zn, serta terhindar dari unsur-unsur toksik (McDowel et al, 1980)
Vitamin
Vitamin merupakan nutrien yang esensial pada sapi perah. Akan tetapi, karena kemampuan mikroba rumen dalam membentuk sebagian vitamin yang dibutuhkan oleh ternak inang, maka hanya vitamin A, D, dan E yang perlu mendapat perhatian dalam formulasi ransum sapi perah. Selain itu, pemberian karoten yang cukup perlu mendapat perhatian peternak. Diduga bahwa defisiensi karoten dapat mengakibatkan adanya gangguan reproduksi seperti terlambatnya ovulasi, birahi tenang, terbentuknya sistik folikel, dan dapat terjadi kematian dini embrio. Sedangkan pada anak sapi dapat mengakibatkan timbulnya gejala diare (Lotthammer, 1991 dikutip oleh Soetanto, 1994). Untuk itu, dianjurkan untuk memberi karoten pada sapi perah dara dan yang sedang laktasi dengan dosis masing-masing sebanyak 125 dan 300 mg/ekor/hari.
Walaupun jumlah yang dibutuhkan relatif kecil, namun vitamin sering merupakan faktor yang ikut menentukan dalam produksi ternak. Jenis vitamin yang sudah dikenal antara lain vitamin A, vitamin B-kompleks, vitamin C, vitamin D, vitamin E dan vitamin K. Vitamin B, K dan C tidak perlu diperhatikan maupun ditambahkan di dalam ransum sapi perah. Sebab, vitamin B dan K dapat dibentuk di dalam rumen, sedangkan vitamin C dalam jaringan tubuh sapi perah.
Dalam keadaan normal, vitamin–vitamin yang dibutuhkan sapi perah pada umumnya sudah terpenuhi dari ransum yang diberikan, kecuali vitamin A dan E yang sering kekurangan. Tingkat kecukupan vitamin D untuk sapi perah di daerah tropis tidak menjadi masalah dan tidak perlu ditambahkan dalam ransum yang diberikan.
Vitamin A
Hijauan banyak mengandung carotein, jadi dalam hijauan cukup tersedia pro-vitamin A dalam bentuk carotein dan dapat dirubah menjadi vitamin A dalam tubuh hewan. Apabila hijauan yang diberikan tidak cukup maka perlu diberikan vitamin A suplemen. Gejalah kekurangan vitamin A adalah rabun mata, bulu kusam, mata berair, kulit bersisik, diare, keguguran, infeksi cepat menjadi parah dan anak yang lahir lemah atau mati.
Vitamin B
Vitamin B complex kesemuanya dapat dibentuk di dalam tubuh ruminansia. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya kekurangan vitamin B sangat kecil, kecuali ternak kekurangan pakan.
Vitamin D
Vitamin D dibentuk (disintesa) dalam jaringan tubuh dengan bantuan sinar matahari, karena jaringan di bawah kulit terdapat pro-vitamin D yang apabila dikena sinar matahari maka akan terbentuk vitamin D. Ternak-ternak di daerah tropis jarang terjadi kekurangan vitamin D. Ternak yang kekurangan vitamin D akan kerdil. Sumber vitamin D juga terdapat pada hijauan yang selalu terkena sinar matahari.
Vitamin E
Semua makanan hijauan dan padi-padian mengandung vitamin E. Ternak yang diberi hijauan segar tidak akan terjadi kekurangan vitamin E. Ternak yang kekurangan hijauan segar sebaiknya diberikan sumber vitamin E seperti padi-padian.
Dalam keadaan normal, vitamin-vitamin yang dibutuhkan ternak ruminansia pada umumnya sudah terpenuhi dari ransum yang diberikan, kecuali vitamin A dan E yang sering kekurangan. Tingkat kecukupan vitamin D untuk ternak ruminansia di daerah tropis tidak menjadi masalah dan tidak perlu ditambahkan dalam ransum yang diberikan.
Air
Selain merupakan bagian dari organ-organ tubuh ternak, air di dalam tubuh ternak berfungsi dalam transportasi zat-zat makanan melalui dinding–dinding usus masuk ke dalam peredaran darah, mengangkut zat-zat sisa, sebagai pelarut beberapa zat, dan mengontrol suhu tubuh. Begitu besar peranan air di dalam tubuh ternak sehingga apabila ternak kekurangan air sebanyak 10% dari jumlah kandungan air yang terdapat dalam tubuh ternak dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Apabila kekurangan air itu mencapai 20% maka dapat menimbulkan kematian. Kebutuhan air pada ternak ruminansia khususnya, tergantung pada berbagai faktor. Beberapa diantaranya sebagai berikut :
- Keadaan ransum yang diberikan
- Suhu udara
- Produksi susu
- Besar tubuh
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kebutuhan ternak perah akan zat makanan terdiri atas 2 bagian. Pertama, kebutuhan hidup pokok (maintainance repoirements), yaitu kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup dan perawatan tubuhnya. Kedua, yaitu kebutuhan produksi (pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta laktasi). Nutrien yang dibutuhkan oleh sapi perah dapat dikelompokkan menjadi : (a) energi, (b) protein, (c) mineral, dan (d) vitamin. Bahan pakan untuk sapi perah dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu hijauan dan konsentrat. Bahan pakan berserat berupa hijauan merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan legum. Serat kasar merupakan salah satu nutrien penting di dalam pakan sapi yang berfungsi menjalankan fungsi rumen yang baik. Selain hijauan, sapi juga membutuhkan konsentrat. Konsentrat diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sapi. Konsentrat mengandung pati yang tinggi, kadar serat rendah, dan mudah dicerna, sehingga nutriennya lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan.
Kebutuhan hidup pokok (maintainan cerepoirements) merupakan kebutuhan untuk memelihara keutuhan organ dan fungsi tubuh, dalam arti kata kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup dan menjaga integritas jaringan tubuh serta mencukupi energi guna proses esensial organisme hidup. Kebutuhan-kebutuhan akan makanan untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencukupi energi guna proses essensial organisme hidup disebut kebutuhan hidup pokok organisme tersebut. Seekor hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi tubuhnya tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susu atau tidak ada tambahan ekstra energi untuk kerja. Kebutuhan nutrien yang dibutuhkan oleh sapi perah untuk hidup pokok berupa kebutuhan energi, protein, vitamin, dan mineral. Kebutuhan energi : energi merupakan zat gizi yang banyak dibutuhkan ternak ruminansia seperti sapi perah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokoknya. Sebagian besar energi yang dibutuhkan ternak ruminansia diperoleh dari karbohidrat. Sejak terjadinya konsepsi sampai bulan pertama kebuntingan diperlukan energi ekstra sebesar 1 MJ ME/hari. Kebutuhan protein : penentuan kebutuhan protein ternak ditentukan berdasarkan RDN/ RDP (rumen degradable nitrogen/ protein) yaitu kebutuhan nitrogen/ protein untuk mikroba dan ternak itu sendiri. Rataan kebutuhan RDN untuk sapi perah dewasa adalah sebesar 30 g N/kg bahan organik terfermentasi. Kebutuhan vitamin dan mineral : mineral sangat diperlukan oleh hewan maupun manusia, secara umum mineral berfungsi unuk mengatur proses-proses dalam tubuh sehingga dapat bekerja secara maksimal. Vitamin yang dibutuhkan pada ternak perah adalah Vitamin, A, B, C, D, E dan K. Di dalam tubuh hewan, vitamin dibutuhkan untuk kesehatan dan kekuatan tubuh. Vitamin-vitamin yang diperlukan oleh hewan ruminansia hanya yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K.
Kebutuhan nutrisi untuk produksi pada sapi perah tergantung pada tingkat dan jenis produksi, dimana semakin tinggi tingkat produksi maupun jenis produksi kebutuhan nutrisi semakin beragam dan semakin besar. Pada umumnya kebutuhan nutrisi untuk produksi meliputi kebutuhan energi, protein, mineral dan vitamin. Kebutuhan energi : besarnya konsumsi energi bergantung pada konsentrasi energi per unit pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Energi dibutuhkan untuk memproduksi susu yang jumlahnya sangat ditentukan oleh komposisi susu, terutama kandungan lemak dan proteinnya. Kebutuhan protein : yang dibutuhkan oleh sapi perah dari protein adalah asam-asam amino. Protein yang dibutuhkan sapi perah yaitu dalam bentuk protein kasar dan protein dapat dicerna. Sumber protein bagi sapi perah adalah protein natural (protein pakan/ ransum) dan non protein nitrogen (NPN). Protein yang tahan terhadap degradasi rumen dengan tingkat kecernaan pascarumen tinggi mampu meningkatkan produksi susu. Jumlah protein yang dibutuhkan oleh seekor sapi perah yang sedang laktasi sangat bergantung pada ukuran tubuhnya, pertumbuhan, produksi susu dan fase kebuntingan. Kebutuhan vitamin dan mineral : mineral dan vitamin lebih banyak berperan dalam mempertahankan produktivitas ternak dan dalam menjaga kesehatan ternak. Semakin tinggi tingkat produktivitas seekor ternak maka semakin kritis kebutuhannya terhadap kecukupan mineral dan vitamin. Pada prinsipnya, suplemen mineral yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain : rasio Ca:P = 2:1, mengandung mineral mikro yang sering defisien dalam ransum seperti Mn, Co, Cu, Se dan Zn, serta terhindar dari unsur-unsur toksik. Vitamin merupakan nutrien yang esensial pada sapi perah. Akan tetapi, karena kemampuan mikroba rumen dalam membentuk sebagian vitamin yang dibutuhkan oleh ternak inang, maka hanya vitamin A, D, dan E yang perlu mendapat perhatian dalam formulasi ransum sapi perah. Selain itu, pemberian karoten yang cukup perlu mendapat perhatian peternak.
Saran
Disarankan bagi peternak sapi perah agar memperhatikan dengan baik kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan produksi pada sapi perah agar dapat menghasilkan produksi susu yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
BPI, Tim penyusun. 2010. Kebutuhan zat makanan. Blog pendidikan indonesia. https://www.google.com/#q=cara+menetukan+kebutuhan+nutrisi+sapi+perah. (Diakses tanggal 3 November 2016 2016).
BPPTS , TIM Penyusun. 2011. Ransum pakan sapi perah. Balai Penyuluhan Pertanian. Tanjung Sari. http://bp3ktanjungsari.blogspot.com/2011/08/ransum-pakan-sapi perah.html. (Diakses tanggal 3 November 2016).
Chalupa, W. 1975. Amino acids nutrition in growing cattle. In: Tracers Studies on NPN for Ruminant II. Int. Atomic Energy Agency. Vienna, Austria. Pp. 175-194.
Hvelplund, T. and J. Madsen. 1985. Amino acid passageto the small intestine in dairy cows compared with estimates of microbial protein and undegraded dietary protein from analysis on the feed. Acta. Agric. Scand. Suppl. 25: 21-36.
JNMT (Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak). 2000. Potensi dan Prospek Bahan Pakan Alternatif. Bul. Peternakan, 16-18. Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kanjanapruthipong, J. and N. Buatong. 2002. Effect of rumen undegradable protein and mineral proteinate on early lactation performance and ovarian function of dairy cows in the tropics. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 806-811.
Kuswandi. 1998. Utilisation of Rice Hulls as the Basis of Rations for the Efficient Growth of Young Sheep. Disertasi. Dept. Wol and Anim. Sci. Univ. New South Wales, Sydney. Australia.
Kutches, A .J. 1979. Feeding Dairy Cattle. In Livestock Feeds and Feeding (Edited by D.C . Chruch). 0 & B. Books, Inc, USA.
Lee, M.C., S.Y. Hwang, and P.W.S. Chiou. 2001. Application of rumen undegradable protein on early lactating dairy goats. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:1549-1554.
MAFF, 1984. Energy Allowances and Feeding Systems for Ruminants. Reference Book 433, Ministry of Agriculture, Fisheries and Food, HMSO, London.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalg, and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. Fifth Edition. Longman Scientific and Technical Publisher.
McDowell, L.R., J .H. Conrad and J.K. Loosli. 1980. Mineral Defisiencies and Toxicities for Grazing Ruminants in the Tropics. In : Proceedings International Workshop on Studies on Feeds and Feeding of Livestock and Poultry-Feed Composition. Data Documentation and Feeding Systems in the APHCA Region. Utah State University, Loga, USA.
Moran, J.B. 2004. Constraints to Small Holder Dairying in South East Asia. In : Proceedings of the 11`h Animal Science Congress, (Eds. H.K. Wong, J.B. Liang, Z.A. Jelan, Y.W. Ho, Y .M. Goh, J.M. Panandam and W. Z. Mohamad). September 2004. Asian-Australasian Association of Animal Production Societies, Malaysia. Vol 1. pp. 153-157.
Orskov, E.R., 1998. The Feeding Of Ruminants:Principle and Practice 2nd edtion. Chalcombe Publication. London.
Sampurna, Putu. 2016. Pakan dan Nutrisi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Soetanto, H. 1994. Upaya Efisiensi Penggunaan Konsentrat dalarn Ransum Sapi Perah Laktasi. Pros. Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Pasuruan, 26 Maret 1994. Sub Balai Penelitian Ternak Grati, Pasuruan.
Sutarti, H ., A. Djajanegara, A. Rays dan T. Manurung. 1976. Hasil Analisa Bahan Makanan Temak. Laporan. Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor, No. 3.
Target. 1999. Feeding Dairy Cows. A Manual for use in the Target 10 Nutrition Program. (2 nd edition). (Eds. J.Hacobs and W. Hargreaves). Department of Natural Resources and Environment, Victoria.
Van Soest, P .J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminants. 0 & B Books: Oregon, Covallis.