LAPORAN TUTORIAL MODUL II PERDARAHAN
Kelompok 2 Anggun Fatmasari Yekti
2013730124
Dias Rahmawati Wijaya
2013730134
Dikara Novirman P
2013730136
Fahmi Fil Ardli
2013730141
Fitria Dwi Ambarini
2013730145
Rani Rahmadiyanti
2013730168
Reza Achmad Prasetyo
2013730169
Rifky Fadila Naratama
2013730171
Shella Arditha
2013730178
Vanessa Ully Rakhma
2013730185
Tutor: dr. Prabowo Soemarto, SpPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN AJARAN 2014-2015
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya buku pegangan Modul Tutorial untuk mahasiswa ini dapat disusun. Tidak lupa pula kita sampaikan shalawat serta salam bagi junjungan kita nabi Muhammad SAW. Buku pegangan Modul tutorial Sistem hematologi untuk mahasiswa ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa Program Studi Kedokteran dalam cara berpikir ilmiah dan sistematis dalam menghadapi kasus- kasus yang berkaitan dengan bidang hematologi. Di dalamnya terdapat tiga modul tutorial dengan judul ANEMIA, PERDARAHAN, dan KEGANASAN DARAH. Di dalam modul ini juga dilengkapi dengan lembar kerja untuk mahasiswa serta tatacara pelaksanaan tutorial. Terima kasih kepada Tim pengampu sistem hematologi yang telah memberikan kontribusi sehingga buku ini dapat disusun, semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Skenario Wanita, umur 5 tahun, dibawa ke Puskesmas karena ada bintik bintik merah di lengan, tungkai dan badan, dan keluar darah dari anusnya. Penderita tidak demam. Enam hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek.
Kata sulit :
Kata/kalimat kunci :
1. Wanita umur 5 tahun 2. Bintik-bintik merah di lengan, tungkai, badan 3. Keluar darah dari anus 4. Penderita tidak demam 5. Enam hari sebelumnya batuk pilek
TIU Mampu menjelaskan dan memahami segala aspek yang berhubungan dengan darah normal yang meliputi fisiologi, metabolisme, dan biokimia serta penyakit anemia, meliputi : 1. Definisi 2. Klasifikasi 3. Etiologi & epidemiologi 4. Patofisiologi 5. Gejala klinis 6. Tindakan preventif 7. Penatalaksanaan 8. Prognosis & komplikasi
Pertanyaan 1. Jelaskan definisi dan mekanisme fisiologi dari hemostasis? 2. Jelaskan mekanisme perdarahan? 3. Jelaskan mekanisem penggumpalan darah? 4. Jelaskan factor penyebab terjadinya perdarahan? 5. Jelaskan dari gangguan vaskuler (SS)? 6. Jelaskan dari gangguan trombosit (ITP)? 7. Jelaskan gangguan pembekuan darah (DIC dan Hemofilia)? 8. Jelaskan WD & DD terkait scenario? 9. Jelaskan kemungkinan bintik-bintik merah, keluar darah dari anus pada scenario? 10. Jelaskan adakah hubungan penyakit dengan riwayat sebelumnya?
MIND MAP
Hemostasis Fisiologi
Patologi
Gangguan Vaskular (SS) (SS)
Gangguan Trombosit V ) (ITP V tTrombosit
Gangguan Pembekuan (DIC, Hemofilia)
Perdarahan
Nama: Fahmi Fil Ardli NIM: 1.
2013730141
Jelaskan definisi dan mekanisme fisiologi dari hemostasis?
Hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah.
Mekanisme Hemostasis Terdiri dari :
-
respon vaskular
-
perlekatan platelet
-
pembentukan bekuan
-
stabilisasi bekuan
-
pembatasan bekuan hanya pada tempat jejas oleh regulator antikoagulan
-
pengembalian lumen pembuluh darah oleh fibriolisis
-
penyembuhan
Trombosit merupakan sel kecil yang berinti, berbentuk diskoid dengan diameter rata-rata 1,5-3
m.
Trombosit dihasilkan dan dilepas dari megakariosit yang ada disumsum tulang dengan waktu maturasi 4-5 hari, dan masa hidup didalam sirkulasi kira-kira 9-10 hari. Jumlah trombosit dalam darah vena orang dewasa normal rata-rata 250.000/ L ( 140-440.000/ L ).
Hemostasis melibatkan 3 langkah utama yaitu:
1. Spasme Vaskuler Pembuluh darah yang terpotong atau robek akan segera berkontraksi akibat resfon vaskuler inheren terhadap cedera dan vasokontriksi yang di induksi oleh rangsang sistemik. Kontraksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga pengeluaran darah dapat di perkecil. Karena permukaan endotel (bagian dalam) pembuluh sering menekan satu sama lain akibat spasme vaskuler awal ini, endotel ini
akan menjadi lengket satu sama lainnya, kemudian menutup pembuluh yang rusak. Tindakan ini saja tidak cukupuntuk secara total mencegah pengeluaran darah selanjutnya, tetapi penting untuk memperkecil pengeluaran darah dari pembuluh yang rusak sampai tindakan – tindakan hemostasis lainnya mampu menyumbat defek tersebut.
2. Pembentukan sumbat trombosit
Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke permukaan endotel pembuluh darah, tetapi apabila lapisan dalam itu rusak akibat cedera pembuluh, trombosit akan melekat ke kolagen yang terpajan, yaitu protein fibrosa yang terdapat di jaringan ikat di bawahnya. Setelah berkumpul di tempat cedera tersebut, trombosit mengeluarkan zak kimia penting dari granula simpanan mereka. Di antara zat kimia tersebut adalah adenosis defosfat (ADP), yang menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi yang lewat menjadi lengket dan melekat ke lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang baru melekat ini mengeluarkan banyak ADP sehingga lebih banyak lagi trombosit yang melekat, demikian seterusnya dengan demikian sumbatannya cepat terbentuk di tempat cedera melelui unpan balik positif. Proses penumpukan ini diperlukan untuk pembentukan suatu zat kimia pelantara, tromboksan A2 dari komponen membrane plasma trombosit yang terkontak dengan kolagen.
Trombosan A2 berkaitan erat dengan prostaglandin, sekelompok zat pertama kimiawi yang bekerja local yang di temukan luas tubuh. Zat pelantara local ini adalah turunan asam lemak yang di temukan fosfolifid membran. Tromboksan A2 secara langsung mendorong agresi trombosit dan secara tidak langsung meningkatkan proses tersebut dengan mencetuskan pengeluaran lebih banyak ADP dari granula trombosit. Dengan melihat sifat agregasi tombosist yang terus menerus, mengapa setelah di mulai sumbat trombosit hanya terbatas pada tempat cedera? (dengan kata lain kenapa sumbat thrombosis tidak berkembang dan menutupi lapisan dalam pembuluh normal?) alasan kunci mengapa hal ini tidak terjadi adalah bahwa endotel normal mengeluarkan prostaglandin, adalah suatu zat kimia yang menghambat agregasi trombosit. Dengan demikian sumbat thrombosis terbatas pada defek tidak menyebar ke vaskuler normal. Sumbat trombosit tidak hanya secara fisik menebal di pembluh, tetapi juga melakukan tiga fungsi penting lain:
1.
Kompleks protein aktin myosin di dalam trombosit yang membentuk agregat tersebut berkontraksi untuk memperkuat sumbat yang semula longgar.
2.
Zat – zat kimia yang di keluarkan dari sumbat trombosit mencakup beberapa vasokonstriktor kuat (serotonin, evinefrin, dan tromboksan A2) yang menyebabkan kontaksi pembuluh yang terkena untuk memperkuat spasme vaskuler yang sudah terjadi.
3.
Sumbat trombosit mengeluarkan zat – zat kimia lain yang meningkatkan koagulasi darah.
Walaupun mekanisme pembentukan sumbat trombosit saja sering cukup untuk menambal sedemikian banayk robekan halus di kapiler dan dinding pembuluh lainnya yang sering terjadi tiap hari, lubang yang lebih besar di pembuluh ini memerlukan bekuan darah agar secara total menghentikan pendarahan.
3. Mekanisme Koagulasi
Dalam proses koagulasi, beberapa faktor pembekuan tergantung pada vitamin K. Mekanisme koagulasi ini terdiri dari dua jalur, yaitu jalur Ekstrinsik dan jalur Intrinsik seperti pada gambar 1.1.
Gambar 1.1. Jalur Hemostasis ( jalur ekstrinsik dan ekstrinsik )
Jalur Ekstrinsik Jalur ini teraktivasi dimulai pada saat jaringan mengalami cidera, sehingga menyebabkan terpaparnya faktor jaringan ( tissue factor/ TF ) yang terdapat pada membran sel. Jalur ini adalah jalur utama yang mengawali proses homeostasis in vivo. TF kemudian diekspresikan secara terusmenerus oleh sel-sel endotelia. TF ini akan diekspresikan oleh sel endotelia dan makrofag setelah diaktivasi oleh jejas langsung, oleh sitokin, kompleks imun atau produk bakteri. TF kemudian akan berinteraksi dengan faktor VII yang kemudian teraktivasi menjadi faktor VIIa ( lihat gambar 1.1 ). Jalur Intrinsik Dimulai dengan teraktivasinya faktor XII akibat kontak dengan permukaan bermuatan negatif. Kemudian dengan adanya prekallikrein dan HMWK ( high molecular weight kininogen ), faktor XIIa kemudian mengaktivasi faktor XI menjadi XIa yang kemudian mengaktivasi faktor IX dan seterusnya ( lihat gambar 1.1 ). Secara in vivo, faktor-faktor ini berkumpul dan teraktivasi pada membran fosfolipid. Walaupun aktivasi pembekuan melalui jalur intrinsik tidak sering terjadi in vivo, jalur intrinsik penting untuk menjaga konsentrasi faktor Xa oleh karena ikatan TF/ VIIa akan dihambat oleh TFPI ( tissue factor pathway inhibitor ).
Pada pasien dengan Hemofilia A dan Hemofilia B, proses pembekuan menjadi tidak efektif karena tidak tersedianya cukup faktor IX atau VIII untuk mempertahankan konsentrasi faktor Xa.
Inhibitor Dan Promotor Koagulasi Bertujuan untuk : membatasi aktivitas koagulasi hanya pada tempat cidera. Terdiri dari :
Inhibitor Fisiologis
o
TFPI Target
: kompleks faktor VIIa/ TF dan faktor Xa
Inhibitor ini dilepaskan dari sel endotelia dan dari trombosit dengan stimulasi trombin. o
Antitrombin III ( AT III ) Target
: trombin dan faktor Xa
Berfungsi menghambat IXa, XIa, XIIa, kompleks VIIa/ TF Kecepatan inhibisi meningkat bila berikatan dengan heparin. o
Trombomodulin, Protein C dan Protein S Trombin sisa dari daerah cidera mengikuti aliran darah kemudian berikatan dengan trombomodulin pada membran endotel. Trombomodulin kemudian mengikat dan mengaktivasi protein C yang membentuk kompleks dengan kofaktor protein S. Kemudian fungsi prokoagulan trombin serta kemampuan mengaktivasi trombosit akan terhambat.
Fibrinolisis Bertugas melarutkan fibrin pada pembuluh darah untuk mempertahankan patensi lumen dan membantu penyembuhan luka. Fibrin dilarutkan oleh plasmin menjadi FDP ( fibrin degradation products ), fragmen E dan D-dimer. Plasminogen diaktifkan menjadi plasmin oleh tissue type plasminogen activator ( t-PA ) atau urokinase type plasminogen activator ( u-PA ) atau disebut juga urokinase. t-PA yang tidak terikat membentuk kompleks dengan plasminogen activator inhibitor 1 ( PAI-1 ) dan dibersikan di dalam sirkulasi darah.
Inhibitor Patologis Disebut juga inhibitor yang didapat, bertindak sebagai antibodi terhadap faktor koagulasi tertentu. Inhibitor ini dapat terbentuk pada penderita defisiensi faktor koagulasi yang mendapat tranfusi faktor koagulasi. Kelainan ini didapatkan pada 20% penderita Hemofilia A dan 5 % pada pasien Hemofilia B. Autoantibodi terhadap faktor VIII dapat terbentuk pada penderita penyakit kolagen-vaskular, wanita postpartum, orang tua yang sehat.
Inhibitor Farmakologis
Antitrombin ( Heparin )
Defibrinogenating agent ( Sejumlah bisa ular )
Antagonis Vitamin K ( Dikumarol dan wafarin
Faktor-faktor pembekuan darah :
Faktor I Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang
langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin. Faktor VI Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan
prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase. Referensi: Fisiologi Manusia Sherwood Edisi 6
Nama: Dikara Novirman P NIM: 2013730136 2. Jelaskan mekanisme perdarahan !
Berdasarkan letak keluarnya darah, perdarahan dibagi menjadi 2 macam, yaitu perdarahan terbuka dan perdarahan tertutup. Pada perdarahan terbuka, darah keluar dari dalam tubuh. Tekanan dan warna darah pada saat keluar tergantung dari jenis pembuluh darah yang rusak. Jika yang rusak adalah pembuluh arteri (pembuluh nadi), maka darah memancar dan berwarna merah terang. Jika yang rusak adalah pembuluh vena (pembuluh balik), maka darah mengalir dan berwarna merah tua. Jika yang rusak adalah pembuluh kapiler maka darah merembes seperti titik embun dan berwarna merah terang. Pengendalian perdarahan bisa bermacam-macam, tergantung pada jenis dan tingkat perdarahannya.
Mekanisme Perdarahan Pendarahan bisa terjadi apabila kerusakan pembuluh darah terbuka dan tekanan di dalam pembuluh darah harus lebih besar dari tekanan luar pembuluh darah untuk mendorong darah keluar dari kerusakan tersebut. Kemungkinan perdarahan bisa dibagi 2:
1. Perdarahan luar Pendarahan luar terjadi akibat kerusakan dinding pembuluh darah disertai dengan kerusakan kulit, yang memungkinkan darah keluar dari tubuh. Perdarahan diluar sangat mudah dikenali. Jika kulit rusak oleh pencabikan, tusukan, atau luka lecet, darah dapat disaksikan ketika ia mengalir keluar dari tubuh. Kulit kepala, dengan suplai yang kaya darahnya, terkenal untuk penunjukan kehilangan darah yang secara besarbesaran.
Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami gangguan pendarahan luar dibedakan menjadi: 1. Pendarahan Arteri Darah yang keluar dari pembuluh nadi keluar menyembur sesuai dengan denyut nadi dan berwarna merah terang karena masih kaya dengan oksigen. 2. Pendarahan Vena Darah yang keluar dari pembuluh vena mengalir lambat, berwarna merah gelap Karena mengandung karbon dioksida. 3. Pendarahan Kapiler Berasal dari pembuluh darah kapiler, darah yang keluar merembes. Pendarahan ini sangat kecil sehingga hampir tidak memiliki tekanan/semburan. Warnanya bervariasi antara merah terang dan merah gelap. 2. Perdarahan dalam Perdarahan dalam berarti perdarahan yang tidak dapat dilihat pada bagian luar tubuh, personel medis cenderung menggunakan istilah-istilah yang menggambarkan secara tepat dimana didalam tubuh perdarahan ditemukan. Perdarahan internal mungkin terjadi didalam jaringan-jaringan, organ-organ, atau di rongga-rongga tubuh termasuk kepala, dada, dan perut. Contoh-contoh dari tempat-tempat perdarahan yang potensial termasuk mata, jaringan-jaringan pelapis dari jantung, otot-otot, dan sendi-sendi. Perdarahan internal dapat menjadi jauh lebih sulit untuk diidentifikasi. Ia mungkin tidak menjadi bukti untuk berjam-jam setelah ia mulai, dan gejala-gejala terjadi ketika ada kehilangan darah yang signifikan atau jika gumpalan darah cukup besar untuk menekan organ dan mencegahnya berfungsi secara benar. Perdarahan internal terjadi ketika kerusakan pada arteri atau vena mengizinkan darah terlepas dari sistim sirkulasi dan terkumpul didalam tubuh. Jumlah perdarahan tergantung pada
jumlah kerusakan pada organ dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplainya, serta kemampuan tubuh untuk memperbaiki pecahan-pecahan pada dinding-dinding dari pembuluhpembuluh darah. Mekanisme-mekanisme perbaikan yang tersedia termasuk keduanya sistim pembekuan/penggumpalan darah dan kemampuan pembuluh-pembuluh darah untuk mengejang (spasme) untuk mengurangi aliran darah ke area yang terluka.
Nama: Dias Rahmawati Wijaya NIM: 2013730134 3. Jelaskan mekanisme penggumpalan darah! Faktor Pembekuan Darah Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu tromboblastin, protrombin, Ca 2+ dan fibrinogen. Saat ini telah diketahui ada 12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, yaitu: Faktor
Nama
I
Fibrinogen
II
Protrombin
III
Tromboplastin ( faktor jaringan)
IV
Ca2+
V
Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob)
VII
Prokonvertin
VIII
Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)
IX
Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas)
IX
Faktor stuart-power
X
Anteseden tromboplastin plasma (PTA)
XII
Faktor hageman
XIII
Faktor Laki-Lorand
Tabel 1.1 faktor pembekuan darah. 2
Proses Penggumpalan Darah ( Koagulasi ) Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang
berdekatan, pada darah, atau berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen atau unsur jaringan lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian tersebut, mekanisme ini menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang selanjutnya akan mengubah protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya. 1
Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama: 1.
Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi
kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang disebut activator protrombin. 2. Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin. 3. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan. Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu : 1. Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan jaringan sekitarnya 2. Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri. Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma, terutama betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang telah diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor pembekuan darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang inaktif. Bila berubah menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses pembekuan berupa reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat. 1 Gambar mekanisme pembekuan darah3 Sebagian besar factorpembekuanditandai dengan angka Romawi. Bila kita ingin mengatakan bentuk factor yang telah teraktivasi,maka kita harus menambah huruf “a” setelah angka romawi. A.
Mekanisme Ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator
protrombin dimulai dengan dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkahlangkah, yaitu :
1. Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut factor jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari membrane jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang tinggi.
2. Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari factor jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion kalsium, factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor X yang teraktivasi.
3.
Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan factor V.
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang membentuk senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah protrombin menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap permulaan, factor V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari thrombin akan mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam mengaktifkan protrombin. Pada akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan pemecahan protrombin menjadi thrombin.
B.
Mekanisme Instrinsik
Mekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai denganterjadinya trauma terhadap darah itu sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan kemudian berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat. 1. Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh darahakan mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan Trombosit. Bila factor XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu sebagai enzim proteolitik yang disebut
factor XII yang teraktivasi. Pada saat bersamaan,trauma terhadap darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan permukaan basah,dan ini akan melepaskan fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein, yang disebut 3 faktor pembekuan selanjutnya. 2.
Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor
XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik. Reaksi ini memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh prekalikrein. 3. Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor XI dan mengaktifkannya. 4. Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari trombosit yang rusak, mengaktifkan factor X. 5. Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V. Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut activator protrombin.
Referensi: 1.
Guyton, Arthur C., dan John E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2.
Murray Robert K., dkk. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.
3.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi6. Jakarta:EGC
4. jelaskan faktor penyebab terjadinya perdarahan Perdarahan adalah ... berbeda dengan pendarahan, pendarahan adalah Terjadinya perdarahan bila adanya gangguan pada komponen-komponen berikut ini: 1. PEMBEKUAN Faktor-faktor yang mempengruhi: Nama Internasional I
Sinonim Fibrinogen
II
Protrombin
III
Faktor jaringan,
IV
Tromboplastin jaringan Kalsium (Ca)
V
Proakselerin, Faktor Labil
VII
Prokonvertin, Faktor Stabil
VIII
Antihemophilic Factor, AHF-A
IX X
Plasma Thromboplastin Component (PTC), Christmas Factor, AHF-B Stuart Prower Factor
XI
Plasma Thromboplastin Antecedent
XII
(PTA), AHF-C Hageman Factor, AHF-D
XIII
Fibrin Stabilizing factor (FSF)
Prekalikrein
Fletcher Factor
Kininogen
Fitzgerald factor
Bila terjadi gangguan pada 12 faktor diatas, maka bisa terjadi perdarahan. Misal, gangguan pada faktor VIII menyebabkan penyakit Hemofilia A. Sedangkan pada pasien hemofili bila terjadi robekan pembuluh darah maka darah sukar menggumpal karena tidak ada faktor penggumpalan sehingga terjadi perdarahan. 2. Vaskuler Jika terjadi kerusakan maka akan terjadi perdarahan. Misal, permeabilitas yang meningkat sehingga menyebabkan perdarahan. Contohnya pada Sindroma SchönleinHenoch. Dan juga apabila terjadi robekan pada pembuluh darah.
3. Trombosit Jika terjadi gangguan pada trombosit akan terjadi perdarahan. Misal, pada penyakit ITP. Pada pasien ITP terjadi trombositopenia sehingga tidak dapat menggumpalkan darah, bisa terjadi melena.
Nama: Shella Arditha NIM: 2013730178 5.
Jelaskan dari gangguan vaskuler (SS)?
SINDROM HENOCH-SCHOENLEIN ( HENOCH SCHONLEIN PURPURA) DEFINISI Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau
atralgia, nyeri
abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis atau hematuria. Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik.
EPIDEMIOLOGI Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah)dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki dibanding anak perempuan (2 : 1).
ETIOLOGI Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi (vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis a dan b, paratifoid, a dan b, tifoid, kolera) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina). Infeksi bisa berasal dari bakteri ( spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenza, legionella, yersinia, Shigella, dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr) Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor). Namun IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1daripada IgA2.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:
Infeksi : Mononukleosis, Infeksi parvovirus B19, Infeksi Streptokokus grup A, Infeksi Yersinia, Sirosis karena Hepatitis-C, Hepatitis, Infeksi Mikoplasma, Infeksi ShigellaVirus Epstein-Barr,
Infeksi Salmonella,
Infeksi viral Varizella-zoster,
Enteritis Campylobacter
Vaksin : Tifoid, Kolera, Campak, Demam, kuning
Alergen : Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin), Makanan, Gigitan serangga, Paparan terhadap dingin
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
PATOFISIOLOGI Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vascular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, arthritis dan perdarahan gastrointestinal. Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis HSP, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator inflamasi.TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel.
MANIFESTASI KLINIS HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah,nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehinggaseringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat. Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada
kulit
ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi
palpable purpura
tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 –
24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan. Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh.Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan anoreksia. Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis bisa didominasi oleh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki.Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic Edema of Infancy). Selain purpura, ditemukan pula gejala artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari)
dari
kelainan
kulit.
Sendi
yang
terkena
menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan panas.
Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri
dapat ataupun abdomen
atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. Perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi
maupun
tidak.
Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria,sindrom nefrotik atau nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit
ginjal
yang
berat.
Udem
ini
tergantung
pada
derajat
proteinuria
namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma.
Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas,ketidakstabilan emosi, kejang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh trombositopenia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA. Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun. Biopsi
lesi
kulit
menunjukkan
adanya
vaskulitis
leukositoklastik.
Imunofluorosensi
menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah.
DIAGNOSIS Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ektremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis.
PENGOBATAN Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatannya suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakanOAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu peteki dan perdarahan saluran cerna.
Bila
ada
gejala
abdomen
akut,
dilakukan
operasi.
Bila
terdapat
kelainan
ginjal
progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 – 750mg/hr selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tapperingoff steroid hingga 6 bulan. Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat,
artritis,
manifestasi
vaskulitis
pada
SSP,
paru
dan
testis,
nyeri
abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.
PROGNOSIS Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit. Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini jarang terjadi. Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset,eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi,adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial.
REFERENSI
Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: IkatanDokter Anak Indonesia, 2007;373-7.2.
Bossart P.HenochSchönlein Purpura. eMedicine, 2005. Diakses dariwww.emdecine.co m/emerg/topic84.htm.
Scheinfeld
NS.Henoch
Schonlein
Purpura.
eMedicine,2008.
Dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview.
D’Alessandro DM. Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education,2009. Diakses darihttp://www.pediatriceducation.org/2009/02 /.
Kraft
DM,
McKee
D,
Scott
C.
Henoch-Schönlein
AmericanFamily Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html.
Purpura:
A
Review.
Nama
: Reza Achmad Prasetyo
NIM
: 2013 730 169
6. Jelaskan mengenai gangguan trombosit (ITP) !
A. Gangguan Kuantitatif Berdasarkan kualifikasi dan penggolongan nya, gangguan trombosit kuantitafif (berdasarkan masalah jumlah trombosit yang di atas maupun dibawah nilai normal) di bagi menjadi dua klasifikasi. Yaitu :
1. Trombositopeni
Yang di maksud dengan trombositopeni yaitu permasalah perdarahan yang mengakibatkan keluarnya pasokan trombosit dari tubuh manusia melalui proses perdarahan itu sendiri dan menyebabkan turunnya kadar atau jumlah trombosit dari ambang normalnya
2. Trombositosis
Sedangkan yang dimaksud dengan trombositotsis yaitu permasalah perdarahan yang dimana terjadi sintesis atau pembentukan thrombus yang berlebihan, dan hal tersebut kemudian menyebabkan meningkatnya kadar atau jumlah trombosit dari ambang normalnya.
Trombosit memiliki fungsi fisiologis dalam tubuh manusia, oleh karena itu fluktuasi atau perubahan pada kuantitas (jumlah / kadar) dan kualitas (fungsi) dari trombosit sangat berpengaruh dalam status kesehatan seseorang dan dapat berarti mengarahkan ke suatu kelainan
bila nilai-nilai trombosit tidak pada nilai normalnya. Oleh karena itu telah ditentukan nilai normal trombosit, sebagai berikut :
Normal = 150.000 sampai dengan 400.000 /mm3 Kelainan ( bila terjadi perdarahan spontan ) = < 50.000/mm3.
TROMBOSITOPENI
a) Gangguan Produksi Gangguan pada trombosit pada klasifikasi trombositopeni (menurunnya jumlah trombosit) yang pertama yaitu permasalah pada produksi (sintesis) trombosit tersebut. Gangguan tersebut memiliki patologi berupa hipoproliferasi yang menyebabkan anemia aplastic dan gangguan pada produksi ATP.
Dan juga terjadi pada proses trombopoiesis (pembentukan
trombosit). Proses trombopiesis yang tidak efektif dapat menyebabkan anemia megaloblastik dan ANLL M7.
b) Gangguan Distribusi Pada gangguan distribusi (pemasokan) trombosit akan terjadi manifestasi trombosit berupa splenomegali (“pooling” trombosit), dan juga akan terjadi limfoma.
c) Gangguan Pengenceran / Pencarian Normal nya trombosit mempunyai peran dalam mengatur kadar keenceran dan kekentalan darah dalam tubuh manusia. Pada gangguan ini terjadi gangguan fungsi trombosit pada menjada keenceran darah pada keadaan normalnya. Hal tersebut bisa disebabkan oleh karena tranfusi darah massif atau besar-besaran.
d) Pengrusakan Abnormal
Pada pengrusakan abnormal dibagi lagi menjadi 2 klasifikasi yaitu dikarenakan hal selain imun dan dikarenakan oleh factor imunitas. # Non-Imun : dikarenakan oleh infeksi DHF dan sepsis # Imun :
manifestasi berupa ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura Trombositopeni neonatal Purpura post-transfusi
#obat :
kinidin, sulfafinadzin, Dilantin, kinadzin
e) Konsumsi Abnormal DIC dan DHF
B. Gangguan Kualitatif Gangguan Kualitatif dapat berupa gangguan dimana fungsi fisiologis trombosit dalam tubuh tidak lagi sebagaimana mestinya, atau bisa dikatakan kualitas trombosit yang menurun atau bahkan rusak dan tidak berkerja normal lagi. Gangguan tersebut dapat berupa trombastenia atau trombopati. Gangguan tersebut khusus nya terjadi pada proses trombopoiesis utama yaitu : 1. Gangguan Adhesi 2. Gangguan Agregasi : Diphenydramin dapat mencegah agregasi trombosit 3. Gangguan Reaksi pelepasan Platelet : Asam Asetil Salisilik dapat mengganggu pelepasan ADP pada proses reaksi pelepasan platelet yang menyebabkan asetilasi pada membrane trombosit.
Idiopathic / Immune Thrombocytopenic Purpura ( ITP )
Idiopathic (Autoimmune) Thrombocytopenic Purpura (ITP / ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoantibodi IgG dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibody antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insidens tersering pada usia 20-50 dan lebih sering pada wanita disbanding laki-laki (2:1). Destruksi trombosit meningkat dan umur trombosit lebih pendek.
Klasifikasi Akut : terjadi sebanyak 85% - 95% , dan berakhir secara self limiting, terjadi pada anakanak. Kronik : 10 – 15% : terjadi pada orang dewasa.
Akut Terjadi pada anak 2 – 8 tahun. Pada 50% kasus 1 – 6 minggu sebelumnya terinfeksi virus ISPA, hepatitis, mumps, mononucleus infectiosa, sitomegalovirus, dll. Gejala klinis nya berupa perdarahan pada kulit dan selaput lender. Petekie & ekimosis. Melena, hematuria. Jarang terjadi perdarahan alat dalam. Trombositopeni berat dan terjadi perdarahan otak. Uji turniket positif. Pemeriksaan laboratorium darah
menandakan adanya trombositopeni. Pada hapusan
darah bentuk trombosit abnormal, ukuran abnormal, dan bersegmen atau terpisah pisah. Retraksi bekuan berkurang, waktu perdarahan memanjang. PT dan APTT normal. Biopsi Sum-sum Tulang untuk menyingkirkan diagnosis banding anemia aplastic dan leukemia. Pada hasil biopsy terdapat megakariosit jumlah normal atau meningkat. Morfologi sitoplasma lebih basophil dan kurang granulasi.
Pengobatan ITP Akut istirahat dan hindari trauma. Kasus ringan tidak perlu pengobatan. Pada kasus berat seperti perdarahan luas atau berat dapat diberikan kortikosterioid Prognosis 85 – 95% sembuh dan 10-15% menjadi kronis.
Kronis Terjadi nya trombositopeni ( <100.000/mm3 ) selama lebih dari 6 bulan. Remisi spontan sangat jarang. Pada umur lebih dari 10 tahun dan lebih banyak pada perempuan ketimbang laki laki. Pengobatan dapat diberikan kortikosteroid, imunosupresif, IgG dan splenektomis.
Manifestasi Klinis Secara keseluruhan ITP banyak terjadi pada masa anak, tersering dipresipitasi oleh infeksi virus dan biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya, pada orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu infeksi virus. Pasien secara umum tampak baik dan tidak demam. Keluhan yang dapat ditemukan adalah perdarahan mukosa dan kulit. Perdarahan yang paling umum adalah epistaksis, perdarahan mulut, menoragia, purpura, dan petekie.
Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombosit < 10.000/ml. Hitung jenis lain normal, kecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia ringan yang disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan hemolysis. Pemeriksaan morfologi sel darah normal, kecuali trombosit yang agak membesar (megakariosit). Megakariosit ini merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respons terhadap destruksi trombosit. Pada pemeriksaan, sumsum tulang terlihat normal, dengan jumlah megakariosit normal atau meningkat. Tes koagulasi terlihat mendekati normal, meskipun tes tersebut sangat sensitive (95%) namun sangat tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan trombositopenia dari berbagai sebab dapat mempunyai peningkatan IgG trombosit.
Penatalaksanaan
beberapa pasien ITP mengalami remisi spontan dan sebagian besar akan memerlukan pengobatan, pengobatan inisial dengan prednisone 1-2mg/kg BB. Prednisone berkerja pertamakali dengan menurunkan afinitas makrofag dari limfa untuk antibody – COATED trombosit. Terapi dosis tinggi prednioson juga dapat menurunkan ikatan antibody pada permukaan trombosit dan terapi jangka panjang dapat menurunkan produksi antibody. Perdarahan sering kali dapat berkurang dalam satu hari setelah awal penggunaan prednisone. Efek ini berperan dalam mempertahankan stabilitas vascular. Hitung trombosit biasanya akan meningkat dalam 1 minggu. Dan respon pengobatan sebagian besar selalu tampak dalam tiga minggu. Sekitar 80% dari pasien yang berrespon terhadap pengobatan dan hitung trombosit biasanya akan kembali normal, terapi dosis tinggi harus perlahan-lahan diturunkan (taperingoff). Dosis pemeliharaan prednisone ditujukan untuk tetap mempertahankan hitung thrombosis yang stabil. Resiko perdarahan kecil dengan hitung trombosit > 50.000 / ml.
splenektomi merupakan terapi definitive bagi pasien ITP dewasa. Splenektomi di indikasikan bila pasien tidak berrespon pada pemberian prednisone dosis awal atau dosis tinggi untuk mempertahankan hitung trombosit yang adekuat. Splenektomi dapat tetap aman meskipun hitung trombosit kurang dari 10.000/ml. sekitar 80% dari pasien splenektomi akan mengalami remisi baik parsial atau sempurna.
Imunoglobulin dosis tinggi iv (400mg/Kg BB) selama 3-5 hari, mempunyai efektifitas tinggi (90%) dalam meningkatkan hitung trombosit dengan cepat, yaitu 1-5 hari. Namun pengoabtan ini sangat mahal dan efeknya berakhir hanya 1-2 minggu. Terapi immunoglobulin harus diberikan pada situasi gawat darurat seperti persiapan operasi pada pasien dengan trombositopenia berat.
Pada pasien yang gagal, baik pada terapi perednison/splenektomi, dapat digunakan danazol 600mg/hari yang telah berespons terhadap 50% kasus.
Imunosupresif sepert vinkristiln, infus vinblastine, azathioprine, dan cyclofosfamide, dapat digunakan pada kasus-kasus refrakter.
Transfuse trombosit, jarang diberikan pada pengobatan ITP. Transfuse ahanya diberikan pada kasus kasus perdarahan berat yang mengancam jiwa untuk mempertahankan kemantapan hemostasis.
Prognosis Prognosis untuk remisi baik. Perhatian utama selama fase initial adalah dapat terjadinya hemoragic serebral, yang berisiko bilamana hitung trombosit < 5.000/mL pada penyakit yang kronik, dimana tidak berespon kepada prednisone dan splenektomi, biasanya, pasien memerlukan penatalaksanaan lanjutan.
Referensi Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-tiga Jilid 1. Jakarta ; Media Aesclapius Dorland, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi 28. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC Markam, Soemarno. 2011. Kamus Kedokteran Edisi Keenam. Jakarta ; Badan Penerbit FKUI
Nama: Anggun Fatmasari Yekti NIM: 2013730124 7. Jelaskan gangguan penggumpalan darah?
Hemofilia
Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia A timbul jika ada kelainan pada gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII). Sedangkan, hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX). Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena mempunyai tampilan klinis yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa. Hemofilia adalah salah satu penyakit genetik tertua yang pernah dicatat. Kelainan perdarahan yang diturunkan yang terjadi pada seorang laki-laki tercatat dalam berkas Talmud pada Abad Kedua. Sejarah modern dari hemofilia dimulai pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan adanya anak yang menderita hemofilia. Pada tahun 1820, untuk pertama kalinya dilakukan ulasan tentang hemofilia oleh Nasse. Pembuktian adanya kecacatan pada proses pembekuan darah pada hemofilia dilakukan oleh Wright pada tahun 1893. Namun, faktor VIII (FVIII) belum teridentifikasi hingga tahun 1937 ketika Patek dan Taylor berhasil mengisolasi faktor pembekuan dari darah, yang saat itu disebut sebagai faktor antihemofilia (AHF). Suatu bioasai dari faktor VIII diperkenalkan pada tahun 1950. Walaupun hubungan antara FVIII dan faktor von Willbrad (vWF) telah diketahui, namun hal ini tidak disadari saat itu. Pada tahun 1953, kurangnya faktor VIII pada pasien dengan defisiensi vWF pertama kali dijelaskan. Penelitian berikutnya oleh Nilson dan kawan-kawan mengindikasikan adanya interaksi antara 2 faktor pembekuan sebelumnya. Pada tahun 1952, penyakit christmas pertama kali dideskripsikan dan nama penyakit tersebut diambil dari nama keluarga pasien pertama yang diteliti secara menyeluruh. Penyakit ini sangat berbeda dari hemofilia karena pencampuran plasma pasien penyakit christmas dengan plasma pasien hemofilia menormalkan masa pembekuan (clotting time/CT) karena itu hemofilia A dan B kemudian dibedakan. Pada awal tahun 1960an, kriopresipitat adalah konsentrat yang pertama kali ada untuk terapi hemofilia. Pada tahun 1970an, lyophilized intermediate-purity concentrates atau konsentrat murni liofil menengah pertama kali dibuat dari kumpulan darah donor. Sejak saat itu terapi hemofilia secara dramatis berhasil meningkatkan harapan hidup penderitanya dan dapat memfasilitasi mereka untuk pembedahan dan perawatan di rumah Pada tahun 1980an, risiko tertular penyakit yang berasal dari konsentrat FVII pertama kali diketahui. Kebanyakan pasien dengan hemofilia berat terinfeksi oleh penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Pada akhir tahun 1980an hampir semua pasien hemofilia berat terinfeksi hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan HIV. Teknik virisidal terbaru kemudian ditemukan dan efektif
membunuh virus-virus tersebut. Standar terbaru tatalaksana hemofilia sekarang menggunakan konsentrat FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan risiko tertular virus. Dalam anamnesa biasanya akan didapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga lakilaki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal. Beratnya perdarahan bervariasi akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi ) merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini. Epidemiologi 1. Mengenai 1 dari 10.000 laki-laki di dunia. 2. Hemofilia A mendominasi 80% kasus dari keseluruhan 3. Laki-laki terdiagnosa secara klinis, perempuan apabila karier bersifat asimtomatik Kelainan fisik Kelainan fisik tergantung dari perdarahan yang sedang terjadi yang dapat berupa hematom di kepala atau ekstremitas, dan juga sering dijumpai hemartrasi. Tentu didaerah hematom akan ada perasaan nyeri. Jarang terjadi gangren. Perdarahan interstial akan menyebabkan atrofi otot, pergerakan akan terganggu, dan kadang-kadang menyebabkan neuritis perifer. Perdarahan dapat terjadi semenjak lahir atau neonatus. Gejala lain yang sering timbul diantaranya mudah memar, perdarahan intramuskular, dan hemartrosis. Gangguan yang mengancam jiwa terjadi bila perdarahan terjadi di organ yang vital seperti sistem saraf,sistem pernafasan, dan sistem pencernaan. Pemeriksaan hematologis Pemeriksaan yang dilakukan untuk pasien yang dicurigai hemofili diantaranya : 1. Jumlah trombosit normal 2. Waktu perdarahan normal 3. Waktu pembekuan normal 4. Protrombin Time 5. Trombin time 6. Pemeriksaan spesifik untuk faktor VII, IX Diagnosa Diagnosa pasti hemofilia atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul diantaranya : 1. Akibat dari perdarahan atau transfusi darah. Komplikasi akibat perdarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot atau neuritis. 2. Kerusakan sendi dan otot 3. Hematuria, bila gumpalan darah terjadi di uretra, dapat menyebabkan nyeri yang tajam. 4. Perdarahan sistem pencernaan, kelainan yang timbul dapat berupa adanya darah pada feses dan muntah. Kehilangan darah secara kronis akibat ini dapat menyebabkan anemia pada pasien. 5. Perdarahan intrakranial 6. Sindroma kompartmen.
Terapi Terapi akibat perdarahan akut adalah pemberian F VIII. Sekarang sudah ada F VIII yang dapat di berikan secara intra vena, dan apabila tidak mempunyai F VIII maka dapat diberikan kriopresipitat (plasma yang didinginkan) atau diberikan transfusi darah segar. Menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit seperti aspirin dan ibuprofen. Prognosis 1. Prognosis baik bila diterapi dengan benar, pasien akan dapat hidup secara normal. 2. Pasien harus secara rutin berkonsultasi dengan dokter spesialisnya untuk menentukan manajemen. Referensi 1. Guyton and Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : edisi 9. Jakarta : EGC. 2. Hemophilia A and B. Adonis Lorenzana, MD Hadi Sawaf,Lawrence F Jardine, MD, FRCPC. 3. Fauci, Anthony S. (2008). principles of Internal medicine. McGraw-Hill's company.
Nama: Rani Rahmadiyanti NIM: 2013730168 7. Jelaskan penyakit dari gangguan pembekuan b. DIC Koagulasi Intravaskular Diseminta Definisi Koagulasi Intravaskular Diseminta atau Diseminata (KID) atau Dissemined Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatau keadaan di mana system koagulasi dan?atau fibrinolitik teraktivasi secara sistemik, menyebabkan koagulasi intravascular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah. Istilah dekompensata atau KID akut/fulminant menggambarkan keadaan di mana kecepatan konsumsi factor koagulan atau trombosit melebihi kemampuan tubuh mensintesis factor tersebut. Penyebab KID merupakan kejadian anatara yang disebabkan oleh kelainan yang jelas dengan patofisiologi dan manifestasi klinis yang bervariasi. Patofisiologi Koagulasi Intravaskular Diseminata Seperti telah disebutkan di atas, KID berhubungan dengan kondisi klinis yang jelas yang mendasari terjadinya KID tersebut. Beberapa keadaan berikut ini berhubungan dengan KID
Kelainan obstetri: emboli air ketuban, solusio plasenta, retained fetus syndrome, eklamsia, abortus Hemolisi intravaskularz; reaksi hemolisi transfuse, hemolysis minor, transfuse masif Sepsis: Gram ngatif (endotoksin) atau positif (mukopolisakarida) Viremia: HIV, hepatitis, varisela, sitomegalovirus Metastasis kanker Leukemia: leukemia promielositik akaut (APL/M3) , mielomonositil (M4) Luka bakar Cedera karena trauma (crush injuries) dan nekrosis jaringan Trauma Penyakit hati akut: icterus obstruktif, gagal hati akut Kelainan vascular
Penyakit autoimun
Pada solusio plasenta, jaringan atau enzim dan plasenta dilepaskan ke dalam uterus dan sirkulasisistemik menyebabkan aktivasi system koagulasi. Pada hemolysis adenosine difosfat (ADP) atau fosfolipoprotein membrane eritrosit mengaktivasi system koagulasi. Pada sepsia, endotoksin mengaktivasi system koagulasi, merangsang penglepasan sitokin tumor necrosis alpha (TNF-α) , interleukin (IL)-1 dan komplemen yang menyebabkan gangguan/kerusakan endotel. Pada viremia, mekanisme yang berkaitan dengan KID adalah reaksi antigen-antibodi, sedsngkan hepatitis virus yang berat dan gagal hati akut dapat menyebabkan KID. KID juga sering terjadi pada keganasan terutama tumor padat. Keadaan ini dapat disebabkan oleh penekanan oleh tumor tersebut, factor jaringan (tissue factor) dan prokoagulan yang dilepaskan oleh sel tumor tersebut, atau melalui aktivasi sel endotel oleh sitokin (IL-1, vascular endhotelial growth factor/VEGF, TNF) Pada luka bakar, jaringan yang nekrotik dan mikrohemolisis merupakan pencetus KID. Sedangkan pada pasien dengan luka terbuka pada kepala atau menjalani kraniotomi dapat terjadi KID yang dicetuskan oleh fosfolipid fari otak. Beberapa penyakit autoimun, kardiovaskular (termasuk pemakaian protesa/katup jantung buatan), pembuluh darah ginjal dan inflamasi berkaitan dengan KID kompensata. Hal ini berkaitan dengan gangguan endotel dan aktivasi factor pembekuan. Gambaran Klinis Manifestasi klinis KID dapat berkaitan dengan peristiwa KID itu sendiri, dengan penyakit yang mendasari, atau keduanya. Perdarahan pada kulit seperti petekie, ekimosis, dari bekas suntikan atau tempat infus atau pada mukosa, sering ditemuakn pada KID akut. Perdarahan ini juga bisa masif dan membahayakan , misalnya pada traktusb gastrointestinal, paru, susunan saraf putas atau mata. Pasien dengan KID kronik umunya hanya disertai sedikit perdarahan pada kulit dan mukosa. Trombisis mikrovaskular dapat menyebabkan disfungsi organ yang luas. Pada kulit dapat berupa bula hemoragik, nekrosis akral dan gangrene. Thrombosis vena dan arteri besar dapat terjadi, tetapi relative jarang. Disfungsi organ akibat mikrotrombosis yang luas ini dapat berupa iskemia korteks ginjal, hipoksemia hingga perdarahan dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada paru serta penurunan kesadara. Disfungsi hati dengan icterus dilaporkan terdapat pada 22-57% pasien dengan KID. Alur Diagnosis Bick membuat kriteria diagnosis berdasarkan kriteria klinis dan laboratorik. Kriteria klinis minimal adalah: 1. Bukti klinis adanya perdarahan, thrombosis, atau keduanya 2. Gejala tersebut harus terjadi pada setting klinis tertentu
Kriteria laboratorik untuk DIC adalah: 1. Tes grup I (bukti adanya aktivasi prokoagulasi) a. Peningkatan fragmen prothrombin 1+2 b. Pwningakatan fibrinopeptida A c. Peningkatan fibrinopeptida B d. Peningkatan kompleks TAT (thrombin-antithrombin) e. Peningkatan D-dimer 2. Tes grup II (bukti adanya aktivasi system fibriolitik) a. peningkatan D-dimer b. peningkatan FDP c. peningkatan plasmin d. peningkatan kompleks plasmin-antiplasmin 3. tes grup III (bukti adanya konsumsi inhibitor) a. penurunan AT-III b. penurunan alpha-2-antiplasmin c. penurunan heparin kofaktor II d. penurunan protein C san S e. peningkatan kompleks TAT 4. tes grup IV (bukti adanya kerusakan atau gagal end-organ) a. peningkatan LDH b. peningkatan kreatinin serum c. penurunan pH d. penurunan pAO2 untuk menegakan diagnostic laboratorik DIC hanya diperlukan satu dari masing-masing grup I, II dan III paling sedikit dua dari grup IV. D-dimer yang paling reliaabel untuk pemeriksaan tes grup I dan II jika diperiksa dengan cara yang benar. Penatalaksanaan 1. Obat a. Obati penyebab, misalnya antibiotic untuk septicemia, penghilangan stimulus prokoagulan (misalnya janin yang mati) b. Protein C dan antitrombin pada pasien tertentu. 2. Terapi Terapi DIC bersifat saat kompleks, tetapi pada prinsipnya dapat berupa berikut: a. Terapi terhadap penyakit dasar merupakan tindakan yang paling penting b. Terapi suportif dengan darah segar, fresh frozen plasma, fibrinogen, atau platelet concentrate c. Pemberian heparin. Sampai saat ini pemberian heparin masih kontroversial kerana dapat menimbulkan/menambah perdarahan.
Komplikasi Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hembatan aliran darah di semua organ tubuh.Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Angka kematian lebih dari 50%. 1.
Solusio placenta
2.
Preklamsia dan eklamsia
3.
Emboli cairan amniotik
4.
Perdarahan obstrektif masif
Prognosis Tergantung dari hebatnya reaksi koagulasi, jumlah perdarahan , dan etiologi.
Nama: Rifky Fadila Naratama NIM: 2013730171 8. ITP AKUT
Sindrom Henoch
DIC
Definisi
Gangguan auto imun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
Salah satu kelainan vaskular didapat berupa vaskulitis yang diperantarai imunoglobulin A (IgA).
keadaan dimana sistem koagulasi dan/atau fibrinolitik teraktivasi secara sistemik, menyebabkan koagulasi intravaskular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah.
Insidens
♀ : ♂ = 1 :1, 2-6 thn
♀ : ♂ = 2 : 3, 3 -7 thn
Anak anak, Ibu hamil
Etiologi
-
Primer (Idiopatik)
-
Sekunder (berkaitan dengan penyakit penyebab : limfoma / penyakit kolagen vaskuler (SLE))
DIC muncul sebagai akibat - Infeksi: Streptokokus beta dari penyakit hemolitik, Virus berat, misalnya : Reaksi imunologis:
- Makanan: susu, tomat, ikan dll.
telur,
-
Kelainan obstetri
- Obat-obat: eritromisin, sulfa, penisilin dll.
-
Hemolisis intravascular
- Gigitan insekta
-
Sepsis
-
Viremia
-
Metastasis kanker
-
Leukemia
Gambaran Klinis
Trombositopenia berat
-
-
eritema, makulopapuler
-
peteki & ekimosis
Bintik-bintik merah dikulit
-
Distribusi lesi:
- siku -
Melena, hematuri (trombosit <50.000) -
-
Perdarahan otak
pada -
poliartralgia/poliartritis Kolik (50%) disertai: muntah, diare, melena proteinuri & hematuri (mikro/makroskopis)
Penatalaks 1. anaan
ITP akut ringan tanpa pengobatan, sembuh sendiri
2.
Dalam keadaan berat diberikan kortikosteroid atau prednisone
4. Obat-obat antifibrinolitik, mis : asam traneksamat & asam aminokaproat; dapat kurangi perdarahan – kontraindikasi bila ada hematuria
Pemberian suspensi trombosit tidak dianjurkan
5. Kortikosteroid; mencegah kolik gejala sendi
3.
Prognosis
85-90% sembuh, dan 10-15% menjadi ITP kronik
•
Ekimosis (dari bekas suntikan atau tempat infuse pada mukosa)
•
Disfungsi hati dengan ikterus pada 22-57% pasien dengan KID.
- pinggang
Perdarahan gusi dan hidung
-
Perdarahan pada kulit seperti peteki
- tungkai bawah
Memar tanpa penyebab yang pasti
-
•
Segera mengatasi penyakit yang mendasari Terapi suportif yang agresif :
&
- fresh frozen plasma
6. Istirahat; mencegah perdarahan otak & mempercepat pulih dari atralgia
transfusi konsentrat trombosit
Baik bila tanpa komplikasi, Sembuh dalam 4 minggu
Bergantung pada penyakit dasarnya, DIC berat akan fatal
Transfusi cryopresipitate
ITP AKUT
Sindrom Henoch
DIC
Penyakit Gambaran Klinis ♀, 5 tahun
Bintik merah di lengan, tungkai, badan
Keluar darah dari anus
Tidak demam
6 hari sebelumnya sembuh batuk pilek
__
__
__
__
NAMA : Fitria Dwi Ambarini NIM
: 2013730145
9. Jelaskan mekanisme timbulnya bintik-bintik merah pada kulit dan keluarnya darah dari anus dari kasus pada skenario ! Mekanisme Timbulnya Bintik-Bintik Merah Pada Kulit Pada skenario tidak dijelaskan luas dari bintik merah yang timbul,.jenis peteki,purpura,atau ekimosis. Namun menurut kelompok kami bintik merah yang dimaksud dalam skenario adalah jenis peteki. Penyebab ruam peteki antara lain karena koagulasi intravaskuler diseminata yang terjadi pada berbagai jenis infeksi berat1 . bila peteki yang timbul karena adanya DIC yang disebabkan oleh infeksi maka seperti yang telah kita ketahui bahwa infeksi bakteri/virus yang tidak bisa di hancurkan oleh imunitas selular akan mengaktifkan imunitas humoral yaitu pembentukan IgG untuk mengahancurkan bakter/virus tersebut. IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah trombosit sehingga terjadi trombositopenia. hilangnya trombosit dengan cepat dari sistem retikuloendotelial menimbulkan gejala perdarahan2.Perdarahan yang terjadi tidak sampai lapisan epidermis karena epidermisnya tidak mengalami luka sehingga titik-titik darah tidak keluar dari epidermis dan hanya terlihat peteki di epidermis. Mekanisme Keluarnya Darah Dari Anus Pada skenario tidak dijelaskan warna darah yang keluar dan banyaknya darah. Menurut kelompok kami Darah yang keluar lewat anus pada skenario ini termasuk melena.Melena adalah keluarnya feses disertai darah berwarna gelap(sering berwarna gelap),berbau busuk melalui rectum3. Melena disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas. Sering sulit dibedakan secara klinis antara melena dan darah yang berubah pada feses akibat perdarahan kolorektal. Sebab melena disebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas dan pada kasus diskenario menurut kelompok kami terjadi trombositopenia, jadi ada hubungannya antara kekurangan keping darah dan perdarahan pada lambung (saluran cerna bagian atas) dimana mekanisme yang terjadi adalah hilangnya atau berkurangnya trombosit dengan cepat dari sistem retikuloendotelial menimbulkan gejala perdarahan.perdarahan yang terjadi lokasinya pada gastrointestinal lalu darah keluar lewat rectum. Referensi: 1: Davey,patrick.2005.At a Glance Medicine.Jakarta :EMS 2:cotran & Robbins.2006.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi Ke -7.Jakarta : EGC. 3 : Britto,J.A.2005.Kisi-Kis iMenembus Masalah Bedah.Jakarta : EGC