MODEL PENYELESAIAN KONFLIK MENGGUNAKAN TEORI ISLAH Oleh: Ramdani Wahyu S 1
A.
Pendahuluan Al-Quran sebagai sumber hukum Islam telah mengatur cara-cara menangani
konflik di dalam hubungan antar manusia. Secara empiris, penyelesaian konflik yang terjadi diantara manusia dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui pengadilan (al-qadha) dan di luar pengadilan (out of court settlement). Pendekatan pertama, yaitu pendekatan untuk mendapatkan keadilan melalui sistem perlawanan (the adversary system) dan menggunakan paksaan (coersion) untuk mengelola sengketa yang timbul dalam masyarakat serta menghasilkan suatu keputusan win-lose solution bagi pihak-pihak yang bersengketa2. Sedangkan pendekatan kedua, menggunakan model penyelesaian sengketa non-litigasi. Model ini dalam mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan „konsensus‟ dan berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa serta bertujuan mendapatkan hasil penyelesaian sengketa ke arah win-win solution. 3 Di dalam al-quran penyelesaian konflik melalui pendekatan non litigasi menggunakn konsep al-sulh atau ishlah (damai). Konsep-konsep seperti hakam (arbiter atau mediator) dalam mekanisme tahkim dan al-sulh atau ishlah (damai), merupakan konsep yang dijelaskan di dalam al-Quran sebagai media di dalam menyelesaikan konflik di luar pengadilan.
4
Ishlah merupakan mekanisme penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh alQuran. 1
Pada dasarnya setiap konflik yang terjadi antara orang-orang yang
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum dan Ketua Pusat Penelitian UIN SGD Bandung Auerbach, J.S. Justice Without Law. New York, Oxford : Oxford University Press. 1983. 3 Menurut Marc Galanter bahwa dalam hal menyelesaikan sengketa, masyarakat bisa mendapatkan keadilan melalui forum resmi yang telah disediakan oleh negara (pengadilan), maupun forum tidak resmi yang terdapat di masyarakat. Lihat Galanter, Marc. “Justice in Many Rooms”. Dalam Mauro Cappelletti. Acces to Justice and The Welfare State. Italy: European University Institute. 1981. 4 Terdapat konsep lain yang dijelaskan al-Quran untuk menyelesaikan sengketa, diantaranya konsep tahkim. Tahkim merupakan penyelesaian sengketa melalui bantuan seorang hakam. Di dalam al-Quran disebut di dalam tujuh surat. Yang menyebut kata hakam secara langsung tertera di dalam surat al-Nisa ayat 35 yang menjelaskan mengenai proses penyelesaian sengketa perceraian dalam keluarga dengan mengangkat seorang hakam dari kalangan keluarga suami atau isteri. Lihat dalam Sukmadjaja Asy‟arie dan Rosy Yusuf, Indeks Al-Quran. (Bandung: Pustaka. 2006), hlm. 61. Ketujuh surat yang dimaksud adalah surat al-Nisa ayat 35, 60, 65, surat al-Maidah ayat 43, surat al-an‟am ayat 114, al-„araf ayat 87, yunus ayat 109, hud ayat 45 yusuf ayat 80. 2
2
beriman harus diselesaikan dengan damai (ishlah). Ishlah adalah suatu cara penyelesaian konflik yang dapat menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan dan pertikaian antara manusia. Secara bahasa ishlah dan sulh dapat disamakan dengan damai, namun kata ishlah lebih menekankan arti suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shulh lebih menekankan arti hasil dari proses ishlah tersebut yaitu berupa shulh (perdamaian/kedamaian). Dapat juga dinyatakan bahwa ishlah mengisyaratkan diperlukannya pihak ketiga sebagai perantara atau mediator dalam penyelesaian konflik tersebut. Sementara dalam shulh tidak mengisyaratkan diperlukannya mediator. Allah berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 9: 9. Dan jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Alah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Surat al-hujurat ayat 9 merupakan landasan dan sumber penyelesaian konflik yang terjadi diantara orang-orang yang beriman, yaitu apabila mereka terlibat konflik selesaikanlah dengan damai (faashlihu). Cara ishlah ini kemudian berkembang menjadi mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dewasa ini dipraktikkan pengadilan di Indonesia melalui mediasi.
B.
Konsep Islah Secara bahasa, akar kata ishlah berasal dari lafazh صال حب- ٌصلح- صلح
yang berarti “baik”, yang mengalami perubahan bentuk. Kata ishlah merupakan bentuk mashdar dari wazan إفعبلyaitu dari lafadh
إصالحب, ٌصلح- اصلح
yang
berarti memperbaiki, memperbagus, dan mendamaikan, (penyelesaian pertikaian). Kata صالحmerupakan lawan kata dari سٍئة/ ( فسبدrusak). Sementara kata اصلح
3
biasanya secara khusus digunakan untuk menghilangkan persengketaan yang terjadi di kalangan manusia. 5 Ibn Manzhur berpendapat bahwa kata ishlahan sebagai antonim dari kata fasad biasanya mengindikasikan rehabilitasi setelah terjadi kerusakan, sehingga terkadang dapat dimaknai dengan iqamah.6 Sementara Ibrahim Madkur dalam mu‟jamnya berpendapat bahwa ishlah yang berasal dari kata ishlah mengandung dua makna, yaitu manfaat dan keserasian serta terhindar dari kerusakan, sehingga jika kata tersebut mendapat imbuhan menjadi seperti frase إصالحب بٌٍِوبmaka berarti menghilangkan segala sifat permusuhan dan pertikaian antara kedua belah pihak. Dengan demikian, إصالحبberarti menghilangkan dan menghentikan segala bentuk permusuhan dan pertikaian. 7 Secara istilah, term ishlah dapat diartikan sebagai perbuatan terpuji dalam kaitannya dengan perilaku manusia.8 Karena itu, dalam terminologi Islam secara umum, ishlah dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang ingin membawa perubahan dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik. Dengan kata lain, perbuatan baik lawan dari perbuatan jelek. „Abd Salam menyatakan bahwa makna shalaha yaitu memperbaiki semua amal perbuatannya dan segala urusannya.9 Dalam perspektif tafsir, al-Thabarsi dan al-Zamakhsyari dalam tafsirnya berpendapat, bahwa kata ishlah mempunyai arti mengkondisikan sesuatu pada keadaan yang lurus dan mengembalikan fungsinya untuk dimanfaatkan. 10 Kata ishlah juga memiliki beberapa sinonim, di antaranya adalah tajdĩd (pembaruan) dan taghyir (perubahan), yang keduanya mengarah pada kemajuan dan perbaikan keadaan.11
5
Akan tetapi, jika ishlãh dilakukan oleh Allah pada manusia, maka إصالحAllah mengandung beberapa pengertian, kadang-kadang dilakukan dengan melalui proses penciptaan yang sempurna, kadangkadang dengan menghilangkan suatu kejelekan/kerusakan setelah keberadaannya, dan kadang-kadang pula dengan menetapkan kebaikan kepada manusia itu sendiri melalui penegakan hukum (aturan) terhadapnya. AlRãghib al-Ashfahani, al-Mufradãt fĩ Gharĩb al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, t.t), h.284-285 6 Ibn Manzhũr, Lisãn al-'Arab, (Mesir: al-Dãr al-Mishriyyah Lita‟lĩf wa al-Tarjamah, t.th), Jil. 3-4, h. 348-349 7 Ibrãhĩm Madkũr, al-Mu‟jam al-Wajiz, (tp., t.th), h. 368. Lihat juga Ahmad „Athiyyatullah, al-Qãmũs al-Islãmi, (Mesir: Makhtabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1076), Jilid 4, h. 321 8 E. van Donzel, B. Lewis, dkk (ed), Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill, 1990), Jil. IV, h. 141 9 Abd Salam, Mu‟jam al-Wasĩth, (Teheran: Maktabat al-Ilmiyah, t.th), Jil. I, h. 522 10 Abu „Ali al-Fadl ibn al-Hasan at-Thabarsi, Majma‟ al-Bayãn fĩ tafsĩr al-qur‟an, (Beirut: Dar alMa‟rifah, 1986), cet I, Jil. I, II, h. 137. Lihat juga Abu al-Qasim Jarullãhi Mahmũd ibn Umar ibn Muhammad al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyãf, (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1995), cet. I, Jil. I, h. 70. 11 John O. Voll, Renewal and Reform in Islamic History: Tajdid and Ishlãh dalam John L. Esposito, Voices of Resurgent, (New York: Oxford University Press, 1983), h. 32-42
4
Sementara menurut ulama fikih, kata ishlah diartikan sebagai perdamaian, yakni suatu perjanjian yang ditetapkan untuk menghilangkan persengketaan di antara manusia yang bertikai, baik individu maupun kelompok.
12
Sejalan dengan
definisi di atas, Hasan Sadily menyatakan bahwa ishlah merupakan bentuk persoalan di antara para pihak yang bersangkutan untuk melakukan penyelesaian pertikaian dengan jalan baik-baik dan damai, yang dapat berguna dalam keluarga, pengadilan, peperangan dan lain-lain.13 Sayid Sabiq (1336 H – 1421 H)14 menerangkan bahwa ishlah merupakan suatu jenis akad untuk mengakhiri permusuhan antara dua orang yang sedang bermusuhan. Selanjutnya ia menyebut pihak yang bersengketa dan sedang mengadakan ishlah tersebut dengan Mushalih, adapun hal yang diperselisihkan disebut dengan Mushalih 'anh, dan hal yang dilakukan oleh masing-masing pihak terhadap pihak lain untuk memutus perselisihan disebut dengan Mushalih 'alaih.15 Keterangan di atas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa, meskipun kata ishlah dan kata shulh merupakan sinonim, namun kata ishlah lebih menekankan arti suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shulh lebih menekankan arti hasil dari proses ishlah tersebut yaitu berupa shulh (perdamaian/kedamaian). Dapat juga dinyatakan bahwa ishlah mengisyaratkan diperlukannya pihak ketiga sebagai perantara atau mediator dalam penyelesaian konflik tersebut. Sementara dalam shulh tidak mengisyaratkan diperlukannya mediator. Berdasarkan
penjelasan
terminologi
di
atas,
tulisan
ini
memilih
menggunakan kata ishlah (bukan sulh) sebagai sebuah terminologi yang dapat digunakan sebagai proses penyelesaian konflik yang kemudian dikembangkan menjadi teori ishlah. Teori Ishlah bersumber dari al-Quran. Ishlah disebut dalam beberapa ayat di dalam al-quran sebagai berikut: 1.
Ishlah antar sesama muslim yang bertikai dan antara pemberontak (muslim) dan pemerintah (muslim) yang adil; Q.S. al-Hujurat:9-10,
12 Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni, al-Bidãyah fi Syarh al-hidãyah, (Beirut: Dar alFikr, t,th), Jil. 9, h. 3. 13 Hassan Sadyli dkk, Ensikolopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar baru – Van Hoeve, 1982), h. 1496 14 Sayyid Sabiq lahir pada 1915 di Mesir dan meninggal pada Februari 2000. Beliau sudah hafal AlQur‟an pada usia sembilan tahun. Mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar, Mesir dan Universitas Ummul Qura, Mekah, Arab Saudi, dan sempat mengajar di kedua universitas tersebut. 15 Sayid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, (Beirut:Dar el-Fikr, 1988), jil. Ke-3, h. 189
5
2.
Ishlah antara suami-isteri yang di ambang perceraian; dengan mengutus alhakam (juru runding) dari kedua belah pihak; Q.S. al-Nisa:35. dan lain-lain.
3.
Ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu pelakunya memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114)
4.
Ishlah itu baik, terutama ishlah dalam sengketa rumah tangga (an-nisa: 128) Namun ayat yang khusus dijadikan kajian dalam teori ishlah ini berangkat
dari ishlah antara sesama muslim yang bersumber dari al-Quran surat al-Hujurat ayat 9 dan 10 serta hadis Rasulullah SAW. 9. Dan jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Alah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. 10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Hadis rasulullah ً بي َع ْو ِز ِ حذَّثٌََب أبُْ َع.ُسيُ بيُ َع ِلً ْال َخالَّل ُ ِ حذَّثٌَب َكث.ي َ حذثٌب ْال َح ُّ به ٍز ْال َع َق ِذ ِ ِ ٍز بيُ َع ْب ِذ هللا ُّ ًِ ّابي َع ْْفٍ ال ُو ْش ْ ، َِ ٍعي أ ِب ْ َّ ، ٍِ ّعي َج ِذ .ًص ْلحب ً َح َّز َم َحالَالً ْأّ أ َح َّل َح َزاهب ُ أى َر ُّ ال: «سْ َل هللا قب َل ُ َّ إال. َص ْل ُح َجبئِ ٌش َبٍْيَ ال ُو ْس ِل ِوٍي ٌ ُ ّال ُو ْس ِل ُوْىَ َعلَى ٌ .حسي صحٍ ٌح حذٌث إالَّ ش َْزطب ً َح َّز َم َحالَالً ْأّأ َح َّل َح َزاهب ً قبل أبْ عٍسى َُذَا،ّط ِِ ْن ِ ش ُز “al-Hasan bin Ali al-Hilal meriwayatkan hadits kepada kami, dari Abu Amir alAqdi, dari Katsir bin Abdullah bin „Amr bin Auf al-Muzni, dari ayahnya, dari ayah-ayahnya (kakeknya), dari Rasulullah SAW bersabda: al-Sulh itu jaiz (boleh) antara (bagi) umat Islam, kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya (menghalalkan yang haram). Dan umat Islam boleh berdamai (dengan orang kafir) dengan syarat yang mereka ajukan, kecuali syarat yang
6
mengharamkan yang halal atau sebaliknya.” Abu Isa berpendapat bahwa Hadits ini tergolong Hasan-Shoheh.16 Dua ayat di dalam surat al-Hujurat dan hadis di atas merupakan landasan di dalam penyelesaian konflik dan perselisihan. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa menyelesaikan konflik dengan perdamaian adalah boleh dan sangat dianjurkan untuk kebaikan dan keutuhan persaudaraan sesama muslim asalkan tidak untuk menghalalkan yang haram dan sebaliknya tidak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya. Penjelasan surat al-hujurat di atas, dapat dilihat beberapa penafsiran mufassir tentang ayat tersebut. Menurut Al-Qurthubi,17 (wafat 671 H) sesama orang mu‟min adalah saudara. Ikatan saudara diantara orang-orang yang beriman dilandasi oleh adanya ikatan agama (saudara seiman), bukan semata-mata karena ikatan keturunan sebab ikatan seketurunan dapat putus jika seseorang pindah agama yang menyebabkan ia tidak mendapatkan warisan. Sedangkan persaudaraan seagama lebih kuat dan kokoh sehingga dasar hubungan sesama muslim diikat oleh persaudaraan seiman. Persaudaraan seiman (seagama) tidak dapat menggantikan status keimanan seorang mu‟min sekalipun mereka terlibat sengketa satu sama lain. Dalam penjelasannya lebih lanjut, al-Qurtubi menyatakan dengan mengutip pendapat Harits al-A‟wari bahwa Ali ibn Abi Thalib ditanya tentang orang-orang yang terlibat perang Siffin dan Jamal, apakah mereka itu musyrik ? Ali menjawab tidak, melainkan mereka keluar dari barisan mu‟min. Kemudian Ali ditanya lagi, apakah mereka itu munafiq ? Ali menjawab, bukan, sebab munafiq tidak menyebut nama Allah kecuali sedikit. Oleh karena itu, Ali ditanya lagi, kalau begitu orang yang bersengketa itu statusnya bagaimana ? Ali menjawab, mereka itu saudara kita, tetapi mereka menyerang satu sama lain. 18 Dengan demikian, ketika seorang mu‟min terlibat konflik satu sama lain, maka konflik itu harus didamaikan, dalam ayat tersebut keharusan damai itu 16 Muhammad Abd ar Rahman Tuhfah al Ahwazi (Bi Syarh Jami At Tirmizi) (t.t.p; Dar al Fikr, t.t.) IV : 486 Hadits nomor 1352 “Kitab Al Ahkam.” Bab Ma Zukira an Rasulullah Salallahu Alaih wa Salam fi Sulh Bain an Nas Hadits ini hasan sahih diriwayatkan dari Katsir bin Abdillah bin umar bin auf Al muzniy dari ayahnya dari kakeknya. 17 Al-Qurthubi bernama Abu „Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibnfarh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurthubi al-Maliki. Penulis belum menemukan referensi mengenai tahun kelahirannya, kebanyakan dari para penulis biografis hanya menyebutkan tahun kematiannya yaitu 671 H di kota Maniyya Andalusia. Ia dianggap sebagai salah seorang tokoh yang bermazhab Maliki. 18 Muhammad al-Qurtubhi, al-Jami‟ li ahkam al-Quran. (Beirut: Dar el-Fikr, 2003). Juz 16, hlm. 323
7
ditunjukkan dengan menggunakan kata faaslihu yang menunjukkan adanya perintah damai terhadap orang-orang yang beriman yang terlibat konflik. Kata faaslihu adalah perintah Allah kepada orang yang beriman, atas keimanannya itu seorang mu‟min diperintah Allah untuk patuh. Di sisi lain, faaslihu adalah perintah Allah bagi ulil amri untuk mendamaikan orang beriman ketika mereka terlibat konflik. Dalam tafsir Ruuhul Ma‟ani yang ditulis oleh Ismail Haqqi (w. 1137 H), berkata Sahl r.a.: dua kelompok (thaifatani) dalam ayat di atas adalah ruh, hati, akal, dan tabiat serta hawa nafsu dan syahwat. Jika hawa nafsu, tabiat dan syahwat membelot dari akal, hati dan ruh maka seorang hamba harus membunuhnya dengan pedang kataqwaan dan cahaya ilahi agar ruh dan akal menang dan hawa nafsu kalah. Sedangkan kata ikhwah merupakan jama dari akh, asal kata ini berarti menyatu dengan yang lain (al-musyarik al-akhar) akibat dari kelahiran yang sama atau satu susuan. Kata ikhwah juga bisa digunakan untuk menunjukkan saudara di dalam kelompok dengan saudara seagama. Makna ayat ini adalah orang-orang yang beriman itu pada hakikatnya adalah saudara seketurunan yang berasal dari sumber yang satu yang diikat oleh keimanan untuk hidup berdampingan selamalamanya. Hal ini dapat diserupakan dengan saudara sekandung yang berasal dari ayah yang sama dimana antara saudara sekandung diajarkan hidup berdampingan.19 Syihabuddin al-Alusi (Lahir 1217-1270 H) dalam tafsir ruhul ma‟ani
20
menyatakan bahwa teknik mendamaikan itu dilakukan dengan nasehat dan menghilangkan keraguan atau rasa curiga, dan mengajak kepada hukum Allah. Kalau dua pihak yang terlibat konflik tidak bisa dipengaruhi oleh nasihat, maka perangilah orang yang membangkang itu sehingga mereka kembali kepada hukum 19 Isma‟il al-Haqqi al-hanafi, Ruhul Bayan. (Saudi: Dar al-Nasyr, t.t.) juz 9 hlm 62. Kitab tafsir ini ditulis oleh seorang ahli tasauf asal Turki bernama Syeikh Ismail Haqqi bin Syiekh Mustafa Al-Istanbuli [w. 1137 H]. Kitab ini sangat menekankan pembersihan jiwa dan isyarat-isyarat sufistik sehingga menjadi kegemaran para penceramah [al-wu‟aaz]. Lihat dalam “Hadis Palsu di dalam Kitab Tafsir”, http: //webcache. googleusercontent. com/search? q=cache: 0XRlgVP0vjAJ: umar mnoor.blogspot.com. Diakses tanggal 12 Januari 2011 20 Syihabuddin al-Alusi. Ruhul Ma‟ani fi Tafsir al-Quran al-„adhim wa sab‟u almatsani. Juz 15 hlm. 231. Keluarga Alusi adalah keluarga yang terkenal akan keilmuannya. al-Alaamah Syihabuddin Mahmud alAlusi lahir pada tahun 1217 H dan wafat pada tahun 1270 H. Tentang biografinya dapat dilihat dalam kitab “Ghoyah al-Amaani fi ar-Rad ala an-Nabhani” karya al-Imam al-Allaamah Abu al-Ma‟ali Mahmud Sukri alAlusi, jilid satu dengan ta‟liq (komentar dan penjelasan) Abu Abdullah ad-Dani bin Muniral Zahw, cetakan Maktabah ar-Rusdi Riyadh, hal11-14, dan diterjemahkan Abu Hasan Arif.
8
Allah. Jika mereka telah kembali kepada agama Allah dan menghentikan untuk berperang, maka damaikanlah diantara keduanya itu dengan adil agar tidak ditemukan dikemudian hari peperangan lagi.21 Kata ishlah dalam ayat di atas disandingkan dengan kata adil, sebab adil itu merupakan tujuan dari pada upaya ishlah. Kemudian diperkuat juga dengan kata aqsitu. Dengan kata lain, aslihu adalah menyambungkan tali persaudaraan diantara sesama saudara kalian dengan damai. Oleh karenanya, hendaklah kalian takut kepada Allah dari upaya saling menghina agar kalian mendapat rahmat. Ali al-Sayis menjelaskan bahwa kewajiban ishlah itu bukan hanya ditujukan kepada kelompok yang terlibat konflik tetapi juga diwajibkan kepada setiap individu yang sedang mengalami konflik. Menurutnya, cara ishlah dilakukan dengan memberi nasehat dan irsyad (memberi bimbingan). Kata ikhwah merupakan bentuk jamak dari akh yang berarti saudara seketurunan (nasab). Sedangkan kata akh bermakna sahabat yang bentuk jamaknya ikhwan. Allah menjadikan saudara (ikhwah) antara orang yang beriman di dalam Islam yang berarti saudara seketurunan. Hal ini diberlakukan sebagai penguat dan pelindung orang-orang beriman (mu‟min) bahwa kedudukan mereka di dalam Islam adalah saudara, seperti saudara kandung yang memiliki ayah yang sama. Jadikanlah ishlah ini sebagai bentuk ketaqwaan dan sebagai rasa takut kepada Allah dan tidak boleh salah seorang berpihak pada salah satu saudara yang lain karena satu sama lain antara orang beriman adalah saudara, tidak boleh antara orang beriman merasa lebih baik dan yang lain direndahkan. Kata innama dalam surat al-hujurat ayat 10 bermakna pembatasan perintah ishlah dan kewajiban melaksanakannya. Kewajiban melaksanakan ishlah ini ketika pihak yang terlibat konflik memiliki hubungan iman yang sama. Sedangkan
21
Terdapat sejumlah riwayat dalam beberapa kitab tafsir yang menjelaskan asbab nuzul ayat 9 surat alHujurat. Dari albaraqi, : Rasulullah duduk di sebuah majelis, didalamnya ada Abdullah bin rawahah dan Abdullah bin ubay bin sulul, ketika rasul pergi, Abdullah bin sulul berkata, kencing unta kamu telah mengganggu kami, kami emosi. Dan antara Abdullah bin rawahah dan Abdullah bin ubay terdapat perselisihan sehingga mereka mengangkat senjata, maka rasul mendatangi mereka, rasul mendudukan mereka, Abdullah bin ubay berkata: mengapa kalian melakukan ini, kemudian turun ayat wa in thaifatani ….. dalam riwayat lain disebutkan bahwa seroang wanita dari suku ansor, bernama ummu zaid berselisih dengan suaminya. Berita ini tersebar kepada masing-masing kelompoknya, kemudian mereka saling baku hantam dan melempar dengan sandal. Sampailah berita itu kepada nabi, kemudian nabi mendamaikan mereka dan turunlah ayat wa in thaifatani …(lihat Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Jami‟ al-bayan fi ta‟wil al-Quran. (Beirut: Dar Elfikr, t.t.). juz XV hlm 124.
9
jika orang mukmin itu bertikai dengan saudaranya yang kafir, maka tidak ada ishlah. 22 Dalam al-Quran, khusus mengenai sengketa suami isteri juga ditekankan keharusan adanya ishlah diantara mereka jika mereka bersengketa. Allah berfirman di dalam surat al-Nisa ayat 35: 35. “Jika kamu mengkhawatirkan percekcokan antara keduanya (suami-ister), maka angkatlah seorang hakam dari keluarga suami dan seorang hakam dari keluarga isteri”. Ayat ini merupakan kelanjutan ayat sebelumnya, yaitu ayat 34. Ayat tersebut berbicata tentang nusyuz.23 Nusyuz bisa terjadi dari pihak istri dan bisa pula dari pihak suami ataupun dari kedua belah pihak. Nusyuz ini bisa berupa ucapan ataupun perbuatan dan bisa kedua-duanya, ucapan sekaligus perbuatan.24 Pada ayat 35, nusyuz dapat terjadi disebabkan oleh kedua belah pihak yang berakibat pada syiqaq (percekcokan yang terus menerus). Menurut para fuqaha, jika terjadi syiqaq antara suami isteri, maka seorang
hakim yang sangat
terpercaya dapat mendamaikan kedua belah pihak dengan melihat secara jelas masalah keduanya, dan mencegah terjadinya penganiayaan dari satu pihak kepada pihak lainnya. Jika perselisihan antara keduanya itu rumit dan panjang, maka hakim mengutus/mengangkat seorang hakam yang terpercaya dari kalangan keluarga isteri dan keluarga suami untuk berkumpul dan melihat masalahnya 22
Ali al-Sayis, tafsir ayat al-ahkam. (Beirut: Dar al-fikr, 2002), hlm 705 juz I. Menurut Ibnu Katsir, nuszyuz adalah tinggi diri, wanita nusyuz adalah seoarang isteri yang bersikap sombong kepada suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya dan membenci suaminya. Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-„Adhim. (Beirut: dar El-Fikr, 1999), juz II hlm. 296-297 24 Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “nusyuz-nya istri adalah ia tidak mentaati suaminya apabila suaminya mengajaknya ke tempat tidur, atau ia keluar rumah tanpa minta izin kepada suami dan semisalnya dari perkara yang seharusnya ia tunaikan sebagai wujud ketaatan kepada suaminya.” (Majmu` Fatawa, 32/277). Termasuk nusyuz-nya istri adalah enggan berhias sementara suaminya menginginkannya. Dan juga ia meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti meninggalkan shalat, puasa, haji dan sebagainya. Penyebutan nusyuz dari istri ini datang dalam firman-Nya: “Dan para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui dan yakini ) nusyuznya maka hendaklah kalian menasehati mereka, dan meninggalkan mereka di tempat tidur dan memukul mereka.” (An Nisa‟: 34). nusyuz-nya suami dengan sikapnya yang melampaui batas kepada istrinya, menyakitinya dengan mendiamkannya atau memukulnya tanpa alasan syar„i, tidak menafkahinya dan mempergaulinya dengan akhlak yang buruk. Al Qur‟an menyebutkan nusyuz-nya suami ini dalam firman-Nya: “Dan apabila seorang istri khawatir akan nusyuz suaminya atau khawatir suaminya akan berpaling darinya maka tidak ada keberatan atas keduanya untuk mengadakan perbaikan/perdamaian dengan sebenar-benarnya.” (An Nisa‟:128) 23
10
secara jernih. Dan melakukan sesuatu yang maslahah apakah mengarah kepada perceraian atau bersatu rukun kembali.
Jika keduanya baik suami dan isteri
maupun dua hakam tersebut ingin mencari titik temu dengan cara mendamaikan, maka Allah akan memberinya taufiq. 25 Dengan surat an-nisa ayat 35 ini menunjukkan bahwa perselisihan tajam dan terus menerus yang terjadi antara suami dengan isteri diperintahkan mengangkat hakam untuk melakukan ishlah (mendamaikan) suami isteri tersebut. Perselisihan suami isteri diselesaikan melalui ishlah walaupun akhirnya suami isteri tersebut berpisah. Namun, menurut ayat 35 surat an-nisa ini, menempuh jalan damai (ishlah) dengan tetap bersatu sebagai suami isteri akan diberi oleh Allah taufiq. Penegasan melakukan ishlah ini juga berlaku jika nusyuz dilakukan oleh suami kepada isterinya sebagaimana dijelaskan di dalam surat al-nisa ayat 128. Ishlah dalam Islam merupakan prinsip dalam pergaulan, sebagaimana ditegaskan al-Qur‟an dalam surat al-Nisa: 114; “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian (ishlah) di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” Ishlah merupakan sebab untuk mencegah suatu perselisihan dan memutuskan suatu pertentangan dan pertikaian. Pertentangan itu apabila berkepanjangan akan mendatangkan kehancuran, untuk itu maka ishlah mencegah hal-hal yang menyebabkan kehancuran dan menghilangkan hal-hal yang membangkitkan fitnah dan pertentangan dan yang menimbulkan sebab-sebab serta menguatkannya dengan persatuan dan persetujuan, hal itu merupakan suatu kebaikan yang dianjurkan oleh syara.26 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan sebuah perdamaian adalah untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara Mengupayakan perdamaian bagi semua muslim yang sedang mengalami konflik, perselisihan dan pertengkaran dinilai ibadah oleh Allah. Namun tidak dianjurkan perdamaian dilakukan dengan paksaan, perdamaian harus karena 25
Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-„Adhim. (Beirut: dar El-Fikr, 1999), juz II hlm. 296-297. Alauddin at Tharablisi, Muin Al Hukkam: Fi ma yataraddadu baina al khasamaini min al Ahkami,(Beirut : Dar al Fikr, t.t.), hal 123 26
11
kesepakatan para pihak. Dalam hal ini Imam Malik pernah berkata bahwa dia tidak sependapat jika hakim memaksa salah satu pihak yang berperkara atau mengenyampingkan permusuhan salah satu pihak, karena semata-mata hanya menginginkan perdamaian.27 Dengan demikian, ishlah merupakan cara yang ditetapkan oleh al-Quran untuk mencari penyelesaian konflik, ketegangan, sengketa dan perselisihan. Penegasan ini dijelaskan oleh al-Quran surat al-hujurat ayat 9 dan 10. Oleh karena itu, islah dipandang sebagai norma dasar yang ditetapkan al-Quran untuk mencari penyelesaian konflik dan sengketa. Sebagai norma dasar penyelesaian konflik, di dalam konsep ishlah tidak dijelaskan mengenai kriteria mushlih (pendamai) dan teknis penyelesain konflik. Hal semacam ini diserahkan pada pemikiran manusia. Sedangkan perselisihan dan sengketa yang terjadi antara suami isteri penyelesaiannya dilakukan melalui perantara seorang hakam dengan tetap bertujuan untuk menegakan perdamaian (ishlah). C. Konflik dalam Kehidupan Manusia Konflik berasal dari kata conflict (Inggris) yang berarti percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Kata “konflik” berasal dari kata confliegere, confflictm yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, perkelahian, oposisi, dan interaksi yang antagonis. Menurut Kamaludin konflik adalah segala sesuatu (interaksi) pertentangan atau antagonis antara dua pihak atau lebih. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka.28 Konflik tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama manusia masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita, konflik akan senantiasa “mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang diinginkan pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi
27
Salam Mazkur, Peradilan dalam Islam, Alih Bahasa Drs Imron AM. Cet ke 4 (Surabaya: Bina Ilmu, 1993 hal. 19-20 28 Kamaludin, Manajemen Personalia. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2001) hlm. 141.
12
benturan-benturan kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan sesuatu yang niscaya terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak definisi konflik yang dkemukakan oleh para pakar. Dari berbagai definisi dan berbagai sumber yang ada istilah konflik dapat dirangkum dan diartikan sebagai berikut: (1) konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan; (2) hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih (individu maupun kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu, namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan; (3) pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, dan motivasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya; (4) suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu; (5) bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok
dan
memperbarui
tampilan,
namun
disfungsional
karena
menghilangkan tampilan kelompok yang sudah ada; (6) proses mendapatkan monopoli
ganjaran,
kekuasaan,
pemilikan,
dengan
menyingkirkan
atau
melemahkan pesaing; (7) suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis; (8) kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu. 29 Uraian di atas juga menunjukkan bahwa dalam setiap konflik terdapat beberapa unsur sebagai berikut. 1. Ada dua pihak atau lebih yang terlibat. 2. Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik, dan tujuan itulah yang menjadi sumber konflik. 3. Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan di antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan atau mencapai tujuan. 4. Ada situasi konflik antara dua pihak yang bertentangan.30
29
Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur (Yogyakarta: LKiS, 2005), hal. 249-250. 30 Dahrendorf, dalam George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hal. 34.
13
Konflik yang terjadi di dalam masyarakat muslim khususnya dapat berbentuk konflik politik (dalam pemilu), ekonomi (hutang piutang, perikatan dsb), konflik keagamaan (memandang ajaran agama/keyakinan pihak lain sebagai sesat) yang berujung pada tindakan radikal dan refresif, perkawinan, waris, konflik dalam sumber daya alam dan sebagainya. Keberlangsungan konflik di tengah masyarakat dapat mengganggu sistem sosial masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan saluran penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu melalui mekanisme pengadilan
maupun di luar
pengadilan. Dalam Islam, konflik dapat diselesaikan melalui mekanisme islah.
D. Aplikasi Teori Islah dalam Penyelesaian Konflik Berdasarkan pada uraian teori ishlah di atas dapat dirumuskan bahwa ishlah merupakan salah satu mekanisme penyelesaian konflik. Aplikasi Ishlah ini dapat digunakan sebagai mekanisme penyelesaian konflik baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan. Di peradilan Indonesia, khususnya peradiilan umum dan peradilan agama, ishlah telah digunakan dengan menggunakan konsep mediasi – sebagai sebuah penyelesaian sengketa yang secara prinsip mengandung kesamaan dengan ishlah - yang pelaksanannya terintegrasi dengan proses beracara di pengadilan. 31 Ishlah adalah proses
mendamaikan pihak-pihak yang terlibat konflik
dengan menghilangkan segala bentuk pertikaian dan permusuhan. Para pihak yang terlibat konflik pada dasarnya mereka yang terlibat perselisihan. Secara formal, para pihak tersebut beragama Islam. Identintas keislaman para pihak menunjukkan bahwa ketentuan dasar di dalam proses penyelesaian konflik diantara mereka berdasar pada sumber-sumber hukum yang berasal dari al-Quran, hadis dan juga pandangan para ulama atau fuqaha. 31 Walaupun mediasi telah digunakan sebagai mekanisme penyelesaian konflik dan sengketa di pengadiilan, namun berdasarkan pada hasil-hasil penelitian yang tersedia, ditemukan bahwa proses penyelesaian konflik menggunakan mediasi menunjukkan bahwa keberhasilan mediasi di dalam proses peradilan masih sangat minim.Keberhasilan mediasi di pengadilan negeri yang dijadikan percontohan oleh Mahkamah Agung menunjukkan angka keberhasilan 3% sepanjang tahun 2003-2007. Sementara di pengadlan agama keberhasiilan mediasi mencapai angka 12% sepanjang tahun 2008-2010 khususnya di pengadilan agama wilayah Jawa Barat. Lilhat dalam Yayah Yarotul Salamah, “Mediasi dalam Proses Beracara di Pengadilan: Studi Mengenai Mediasi di Pengadilan Negeri Proyek Percontohan Mahkamah Agung RI”, Disertasi, td, (Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009), hlm. 31-32.
14
Ishlah merupakan prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh para pihak yang beragama Islam yang terlibat konflik untuk memperebutkan kepentingannya. Pengaturan adanya Ishlah ini ditunjukkan terhadap sejumlah konflik yang terjadi antara manusia, baik menyangkut persoalan politik, pidana, dan perdata. Khusus mengenai perselisihan keperdataan dalam bidang hukum keluarga, ishlah dilakukan sebagai upaya agar harmoni dan integrasi antara anggota keluarga dan masyarakat dapat dipelihara. Keterikatan identitas keislaman yang dimiliki para pihak yang terlibat konflik akan diikat oleh suatu prinsip kedamaian yang sumbernya dari al-Quran. Sekalipun pertentangan memperebutkan kepentingan itu pasti terjadi, para pihak yang terlibat konflik seyogiannya menyadari bahwa dasar penyelesaian kepentingan yang sesuai dengan cita-cita al-Quran adalah diselesaikan dengan damai. Penyelesaian perselisihan mengenai kepentingan tersebut, bukan hanya memberi dampak kemanusiaan, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang sangat luhur. Oleh karena itu, aplikasi ishlah dalam resolusi konflik yang terjadi antar orang Islam dirumuskan sebagai berikut: 1.
Para pihak yang terlibat konflik adalah orang mukmin. Setiap orang mukmin dengan sesama mukmin lainnya adalah bersaudara. Persaudaraan antara orang mu‟min merupakan persaudaraan seagama yang memiliki konsekuensi hukum yaitu antara orang mukmin dilarang saling mendhalimi dan membiarkannya didhalimi, perumpaan seorang mu‟min dengan mu‟min lainnya laksana seperti tubuh. Jika salah satu bagian merasa sakit, maka seluruh anggota badan akan merasa demam dan susah tidur, janganlah antar orang mu‟min bersaing dengan tidak baik, saling dengki, saling benci, dan saling membelakang tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara (wa kunu „ibadallahi ikhwana).
32
Makna saudara dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10
itu sama dengan saudara sekandung. Diantara saudara sekandung dilarang saling menyakiti, mencaci, memfitnah dan saling memarahi. Namun, hubungan
saudara
sekandung
masih
lebih
rendah
kedudukannya
dibandingkan dengan hubungan persaudaraan seiman (seagama). Hubungan 32
296-297
Lihat ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-„Adhim. (Beirut: dar El-Fikr, 1999), juz II hlm.
15
persaudaraan dapat putus jika salah satu berpindah agama dan atas perpindahan agama itulah menyebabkan putusnya hubungan kewarisan. Oleh karena itu, berdamailah jika terjadi konflik dengan orang mu‟min sebab ishlah dengan orang mu‟min merupakan bentuk ketaqwaan kepada Allah yang pelakunya akan mendapat rahmat (la‟allakum turhamuun). 2.
Akibat persaudaraan antara orang mu‟min, jika mereka terlibat konflik, maka mereka harus mencari penyelesaian sengketa tersebut dengan ishlah karena ishlah merupakan perintah al-Quran yang ditujukan bagi orang yang beriman (fa ashlihu baina akhawaikum);. Oleh karena itu, menurut al-Quran ishlah merupakan haq Allah yang bersifat taa‟budi yang harus dita‟ati oleh orang mu‟min ketika menghadapi sengketa, sedangkan haq insaniah-nya adalah teknis melaksanakan ishlah baik berupa metode, syarat dan kewenangan dalam forum ishlah.
3.
Para pihak yang terlibat konflik dan akan menyelesaikannya dengan ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu pelakunya memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114);
4.
Jika salah satu pihak yang terlibat konflik berkeinginan untuk melakukan ishlah, maka pihak lain ikut juga berdamai sambil bertawakkal kepada Allah atas apa yang akan dan telah diputuskan dalam perdamaian itu (al-Anfal 61);
5.
Dalam kehidupan keluarga, pasangan suami isteri yang bersengketa di adalah orang mu‟min. Jika mereka mengangkat seorang hakam untuk mengishlahkan mereka di dalam menghadapi kemelut dalam rumah tangganya Allah akan memberi taufiq kepada suami isteri itu (an-nisa ayat 35);
6.
Perintah ishlah (fashlihu) menunjukkan bahwa penyelesaian konflik hendaklah dilakukan dalam forum ishlah bukan melalui peradilan. Peradilan merupakan alternatif penyelesaian sengketa setelah mekanisme ishlah mengalami jalan buntu. Uraian di atas dapat dinyatakan sebagai teori ishlah yang sumbernya dari al-
Quran.
Jika diterapkan di dalam masyarakat muslim yang terlibat konflik
menegaskan bahwa penyelesaian konflik yang terjadi antara orang-orang Islam harus dilakukan dengan proses damai (ishlah). Inilah hukum asal di dalam
16
menyelesaian konflik menurut hukum Islam. Atas dasar itulah, penulis mengajukan suatu kaidah hukum bahwa: االصل فً حل الوٌبسعبت االصالح “Pada dasarnya penyelesaian perselisihan itu dilakukan dengan cara damai”
Oleh karena itu, nilai-nilai ishlah yang terdapat di dalam rumusan al-Quran dapat dijadikan pedoman di dalam penyelesaian konflik dan sengketa yang terjadi diantara komunitas muslim dan para pihak di pengadiilan. Beberapa rumusan yang dapat dikembangkan agar ishlah dapat dilakukan sebagai pedoman penyelesaian konflik baik di dalam sistem peradilan maupun di luar peradilan adalah: 1.
Kriteria muslih (juru damai) Dalam literatur klasik Islam dinyatakan bahwa hadirnya juru damai
merupakan salah satu syarat keberhasilan proses ishlah. Kriteria seorang mushlih adalah taqwa, khauf, kharismatik, faqih dan memahami masalah yang menjadi sumber konflik. Kriteria ini sifatnya ta‟aqquli, yang dewasa ini dapat dimaknai dengan seorang juru runding yang professional. Walupun demikian, kriteria mushlih di atas harus dipertimbangkan karena kriteria tersebut menunjukkan kharisma dan kewibawaan seoarang juru damai.33 Kriteria seorang mediator di pengadilan didasarkan pada kemampuan membangun kepercayaan para pihak, kemampuan menunjukkan sifat empati, tidak menghakimi dan memberikan reaksi positif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan para pihak dalam proses mediasi, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, jelas dan teratur serta mudah dipahami para pihak karena menggunakan bahasa yang sederhana dan kemampuan menjalin hubungan antar personal. 2.
Teknik Ishlah Dalam tafsir ruhul ma‟ani
34
dinyatakan bahwa teknik mendamaikan dalam
proses penyelesaian konflik dilakukan dengan nasehat dan menghilangkan keraguan atau rasa curiga, dan mengajak kepada hukum Allah. Kalau dua pihak 33 34
231
Muhammad al-Qurtubhi, al-Jami‟ li ahkam al-Quran. (Beirut: Dar el-Fikr, 2003). Juz 16, hlm. 323 Syihabuddin al-Alusi. Ruhul Ma‟ani fi Tafsir al-Quran al-„adhim wa sab‟u almatsani. Juz 15 hlm.
17
yang terlibat konflik itu tidak bisa dipengaruhi oleh nasihat, maka dapat ditempuh cara lain melalui cara yang refresip terhadap orang yang membangkang itu sehingga mereka kembali kepada hukum Allah. Jika mereka telah kembali kepada agama Allah dan menghentikan segela bentuk konfliknya, maka damaikanlah diantara keduanya itu dengan adil agar tidak ditemukan konflik berkelanjutan dikemudian hari. Ali al-Sayis menjelaskan bahwa cara ishlah dilakukan dengan memberi nasehat dan irsyad (memberi bimbingan) kepada para pihak yang terlibat konflik sehingga mereka bisa kembali kepada jalan Allah. Dengan demikian, mempertimbangkan kriteria mushlih dan teknik Ishlah merupakan dasar yang paling mungkin untuk mencapai kata damai di dalam proses penyelesaian konflik yang terjadi di dalam masyarakat. E. Kesimpulan Ishlah merupakan norma dasar (grand norm) penyelesaian konflik yang ditawarkan oleh al-Quran yang bersumber dari al-Quran surat al-Hujurat ayat 9 dan 10 beserta beberapa surat lainnya. Masyarakat muslim dapat memanfaatkan islah sebagai pedoman di dalam menyelesaikan konflik karena apabila konflik diselesaikan dengan damai merupakan salah satu bentuk ketaqwaan kepada Allah yang pelakunya akan mendapat rahmat. Kesadaran pentingnya melakukan ishlah (proses mendamaikan) dengan hasilnya sulh (damai) terletak pada kemampuan seorang juru damai dan kesadaran para pihak yang terlibat konflik. Apabila para pihak yang terlibat konflik tidak memiliki itikad baik untuk berdamai, maka Ishlah sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, keberhasilan penyelesaian konflik melalui ishlah ditentukan oleh kemampuan seorang muslih dan kesadaran para pihak (sebagai orang yang beriman) untuk menempuh proses ishlah. Dengan dua prasyarat ini, islah akan dapat diaplikasikan sebagai model penyelesaian konflik di dalam masyarakat, khususnya masyarakat muslim.
18
DAFTAR PUSTAKA Abd Salam. (t.t.). Mu‟jam al-Wasĩth. Teheran: Maktabat al-Ilmiyah Abu „Ali al-Fadl ibn al-Hasan at-Thabarsi. (1986). Majma‟ al-Bayãn fĩ tafsĩr alqur‟a.n Beirut: Dar al-Ma‟rifah. Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni. (t.t.). al-Bidãyah fi Syarh alHidãyah. Beirut: Dar al-Fikr. Ali al-Sayis, (2002). Tafsir Ayat al-Ahkam. Beirut: Dar al-fikr. Alauddin at Tharablisi. t.t. Muin Al Hukkam: Fi ma yataraddadu baina al khasamaini min al Ahkami Beirut : Dar al Fikr. Alo Liliweri, (2005). Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur Yogyakarta: LKiS, 2005. Al-Rãghib al-Ashfahani. (t.t.) al-Mufradãt fĩ Gharĩb al-Qur‟an, Beirut: Dar alMa‟rifah. Dahrendorf, (1998) dalam George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Jakarta: Rajawali Press. E. van Donzel, B. Lewis, dkk (ed). (1990). Encyclopedia of Islam, Leiden: E.J. Brill. Hassan Sadyli dkk. (1982). Ensikolopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar baru – Van Hoeve. Ibn Manzhũr. (t.t.). Lisãn al-'Arab. Mesir: al-Dãr al-Mishriyyah Lita‟lĩf wa alTarjamah Isma‟il al-Haqqi al-Hanafi, (t.t.). Ruhul Bayan. Saudi: Dar al-Nasyr. Ibnu Katsir, (1999). Tafsir al-Quran al-„Adhim. Beirut: dar El-Fikr. John O. Voll. 1983. Renewal and Reform in Islamic History: Tajdid and Ishlãh dalam John L. Esposito, Voices of Resurgent. New York: Oxford University Press. Kamaludin, (2001). Manajemen Personalia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhammad al-Qurtubhi, (2003), al-Jami‟ li ahkam al-Quran. Beirut: Dar el-Fikr,
19
Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, (t.t.). Jami‟ al-bayan fi ta‟wil al-Quran. Beirut: Dar Elfikr. Muhammad Salam Madkur. (1993), Peradilan dalam Islam, Alih bahasa Imron AM, Surabaya: Bina Ilmu. Sayid Sabiq. (1988). Fiqh al- Sunnah. Beirut:Dar el-Fikr. Sukmadjaja Asy‟arie dan Rosy Yusuf. (2006). Pustaka
Indeks Al-Quran. Bandung:
Syihabuddin al-Alusi. (t.t.) Ruhul Ma‟ani fi Tafsir al-Quran al-„adhim wa sab‟u almatsani. Yayah Yarotul Salamah. (2009). “Mediasi dalam Proses Beracara di Pengadilan: Studi Mengenai Mediasi di Pengadilan Negeri Proyek Percontohan Mahkamah Agung RI”, Disertasi, td, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.