SKRIPSI
OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG J AGUNG DENGAN METODE KALENDERING
Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA F24104026
Sigit Nurdyansyah Putra. F24104026. Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mi Jagung dengan Metode Kalendering. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc dan Ir. Subarna, M.Si.
RINGKASAN
Mi berbahan tepung jagung merupakan produk pangan baru yang dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan. Kegiatan penelitian sebelumnya telah menghasilkan beberapa formulasi dan desain proses produksi mi jagung yang optimum, baik mi basah maupun mi instan. Namun demikian, hasil penelitian tersebut masih terbatas pada skala laboratorium. Optimalisasi formula dan proses dilakukan untuk menentukan tahapan proses dan kondisinya dalam proses pembuatan mi jagung dengan metode kalendering pada skala 1kg/batch. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi penentuan jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan dan penentuan parameter proses. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan yaitu 30, 40, 50 dan 60%. Parameter proses meliputi jumlah bagian adonan yang dikukus dan tidak dikukus yaitu o 100:0, 90:10, 80:20, 70:30; penentuan waktu pengukusan adonan pada suhu 90 C dengan variasi waktu 10, 15, 20, dan 30 menit; penggilingan adonan dengan variasi tanpa grinding, grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm; penentuan jarak roller pada proses reduksi
Sigit Nurdyansyah Putra. F24104026. Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mi Jagung dengan Metode Kalendering. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc dan Ir. Subarna, M.Si.
RINGKASAN
Mi berbahan tepung jagung merupakan produk pangan baru yang dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan. Kegiatan penelitian sebelumnya telah menghasilkan beberapa formulasi dan desain proses produksi mi jagung yang optimum, baik mi basah maupun mi instan. Namun demikian, hasil penelitian tersebut masih terbatas pada skala laboratorium. Optimalisasi formula dan proses dilakukan untuk menentukan tahapan proses dan kondisinya dalam proses pembuatan mi jagung dengan metode kalendering pada skala 1kg/batch. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi penentuan jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan dan penentuan parameter proses. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan yaitu 30, 40, 50 dan 60%. Parameter proses meliputi jumlah bagian adonan yang dikukus dan tidak dikukus yaitu o 100:0, 90:10, 80:20, 70:30; penentuan waktu pengukusan adonan pada suhu 90 C dengan variasi waktu 10, 15, 20, dan 30 menit; penggilingan adonan dengan variasi tanpa grinding, grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm; penentuan jarak roller pada proses reduksi
o
pada suhu 95 C selama 20 menit menghasilkan mi dengan elongasi tertinggi secara manul dan tingkat kematangan yang cukup matang. Berdasarkan pengukuran didapatkan nilai persen elongasi setelah pencelupan berturut-turut untuk penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan 0,30 cm sebesar 232,44% dan 268,34%; dan nilai persen elongasi setelah perendaman berturut-turut sebesar 207,62% dan 219,96%. Cooking loss mi basah matang hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm (8,21%) menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dibandingkan penggilingan menggunakan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (12,91%). Kekerasan mi basah matang hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm (2418,65 gf) menunjukkan nilai yang lebih besar besar dibandingkan penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (2377,73 gf). Sedangkan nilai kelengketan mi basah matang hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm (-627,42 gf) gf) menunjukkan menunjukkan nilai yang yang lebih lebih kecil dibandingkan dibandingkan penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (-1234 gf). Nilai kekenyalan mi basah matang hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm (0,2591 gs) menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dibandingkan penggilingan menggunakan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (0,5215 gs). Mi basah matang hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm dikeringkan dan harus mampu menurunkan kadar air mi sehingga memenuhi SNI 01-2974-1996 dengan kandungan air harus di bawah
OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG J AGUNG DENGAN METODE KALENDERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
OPTIMALISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN MI JAGUNG J AGUNG DENGAN METODE KALENDERING
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SIGIT NURDYANSYAH PUTRA
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Sigit Nurdyansyah Putra yang dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1986 di Ngawi dan merupakan putra kedua dari pasangan Djono dan Siti Amini. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Kasreman III (1992-1998), pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Ngawi (1998-2001), dan pendidikan lanjutan di SMUN 2 Ngawi (2001-2004). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI (Ujian Saringan Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif dalam beberapa kegiatan akademik diantaranya finalis Indofood Riset Nugraha 2007, dan PKMK yang didanai DIKTI tahun 2008. Dalam kegiatan non akademik, penulis pernah aktif diantaranya BIRENA DKM Al-Hurriyyah, DKM Musholla Ash-Shaff
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mi Jagung Metode Kalendering”. Salawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis. 2. Ir. Subarna, MSi. selaku Dosen Pembimbing II atas segala bantuan, perhatian, masukan dan bimbingannya kepada penulis.
11. Teman-teman ETOS 41: Slamet, Aang, Agus, Malik, Eko, Aris, Defa, Novita, Umul, Giyarti, Risma, Ana atas persahabatan, dukungan, dan kemurahan hati kalian selama ini. 12. Keluarga Besar ETOS Bogor: Ust. Arif Hartoyo, Ust. Karantiano, Ust. Asep Nurhalim, Mas Budi, Mas Supri, Mas Nurmaulana, Mas Andri, Mas Febri, Mba Nisa, Deden, Bams, TJ, Yuda, Deni, Saiful, Rinto, Salman, Deni, Wahyu, Dedi, AW, Eful, Iful, Dodik, dll . Kalian membuat hari– hariku penuh dengan keceriaan dan canda tawa. 13. Teman-teman di Al-Inayah: Mas Krist, Mas Bambang, Mas Habro, Mas Yose, Mas Rio, Taqi, Rangga, Ahmad, Syaiful, Toni, Wely, Gina, Dika, Eko, Yaya, Roby, Fuad, Anas, Hanif, Yudi, Syahroni, Triyadi, Fakih, Rudi, Triono, Kamal, Omen, Hans atas kebersamaan, dukungan, dan nasehat-nasehatnya yang sangat berharga bagi penulis. 14. Sahabat-sahabat ITP 41 atas dukungan, kebersamaan, dan persahabatan yang penuh warna.
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketahanan pangan yang kurang stabil. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi, sehingga ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak tercukupi, bangsa Indonesia harus mengimpor bahan pangan dari luar. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan bahan pangan lainnya dengan mencari alternatif bahan pangan l ainnya yang dapat tumbuh di Indonesia. Kegiatan tersebut dikenal dengan usaha diversifikasi pangan. Bagi masyarakat di Indonesia, produk mi baik berupa mi basah, mi kering, maupun mi instan, kini sudah menjadi bahan makanan utama kedua setelah beras. Namun berbeda dengan beras, 100% bahan dasar pembuatan mi, yaitu berupa biji gandum harus diimpor dari luar negeri karena sampai saat ini Indonesia belum
Sementara itu, produksi jagung secara nasional untuk tahun 2007 diperkirakan mencapai 13,3 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2007). Pemilihan jagung sebagai bahan baku dalam penelitian ini sejalan dengan program pemerintah dalam mendukung upaya diversifikasi pangan dan pemantapan ketahanan pangan nasional 2005-2010. Arah pengembangan dan sasaran komoditas pangan untuk jagung adalah menuju swasembada pada tahun 2007 dan daya saing ekspor pada tahun 2008. Untuk mewujudkan arah pengembangan di atas, perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas produksi jagung dan peningkatan nilai tambah jagung yang tidak hanya terbatas pada penggunaannya sebagai makanan pokok saja. Salah satu rencana peningkatan nilai tambah jagung adalah dengan pengembangan industri berbasis jagung untuk konsumsi dalam negeri (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Dalam upaya diversifikasi pangan, mi dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena dapat berfungsi sebagai bahan pangan pokok. Berdasarkan hasil kajian preferensi konsumen terhadap produk pangan
B.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan tahapan proses dan kondisi yang optimal dalam proses pembuatan mi jagung metode kalendering pada skala produksi 1kg/batch.
C.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu menghasilkan formula dan desain proses produksi mi jagung yang sesuai untuk diaplikasikan ke skala komersial, yaitu skala industri kecil.
II. TINJAUAN PUSTAKA A.
JAGUNG
Jenis Jagung
Tanaman jagung ( Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman biji–bijian dari keluarga rumput–rumputan ( Graminae). Jagung diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, Ordo Poales , Famili Poaceae, dan Genus Zea. Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika dan a
merupakan tanaman sereal yang paling penting di benua tersebut (Anonim , 2007). Berdasarkan bentuk bijinya (kernel), ada 6 tipe utama jagung, yaitu dent , flint , flour , sweet , pop, dan pod corns (Darrah et al., 2003).
bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Jagung jenis pop memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang
lebih sedikit. Sedangkan jagung jenis pod merupakan jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya jagung jenis ini tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991). Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara ( flint ) dan setengah mutiara ( semiflint ), seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara), Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara), dan lain-lain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga terdapat jagung tipe berondong ( pop corn), jagung gigi kuda ( dent corn), dan jagung manis ( sweet corn).
Morfologi dan Anatomi Biji Jagung
Biji jagung merupakan biji serealia yang paling besar dengan berat masing–masing 250–300 mg. Biji jagung berbentuk bulat dan melekat pada
dikelilingi oleh matriks protein yang sangat tebal. Bagian starchy endosperm terdiri dari endosperma keras ( horny endosperm) dan endosperma lunak ( floury endosperm ). Bagian endosperma keras mengandung matriks protein yang lebih
tebal dan lebih kuat dibandingkan endosperma lunak. Sedangkan endosperma lunak mengandung pati lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada bagian yang keras (Watson, 2003).
mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003). Adapun bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein), dan glutelin. Albumin dan globulin terkonsentrasi pada sel aleuron, pericarp, dan lembaga. Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan pada
endosperma. Tabel 1. Distribusi protein di dalam endosperma jagung Protein
Kandungan pada jagung Normal (%)
Opaque-2 (%)
Floury-2 (%)
Albumin
4,7
20,2
5,6
Globulin
3,5
─
3,4
Prolamin
45,8
14,6
32,3
Glutelin
38,0
53,2
44,3
Jagung Pioneer-21
Jagung Varietas P-21 ( Pioneer -21) memiliki umur panen 100 hari. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73 %. Kandungan
lemak
yang
rendah
disebabkan
adanya
proses
degerminasi
(pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang kaya akan lemak sehingga akan menyebabkan tepung jagung cepat menjadi tengik bila tidak dipisahkan. Tabel 2. Komposisi kimia tepung jagung P-21 (Etikawati, 2008) Kadar Komponen (%)
Kadar air
5.46
Protein
6.32
Lemak
1.73
Abu
0.31
Karbohidrat
86.18
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi
lanjut warna kuning pada tepung jagung juga menunjukkan karakteristik khas dari mi yang dihasilkan. Fadlillah (2005) menyatakan bahwa mi jagung yang berwarna kuning merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu karena tidak memerlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi yang berwarna kuning.
B.
PATI JAGUNG
Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena, merupakan produk olahan jagung yang diperoleh dari hasil penggilingan basah ( wet milling) dengan cara memisahkan komponen-komponen non-pati seperti serat kasar, lemak, dan protein. Pati jagung merupakan salah satu jenis bahan pengikat. Menurut Tanikawa dan Motohiro (1995), bahan pengikat berfungsi untuk menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat, dan menarik air dari adonan. Pati jagung juga berfungsi sebagai bahan pengisi. Bahan-bahan yang
Mauro et al. (2003) mengatakan bahwa pati jagung terdiri dari 73% amilopektin dan 27% amilosa. Namun demikian, terdapat varietas jagung yang tersusun seluruhnya (100%) dari amilopektin yaitu jenis waxy/glutinous corn. Sebaliknya, terdapat pula varietas jagung yang mengandung amilosa dalam jumlah yang tinggi (50-75%). Varietas tersebut dinamakan high-amylose corn.
Tabel 4. Karakteristik granula pati Jenis pati Ukuran granula (µm) Padi 3-8 Gandum 20-35 Jagung 15 Sorgum 25 Rye 28 Barley 20-25 Sumber: Hoseney (1998)
Bentuk granula Poligonal Lentikular atau bulat Polihedral atau bulat Bulat Lentikular atau bulat Bulat atau elips
Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan (Tabel 4). Pati jagung biasa dan pati jagung berlilin ( waxy/glutinous corn ) memiliki diameter berkisar antara 2–30 µm. Jagung yang tinggi amilosa ( highamylose corn) memiliki diameter berkisar antara 2-24 µm. Sedangkan pati pada
kentang, tapioka, dan gandum masing-masing memiliki diameter berkisar antara 5-100 µm, 4-35 µm, dan 2-55 µm (Fennema, 1996). Menurut Boyer dan Shannon (2003), granula pati memiliki struktur kristalin yang terdiri dari unit kristal dan
larut, kekuatan ikatan di dalam granula pati akan berkurang yang diikuti dengan semakin kuatnya ikatan antar granula, kekentalan (viskositas) semakin meningkat, dan kejernihan pasta juga akan meningkat. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 2004).
Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang)
Masuknya air merusak kristalinitas amilosa dan merusak helix. Granula membengkak
Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar dari granula
gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Pengukuran suhu gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Brabender Visco-amylograph dan Differential Scanning Calorimetry .
Suhu gelatinisasi tiap-tiap pati berbeda dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati o Sumber pati Suhu gelatinisasi ( C) Beras 65-73 Ubi jalar 82-83 Tapioka 59-70 Jagung 61-72 Gandum 53-64 Sumber: Fennema (1996)
Suhu gelatinisasi dipengaruhi pula oleh ukuran amilosa dan amilopektin
meningkatnya viskositas, 2) terbentuknya lapisan tak larut pada pasta panas, 3) terbentuknya endapan partikel pati yang tidak larut, 4) terbentuknya gel, dan 5) keluarnya air dari pasta (sineresis). Retrogradasi adalah peristiwa yang komplek dan tergantung dari banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi peristiwa retrogradasi adalah tipe pati, konsentrasi pati, prosedur pemasakan, suhu, waktu penyimpanan, pH, prosedur pendinginan, dan keberadaan komponen lain (Swinkle, 1995). Peristiwa retrogradasi lebih mudah terjadi pada suhu rendah dengan konsentrasi pati tinggi. Kecepatan retrogradasi optimum pada pH 5-7 dan menurun pada pH dibawah atau diatas rentang pH tersebut. Retrogradasi tidak terjadi pada pH diatas 10 dan sangat lambat pada pH dibawah 2. Fraksi pati yang berperan pada peristiwa retrogradasi adalah fraksi amilosa. Fraksi amilosa yang terlarut dapat berikatan satu sama lain membentuk agregrat yang tidak larut air. Dalam larutan (konsentrasi pati rendah), agregat amilosa akan membentuk endapan. Tetapi pada dispersi yang lebih terkonsentrasi
E.
MI
Mi Basah
Menurut Astawan (2005), mi basah adalah jenis mi yang mengalami pemasakan setelah tahap pemotongan. Sedangkan menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992), definisi mi basah adalah produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Mi basah memiliki kadar air maksimal 35% (b/b). Berdasarkan bahan baku yang digunakan, ada dua macam mi yaitu mi yang berbasis protein dan mi yang berbasis pati. Bahan baku mi berbasis protein berasal dari gandum. Sedangkan bahan baku mi yang berbasis pati dapat berasal dari kacang hijau, ubi jalar, maupun sorgum (Fuglie dan Hermann, 2001). Berdasarkan bentuk produk mi yang ada di pasaran, mi dapat diklasifikasikan menjadi mi basah mentah yaitu mi yang diproses tanpa pemasakan dan pengeringan, mi basah matang yaitu mi basah yang mengalami
6
7. 8.
5.3 formalin Cemaran logam 6.1 timbal (Pb) 6.2 tembaga (Cu) 6.3 seng (Zn) 6.4 raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba : 8.1 angka lempeng total 8.2 E. Coli 8.3 kapang
88 Tidak boleh ada
mg/kg
Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks 0,05 Maks 0,05
Koloni/g APM/g Koloni/g
Maks 1,0 x 10 Maks. 10 4 Maks 1,0 x 10
mg/kg
6
Mi Kering
Menurut SNI 01-2974-1996, mi kering didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi. Mi dalam bentuk kering harus mempunyai padatan minimal 87%, artinya kandungan airnya harus di bawah 13%. Karakteristik yang disukai dari mi kering
7.
8.
Arsen (As) Cemaran mikroba: 8.1 Angka lempeng total 8.2 E. coli 8.3 Kapang
mg/kg
Maks. 0,5
Maks. 0,5
koloni/g
Maks. 1,0 x 10
APM/g koloni/g
Maks. 10 4 Maks. 1,0 x 10
6
Maks. 1,0 x 10
6
Maks. 10 4 Maks. 1,0 x 10
Produk mi kering maupun mi basah pada dasarnya memiliki komposisi yang hampir sama. Adapun yang membedakan keduanya adalah kadar air, kadar protein, dan tahapan proses pembuatan. Untuk mendapatkan mi kering, mi mentah dikeringkan dengan cara penjemuran atau di angin-anginkan atau juga o
dikeringkan dalam oven pada suhu ± 50 C. Mi kering mempunyai daya simpan yang lebih lama tergantung dari kadar air dan cara penyimpanannya. Selama kemasannya masih tertutup rapat, mi kering dapat disimpan selama 6-12 bulan. Proses pengolahan mi kering sebenarnya hampir sama dengan mi instan. Pada mi kering terjadi proses pengeringan untuk mengurangi kadar air mi hingga 10-12 persen. Sedangkan proses pengolahan mi instan umumnya dengan digoreng
Tabel 8. Pengaruh penambahan beberapa bahan tambahan makanan (BTM) terhadap cooking loss dan kelengketan (Fadlillah, 2005) No. BTM Kelengketan Cooking loss Keterangan 1. Guar Gum ++ ++++ Konsentrasi 1% 2. K2CO3 dan +++++ ++++++++ Warna berubah menjadi Na2CO3 gelap 3. RESL/ ++++ +++++ Konsentrasi 1% Alginat 4. Tawas ++++ ++++++++ Konsentrasi 1% (Alum) 5. CMC ++++ +++++ Konsentrasi 1% 6. Tawas++++ ++++++ Masing-masing alginat konsentrasi 1% Keterangan:
Kelengketan : + (tingkat kelengketan, makin banyak makin lengket) Cooking loss : + (tingkat kekeruhan air, makin banyak berarti makin keruh, pati yang larut makin tinggi) CMC, guar gum, dan alginat dapat berfungsi sebagai pengikat komponenkomponen adonan, sehingga ketika mi dimasak komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh
Tabel 10. Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual Proses Kriteria Pengukuran Mixing
Adonan seragam; mampu menyerap air secara optimal Lembaran mi mudah dibentuk; permukaannya halus; tidak Sheeting bergaris-garis; dan tidak ada noda Ukurannya seragam dan sesuai; tersisir dengan baik; bentuknya Slitting bagus Memiliki derajat gelatinisasi yang baik; tidak lengket Steaming Waktu pemasakan singkat; rendah cooking loss (kehilangan Cooking padatan akibat pemasakan); teksturnya bagus Sumber: Hou dan Kruk (1998) o
o
Campuran ini kemudian dikukus pada kisaran suhu 90 C-100 C. Pengukusan
menyebabkan
adonan
mengalami
gelatinisasi,
sehingga
menyebabkan terbentuknya massa yang elastis dan kohesif setelah pengulenan. Tahap selanjutnya adalah pressing untuk pembentukan lembaran. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan adonan di antara roll pengepres sehingga didapatkan ketebalan 2 mm. Lembaran ini kemudian
Tabel 11. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Baku
1.
Mi jagung kering
Tepung jagung (70%), pati jagung (30%), air (30%), garam (1%), guar gum (1%), baking powder (0,3%)
Proses
Tepung jagung + air + garam + baking powder ↓
Pencampuran
Parameter Mutu Analisis fisik •
•
↓
Pengukusan (15 menit) ↓
•
Pembentukan lembaran pencetakan, dan pemotongan ↓
Pengukusan (10 menit)
•
↓
Pengeringan (55-60 oC, 1jam) ↓
mie jagung kering
Cooking loss: 17,82% (CMC); 20,72% (guar gum) Daya serap air: 285,71% (CMC); 202,42% (guar gum) Kekerasan: 1153,65 gf (CMC); 1469,20 gf (guar gum) Kelengketan: -469,75 gf (guar gum); -295,95 gf (CMC)
Analisis kimia Mi yang terbuat dari tepung penggilingan kering: • • • • •
Kadar air: 7,80% Kadar abu: 1,50% Kadar protein: 6,93% Kadar lemak 0,19% Kadar karbohidrat: 84,17%
Mi yang terbuat dari tepung penggilingan basah: • • •
Kadar air: 4,66% Kadar abu: 1,27% Kadar protein: 6,13%
Referensi
Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
• •
2.
Mie jagung basah
Tepung jagung varietas srikandi (100 g), air (30 ml), garam (1%), baking powder (0,3%)
Tepung jagung + air + garam + baking powder
Analisis fisik •
↓
Pencampuran
•
↓
•
Pengukusan adonan (7 menit) ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Mi basah mentah ↓
Perebusan (2 menit) ↓
Mi basah matang
• • •
Mie jagung basah
Tepung jagung varietas srikandi kuning kering panen ( HQPM ) (100 g), garam (0,6%), baking powder (0,2%), guar gum
(0,6%).
70% tepung jagung basah + garam + baking powder
• • • •
•
↓ •
↓
•
↓
@
Rianto, B. F. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan baku tepung jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
Kadar air: 196% (bk) Kadar abu: 0,41% Kadar protein: 6,45% Kadar lemak: 8,20% Kadar karbohidrat: 85,0%
Analisis fisik
Pengukusan adonan (5 menit) Pencampuran dengan 30% tepung jagung kering
Suhu adonan setelah pengukusan: 73,45 oC Derajat gelatinisasi: 65,75% Persen elongasi: 19,78% KPAP: 17,60% Kekerasan: 1089,63 gf Kelengketan: -288,66 gf
Analisis kimia
•
3.
Kadar lemak 1,83% Kadar karbohidrat: 86,11%
• • •
Warna mi jagung basah o Hue: 92,8 (kuning) Persen elongasi: 14,7% Resistensi terhadap tarikan: 9,9 gf Kekerasan: 736,49 gf Kelengketan: 558,48 gf KPAP: 10,10%
Soraya, A. 2006. Perancangan proses dan formulasi mie jagung basah berbahan dasar High Quality Protein Maize varietas srikandi kuning kering panen. Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
@ ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Perebusan (1,5 menit)
Analisis kimia • • • •
↓
Perendaman dalam air dingin (10 detik)
Kadar air: 62,03% (bb) Kadar abu: 0,82% Kadar protein: 7,63% Kadar lemak: 7,05% Kadar karbohidrat: 59,18%
↓
4.
Mie jagung basah
Maizena (90 g), Corn Gluten Meal
(CGM) (10 g), air (30 ml), CMC (1%), garam (1%), baking powder (0,3%), pati kacang hijau (5%), guar gum (1%)
Mi basah matang ½ bagian maizena + CGM + CMC/guar gum + air + garam + baking powder
Analisis fisik • •
↓
Pencampuran sampai homogen ↓
Pengukusan adonan (3 menit) ↓
• • •
Penambahan dengan sisa ½ bagian maizena ↓
Pencampuran sampai homogen ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Perebusan (2,5 menit) ↓
@
Persen elongasi: 15,86% Resistensi terhadap tarikan: 15,73 gf Kekerasan: 964,89 gf Kelengketan: -251,2 gf KPAP terendah diperoleh pada pengunaan guar gum dengan konsentrasi: 1%
Analisis kimia • • • • •
Kadar air: 63,71% (bb) Kadar abu: 0,41% Kadar protein: 7,14% Kadar lemak: 4,49% Kadar karbohidrat: 87,99%
Kurniawati, R. D. 2006. Penentuan desain proses dan formulasi optimal pembuatan mie jagung basah berbahan dasar pati jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). . Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
@ ↓
Perendaman dalam air dingin (15 detik) ↓
Penirisan ↓
Penambahan minyak (2%) ↓
5.
Mie jagung instan
Maizena (90%), gluten terigu : CGM (10%; 9:1), air (35% total adonan), garam (1%), baking powder (0,3%), CMC (1%)
Mi jagung basah matang Maizena + gluten terigu + CGM + air + garam + baking powder + CMC ↓
Pencampuran ↓
Pengukusan I (10 menit) ↓
Pengadukan sampai adonan kalis ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Pengukusan II (10 menit) ↓
@
Analisis fisik • •
Persen elongasi: 150.63% Kekerasan: 53.33 Kgf
Fadlillah, H. N. 2005. Verifikasi formulasi mie jagung instan dalam rangka penggandaan skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
@ ↓
Pengeringan dengan oven (60-70 oC) selama 2 jam ↓
6.
Mie jagung instan
Pati jagung (90%), Corn Gluten Meal
(CGM) (10%), air (35%), CMC (1%), garam (1%), baking powder (0,3%)
Mi jagung instan ½ bagian pati jagung + air + CGM
Analisis fisik •
↓
•
Pencampuran
•
↓
Pengukusan I (7 menit) ↓
Penambahan dengan sisa ½ bagian pati jagung + garam + CMC + baking powder ↓
Pencampuran sampai kalis ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Pengukusan II (10 menit) ↓
Pengeringan dengan oven (60-70 oC) selama 2 jam ↓
Mi jagung instan
•
Ketebalan mi: 0,43-0,47 mm KPAP: 24,39% Daya serap air: 75% Waktu rehidrasi: 4 menit
Analisis kimia • • • • • •
Kadar air: 7,95% (bb) Kadar abu: 1,26% Kadar protein: 3,43% Kadar lemak: 2,52% Kadar karbohidrat: 84,84% Nilai energi: 376 kalori
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati dan protein jagung (CGM) dalam pembuatan mie jagung instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
7.
Mie jagung instan
Tepung jagung : air (1:1), baking powder (0.3%), garam
Tepung jagung + air + garam + baking powder
•
↓
Pencampuran
•
↓
•
Pengukusan I (15 menit) ↓ Pressing, slitting, cutting ↓
Pengukusan II (15 menit) ↓
Pengeringan dengan oven (60-70 oC) selama 1-2 jam ↓
Mi jagung instan
Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mie Warna mi jagung Hue: 54 jagung instan berdasarkan 90 ( yellow red ) Tingkat gelatinisasi: 80,77% kajian preferensi konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu KPAP: 8,47% dan teknologi Pangan, Daya serap air: 91,97% FATETA, IPB, Bogor. Waktu rehidrasi: 7 menit
Analisis fisik
• •
o
Analisis kimia • • • • • • • •
Kadar air: 11,67% (bb) Kadar abu: 1,20% Kadar protein: 6,16% Kadar lemak: 2,27% Kadar karbohidrat: 78,69% Kadar pati: 65,92% Kadar serat makanan: 6,80% Nilai energi: 360 kkal/100 g
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner 21 (P-21). Bahan-bahan tambahan yang digunakan antara lain air, garam, dan guar gum. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pembuat mi, horizontal dough mixer, grinder daging dengan die berdiameter 8 cm (die pertama memiliki 75 lubang dengan diameter masing-masing lubang 0,60 cm, die kedua memiliki 128 lubang dengan diameter masing-masing lubang 0,30 cm), steam blancher , alat penggilingan jagung ( hammer mill dan disc mill), oven, timbangan, alat-alat untuk analisis seperti Texture Analyzer,
oven, tanur, neraca analitik, dan alat-alat gelas serta peralatan masak lainnya.
Jagung kering pipil
Penggilingan I (hammer mill)
Grits, lembaga, tip cap, dan kulit
Pemisahan endosperm dari lembaga, kulit dan tip cap
Grits jagung
Penirisan dan pengeringan
Lembaga, kulit dan tip cap
hand mixer ± 5 menit, kemudian dicampurkan dengan larutan garam
(dibuat dengan cara melarutkan 10 gram garam dalam air) dan diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Setelah itu adonan dikukus pada o
suhu 90 C selama 15 menit, kemudian dilakukan sheeting untuk membentuk lembaran. Pengamatan dilakukan terhadap sifat adonan saat sheeting .
3. Penentuan Parameter Proses a.
Jumlah bagian adonan yang dikukus
Adonan dibuat dari 1 kg tepung jagung dengan perbandingan adonan yang dikukus dan tidak dikukus yaitu 100:0, 90:10, 80:20, dan 70:30; 10 gram guar gum, dan larutan garam (10 gram garam dilarutkan dalam 500 mL air). Bagian tepung yang tidak dikukus dicampur dengan guar gum, kemudian diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit., Kemudian dicampurkan dengan larutan garam dan diaduk menggunakan
c.
Penggilingan adonan
Adonan dibuat dari 700 gram tepung jagung,10 gram guar gum, dan larutan garam (10 gram garam dilarutkan dalam 500 mL air). Tepung jagung dicampur dengan guar gum kemudian diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Kemudian dicampurkan dengan larutan garam dan diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Setelah o
itu adonan dikukus pada suhu 90 C selama 15 menit. Adonan yang telah dikukus dicampurkan dengan 300 gram tepung jagung kering
dan
diaduk menggunakan tangan. Penggilingan adonan dilakukan dengan tiga variasi yaitu tanpa grinding, grinding dengan diameter die 0,60 cm, dan grinding dengan diameter die 0,30 cm. Adonan dilakukan sheeting untuk membentuk lembaran, dilanjutkan dengan
slitting
untuk
membentuk untaian mi. Kemudian mi dimatangkan dengan pengukusan o
pada suhu 95 C selama 20 menit. Selanjutnya dilakukan pengamatan parameter fisik mi basah jagung
ketebalannya menggunakan penggaris. Sheeting dilakukan dengan variasi jarak awal roller yaitu 0,5 cm (biasa digunakan untuk mi terigu), dan 0,3 cm selain itu dilakukan variasi terhadap perpindahan jarak roller yaitu 1 satuan , 0,5 satuan dan perpaduan diantara keduanya. Kemudian dilanjutkan dengan slitting saat ketebalan lembaran ± 0,12 cm untuk membentuk untaian mi. Penentuan jarak roller berdasarkan pengamatan kemudahan penanganan adonan saat sheeting dan slitting . e.
Penentuan waktu pengukusan mi
Adonan dibuat dari 700 gram tepung jagung, 10 gram guar gum, dan larutan garam (10 gram garam dilarutkan dalam 500 mL air). Tepung jagung dicampur dengan guar gum kemudian diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Kemudian dicampurkan dengan larutan garam dan diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Setelah o
itu adonan dikukus pada suhu 90 C selama 15 menit. Adonan yang telah dikukus dicampurkan dengan 300 gram tepung jagung kering
dan
f.
Penentuan waktu optimum pengovenan
Adonan dibuat dari 700 gram tepung jagung, 10 gram guar gum, dan larutan garam (10 gram garam dilarutkan dalam 500 mL air). Tepung jagung dicampur dengan guar gum kemudian diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Kemudian dicampurkan dengan larutan garam dan diaduk menggunakan hand mixer ± 5 menit. Setelah o
itu adonan dikukus pada suhu 90 C selama 15 menit. Adonan yang telah dikukus dicampurkan dengan 300 gram tepung jagung kering
dan
diaduk menggunakan tangan kemudian digiling sebanyak 2x dengan grinder berdiameter die 0,30 cm. Kemudian adonan dilakukan sheeting
untuk membentuk lembaran, dilanjutkan dengan slitting saat ketebalan mi ± 0,12 cm. o
Untaian mi dimatangkan dengan pengukusan pada suhu 95 C selama 20 menit. Mi kemudian dikeringkan dengan variasi suhu 60, 70, o
o
dan 80 C. Pengovenan suhu 60 C dilakukan dengan waktu 35, 40, dan
C. Metode Analisis Analisis Sifat Fisik 1. Texture Profile Analysis (TPA) menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2 Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm.
Pengaturan TAXT–2 yang digunakan tertera pada Tabel 9. Tabel 12. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis) Parameter Setting Pre test speed 2,.0 mm/s Test speed 0,1 mm/s Post test speed 2,0 mm/s Rupture test speed 1,0 mm Distance 75% Force 100 g Time 5 sec Count 2
Gambar 6. Kurva profil tekstur mi
2. Persen Elongasi Menggunakan Texture Analyzer Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Sampel dililitkan pada probe dengan jarak antar lilitan sampel
3. Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)/ Cooking Loss ( metode Oh et al., 1985)
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan (4 menit untuk mi jagung), mi ditiriskan dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut: KPAP
=
berat sampel setelah di ker ingkan × 100% − ( 1 ) berat awal kadar air contoh
1−
4. Waktu Rehidrasi Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam 150 ml air. kemudian dihitung waktunya pada saat mi telah terhidrasi sempurna (tidak ada spot putih di tengah untaian mi). Waktu rehidrasi adalah waktu yang
gelatinisasi 60%, dan 80:20 untuk sampel dengan derajat gelatinisasi 80%. Tahap berikutnya adalah pembacaan absorbansi masing–masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan 47,5 ml akuades. Campuran ini kemudian diaduk menggunakan
stirer
selama satu menit dan
ditambahkan 2,5 ml KOH 0,2 N dan diaduk kembali menggunakan stirer selama lima menit. Campuran ini kemudian dipipet sebanyak 10 ml dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan yang diperoleh dipipet dan dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi A dan B masing–masing sebanyak 0,5 ml. Kemudian ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 N ke dalam kedua tabung reaksi. Sebanyak 0,1 ml iodin ditambahkan ke dalam tabung reaksi B. Lalu ke dalam kedua tabung reaksi ditambahkan akuades masing–masing sebanyak 9 ml untuk tabung A dan 8,9 ml untuk tabung B. Kedua tabung ini
Analisis Sifat Kimia
1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC, 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (sekitar lima gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam 0
oven bersuhu 100 C selama kurang lebih enam jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus: Kadar air (% b.b) = c – ( a - b ) Keterangan :
x 100%
c a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Tepung Jagung
Jagung pipil yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas Pioneer 21 yang didapatkan dari sentra pertanian jagung Ponorogo, Jawa Timur. Proses pembuatan tepung jagung diawali dengan penggilingan menggunakan hammer mill yang menghasilkan grits jagung. Grits jagung yang dihasilkan dari penggilingan pertama masih bercampur dengan kotoran, kulit, tepung kasar dan komponen lain yang tidak diinginkan. Proses yang dilakukan untuk memisahkan grits dari semua campuran tersebut yaitu dengan mencuci dan merendam dalam air. Selain untuk memisahkan bagian endosperm (grits jagung) dengan lembaga, kulit dan tip cap dan memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber
kontaminasi, proses pencucian dan perendaman ini juga bertujuan untuk memperlunak jaringan jagung yang masih keras sehingga ketika digiling
Jagung kering pipil (10 kg)
Penggilingan I (hammer mill)
Grits, lembaga, tip cap,kulit yang terbuang (0.23 kg/2,3%)
Grits, Lembaga, tip cap, dan kulit (9,77 kg/97,7%)
Pemisahan endosperm dari lembaga, kulit dan tip cap
Lembaga, tip cap, kulit (3,47 kg/34,7%)
Grits jagung (6,3 kg/63%)
Grits jagung yang
Sebanyak 10 kg jagung pipil varietas Pioneer-21 melalui proses penepungan menghasilkan 2,914 kg tepung jagung lolos ayakan 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan 29,14% dari keseluruhan bahan baku. Kemudian tepung jagung ini dikemas dalam wadah plastik ukuran 500 gram dan disimpan di freezer sebelum digunakan untuk proses pembuatan mi jagung. Pembuatan tepung jagung dengan metode penggilingan kering didasarkan pada penelitian Juniawati (2003). Pada metode ini, penggilingan jagung
dilakukan
sebanyak dua
tahap.
Penggilingan tahap pertama
menggunakan hammer mill yang dilanjutkan dengan perendaman dan pencucian untuk memisahkan bagian endosperma ( grits ) jagung dengan kulit, lembaga, dan tip cap. Perendaman juga bertujuan untuk melunakkan endosperma jagung agar mudah dihancurkan saat proses penggilingan kedua. Penggilingan tahap kedua bertujuan untuk menghaluskan grits jagung menjadi tepung dengan menggunakan disc mill. Grits jagung terlebih dahulu
B. Penentuan Jumlah Air
Dalam pembuatan mi jagung ini formula yang digunakan terdiri dari 1 kg tepung jagung, 10 gram garam dan 10 gram guar gum. Sedangkan jumlah air yang ditambahkan yaitu 30, 40, 50, dan 60% (dihitung dari berat tepung jagung). 1 kg tepung jagung dicampur dengan 10 gram guar gum diaduk menggunakan hand mixer selama ± 5 menit, kemudian dicampurkan dengan larutan garam (dibuat dengan cara melarutkan 10 gram garam dalam air) dan diaduk menggunakan hand mixer selama ± 5 menit. Setelah itu adonan o
dikukus pada suhu 90 C selama 15 menit, kemudian dilakukan sheeting untuk membentuk lembaran. Tabel 13. Sifat adonan pada penambahan jumlah air yang berbeda Jumlah air (%) 30
Sifat adonan mi (secara visual) Adonan tidak lengket pada roller mesin sheeting, namun lembaran yang dihasilkan rapuh dan waktu pembentukan lembaran lama
berdifusi keluar disebabkan oleh pengaruh panas (Janssen, 1993). Jumlah air < 50% menyebabkan proses pregelatinisasi adonan kurang sempurna, sedangkan jumlah air > 50% menyebabkan adonan menjadi lengket. Air berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan dikukus. Dengan adanya air, maka unsur kimia dalam bahan akan bereaksi dan dengan proses pengadukan akan tercampur sehingga menjadi homogen (Buckle et al., 1998). Jumlah air sangat menentukan kelengketan mi. Bila air yang ditambahkan terlalu sedikit, maka proses gelatinisasi kurang sempurna sehingga pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik. Namun bila penambahan air terlalu banyak maka adonan terlalu matang. Adonan yang terlalu matang menyebabkan untaian mi yang dihasilkan menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati, 2007). Berdasarkan pengamatan sifat adonan saat sheeting , jumlah air yang dipilih dan digunakan untuk proses pembuatan mi jagung selanjutnya adalah
atas gliadin dan glutelin yang merupakan jenis protein yang mempunyai sifat mampu membentuk massa yang elastic-cohesive dengan penambahan air dan pengadukan tanpa pemanasan. Proses pregelatinisasi ini harus dilakukan secara tepat dari segi jumlah bagian adonan yang dikukus, suhu pengukusan, serta waktu pengukusan. o
Pengukusan adonan dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit. Pengurangan waktu pengukusan menyebabkan lembaran yang dihasilkan rapuh dan mudah sobek. Proses pregelatinisasi yang tepat akan menghasilkan gelatinisasi yang cukup dengan pati tergelatinisasi menjadi zat pengikat antar granula pati di dalam adonan (Susilawati, 2007). Pada pati yang mengalami pregelatinasi masih terlihat adanya granula yang masih utuh (Anwar, et al., 2006). Tabel 14. Sifat adonan pada berbagai jumlah bagian adonan yang dikukus Bagian adonan (kukus:tidak) 100:0
Sifat adonan (secara visual) Adonan terlalu lengket pada roller mesin sheeting
jagung yang dikukus 70%, menghasilkan adonan yang tidak lengket pada roller mesin sheeting . Lembaran bersifat plastis sehingga bisa ditipiskan. Berdasarkan pengamatan sifat adonan, perbandingan adonan yang dikukus dengan yang tidak dikukus, yang dipilih dan digunakan untuk proses pembuatan mi jagung selanjutnya adalah adonan dengan perbandingan 70:30. Faktor yang mempengaruhi karakteristik adonan adalah jumlah fraksi air bebas atau fraksi cair yang terkandung dalam adonan. Tepung jagung yang dikukus 70% mempunyai kandungan fraksi air bebas yang pas sehingga menghasilkan karakteristik adonan yang tepat. Efisiensi waktu pembuatan adonan dengan pengukusan 100% tidak bisa dilakukan karena jumlah fraksi bebas dalam adonan yang dikukus 100% tidak pas sehingga karakteristik adonan yang dihasilkan tidak tepat. Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik adonan adalah tingkat gelatinisasi pati. Jumlah pati tergelatinisasi yang kurang
Gambar 8. Proses pengukusan adonan menggunakan steam blancher Tabel 15. Pengaruh suhu pengukusan terhadap sifat adonan Suhu pengukusan Sifat adonan (secara visual) o < 90 C Lembaran adonan yang dihasilkan rapuh dan mudah sekali sobek o 90 C Lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya o >90 C Lembaran adonan terlalu lengket pada roller
30
Adonan sangat lengket dan lolos dari pisau trap sehingga melapisi roller saat sheeting , lembaran terlalu elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat (terlalu matang) o
Pengukusan dengan suhu 90 C selama 10 menit menghasilkan lembaran yang terlipat kembali sehingga terbentuk permukaan yang baru dan menyebabkan permukaan lembaran tidak rata dan mudah sobek. Hal ini dikarenakan jumlah pati yang tergelatinisasi akibat pengukusan selama 10 menit kurang sehingga menyebabkan pengikatan terhadap adonan juga berkurang. Waktu pengukusan 15 menit menghasilkan adonan dengan karakteristik lembaran adonan mudah dibentuk, lembaran plastis sehingga dapat direduksi ukurannya. Waktu pengukusan 20 menit menghasilkan adonan yang lengket pada roller mesin sheeting, lembaran elastis sehingga tidak bisa ditipiskan, permukaan lembaran kasar dengan warna pucat (terlalu matang). Hal yang sama dialami adonan yang dikukus selama 30 menit, namun adonannya
Proses pengukusan adonan tersebut bertujuan untuk pregelatinisasi tepung jagung. Tepung yang tergelatinisasi tersebut akan berperan sebagai bahan pengikat dalam proses pembentukan lembaran dan untaian mi. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Granula hanya mengandung amilopektin, rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel (Harper, 1990). Namun demikian, pengukusan adonan ini hanya bertujuan agar tepung
mengalami
gelatinisasi
sebagian
(pregelatinisasi).
Proses
gelatinisasi yang kurang menyebabkan pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik. Hal ini menyebabkan mi rapuh dan mudah patah. Namun bila proses gelatinisasi berlebih maka adonan yang dihasilkan terlalu matang. Gelatinisasi yang
Tabel 17. Pengaruh perlakuan penggilingan terhadap sifat adonan Perlakuan penggilingan Tanpa grinding
Grinding dengan diameter die 0,60 cm
Grinding dengan diameter die 0,30 cm
Sifat adonan (secara visual) Adonan susah ditangani, lembaran adonan susah dibentuk dan rapuh, bagian tepung dikukus dengan yang tidak dikukus belum tercampur merata, waktu pembentukan lembaran relatif lama Penanganan adonan lebih mudah, lembaran mudah dibentuk karena saat keluar dari grinder adonan sudah berbentuk silinder pejal, bagian tepung dikukus dengan yang tidak dikukus tercampur cukup merata, waktu pembentukan lembaran lebih singkat Penanganan adonan lebih mudah, lembaran mudah dibentuk karena saat keluar dari grinder adonan sudah berbentuk silinder pejal, bagian tepung dikukus dengan yang tidak dikukus tercampur cukup merata, waktu pembentukan lembaran lebih singkat
Tanpa grinding, adonan susah ditangani, lembaran adonan susah
a)
b)
Gambar 9. a) Grinder b) Dari kiri ke kanan: die grinder d = 0,60 cm, d = 0,30 cm
Kerja ulir pada mesin grinder menghasilkan akumulasi tekanan, bahan dipaksakan keluar melalui die yang kecil ukurannya (Hariyadi,
Tabel 18. Pengaruh jumlah grinding terhadap sifat adonan Jumlah grinding 1x
2x >2x
Sifat adonan (secara visual) Adonan yang dikukus dengan tepung jagung kering belum tercampur merata, setelah di sheeting tampak warna lembaran kurang seragam, ada yang didominasi warna tepung dikukus dan ada yang didominasi warna tepung kering Adonan yang dikukus dengan tepung jagung kering tercampur cukup merata Terjadi penurunan suhu adonan yang cukup drastis, sehingga susah untuk dibentuk lembaran (adonan mengeras)
Grinding sebanyak 1x, membuat adonan yang dikukus dengan tepung jagung kering belum tercampur merata, setelah di sheeting tampak warna lembaran kurang seragam, ada yang didominasi warna tepung dikukus dan ada yang didominasi warna tepung kering. Jumlah grinding sebanyak 2x, membuat adonan yang dikukus dengan tepung jagung kering
memudahkan penanganan adonan saat sheeting . Peningkatan sifat kohesif sebanding dengan besarnya kompresi yang diberikan saat penggilingan. Derajat gelatinisasi adonan setelah dikukus sebesar 34,08%. Setelah penggilingan pertama, derajat gelatinisasi adonan tersebut meningkat menjadi 37,39% (die 0,60 cm) dan 39,28% (die 0,30 cm), setelah penggilingan kedua adonan mempunyai derajat gelatinisasi sebesar 37,86% (die 0,60 cm) dan 39,75% (die 0,30 cm). Sedangkan setelah mi o
dimatangkan dengan pengukusan suhu 95 C selama 20 menit mempunyai derajat gelatinisasi sebesar 87,53% (die 0,60 cm) dan 88,00% (die 0,30 cm) (lampiran 5). Formula
dan
tahapan
proses
yang
telah
dioptimalisasi
menghasilkan mi jagung basah. Dilakukan analisis fisik terhadap mi jagung basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan 0,30 cm. Mi basah yang dibuat tanpa grinding tidak dianalisis, hal ini dikarenakan sifat lembaran yang susah dibentuk
relatif kecil Semakin rendah nilai cooking loss menunjukkan bahwa mi tersebut memiliki tekstur yang baik dan homogen. 14
12,91 ± 0,83815
12 % ( 10 s s o 8 l g n 6 i k o o C 4
8,21 ± 0,69356
2 0 0,60
0,30 Diameter die (cm)
Gambar 11. Perbandingan cooking loss mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan 0,30 cm
b.
Persen Elongasi
Persen elongasi menunjukkan pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Elongasi dinyatakan dalam satuan persen (%). Elongasi diukur setelah mi basah dicelup air panas sebanyak 3x (elongasi pencelupan) dan setelah direndam dalam air panas selama 2 menit (elongasi perendaman). 300 ) 250 % ( i s 200 a g n o 150 l e n 100 e s r e P 50
268,34 ± 32,56476 232,44 ± 21,85390 207,62 ± 17,56408
219,96 ± 15,59867
0 0,60
0,30 Diameter die (cm)
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan elongasi mi yang dihasilkan dari grinding dengan die berdiameter 0,30 lebih besar dibandingkan mi yang dihasilkan dari grinding dengan die berdiameter 0,60.
c.
Kekerasan dan kelengketan
Kekerasan dan kelengketan mi jagung diukur secara instrumental menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Satuan yang digunakan untuk menyatakan kekerasan dan kelengketan adalah gram force (gf). Kekerasan didefinisikan sebagai absolute (+) peak yaitu gaya maksimal, yang menggambarkan gaya probe untuk menekan mi. Semakin tinggi peak (puncak kurva) yang ditunjukkan oleh kurva, berarti kekerasan mi akan semakin meningkat. Kelengketan didefinisikan sebagai absolute (-) peak yang menggambarkan besarnya usaha untuk menarik probe lepas dari sampel. Semakin besar luas area negatif yang ditunjukkan oleh kurva, maka nilai kelengketan mi semakin tinggi.
(2418,65 gf). Sedangkan untuk nilai kelengketan, mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (1234,00 gf) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,30 cm (627,42 gf). Penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter lebih kecil menyebabkan peningkatan kekerasan dan penurunan kelengketan. Kompresi yang dihasilkan dari grinding dengan die berdiameter 0,30 lebih besar dibandingkan die berdiameter 0,60 (rasio kompresi die berdiameter 0,60 dan 0,30 adalah 3:7). Kompresi yang lebih besar menyebabkan peningkatan sifat kohesif antara pati tergelatinisasi dengan tepung kering sehingga kekerasan meningkat.
d.
Kekenyalan
Kekenyalan ( cohesiveness ) merupakan kemampuan suatu bahan
0.6 0,5215 ± 0,0331822
0.5 ) s g 0.4 ( n a l a 0.3 y n e k 0.2 e K
0,2591 ± 0,0171912
0.1 0 0,60
0,30 Diameter die (cm)
Gambar 14. Perbandingan kekenyalan mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm dan 0,30 cm
Seperti dapat dilihat pada Gambar 14, mi basah hasil penggilingan menggunakan grinding dengan die berdiameter 0,60 cm (0,5215 gs)
Adonan yang sudah berbentuk lembaran (masih agak tebal) dilewatkan lagi di antara dua roller pada mesin sheeting yang telah diatur jaraknya sampai menghasilkan ketebalan tertentu. Tabel 19. Pengaruh jarak awal roller dan skala perpindahan terhadap sifat adonan Jarak Skala perpindahan Sifat adonan awal (secara visual) 0,50 cm 1 satuan skala Lembaran adonan awal terlalu tebal, skala perpindahan kurang bertahap sehingga lembaran lengket dan terlipat kembali, reduksi ukuran membutuhkan waktu yang cukup lama
0,5 satuan skala
perpaduan keduanya
Lembaran adonan awal terlalu tebal, skala perpindahan kurang bertahap dan reduksi awal terlalu rapat sehingga lembaran lengket dan terlipat kembali, reduksi ukuran membutuhkan waktu yang cukup lama Lembaran adonan awal terlalu tebal, skala perpindahan bertahap sehingga lembaran tidak terlipat kembali namun
Jarak awal 0,50 cm (skala yang tertera pada roller 1,8) biasa digunakan pada proses pembuatan mi terigu. Sheeting dengan jarak awal 0,50 cm menghasilkan lembaran adonan awal yang terlalu tebal, sehingga reduksi ukuran sampai menghasilkan lembaran yang siap di slitting membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan sheeting dengan jarak awal 0,30 cm (skala yang tertera pada roller 1,0) menghasilkan lembaran awal yang ketebalannya pas, reduksi ukuran sampai menghasilkan lembaran yang siap di slitting membutuhkan waktu yang lebih singkat. Skala perpindahan roller juga perlu diatur, karena berpengaruh terhadap tingkat kemudahan reduksi ukuran dan penanganan lembaran adonan. Skala perpindahan 1 satuan (± 0,04 cm) terus-menerus sampai ketebalan lembaran siap di slitting menyebabkan lembaran lengket dan terlipat kembali. Hal ini terjadi pula pada skala perpindahan 0,5 satuan (± 0,02 cm) yang terus-menerus. Sedangkan skala perpindahan yang dilakukan perpaduan antara keduanya menghasilkan lembaran yang mudah
adonan yang dilewatkan pada roller sheeting harus dalam keadaan masih panas. Jika adonan yang digunakan sudah dingin, maka proses pembentukan lembaran adonan lebih sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan adonan yang sudah dingin akan mengeras sehingga tidak bisa ditipiskan.
Gambar 15. Proses pembentukan lembaran adonan
Saat proses pembentukan lembaran, lembaran adonan ditarik ke
Gambar 17. Proses pencetakan untaian mi
Lembaran adonan dengan ketebalan ± 0.12 cm selanjutnya dicetak menjadi untaian mi menggunakan roller pencetak mi ( slitter ) (Gambar 16). Seperti halnya roller pressing , slitter juga terdiri dari dua rol logam tetapi sekeliling permukaannya telah dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menjadi cetakan untuk membuat mi. Pada tiap cetakan tersebut terdapat semacam sisir untuk melepaskan untaian mi dari slitter . Selain itu, bagian bawah slitter juga dilengkapi dengan lempengan berbentuk siku
5. Penentuan Waktu Pengukusan Mi
Untuk menghasilkan mi basah matang, untaian mi yang tercetak perlu dikukus terlebih dahulu. Pengukusan untaian mi ini bertujuan untuk menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga mi tidak hancur ketika dimasak. Seperti halnya pada pengukusan adonan, pengukusan mi ini juga dilakukan dengan cara pemberian uap. Uap panas dialirkan dari steam generator atau boiler melalui pipa-pipa menuju steam blancher . Steam blancher yang digunakan dilengkapi dengan tray-tray untuk menempatkan
mi yang akan dikukus. Proses pengukusan kedua dilakukan pada suhu o
95 C dengan variasi waktu 10, 15, 20, dan 30 menit. o
Tabel 20. Pengaruh waktu pengukusan mi (95 C) terhadap elongasi mi Waktu pengukusan (menit) 10 15
Elongasi mi (%)
136,7 148,0
Tingkat kematangan mi
Belum matang Cukup matang
penyerapan air saat pengukusan sangat menentukan elongasi mi. Air akan berdifusi ke dalam granula pati dan menyebabkan pengembangan granula. Menurut
Astawan
(2005),
proses
gelatinisasi
ini
dapat
menyebabkan pati meleleh dan membentuk lapisan tipis ( film) yang memberikan kelembutan pada mi, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi, serta terjadi perubahan pati beta menjadi pati alfa yang lebih mudah dimasak sehingga struktur alfa ini harus dipertahankan dalam mi kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air sekitar 11-12%. Selain itu, proses ini menghasilkan mi yang solid dengan tekstur yang lebih lembut, kenyal, basah, lunak, dan warnanya menjadi lebih kuning( Merdiyanti, 2008).
6. Penentuan Waktu Optimum Pengovenan
Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan akibat proses pindah panas yang berhubungan dengan adanya perbedaan
16
13.76
14
11.49
10.76
) 12 % ( 10 r i a 8 r a d 6 a K 4
11.34
8.54
9.82 8.17
9.9 8.23
2 0 25
30
35
40
45
Waktu (menit) Suhu 60 derajat celsius
Suhu 70 derajat celsius
Suhu 80 derajat celsius Gambar 18. Grafik hubungan waktu (menit) dengan kadar air (%) pada
suhu 60
o
o
C, dan 80
o
dalam produk. Selain umur simpannya lebih lama, beberapa keuntungan dari proses pengeringan antara lain volume bahan menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang pengangkutan dan pengemasan, serta produk menjadi lebih ringan sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih kecil. Namun ada pula kerugian dari proses pengeringan, diantaranya perubahan sifat asal dari produk seperti bentuk dan penampakannya, serta sifat fisik dan kimianya yang pada akhirnya dapat menurunkan mutu produk (Wirakartakusumah et al., 1992). Mi kering diperoleh dari mi basah yang telah dikeringkan menggunakan oven. Pengeringan dianggap cukup jika mi mudah dipatahkan dan tidak menempel lagi pada tray. Menurut Hou dan Kruk (1998), pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat menyebabkan mi kering menjadi rapuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan kontrol terhadap temperatur dan kelembaban relatif pada oven pengering. Lama waktu pengeringan juga menentukan karakteristik produk akhir
o
sehingga nilai cooking loss akan berkurang. Namun ketika suhunya 80 C nilai cooking loss menurun lagi. 12 11,42 ± 1,24780
11.5 % ( s 11 s o l g 10.5 n i k o 10 o C
10,85 ± 0,78549
9,99 ± 1,45887
9.5 9 60
70
80
Suhu pengovenan (derajat Celcius)
Gambar 19. Perbandingan cooking loss mi kering pada suhu pengovenan yang berbeda
tidak ada spot di bagian tengah mi. Sedangkan waktu rehidrasi selama 5 menit menghasilkan mi yang lembek, dan menjadi patah-patah. Waktu rehidrasi selama 4 menit merupakan waktu rehidrasi mi jagung kering yang paling optimum. Waktu rehidrasi mi ini sudah memenuhi persyaratan SII yang menyatakan bahwa waktu masak mi instan/kering adalah selama 4 menit. Tabel 21. Penentuan waktu rehidrasi yang optimum Waktu rehidrasi Sifat mi setelah rehidrasi (menit) 2 Mi masih agak keras serta terlihat ada spot di bagian tengah mi 3 4 Mi lunak, lembut, dan tidak ada spot di bagian tengah mi 5 Mi lembek, dan menjadi patah-patah
Pada saat proses perebusan terjadi pengembangan pati karena molekul-molekul air yang masuk. Semakin cepat penetrasi air yang masuk, maka waktu rehidrasi dipersingkat.
200 195 ) 190 % ( 185 i s 180 a g n 175 o l e 170 n 165 e s r 160 e P
193,14 ± 13,50782
166,99 ± 19,42538
162,63 ± 31,61255
155 150 145 60
70
80
Suhu pengovenan (derajat Celcius)
Gambar 20. Perbandingan persen elongasi mi kering pada suhu pengovenan yang berbeda d.
Kekerasan dan Kelengketan
Kekerasan dan kelengketan mi jagung diukur secara instrumental
3500 ) f 3000 g ( n 2500 a t e 2000 k g 1500 n e 1000 l e k & 500 n a 0 s a r -500 e k e -1000 K
-1500
3135,18 ± 623,49625 2408,40 ± 957,4573
60
2408,83 ± 242,8322
70
-1057,20 ± 153,04740
80
-977,46 ± 329,70257
-775,18 ± 137,01540
Suhu pengovenan (derajat Celcius) Kekerasan
Kelengketan
Gambar 21. Perbandingan kekerasan dan kelengketan mi kering pada suhu pengovenan yang berbeda
Seperti dapat dilihat pada Gambar 21, kekerasan tertinggi diperoleh o
dari pengeringan dengan suhu 60 C yaitu sebesar 3135,18 gf. Pengeringan
Secara umum, pengovenan dengan suhu tinggi menghasilkan kekenyalan yang lebih rendah. Penetrasi panas pada suhu yang tinggi berlangsung dalam waktu yang lebih singkat, menyebabkan penurunan sifat kohesif antara pati tergelatinisasi dengan tepung kering sehingga elongasi menurun. Penurunan elongasi menyebabkan menurunnya kekenyalan. 0.45 0.4 0.35
0,4151 ± 0,0532079 0,3405 ± 0,0295739
0,3245 ± 0,0655804
) s g 0.3 ( n 0.25 a l a y 0.2 n e k 0.15 e K
0.1
0.05 0 60
70
80
Tabel 22. Data hasil uji organoleptik mi kering jagung Parameter
Suhu Rata-rata o o 60 C 70 C 80 C Kekerasan perabaan tangan p > 0,05 3,15 b a ab Kekerasan tekstur gigit 3,50 3,03 3,20 3,24 Kekenyalan perabaan tangan p > 0,05 3,13 a a b Kekenyalan tekstur gigit 3,10 3,10 3,50 3,23 p > 0,05 3,53 Overall Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05 o
1) Kekerasan
Setiap makanan mempunyai sifat tekstur tersendiri tergantung keadaan fisik, ukuran, dan bentuknya. Penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, kerenyahan, kelengketan, dan sebagainya. Tekstur merupakan penentu terbesar mutu rasa. Hasil analisis ragam kekerasan dengan perabaan tangan (lampiran 11) menunjukkan bahwa kekerasan ketiga sampel tersebut tidak berbeda
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kekerasan gigit (lampiran 12) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kekerasan yang nyata antar sampel. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap atribut kekerasan tekstur gigit berkisar antara 3,03 (netral) sampai 3,53 (netral). Kekerasan o
o
mi kering hasil pengovenan suhu 70 C dan 80 C berada pada subset yang sama. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh perlakuan pengovenan pada suhu o
60 C yaitu 3,50 (netral). Berdasarkan pengukuran secara objektif menggunakan Tekstur o
Analyzer nilai kekerasan mi kering hasil pengovenan suhu 60 C adalah
3135,18 gf. Nilai ini merupakan kekerasan yang paling tinggi diantara o
ketiga sampel. Kekerasan mi kering hasil pengovenan pada suhu 70 C dan o
80 C masing-masing sebesar 2408,4 gf dan 2408,83 gf. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai mi yang lebih keras.
2) Kekenyalan
Hasil analisis ragam kekenyalan menggunakan tangan (lampiran 11) menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Sedangkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kekenyalan gigit (lampiran 12) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kekenyalan yang nyata antar sampel. Rataan nilai kesukaan panelis terhadap atribut kekenyalan tekstur gigit berkisar antara 3,1 (netral) sampai 3,5 (netral). o
o
Kekenyalan mi kering hasil pengovenan suhu 60 C dan 70 C berada pada subset yang sama. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh perlakuan o
pengovenan pada suhu 80 C. Berdasarkan pengukuran secara objektif menggunakan Tekstur o
Analyzer nilai kekenyalan mi kering hasil pengovenan suhu 80 C adalah
0,3245 gs. Nilai ini merupakan kekenyalan yang paling rendah diantara o
ketiga sampel. Kekenyalan mi kering hasil pengovenan pada suhu 60 C o
dan 70 C masing-masing sebesar 0,3405 gs dan 0,415 gs. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai mi yang kurang kenyal.
E. Penyusunan SOP (Standard Operating Procedure) Pembuatan Mi Jagung
Proses pembuatan mi jagung berbeda dengan pembuatan mi terigu. Pada pembuatan mi jagung dilakukan proses pregelatinisasi untuk membentuk pati tergelatinisasi yang berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran adonan. Penambahan air yang tidak tepat, serta gelatinisasi yang tidak pas menyebabkan mi yang dihasilkan memilki kualitas yang rendah. Oleh karena itu perlu disusun sebuah prosedur tertulis agar proses pembuatan mi berjalan sesuai dengan standar dan tidak melenceng. Solusinya adalah dengan menyusun suatu dokumen yang disebut SOP ( Standard Operating Prosedur ). SOP merupakan dokumen tingkat kedua dalam struktur dokumentasi setelah manual mutu (quality manual). Menurut Priyadi (1996), prosedur adalah cara tertulis yang ditentukan untuk melaksanakan suatu kegiatan oleh bagian atau personel, dalam hal ini adalah kegiatan produksi. Penggunaan
selama ± 1 menit, kemudian tuangkan larutan garam dan diaduk kembali begitu seterusnya hingga larutan garam habis. 4. Nyalakan terlebih dahulu steam blancher , buka tutup kran dan tunggu o
sampai suhu 90 C tercapai. 5. Adonan yang telah diaduk ditaburkan di atas kain saring yang telah diletakkan dalam tray steam blancher secara merata dengan ketebalan ± 0,5 cm. 6. Setelah itu, masukkan tray ke dalam steam blancher yang telah diatur o
suhunya sebesar 90 C. Pengukusan dilakukan selama 15 menit. 7. Setelah 15 menit, keluarkan tray dari steam blancher dan angkat kain saring yang berisi adonan. Pindahkan adonan ke wadah baskom. 8. Aduk secara manual tepung yang telah dikukus dengan 300 gram tepung jagung kering. 9. Masukkan ke mesin grinding dengan die berdiameter 0,30 cm, dalam kondisi panas. Pemasukan dilakukan sebanyak 2x agar tepung yang telah
11. Lembaran adonan yang telah dilewatkan sebanyak 8x dengan ketebalan ± 0.12 cm selanjutnya dicetak menjadi untaian mi menggunakan roller pencetak mi ( slitter ). 12. Untaian mi yang sudah jadi disusun di atas tray untuk kemudian dikukus o
menggunakan steam blancher pada suhu 95 C selama 20 menit. 13. Setelah 20 menit, keluarkan tray dari dalam steam blancher . Mi yang dihasilkan sampai pada tahapan ini adalah mi basah. 14. Untuk membuat mi kering, mi basah tersebut dimasukkan ke dalam oven pengering. 15. Diamkan selama 5 menit, kemudian mi siap untuk dikemas.
Tabel 23. Trouble shooting selama proses pembuatan mi jagung Tahap
Langkah kerja (berdasarkan SOP)
Penimbangan Pembuatan larutan garam Pengadukan adonan
No.1 No.2 No.3
Persiapan alat pengukus Pengukusan adonan
No.4 dan 5 No.6, 7 dan 8
Penggilingan Sheeting
No.9 No.10
Slitting
No.11
Pengukusan mi
No.12
Pengovenan Pengemasan
No.13 No.14
Masalah yang mungkin dihadapi
Distribusi air dalam adonan tidak merata Setelah tutup steam blancher dibuka, suhu pengukusan yang terlihat pada termometer kurang dari 90 oC
Adonan lengket pada roller mesin sheeting, adonan terlalu rapuh dan mudah sobek Untaian mi bergerigi, ketebalan mi tidak sama Ketidakseragaman suhu -
Solusi
Pencampuran air harus dilakukan secara bertahap Suhu pengukusan akan tercapai kembali ± 3 menit setelah tutup steam blancher ditutup kembali (suplai uap tidak perlu dinaikkan, karena akan menyebabkan kenaikan suhu proses yang akan mempengaruhi kualitas adonan saat sheeting) Proses pengukusan harus tepat baik waktu maupun suhu, yaitu suhu 90oC selama 15 menit Sisir pemotong harus tajam, jarak roller saat slitting harus sama dengan jarak roller terakhir sheeting Pengukusan harus dilakukan pada suhu 95 oC selama 20 menit -
Tepung jagung (700 g) Guar Gum (10 g) Mixing ± 5 menit Larutan garam (10 g garam + 500 mL air) Mixing ± 5 menit
Adonan (1,207 kg)
Pengukusan I o ( 90 C 15 menit)
Adonan pre-gelatinisasi (1,472 kg) (1,286 Tepung jagung (300 g)
@
Untaian mi (1,446 kg)
Pengukusan II o ( 95 C 20 menit)
Mi basah (1,731 kg)
Oven
Mi kering (0,971 kg)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penggilingan kering. Proses pembuatan mi kering dari tepung jagung terdiri atas tahapan pencampuran bahan, pengukusan adonan, penggilingan adonan, pencetakan ( sheeting, dan slitting ), pengukusan mi, serta pengovenan. Jumlah air sebesar 50% menghasilkan adonan agak lengket pada roller mesin sheeting , lembaran yang dihasilkan cukup plastis namun waktu pembentukan lembaran
lama. Bagian adonan yang dikukus sebesar 70%
menghasilkan adonan tidak lengket pada roller mesin sheeting namun waktu pembentukan lembaran lama dan pencampuran adonan dengan tepung kering o
belum merata. Pengukusan dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit menggunakan steam blancher . Formulasi terpilih terdiri dari tepung jagung pregelatinisasi (70%), tepung jagung kering (30%), air (50%), garam (1%),
o
o
70 C, dan 80 C masing-masing adalah 40, 30, dan 25 menit. Waktu rehidrasi mi kering untuk ketiga suhu pengovenan sama yaitu 4 menit. o
o
Dari uji orgenoleptik terhadap mi kering yang dioven suhu 60 C, 70 C, o
dan 80 C menunjukkan bahwa kekerasan dan kekenyalan dengan perabaan tangan ketiga sampel tidak berbeda nyata. Untuk atribut kekerasan dan kekenyalan tekstur gigit menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antar sampel. Untuk kekerasan tekstur gigit, rataan tertinggi dimiliki oleh o
perlakuan pengovenan pada suhu 60 C sedangkan untuk kekenyalan tekstur o
gigit dimiliki oleh perlakuan pengovenan pada suhu 80 C. Berdasarkan pengukuran secara objektif menggunakan Tekstur Analyzer nilai kekerasan mi o
kering hasil pengovenan suhu 60 C adalah 3135,18 gf (kekerasan paling o
tinggi), dan nilai kekenyalan mi kering hasil pengovenan suhu 80 C adalah 0,3245 gs (kekenyalan paling rendah). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai mi yang kurang kenyal dan lebih keras. Sedangkan secara overall menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut
DAFTAR PUSTAKA a
Anonim . 2007. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [12 Juni 2008]. b
Anonim . 2007. Expert in Food Product Development. http://www.intota.com/ viewbio.asp?bioID=603568&perID=108041&strQuery=pilot+plant+scale% 2Dup. [7 Mei 2008]. c
Anonim . 2005. What’s New in Version 7 (The Highlights). http://www.stat-ease. com. [21 Mei 2008]. Anwar, E., Yusmarlina, D., Rahmat, H., dan Kosasih. 2006. Fosforilasi Pregelatinasi Pati Garut ( Maranta arundinaceae L.) sebagai Matriks Tablet Lepas Terkendali Teofilin. Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 37 – 44. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis, 16 Gaithersbug, Maryland.
th
ed. AOAC International,
Astawan, M. 2005. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis . http://www.litbang.deptan.go.id/special/ komoditas/b1pascapanen. [12 Juni 2008].
Darrah, L. L., M. D. McMullen, dan M. S. Zuber. 2003. Breeding, Genetics, and Seed Corn Production. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds.). nd Corn: Chemistry and Technology, 2 edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV. Yasaguna, Jakarta. Etikawati, E. C. 2008. Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3, dan Kadar Air Terhadap Mutu Fisik Mi Basah Jagung yang Dibuat Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasak. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fadlillah, H. N. 2005. Verifikasi Formulasi Mi Jagung Instan dalam Rangka Penggandaan Skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcell Dekker Inc., Basel. Fuglie, K. O. dan Hermann M. 2001. Sweetpotato Post-Harvest Research and Development in China. International Potato Center, Bogor. Harper, J. M. 1990. Extrusion of Foods vol I. CRC Press, Boca Roton, Florida.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kruger, J. E. 1996. Cereal Processing Technology. Owes G (ed.). 2001. Woodhead Publishing Limited, England. Kurniawati, R. D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Laztity, R. 1996. The Chemistry of Cereal Protein, 2 Boca Raton, Florida.
nd
edition. CRC Press Inc.,
Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T, Carr. 1999. Sensory Evaluation rd Techniques 3 edition. CRC Press, New York.
Susilawati, I. 2007. Mutu Fisik dan Oganoleptik Mi Basah Jagung dengan Teknik Ekstrusi. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tanikawa, E. T. dan A. Motohiro. 1995. Marine Products in Japan. Kosersha Koseikaku Co. Ltd., Tokyo. Waigh, T.A., Kato, K.L., Donald, A.M., Gidley, M.J., Clarke, C.J., and Riekel, C. 2000. Side-Chain Liquid Crystalline Model for Starch. Starch 52, 450–460. Watson, S. A. 2003. Description, Development, Structure, and Composition of the Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds.). Corn: nd Chemistry and Technology, 2 edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA. Winarno, F. G. 2004. Teknologi Pengolahan Jagung. Di dalam: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (ed.). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Wirakartakusumah, M. A. 1991. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Absorption in Rice. PhD Disertation, University of Wisconsin, Madison. Wirakartakusumah, M. A., Subarna, M. Arpah, D. Syah, dan S. I. Budiawati.
Lampiran 1. Peralatan penepungan jagung No. Peralatan Spesifikasi Multi mill 1. Manufactured by Gansms Limited
Bombay – 55 Engineers to the chemical and pharmaceutical industry RPM 750 – 3000 3 H. P 3 Ø 440 V SR. NO. 1452 Ayakan 20 mesh Kapasitas : 300 kg/jam
Gambar
Lampiran 1. Lanjutan No. Peralatan Disc mill 2.
Spesifikasi
Ayakan: 60 mesh Kapasitas : 6.25 kg/jam Spesifikasi motor listrik: TECO 3 Phase Induction Code AEE AO 4 Pole, INS 1 1425 RPM BS 4999 & 5000 Cont. Rating 198 BRG No. 62066303 SER No. IF 3074 50 Hz, 220 Volt, 8077 A TECO ELEC & MACH PTE, LTD Made in Singapore
Gambar
Lampiran 1. Lanjutan No. Peralatan Vibrating Screen 3.
Spesifikasi
Kotobuki Vibrating Screen Type : TM – 70 – 25 Date : Nov. 1981 MFG No. 8111922 TOKUJU KOSAKUSHO CO. LTD TOKYO, JAPAN
Gambar
Lampiran 1. Lanjutan No. Peralatan Tray dryer 4.
Spesifikasi
PILOT PLANT Engineering and Equipment GmbH 6072 Dreieich – West Germany H. ORTH GmbH Masch. Bau u. Verfahrenstechnik, D-6700 Ludwigshafen Baujahr : 1981 Fabr. Nr. : 2193 / 1 Type : ITHU Nenntemperatur : 1200C Frischluftwechsel/min: 4.94 m 3 Nutzraum : 2.64 m3 Gesamtdampfraum : 2.88 m 3 Stromart : 3 PH ~ Spannung : 220 / 380 V Ukuran : 179 x 205 x 155 cm Jumlah tray : 20 buah (75 x 98 cm) Sistem pemanas: berasal dari uap panas yang disuplai dari boiler Spesifikasi boiler : Model no: VS 300/80 Power input: 80 KW Electrical supply: 122 Amps/PH 380 V 3 phase Test pressure: 1125 kPa Design pressure: 750 kPa
Gambar
Lampiran 2. Peralatan produksi mi jagung No. Peralatan Spesifikasi Steam Blancher 1. Dimensi:130 x 70 cm
2.
Grinder
Ukuran tray: 60 x 60 cm Sistem pemanasan: berasal dari uap panas yang disuplai dari boiler Spesifikasi boiler : Model no: VS 300/80 Power input: 80 KW Electrical supply: 122 Amps/PH 380 V 3 phase Test pressure: 1125 kPa Design pressure: 750 kPa Alexanderwerk Masch. Typ : U.G. II Masch. Nr : 23515 Mot. Nr : 444170 B 35 3,2/4,3 A 1,3/1,8 kW 148/299 U/min 50 P.s. 116 rpm Dimensi screw: d = 3,5 cm
Gambar
Lampiran 2. Lanjutan No. Peralatan
3.
4.
Mesin mi
Tray dryer
Spesifikasi
124 rpm Konveyor berjalan ukuran: 100 x 30 cm Kapasitas : 1-1.5 kg Spesifikasi motor listrik: SINGLE PHASE AC MOTOR Type JY2B-4 ¾ HP 1420 RPM CONT CLASS E 110/220 V 11/5,5 A 50 Hz No. 040113 Made in China Sama dengan spesifikasi tray dryer pada lampiran1
Gambar
Lampiran 3. Data elongasi mi jagung secara manual Waktu steam (menit)
10 15 20 30
Elongasi mi secara visual Ulangan I (%) Ulangan II (%) 1 2 3 1 2 3 137,0 136,0 137,0 135,0 139,0 136,0 148,0 146,0 147,0 152,0 148,0 147,0 154,0 153,0 153,0 156,0 149,0 156,0 148,0 148,0 144,0 152,0 146,0 146,0
Lampiran 4. Data kurva standar derajat gelatinisasi Derajat gelatinisasi (%) 0 20 40 60 80 100
a = 2,3810.10
-4
Absorbansi
0,004 0,011 0,018 0,026 0,045 0,056
Rata-rata (%) 136,7 148,0 153,5 147,3
Lampiran 6. Data cooking loss mi basah jagung Diameter die (cm) 0,60 0,30
U1.1 13,89 7,91
Cooking loss (%) U1.2 U2.1 12,15 12,27 7,42 8,48
U2.2 13,31 9,02
Rata-rata (%) 12,91 8,21
SD
0,83815 0,69356
Lampiran 7. Data elongasi, kekerasan, kelengketan dan kekenyalan mi basah jagung Daimeter Ulangan Elongasi (%) Kekerasan Kelengketan Kekenyalan die (cm) (gf) (gf) (gs) Pencelupan Perendaman U1.1 256,56 189,36 2638,7 -1263,57 0,4789 U1.2 243,35 202,38 2219,5 -1165,58 0,5252 0,60 U2.1 207,23 231,38 2585,4 -1349,41 0,5219 U2.2 222,62 207,36 2067,3 -1157,45 0,5599 Rata-rata 232,44 207,62 2377,73 -1234,00 0,5215 SD 21,85390 17,56408 278,4694 90,80208 0,331822 U1.1 252,13 205,26 2419,2 -660,56 0,2730 U1.2 231,11 207,75 2345,3 -627,89 0,2677 0,30 U2.1 302,32 232,19 2632,6 -687,61 0,2612 U2.2 287,78 234,63 2277,5 -533,61 0,2343 Rata-rata 268,34 219,96 2418,65 -627,42 0,2591
o
70 C
35
40
25
o
80 C
30
Rata-rata U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata U1.1
11,49 9,01 9,05 10,66 10,57 9,82 8,34 8,54 8,02 8,02 8,23 10,57 10,28 11,03 11,16 10,76 8,09 8,10 8,98 8,98 8,54 7,92
Lampiran 10. Data elongasi, kekerasan, kelengketan dan kekenyalan mi kering jagung Suhu Ulangan Elongasi Kekerasan Kelengketan Kekenyalan pengovenan (%) (gf) (gf) (gs)
o
60 C
o
70 C
o
80 C
U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata SD U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata SD U1.1 U1.2 U2.1 U2.2 Rata-rata SD
203,16 195,38 200,56 173,47 193,14 13,50782 187,45 140,61 170,18 169,70 166,99 19,42538 140,61 207,75 161,33 140,82 162,63 31,61255
2653,3 2540,2 3662,6 3684,6 3135,18 623,49625 1688,3 1477,8 3193,7 3273,8 2408,40 957,4573 2406,5 2177,7 2306,2 2744,9 2408,83 242,8322
-1011,13 -863,44 -1207,51 -1146,71 -1057,20 153,04740 -825,05 -590,47 -1308,97 -1185,36 -977,46 329,70257 -976,35 -747,37 -683,58 -693,41 -775,18 137,01540
0,3811 0,3399 0,3297 0,3112 0,3405 0,0295739 0,4887 0,3996 0,4099 0,3621 0,4151 0,0532079 0,4057 0,3432 0,2964 0,2526 0,3245 0,0655804
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perbedaan Suhu Pengovenan Mi Jagung terhadap Tekstur dengan Perabaan Tangan a. Kekerasan
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekerasan Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
918.822(a)
32
28.713
47.341
.000
Panelis
19.156
29
.661
1.089
.382
Sampel
3.489
2
1.744
2.876
.064
Error
35.178
58
.607
Total
954.000
90
a R Squared = .963 (Adjusted (Adjusted R Squared = .943)
b. Kekenyalan
Univariate Analysis of Variance
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perbedaan Suhu Pengovenan Mi Jagung terhadap Tekstur Gigit a. Kekerasan
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekerasan Type III Sum of Squares
Source Model
df
Mean Square
F
Sig.
977.356(a)
32
30.542
78.229
.000
Panelis
26.622
29
.918
2.351
.003
Sampel
3.356
2
1.678
4.297
.018
Error
22.644
58
.390
Total
1000.000
90
a R Squared = .977 (Adjusted (Adjusted R Squared = .965)
Uji Lanjut Duncan Kekerasan Duncan
a,b
Lampiran 12. Lanjutan b. Kekenyalan
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekenyalan Type III Sum of Squares
Source Model
df
Mean Square
F
Sig.
984.200(a)
32
30.756
61.940
.000
Panelis
40.100
29
1.383
2.785
.000
Sampel
3.200
2
1.600
3.222
.047
Error
28.800
58
.497
Total
1013.000
90
a R Squared = .972 (Adjusted (Adjusted R Squared = .956)
Uji Lanjut Duncan Kekenyalan Duncan
a,b
Subset
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perbedaan Suhu Pengovenan Mi Jagung terhadap Penerimaan Overall
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Overall Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1136.733(a)
32
35.523
65.895
.000
Panelis
13.067
29
.451
.836
.696
Sampel
.067
2
.033
.062
.940
Error
31.267
58
.539
Total
1168.000
90
a R Squared = .973 (Adjusted R Squared = .958)
Lampiran 14. Kuisioner Uji Organoleptik Evaluasi Sensori Mi Jagung
Nama Tanggal
: :
Tingkat Penilaian: 5. Sangat suka 4. Suka 3. Netral 2. Tidak suka 1. Sangat tidak suka a. Tekstur menggunakan tangan 1. Kekerasan dan kekenyalan Instruksi: Ambil 1 untai mi, kemudian tekan dengan jari tangan sampai gepeng. Berikan penilaian terhadap kekerasan dan kekenyalan sampel mi (diurut dari sampel kiri ke kanan tanpa membandingkan dengan sampel yang lain). Kode Sampel Kekerasan Kekenyalan
Lampiran 15. Hasil Pengujian Hedonik Rating Mi Jagung
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama
Hamigia Ririn Agnani Sri Rini Anto Eka F Stella Anggun Dyah A Ary I Silvana Endro Ami Dedeh Rian Iqbal Sukma Arif M Qia Chie2 Catur P Citra
Tekstur tangan Kekerasan 618 471 218 4 3 3 4 3 2 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 2 3 4 3 2 3 2 4 4 4 2 4 2 3 3 2 4 4 3 2 2 2 4 4 4 4 4 2 4 2 2 3 3 3 2 2 3 4 4 4 3 4 3 4 4 2 3 3 3 4
Kekenyalan 618 471 218 3 3 4 3 3 2 4 4 5 4 3 3 4 4 3 3 2 3 3 3 2 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 2 2 4 3 3 2 4 2 4 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 4 2 4 4 3 3 4
Tekstur gigit 618 3 4 4 4 3 3 3 2 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 2
Kekerasan 471 218 4 4 4 2 2 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 4 2 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 2 2 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 4
Kekenyalan 618 471 218 3 4 4 2 4 4 4 2 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 3 2 3 2 4 4 5 3 3 4 3 2 2 3 4 4 3 3 2 4 3 3 2 3 4 4 3 3 3 4 4 3 2 3 4 3 5 2 3 4 2 2 4
Overall 618 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3
471 5 4 2 3 3 2 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 2 3
218 4 4 5 3 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 4 4 4
23 24 25 26 27 28 29 30
Sabrina Mike Novia Jamal Inke Indi Yoga Akhsay Jumlah Rataan
4 4 2 3 2 4 4 4 103 3,43
Keterangan Kode : 618: Pengovenan 60 oC 471: Pengovenan 70 oC 218: Pengovenan 80 o
4 3 2 4 3 3 4 4 90 3,0
2 2 2 3 3 2 4 3 91 3,03
3 3 2 3 2 4 4 4 91 3,03
4 2 3 4 3 3 4 5 95 3,16
3 3 2 4 2 2 4 4 97 3,23
4 4 4 4 3 4 4 4 105 3,5
4 2 4 4 2 3 5 4 91 3,03
4 3 4 4 2 2 4 4 96 3,2
3 3 2 3 4 4 4 5 93 3,1
3 4 2 4 2 3 5 4 93 3,1
3 4 2 4 2 2 4 5 104 3,47
4 4 4 4 2 4 4 4 107 3,57
3 4 4 5 4 3 4 5 105 3,5
3 3 4 4 3 3 4 3 106 3,53