Mekanisme Absorpsi
1. Difusi Pasif
Zat aktif dapat melarut dalam konstituen membraner pelaluan terjadi
menurut suatu gradient atau perbedaan (konsentrasi atau elektrokimia-
potensial kimia), tanpa menggunakan energi atau kekuatan sampai di suatu
keadaan kesetimbangan di kedua sisi membrane.
Obat harus larut dalam air dari pada tempat absorpsi melewati membrane
semi permeable, obat tidak terionisir dan bukan metabolit (=obat tidak
berubah ) ion tidak larut dalam lipid sehingga tidak dapat menembus
membran.
Gaya pendorong (driving force) untuk perpindahan solute kompartemen luar
ke kompartemen dalam ialah gradient konsentrasi yaitu perbedaan
konsentrasi di kedua sisi membran.
Difusi pasif ditekankan pada:
Proses difusi zat melalui membrane lipid, lalu masuk lagi ke fase cairan
air.
2. Transfer konvectif
Suatu mekanisme positif, berkenaan dengan pelaluan zat melewati pori-pori
membrane yang terjadi disebabkan gradient tekanan hidrostatik atau
osmotic.
Obat larut dalam medium air pada tempat absorpsi, bergerak melalui pori
bersama pelarutnya.
Untuk semua substansi ukuran kecil BM < 150, larut di dalam air melalui
kanal-kanal membrane berukuran 4-7 Ao.
Dalam hal absorpsi disebut juga absorpsi konvektif
3. Transpor aktif
Suatu cara pelaluan yang sangat berbeda dengan difusi pasif, diperlukan
suatu carrier/ transporter/ pengemban.
Obat harus larut pada tempat absorpsi. Tiap obat memerlukan carrier
spesifik. Sebelum diabsorpsi obat berikatan dengan carrier mengikuti
teori pengikatan obat-reseptor.
Carrier : suatu konstituen membrane, enzim atau setidak-tidaknya sebagai
substansi proteik, mampu membentuk kompleks dengan zat aktif di permukaan
membrane dan lalu memindahkannya dan di lepaskan disisi yang lain.
Selanjutnya carrier kembali ke tempat semula.
Transport aktif dengan carrier ini memerlukan energi dan ini di peroleh
dari hasil hidrolisa ATP di bawah pengaruh ATP ase.
1 ATP ADP + Energi
Dalam hal ini setiap substansi yang menghalangi atau mencegah reaksi
pembentukan energi ini akan berlawanan dengan transport aktif. Misal obat
yang mempengaruhi metabolisme sel seperti CN-, F, ion iodium acetate
menghambat transport aktif dengan cara non kompetitif
Cara ini melawan gradient konsentrasi dalam hal ini ion-ion melawan
potensial elektrokimia membran.
Bila jumlah obat lebih besar dari pada carrien akan terjadi kejenuhan.
Obat + carrier kompleks Obat-Carrier bergerak melintasi membrane
menggunakan energi ATP di bagian dalam membrane obat dilepas, carrier
kembali ke permukaan luar membran.
4. Transport Fasilitatif
Transport fasilitatif disebut juga difusi dipermudah.
Pada dasarnya sama dengan transport aktif, perbedaannya tidak melawan
gradient konsentrasi.
Difusi dengan pertolongan carrier akan tetapi tidak membutuhkan energi
luar dan berjalan sesuai engan gradient konsentrasi
Contoh klasik vitamin B12, dimana vitamin B12 membentuk kompleks dengan
factor intrinsik yang di produksi lambung, kemudian bergabung dengan
carrier membran.
5. Ion-Pair ( Tranfer Pasangan Ion)
Obat-obat yang terionisasi kuat pada pH fisiologis tidak dapat dijelaskan
cara absorpsi lain. Ex : senyawa ammonium quarterner, senyawa asam
sulfonat.
Ammonium quarterner, asam sulfonat (bermuatan positif) + substansi
endogen GIT (=kation organic seperti mucin) membentuk kompleks pasangan
ion netral ( dapat menembus membrane) kemudian diabsorpsi secara difusi
pasif disosiasi. Karena kompleks tersebut larut dalam air dan lipoid.
6. Pinositosis
Suatu proses yang memungkinkan pelaluan molekul-molekul besar melewati
membrane, dikarenakan kemampuan membrane membalut mereka dengan membentuk
sejenis vesicula (badan dibalut) yang menembus membran.
Suatu obat mungkin di absorpsi lebih dari satu mekanisme, seperti :
Vitamin B12 : transport fasilitatif + difusi pasif
Glikosida Jantung : transport aktif dan sebagian difusi pasif
Molekul kecil : difusi pasif dan transport konvektif.
» Absorpsi tergantung juga pada tersedianya mekanisme transport di tempat
kontak obat.
Bermacam-macam mekanisme transport tersedia di organ-organ dan jaringan-
jaringan:
Dalam rongga mulut : difusi pasif + transport konvektif.
Dalam lambung : difusi pasif + transport konvektif dan mungkin transport
aktif
Dalam usus kecil : Difusi pasif + transport konvektif + transport aktif +
transport fasilitatif + ion pair + pinositosis.
Dalam usus besar dan rectum : difusi pasif + transport konvectif +
pinositosis
Pada kulit : difusi pasif + transport konvektif.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Absorpsi Obat, antara lain :
a. Biologis/ Hayati
1. Kecepatan pengosongan lambung
Kecepatan pengosongan lambung besar penurunan proses absorpsi obat-
obat yang bersifat asam.
Kecepatan pengosongan lambung kecil peningkatan proses absorpsi obat-
obat yang bersifat basa.
2. Motilitas usus
Jika terjadi motilitas usus yang besar (ex : diare), obat sulit
diabsorpsi.
3. pH medium
Lambung : asam untuk obat-obat yang bersifat asam
Usus : basa untuk obat-obat yang bersifat basa.
4. Jumlah pembuluh darah setempat
Intra muskular dengan sub kutan
Intra muscular absorpsinya lebih cepat, karena jumlah pembuluh darah
di otot lebih banyak dari pada di kulit.
b. Hakiki/ Obat
Polaritas koefisien partisi
Semakin non polar semakin mudah diabsorpsi
c. Makanan
Paracetamol terganggu absorpsinya dengan adanya makanan dalam lambung,
maka dapat diberikan 1 jam setelah makan.
d. Obat lain
Karbon aktif dapat menyerap obat lain.
e. Cara pemberian
Per oral dan intra vena berbeda absorpsinya.
Beberapa Faktor Fisiologi Biologi Yang Berpengaruh Pada absorpsi Gastro
Intestinal
a. pH di lumen gastro intestinal
Keasaman cairan gastro intestinal yang berbea-beda di lambung (pH 1-2)
duodenum (pH 4-6) sifat-sifat dan kecepatan berbeda dalam absorpsi suatu
obat.
Menurut teori umum absorpsi : obat-obat golongan asam lemah organic lebih
baik di absorpsi di dalam lambung dari pada di intestinum karena fraksi
non ionic dari zatnya yang larut dalam lipid lebih besar dari pada kalau
berada di dalam usus yang pHnya lebih tinggi.
Absorpsi basa-basa lemah seperti antihistamin dan anti depressant
lebih berarti atau mudah di dalam usus halus karena lebih berada dalam
bentuk non ionic daripada bentuk ionik.
Sebaliknya sifat asam cairan lambung bertendensi melambatkan atau
mencegah absorpsi obat bersifat basa lemah.
Penyakit dapat mempengaruhi pH cairan lambung.
Lemak-lemak dan asam-asam lemak telah diketahui menghambat sekresi
lambung
Obat-obat anti spasmodic seperti atropine, dan anti histamine H2
bloker seperti cimetidin dan ranitidin pengurangan sekresi asam
lambung
b. Motilitas gastro intestinal dan waktu pengosongan lambung
Lama kediaman (residence time) obat di dalam lambung juga menentukan
absorpsi obat dari lambung masuk ke dalam darah.
Faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi pengosongan lambung akan dapat
berpengaruh terhadap lama kediaman obat di suatu segmen absorpsi.
Pengosongan lambung diperlama oleh lemak dan asam-asam lemak dan
makanan,depresi mental, penyakit-penyakit seperti gastro enteritis, tukak
lambung (gastric ulcer) dll.
Pemakaian obat-obat juga dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya, baik
dengan cara mengurangi motilitas (misal obat-obat yang memblokir reseptor-
reeptor muskarinik) atau dengan cara meningkatkan motilitas (misalnya
metoklopropamid, suatu obat yang mempercepat pengosongan lambung).
c. Aliran darah (blood flow) dalam intestine.
Debit darah yang masuk ke dalam jaringan usus dapat berperan sebagai
kecepatan pembatas (rate limited) dalam absorpsi obat
Dalam absorpsi gastro intestinal atau in vivo sebagai proses yang nyata
untuk proses penetrasi zat terlarut lewat barrier itu sendiri.
Maka ditentukan oleh 2 langkah utama, Yaitu :
- Permeabilitas membrane GI terhadap obat, dan
- Perfusi atau kecepatan aliran darah didalam barrier GI membawa
zat terdifus ke hati
Aliran darah normal disini ± 900ml/menit
Efek- Efek Makanan Atas Absorpsi
Secara umum absorpsi obat lebih disukai atau berhasil dalam kondisi lambung
kosong.
Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi demikian karena obat
dapat mengiritasi lambung.
Ex : Asetosal ( dapat menyebabkan iritasi karena bersifat asam).
Kecepatan absorpsi kebanyakan obat akan berkurang bila diberikan bersama
makanan.
Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat sukar larut)
Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali penurunan
bioavailabilitasnya maka harus diberikan sebelum makan.
Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin strearat
Absorpsi griseofulvin meningkat bila makanan mengandung lemak
Pengaruh Faktor-Faktor Fisika Kimia Atas Absorpsi GI
Misal :
Antibiotik penisilin
Penisilin oral bisa diformulasikan sebagai asam bebas yang bersifat sukar
larut, atau dalam bentuk garam yang mudah larut.
Jika penisilin dalam bentuk garam kalium diberikan, maka obat tersebut
akan mengendap sbg asam bebas setelah mencapai lambung, dimana pH nya
rendah, membentuk suatu suspensi dengan partikel-partikel halus dan
diabsorpsi dengan cepat.
Tetapi bila diberikan dalam bentuk asam, maka penisilin bentuk asam ini
sukar larut dalam lambung dan absorpsinya jauh lebih lambat, sebab
partikel-partikel yng terbentuk adalah besar.
Antibiotik Tetrasiklin
Tetrasiklin mengikat ion-ion Ca dengan kuat, dan makanan yang kaya
kalsium (terutama susu) dapat mencegah absorpsi tetrasiklin
Pemberian paraffin cair sebagai pencahar akan menghambat absorpsi obat-
obat yang bersifat lipofilik seperti vitamin K.
DISTRIBUSI
Distribusi obat : perpindahan obat dari sirkulasi darah ke suatu tempat di
dalam tubuh (cairan dan jaringan)
Setelah obat masuk ke dalam sirkulasi darah (sesudah absorpsi), obat
tersebut akan dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah dan kontak dengan
jaringan-jaringan tubuh di mana distribusi terjadi.
Cairan tubuh total berkisar antara 50-70% dari berat badan. Cairan tubuh
dapat dibagi menjadi :
1. Cairan ekstraseluler yang terdiri atas plasma darah (kira-kira 4,5%
dari berat badan), cairan interstisial(16%) dan limfe (1-2%).
2. Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan) merupakan jumlah cairan
dalam seluruh sel-sel tubuh.
3. Cairan transeluler (2,5%) yang meliputi cairan serebrospinalis,
intraokuler, peritoneal, pleura, sinovial dan sekresi alat cerna.
Untuk dapat masuk ke dalam salah satu cairan tubuh ini suatu obat harus
melewati sel-sel epitel, atau dengan kata lain obat harus bisa masuk ke
dalam sel-sel.
Parameter yang menyatakan luasnya distribusi obat.
Vd = volume distribusi
Adalah volume cairan tubuh yang pada akhirnya obat terdistribusi
Vd = Jumlah obat dalam tubuh
Jumlah obat dalam darah
Volume distribusi merupakan parameter penting dalam farmakokinetik. Salah
satu kegunaannya ialah untuk menentukan dosis obat yang diperlukan untuk
memperoleh kadar obat dalam darah yang dikehendaki. Obat-obat dengan Vd
kecil akan menghasilkan kadar dalam darah yang lebih tinggi, sedangkan
untuk obat dengan Vd besar akan menghasilkan kadar dalam darah yang
lebih rendah.
Sifat Vd
1. Vd obat bersifat individual
Walaupun obatnya sama, tetapi volume distribusi orang per orang tidak
sama, karena berat badan tidak sama (volume cairan tubuh tidak sama).
2. Vd obat pada umumnya bukan volume sebenarnya dari cairan atau ruangan
yang ditempati oleh obat. Obat tidak hanya terdapat di dalam darah,
maka Vd obat bukan merupakan volume sebenarnya dari cairan yang
ditempati oleh obat.
Jika obat hanya terdistribusi dalam darah, maka Vd = volume darah (
volume plasma)
Di dalam tubuh terdapat material hayati atau biologi yang dapat mengikat
obat, antara lain : protein.
Protein terdapat dalam jaringan dan plasma.
Protein plasma yang berperan penting dalam mengikat obat Albumin.
Albumin merupakan protein sederhana protein yang hanya terdiri asam
amino
( Protein kompleks bukan hanya terdiri dari asam amino tapi juga senyawa-
senyawa lain selain asam amino, seperti: lipoprotein, glikoprotein,
hemoglobin).
Albumin banyak terdapat di dalam plasma (albumin merupakan proporsi
terbesar dari protein plasma).
Perikatan obat bersifat reversible (dapat balik) dan tidak spesifik (
satu tempat perikatan dapat dipakai oleh lebih dari satu jenis obat)
Berdasarkan sifat tersebut, maka menunjukkan bahwa obat yang telah
terikat oleh albumin dapat terdesak (pendesakkan =displacement) oleh obat
lain yang terikat pada tempat yang sama, tetapi memiliki afinitas yang
lebih besar (afinitas = kecenderungan obat untuk membentuk senyawa).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan obat :
1. Tergantung pada kadar obat
2. Tergantung pada kadar protein
3. Tergantung pada afinitas obat terhadap protein.
4. Tergantung pada jumlah tempat pengikatan.
Albumin termasuk makromolekul maka satu molekul protein
mengikat lebih
Obat termasuk mikromolekul dari satu molekul obat.
Pengikatan obat oleh protein plasma membantu :
1. Absorpsi obat terutama yang terionisasi kuat di dalam saluran cerna
2. Distribusi obat
3. Pengangkutan obat atau senyawa endogen yang tidak larut dalam air.
Protein dalam air berupa koloid tidak mengendap
Protein akan mengikat mengikat obat, sehingga walaupun obat tidak
larut air, tetapi obat akan terbawa oleh protein.
Ex : Hormon kortikosteroid didukung oleh protein, maka dapat berada
dalam darah. Kortikosteroid tidak larut air.
BIOTRANSFORMASI
Biotransformasi : perubahan obat menjadi senyawa lain (metabolit)
Drug Metabolit
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
Kadar obat mengalami biotransformasi, maka kadar obat menurun.
Biotransformasi pada umumnya terjadi dalam hati (dalam hati terdapat
enzim yang dapat menjalankan biotransformasi)
Biotransformasi yang terjadi selama proses absorpsi efek lintas
pertama (First Pass Effect)
Efek lintas pertama mengurangi bioavailabilitas (BA, ketersediaan
biologi yaitu persentase obat yang secara utuh mencapai sirkulasi umum
untuk melakukan kerjanya).
Untuk obat yang mengalami First pass Effect obat diberikan secara
intra muscular, menuju jantung ke seluruh tubuh hati
biotransformasi.
Reaksi-Reaksi Biotransformasi
1. Reaksi Fase I ( Reaksi Non Sintetik )
a. Oksidasi : alcohol, alehida, asam dan zat hidratarang dioksidasi
menjadi CO2 dan air. System enzim oksidatif terpenting di dalam hati
adalah cytochrom P 450, yang bertanggung jawab atas benyaknya reaksi
perombakan oksidatif.
b. Reduksi : misalnya, klorhidrat direduksi menjadi trikloretanol,
vitamin c menjadi dehidroascorbat.
c. Hidrolisa: molekul obat mengikat 1 molekul air dan pecah menjadi dua
bagian, misalnya penyabunan ester oleh esterase, gula oleh
karbohidrase (maltese, dll) dan asam karbonamida oleh amidase.
2. Reaksi Fase II ( Reaksi Sintetik/Reaksi Konjugasi )
Molekul obat bergabung dengan suatu molekul yang terdapat di dalam tubuh
sambil mengeluarkan air. (asetilasi, sulfatasi, glukuronidasi, metilasi)
Ex : senyawa endogen kolekalsiferol vitamin D3
Sifat Metabolit
1. Sifat metabolit pada umumnya lebih polar daripada senyawa induknya
atau senyawa asalnya, sehingga lebih mudah diekskresi atau lebih mudah
dikeluarkan bersama urine.
2. Pada umumnya aktifitas farmakologinya lebih lemah dari pada senyawa
asalnya.
Metabolit Obat yang aktif Secara farmakologis
Terdapat juga obat-obat yang baru mempunyai efek farmakologis setelah
obat tersebut mengalami metabolisme di hepar.
Ex : Azatioprin di dalam tubuh akan dimetabolisme oleh hepar menjadi
merkaptopurin yang aktif sebagai obat sitostatika.
Obat- obat yang aktif setelah di metabolisme oleh hepar disebut Prodrug.
Ada juga obat-obat yang metabolitnya mempunyai efek farmakologis yang
sama dengan obat asal.
Ex : Fenasetin akan di metabolisme dalam hepar menjadi paracetamol yang
sama-sama mempunyai efek analgesik.
EKSKRESI
Ekskresi pengeluaran obat dari tubuh
Dikeluarkan melalui system organ organ yg terpenting dalam system
ekskresi (ginjal)
Obat dapat dikeluarkan melalui: urine, cairan empedu (ekskresi melalui
hati), air ludah, paru-paru (berupa gas udara ekspirasi)
Ginjal
Dalam ginjal terdapat bagian penting nefron
Nefron terdiri dari glomerolus kapsula bowman tubulus proksimal tubulus
distal.
Ada 3 kejadian utama dalam proses ekskresi
1. Filtrat Glomeruler
Dalam proses filtrasi ini kira-kira 25% output jantung atau ± 1,1 liter
darah/menit pergi ke ginjal, dari jumlah ini hanya kira-kira 10% yang
disaring di glomeruli kecepatan plasma ini adalah 120 ml/menit untuk
orang normal dan kecepatan ini di sebut kecepatan filtrasi glomerular.
Filtrat di tampung di glomerula.
2. Sekresi Aktif Tubuler
Terjadi dibagian proksimal dari tubula renal yang dilakukan oleh setidak-
tidaknya 2 macam mekanisme transport spesifik untuk menggerakkan zat-zat
dari plasma ke cairan tubuler masing-masing mekanisme adalah untuk anion-
anion organik seperti para amino hipurat, fenol merah dan untuk kation-
kation organic seperti ion tetra metil ammonium.
3. Reabsorpsi Tubuler
Aliran air di dalam tubuhlah akan terjadi proses penyerapan molekul-
molekul air oleh epithelium tubula yang selanjutnya diangkut kembali ke
dalam darah. Karena proses penyerapan air ini maka kadar bahan obat di
dalam filtrat yang berada di bagian distal akan menjadi lebih tinggi
dari pada di dalam plasma darah. Dengan adanya perbedaan konsentrasi
akan terjadi difusi obat ke plasma darah dan ini berlaku untuk obat
aktif yang bersifat mudah larut di dalam pelarut non polar, lemak atau
lipid. Proses difusi ini juga tergantung pada pH urin di dalam filtrat.
Keberadaan obat di dalam urin adalah hasil dari proses: Filtrasi
glomeruler di tambah (+) Filtrasi sekresi (aktif) di kurangi (–)
reabsorpsi (pasif)