Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
BAB I PENDAHULUAN I.1. Tujuan
Mengetahui hubungan antara P pada kolom kering dan laju alir udara
Menguji hubungan antara P sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi lau alir air.
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis gas yang tersedia.
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan air menggunakan alat analisis larutan yang tersedia.
I.2. Teori I.2.1. Definisi dan Prinsip Dasar Absorbsi
Gambar 1. Kolom absorber
Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat) berdifusi ke dalam cairan (absorben) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari absorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu dan dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif berkonsentrasi rendah maupun yang berkonsentrasi tinggi (konsentrat). Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarutkan salah satu komponen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan dalam jangka waktu yang cukup alam pada suhu tetap, maka akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak terdapat lagi perpindahan massa. Driving force dalam perpindahan massa ini adalah tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan parsial)
dalam total gas melebihi konsentrasi kesetimbangan dengan cairan pada setiap waktu. Sebagai contoh adalah penyerapan ammonia dari campuran ammonia-udara oleh zat inert. Campuran amonia-udara dengan konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi, bergerak anik secara berlawanan arah (countercurrent ) dengan zat inert yang bergerak turun melalui bagian atas kolom, gas amonia yang terlarut dalam udara yang keluar akan turun dan sementara
1
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
konsentrasi amonia dalam zat inert akan naik. Setelah absorspsi terjadi, maka zat inert akan diregenerasi kembali dengan cara distilasi sehingga gas amonia yang terbawa dapat terlepas dari gas inert. Selanjutnya zat inert akan digunakan kembali untuk penyerapan amonia yang masih tersisa di campuran amonia-udara. Hal yang perlu diketahui dalam aplikasi absorpsi adalah bahwa laju absorpsi dapat ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak. Tabel 1. Perbedaan distilasi, absorpsi, ekstraksi, dan leaching
Distilasi
Absorpsi
Ekstraksi
Leaching
Prinsip
Perbedaan titik
Perbedaan
pemisahan
didih dan tekanan
difusivitas dan
uap
tekanan uap
Cair - Gas
Cair - Gas
Cair - Cair
Padat – Cair
Suhu masuk dan
Suhu dan tekanan
Suhu dan tekanan
Suhu dan tekanan
keluar berbeda
tetap
tetap
tetap
Tray column
Packed column
Fasa Kondisi operasi : - suhu - tekanan Peralatan paling banyak dipakai
Perbedaan sifat
-
fisika dan kimia
-
-
Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi: Absorpsi Fisika komponen yang diserap pada absorpsi absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan reaksi kimia. TM
TM
Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, Selexol , Rectisol
(LURGI), flour
solvent ( propylene carbonate carbonate).
Absorpsi Kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process (Kalium Karbonat)
I.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi
Luas pemukaan kontak Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju alir fluida
2
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
konsentrasi amonia dalam zat inert akan naik. Setelah absorspsi terjadi, maka zat inert akan diregenerasi kembali dengan cara distilasi sehingga gas amonia yang terbawa dapat terlepas dari gas inert. Selanjutnya zat inert akan digunakan kembali untuk penyerapan amonia yang masih tersisa di campuran amonia-udara. Hal yang perlu diketahui dalam aplikasi absorpsi adalah bahwa laju absorpsi dapat ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak. Tabel 1. Perbedaan distilasi, absorpsi, ekstraksi, dan leaching
Distilasi
Absorpsi
Ekstraksi
Leaching
Prinsip
Perbedaan titik
Perbedaan
pemisahan
didih dan tekanan
difusivitas dan
uap
tekanan uap
Cair - Gas
Cair - Gas
Cair - Cair
Padat – Cair
Suhu masuk dan
Suhu dan tekanan
Suhu dan tekanan
Suhu dan tekanan
keluar berbeda
tetap
tetap
tetap
Tray column
Packed column
Fasa Kondisi operasi : - suhu - tekanan Peralatan paling banyak dipakai
Perbedaan sifat
-
fisika dan kimia
-
-
Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dibedakan menjadi: Absorpsi Fisika komponen yang diserap pada absorpsi absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih tinggi tinggi (dibanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan reaksi kimia. TM
TM
Contoh: Absorpsi menggunakan pelarut shell sulfinol, Selexol , Rectisol
(LURGI), flour
solvent ( propylene carbonate carbonate).
Absorpsi Kimia melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk melarutkan komponen terlarut. Contoh: Absorpsi yang menggunakan pelarut MEA, DEA, MDEA, Benfield Process (Kalium Karbonat)
I.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi
Luas pemukaan kontak Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju alir fluida
2
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang berdifusi.
Konsentrasi gas Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang terjadi antar dua fluida.
Tekanan operasi Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur komponen terlarut dan pelarut Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Kelembaban Gas Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat dianjurkan.
I.2.3. Jenis-jenis Kolom Absorber
Sieve tray
Pada kolom absorber jenis ini uap akan mengalir ke atas melalui lubang-lubang berukuran diameter 3-12 mm dan melalui cairan absorben yang mengalir. Luas penguapan atau lubanglubang ini biasanya sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur energi kinetika dari gas-gas dan uap yang mengalir melalui lubang ini, maka dapat diupayakan agar cairan tidak jatuh mengalir melalui lubang-lubang tersebut. Kedalaman cairan pada tray dipertahankan dengan overflow pada tanggul (outlet weir ). ).
Valve tray
Menara valve tray adalah bentuk modifikasi dari bentuk menara sieve tray dengan penambahan katup-katup (valves) untuk mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat tekanan uap rendah. Oleh karena itu, valve tray menjadi sedikit lebih mahal daripada sieve tray. Kelebihan valve tray adalah memilliki rentang operasi laju alir yang lebih lebar daripada sieve tray.
Spray tower
Menara jenis ini memiliki tingkat efisiensi yang rendah.
Bubble-cap tray
Jenis ini telah dipakai lebih dari 100 tahun lalu, namun penggunaannya mulai digantikan oleh jenis valve tray sejak tahun 1950. Alasan utama berkurangnya pemakaian bubble-cap tray adalah alasan ketidakekonomisan.
3
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Packed Bed
Menara absorpsi ini paling banyak digunakan karena luas permukaan kontak dengan gas yang cukup besar. Sementara itu, aliran fluida dalam kolom absorber dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
Cross-flow
Counter-current
Co-current
Gambar Aliran a) Cross-flow dan b) Countercurrent dalam Plate Column
I.2.4. Aplikasi Absorbsi Absorpsi H2O dari gas alam Pada plant H2O removal, zat yang akan diabosrb adalah gas pengotor H 2O yang terdapat pada gas alam. Absorben yang umum digunakan oleh unit operasi CO 2 removal plant adalah Trietilglygol (TEG). Proses absorpsi menggunakan TEG adalah sangat fleksibel dan cocok untuk penghilangan senyawa CO 2, H2S, dan sulfur hingga mencapai level yang diinginkan. Spesifikasi gas yang akan diproses dapat bervariasi mulai dari 5% CO 2 untuk sales gas atau lebih rendah untuk spesifikasi LNG (kurang dari 50 ppmv CO 2, kurang dari 4 ppmv H 2S). aMDEA memiliki sifat tidak korosif sehingga membuat senyawa ini menjadi pelarut yang stabil secara kimia dan termal sehingga sebagian besar plant dapat terbuat dari karbon steel. Selain itu juga tidak dibutuhkan pasivator logam berat atau korosi inhibitor. Sistem aktivator tidak membentuk produk degradasi korosi yang tinggi. Hal tersebut akan mencegah masalah seperti korosi, erosi, pembentukan scaling, dan foaming.
I.2.5. Neraca Massa Absorbsi Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber, perhatikan gambar berikut:
4
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Gambar. Diagram neraca massa untuk packed column
Neraca massa Pada menara absorpsi akan terjadi variasi komposisi secara kontinu dari suatu stage ke stage lain diatasnya. Neraca massa bagian atas kolom Neraca massa total
:
La + V = L + V a (1)
Neraca massa komponen A
:
Laxa + Vy = Lx + V aya(2)
Neraca massa total
:
La + Vb = Lb + Va (3)
Neraca massa komponen A
:
Laxa + Vbyb = Lbxb + Vaya (4)
Persamaan garis operasinya
:
y
Neraca massa keseluruhan
L V
x
V a y a La xa V
5)
Ket: V= laju alir molal fasa gas dan L adalah fasa liquid pada titik yang sama di menara.
I.2.6. Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh Koefisien transfer massa gas menyeluruh ( Overall Mass Transfer Coefficient, gas concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju difusi atau perpindahan massa
gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien, semakin besar pula laju difusi gas. Persamaan yang digunakan untuk menentukan K OG adalah sebagai berikut:
P ln i
K OG Ket:
5
Absorpsi
Po Ga a AH Pi Po (6)
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
2
K OG
= koefisien transfer massa gas menyeluruh (gr.mol/atm.m .sekon)
Ga
= jumlah gas terlarut dalam liquid
a
= luas spesifik (440 m /m )
AH
= volume kolom
Pi
= Fraksi mol inlet tekanan total
Po
= Fraksi mol outlet tekanan total
2
3
Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien transfer massa gas, maka jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan lebih banyak. Selain itu, persamaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh tekanan kolom dalam menentukan nilai koefisien transfer massa gas. Hal ini karena pengaruh adanya isian pada kolom yang menyebabkan pressure drop yang selalu harus diperhitungkan dalam kolom isian. Semakin besar pressure drop maka perpindahan massa gas ke liquid akan semakin kecil.
I.2.7. Laju Absorpsi
Gambar. Lokasi komposisi antar-muka ( interface)
Laju absorpsi dapat diketahui dengan menggunakan koefisien individual atau koefisien keseluruhan berdasarkan pada fasa gas atau liquid. Koefisien volumetrik biasa digunakan pada banyak perhitungan, karena akan lebih sulit untuk menentukan koefisien per unit area dan karena tujuan dari perhitungan desain secara umum adalah untuk menentukan volume absorber total . Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam beberapa persamaan dimana x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorp : r = k ya (y – yi) (7) r = k xa (xi – x)(8) r = Kya (y – y*)(9) r = Kxa (x* – x)(10) Komposisi antar-muka (yi,xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi menggunakan persamaan (7) dan (8) :
6
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
y yi xi x
k x a k y a
2010
(11)
Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis vertikal atau horizontal pada
diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari k ya dan k xa menggunakan slope lokal kurva kesetimbangan m.
1
K y a
k y a
1
K x a
1
k x a
1
k x a
m
(12)
1
mk y a
(13)
I.2.8. Faktor Pemilihan Solven Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan solven, terutama faktor fisik :
Kelarutan gas
Kelarutan gas yang tinggi akan meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas solven yang diperlukan. solven yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik dalam frkasi mol yang sama pada beberapa jenis solven, maka harus dipilih solven yang memiliki berat molekul terkecil. Sehingga akan diperoleh fraksi mol gas terlarut lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia dalam absorpsi, maka kelarutan akan sangat besar. Namun jika pelarut akan diregenerasi, maka reaksi tersebut harus reversible.
Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada banyak solven yang terbuang. Bila diperlukan, dapat digunakan cairan pelarut kedua, yaitu pelarut yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas yang teruapkan.
Korosivitas
Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi oleh sifat solven. Solven atau pelarut yang korosif dapat merusak menara, sehingga diperlukan material menara yang mahal atau tidak mudah dijumpai.
Viskositas
Viskositas pelarut yang sangat rendah amat disukai karena memungkinkan laju absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, pressure drop yang kecil, dan sifat perpindahan panas yang baik.
7
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
BAB II PROSEDUR PERCOBAAN 2.1. Hidrodinamika Packed Column (Pressure drop kolom kering) Tujuan: Mengetahui hubungan antara P pada kolom kering dan laju alir udara 1. Mengeringkan kolom dengan cara melewatkan udara pada kelajuan maksimum hingga kolom benar-benar kering. 2. Menghubungkan bagian atas dan bawah kolom dengan manometer pada titik S1 dan S3. 3. Membaca manometer terhadap P pada variasi laju udara. 2.2. Hidrodinamika Packed Column (Pressure drop udara dan aliran air) Tujuan : Menguji hubungan antara
P
sebagai fungsi dari laju alir udara untuk variasi lau alir air.
1. Mengisi tangki (bak) air hingga ¾ penuh (30 liter). 2. Menyalakan pompa air dan set C1 untuk memberikan aliran air sebesar 3 liter/menit. 3. Setelah 30 detik, tutup C1 dan mematikan pompa dan biarkan air turun selama 5 menit. 4. Mengukur P udara pada kolom basah sebagai fungsi dari laju alir udara. 5. Mengukur P udara pada kolom sebagai fungsi dari laju alir udara pada variasi laju alir air. 2.3. Absorpsi CO 2 dengan air (Menggunakan analisis gas) Tujuan : Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan air menggunakan alat analisis gas yang tersedia. 1. Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh). 2. Mengalirkan air (6 liter/menit). 3. Mengalirkan udara (10 liter/menit). 4. Mengalirkan CO2 (15 liter/menit). 5. Menunggu hingga steady selama 15 menit. 6. Mengambil sampel gas (menunggu 1 menit). 2.4. Absorpsi CO 2 dengan air (menggunakan analisis larutan) Tujuan : Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan air menggunakan alat analisis larutan yang tersedia. 1. Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh). 2. Mengalirkan air (6 liter/menit). 3. Mengalirkan udara (10 liter/menit). 4. Mengalirkan CO2 (15 liter/menit). 5. Menunggu hingga steady selama 15 menit. 6. Mengambil sampel tiap 10 menit (setelah steady) dari S4 dan S5 minimal sebanyak 150 ml. Alat dan bahan untuk titrasi :
8
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Indikator PP
Larutan NaOH 0.0277 M (dengan melarutkan 27.7 ml NaOH 1 M ke dalam 1 liter aquades).
Larutan Na2CO3 0.01 M (dengan melarutkan 0.1 gr anhidrat Na2CO3 ke 100 ml aquades).
5 buah beaker glass 150 ml
Labu ukur 1000 ml + tutup (untuk larutan NaOH).
2 buah gelas ukur 100 ml.
4 labu erlenmeyer.
2 buret titrasi.
Prosedur titrasi : 1. Mengambil S4 dan S3 masing-masing sebanyak 100 ml. 2. Meneteskan PP (5 tetes). Jika langsung berubah warna, berarti tidak ada kandungan CO 2. 3. Menitrasi dengan NaOH 0.0277 M. Mencatat volume NaOH yang terpakai. 2.5. Absorpsi CO 2 pada NaOH (menggunakan analisis larutan) 1. Mengisi tangki dengan 30 liter NaOH 0.1 M (3/4 penuh). 2. Mengalirkan larutan (3 liter/menit). 3. Mengalirkan udara (30 liter/menit). 4. Mengalirkan CO2 (3 liter/menit). 5. Menunggu hingga steady selama 15 menit. 6. Mengambil sampel gas tiap 20 menit setelah steady dari S 4 dan S5 sebanyak250 ml. Prosedur titrasi : 1. Memisahkan larutan sampel S 4 dan S5 pada 2 buah erlenmeyer @50 ml. 2. Erlenmeyer 1 : a) Teteskan PP (1 tetes) dan titrasi hingga warna pink hilang dengan larutan HCl. b) Teteskan MO (1 tetes) dan titrasi hingga berubah warna dengan HCl. 3. Erlenmeyer 2 : a) Tambahkan larutan BaCl 2 sebanyak > 10% dari nilai T 2 – T1. b) Teteskan PP (2 tetes) dan titrasi hingga titik akhir dengan larutan HCl.
9
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Hidrodinamika Packed Column – Pressure Drop (∆P) Kolom Kering Data Percobaan Laju Alir Udara (L/Menit)
delta P (mmH2O)
20
10
40
10
60
10
80
10
100
10.4
120
10.5
140
12
160
13.1
Pengolahan Data Log Laju alir udara
Log delta P
1.301029996
1
1.602059991
1
1.77815125
1
1.903089987
1
2
1.017033
2.079181246
1.021189
2.146128036
1.079181
2.204119983
1.117271
Adapun grafik yang terbentuk adalah sebagai berikut:
10
Absorpsi
2010
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Grafik Hubungan ∆P terhadap Laju
Alir Udara 1.14 1.12
) O 2
1.1
H m1.08 m1.06 ( P ∆1.04 g o1.02 L
1
0.98 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Log Laju Alir Udara (L/menit)
1. Analisis Pressure drop (∆P) sebanding dengan laju alir fluida (Udara : UGas) sesuai dengan persamaan Ergun:
1 - P Dv 3 G 2 L 1 - 150 G0 1.75 Dv 0 dimana ∆P adalah penurunan tekanan di dalam kolom dan G0 adalah kecepatan massa (mass velocity) yang merupakan fungsi dari laju alir fluida. Data-data ∆P dan laju alir udara yang diambil dari percobaan dilogaritmakan untuk mendapatkan persamaan yang linear. Munurut persamaan Ergun perbandingan antara penurunan tekanan terhadap laju alir fluida dihubungkan dengan kurva fungsi G 0. Persamaan Ergun yang dimodifikasi menjadi pressure drop sebanding dengan laju alir fluida (v) adalah sebagai berikut:
dP dx
2
1.75 v 1
Dp
2
3
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seharusnya terdapat hubungan linear antara data pressure drop (∆P) dan laju alir udara yang didapat. Namun kenyataannya, grafik yang dihasilkan tidak linear melainkan cenderung konstan di awal dan mengalami kenaikan tajam pada beberapa titik terakhir.
11
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Pada menit-menit awal, diketahui tidak ada perubahan tekanan. Padahal seharusnya seiring dengan bertambahnya laju alir udara yang melewati packed column maka pressure differential di dalam kolom juga semakin besar. Hal ini disebabkan oleh adanya aliran udara yang melewati packing pada kolom dimana terjadi gesekan atau friksi antara fluida dengan packing tersebut maka laju alir dari fluida pun menjadi terhambat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1) Tidak meratanya aliran udara di seluruh bagian packed column. 2)Kesulitan mengontrol laju alir udara yang masuk ke dalam kolom karena flowmeter sudah kurang akurat. 3)Sistem belum stabil namun sudah dilakukan pengambilan data. 4)Kesalahan dalam membaca skala manometer sehingga mempengaruhi hasil percobaan.
3.2. Hidrodinamika Packed Column, Hubungan Antara Pressure Drop Udara dengan Laju Alir Air pada Kolom Isian Pengolahan Data Laju Alir Air
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
22.5
1.301029996
1.352183
40
23.5
1.602059991
1.371068
60
23.5
1.77815125
1.371068
80
24.7
1.903089987
1.392697
100
27.5
2
1.439333
120
32
2.079181246
1.50515
140
33.3
2.146128036
1.522444
160
37.3
2.204119983
1.571709
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
23.5
1.301029996
1.371068
40
24.5
1.602059991
1.389166
60
25.4
1.77815125
1.404834
80
27.7
1.903089987
1.44248
1
Laju Alir Air
2
12
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Laju Alir Air
3
Laju Alir Air
100
32
2
1.50515
120
35.5
2.079181246
1.550228
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
24.5
1.301029996
1.389166
40
24.7
1.602059991
1.392697
60
26.3
1.77815125
1.419956
80
32.5
1.903089987
1.511883
100
38.4
2
1.584331
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
24.5
1.301029996
1.389166
40
25.5
1.602059991
1.40654
60
28.7
1.77815125
1.457882
80
39
1.903089987
1.591065
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
26.5
1.301029996
1.423246
40
28.5
1.602059991
1.454845
60
36
1.77815125
1.556303
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
28.5
1.301029996
1.454845
40
31.2
1.602059991
1.494155
60
44
1.77815125
1.643453
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
20
30
1.301029996
1.477121
40
44
1.602059991
1.643453
4
Laju Alir Air
5
Laju Alir Air
6
Laju Alir Air
7
13
Absorpsi
2010
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Laju Alir Air
Laju Alir Udara
∆P
log Laju Alir Udara
log delta P
8
20
37
1.301029996
1.568202
9
20
45
1.301029996
1.653213
2010
Adapun grafik hubungan ∆P terhadap laju alir yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Grafik Hubungan ∆P terhadap Laju Alir
Udara 1.8 1.7
Air = 1
) O1.6
Air = 2
H m m1.5 ( P ∆ g o1.4 L
Air = 3
1.3
Air = 7
2
Air = 4 Air = 5 Air = 6
Air = 8 1.2 1
1.5
2
2.5
Air = 9
Log Laju Alir Udara (L/menit)
1. Analisis Pada percobaan ini, dilakukan kontak antara air dengan udara dalam kolom isian. Adanya kolom isian akan menyebabkan tahanan antara aliran air dengan aliran udara dan mengakibatkan bidang sentuh antara air dan udara jadi semakin besar. Peristiwa absorpsi pada percobaan ini berupa aliran counter-current dimana aliran udara masuk di bawah kolom dan aliran air masuk di atas kolom dengan laju alir masing-masing yang dapat diatur. Sehingga kita dapat melihat bagaimana pengaruh laju alir udara masuk terhadap tekanan pada kolom yang terbasahi. Pada setiap laju alir, setelah dilakukan set laju alir air dan udara, terdapat jeda selama beberapa menit untuk menunggu keadaan kolom menjadi steady . Hal ini dilakukan agar tejadi kesetimbangan antara air dan udara dalam kolom absorpsi dan untuk meyakinkan telah terjadi absorpsi yang cukup merata pada semua titik.
14
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Berdasarkan grafik yang dibuat, terlihat hubungan yang linier dimana perbedaan tekanan semakin besar dengan kenaikan laju alir udara pada saat laju alir air konstan. Hal ini sesuai dengan persamaan Ergun yang menggambarkan bahwa perbedaan tekanan akan semakin besar dengan naiknya kecepatan superficial. Fenomena ini terjadi karena laju alir udara yang semakin tinggi maka transfer massa udara ke air akan semakin sedikit karena waktu tinggal ataupun waktu kontak akan semakin cepat sehingga komponen ynag terabsorpsi ke air tidak merata. Jika dilihat dari pengaruh laju alir air dengan menganggap laju alir udara konstan, maka peningkatan laju alir air akan meningkatkan pressure drop. Selain itu, pada kolom absorbsi terdapat packed yang juga akan mempengaruhi besarnya absorpsi dan besarnya perbedaan tekanan yang terdapat di kolom. Dengan laju alir air semakin besar maka ruang kosong pada packed kolom akan semakin terisi oleh air sehingga dengan adanya ruang kosong yang terisi oleh air, laju alir udara harus ditingkatkan karena hanya terdapat sedikit area untuk mengalir. Hal tersebut dapat meningkatkan pressure drop karena friksi yang ditimbulkan oleh udara dengan air yang mengisi ruang kosong. Jika dilihat dari partikel airnya, dengan laju alir air meningkat maka partikel air akan terpecah akibat adanya packed sehingga transfer massa dari udara ke air akan semakin sedikit dan tidak merata sehingga perbedaan tekanan semakin besar.
3.3. Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column Menggunakan Analisis Gas Data Percobaan F1 = 5 lt/menit = 0,092 lt/sekon F2 = 50 lt/menit = 0,833 lt/sekon F3 = 9 lt/menit = 0,15 lt/sekon Sample point
L1
V1 (ml)
0,2 ml
V2 (ml)
2 ml
Ket: F1 = Laju alir air masuk packed column F2 = Laju alir udara masuk packed column F3 = Laju alir CO2 masuk packed column V1= Volume CO2 dan udara pada pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi (diukur dalam piston) V2= Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi (diukur di dalam tabung liquid overspill).
15
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Pengolahan Data a. Kandungan CO2 pada sample gas Dengan menggunakan peralatan Hempl, didapatkan fraksi volume CO2 yaitu V2 /V1. Pada perhitungan ini, gas diasumsikan bersifat ideal sehingga untuk gas ideal sehingga dapat dianggap fraksi volume CO2 tersebut sama dengan fraksi molnya (fraksi volume CO 2 = fraksi mol CO2). Pada percobaan ini juga dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada sample yang masuk ke dakam kolom absorpsi agar mempunyai nilai fraksi CO2 yang sama seperti yang diindikasikan oleh flowmeter pada aliran masuk.
V 2 F 3 Y 1 F 2 F 3 V 1
0,15 lt 0.833 lt
sekon
sekon
0,15 lt
sekon
0,153
V 0,2ml 0,1 Y 0 2 V ml 2 1 Ket: Y1 : fraksi mol gas CO2 pada aliran gas masuk ( inlet ) Y0 : fraksi mol gas CO2 pada aliran gas keluar ( outlet ) Dalam menentukan kandungan CO2 pada sampel gas dipergunakan neraca massa pada packed column absorber sebagai berikut :
( F inlet Y inlet ) ( F outlet Y outlet ) akumulasi ( F inlet Y CO2 inlet ) ( F outlet Y CO2 outlet )
F CO terserap 2
Bila diumpamakan Fa dalam satuan liter/sekon adalah CO2 yang terserap dari puncak kolom hingga dasar kolom, kemudian persamaannya menjadi:
F
2
F 3 Y 1
F
2
CO2 inlet
F F a Y 3
0
CO2 outlet
F a
CO2 terserap
sehingga,
F a
(Y 1 Y 0 )( F 2 F 3 ) (1 Y 0 )
(0,153 0,1)(0,833 0,15 ) (1 0,1)
0,058 lt
sekon
Hasil yang didapatkan dengan satuan liter/sekon selanjutnya dikonversikan menjadi g.mol/sekon (G a), dengan persamaan dibawah:
Ga
F a 22 .42
x
PcolumnmmHg 760 mmHg
sementara itu,
16
Absorpsi
x
273 0
T column C 273
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
P
Pcolumn 760
13,6
dari data yang diperoleh P = 37 mmH2O, maka:
Pcolumn 760
37 13,6
762 ,72 mmHg
0
T column = 21 C Sehingga didapat:
Ga
0,058 22 .42
x
762 .72 760 mmHg
x
273 21 273
0,00241 g.mol
sekon
b. Koefisien Transfer Massa Gas Dimana Ga merupakan jumlah CO2 terabsorbsi di dalam air. Untuk menghitung besarnya koefisien transfer massa gas ini, dapat menggunakan persamaan di bawah ini:
P1 P Ga K og 0 a AH P1 P0 ln
Ket: 2
Kog
= Koefisien transfer massa gas (g.mol/atm.m .sekon)
AH
= Volume kolom absorber
AH P1
4
(0,075) 2 1,4 0,0062m3
= Fraksi mol inlet x tekanan total = Y 1 x P column = 0,153 x 762,72 mmHg = 116,696 mmHg
P0
= Fraksi mol outlet x tekanan total = Y 0 x P column = 0,1 x 762,72 mmHg = 76,272mmHg
a
2
3
= Luas spesifik (440 m /m )
sehingga didapat:
116,696 76 , 272 0,00241 9,294 10 5 g.mol K og 2 atm.m .sekon 440 0,0062 116,696 76,272 ln
Asumsi yang dipakai pada perhitungan ini adalah bahwa aliran volume tidak dipengaruhi oleh penurunan tekanan sepanjang kolom.
ANALISIS Analisis Percobaan dan Hasil
17
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui berapa gas CO 2 yang dapat terabsorbsi oleh air dan menghitung besarnya koefisien transfer gas. Asumsi yang digunakan pada percobaan ini adalah gas CO 2 dan udara merupakan gas ideal. Pada percobaan ini, gas CO 2 yang dialirkan tidak terbsorbsi seluruhnya, sehingga gas yang tidak terabsorsi akan keluar pada CO 2 outlet. Gas yang tidak terabsorbsi tersebut kemudian dialirkan menuju peralatan analisis gas melalui S 3. Gas yang tidak tersisa akan didorong oleh piston pada jumlah tertentu, sedangkan gas sisa yang berada di sekitar absorbtion globe dengan piston dibuang agar semua gas yang berada dalam system keluar semua dan system dalam keadaan vakum. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada gas yang tercampur dengan gas yang akan dianalisis. Kemudian piston akan menarik sample gas dalam jumlah tertentu. Sampel ini merupakan gas CO 2 yang tidak terabsorb air. Akan tetapi gas tersebut bukanlah gas CO2 murni melainkan campuran antara udara dan gas CO 2. Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sample gas ke dalam absorbtion globe yang sebelumnya telah berisi NaOH 1M. NaOH berguna untuk mengabsorbsi CO 2 Data yang diambil selanjutnya adalah V2 yang merupakan volume CO 2 yang telah terabsorbsi oleh larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala, yang dalam perhitungan digunakan sebagai jumlah CO2 pada aliran keluar Kemudian piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk menghilangkan udara yang tidak terabsorbsi oleh NaOH ke atmosfir, karena NaOH hanya akan mengabsorbsi CO 2. Dari data yang didapat, volume CO 2 yang tidak terabsorbsi sebesar 2 ml, tetapi CO 2 yang terabsobsi oleh NaOH hanya sebesar 0,2 ml. Hal ini menunjukkan bahwa gas yang terdapat pada V2 bukanlah gas CO 2 murni karena adanya udara. Analisis Kesalahan
Kesalahan yang terjadi pada percobaan ini adalah kesalahn paralaks dalam pembacaan skala pada V1 dan V2. Selain itu, pada pembuatan larutan NaOH 1M juga terjadi kesalahan dalam pembacaan skala jumlah air yang dibutuhkan. Hal ini mengakibatkan larutan NaOH tidka tepat 1M.
3.4 Absorbsi CO2 ke dalam Air pada Packed Bed Menggunakan Analisis Larutan
18
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Data Percobaan Volume sampel : 50 ml F1 (air)
: 5,5 liter/menit = 0,092 liter/detik
F2 (udara)
: 50 liter/menit = 0,833 liter/detik
F3 (CO2)
: 9 liter/menit = 0,15 liter/detik
Konsentrasi NaOH
:1M waktu (menit)
VB dari S4 (ml)
VB dari S5 (ml)
5
12
3,9
10
6,3
2,4
15
1,5
1,8
20
1,5
4,5
Ket: VB = volume penitrasi (NaOH) yang digunakan dalam titrasi S4 = saluran output yang terletak di bagian bawah kolom absorbsi S5 = saluran input yang terletak di tangki Pengolahan Data CO2 bebas, Cdi (mol/liter) Cdo (mol/liter)
= (VB dari S5 × 1 M ) / volume sampel (50mL)
= (VB dari S4 × 1 M) / volume sampel (50mL)
Laju inlet (mol/detik)
= Cdi × F3
Laju outlet (mol/detik) = Cdo × F3 VT
= 30 mL
Tabel hasil perhitungan: Waktu (menit) 5 10 15 20
Vb (S4) 12 6.3 1.5 1.5
Cdo
Laju Outlet
0.24 0.126 0.03 0.03
0.036 0.0189 0.0045 0.0045
Vb (S5) 3.9 2.4 1.8 4.5
Cdi
Laju Inlet
0.078 0.048 0.036 0.09
0.0117 0.0072 0.0054 0.0135
Laju Absorbsi -0.02430000 -0.01170000 0.00090000 0.00900000
Laju absorpsi CO2 rata-rata 0,0012 mol/detik
ANALISIS Analisis Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui laju absorbsi CO 2 ke dalam air dengan menggunakan analisis larutan. Larutan yang dipakai pada percobaan ini adalah air yang dikontakkan dengan gas CO 2 pada kolom absorpsi sehingga gas CO 2 terabsorsi ke dalam air. Pada kolom absorber terdapat suatu potongan selang yang dipotong kecil-kecil.
19
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Tujuannya adalah untuk mencegah air yang masuk dari atas kolom absorber langsung turun dengan cepat. Apabila hal ini terjadi, kontak antara gas dengan air akan sangat kecil. Dengan adanya potongan selang tersebut, laju air pada kolom absorsi akan terhambat sehingga air akan berada pada kolom absorpsi yang cukup lama, kontak antara gas CO
2
dengan air akan
lebih lama sehingga proses absorsi akan berlangsung efektif. Analisis dilakukan dengan menitrasi sampel larutan sebelum dan sesudah gas CO2 terabsorsi atau sebelum dan sesudah larutan masuk kolom absorbsi. Oleh karena itu, diambil 100 ml sampel larutan dari valve S4 dan S5. Valve S5 merupakan valve untuk mendapatkan sampel yang berasal dari tangki, sedangkan valve S4 merupakan valve untuk mendapatkan sampel air yang baru keluar dari kolom absorber. Berikut ini adalah reaksi yang terjadi pada kolom absorber: CO2(g) + H2O(l) H2CO3(l) Berdasarkan pada persamaan rekasi tersebut, maka larutan yang terbentuk setelah gas terabsorpsi mengakibatkan larutan bersifat asam. Oleh karena itu, diakukan analisis larutan dengan menitrasi sampel menggunakan larutan basa kuat NaOH 1M. Proses titrasi dilakukan untuk menganalis tingkat keasaman larutan. Dari data tingkat keasaman nantinya akan didapatkan laju CO2 yang terabsorpsi. Berikut ini adalah rekasi yang terjadi selama proses titrasi berlangsung. H2CO3(l) + NaOH(l) Na2CO3(l) + H2O(l) Pada proses titrasi, sampel sebelumnya ditetesi dengan larutan PP sebagai indikator bahwa larutan yang ditritasi sudah dalam keadaan netral. Setelah ditetesi PP sampel berubah warna dari bening dan jernih menjadi merah muda (pink). Selanjutnya setelah keadaan sampel netral, warna larutan akan berubah mejadi bening kembali. Pada keadaan yang netral ini, jumlah NaOH yang diperlukan untuk titrasi dicatat sebagai data percobaan. Analisis Hasil
Dari data yang didapatkan ternyata jumlah basa yang diperlukan menitrasi larutan pada masukan ada yang lebih besar dan lebih kecil. Berdasarkan data yang didapat, jumlah CO 2 bebas yang terkandung di dalam sampel (Cd) dapat diketahui. Cd dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk titrasi, yaitu: V 1 M 1 V 2 M 2
20
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
Subskrip 1 menunjukkan titran (NaOH) dan subskrip 2 menunjukkan sampel, sehingga: M 2 Cd
V 1 M 1 V 2
Laju alir CO2 inlet dan outlet merupakan hasil kali Cd pada masing-masing tempat dengan laju alir CO2 keseluruhan (F3). Dari hasil pengolahan data, laju absorpsi yang didapat tiap 5 menit cenderung semakin besar dengan laju absorpsi rata-rata 0,012 mol/detik. Pada keadaan yang seharusnya, untuk sistem tertutup akan didapatkan data kandungan CO 2 inlet dan outlet yang semakin besar karena gas tersebut terakumulasi. Setelah gas CO2 terakumulasi, lama-kelamaan akan tercapai kondisi kesetimbangan. Pada kondisi ini akan didapat bahwa air yang berasal dari tangki dan keluaran absorber akan memiliki kandungan CO2 yang sama. Hal ini disebabkan air yang terdapat pada tangki merupakan air yang keluar dari kolom absorpsi. Oleh karena itu, semakin mendekati kondisi kesetimbangan perbedaan anata outlet dan inlet semakin kecil. Perbedaan konsentrsi antara outlet dan inlet yang semakin kecil ini menunjukkan bahwa laju absorbsi mengalami penurunan meskipun jumlah CO2 yang terakumulasi mengalami peningkatan. Namun, setelah mencapai kondisi setimbangnya jumlah CO2 yang terkandung akan tetap. Analisis Kesalahan
Kesalahan yang terjasi pada percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal:
Pengambilan sampel dilakukan pada kondisi operasi yang belum tunak.
Pengambilan sampel S4 dan S5 tidak dilakukan secara bersamaan.
Pada pengambilan sampel S5 (dari tangki) belum terjadi kemerataan larutan di dalam tangki sehingga larutan yang berada pada tangki belum homogen.
Kesalahan paralaks dalam penentuan larutan telah netral saat ditiritasi.
Kesalahan paralaks dalam membaca skala kolom titrasi.
Kesalahan paralaks dalam membuat larutan yakni dalam menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk melarutkan NaOH.
3.5. Absorpsi CO2 dalam Larutan NaOH dengan Menggunakan Analisis Larutan Cair Data Percobaan F1 : laju alir air masuk packed column = 3 liter/menit = 0,05 liter/detik F2 : laju alir udara masuk packed column = 30 liter/menit = 0,5 liter/detik
21
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
F3 : laju alir CO2 masuk packed column = 3 liter/menit = 0,05 liter/detik Konsentrasi NaOH = 0,2 M Konsentrasi HCl = 0,2 M Volum sampel = 50 mL BaCl2 = larutan dengan 5% berat padatan BaCl2 pada 100 mL cairan waktu
S5
S4
(menit)
T1
T2
T3
T1
T2
T3
0
35
3.8
34.6
24
16.2
16.7
5
23.5
13
19.8
24
25.5
16.2
10
17.5
18.5
21.5
10.8
31.3
32.2
15
12.2
33.5
29.2
7.5
32.6
38
Ket : T1 : volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat T2 : total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point kedua atau volume HCl yang digunakan untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (dalam ml) T3 : volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam ml) Pengolahan Data Saat t = 0 1. Inlet S5
)) )) 2. Outlet S4
)) ) ) Jumlah NaOH yang digunakan untuk mengabsorpsi CO 2 :
Jumlah karbonat yang terbentuk dari absorpsi CO 2:
( ] Dengan menerapkan cara perhitungan yang sama di setiap titik, diperoleh data sebagai berikut: Waktu
22
Cinlet (M)
Absorpsi
Coutlet (M)
GA1
GA2
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
(menit)
CNaOH
CNa2CO3
CNaOH
CNa2CO3
gr.mol/men
gr.mol/men
0
0,1384
-0.0616
0.0668
-0.001
0.003282
0.005555
5
0.0792
-0.0136
0.0648
0.0186
0.00066
0.002952
10
0.086
-0.006
0.1288
-0.0018
-0.00196
0.000385
15
0.1168
0.0086
0.152
-0.0108
-0.00161
-0.00178
Grafik hubungan laju absorpsi CO 2 pada NaOH terhadap waktu yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Laju Absorpsi CO2 pada NaOH vs Waktu 0.006 0.005 0.004 i s p r o s b A u j a L
0.003 0.002
Ga1
0.001
Ga2
0
-0.001
0
2
4
6
8
10
12
14
16
-0.002 -0.003
Waktu
ANALISIS PERCOBAAN 3
Percobaan ini memiliki tujuan untuk menghitung laju absorpsi CO 2 pada NaOH, dengan menggunakan analisis larutan yang mengalir di dalam kolom absorpsi packed bed . Dalam percobaan ini, larutan yang mengalir pada sistem berupa NaOH. Selanjutnya, diambil dua sampel larutan dari sistem absorber, yaitu sampel S 5 berupa larutan yang berada dalam keadaan tunak dan sampel S 4 berupa larutan yang telah melalui kolom absorpsi. Dengan adanya pengambilan dua sampel ini, maka seharusnya dapat dibuktikan bahwa akan diperoleh senyawa Na 2CO3, sebagai hasil reaksi dari NaOH dan CO 2. 2NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O Tujuan pengambilan dua sampel dengan waktu berkala adalah untuk mengontrol senyawa Na2CO3 pada larutan S 5. Dengan alasan efisiensi, kolom absorpsi menggunakan sistem tertutup, di mana larutan yang mengalir bukanlah berupa NaOH murni, melainkan telah bercampur dengan Na 2CO3 hasil absorpsi. Maka, dibutuhkan suatu pengontrolan pengukuran Na2CO3, yaitu dengan menggunakan parameter waktu yang berkala untuk
23
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
melakukan pengukuran. Pada waktu yang ditentukan, sampel diambil dua kali sebanyak 50 ml. 50 ml pertama digunakan untuk menentukan jumlah Na 2CO3 yang terbentuk, sedangkan 50 ml lain digunakan untuk menentukan jumlah NaOH yang tersisa. Dalam titrasi ini, digunakan HCl untuk menitrasi NaOH karena NaOH bersifat basa, maka dibutuhkan asam kuat seperti HCl untuk membuat pH menjadi normal. Titrasi Tahap Pertama
Titrasi pertama dilakukan dengan menambahkan indikator phenolphthalein (PP) yang bekerja pada trayek basa. Tujuan penambahan ini adalah untuk membantu praktikan menemukan titik yang tepat untuk menghentikan titrasi, karena larutan yang ditambahkan indikator PP akan mengalami perubahan warna, selanjutnya saat berada pada kesetimbangan, warna larutan akan berubah pada umumnya menjadi bening. Penambahan indikator PP akan menyebabkan larutan menjadi pink. Volum HCl yang dibutuhkan (T 1) adalah jumlah HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut. NaOH + HCl → NaCl + H2O Saat larutan telah menjadi bening, ditambahkan indikator metal orange (MO) ke dalam larutan. Indikator MO bekerja pada trayek asam. Larutan yang telah ditambahkan MO berwarna orange, selanjutnya saat mencapai kesetimbangan akibat titrasi akan mengalami perubahan warna menjadi pink keunguan. Persamaan reaksi yang terbentuk adalah sebagai berikut. Na2CO3 + HCl → NaCl + H 2CO3 Volum HCl yang dibutuhkan adalah T 2. Maka, T 2-T1 adalah volum HCl yang digunakan untuk mengubah NaHCO 3 menjadi H2CO3.
Titrasi Tahap Kedua
Titrasi tahap kedua dilakukan setelah sampel ditambahkan BaCl 2. Na2CO3 + BaCl2 → BaCO3 + 2NaCl Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl, sesuai dengan persamaan reaksi berikut. NaOH + HCl → NaCl + H2O Dari titrasi ini, diperoleh volum HCl (T3) untuk menunjukkan konsentrasi NaOH sisa yang tidak bereaksi membentuk Na 2CO3. Seharusnya jumlah NaOH yang digunakan sama dengan konsentrasi Na 2CO3 yang terbentuk. Namun, grafik pada hasil pengolahan data menunjukkan terdapatnya segenap penyimpangan. Perbedaan yang terjadi dapat disebabkan karena kesalahan dalam percobaan antara lain penentuan titik akhir titrasi yang kurang akurat. Perubahan menjadi suatu tingkat warna yang tepat sangat bersifat subjektif,
24
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
tergantung penilaian praktikan yang melakukan titrasi. Maka, hal ini mempengaruhi hasil berupa volum HCl yang digunakan untuk melakukan titrasi. Selain itu, indikator PP yang digunakan kurang mampu menunjukkan signifikansi perubahan warna yang seharusnya dijadikan penanda utama dalam memulai dan menghentikan proses titrasi.
KESIMPULAN
1. Absorpsi CO2 pada NaOH dapat dianalisis dengan menggunakan prinsip tit rasi larutan. 2. Besarnya jumlah NaOH yang tersisa pada larutan menunjukkan kemampuan absorbsi CO2 yang kecil. 3. Kecilnya jumlah Na2CO3 yang terbentuk pada larutan menunjukkan kemampuan absorbsi CO2 yang kecil.
BAB IV ANALISIS IV.1. Analisis Percobaan
BAB V KESIMPULAN 1. Makin tinggi laju udara makin tinggi juga perbedaan tekanan dalam kolom absorbsi. 2. Jumlah karbon dioksida yang terabsorbsi dapat dihitung secara matematis dengan mengurangkan CO 2 inlet dengan CO2 outlet. 3. CO2 adalah gas yang bersifat asam sehingga laju absorbsi CO 2 oleh air dapat dilihat dengan banyaknya NaOH yang digunakan untuk menitrasi sampel. 4. Pada kolom kering, penurunan tekanan (∆P) sebanding dengan peningkatan laju alir udara. 5. Pada kolom basah (air dan udara dialirkan secara counter-current ), penurunan tekanan (∆P) sebanding dengan peningkatan laju alir udara.
25
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
2010
6. Absorbsi adalah suatu peristiwa perpindahan massa yang melibatkan pelarutan
suatu bahan dari fasa gas ke fasa cair. 7. Absorpsi dapat pula ditingkatkan dengan cara memperluas permukaan kontak,
pada percobaan ini digunakan packing untuk memperbesar luas permukaan kontak. Dapat juga dengan meningkatkan laju alir dari fluida baik gas maupun cairan yang melewati kolom absorbsi. 8. Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari campuran gas-
gas dengan menggunakan pelarut. 9. Feed bagian bawah kolom absorpsi adalah gas sedangkan feed bagian atas adalah
umpan fasa cair. 10. Semakin tinggi laju udara maka perbedaan tekanan yang terjadi pada kolom
absorpsi akan semakin besar. 11. Jumlah karbondioksida yang terabsorbsi secara matematis merupakan selisih
antara CO2 inlet dengan CO2 yang keluar menara absorpsi
DAFTAR PUSTAKA Gozan, Misri, Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press : Jakarta. 2006 Treyball, Robert. Mass Transfer Operation. McGraw-Hill : Malaysia. 1981 Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. 1995. Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik II. Depok: Universitas Indonesia.
26
Absorpsi
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
27
Absorpsi
2010
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
LAMPIRAN
28
Absorpsi
2010
Praktikum Proses Operasi Teknik 2
Gambar 1.
Gambar 2.
29
Absorpsi
2010