THALASEMIA 2.1.
Definisi Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai 1rasti. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan 1rasti yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
2.2.
Patofisiologi Pernikahan penderita thalasemia carier Penurunan penyakit secara autosomal resesif Gangguan sintesis rantai globin α dan β
Pembentukan rantai α dan β di retikulosit tidak seimbang Rantai β kurang terbentuk 1rastic1e1 α Rantai β tidak dibentuk sama sekali Rantai g dibentuk tetapi tidak menutupi Kekurangan rantai β Thalasemia β
rantai α kurang terbentuk daripada rantai α
Thalasemia α Gangguan pembentukan rantai α dan β
Pembentukan rantai α dan β ↓ Penimbunan dan pengendapan rantai α dan β ↑ Tidak terbentuk HbA Membentuk inclusion bodies Menempel pada dinding eritrosit Merusak dinding eritrosit
hemolisis Eritropoesis darah yang tidak efektif dan penghancuran precursor ertitrosit dan intramedula ↓ sintesis Hb → eritrosit hipokron dan mikrositer Hemolisis eritrosit yang immature ANEMIA
Pengikatan O2 Oleh RBC ↓
kompensasi tubuh membentuk eritrosit Oleh sumsum tulang ↑
Aliran darah ke Organ vital Dan jaringan ↓
hyperplasia sumsum tulang
hipoksia tubuh merespon dengan pembentukan eritropoetin
suplai O2/Na ke jaringan ↓ 2rastic2e2 sel
O2 dan nutrisi Tidak di Transpor Scr adekuat
Ekspansif massif sumsum tulang wajah dan cranium
masuk ke sirkulasi merangsang eritropoeis
pertumbuhan sel &otak terhambat
Deformitas tulang Perfusi jar Terganggu
pembentukan RBC baru yg immature dan mudah lisis
Perubahan bentuk wajah Penonjolan tulang tengkorak ↑ pertumbuhan pd tulang maksila HB↓ Terjadi face coolery Perlu transfuse Perasaan berbeda Dengan orang lain
terjadi ↑ Fe Dalam tubuh
Gambaran diri (-)
perubahan pembentukan ATP
energy yang dihasilkan ↓ kelemahan fisik
Hemosiderosis ↑ pigmentasi kulit
(coklat kehitaman)
Fibrosis
hemokromatesis
terjadi hemapoesis di extramedula
Liver
limfa
jantung
pancreas
Hempatomegali
splenomogali
payah jantung
DM
Perut buncit
splenokromi
imunitas ↓
paru-paru frekuensi napas ↑
Menekan diafragma Compliance paru-paru terganggu Perkusi napas ↑ Anemia Kekentalan darah ↓
hipoksia jaringan
Tahanan thdp aliran darah & pembuluh darah ↓
rangsangan simpatik ↑
perfusi ke organ GIT
↑jmlh darah yang kembali Ke jantung/venous return ↑
kerja sal. Cerna ↓
CO ↑ Beban kerja jantung ↑ Payah jantung
↓ mortalitas usus
Splenomegali & hepatomegali
digesti & absorbs makanan terganggu
Menekan organ abdomen (termasuk lambung & sal cerna)
distensi abdomen peregangan lambung Merangsang hipotalamus (pusat kenyang)
makanan tertahan di lambung
Diperepsikan dengan perasaan kenyang Anoreksia Intake nutrisi berkurang BB Kurang
2.3.
Etiologi 1. Mutasi gen α globin pada kromosom 16 2. Adanya pasutri yang membawa gen/carier thalasemia 3. Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai α atau β dari HB berkurang 4. Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif diertai penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular.
2.4.
Klasifikasi a. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α ) Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal. Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α Thalassemia Trait 2) Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih 4ras menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalassemia. 2. Delesi pada dua rantai α ( α Thalassemia Trait 1) Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl. 3. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease) Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, 4rastic4e4 stippling, 4rast bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α
sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl. 4. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major) Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya. b. Thalassemia-β (gangguan pembentukan rantai β) Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11. 1. Thalassemia βo Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA 2. Thalassemia β+ Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu 1. Thalasemia Mayor Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalassemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. 2. Thalasemia minor/trait Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang
normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
2.8.
Manifestasi Klinis 1. Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir 2. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. 3. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang kali akibat infeksi 4. Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung 5. Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada 6. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. . 7. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu 8. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme. 9. Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe, tebalnya tulang 6rastic menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu.
2.9.
Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan hematologi rutin
Morfologi eritrosit (gambaran darah tepi) – eritrosit hipokromik mikrositik, sel target, normoblas (eritrosit berinti), polikromasia, bashopilic stipling, Heinzbodies pada β thalassemia.
Kadar Hb pada thalasemia mayor 3-9 g/dl, thalasemia intermedia 7-10 g/dl
2. Elektroforesis Hb
HbF meningkat : 10-98%
HbA 7ras ada pada β+, 7ras tidak ada pada βo
HbA2 sangat bervariasi, 7ras rendah, normal, atau meningkat
3. Pemeriksaan sumsum tulang Eritropoesis inefektif menyebabkan 7rastic7e7a eritroid yang ditandai dengan peningkatan cadangan Fe. 4. Uji fragilitas 7rastic (darah + larutan salin terbuffer) Pada darah normal 96% eritrosit akan terlisis, sedangkan pada thalasemia eritrosit tidak terlisis 5. Pengukuran beban besi Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfuse 6. Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara pasien merupakan trait 7. Pemeriksaan molekuler
Analisis DNA (Southern blot)
Deteksi direct gen mutan
Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik
ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)
Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
2.10. Penatalaksanaan dan Pencegahan Penatalaksanaan : 1. Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. 2. Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
3. Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat 8rastic8e. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll. 4. Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis. 5.
Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi
6. Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari. 7. Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme. 8. Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya 8rastic. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan 8rastic imunitas tubuh akibat splenektomi.
Pencegahan : Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.
2.11. Komplikasi Perawatan yang ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalassemia berat untuk hidup lebih lama lagi. Akibatnya, orang-orang ini harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Jantung dan Liver Disease Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.
Infeksi Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.
Osteoporosi Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patah.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Ekstraoral Manifestasi klinis dari semua thalasemia adalah berhubungan dengan sifat hemopoietik ekstramedularis reaktif dari penyakit dan lebih menonjol dibandingkan pada anemia hemolitik sel sabit. Tidak seperti anemia sel sabit, krisis yang menyakitkan tidak terjadi, tetapi nyeri tulang telah dilaporkan pada konsentrasi hemoglobin yang rendah karena hyperplasia sumsum tulang.2 Pasien tersebut biasanya kecil jika dibandingkan dengan usianya dan memiliki bentuk wajah yang khas (fasies Cooley), yaitu mata yang terpisah lebar, punggung hidung yang terdepresi, pipi yang menonjol, tulang frontal dan parietal yang menonjol, dan mata yang sembab. Derajat deformitas sefalofasial berhubungan dengan keparahan penyakit dan saat terapi diberikan.2,3 Pada thalasemia beta mayor, anemia berat menyadi nyata pada usia 3-6 bulan. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma, destruksi eritrosit, dan cadangan eritrosit.
Manifestasi Klinis Perioral dan Intraoral Manifestasi oral terlihat dari hipertrofi dan remodeling maksila yang sering menyebabkan maloklusi. Overbite parah dengan gigi maksila anterior yang protrusi dan renggang atau prominen namun berjejal dapat terjadi. Segmen posterior dapat mengalami pergeseran ke bukal dengan disertai ekspansi prosesus alveolar.2 Banyak pasien mengalami maloklusi, inflamasi ginggiva dan karies gigi anterior akibat ketidakmampuan untuk mengatupkan mulutnya dan akibat bernapas melalui mulut.8 Gigi kadang – kadang menunjukkan perubahan morfologis seperti menurunnya diameter bukolingual, gigi molar kedua dan premolar yang kecil dan bertambahnya jumlah lekuk, pit, dan fisura. Enamel dan dentin mengandung zat besi dengan konsentrasi yang lebih
tinggi, yang berhubungan dengan jumlah transfusi darah tiap tahun. Overload zat besi karena regimen transfusi darah yang intensif dapat menyebabkan sindrom sika, serta nyeri dan pembengkakan kelenjar parotis akibat deposit zat besi di kelenjar serosa. Glosodinia dan hilangnya papilla lidah, mirip dengan yang terjadi pada anemia defisiensi besi dan defisiensi asam folat, adalah penyulit yang sering dari thalasemia minor.
Referensi: 1. Rose, F.Louise, Kaye, Donald. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi Jilid I edisi 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 2. Hoffbrand, A.V, Petit, J.E, Moss, P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. 3. Leavell, S.Byrd, Thorup, A.Oscar. 1960. Fundamentals of Clinical Hematology. Amerika: W.B. Saunders Company.