PEMICU 2 BLOK FAMILY MEDICINE 1 Ketua : Eurika Lawrence Sekretaris : Joshua Sitorus
Senin, 13 Oktober 2014
Skenario Lembar 1 Seorang perempuan, Nn. N 20 tahun datang dengan keluhan muka pucat, cepat lelah. Tidak dijumpai riwayat perdarahan spontan dan demam. Tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan dan terpapar oleh zat-zat kimia. Buang air kecil biasa, warna kuning jernih dan buang air besar normal. Riwayat keluarga mengalami hal yang sama tidak jelas. Lembar 2 Pada status presens dijumpai: Compos mentis TD 120/80 mmHg Nadi 84 x/menit Frekuensi napas 16x/menit Temperatur 37 C Pada pemeriksaan fisik dijumpai: Mata dengan konjungtiva palpebral inferior pucat Tidak dijumpai ikterik Pada Abdomen tidak dijumpai pembesaran liver dan lien Lembar 3 Pada hasil laboratorium darah lengkap dijumpai: Hb 10.1 gram/dL Leukosit
7600
Trombosit
256000
MCV
69
MCH
20
Pada morfologi darah tepi dijumpai: target cell Pada hasil laboratorium urinalisis: Warna Kuning jernih Protein
Negatif
Glukosa
Negatif
Urobilinogen
Positif
Bilirubin
Negatif
Pada pemeriksaan Hb elektroforesa: Hb A 2 Normal LEARNING ISSUE 1. DIAGNOSA DIFERENSIAL MUKA PUCAT DAN CEPAT LELAH 2. ERITROPOIESIS SISTEM 3. PATOFISIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (KAITKAN DENGAN THALASEMIA) 4. KLASIFIKASI ANEMIA 5. THALASEMIA a. DEFINISI DAN KLASIFIKASI (PLUS GEJALA KLINIS MASING-MASING) b. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO (BUAT GENOGRAM) c. PENEGAKAN DIAGNOSIS (ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN PENUNJANG) d. TERAPI FARMAKOLOGI DAN NONFARMAKOLOGI e. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI f. EPIDEMIOLOGI 6. KONSELING (PCGC DAN PMGC) 7. ASPEK PROFESIONALISME TERHADAP KASUS DAN EDUKASI
1.
DIAGNOSA DIFERENSIAL MUKA PUCAT DAN CEPAT LELAH Diagnosis Keterangan Alpha-Thalassemia Hipokromik mikrositer; Target cell (+); MCV dan MCH menurun; Fe serum, TIBC, saturasi transferin, FEP, feritin serum menurun; HbA2 normal atau menurun Anemia penyakit kronis
Normokrom normositik atau hipokrom mikrositik; MCV normal atau menurun; Fe serum, TIBC, saturasi transferin, feritin serum menurun; FEP normal atau meningkat
Beta-Thalassemia
Hipokromik mikrositer; Target cell (+); MCV dan MCH Fe serum, TIBC, saturasi transferin, FEP, feritin serum menurun; HbA2 meningkat
Hemoglobin C Disease
Mild hemolytic anemia; Asymptomatic; If symptom occur include musculosceletal pain (sporadic episodes), retinopathy, cholelithiasis, and dental infarction. Target cells (+)
Anemia Defisiensi Besi
Hipokrom mikrositik; Targrt cell (+); MCV menurun; Fe serum, saturasi transferin, feritin serum menurun; FEP dan TIBC meningkat; Pemfis Esophageal webbing, koilonychia, glossitis, angular stomatitis, and gastric atrophy.
Anemia hemolitik
Thalassemia intermedia
2.
ERITROPOIESIS SISTEM Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode: Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif), yaitu sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu setelah fertilisasi Hematopoisis hati (definitif), yaitu pembentukan sel darah merah yang terjadi pada pertengahan trimester ke-3. Setelah mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan dan dilanjutkan pembentukannya di limpa, thimus, kelenjar limfe dan ginjal. Hematopoisis medular, yaitu periode terakhir pembentukan sel darah pada bulan terakhir kehamilan dan setelah kelahiran. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel darah diambil alih oleh sumsum tulang. Pada anak anak sel darah dihasilkan dalam seluruh rongga sumsum tulang tapi menjelang usia 20 th sumsum tulang pada rongga tulang panjang menjadi tidak aktif kecuali pada tulang humerus dan femur. Sumsum tulang yang tidak aktif menjadi tempat penyimpanan lemak dan tidak lagi memproduksi eritrosit Setelah usia diatas 20 th maka sumsum tulang vertebrae, sternum, costae, dan iliaca juga memproduksi eritrosit akan tetapi dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan sumsum tulang memproduksi eritrosit juga akan semakin menurun. Sumsum tulang dibagi menjadi 2: Sumsum tulang aktif sumsum tulang merah Sumsum tulang inaktif sumsum tulang kuning Semua sel darah sebenarnya berasal dari satu jenis sel yaitu,pluripoten hematopoetik sel yang kemudian akan mengalami beberapa tahapan diferensiasi yaitu: 1. Pluripotent / hematopoietic stem cell 2. Multipotent stem cell 3. Unipotential stem cell 4. Pronormoblast / proeritroblast, adalah sel pertama yang dikenali sebagai spesifik calon eritrosit dan sel ini akan berkonversi dari sel dengan nukleus yang besar dan memiliki volume 900 µm3 menjadi sel yang nukleus mengecil dengan volume 95 µm3. Hb mulai dibentuk pada tahap ini. 5. Basophilic eritroblast. Pada tahap ini Hb dalam sel sudah terbentuk +/- 34% dari jumlah normal, nukleus semakin mengecil 6. Normoblast 7. Retikulosit. Pada tahap ini nukleus dan retikulum endoplasma sudah tidak ada lagi, diserap oleh sel tetapi badan golgi, mitochondria dan sisa sisa organel sel lain masih ada pada tahap ini retikulosit dilepaskan ke dalam darah 8. Setelah 1-2 hari semua organel sel hilang. Karena masa hidup retikulosit yang singkat maka hanya ada kurang dari 1% retikulosit dalam peredaran darah 9. Eritrosit dewasa
Hematopoietic Growth Factor Name
Human Gene Location & Producing Cells
Main Biologic Activity
Granulocyte-CSF
Chromosome 17
Stimulates formation of granulocytes. Enhance metabolism of granulocytes. Stimulates malignant (leukemic) cells.
Macrophages, Endothelium, Fibroblast Granulocyte + Macrophage CSF)
Chromosome 5 (GM-
Macrophage (M-CSF)
T lymphocytes, Endothelium, Fibroblast Chromosome 5 Macrophages, Endothelium, Fibroblast
Interleukin 3 (IL-3)
Stimulates in vitro and in vivo production of granulocytes and macrophages.
Chromosome 5
Stimulates formation of macrophages in vitro. Increases antitumor activity of macrophages. Stimulates in vivo and in vitro production of all myeloid cells.
T lymphocytes Erythropoeitin (EPO)
Chromosome 7 Renal interstisial cells (outer cortex)
Stimulates red blood cells formation in vivo and in vitro.
3. PATOFISIOLOGI ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (KAITKAN DENGAN THALASEMIA) Ada 3 tahap defisiensi besi, yaitu: Tahap pertama Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan beso. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorbsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masi normal. Tahap kedua Dikenal dengan istilah iron deficit erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
4. KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi Anemia Aplastik
Manifestasi Klinis Perdarahan Badan Lemah Pusing Jantung berdebar Demam Nafsu makan berkurang Pucat Sesak nafas Penglihatan kabur
Penegakan Diagnosis Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit, hitung retikulosit, dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang
Anemia Defisiensi Besi
Anemia pada penyakit kronis
Telinga berdengung Pemfis Pucat, perdarahan, demam, hepatomegali dan splenomegali Gejala umum Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunagn, serta telinga mendenging. Gejala khusus Koilonychia : kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak bewarna pucat keputihan Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem dan lain-lain Pemfis Pucat pada konjungtiva jaringan dibawah kuku Asimtomatik
Kriteria diagnosis ADB: Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d. a. Dua dari tiga parameter dibawah ini - Besi serum <50 mg/dL - TIBC >350 mg/dL - Saturasi transferin <15% b. Feritin serum < 20 mg/L c. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai dkadar hemoglobin lebih dari 2 g/dL
dan
Pemfis Hanya dijumpai konjungtiva pucat tanpa kelainan khas
Pemeriksaan laboratorium (Fe) Fe plasme 30 mg/L TIBC <200 Saturasi 15% Feritin serum 150 Reseptor transferin serum 8-28 Kandungan Fe di makrofag +++
Anemia megaloblastik (anemia defisiensi asam folat dan kobalamin/vit. B12)
Anemia hemolitik autoimun
Tipe hangat Onset penyakit tersamar Ikterik (40%) Demam Gejala anemia perlahan Nyeri abdomen Urin berwarna gelap Splenomegali (50-60%) Hepatomegali (30%) Limfadenopati (25%) Tipe dingin Sering terjadi aglutinasi pada
Pmeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit - Direct antiglobulin test (direct coomb’s test) - Indirect antiglobulin test (indirect coomb’s test)
Anemia hemolitik non imun
suhu dingin Anemia ringan (Hb 9-12 g/dL) Akrosianosis dan splenomegali Lemah Pusing Cepat capek Sesak Urin berwarna kuning kecoklatan Kulit dan mukosa berwarna kuning Riwayat pemakaian obat (+) Splenomegali Takikardia Murmur pada katup jantung
Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pemakaian obat-obatan Pemeriksaan laboratorium
5. THALASEMIA a. DEFINISI DAN KLASIFIKASI (PLUS GEJALA KLINIS MASING-MASING) Hemoglobinopathi (Hbpati) adalah kelainan herediter yang ditandai oleh karena kelainan sintesa hemoglobin sebagai akibat kegagalan pembentukan rantai polipeptida globin normal. Thalassemia adalah kelainan kuantitatif yang ditandai oleh karena produksi hemoglobin yang tidak adequat sebagai akibat kurang atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeoptida globin Thalassemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia : 1. Bentuk heterozigot thalassemia minor/ thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) gelaja klinis yang paling ringan 2. Bentuk homozigot thalassemia mayor gejala klinis berat
Klasifikasi Thalassemia
Jenis Thalassemia-α † α° α+ Thalassemia-β β° β+ Thalassemia δβ dan hemoglobin fetus persisten herediter Hb Lepore
Haplo tipe --/ -α/
Sifat thalasemia heterozigot (minor)
Homozigot(mayor)
MCV, MCH rendah MCV, MCH berkurang minimal
Hidrops fetalis Seperti thalassemia- α° heterozigot
MCV, MCH rendah (HbA 2 > 3,5%) MCV, MCH rendah (HbA 2 > 3,5%)
Thalassemia mayor (HbF 98%, HbA 2 2%) Thalassemia mayor atau intermedia (HbF 70-80%, HbA 10-20%, HbA 2 variabel) Thalassemia intermedia (HbF 100%)
MCV, MCH rendah (HbF 5-20%, HbA2 normal)
MCV. MCH rendah (HbA 80-90%, Hb lepore 10%, HbA 2kurang)
Thalassemia mayor atau intermedia (HbF 80%, Hb lepore 10-20%, HbA, HbA 2 tidak ada)
Thalassemia-α Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal dengan penyakit thalassemia -α. Ada 2 pasang genα, dua gen α berasal dari pewarisan ayah, sedangkan sisanya berasal dari pewarisan ibu. Rantai α diproduksi baik pada masa fetus atau masa dewasa sehingga cacat pada ra ntai α akan bermanifestasi baik pada masa fetus atau masa dewasa. Pada thalassemia-α, terjadi penurunan sintesis rantai α yang menyebabkan terjadinya produksi berlebihan pada rantai β pada orang dewasa atau rantai γ pada bayi yang baru lahir. Produksi yang berlebihan dari rantai γ membentuk γ4 homotetramer atau Hb Bart (bersifat lebih stabil dibandingkan Hb H dan tidak membentuk badan inklusi yang besar), sedangkan produksi yang berlebihan dari rantai β membentuk β4 homotetramer atau Hb H. Karena γ4 dan β4 tetramer bersifat lebih soluble, maka kedua tetramer tersebut tidak mengendap pada eritrosit muda di sumsum tulang, sehingga karakteristik thalassemia-α bukan terletak pada eritropoesis yang tidak efektif. Namun, β4 tetramer mengendap pada eritrosit yang sudah tua, dimana endapan tersebut akan membentuk badan inklusi yang ukurannya kecil. Oleh karena itu, anemia pada thalassemia-α disebabkan karena pemendekan masa ketahanan hidup eritrosit tua sebagai komplikasi dari penghancuran eritrosit tua abnormal (terdapat badan inklusi dengan ukuran kecil) ketika melewati vaskularisasi limpa.4 Sebagai tambahan, cacat pada sintesis hemoglobin, menyebabkan eritrosit menjadi hipokromik dan mikrositik. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-α Jenis Kelainan
Keterangan
Kerusakan 1 gen-α atau Silent carrier (α/αα) atau Thalassemia-2-α trait
Tidak menimbulkan manifestasi klinis hematologis, karena 3 genα yang tersisa masih mampu membentuk hemoglobin yang nomal. Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau sekuensing. Menyebabkan kelainan hematologis berupa munculnya anemia hipokrom mikrositer. Kelainan ini dapat sulit dibedakan dengan anemia defisiensi besi, sehingga dapat terjadi kesalahan pemberian terapi, dimana pada anemia defisiensi besi pengobatannya berupa pemberian tambahan besi. Alpha thalassemia trait can exist in two forms: one form, associated with Asians, involves cis deletion of two alpha loci on the same chromosome; the other, associated with Blacks, involves trans deletion of alpha loci on different (homologous) chromosomes. Keadaan ini menyebabkan terbentuk Hb H (merupakan suatu struktur tetramerik β chains) dan Hb Bart H (merupakan suatu struktur tetramerik γ chains. Kedua hemoglobin ini memilki afinitas yang tinggi terhadap oksigen sehingga oksigen yang diangkut dan diikat oleh hemoglobin ini akan sulit untuk dilepaskan ke jaringan. Keadaan klinis yang nampak berupa anemia sedang dengan bentuk hipokromik, kadar hemoglobin berkisar 8-10gr/dl, pada gambaran darh tepi ditemukan Heinz”s bodies dan target sel, splenomegaly. Individu yang mengalami keadaan ini masih tetap memilki indeks eritrosit yang normal. Bayi dengan kecacatan pada keempat rantai α akan terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis. Sifat Hb Bart adalah afinitasnya yang tinggi terhadap oksigen, sehingga oksigen akan sulit dilepaskan ke jaringan. Akibatnya, terjadi hipoksia jaringan yang hebat dan ini dapat mengeksaserbasi terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler sehingga akan terjadi oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam jaringan fetus akibat anemia berat. Akibatnya, fetus tidak mampu bertahan hidup dan kematian akan segera terjadi setelah lahir.
Kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau carrier thalassemia-α baik dalam bentuk heterozygote (αα/-) atau homozygote (-α/-α) atau Thalassemia-1-α trait
Kerusakan 3 gen-α pada penyakit HbH, secara klinis termasuk thalassemia intermedia (--/-α)
Kerusakan tiga setengah gen thalassemia-α (Hb Constant Spring) Kerusakan keempat gen-alfa (HbBart’s hydrop) (--/--)
Thalassemia B Gen-β pada manusia terdapat satu pasang. 8Gangguan pada sintesis rantai- β dikenal dengan penyakit thalassemia-β.2 Pada thalassemia β, terjadi kekurangan produksi rantai β sehingga menyebabkan kekurangan pembentukan α2β2 (Hb A). 2 Hal ini dikompensasi dengan pembentukan berlebihan dari rantai α. 4 Produksi yang berlebihan dari rantai α, tidak akan mampu membentuk hemoglobin yang viable sehingga rantai α yang berlebihan tersebut akan mengendap pada dinding eritrosit di sumsum tulang membentuk badan inklusi yang ukurannya cukup besar sedangkan sisanya akan berikatan dengan rantai- γ yang secara kompensatoir menyebabkan Hb F meningkat.4 Pembentukan badan inklusi inilah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya destruksi prekursor eritrosit yang akan menyebabkan terjadinya eritropoesis yang tidak efektif. 1 Anemia pada thalassemia β terjadi karena tiga komponen, yaitu eritropoesis yang tidak efektif yang menyebabkan destruksi precursor eritrosit, hemolisis yang berasal dari destruksi eritrosit matur yang mengandung badan inklusi rantai α, dan eritrosit yang hipokromik dan mikrositik yang terjadi karena reduksi sintesis Hb yang normal.4 Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-beta Jenis Kelainan
Keterangan
Thalassemia-β minor (β +) bentuk heterozigot atau carrier thalassemia
Terjadi karena kerusakan satu gen β sehingga hanya satu sintesis rantai β yang terbentuk. Penderita umumnya asimtomatik.
Thalassemia -β mayor (β0) bentuk homozigot
Terjadi karena kerusakan sepasang gen β. Penderita akan mengalami anemia berat dan deteksi penyakit ini dapat dilakukan pada tahun pertama kehidupan. Penderita membutuhkan transfusi darah yang berulang untuk mempertahankan hidupnya. Dimana terjadi mutasi rantai b baik delam bentuk homozigot atau heterozigot. Pada thalassemia jenis ini terjadi penurunan produksi rantai β.
Thalassemia intermedia
b. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO (BUAT GENOGRAM) Etiologi
Faktor Risiko
c. PENEGAKAN DIAGNOSIS (ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN PENUNJANG) PADA KASUS Thalassemia- α Trait Anamnesis Umumnya timbul akibat anemia, yaitu: Pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati.
Pemeriksaan Fisik Pucat Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)-> Thalasemia-β Dapat ditemukan ikterus Gangguan pertumbuhan Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium darah (Thalassemia-α trait) Hemoglobin level: turun atau dalam batas normal Reticulocyte count: Normal MCV: 65-75 fL MCH: around 22 pg Sindrom Thalassemia α α Globin
Genes 4 3 2 1 0
Syndrome Normal Silent carrier Thalassemia minor Hb H Hydrops fetalis
Hematokrit
MCV
normal normal
Normal
28-40%
60-70%
22-32%
60-75%
Pemeriksaan morfologi darah tepi Sel target Mikrositosis Hipokromia Anisopoikilositosis
Target cells appear in the peripheral smear as a bull’s eye– shaped cell. They are seen in the peripheral blood due to three mechanisms: (a) as an artifact, (b) due to decreased volume because of loss of hemoglobin, and (c) due to increased red cell surface membrane (Fig. 3.15). As cholesterol increases in the plasma, the red cell surface expands, resulting in increased surface area. Target cells appear as hypochromic with a volume of hemoglobin rimming the cells and a thin layer of hemo- globin located centrally, eccentrically, or as a thick band. As a morphology, target cells appear in iron deficiency anemia, hemoglobin C disease and associated condi- tions, liver disease, and post splenectomy. When hemoglobin is affected qualitatively, target cells will appear (Fig. 3.16).
Hb Elektroforesis In silent carrier (Thalassemia-α-trait) however, the persentage only 1-2% with low or normal amounts of HbA 2 Sindrom Thalassemia-β Normal Thalassemia mayor Thalassemia mayor Thalassemia intermedia Thalassemia minor
ß-Globin Genes Homozygous 0 Homozygous ß
Hb A1 97-99%
Hb A2 1-3%
Hb F <1%
0%
4-10%
90-96%
0-10%
4-10%
90-96%
0-30%
0-10%
6-100%
80-95% 80-95%
4-8% 4-8%
1-5% 1-5%
+
Homozygous ß
+
Homozygous ß Heterozygous 0 ß Heterozygous + ß
Algoritme pendekatan diagnosis thalassemia Riwayat penyakit (Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, p ertumbuhan)
Pemeriksaan fisik (pucat ikterus, splenomegali, deformitas skletal, pigmentasi)
Laboratorium darah dan sediaan apus (Hb, MCV, MCH, retikulosit, jlh eritrosit, gambaran darah tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, presipitasi HbH)
Elektroforesis Hb (adanya Hb abnormal termasuk analisis pada pH 6-7 untuk HbH dan Hb Barts)
Penentuan HbA2 dan HbF (untuk memastikan diagnosis menjadi Thalassemia-β)
Distribusi HbF intraseluler
Sintesis rantai globin
Analisis struktural Hb varian
d. TERAPI FARMAKOLOGI DAN NONFARMAKOLOGI Farmakologi 1. Terapi khelasi besi 1. Digunakan untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin dapat diberikan melalui kantung infus terpisah sebanyak 1-2 gram untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui infus subkutan 20-40 mg/kgBB dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Efek samping dapat terjadi tuli nada tinggi, kerusakan retina, kelainan tulang, dan retatdasi pertumbuhan. Oleh karena itu, pasien harus menjalani pemeriksaan auditorik dan funduskopi secara teratur. 2. Desferipron (L1), merupakan suatu khelator besi yang aktif secara oral, dan digunakan secara tersendiri maupun kombinasi dengan 3. desferioksamin. Kurang efektif dibanging desferioksamin. Efek samping dapat terjadi arthropati, agranulositosis atau neutropenia 4. berat, gangguan gastrointestinal, dan defisiensi seng. 2. Vitamin C Meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh desferioksamin. 3 Asam Folat Diberikan teratur (5mg/mL melalui injectable solution atau tablet 400 mcg, 800mcg, 1mg) juka asupan diet buruk. Berguna untuk eritropoiesis. 4 Terapi endokrin diberikan sebaai terapi pengganti akibat kegagalan organ akhir atau untuk merangsang hipofisis bila pubertas
Non Farmakologi Transfusi Darah Diperlukan u tuk mempertahankan Hb >10g/dL setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan program transfusi untuk mengantisipasi bila timbul antibodi eritrosit terhadap eritrosit yang dibutuhkan. Splenektomi Untuk mengurangi kebutuhan darah. Dilakuian untuk usia >6 tahun. Imunisasi hepatitis B Dilakukan kepada semua pasien non imun. (Risiko dari transfusi darah) Transplantasi sumsum tulang alogenik Memberikan kesembuhan yang permanen. Tingkat kesuksesannya adalah >80% pada pasien muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati atau hepatomegali
terlambat. Penderita diabetes butuh terapi insulin. Pemderita osteoporosis memerlukan terapi tambahan dengan penambahan kalsium dan vitamin D dalam diet, bersamaan dengan pemberian bifosfonat.
e. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI Jenis Thalassemia- α
Komplikasi
Silent carrier (-α/αα) or alpha thalassemia trait (--/αα or –α/-α) HbH disease (--/αα)
Hb Bart’s Thalassemia-α
(--/--)
Mayor
Prognosis
Mild anemia
Excellent
Hypersplenism Gallstones Leg ulcers Frequent infections Various forms of venous thrombosis After a gestation of about 33 weeks, these infants develop hydrops fetalis syndrome and usually die in utero, during delivery, or shortly after birth
At risk for severe anemia and have a lifelong requirement for transfusions.
Incompatible with life
f. EPIDEMIOLOGI Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling sering terjadi di dunia, dimana 4,83 % dari populasi di seluruh dunia membawa kelainan gen globin yang cukup bervariasi, termasuk 1,67 % dari populasi dunia membawa gen heterozygote - thalassemia dan -thalassemia. Sebagai tambahan, 1,92 % populasi di dunia juga membawa gen sickle cell disease, 0,95 % Membawa gen Haemoglobin E dan 0,29 % membawa gen Haemoglobin C. Oleh karena itu, angka kelahiran di dunia dimana terdapat kelainan globin baik -thalassemia dan -thalassemia adalah 2,4 per 1000 kelahiran hidup dimana 1,96 dengan sickle cell disease dan 0,44 dengan thalassemia. 2 -thalassemia paling banyak terdapat pada populasi di Mediterania, Asia Tengah, sebagian di India dan Pakistan, dan Asia Tenggara. -thalassemia paling sering terdapat pada populasi di Uni Sovyet dan Cina, tapi jarang di Afrika, kecuali di Afrika Barat , khususnya Liberia, dan Afrika Utara. Sedangkan, -thalassemia lebih banyak terjadi di Afrika, Mediterania, Asia Tengah dan Asia Tenggara. 0-thalassemia lebih banyak ditemukan pada populasi di Mediterania dan Populasi Oriental sementara +- thalassemia lebih banyak ditemukan di Afrika Barat, Mediterania, Asia Tengah, sebagian di India dan Pakistan, dan Asia Tenggara diman hampir 80% orang-orang di Papua New Guinea adalah carrier. Frekuensi gen Hb Bart dan Hb H paling tinggi hanya ditemukan di Asia Tenggara dan di beberapa tempat di Mediterania.1 Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925 Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) danmigrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutro melayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulauJawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. 3 Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%.5 Sementara itu, di Sumatera Selatan diketahui bahwa pembawa sifat Thalassemia adalah sekitar 7 %, dimana angka ini merupakan tertinggi dibandingkan dengan kepulauan lain di Indonesia.5
6. KONSELING (PCGC DAN PMGC)
7. ASPEK PROFESIONALISME TERHADAP KASUS DAN EDUKASI Kewajiban dan Hak Dokter Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan hak dan kewajiban bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam paragraf 6, yaitu; Kewajiban Dokter/Dokter Gigi a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia; d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas mampu melakukannya; e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Hak Dokter/Dokter Gigi a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan sta ndar profesi dan standar prosedur operasional; b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d. menerima imbalan jasa.
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan: - Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala. - Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya. Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien - Mengacuhkan pendapat pasien - Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti “Kalau stress ya, menga pa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasi saja sekarang.” Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu - “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain -lain Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit - Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja” - Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini? Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien - “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?” Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien - “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga” Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien. - “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit. Sikap Profesional Dokter Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter ketika menerima pasien: Menyilakan masuk dan mengucapkan salam. Memanggil/menyapa pasien dengan namanya. Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah). Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain -lain). Menilai suasana hati lawan bicara Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu. Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang. Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan keputusan. Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak. Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang. Pencegahan Thalassemia Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal. a. Edukasi Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernyayang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pulapengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara pencegahannya. Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan. b. Skrining Karier Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara dramatis. Skrining thalassemia ditujukan untuk
menjaring individu karier thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E. Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak. Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar kerabat dekat.15 Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia International Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 1 sebagai berikut :
Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum, dengan total iron-binding capacity. c. Konseling genetika Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah
dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing. d. Diagnosis Pranatal Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program ini hanya dituj ukan pada thalassemia β+ dan βOyang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart’s hydrops. Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan. Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling). Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini, yaitu pada usia gestasi 9 minggu. Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan USG kualitas tinggi. Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli. Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion, umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar. Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu.3 DNA janin dianalisis dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis dilakukan dengan Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction fragmen length polymorphism (RFLP) analysis. Seiring dengan munculnya trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor, saat ini sedang dikembangkan diagnosis pranatal untuk thalassemia β sebel um terjadinya implantasi janin dengan polar body analysis. Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi. Pada umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan standar prosedur yang sesuai, kedua metode ini, baik operatif maupun medisinalis, mempunyai efektivitas yang baik dalam pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi kebidanan seringkali mendasarkan pilihan metode pada usia kehamilan. Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu, metode standar pengakhiran kehamilan adalah ―suction method ―. Setelah 14 minggu, aborsi dilakukan dengan induksi prostaglandin.15 Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah kombinasi antara medisinalis dan cara operatif.