FISIOTERAPI PADA DEKUBITUS
OLEH : SULVINA.N PO.714241162017
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR PRODI D.IV JURUSAN FISIOTERAPI 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan fisioterapi pada kondisi dekubitus ulces pasien post stroke.
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena g esekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada penderita stroke dan lansia, karena masalah imobilitas. Seseorang yang tidak im-mobil yang dan tidak hanya berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur. Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan gangguan aliran darah setempat dan juga keadaan umum dari penderita. Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khsus. Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku. Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-ne gara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan. Pasien stroke dan usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan immobilitas tersebut, antara lain: 1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan.
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. 3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh. B. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui defenisi dekubitus 2. Untuk mengetahui patofisiologi dekubitus 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan dekubitus C. Rumusan Masalah
1. Jelaskan defenisi dekubitus. 2. Jelaskan patofifiologi dekubitus. 3. Jelaskan penatalaksanaan Fisioterapi pada dekubitus.
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi dekubitus
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008). Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adan ya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009). Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989). Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama. B. Epidemologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994). C. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik padapasien.
1. Faktor Ekstrinsik a) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan
mikrosirkulasi
lokal
kemudian
menyebabkan
hipoksi
dan
nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
b) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
c) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
d) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
2. Fase Intrinsik a) Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
b) Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang
untuk
bergerak.
Kerusakan
saraf
(misalnya
akibat
cedera, stroke, diabetes ) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c) Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik. d) Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi ) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna
karena
kekurangan
zat-zat
gizi
yang
penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan.Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
f) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
g) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko te rjadinya luka tekan.
h) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun. i) Anemia j) Hipoalbuminemia,
beresiko
tinggi
terkena
dekubitus
dan
memperlambat
penyembuhannya.
k) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus. D. Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
1) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930) 2) Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
3) Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930) Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang
mengalami
hipoksia,
maka
pembuluh
darah
kolaps
dan
thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995). Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif
hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien. E. TIPE ULKUS DEKUBITUS
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga : 1) Tipe normal mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik. 2) Tipe arterioskelerosis mempunyai beda temperatur kurang dari 1°C antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu. 3) Tipe terminal terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh. F. PATOFISIOLOGI TERJADINYA DEKUBITUS
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya. Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus; 1) Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
2) Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya. 3) Faktor teragangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat. Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces. Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan
kulit
yang
kendur.
Lipatan-lipatan
kulit
yang
terjadi
ini
dapat
menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah. Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
G. KARAKTERISTIK DEKUBITUS
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai b erikut; 1) Derajat I : Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet. 2) Derajat II : Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit. 3) Derajat III : Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau. 4) Derajat IV : Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang
dapat
mengakibatkan
infeksi
pada
tulang
atau
sendi.
Mengingat patofisiologi terjadinya dekubitus adalah penekanan pada daerah-daerah tonjolan tulang, harusla diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami
dekubitus
adalah
lelih
luas
dari
ulkusnya.
Jika tidak ditangani dengan baik, maka dekubitus dapat meningkat dari iritasi yang kecil tanpa disertai dengan robeknya kulit sampai tahap yang dapat mengancam jiwa pasien, baik oleh luasnya kerusakan kulit maupun infeksi. H. DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/deficit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas / lumpuh sesaat atau gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan (hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melaui proses aterosklerosis. Pada stroke pendarahan (hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal, dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Gejala dan Tanda Stroke
Secara detil gejala dan tanda stroke adalah:
1)
Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
2)
Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
3)
Mulut, lidah mencong bila diluruskan
4)
Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek
5)
Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap
6)
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
7)
Tidak memahami pembicaraan orang lain
8)
Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
9)
Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun
10)
Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
11)
Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari
12)
Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
13)
Menjadi pelupa ( dimensia)
14)
Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak
beraktifitas 15)
Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada saat
beristirahat atau bangun tidur 16)
Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan
tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat 17)
Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
18)
Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau
pendengaran berkurang 19)
Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa
20)
Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
21)
Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,
sempoyongan, atau terjatuh 22)
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri
Jadi perlu diperhatikan titik potensial untuk terjadinya dekubitus pada pasien post stroke
BAB III PROSES FISIOTERAPI
A. FISIOTERAPI PDA PASIEN DEKUBITUS PENGELOLAAN DEKUBITUS
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio. Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita. Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita. Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya dekubitus adalah: a. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan. khusus; coba mengatasi/mengobati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM. b. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah; 1) Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
2) Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak) 3) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain; a) Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi. b) Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit, c) Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh penderita. d) Pemberian electrical stimulation electrical stimulation pada kasus ulcer adalah kombinasi yang efektif, dimana digunakan impuls LF DC dan dapat diaplikasikan baik pada pengobatan kasus akut, subakut dan luka kronis. electrical therapy terdiri dari alat terapi stimulasi dengan electrode yang dibalut dan electrode yang dicelupkan. Elektrode yang kontak dengan luka adalah electrode yang dibalut dengan balutan steril lapisan medical grade hydrogel yang tidak hanya melembabkan luka tetapi juga mengabsorbsi cairan luka yang berlebihan. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempattempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan
jaringa
upaya
penyembuhan
akan
lebih
rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi: a) Dekubitus derajat I Dengan
reaksi
peradangan
masih
terbatas
pada
epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
b) Dekubitus derajat II. Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan. c) Dekubitus derajat III. Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. sehingga
permeabel
Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan untuk
masukknya
udara/oksigen
dan
penguapan.
Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi selsel kulit.
Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis.
Antibiotik sistemik mungkin diperlukan. d) Dekubitus derajat IV. Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain
dengan
memberikan
oksigenisasi
pada
Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.
daerah
luka,
BAB IV PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat . Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada penderita stroke dan lansia, karena masalah imobilitas. Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien. Pasien stroke dan usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan immobilitas tersebut, antara lain: a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan. b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. c. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh. 2. SARAN
a. Penderita dekubitus atau masyarakat pembaca untuk mengenali keluhan dekubitus agar dapat sedini mungkin dan segera memeriksakan diri ke dokter atau fisioterapis. b. Disarankan kepada para mahasiswa atau tenaga fisioterapis agar senantiasa meningkatkan pengetahuan dan skill atau keterampilannya, mulai dari keterampilan assessment hingga metode penanganan penyakit dekubitus, sehingga mampu memberikan hasil terapi yang optimal kepada penderita. c. Disarankan kepada para mahasiswa fisioterapis agar kelak dapat meningkatkan edukasi pasien untuk latihan dekubitus pada post stroke khususnya.
DAFTAR PUSTAKA http://Ansharphysio.blogspot.com/search/label/dekubitus ulcer diakses pada tanggal 13 agustus 2017. www.fisioterapimakassar.info/search/penanganan-dekubitus-ppt diakses pada tanggal 13 agustus 2017. Http.sairomaito.wordpress.com/beranda diakses pada tanggal 13 agustus 2017.