MAKALAH SOSIAL BUDAYA DI KABUPATEN KEBUMEN
Oleh :
Angga Wilu Utomo 15504241036
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF TAHUN 2017
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada tuhan yang maha esa. karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah tentang sosial budaya di kabupaten kebumen ini sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan. Dan saya ucapkan terimakasih kepadaa pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam kegiatan pembelajaran. Dan bermanfaat untuk saya dan kita semua. Makalah ini di ambil dari beberapa sumber referensi da lam berbagai macam situs internet Dalam penulisan makalah ini juga tak jauh dari luput kesalahan dalam penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat di butuhkan untuk menyempurnakan makalah tentang social budaya di kebumen ini. Semoga dengan adaya mkalah ini kita dapat memajukan pendidikan. Semoga tuhan senantiasa memberikan petunjuknya bagi kita semua.
Yogyakarta, 10 Mei 2017
Angga Wilu Utomo
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia banyak berbagai macam suku bangsa dan budaya termasuk social buda di kabupaten kebumen, banyak budaya-budaya dan juga kearifan lokal budaya kebumen yang tentunya sangat baik untuk di teladani dan terus di lestarikan agar nantinya kebudayaan di daerah kebumen tidak punah. Banyak macam kebudayaan di kebumen seperti kenduri, ngunduh sarang wallet, janengan, kuda lumping, wayang. Dalam makalah ini saya akan mengulas sedikit tentang ngunduh sarang wallet, dalam budaya ngunduh sarang wallet ada banyak macam ritual yang harus di lakukan agar proses pengunduhan atau pengambilan sarang wallet di dalam goa di daerah buayan berjalan dengan lancar. Di daerah kebumen sendiri juga di kenal sebagai kota penghasil gendeng terbaik di Indonesia yang nantinya akan sedikit di ulas pada makalah ini.
B. Rumusan masalah 1. Pengenalan kabupaten kebumen ? 2. Budaya-budaya di kabupaten kebumen ? 3. Bagaimana prosesi jalannya ngunduh sarang walet ?
C. Tujuan 1. Mengetahui budaya- budaya di kabupaten kebumen 2. Dapat mengambil intisari atau nilai-nilai budaya yang ada di kabupaten kebumen
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGENALAN KABUPATEN KEBUMEN
Informasi tentang lambang daerah atau arti logo kabupaten Kebumen. Sebuah kabupaten selalu mempunyai sejarah atau asul usul terbentuknya, demikian juga untuk sejarah Kabupaten Kebumen. Asal usul terbentuknya kabupaten, meliputi sejarah berdirinya, sejarah pendirinya, waktu berdirinya, proses berdirinya kabupaten, proses pembatasan wilayah, dan sebagainya sampai pada logo, lambang, umbul-umbul, tugu, monumen, maupun slogan yang dimiliki oleh tiap kabupaten. Logo atau lambang daerah baik itu Daerah Tingkat II (Kabupaten) maupun Daerah Tingkat I (Propinsi) diatur dengan Peraturan Daerah. Logo atau Lambang Kabupaten Kebumen diatur dengan : 1. Perda No. 30a/DPRD-GR/70 tanggal 14 Oktober 1970 tentang Bentuk Lambang Daerah Kabupaten Kebumen 2. Perda No. 30b/DPRD-GR/70 tanggal 14 Oktober 1970 tentang Penggunaan dan Pemakaian Lambang Daerah Kabupaten Kebumen Tugu Lawet atau kupu tarung adalah tugu kebesaran dan kebanggaan kabupaten Kebumen, sedangkan slogan kabupaten Kebumen adalah Kebumen Beriman (yang bermakna singkatan dari Bersih Indah Manfaat Aman & Nyaman), dimana slogan ini termasuk dalam kategori slogan kabupaten paling terkenal di Indonesia. Makna slogan dan logo atau lambang daerah kabupaten Kebumen, adalah sebagai semangat, jiwa dan nilai-nilai yang harus dijiwai
oleh masyarakat dan pemerintah dalam menjaga dan membangun daerah Kebumen. Selain itu, logo atau lambang kabupaten Kebumen adalah simbol yang menjadikan visi dan misi pemerintah dan masyarakat Kebumen untuk melaksanakan pembangunan, demi mewujudkan kemajuan, keadilan, dan kemakmuran untuk seluruh masyarakat Kebumen.
Berikut ini makna atau arti dari logo / lambang daerah kabupaten Kebumen : Perisai (dengan ukur an perbandingan 4:3) ; menggambarkan tekad, semangat dan kesiapsiagaan rakyat untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan dasar Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Bintang segi lima berwarna emas; menggambarkan kepercayaan yang teguh dan luhur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pegunungan; melambangkan keteguhan hati, tidak goyah mengalami tantangan alam. Menggambarkan juga sebagian daerah Kabupaten Kebumen terdiri dari tanah pegunungan.
Gua; mencerminkan sifat-sifat ketenangan dan kesederhanaan dari rakyat daerah Kabupaten Kebumen dalam usahanya untuk mencapai cita-citanya yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Gua juga merupakan tempat dimana dihasilkan sarang burung, dan juga tempat Wisata Kebumen.
Laut ; menggambarkan jiwa perjuangan yang selalu bergelora sepanjang masa; namun penuh dengan kedamaian yang abadi. Menggambarkan juga bahwa sebagian daerah Kabupaten Kebumen berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan kaya akan potensi Wisata Laut Kebumen.
Burung Lawet; menggambarkan suatu sumber penghasilan daerah dan merupakan pencerminan dari ketekunan dan kegesitan yang penuh dinamika dari rakyat daerah Kabupaten Kebumen dalam usahanya untuk membangun daerah Kebumen.
Kapas padi; menggambarkan cita-cita rakyat daerah Kabupaten Kebumen yaitu terwujudnya suatu masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila, murah pangan, murah sandang, dan cukup papan.
Mata rantai yang sambung menyambung; menggambarkan jiwa dan semangat persatuan yang hidup di kalangan masyarakat Kebumen.
Bambu runcing; merupakan pencerminan dari sifat kepahlawanan rakyat dalam perang kemerdekaan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dasar Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Batu bata dan genteng; menggambarkan bahwa industri genteng atau gendeng dan batu bata di Kabupaten Kebumen merupakan sumber penghidupan rakyat; secara simbolis menggambarkan bahwa kecuali sektor pertanian, sektor perindustrian juga merupakan sumber penghasilan rakyat di Kabupaten Kebumen.
Sedangkan makna dari tulisan Bhumitirta Praja Mukti, adalah : Arti kata : tanah dan air untuk kesejahteraan Bangsa dan Negara Maksud dan jiwanya : bangsa Indonesia pada umumnya dan warga Kabupaten Kebumen pada khususnya sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahi tanah yang subur dan air yang berlimpah ruah. Anugerah yang tidak ternilai harganya itu merupakan nikmat dari Tuhan yang wajib kita manfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan rakyat. Daerah Kabupaten Kebumen di bagian Utara terdiri dari tanah pegunungan dengan aneka warna bahan bahan tambang yang terpendam dan dengan hutan -hutan yang menjadi sumber mengalirnya sungai-sungai menuju ke daerah persawahan dan tegalan yang subur di sebelah selatannya, yang menjadi sumber penghidupan dari sebagian besar rakyat Kebumen.
Demikian pula karena anugerah Tuhan Yang Maha Esa maka sebagian besar tanahnya merupakan bahan yang sangat baik untuk membuat batu-bata dan genteng sehingga menempatkan Daerah Kabupaten Kebumen sebagai penghasil batu-bata dan genteng (pabrik genteng) yang sejak lama sudah terkenal. Di sebelah selatan daerah Kabupaten Kebumen berbatasan dengan Samudera Indonesia dengan pantainya yang penuh d engan pohon kelapa; dengan gua-guanya yang terkenal sebagai penghasil sarang burung-burung yang berkwalitas
tinggi serta lautnya yang mengandung potensi wisata laut yang sangat indah dan eksotis. Kesemuanya itu menimbulkan suatu kewajiban yang luhur pada kita sebagai masyarakat Kabupaten Kebumen untuk dengan cipta rasa, karsa dan karya kita masing-masing selalu tekun dan penuh ketawakalan memanfaatkan modal anugerah Tuhan Yang Maha Esa tersebut, demi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Kebumen.
B. MACAM-MACAM BUDAYA KEBUMEN a.
Cépét
Cépét yaitu kesenian tradisional di desa watulawang yang dimainkan oleh 12 orang, dan memakai topeng raksasa. Rambutnya terbuat dari duk ( sabut pohon aren ) pemainnya mengenakan pakaian hitam, dan memakai sarung sebagai blebed dan di iringi oleh musik tradisional yaitu kentongan, jidur ( kendang gede ) dan drum bekas. Cepet atau oleh sebagian masyarakat di sebut juga dangsak sudah ada sejak tahun 1960-an yang di dirikan oleh Almarhum Bapak Parta Wijaya, dan turun temurun sampe sekarang. Ada yang unik dari seni ini, yaitu pentas hanya setahun sekali, tepatnya pada perayaan 17 agustus. a.
Kuda Lumping / Ébég
Kuda Lumping atau bahasa populernya di watulawang adalah Ebeg adalah seni tradisional seperti yang ada di daerah2 lain di Jawa. Untuk di Watulawang sendiri, seni kuda lumping masih sangat klasik, belum terjamah oleh seni modern, tapi justru yang klasik ini malah di mata masyarakat di lestarikan, karena itu warisan nenek moyang. Seperti umumnya, kuda lumping di mainkan oleh 12 orang yang menunggang kuda memakai kostum ksatria, 2 orang memainkan barong,dan 2 orang lagi memakai topeng yang di sebut cepet dan penthul yang biasa ngelawak. Kuda disini bukan kuda beneran tapi kuda kepang, atau kuda lumping, yaitu gambar kuda yang terbuat dari anyaman bambu, kemudian di bentuk menyerupai kuda, dan di beri warna. Musik yang mengiringi berupa seperangkat gamelan , dan di lengkapi juga dengan wawanggana atau sinden. Gending – gending yang di bawakan biasanya juga gending- gending klasik pada umumnya. Pada seni ini juga ada acara kesurupan, setelah mengiringi beberapa gending, biasanya di adakan janturan ( memasukkan roh halus pada para pemain ) sehingga para pemain kesurupan. Dan satu persatu di sembur, atau di timbul agar tersadar dari kesurupan nya.Dalam pementasan ini juga harus di sediakan macam macam sesaji di meja kusus sajen, untuk ngasih makan para roh halus yang masuk ke dalam tubuh para pemain. Pementasan kuda lumping ini biasanya pada saat saat tertentu, yaitu pada tanggal 17 agustus, dan di hari – hari lain kalo ada yang nanggap. a.
Wayang Kulit Wayang kulit termasuk seni yang terpopuler dan paling elit, di antara seni – seni tradisonal lainnya. Wayang kulit atau wayang purwa merupakan budaya Jawa yang di wariskan oleh nenek moyang, sebelum ada wali di tanah jawa, seni wayang merupakan media untuk menyebarkan agama hindu, setelah wali songo masuk ke tanah jawa, maka di rubahlah, secara bertahap, dan menjadi media untuk menyebarkan agama islam pada waktu itu oleh para wali. Wayang kulit pada umumnya mengambil cerita cerita Mahabarata dan Ramayana, juga ada pula yang mengambil dari Cerita panji sebagai lakon carangan ( bukan pakem ).
b.
Angguk Angguk di sebut juga menoreng, atau wayang orang. Dulu tahun 70 an seni ini sempat popular di watulawang, namun mulai meredup bahkan sampe bubar kelompoknya kira- kira tahun 80-an. Dan seni ini mulai muncul lagi pada tahun 97 an, dan sampe sekarang masih eksis. Angguk adalah seni wayang yang dimainkan oleh orang, ceritanya mengambil cerita babad umar maya dan amir ambyah.
c.
Khaul Syech Ibrahim Asmorokondi Setiap tanggal 31 Desember selalu dilaksanakan Khaul Syech Ibrahim Asmorokondi oleh masyarakat Kuwarisan, Panjer Kebumen. Khaul dilaksanakan setelah sholat Jum'at. Khaul ini dilaksanakan setiap bulan syuro di pelataran masjid Banyumudal. setiap kepala keluarga di desa kuwarisan membuat 1 ingkung bahkan lebih dari 1 karena saudaranya ada yang di luar kota. S etiap orang yang berasal dari/ keturunan desa kuwarisan wajib membuat ingkung dan membawanya ke pelataran masjid Banyumudal walaupun mereka sudah tidak berdomisili di daerah
Kuwarisan. Tradisi ini sudah pernah masuk dalam catatan MURI karena membawa sebanyak 6000 ingkung ayam jantan ke pelataran Masjid Banyumudal. Tradisi rutinan diselenggarakan untuk berdoa bersama mencari keselamatan dan kesejahteraan bagi semua warga di desa Kuwarisan maupun di luar desa Kuwarisan. Dalam tradisi ini tidak meminta keselamatan kepada Syech Asmorokondi melainkan kepada Allah SWT kita meminta. “Tradisi ini hanyalah sebagai perantara untuk mengumpulkan masyarakat untuk berdoa bersama bukan merupakan suatu kemusyrikan ataupun Bid'ah. Dan ingkung yang dibuat bukan merupakan persembahan kepada Syeck Asmorokondi namun hanyalah bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Allah SWT yang masih memberikan rizki sehingga masih bisa membuat ingkung yang akhirnya ingkung tersebut dimakan bersama-sama keluarga di masing-masing rumah warga.” d.
Shalawat Jamjaneng Merupakan bentuk kesenian yang bernafaskan Islam, hal ini salah satunya dapat terlihat dari syair lagu yang disajikan. Jamjaneng sendiri diciptakan oleh Kyai Jamjani yang hidup di tahun 1824. Pada awalnya kesenian ini berkembang di masjid serta di mushola-mushola dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Masuknya budaya luar dan perkembangan di bidang musik yang semakin cepat, menyebabkan perubahan terhadap kehidupan Salawat Jamjaneng. Hal itu menjadikan munculnya dua bentuk Salawat Jamjaneng yaitu Jamjaneng tradisi dan Jamjaneng modern. Namun dua bentuk dari Salawat Jamjaneng te rsebut sebenarnya mempunyai sumber yang sama yaitu kitab Al Barzanji. Kitab yang dijadikan sumber dari syair lagu Salawat Jamjaneng. Ada beberapa faktor mendasar yang membedakan ke dua bentuk kesenian ini yaitu mengenai bentuk sajian pertunjukan. Penulis akan mengkaji mengenai perubahan yang terjadi dalam kesenian Jamjaneng. Perubahan yang terjadi dapat meliputi struktur musik, bentuk syair, dan fungsi dari pertunjukan Jamjaneng. Pertunjukan Jamjaneng selalu berkaitan erat dengan agama Islam, dan dijadikan sebagai media berdakwah. Perubahan yang terjadi pada kesenian ini, tentun ya juga akan mengubah makna yang terkandung di dalam pertunjukan Salawat Jamjaneng.
e.
Ngunduh sarang walet
Kabupaten Kebumen selain dikenal dengan beragam info tempat wisata pantai, wisata goa, objek wisata air terjun atau curug, wisata batu, wisata reptil, wisata air, wisata bahari Kebumen , wisata religi (ziarah ke makam wali, ulama, kyai, adipati, tokoh sejarah dan sesepuh, seperti ke makam Mbah Lancing , makam syeh Maulana Nurul Dzuhur di Entak Ambal, makam syeh Kahfi, makam Sabdaguna, petilasan Joko Sangkrip , makam di Bulupitu, dll), aneka kuliner, aneka adat & budaya, tempat wisata arum jeram di Pejengkolan, wisata Kebumen kota, dan tempat wisata alam yang lain, termasuk obyek wisata Kebumen yang masih tersembunyi, juga dikenal sebagai daerah yang menghasilkan produk sarang burung walet (lawet). Banyaknya potensi burung walet di pantai selatan Kebumen, sehingga gambar burung walet dijadikan sebagai ikon kota Kebumen dengan didirikannya tugu lawet di tengah kota Kebumen. Tempat penghasil sarang burung walet yang paling terkenal di Kebumen adalah di pesisir laut
atau pantai Karangbolong (goa walet). Lokasi atau denah atau letak laut Karangbolong ada di kecamatan Buayan yaitu di sebelah selatan kota Gombong yang jaraknya kurang lebih sejauh 18 km. Sedangkan letak sarang burung walet ini ada di lubang-lubang pada goa atau dinding karang ( gua breksi) yang ada di bibir laut Karangbolong. Explore Kebumen pada proses pengambilan atau panen sarang burung lawet merupakan pengalaman yang menegangkan, meskipun kita hanya melihat dan mengabadikan sebagai foto wisata maupun video wisata saja, karena memang penuh tantangan, rintangan, dan butuh keberanian tingkat tinggi bagi mereka para pengambil sarang burung lawet untuk merambat di dinding karang dengan medan yang terjal, licin, terpaan angin laut yang kencang, serta deburan ombak yang besar di bawahnya. Kita tidak bisa setiap saat melihat prosesi panen sarang burung walet , karena kegiatan memetik atau cara memanen sarang burung walet di pantai Karangbolong hanya dilakukan 4 kali dalam setahun (mangsa Kaloro, Kapapat, Kapitu, dan Kasongo). Begitu banyak manfaat sarang burung walet untuk pengobatan dan kesehatan, baik untuk janin dan ibu hamil, untuk bayi, balita, anakanak, remaja, dewasa, maupun untuk para usia lanjut. Sehingga harga sarang burung walet Kebumen pun cenderung selalu mahal dan selalu laris diperjualbelikan untuk kebutuhan produk obat, jamu, suplemen, konsumsi, dan kosmetik. Iler atau air liur burung walet yang ada di sarang burung walet itulah yang dimanfaatkan untuk kebutuhan kesehatan, konsumsi (sup sarang burung walet ), dan kosmetik, karena mengandung banyak nutrisi, glikoprotein, kolagen alami, dan zat lain yang dibutuhkan tubuh kita. Ritual mengunduh sarang burung walet di Karangbolong, kabupaten Kebumen merupakan syarat atau rangkaian ritual yang harus dilakukan sebelum kegiatan panen sarang burung walet dilaksanakan. Selain karena merupakan warisan budaya atau adat istiadat dan mitos sejak jaman dulu, ritual mengunduh sarang burung walet ini juga sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan sang penguasa alam. Sedangkan dalam kacamata mitos yang merupakan tradisi sudah turuntemurun dilakukan, bahwa upacara mengunduh sarang burung walet ini bertujuan untuk memohon izin/restu kepada penguasa laut selatan yaitu Nyi Roro Kidul (Ratu Kidul) agar mendapatkan perlindungan keselamatan serta hasil panen sarang walet yang melimpah. Tradisi ngunduh sarang burung walet di Karangbolong ini terdiri dari ritual masang janur, slametan, masang krathilan, larung sesaji ke laut Karangbolong, pertunjukan wayang kulit, kethoprak, kuda lumping, dan juga tayuban. Fungsi ritual ngunduh sarang burung Walet bagi masyarakat sekitar meliputi fungsi religi, fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi, fungsi pengembangan wisata alam dan pantai, serta fungsi pendidikan. Sedangkan makna simbolik yang terkandung dalam upacara ngunduh sarang burung walet adalah sebagai wujudkebersamaan, gotong royong, penghormatan, permohonan, dan rejeki yang melimpah.
f.
Asal Usul Ngunduh Sarang Walet
Karangbolong merupakan suatu daerah yang terletak di pesisir pantai selatan Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Di daerah yang sebagian tanahnya merupakan pegunungan kapur ini ada suatu tradisi yang berupa upacara ngunduh atau mengambil sarang burung walet yang banyak terdapat di goa-goa yang berada pada tebing sepanjang Pantai Karangbolon g. Maksud dan tujuan penyelenggaraan upacara ngunduh sarang burung walet di Desa Karangbolong, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen ini adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselamatan selama proses pengunduhan berlangsung. Selain itu, upacara ngunduh sarang burung walet juga bertujuan untuk meminta izin kepada Nyai Ratu Kidul sebagai penguasa laut selatan dan para penunggu atau yang mbaureksa goa, yaitu Kyai Bekel, Kyai Pangerengan, Kyai Sangkur, dan Mbok Lura Kenanga agar pelaksanaan pengunduhan berjalan dengan lancar. Bagi sebagian masyarakat Karangbolong, makhluk-makhluk gaib tersebut dianggap mempunyai kekuatan yang dapat mendatangkan bencana apabila “daerah kekuasaannya” diganggu tanpa meminta izin terbelih dahulu. Sejak kapan upacara ngunduh sarang burung walet diadakan? Sampai kini belum ada yang mengetahuinya secara pasti. Namun, menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun pada warga masyarakat Karangbolong, kisah dibalik adanya upacara ngunduh sarang burung walet tersebut berawal pada abad XVII ketika permaisuri Raja Mataram mengalami sakit yang tidak kunjung sembuh. Oleh karena segala obat dari tabib maupun dukun tidak ada yang berhasil menyembuhkannya, maka raja pun kemudian melakukan tapa brata untuk mencari petunjuk dari Yang Maha Kuasa agar dapat menolong isterinya. Dan, dalam semedinya itu raja mendapat wangsit bahwa obat yang dapat menyembuhkan permaisuri adalah jamur yang tumbuh pada batu karang di sekitar pantai laut selatan. Setelah mendapat wangsit tersebut, lalu sang raja mengadakan musyawarah dengan para kerabatnya dan petinggi kerajaan. Dalam musyawarah tersebut akhirnya diputuskan untuk memanggil Adipati Bagelen (kini ikut wilayah Kabupaten Purworejo) menghadap ke istana. Setelah Adipati Bagelen menghadap, ia diperintahkan untuk mencari jamur yang tumbuh pada batu karang di sekitar pantai selatan. Adipati Bagelen pun berangkat menyusuri pantai laut selatan bersama dua orang abdinya yang bernama Ki Sanglur dan Ki Sanglar.
Singkat cerita, suatu hari sampailah rombongan Adipati di Gunung Karang Kuda (termasuk daerah Karangbolong). Di tempat itu ia bersemedi, namun tidak berhasil mendapatkan wangsit. Selanjutnya, rombongan adipati pindah ke Karangbolong. Ketika bersemedi di Karangbolong ini ia akhirnya mendapat petunjuk dari seorang puteri bernama Dewi Suryawati yang mengaku sebagai anak buah Nyi Roro Kidul, penguasa Laut Selatan. Dewi Suryawati mengatakan bahwa jamur yang selama ini dicari Adipati berada di dalam goa yang letaknya tidak jauh dari tempatnya bersemedi. Sang Dewi juga mengatakan bahwa ia bersedia membantu mengambil jamur tersebut dengan syarat Adipati beserta rombongan harus mengadakan ritual-ritual tertentu dan ketika masuk ke dalam gua tidak boleh menoleh ke belakang. Akhirnya, dengan pertolongan Sang Dewi Adipati Bagelen berhasil memetik jamur yang tidak lain adalah sarang burung walet. Sarang burung walet itu selanjutnya ia bawa ke Mataram untuk diserahkan kepada raja sebagai obat bagi penyakit Permaisuri. Dan, setelah pe rmaisuri diobati dengan sarang burung walet tersebut, tidak berapa lama kemudian ia menjadi sembuh seperti sedia kala. Atas jasa sang Adipati, Raja Mataram berkenan memberikan hadiah. Namun, hadiah dari Raja Mataram ditolak Adipati Bagelen karena ia telah mengikat janji dengan Dewi Suryawati. Konon, sang Adipati beserta kedua abdinya kemudian kembali lagi ke Karangbolong. Di sana ia berganti nama menjadi Ki Surti dan menikah secara kebatinan dengan Dewi Suryawati. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Adipati beserta para abdinya bekerja sebagai pencari sarang burung walet. Namun, setelah berkali-kali mengambil sarang burung, suatu saat Ki Sanglur dan Ki Sanglar melanggar pantangan Dewi Suryawati, yaitu menoleh ke belakang. Mereka pun langsung jatuh ke laut dan tewas seketika. Sejak saat itu Dewi Suryawati tidak mau lagi membantu mengunduh sarang burung walet. Hal ini memaksa Ki Surti terpaksa meminta bantuan pada bekel Karangbolong yang bernama Ki Napsiah untuk membuat tangga yang nantinya akan digunakan untuk mema njat gua tempat burung walet bersarang. Namun, setelah kerjasama itu berjalan beberapa tahun, timbul nafsu jahat dari Ki Napsiah untuk menguasai goa tempat burung walet bersarang. Ia lalu mencoba membunuh Ki Surti dengan memberi racun pada makanannya. Namun, usahanya mengalami kegagalan karena isterinya sendiri ternyata memberitahukan rencana jahatnya itu kepada Ki Surti. Suatu ketika, saat Ki Surti akan mengunduh sarang walet, Ki Napsiah melancarkan niat jahatnya lagi. Ia tiba-tiba menyerang dan mendorong tubuh Ki Surti ke jurang yang terjal. Saat Ki Surti hendak menyelamatkan diri, tiba-tiba tubuhnya ditebas oleh Ki Napsiah hingga tewas. Namun, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya Ki Surti sempat berucap, “Kapan saja akan aku balas perbuatanmu, bekel Napsiah!” Mengetahui perbuatan Ki Napsiah yang sangat tercela tersebut, Raja Mataram menjadi marah dan langsung mengambil alih pengelolaan sarang burung walet di wilayah Karangbolong. Oleh raja lokasi sarang burung tersebut kemudian dijual kepada pemerintah Belanda. Dan, untuk
mempermudah penarikan hasil sarang burung walet di wilayah Karangbolong, pemerintah Belanda menunjuk seorang Tionghoa yang berdomisili di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen untuk melaksanakan pengunduhan secara borongan. Setelah Indonesia merdeka pengelolaan sarang burung walet diambil-alih dari tangan Belanda, kemudian diserahkan ke Pemerintah Daerah Kebumen. Namun, sayangnya sarang burung walet yang banyak menyumbang penghasilan bagi pemerintah daerah itu ditenderkan kepada perusahaan swasta yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Hal ini menyebabkan unsur konservasi alam kurang mendapat perhatian atau bahkan diabaikan, sehingga dari tahun ke tahun hasil dan keberadaan burung walet dan sarangnya di Karangbolong semakin menurun. Menyadari kesalahannya, pada tahun 2005 Pemerintah Daerah Kebumen meniadakan sistem tender dan mengusahakan sendiri pengunduhan sarang burung walet sebagai pendapatan asli daerahnya.
Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Telibat dalam Upacara Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara ngunduh sarang burung walet di Karangbolong juga dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam upacara ini adalah sebagai berikut: (1) tahap selamatan di paseban (pendapa) kantor Dipenda Karangbolong; (2) tahap pementasan wayang kulit di Goa Contoh; (3) tahap melarung sesajen di Pantai Karangbolong; (4) tahap kenduri atau selamatan di rumah mandor pengunduh sarang burung walet; dan (5) tahap selamatan di pos penjagaan sarang burung walet. Sebagai catatan, upacara ngunduh sarang burung walet di daerah Karangbolong dilaksanakan empat kali dalam satu tahun yang jatuh pada mangsa karo sekitar bulan Agustus (unduhan pertama), mangsa kapat sekitar bulan Oktober (unduhan kedua), mangsa kepitu sekitar bulan Januari (unduhan ketiga), dan mangsa kasanga yang jatuh sekitar bulan Maret (unduhan keempat). Pemimpin dalam upacara ngunduh sarang burung walet ini bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan. Pada tahap selamatan di paseban kantor Dipenda Karangbolong, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah kepala unit Dipenda Karangbolong. Kemudian, yang bertindak sebagai pemimpin upacara saat mengadakan pementasan wayang kulit di Goa Contoh dan melarung sesaji di Pantai Karangbolong adalah Ki Dalang Sayut Hadisutopo. Sedangkan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara tirakatan di rumah mandor dan pos penjagaan sarang burung walet adalah mandor pengunduh sarang burung walet sendiri. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah: (1) para aparat Desa Karangbolong; (3) beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Karangbolong; dan (4) warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.
Jalannya Upacara Menjelang waktu pengunduhan tiba, mandor pengawas sarang burung walet mengajukan anggaran ke kantor unit Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kebumen yang ada di
Karangbolong. Kemudian, unit tersebut meneruskannya ke pemerintah Kabupaten Kebumen, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) untuk meminta dana bagi pelaksanaan upacara ngunduh sarang burung walet. Setelah disetujui dan dana turun, maka mandor beserta anak buahnya segera menggunakan dana tersebut untuk membeli peralatan dan perlengkapan upac ara, seperti: seekor kerbau, ayam jantan yang masih muda, beras, bunga-bungaan, kemenyan, dan lain sebagainya. Setelah peralatan dan perlengkapan upacara telah siap, kerbau yang telah dibeli disembelih di rumah mandor, kemudian dagingnya dibawa ke pendopo kantor Dipenda yang ada di Karangbolong, pos penjagaan yang berada di atas goa tempat burung walet bersarang, dan ke rumah mandor sendiri untuk dimasak. Selain kerbau, peralatan dan perlengkapan upacara lainnya juga dibawa ke tiga tempat tersebut untuk diolah dan dimasak. Selesai memasak, siang harinya sekitar pukul 13.00 diadakan upacara di pendopo kantor Dipenda Karangbolong yang dihadiri oleh kepala unit Dipenda Karangbolong, Kapolsek, Danramil, dan para karyawan (pengunduh) sarang burung walet. Pelaksanaan upacara di tempat ini berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya berupa kata sambutan dari kepala unit Dipenda Karangbolong, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh sesepuh sikep (pengunduh yang paling tua) dan diakhiri dengan makan bersama. Selanjutnya, para peserta upacara akan menuju ke Goa Contoh yang letaknya sekitar 1,5 kilometer dari kantor Dipenda dengan kendaraan yang telah disiapkan sebelumnya. Sesampai di Goa Contoh yang berada di Pantai Karangbolong mereka segera menata peralatan wayang kulit yang akan dimainkan di tempat itu. Peralatan wayang kulit yang dibawa untuk dimainkan di Goa Contoh tidak begitu banyak jumlahnya (sekitar 10 karakter wayang), karena hanya berlangsung sekitar dua jam saja. Pagelaran wayang tersebut dimainkan oleh Ki Dalang Sayut Hadisutopo yang mengambil lakon Rama Tambah (Dewi Sri Lampet). Selesai pementasan, Ki Dalang Sayut Hadisutopo bersama beberapa orang peserta upacara langsung menuju ke Pantai Karangbolong untuk melarung sesajen yang berupa: kelapa muda, jenang abang-putih, kembang telon dan lain sebagainya. Malam harinya, sekitar pukul 18.30 diadakan lagi kenduri atau selamatan di rumah mandor yang hanya dihadiri oleh aparat Desa Karangbolong, serep (anak buah mandor), dan warga masyarakat sekitarnya. Pelaksanaan upacara di rumah mandor ini juga berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya berupa kata sambutan beserta ujub dari mandor, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh modin Desa Karangbolong dan diakhiri dengan makan nasi tumpeng bersama. Dalam upacara selamatan di rumah mandor ini disediakan juga sesajen yang jumlahnya 66 macam, yaitu: degan (kelapa muda), gedang raja ijo (pisang raja hijau), rokok sintren atau siong (terbuat dari tembakau, kemenyan, klembak), rokok filter, kembang menyan (bunga dan kemenyan), pengilon kumplit (cermin, sisir, dan minyak wan gi), lintingan pakai candu (gedang katiwawar dirajang dipe = pisang katiwawar diiris-iris kemudian dijemur), rokok duwet golong (uang yang digulung seperti rokok), gula batu, sambelan, jenang abang-putih, telur ayam, krawu
ketan (ketan yang dicampur dengan ampas kelapa), gimbal ketan, mbako candu (daun katiwawar dijemur sampai kering kemudian dilinting/digulung pakai klarasa/daun kering pisang raja atau pisang gabu atau juga pisang klutuk wulung), lombok abang, brambang, bawang (cabe merah, bawang merah, bawang putih), duwit kricik (uang logam), beras abang (beras merah), gedang ambon loro mentah mateng (pisang ambon dua biji belum masak dan sudah masak), buah asam, jeruk werangan, pepesan katul, lenga duyung (minyak wangi cap ikan duyung), tetel abang putih (tetel merah putih), gula kelapa, kembang telon, parem gadung, kembang biasa, wedang kopi manis, wedang kopi pahit, wedang teh manis, wedang teh pahit, wedang arang arang kambang, wedang jembawuk, wedang bening, wedang asem, komoh kembang (air putih dicampur gula pasir dan diberi bunga), kolak pisang mas, godong (daun) tawa dimasukkan dalam gelas, jangan (sayur) mie, jangan (sayur) suun, tempe, peyek kacang brul (kacang tanah), peyek gesek (ikan asin), peyek kacang tholo, krupuk, karag (krupuk dari ubi kayu), telur ceplok, srundeng, bregedel, nasi rames, nasi biasa, iwak (ikan) digoreng asin, iwak digoreng adem (tawar/tidak asin), iwak disemur asin, iwak disemur adem, gad on, didih asin, didih adem (tidak asin), kare, tegean (sayur bening), jeroan asin, jeroan adem, ikan bandeng, lalaban. Sebagai catatan, sesajen tersebut harus lengkap, sebab apabila kurang dipercaya dapat mengakibatkan proses pengunduhan menjadi tidak lancar. Setelah itu, peserta upacara menuju ke kantor Dipenda Karangbolong untuk menyaksikan pergelaran wayang kulit yang dibawakan oleh Ki Dalang Sayut Hadisutopo. Pergelaran wayang kulit di pendopo atau paseban Dipenda Karangbolong ini menggunakan peralatan wayang lengkap karena berlangsung semalam suntuk. Namun, tidak seperti pementasan-pementasan wayang kulit lainnya, pementasan wayang kulit yang merupakan rangkaian dari upacara ngunduh sarang burung walet ini mempunyai pantangan-pantangan tertentu yang harus ditaati. Pantangan-pantangan tersebut diantaranya adalah: tidak boleh ada tokoh atau karakter wayang yang meninggal dalam lakon atau cerita yang dibawakan dan tidak boleh berbicara saru dan sembrono walaupun sedang mementaskan adegan lawakan atau gara-gara. Pagi harinya, sekitar pukul 07.00 WIB, mandor beserta beberapa anak buahnya menuju ke pos penjagaan sarang burung walet yang berada di atas bukit di tepi Pantai Karangbolong. Mereka berjalan kaki sejauh dua kilometer melalui jalan setapak yang kondisinya naik-turun dan relatif licin dengan membawa peralatan termasuk sesajen dan makanan yang akan digunakan untuk mengadakan selamatan. Selama dalam perjalanan rombongan beberapa kali berhenti untuk menaruh sesajen di tempat-tempat yang dianggap angker yang jumlahnya relatif banyak (lebih dari sepuluh tempat). Setelah sampai di pos jaga mereka segera mengadakan upacara selamatan. Dalam upacara ini mandor menyampaikan ujubnya, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa dan diakhiri dengan makan bersama. Selesai selamatan di pos jaga, mandor beserta anak buahnya kembali lagi ke pendapa Dipenda Karangbolong untuk mempersiapkan peralatan mengunduh, seperti tangga yang terbuat dari rotan, galah bambu, tali-temali dan lain sebagainya. Setelah segala peralatan mengunduh siap, pihak Dipenda Karangbolong, mandor sarang burung, sortir, gandhek, sikep, dan bantu kemudian mengadakan rapat lagi untuk menentukan waktu yang tepat bagi pelaksanaan
pengunduhan sarang burung walet. Apabila sudah ada kesepakatan kapan waktu yang tepat untuk mengunduh sarang burung, maka selepas magrib diadakan upacara sekali lagi. Setelah itu, peserta akan menuju ke pendopo Dipenda untuk menyaksikan pertunjukan kesenian tayub (tayuban). Dan, dengan dipentaskannya kesenian tayub di pendopo (paseban) itu, maka berakhirlah seluruh rentetan dalam upacara ngunduh sarang burung walet di Desa Karangblong.
Nilai Budaya Upacara ngunduh sarang burung walet di Karangbolong, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, d an religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar an ggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama. Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian. Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, dan lain sebagainya. Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Banyak budaya yang berada di kabupaten kebumen salah satunya adalah ngunnduh sarang walet. Karena sarang walet ini merupakan salah satu tumpuan mata pencarian warga kabupaten kebumen yag terkenal maka hal tersebut juga di jadikan lambang daerah kabupaten kebumen. Yaitu 2 ekor walet yang berada di tengah lambangnya.
Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini. Kritik dan saran pembaca sangant di perlukan
Referensi
Sujarno. 2008. “Upacara Ngunduh Sarang Burung Walet di Karangbolong”, dalam Patrawidya Vol. 9 No. 1. Maret 2008. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. http://priyaputo.blogspot.co.id/2013/04/ragam-budaya-kabupaten-kebumen.html http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/12/upacara-ngunduh-sarang-burung-walet-di.html